CHAPTER TWO
Apa
sebenarnya yang diinginkan Lord Moore dariku? Grisell mematut dirinya di
depan cermin, memandangi gaun barunya yang lain. Gaun yang diberikan oleh Lord
Moore anehnya pas dengan ukuran tubuhnya, namun ia dapat merasakan kalau gaun
ini bukanlah gaun baru. Jika Lord Moore tidak menginginkan tubuhnya, lalu apa
yang ia inginkan? Grisell tak pernah berpikir akan dibeli atau berbicara dengan
bangsawan. Grisell terlalu murahan untuk mendapatkan kehormatan seperti itu,
kata Bibi Millicent saat sedang mabuk. Tumbuh tanpa orangtua membuat Grisell
haus akan kasih sayang dari seseorang, meski Bibi Millicent telah merawatnya.
Bibi Millicent tak sanggup menyekolahkan Grisell atau menyewa guru pribadi
untuknya, maka dari itu Grisell akan sangat malu bila ia disuruh menulis atau
membaca. Mungkin ia memang bisa membaca—jika kata itu tidak membelit
lidahnya—tapi menulis? Ia tidak begitu yakin. Oh, ia pernah diajar membaca oleh
kakek tua sewaktu ia masih berumur 10 tahun sampai ia mencapai 12 tahun karena
Tuhan telah memanggil sang kakek tua, ia tidak mempunyai teman sejak saat itu.
Setelahnya, ia tidak mendapat edukasi apa pun selain membantu Bibinya mencari
uang. Menjadi pelacur ternyata merupakan pekerjaan yang pas bagi Grisell,
menurut Bibi Millicent. Karena kurangnya kasih sayang dari orangtua, Grisell
senang dilimpahi perhatian oleh para pemakai tubuhnya. Tapi sayangnya, hal itu
tidak Grisell dapatkan di Cheshire.
Apa yang akan Lord Moore katakan
bila Grisell mengaku bahwa dirinya tak berpendidikan? Grisell sering keluar
dari rumah pelacuran saat umurnya masih 14 tahun, saat ia belum dijadikan
pelacur, untuk mencari teman. Mulai dari pemilik toko kue yang sudah tua sampai
anak bayi milik penjual sayur di pasar. Ia merindukan masa-masa dimana ia masih
bisa melakukan itu, meskipun nakal tapi ia menikmatinya. Tetapi pria itu! Pria yang telah merusak otak
Bibi Millicent untuk membuatnya menjadi pelacur. Grisell ingin menguburkan diri
mengingat pekerjaan yang diberikan Bibinya sebelum menjadi pelacur.
Menyenangkan tapi juga sangat berdosa. Ia menipu dan mencuri bersama dengan
Bibi Millicent. Namun semuanya telah berlalu. Ia sudah di Cheshire bersama pria
konvensional yang kaya raya—pria itu pemilik estat!
Grisell menggeleng kepala
cepat-cepat, berpikir apabila ia memikirkan masa lalu terus menerus akan
membuat dirinya tak dapat menjalani kehidupannya kini. Ketukan pintu membuatnya
terperanjat di tempatnya berdiri. Ia menoleh ke belakang, melihat pintu
kamarnya.
“Masuklah,” ucapnya lemah. Eunice,
pelayan sekaligus pendampingnya, masuk dengan pakaian pelayan yang berwarna
hitam. Grisell tak pernah memiliki pelayan sebelumnya, justru ia yang melayani
orang lain—meski tidak dengan cara sesopan ini. Eunice bertubuh lebih pendek
darinya, ia duga Eunice baru menginjak umur 18 tahun, dan gadis itu memiliki
rambut hitam yang disanggul ke dalam sehingga dirinya terlihat bersih dan rapi.
Eunice sama membosankannya seperti Lord Moore, cukup membuat Grisell frustrasi
mencari kesenangan.
“Miss, makan malam akan segera
dimulai. Lord Moore ingin Anda turun ke bawah menemaninya sekarang,” ucap
Eunice dengan suara kecil. Grisell mengangguk tanpa melontarkan kalimat apa pun
lalu ia kembali mematut diri di depan cermin. Gaun merah berlengan pendek itu
sangat cocok untuknya. Ditambah dengan hiasan-hiasan berwarna hitam di
sepanjang bagian leher dan ukiran rumit di roknya yang besar yang berwarna
hitam juga membuat gaunnya semakin indah. Ia sudah siap bertemu dengan… Grisell
ragu. Siapa pria itu baginya? Majikan? Tetapi Grisell tak diperlakukan seperti
pelayan. Teman? Ia bahkan belum tahu berapa usia Lord Moore!
Sudah tidak ada waktu lagi untuk
berpikir. Ia mengangkat roknya dengan kedua tangan—sesuatu yang dianggap vulgar
bagi orang Inggris—lalu berjalan keluar dari kamar. Eunice melihat itu tak
berani berkomentar namun tetap mengikuti Grisell dari belakang. Pendamping
harus ikut bersamanya hampir setiap saat, terutama saat pria sedang melakukan
pendekatan dengannya. Grisell tidak tahu dimana ruang makan tepatnya, Moore
House bukanlah rumah! Moore House lebih tepatnya seperti hotel yang memiliki
banyak pintu di sana-sini dan ruangan. Sederetan jendela tertutup tirai beledu
merah sepanjang lorong menuju tangga ke bawah. Sementara di sisi yang lain,
terdapat cahaya lilin-lilin besar yang menempel di dinding sehingga lorong itu
sangat terang.
Saat Grisell sudah menuruni anak
tangga, ia melihat beberapa orang berbaris di hadapannya mengenakan pakaian
pelayan yang sama seperti Eunice pakai. Wanita itu terkejut melihat mereka
berdiri sambil menatapnya dengan senyum ramah. Grisell tak pernah bertemu
dengan begitu banyak pelayan dan tak berniat menghafal semua nama pelayan itu.
Cornelius berdiri paling dekat dengannya memberi senyum bersahabat sehingga
Grisell ikut tersenyum, merasa senang. Bisakah mereka berteman? Grisell sangat
ingin memiliki banyak teman—dulu sebelum ia menjadi pelacur—terutama dengan
orang yang lebih tua dengannya. Ia memikirkan, apakah akan ada orang tua yang
sama seperti kakek tua yang dulu mengajarnya membaca? Ia tidak yakin, namun
patut dicaritahu.
Cornelius menarik perhatiannya saat
pria setengah baya itu memperkenalkan para pelayan rumah yang memiliki tugas
masing-masing. Grisell tidak tahu harus bereaksi seperti apa selain ikut
melangkah dan tersenyum pada pelayan yang diperkenalkan. Kebanyakan pelayan
wanita bekerja di belakang dapur, dan yang lainnya akan membersihkan
bagian-bagian rumah. Sementara Cornelius, kepala pelayan rumah, akan memeriksa
seluruh urusan rumah. Grisell tak tahu ada berapa pelayan di rumah ini dan
ingin menangis karena ia tak tahu menghitung lebih dari 100! Sialan, mengapa ia
harus memiliki masa kecil yang buruk? Cornelius akhirnya menggiring Grisell
menuju ruang makan yang harus melewati tiga ruangan—ruang tamu, ruang bermain
untuk orang dewasa, ruang musik—kemudian Grisell menemukan Lord Moore telah
berada di ruang makan. Ruangan itu sangat luas dan tinggi dengan meja panjang
dan banyak kursi di sisinya dan dua ujungnya. Beberapa lilin gantung berada di
langit-langit ruangan sehingga ruang makan sangat terang. Di satu sisi ruangan
terdapat sederet jendela dan pintu besar yang langsung menghubungkan
pemandangan taman indah yang ditumbuhi pohon-pohon lebat. Sementara sisi yang
berlawanan juga terdapat sederet jendela dan pintu besar, namun dengan taman
yang lebih memperlihatkan kecantikan bunga-bunga, semak-semak yang terpangkas
rapi dan pepohonan sebagai latar belakangnya.
Lord Moore cepat-cepat berdiri dari
kursinya saat ia melihat wanita yang ia harapkan muncul. Ia keluar dari balik
meja lalu menyambut Grisell dengan gaya yang menurut Grisell sangat
membosankan. Mengapa ada orang yang bertahan bersikap begitu konvensional
sepertinya? Lord Moore menarik tangan kanannya lalu mencium tangannya yang
dibalut sarung tangan putih. Setelah mempermalukan dirinya di depan Grisell,
Lord Moore tersenyum.
“Selamat malam, Miss Parnell. Maukah
kau bergabung denganku menikmati makan malam yang lezat?” Demi tanaman
Cheshire! Mengapa Lord Moore tak bisa menyebutkan nama depannya saja dan
mengajaknya dengan gaya santai? Grisell melipat kedua tangannya di depan dada.
“Bagaimana jika aku menolaknya?”
Tanya Grisell membuat semua orang di ruang makan—temasuk pelayan yang baru saja
berjalan masuk ruang makan dan tersentak sesaat—menarik nafas tajam, terkejut
akan sikap tak sopan Grisell. Lord Moore tak pernah diperlakukan begitu rendah
oleh siapa pun. Semua masyarakat Cheshire tahu bahwa Lord Moore adalah orang
penting dan dihormati. Tetapi masyarakat Cheshire tidak tahu bahwa Grisell
adalah seorang pelacur yang tak tahu bagaimana bertingkah laku seperti seorang
Lady.
“Aku khawatir Anda tidak bisa
menolaknya, Miss Parnell. Para pelayan sudah bersusah payah membuatkan makanan
lezat bagi kita malam ini, tidakkah seharusnya kita menghargainya? Mari, Miss
Parnell, kuantar kau ke kursimu,” ucap Lord Moore mengambil alih segalanya.
Lord Moore menyelipkan lengannya ke lengan Grisell lalu menarik paksa wanita
itu agar berjalan bersamanya. Pasrah, Grisell mengikuti apa yang diinginkan
pria itu. Ia memutar bola mata saat Lord Moore menarik kursi untuknya lalu ia duduk
di sana. Kedua tangannya terlipat di atas meja makan sambil mengerucutkan
bibirnya ke samping. Dua bola mata biru itu melihat ke sekeliling, berpikir
makanan apa yang disajikan untuk mereka.
Lord Moore berusaha sekeras mungkin
agar tak menggeleng kepala dan membentak siapa pun malam itu. Demi Tuhan,
wanita itu harus segera bertemu dengan pengajar pribadinya. Seorang wanita
Inggris tidak boleh duduk membungkuk, melipat kedua tangan di atas meja dan
menggerak-gerakkan kedua kakinya di bawah meja! Lord Moore duduk di ujung meja,
dekat dengan tempat Grisell. Cornelius datang menghampiri Grisell lalu ia
mengambil sebuah serbet yang terlipat cantik di depan wanita itu lalu ia
mengibaskannya agar berbentuk persegi.
“Permisi, Miss Parnell. Aku takut
bila makanan akan menodai gaun Anda, bukankah langkah yang bijak bila aku
menempatkan serbet ini di atas pangkuanmu?” Tanya Cornelius mengejutkan
Grisell. Kemudian wanita itu menegakkan punggungnya dan mengangkat kedua
tangannya agar Cornelius bebas menempatkan serbet itu ke atas pangkuannya. Lord
Moore mendesah dalam hati, bingung apa yang harus ia lakukan pada wanita ini.
Season
akan segera dimulai 1 bulan lagi dan ia harus memperkenalkan Grisell pada para
tamunya. Lord Moore dapat melihat bagaimana Cornelius terhibur akan kepolosan
Grisell terhadap tata krama Inggris, begitu juga dengannya. Tapi diselingi
dengan rasa jengkel. Jika saja Ayahnya tak meminta permintaan itu agar kematiannya tenang, Lord Moore
tak akan melakukannya. Dan Tuhan tahu, Justin tak menginginkan Grisell dalam
cara apa pun. Wanita itu bukan gambaran calon istri masa depannya. Henrietta
pasti tidak akan percaya Justin akan menjalin hubungan dengan Grisell. Hanya
saja, Justin tidak tahu masa lalu Grisell dan bagaimana Grisell berusaha membuat
kehidupannya menjadi lebih baik.
Setelah dua tepukan tangan dari
Cornelius, para pelayan muncul dari pintu yang menghubungkan dengan dapur.
Aroma makanan lezat melingkupi ruangan hingga Grisell hampir meneteskan air
liur karena lapar. Ia melihat para pelayan mendekati meja lalu menaruh makanan
itu di atasnya. Mata Grisell membulat saat ia melihat banyaknya makanan yang
memenuhi meja, terutama betapa asingnya makanan-makanan itu untuknya. Kedua
tangannya tergantung di sisi tubuhnya dengan mata memandang polos makanan yang
tersaji di depannya. Justin mendapati ekspresi itu menyenangkan. Meski tidak
tahu tata krama, Grisell memiliki kepolosan langka yang tak pernah Justin
temui. Ketidaktahuannya terhadap kehidupan barunya mungkin akan memberi bumbu
dalam hidup Justin.
Setelah para pelayan selesai menaruh
makan malam—yang biasanya diawali dengan makanan pembuka tetapi kali ini
tidak—Grisell melihat banyaknya jenis garpu di sebelah kirinya dan pisau di
sebelah kanannya, dan disusul dengan sendok dalam berbagai jenis di sebelah
pisaunya. Tidak ada pilihan lain selain menggunakan tangan agar ia tidak
bingung harus memakai yang mana. Justin sudah mengambil makanannya dan
menikmati daging di atas piring porselennya. Ia menatap bingung Grisell yang
menunduk melihat garpu dan pisau di hadapannya. Sesekali Grisell mengangkat
pisau lalu menaruhnya kembali. Kerutan di kening wanita itu entah mengapa
membuat Justin merasa senang. Oh, semuanya baru jika itu berhubungan dengan
Grisell.
“Apa kau kesulitan menggunakan alat makanmu,
Miss Parnell?” Tanya Justin.
“Apa bedanya sendok yang ini dengan
sendok yang ini?” Tanya Grisell yang memperlihatkan dua sendok yang berukuran
besar dan kecil. “Maksudku, bukankah keduanya memiliki fungsi yang sama?”
“Miss Parnell, sendok yang berukuran
lebih besar sering digunakan untuk menikmati sup sementara sendok yang lebih
kecil lebih sering digunakan untuk memakan puding,” jelas Justin. Kedua alis
Grisell terangkat lalu ia mengedik bahu.
“Aku akan memakai sendok yang lebih
besar kalau begitu,” ucapnya lebih kepada diri sendiri. Grisell mengambil sayur
dan daging ke atas piring porselennya lalu melirik makanan Justin. “Tidakkah
selaras bila kau memakan daging dan sayur secara bersamaan?”
“Oh, tentu, Miss Parnell. Tapi aku
tidak melakukan itu,” Justin menjawab, kemudian pria itu mengambil alih topik
pembicaraan dan mengabaikan fakta bahwa Grisell menggunkan pisau yang salah
untuk memotong dagingnya dan garpu yang salah untuk memakan sayurnya. “Apakah
kau merasa nyaman berada di rumah ini?”
“My Lord, sungguh, aku tak bisa
menggambarkan bagaimana perasaanku. Setelah selama ini aku berada dalam ruangan
pengap di London, akhirnya aku bisa menarik udara segar sepuasnya. Meski aku
bingung mengapa rumahmu begitu besar dan kau tinggal sendirian,”
“Aku tidak tinggal sendirian, Miss
Parnell. Ketiga adik perempuanku sedang pergi berlibur di London sampai season dimulai. Saat ini kau sedang
mengenakan gaun adik terakhirku yang kebetulan ukuran tubuh kalian sama,” ucap
Justin menikmati percakapan ini. Grisell mengangguk-angguk tertarik. Bibirnya
yang berwarna merah dan lembap itu entah mengapa berhasil menyulut hasrat
Justin untuk menikmatinya. Oh, apa yang terjadi padanya? Bahkan Henrietta pun
tak pernah memberikan perasaan menginginkan seperti ini. Hasrat yang sudah lama
ia pendam kembali muncul. Ia sudah berubah! Ia bukan pria yang sama lagi
semenjak Ibunya meninggal 4 tahun yang lalu.
“Kau memiliki tiga adik perempuan? Siapa
saja nama mereka?”
“Mildred, Bridget, dan Hope. Mildred
berumur 26 tahun dan sudah menikah. Bridget berumur 22 dan Hope berumur 20
tahun, mereka berdua belum menikah. Bagaimana denganmu? Apakah kau memiliki
saudara selain Bibimu?” Tanya Justin selesai dengan makanannya. Ia bahkan hanya
memakan dua asparagus setelah selesai memakan dagingnya. Mengapa pria itu bisa
berotot sementara ia makan sebanyak porsi perempuan? Grisell berpikir. Tapi
sayangnya, bukan karena alasan itu, Justin menyelesaikan makanannya. Ia lebih
tertarik mengobrol sambil memerhatikan bagaimana wanita itu menikmati makanan
yang ada di piringnya. Grisell menyandarkan tubuh di kursi tingginya lalu ia
mengedik bahu.
“Kurasa aku tak punya. Hanya Bibi
Millicent yang kumiliki,” ucap Grisell memain-mainkan makanannya dengan garpu,
lalu ia mengambil air anggur untuk ia nikmati. Justin bahkan tidak menyadari
bahwa wanita itu tidak bersikap seperti yang ia inginkan, namun ia mendapati
wanita itu tampak mengenang masa lalunya. Cornelius yang berdiri di sudut
ruangan mendengar percakapan itu semakin intim. Dengan segera ia menyuruh para
pelayan keluar dari ruang makan untuk memberi privasi pada kedua majikannya.
Cornelius sudah lama mengharapkan seseorang yang menyenangkan seperti
Grisell—bahkan sebelum Grisell mencoba. Grisell bersikap apa adanya dan tidak
palsu, serta kepolosannya begitu tampak hingga Cornelius teringat akan
keponakannya di kota.
Justin menyesap anggurnya lalu ia
bertanya. “Dimana Ibumu?” Pertanyaan itu keluar begitu mudahnya dari bibir
tipis Justin tanpa berpikir bagaimana pertanyaan itu sangat menyengat perasaan
Grisell. Sebelum menjawab, Grisell kembali meminum air anggurnya lalu menoleh
menatap Justin yang mengelap bibirnya dengan serbet.
“Aku lebih memilih kita tidak
membicarakannya,” ucap Grisell mengedipkan mata beberapa kali. Ibunya meninggal
setelah 2 minggu meninggalkan Grisell di desa bersama Bibi Millicent. Sebuah
pukulan keras bagi Grisell begitu mengetahui Ibunya meninggal karena penyakit
paru-paru. Justin mengangguk mengerti. “Bagaimana dengan Ibumu?”
“Ibuku sudah meninggal 4 tahun yang
lalu setelahnya Ayahku meninggal 2 tahun kemudian. Aku mengerti bagaimana
perasaanmu saat Ibumu meninggal, aku dapat merasakannya juga. Dan Ayahku-lah
yang membawaku padamu, suatu misteri mengapa ia menginginkanmu bersamaku.”
“Kau tidak mengerti,” tukas Grisell
cepat. Keduanya tidak menyadari bagaimana keakraban mulai tumbuh dalam
percakapan mereka tanpa harus mengatakan gelar bodoh itu. “Mengapa Ayahmu
menginginkanku bersamamu?”
“Di sela-sela nafasnya yang semakin
sulit ia hirup, ia menyebutkan namamu. Mungkin belum saatnya kau tahu tujuanku
membawamu ke sini bersamaku. Dan sudah kubilang, suatu misteri mengapa ia
menginginkanmu bersamaku.” Justin menarik nafasnya dalam-dalam. “Dan aku sangat
ingin mencaritahu misteri itu,”
“Kau ingin mencaritahu misteri mengapa
Ayahmu menginginkanku bersamamu? Kalau begitu, aku ikut. Aku juga ingin tahu
apa tujuanku di sini bersamamu,” ucap Grisell bersemangat. Dua mata birunya
berbinar-binar menatap Justin. Tatapannya itu selalu mengingatkannya pada
pertemuan pertama mereka yang bodoh itu. Grisell
siap basah kapan pun untuknya dan dalam posisi apa pun. Pikiran kotor
wanita itu sangat memengaruhinya sekarang. Ia tahu, reputasinya sebagai seorang
earl akan segera hancur bila
masyarakat tahu bahwa Grisell adalah mantan seorang pelacur. Kasta yang begitu
berbeda dan tak bisa diterima oleh masyarakat. Namun siapalah mereka menghakimi
Justin? Gagasan menjadikan Grisell simpanannya sudah pernah terlintas di
pikiran Justin sebagai pilihan pertama. Namun ia bukan jenis pria seperti
itu—tidak lagi.
Ia bukan pria berpikiran kotor
seperti bertahun-tahun lalu. Sejak kematian Ibunya diumur Justin yang ke-26,
Justin tidak pernah hidup kotor lagi. Lapisan luar Justin memang sangat
sempurna. Keahliannya dalam bersandiwara sangat patut dibawa ke panggung
hiburan. Justin Moore sangat terkenal akan kehebatannya memperlakukan
masyarakat, bagaimana ia bersosialisasi dan berbaur. Senyumannya yang memikat
tak luput dari wajah tampannya. Ia pria yang baik, ucap salah satu nenek yang
ditolong Justin saat ia kesulitan berjalan ke rumahnya. Tidak akan ada yang
percaya bila ada seseorang yang mengatakan bahwa Justin pria brengsek. Namun tak pernah ada yang bisa menebak
bagaimana Justin menjalani kehidupan kotor dan bersih di hari yang sama. Pria
itu menjalin hubungan skandal dengan wanita yang telah bersuami padahal ia
memiliki kekasih yang lebih muda darinya. Ia juga meminum minuman keras di
pondok tanahnya agar tak ketahuan oleh siapa pun, dan kecanduannya berhubungan
intim dengan wanita—siapa pun akan diserangnya selama wanita itu menutup mulut—benar-benar
merusak dirinya. Kebanyakkan wanita bersuami karena mereka berdua tentu tidak
ingin mengambil risiko reputasi mereka hancur bila salah satunya membuka
mulut—dan Justin bukanlah orang yang cukup bodoh untuk merusak reputasinya
sendiri. Namun tidak lagi. Tidak ada Justin yang lama. Ia sudah sepenuhnya
hidup bersih dari skandal dan kecanduannya berhubungan intim.
Kematian Ibunya memberi dampak besar
bagi kehidupan Justin. Ia tidak lagi diberi apresiasi oleh wanita yang selalu
ia sayangi. Dan tidak ada lagi yang mengurus ketiga adiknya yang masih muda—dan
saat itu Mildred belum menikah—terutama karena Justin dan Ayahnya tak mahir dalam
masalah fashion wanita. Belum lagi
kebutuhan wanita yang ternyata luar biasa banyak. Terlarut dalam pikirannya,
Justin menggeleng kepala agar segera sadar. Sampai dimana tadi? Ah, tujuan
Justin membawa Grisell padanya.
“Aku tahu tujuanku membawamu ke
sini. Tapi aku masih belum tahu alasan tepatnya,” ucap Justin menjelaskan. Tak
terasa Grisell sudah selesai memakan makan malamnya, ia juga bersandar di kursi
seperti yang Justin lakukan—dan tidak boleh dilakukan oleh wanita. Sebagai
wanita Inggris, ia harus duduk tegak, peralatan makannya tak boleh bersentuhan
dengan piring sehingga takkan menyebabkan keributan dan mulutnya tak boleh
terbuka saat sedang mengunyah makanan. Sayangnya, Grisell tak tahu peraturan
itu untuk sekarang. Belum.
“Ya? Kalau begitu beritahu aku,”
“Sudah kukatakan, Miss Parnell,
belum saatnya kau tahu tujuanmu kubawa ke rumahku. Mungkin sebentar lagi,
begitu kau sudah siap menjadi seorang wanita terhormat,” ucapnya memberi senyum
memikat. “Nah, apa kau sudah selesai?”
“Jika aku berani mengambil satu
sendok lagi, aku bisa meledak,” gerutu Grisell memutar bola mata. “Apa yang
akan kita lakukan setelah ini?” Tanya Grisell mengangkat punggungnya dari
sandaran. Justin memandang Grisell bingung. Apa yang akan kita lakukan? Tidak ada. Grisell hanya perlu beristirahat maksimal
agar besok ia siap bertemu dengan pengajar pribadinya. Sementara Justin akan
keluar rumah sebentar untuk memeriksa Mr. Cuthbert yang tampaknya sedang tidak
dalam keadaan sehat. Sudah menjadi keharusan bagi Justin mengunjungi penyewa
tanahnya yang sedang sakit—terutama untuk benar-benar tidak memberi celah bagi
masa lalunya terendus.
2 tahun terakhir setelah kematian
Ayahnya, banyak mantan simpanannya yang menginginkan hubungan mereka dibangun kembali.
Jusin tentu harus menolaknya demi mendiang Ibunya dan kelangsungan hidup
adik-adiknya. Ia tidak ingin menjadi contoh yang buruk bagi adik-adiknya,
terutama Hope. Justin menghela nafas panjang lalu ia menggeleng kepala pada
Grisell.
“Tidak ada,” ucapnya pelan. Mata
Grisell membulat tak percaya.
“Tidak ada? Lalu apa yang akan
kulakukan? Oh, My Lord, bukankah menyenangkan bila kita bisa berjalan-jalan
sebentar keluar taman sementara kau mendiktekanku bagaimana menjadi wanita
terhormat?”
“Bukan pekerjaanku memberitahu
bagaimana prilaku wanita terhormat, aku sudah menyiapkan orangnya untukmu,”
ucap Justin menatap tajam dua mata biru Grisell. “Tidak ada, Miss Parnell.”
“Kau sudah tidak memberitahuku apa
tujuanmu membawaku ke sini dan kau menolak ajakkanku untuk pergi berjalan-jalan
sebentar di taman. Apakah permintaanku begitu sulit sehingga kau menolaknya?”
Tanya Grisell tampak murung. Bibir mungilnya cemberut basah sampai Justin harus
mengedipkan mata berkali-kali agar kewarasannya masih mengingatkan bahwa ia
pria terhormat. Kedua alis Grisell saling bertautan dan matanya melihat ke
bawah, tanda ia benar-benar kecewa. Andai saja Grisell tak memberikan wajah
seperti itu, pasti Justin dari tadi telah pergi ke rumah Mr. Cuthbert.
“Baiklah, kita pergi ke taman,”
tukas Justin buru-buru sebelum dua mata biru itu mengeluarkan air mata. Grisell
mendongak dengan sebuah senyuman riang sehingga Justin ikut tersenyum. Grisell yakin,
kali ini ia akan berhasil menggoda dan bahkan mencium seorang Lord Moore di
taman! Tipu muslihatnya sudah termakan oleh Lord Moore, dan tinggal sebuah
kecupan di bibirnya untuk membuktikan Lord Moore adalah pria sejati.
“Bukankah kau memang pria berhati
malaikat?”
The gambling business of the casino - DrmCD
BalasHapusWe are 오산 출장마사지 one 논산 출장샵 of the leading online 안산 출장안마 gambling operators. It 대전광역 출장샵 was established in 1988 by an individual in a remote 군포 출장안마 area, in the capital, Moscow.