Jumat, 02 Agustus 2013

Dominan - Submissive Bab 2



****

            “Anna, apa kau tahu mengapa kau sekarang berada di sini?” tanya Justin mulai bertanya padaku. Aku dan dirinya sedang terduduk berhadapan. Menyilangkan kaki di atas tempat tidur. Justin menyandarkan pada kepala kasur sedangkan aku tidak. Tapi tidak apa-apa, meski aku ingin menyandar juga. Justin adalah pemandangan dan aku tidak bisa melewatkannya. Namun wajah Justin dari tadi tidak berubah-ubah. Wajahnya begit datar. Sehingga susah bagiku untuk mengetahui apa yang ada di pikirannya. Karena dari tadi ia mengamati wajahku.
            Oh, sekarang aku mengerti. Ia mengamat-amatiku karena mungkin ia bingung. Mengapa ada gadis kumuh yang akhirnya menikah dengannya? Pasti dia bingung karena itu. Ah, tapi aku tidak boleh berpikiran yang buruk-buruk tentang Justin. Mungkin, ia sedang mengamat-amati wajahku untuk mengingat wajah istrinya. Mungkin. Aku tersenyum padanya sambil mengangkat kedua bahuku.
            “Orang tuaku telah memberikanku pada kalian. Aku tidak mengerti mengapa mereka melakukannya. Dan kapan mereka melakukannya. Dan aku tidak ingin bertanya-tanya tentang itu. Kepalaku mungkin akan pusing jika aku memikirkannya, jadi aku berada di sini,” ujarku panjang. Kembali ia tidak memberikan raut wajah apa pun selain ia mengangkat kedua alisnya lalu sudah. Seperti itu saja. Ia mengembalikan alisnya seperti semula.
            “Apa kau tahu kalau aku orangnya seperti apa? Apa kau tidak takut kalau sebenarnya misalnya, aku adalah seorang psikopat atau semacamnya?” tanya Justin tampak konyol. Aku bahkan tidak mengerti mengapa ia bertanya-tanya tentang ini. Kulirik jam dinding yang berada di kamar Justin. Sudah jam delapan malam. Oh, waktu cepat sekali bergulir. Kembali aku mengangkat kedua bahuku.
            “Tidak. Tidak mungkin kau adalah seorang psikopat! Aku tidak pernah mendengar ada psikopat kaya sepertimu. Jadi itu tidak mungkin. Justru aku berpikir kau adalah orang yang baik. Orang yang rajin sehingga kau bisa menghasilkan uang sebanyak ini,” ujarku kembali panjang dan lebar. Ia menganggukan kepalanya dan mengkerutkan keningnya. Oh, mengapa wajahnya benar-benar tampan? Aku ingin mati sekarang.
            “Anna, apa kau percaya dengan sebuah status tanpa hubungan? Maksudku, seperti kita. Kita menikah, itu status kita. Tapi kita tidak memiliki hubungan seperti suami-istri? Apa kau percaya itu?” tanya Justin yang membuatku menelan ludah. Mengapa ia bertanya seperti itu? Aku saja baru menikah dengannya. Mana kutahu maksudnya itu apa. Pacaran saja aku tidak pernah. Aku selalu menolak lelaki, entahlah, ada sebuah kenangan yang membuatku memberi jarak jauh dengan lelaki.
            “Aku tidak tahu,”
            “Aku percaya,” balasnya langsung. Oh? Lalu? Astaga, sekarang aku seperti orang tolol. Masalahnya, apa maksud Justin? Kita sudah menikah, tapi kita tidak memiliki hubungan seperti suami – istri? Memang sebenarnya, apa yang dilakukan suami – istri? Membangun sebuah hubungan rumah tangga, memiliki angan-angan yang ingin dicapai –tapi dengan Justin, apa yang akan kucapai? Kurasa semuanya sudah tersedia, kurasa- , dan tentunya keturunan.
            “Jadi, maksudmu di sini apa?” tanyaku.
            “Aku tidak ingin tidur denganmu,” ujarnya yang membuatku ingin jatuh dari balkon kamar Justin dan yeah, aku terjatuh di atas rumput-rumput china yang nyaman sekali untuk menghancurkan kepala.
            “Kita? Tidak tidur? Bersama-sama?” tanyaku sambil menunjuk diriku dan dirinya lalu ranjang kasur. Ia menganggukan kepalanya sambil melipat bibirnya ke dalam. Oh, astaga, ia terlihat sangat manis jika melakukan hal itu. Kemudian aku menelan ludahku.
            “Tapi, malam ini, kau boleh tidur denganku lagi,” ujarnya datar. Oh, mengapa lelaki ini tampak susah sekali ditebak? Maksudku, kemarin ia terlihat senang saat aku berada di atas tempat tidurnya. Tapi mengapa sekarang ia tidak ingin aku tidur di sebelahnya? Padahal seharusnya ini akan menjadi malam yang menyenangkan. Benarkah? Benarkah seharusnya malam ini akan menjadi malam yang menyenangkan? Mungkin menurut orang-orang seperti itu. Oh, tidak beruntungnya aku.
            “Ayo, tidurlah di samping sini,” ujarnya menepuk-nepuk tempat tidur sebelah kiri. Dengan cepat, aku merangkak kembali setelah tadi aku keluar dari jeratan kasur dan selimut. Justin menggeserkan tubuhnya sehingga aku memiliki tempat yang lebih luas. Kembali aku masuk ke dalam selimut. Gila, dari tadi aku menyembunyikan pikiran-pikiran yang menyelubungi otakku tentang tubuhnya Justin yang tampak terpahat begitu indah. Oh, kotak-kotak tadi. Tercetak dengan jelas di depan mataku. Otot tangannya yang benar-benar ..uh, Tuhan, mengapa kau menciptakannya seperti dewa Yunani?! Rasanya sangat tidak nyaman saat kau ingin menyentuh tubuh Justin. Serius, jika kau berada di hadapannya, aku sangat yakin dan tidak diragukan lagi, kau pasti ingin menyentuhnya.
            Kuletakan kepalaku di atas bantal putih miliknya.
            “Justin, maksud pembicaraanmu di sini apa? Aku benar-benar tidak mengerti,” ujarku tanpa memandangnya.
            “Anna, aku tidak percaya dengan yang namanya menjalin sebuah hubungan. Hubungan yang dibumbui dengan cinta. Aku tidak mencintai orang. Tidak pernah,” ujarnya yang membuatku ingin jatuh ke dalam kasur dan aku ingin menembusnya, lalu aku ingin menembus lantai, setelah itu aku jatuh di lantai satu. Kumohon dewa Kematian mendatangiku saat itu juga. Intinya aku ingin mual saat ia bilang seperti itu. Justin, seorang Millioner tidak pernah mencintai orang? Tidak mungkin! Itu sangat ajaib. Pasti akan ada wanita yang membuatnya jatuh cinta. Dan aku akan mencobanya. Aku ingin Justin mencintaiku. Itu dia. Well, sekaranga aku memiliki tujuan yang ingin kulakukan. Membuat Justin mencintaiku.
            “Kau tidak pernah? Aku pernah satu kali dengan seorang lelaki,”
            “Ya?”
            “Ya, dia lelaki yang sangat baik. Namanya Nicholas. Tapi itu dua tahun lalu, ia sudah meninggal. Karena kecelakaan juga. Oh, buruknya kehidupanku. Aku kehilangan orang tuaku saat kami kecelakaan. Dan pacarku, meninggal karena kecelakaan juga. Kuharap kau tidak kecelakaan, Justin,”
            “Justin Bieber, ingat ya, Anna. Justin Bieber tidak akan pernah kecelekaan. Kau akan aman jika kau berpergian denganku. Jika itu kecelakaan, berarti Tuhan yang mengizinkannya. Kita hanya bisa berusaha untuk tidak mengalami kecelakaan,” ujar Justin yang menyiratkan kesombongan dan aneh. Tidak mungkin ia tidak pernah kecelakaan. Tapi yah, bisa dilihat ia tidak pernah kecelakaan. Karena wajah dan tubuhnya saja tidak meninggalkan jejak-jejak kecelakaan. Tidak seperti aku. Aku memiliki luka di bagian punggung karena kecelakaan itu. Pundakku yang memar, bahkan sebenarnya patah. Tapi, aku juga tidak tahu. Aku benar-benar lupa dengan kejadian-kejadian saat aku berumur 15 tahun.
            “Begitukah? Sangat hebat. Mengapa aku? Mengapa aku yang harus menjadi istrimu?” tanyaku yang ..bodoh. Astaga, mengapa pertanyaaan itu tiba-tiba terlontar? Ini karena aku begitu penasaran mengapa orang tuanya harus mengambil diriku. Mengambil orang dari jalanan yang tidak lulus SMA. Seorang Justin Bieber seharusnya mendapatkan seorang wanita yang cerdas, cantik dan ideal. Maksudku, haruskah aku? Meski sebenarnya, aku sangat senang dengan ini. Aku menikah dengan seorang Justin Bieber karena sebuah perjanjian.
            “Orang tuaku, telah memilihmu, Anna. Entah mengapa mereka harus memilihmu sebagai istriku. Kupikir ia akan memilih yang lain,” ujarnya yang membuatku bingung, “tapi itu tidak penting. Sekarang, kau tidur. Besok aku akan membicarakan peraturan-peraturan di rumah ini. Dan aku juga ingin menawarkan kesepakatan padamu,”
            “Baiklah,” balasku tanpa berpikir. Tiba-tiba saja aku mengantuk. Musik Jazz benar-benar nikmat.

***

            Mataku ingin berputar ke belakang saat aku melihat perjanjian yang Justin berikan padaku. Apa-apaan? Aku tidak mengerti arti kata yang ada di surat ini. Dominan – Submissive? Apa maksudnya? Itu judul perjanjian yang ia berikan padaku. Kemudian aku membaca paragraph pertama.
Dominan = Kata sifat yang berarti: Sangat berkuasa, paling kuat dari yang lemah.
            Submissive = Kata sifat yang berarti: Yang lemah, kebalikan dari dominan.

            Oh, maksudnya di sini apa? Aku tidak mengerti. Kemudian aku membaca surat perjanjiannya. Dari atas hingga bawah secara cermat. Hmm, aku akan menjadi submissive dan ia akan menjadi dominan. Oh, astaga. Aku menutup mulutku saat aku membaca bahwa perjanjian ini berhubungan dengan seks. Haruskah? Mengapa? Oh, ini menyangkut dengan kekerasan tentang seks. Aku tidak menginginkannya. Kutaruh kembali kertas ini ke atas meja dan menatap Justin yang menyeringai padaku. Apa-apaan? Aku tidak menginginkan perjanjian itu. Kugelengkan kepalaku. Tentu saja aku menolaknya! Kuberitahu, aku dan Justin adalah suami-istri dan ia bisa melakukan apa saja terhadapku selama itu masih ada pada batasannya. Tapi ini, ia menginginkan aku seperti budaknya. Aku harus menyenangkannya dengan cara apa yang ia katakan atau ia perintahkan padaku. Dan perjanjian ini menyangkut dengan hubungan seks. Aku keberatan jika itu menyangkut dengan kekerasan. Senyum Justin surut begitu saja.
            “Mengapa?”
            “Aku tidak ingin menjadi budakmu,”
            “Budak? Anna, ini bukan tentang perbudakan. Aku tidak ingin kau menjadi budakku. Di sini dikatakan kau hanya menjadi submissive. Kau hanya harus menuruti permintaanku. Menyenangkanku karena aku adalah seorang dominan,”
            “Dan mengapa kita harus melakukan itu?”
            “Karena aku tidak percaya dengan yang namanya sebuah hubungan. Suami-istri. Tidak, aku tidak menjalankan itu. Perjanjian ini tidak menyangkut-pautkan dengan masalah cinta. Jadi di sini, tidak ada yang merasa dirugikan. Maksudku, kau tidak perlu mencintaiku jika kau tidak ingin sakit hati. Karena aku tidak mencintai seseorang, Anna,” ujar Justin menjelaskan segala pertanyaan yang ada di otakku. Dia tidak percaya dengan yang namanya sebuah hubungan maka ia membuat surat perjanjian ini karena tidak ada sangkut-pautnya dengan asmara atau cinta. Pintar sekali.Tapi masih ada satu pertanyaan yang ada di benakku.
            “Apa yang kudapat dari perjanjian ini Justin?”
            “Banyak. Kepuasan, kenikmatan, oh, astaga, kenapa kau tidak langsung tanda tangan saja? Aku sudah melakukan ini dengan banyak wanita!” ujar Justin yang membuatku melotot ke arahnya. Astaga, ia telah melakukannya dengan banyak wanita. Dan itu membuat banyak sekali pertanyaan yang menjatuhi otakku. Aku butuh minum sekarang. Tenggorokanku begitu kering.
            “Tapi di sini terdapat kekerasan Justin, aku tidak mau,” ujarku sambil menautkan kedua alisku. Justin mendesah pelan dan kemudian ia mengambil pulpen yang ia telah sediakan di meja dan kemudian ia mencoret kata ‘kekerasan’ di surat tersebut. Sehingga kita hanya akan berhubungan seks –tidak dengan keras- dengan permintaan Justin. Dengan cara Justin. Dengan apa yang dapat membuat Justin senang.
            “Jadi tidak ada kekerasan?”
            “Sebenarnya aku ingin ada kekerasan di sana. Tapi aku memberi keringanan untukmu,” ujar Justin dengan tenang. Baiklah, aku mengangguk setuju. Jadi, aku di sini, duduk di hadapan dengan Justin dan harus menanda tangani surat perjanjian konyol. Kuambil pulpen dan mulai menanda tanganinya.
            “Bagus sekali. Jadi tidak ada kata ‘cinta’? Mengerti? Aku tidak menerima itu,” ujarnya mulai mengambil surat itu dan menaruhnya ke dalam sebuah map. Aku menganggukan kepalaku. Baiklah. Sekarang aku adalah seorang submissive yang akan menuruti perkataan-perkataan Justin. Lalu, apa yang akan kita lakukan?
            Kulirik pintu samping rumah ini, pintu yang dapat membawa kita ke sebuah kolam renang. Aku bisa melihat air kolam renang yang terlihat begitu menggoda untuk diselami.
            “Sekarang, kita harus memperbaiki penampilanmu. Ayo,” ujarnya dengan semangat. Oh, Justin Bieber yang semangat. Sangat enak untuk dilihat. Aku tidak pernah menanyakan umurnya. Tapi kurasa ia baru berumur 24 tahun. Kurasa.

***

            “Aku berumur 30 tahun, tahun ini,” saat itu juga aku ingin muntah. Apa-apaan? Ia akan berumur 30 tahun? Astaga, aku tidak menyangka ia setua itu. Tapi wajahnya, gila, dia benar-benar awet muda. “Dan benar, Anna. Kau adalah wanita yang tidak pendiam. Aku suka jika kau berbicara. Untuk yang pertama kalinya, aku menyukai wanita cerewet sepertimu,” ujarnya yang membuatku sedikit tersipu. Justin sedang mengendarai mobilnya untuk pergi ke sebuah Mall. Katanya aku akan diperbaiki sebaik mungkin. Mulai dari rambut, bulut mata, alis mata, dan kuku-kukuku. Juga dengan penampilanku. Astaga, rasanya aku seperti tuan puteri sekarang. Kuharap Kathleen bisa merasakan hal yang sama sepertiku.
            “Apa kau memiliki kartu kredit?”
            “Tidak,”
            “Aku akan membuatkannya untukmu, kau juga harus memiliki uang,” ujarnya terus focus pada jalanan. Aku hanya menganggukan kepalaku. Hmm, aku akan memiliki kartu kredit. Aku pernah memakainya, tapi itu kartu kredit milik Kathleen.
            “Kau boleh bertanya-tanya jika kau mau,” ujar Justin. Kuanggukan kepalaku. Ia menekan klakson saat tiba-tiba saja dia mengeram mati hingga aku hampir terlempar ke depan. Untung saja aku memakai sabuk pengaman. Justin berkata kotor. Aku hanya dapat menghelakan nafasku. Uh, ini dia. Aku harus menanyakan ini.
            “Mengapa kau suka sekali berbicara kotor?” tanyaku tanpa basa-basi.
            “Aku?” ia menoleh padaku dan terkekeh. Aku menganggukan kepalaku. “Well, aku selalu berbicara kotor jika aku tidak nyaman. Dan aku selalu berbicara kotor jika bercinta,”
            “Oh, dan mengapa itu Mr. Bieber sang Dominan?” tanyaku mengangkat salah satu kakiku dan menumpunya pada kakiku yang lain. Ia tertawa pelan. Oh suara itu benar-benar membuat telingaku berseri-seri dan bernyanyi.
            “Karena aku merasa tidak nyaman. Aku harus meledak!” ujarnya penuh dengan semangat, “sebelum kita melakukan ‘oh yeah, oh yes, oh God’ , aku harus membawaku ke dokter,”
            “Untuk?”
            “Tentu saja untuk melakukan program pil KB agar kau tak hamil. Tapi kau tidak perlu minum pil,” ujarnya, kepalanya menoleh padaku, “spiral.” Tambahnya dengan satu kata itu. Oh, spiral.
****

            Aku terpaku. Apa-apaan ini? Pakaian-pakaian ini benar-benar terlihat begitu terbuka dan sangat mahal. Mataku langsung menatap kepada lelaki berdarah Spanyol yang berada di depanku. Gayanya seperti perempuan. Ia melipat tangannya dengan anggun dan memposisikan kakinya layaknya perempuan yang mencari perhatian kepada lelaki. Kutelan ludahku dengan susah dan kemudian aku menatap pakaian-pakaian dan lalu pada lelaki ini secara bergantian. Setelah berkali-kali aku melakukan itu, Justin menyentuh pundakku.
            “Tidak apa-apa. Ini tidak ada nilainya,” ujarnya penuh dengan kesombongan. Tidak ada nilainya? Sudah jelas-jelas di sana tertulis harga $2000. 2000 dollar? Dia bilang itu tidak ada nilainya? Kumohon, siapa pun, aku ingin membunuh lelaki ini. Kuhela nafasku dengan perlahan, berusaha untuk tidak memarahinya atau membantahnya. Meski aku tahu, seharusnya aku menegurnya. Uang-uang ini tidak boleh ia hambur-hamburkan seperti ini. Ini terlalu duniawi. Apa ia tidak melakukan kegiatan yang lebih berguna dengan uang? Seperti menyumbangkan uang pada anak-anak di Africa? Atau mengirimkan air minum bersih ke Africa? Itu lebih baik dari pada menghabiskan uang dengan pakaian-pakaian mahal ini. Aku bisa memakai pakaian biasa. Well, sebenarnya, ini gaun. Bukan pakaian biasa di rumah. Justin bilang aku sudah memilikinya di rumah. Entah siapa yang membelikannya, tapi aku juga penasaran.
            “Tolong bungkus semua pakaian sialan itu,” ujar Justin sambil memberikan kartu kreditnya kepada lelaki Spanyol ini. Oh, Justin kembali berbicara kotor. Aku belum memberitahunya kalau aku tidak suka lelaki berbicara kotor di depan wanita. Lelaki Spanyol itu mengambil kartu kredit lagi dan membalikan tubuhnya untuk pergi ke tempat kasir. Bokong bergoyang-goyang seperti disengajakan. Apa-apaan? Apa dia ingin menarik perhatian Justin atau aku? Tapi sudah jelas sekali kalau ia adalah seorang gay. Tentu saja ia menyukai Justin, aku bisa melihatnya dari tatapan matanya pada Justin. Dan Justin tidak tampak risih dengan kelakuan orang itu. Aku juga. Justin tidak merangkulku atau memegang tanganku. Entahlah, ia tampak pendiam setelah keluar dari rumah. Mungkin ia masih ingin mempertahankan karismanya di depan umum. Mungkin, aku tidak tahu.
            “Justin, apa ini benar-benar tidak akan merepotkanmu?”
            “Anna, ini sangat tidak berarti bagiku. Baju-baju ini? Astaga, ini bahkan tidak akan masuk ke dalam ke dalam penghitungan uang nanti. Ini hanya ..astaga, anggap saja ini hadiah terbaik yang pernah kaumiliki. Oke?”
            “Baiklah,” ujarku dengan pasrah dan kembali menatap kepada pakaian-pakaian yang mulai diangkat oleh dua pegawai butik. “Mengapa kau tidak bekerja?” tanyaku mendongak untuk melihatnya. Ia menggelengkan kepalanya.
            “Aku tidak memiliki jadwal pertemuan hari ini,”
            “Kupikir kau orang yang sibuk,”
            “Aku membatalkan segala pertemuan hari ini, sebenarnya. Aku ingin memperbaiki dirimu sebaik mungkin. Kau tahu, untuk menyenangkanku,” ujarnya menyeringai. Aku menganggukan mengerti. Baiklah, aku melakukan ini untuk menyenangkan seorang Bieber. Seorang Millioner.
            “Mr. Bieber,” ujar lelaki Spanyol itu sambil mengembalikan kartu kredit miliknya. Justin memberikan tampang dingin kepada lelaki ini. Astaga, ia tampak tampan dari sini. Tatapan dinginnya membuatku ingin mual karena begitu banyak kupu-kupu yang berterbangan dalam perutku.

***

            “Apa ini akan bertahan lama?” tanya Justin tampak was-was. Dokter wanita yang berada di depan kami menganggukan kepalanya sambil tersenyum. Ia memakai kacamata dan gayanya seperti ibu-ibu. Kupikir dokter ini adalah dokter yang sering Justin kunjungi. Maksudku, memang dokter pribadi untuk para submisif milik Justin, sebelum aku. Dan ia memberikan dokter ini juga padaku. Mungkin dokter ini memang terpercaya. Tapi mengapa ia harus bertanya, apa spiral ini akan bertahan lama? Memang biasanya ia melakukan ini selama berapa lama? Well, aku tidak tahu. Di perjanjianku tidak tertulis sampai kapan aku akan menjadi seorang submisif.
            “Tentu saja, Mr. Bieber. Tapi mungkin, Anda harus teratur datang ke sini, Mrs. Bieber. Untuk menjaga apa spiral itu masih pada tempatnya,” Dr. Connel tersenyum lalu tertawa kecil sambil menatapku. Aku ikut tertawa pelan dan menatap Justin yang tidak sama sekali tertawa. Aku bahkan tidak tahu apa yang kutertawakan! Kemudian aku berhenti tertawa.
            “Yang jelas, satu tahun dua kali saya akan mengganti spiralnya. Dan selama Anda melakukan itu, istri Anda tidak akan hamil sampai Anda ingin melepasnya,” ujar Dr. Connel ramah. Justin menganggukan kepalanya.
            “Baiklah, kami harus pergi, Dr. Connel. Terima kasih,” ucap Justin sambil mengambil tanganku agar aku bangkit dari tempat tidur pasien. Astaga, rasanya aneh sekali saat Dr. Connel memasang spiral itu ke dalam tubuhku. Bentuknya kecil, seperti huruf T. Seperti tabung. Katanya untuk mencegah kehamilan. Yah, semacamnya. Kau tahu, program KB.
            “Terima kasih,” ujarku seramah mungkin saat aku keluar dari ruangan Dr. Connel.

***

            “Justin, apa yang kaulakukan pada submisif-mu?” tanyaku di dalam perjalanan menuju rumah. Justin terus memperhatikan jalanannya tanpa menjawab pertanyaanku. Butuh beberapa detik untuk mendapatkan perhatiannya. Mobil berhenti saat lampu merah. Justin menolehkan kepalanya padaku sambil mengangkat kedua bahunya, tampak acuh.
            “Yah, kau tahu. Ah, ah. Uh, Uh. Ooooh,” Justin mendesah sambil menggoyangkan pinggangnya, membuatku tertawa pelan, astaga, ia terlihat begitu tampan dan seksi jika melakukan itu. Sialan!
            “Selain itu?”
            “Kadang, aku melakukan hal itu dengan keras. Well, apa yang bisa kukatakan? Aku juga menyukai hal-hal yang lembut. Sebuah obsesi. Membuat wanita-wanita mendapatkan pelepasannya menjadi sebuah kepuasan tersendiri. Jika mereka melanggar atau tidak ingin melakukan apa yang kuinginkan, aku akan melakukannya dengan kasar. Tapi jika mereka menurut padaku, mereka akan mendapatkan pelepasan lebih banyak dari pada biasanya dan aku melakukannya dengan lembut,” ujar Justin tanpa bernafas. Astaga. Aku tercengang dengan apa yang baru saja ia katakan. Lalu apa yang akan ia lakukan nanti padaku? Kurasa aku memang harus menurutinya, tapi jika itu masih di batas-batasnya. Aku tidak ingin ia menyuruhku yang tidak-tidak. Dan kurasa itu tidak mungkin terjadi pada Justin. Ia tidak mungkin menyakitiku, istrinya. Aku tahu, sebenarnya ia masih menganggapku sebagai istrinya, bukan sebagai submisif sehingga ia masih memberikan keringanan. Hanya saja, aku bukan melakukan hal-hal yang seharusnya istri lakukan. Aku hanya akan seperti orang bodoh, yang diam di rumah dan mendapatkan kesenangan dari Justin.
            “Apa?” ia terkekeh dan menolah padaku lagi. Kugelengkan kepalaku setelah merenung selama beberapa menit tentang perkataannya yang tidak masuk akal bagiku. Maksudku, ia terobsesi untuk membuat wanita-wanita mendapatkan pelepasan. Mungkin aku bisa mati hanya karena berhubungan dengannya.
            “Biasanya, wanita akan mendapatkan berapa kali pelepasan?”
            “Well, jika ia menurut padaku, aku akan memberikannya tiga kali. Tapi jiak ia tidak menyenangkanku atau menurut padaku, tidak sama sekali,”
            “Justin, apa kau akan menyakitiku?” tanyaku dengan suara yang pelan. Tiba-tiba ketakutan menghampiriku. Kutatapi tanganku sambil memain-mainkannya. Kututup wajahku dengan rambutku yang cukup panjang agar Justin tidak melihat wajahku. Dan kurasa, Jusitn memang tidak melakukannya.
            “Anna, lihat aku,” tiba-tiba ia berbicara dengan nada yang tidak pernah kukenali. Mobil ini berhenti. Entah di mana. Kemudian aku mendongakan kepalaku, melihat ke arah jalanan terlebih dahulu. Ternyata kami sudah berada di dalam kompleks perumahan Justin. Justin meminggirkan mobilnya di samping tembok rumahnya yang sangat tinggi. Kami belum masuk ke dalam rumahnya, kau tahu itu. Mataku akhirnya menatap mata Justin.
            “Anna, perjanjian adalah perjanjian. Di sana tertulis kau harus menyenangkanku, jika tidak, kau akan mendapatkan ganjarannya bukan?”
            “Tapi kau sudah mencoret kata kekerasan di sana,”
            “Bukan berarti aku tidak dapat melakukannya jika kau nakal. Kau tidak akan nakal, tidakkah kau Anna?” tanya Justin menyandarkan salah satu siku-sikunya pada setir mobil. Ia memakai kemeja lengan panjang namun ia lipat hingga siku-sikunya. Membuatnya terlihat tampan dan 10 tahun lebih muda dari pada umurnya yang sebenarnya. Aku hanya menganggukan kepalaku.
            “Bagus. Sekarang aku tanya, apa kau percaya kalau aku akan memukulmu atau menyakitimu?”
            “Tidak. Karena aku tidak akan melakukan hal-hal yang nakal,”        
            “Dan apa itu hal-hal yang nakal?” tanya Justin menggodaku. Aku bahkan tidak tahu hal-hal nakal macam apa yang ia maksud. Aku mengangkat kedua bahuku, tidak tahu. Ia tertawa pelan. Oh suara itu bagaikan simfoni indah.
            “Aku tidak tahu,” balasku, akhirnya.
            “Anna, kau tidak boleh menggoda siapa pun. Kau tidak boleh bersikap seperti anak kecil, kau tahu, merengek atau semacamnya padaku. Karena aku akan mencukupi segala kebutuhanmu. Dan Anna, satu hal yang ingin kutekankan padamu,” 
            “Apa?” tanyaku, penasaran.
            “Cinta, jangan pernah jatuh cinta padaku. Kau tahu, itu sama dengan tidak menyenangkanku,”        
            “Aku tidak tahu tentang itu,”
            “Berusahalah untuk tidak melakukan itu. Kau tahu, aku bisa membuatmu muak terhadapku, tapi untuk sekarang, aku ingin kau terbuai,” ujarnya yang membuat seluruh tubuhku bergetar. Terbuai. Oh, terbuai oleh apa? Seks?
            Kemudian Justin kembali membawa mobilnya menuju rumahnya. Pintu gerbang yang besar mulai terbuka secara otomatis. Dan terpampanglah keindahan dari taman depan milik Mr. Bieber. Mr. B-ku. Oh, aku benar-benar ingin masuk ke dalam rumah sekarang. Kakiku rasanya ingin patah.

***

            “Ini kamarmu,” ujar Justin yang menunjukan sebuah kamar yang begitu luas. Persetan dengan kamar ini! Aku ingin Kathleen melihat ini dan memberitahu padanya kalau ia bisa tinggal di sini. Sekarang aku terdengar egois telah meninggalkannya. Astaga, kuharap Kath bisa merasakan hal yang sama sepertiku. Ia pasti akan takjub akan keindahan kamar ini. Bahkan kamar ini lebih besar dari pada rumah miliknya. Aku mendesah pelan, berusaha untuk menerima kamar ini. Meski aku tahu, ini sangat berlebihan. Tempat tidur berwarna putih ukuran besar (King), lemari pakaian berwarna putih juga yang pintunya digeser. Besar sekali. Kulangkahkan kakiku untuk masuk lebih dalam lagi. Kemudian aku melihat sebuah kamar mandi yang sangat besar. Astaga, apa ini dapat kusebut kamar? Karena kurasa ini bisa menjadi rumah. Tanganku menelusuri pintu kamar mandi dan kepalaku sedikit masuk ke dalam untuk melihat keindahannya. Shower, bak mandi yang besar, dan oh astaga, desain-nya seperti tempat spa. Meski aku tidak pernah pergi ke tempat spa, tapi aku melihat di televisi.
            “Justin, ini benar-benar indah,”
            “Aku tahu,” ucapnya, “Kamar ini sekarang milikmu,” tambahnya. Oh, baiklah. Kemudian aku bertanya-tanya, sudah berapa wanita pernah masuk ke dalam kamar ini dan tidur di dalam kamar ini? Kamar ini bersebelahan dengan kamar Justin. Kubalikan tubuhku untuk melihat Justin.
            “Terima kasih Justin,”
            “Sama-sama. Ini sudah menjadi kewajiban dominan,” ujarnya menyeringai.
            “Tapi siapa saja yang sudah pernah tinggal di sini?” tanyaku penasaran. Kulangkahkan kakiku menuju tempat tidur dan duduk di atas kasur.
            “Kau,” Oh, aku terkejut. Benar-benar terkejut. Lalu sebelumnya, di mana wanita-wanita submisif Justin tinggal? Apa mereka hanya pergi ke hotel? Aku mendongak untuk melihat wajah Justin. Oh, bibirnya terkatup rapat. Dan tampak begitu dingin. Kurasa ia tidak menyukai topik pembicaraan ini.
            “Yang lain?”
            “Mereka juga tinggal di rumahku, tapi bukan di kamar ini. Kau satu-satunya submisif yang kamarnya bersebelahan dengan kamarku,”
            “Mengapa?”
            “Tidak ada motif apa pun. Hanya saja, kau kan sudah menyandang status sebagai Mrs.Bieber. Kau akan selalu berada di rumah. Dan kurasa aku tidak bisa puas denganmu, apa kau pernah melakukan hal ini sebelumnya?” tanya Justin yang membuatku bingung. Melakukan apa? Perjanjian bodoh ini? Perjanjian Dominan-Submissive ini? Apa maksudnya?
            “Seks?” ia menjawab apa yang berada di dalam otakku. Kuanggukan kepalaku. Aku sudah tidak perawan. Aku tidak tahu mengapa. Padahal selama empat tahun ini, aku tidak pernah berhubungan dengan satu lelaki pun. Tapi mengapa aku tahu aku sudah tidak perawan? Itu saat Dr. Connel memasukan tangannya ke dalam diriku. Dan tidak ada darah. Dan mengapa Justin malah bertanya? Kurasa seharusnya ia tahu itu.
            “Aku tidak tahu,”
            “Kurasa, ya,”
            “Mengapa kau tidak tahu?” tanyanya penasaran. Kemudian ia melirik pada jam tangan yang ia pakai. Kuangkat kedua bahuku dengan acuh. Kurasa aku diperkosa. Ya, diperkosa. Tapi oleh siapa? Aku tidak tahu. Kupejamkan mataku. Jambakan rambut, jeritan, dan pukulan. Oh, astaga, tiba-tiba kepalaku merasa pening. Lelaki itu pernah memperkosaku. Aku ingat. Benar-benar ingat. Kucoba untuk membuka mataku. Saat aku berumur 14 menuju 15 tahunku. Aku rasa begitu. Tapi entahlah, wajah lelaki itu sudah kulupakan. Tapi aku tidak bisa menyesalinya. Semuanya sudah terjadi, jadi mau diapakan lagi? Pasrah.
            “Aku diperkosa,” ujarku dengan suara yang pelan. Kudongakan kepalaku untuk melihat reaksinya. Matanya melotot padaku, terkejut sekali. Tiba-tiba ia berjalan menujuku dan duduk di sebelahku.

            “Kau harus cerita padaku. Mengapa kau bisa diperkosa?” tanya Justin mengelus rambutku.

1 komentar:

  1. wkwk, justin kocak ya. "uh, ah, ooooh..."
    hahaha, gue jadi senyum-senyum sendiri.
    kasian banget si anna, dia udah seneng-seneng jadi istrinya justin, eh malah dijadiin submisif. ckck, kalau gue jadi anna, gue bakal ngadu ke mom pat hihi~

    BalasHapus