“Anna,
apa kau tahu mengapa kau sekarang berada di sini?” tanya Justin mulai bertanya
padaku. Aku dan dirinya sedang terduduk berhadapan. Menyilangkan kaki di atas
tempat tidur. Justin menyandarkan pada kepala kasur sedangkan aku tidak. Tapi
tidak apa-apa, meski aku ingin menyandar juga. Justin adalah pemandangan dan
aku tidak bisa melewatkannya. Namun wajah Justin dari tadi tidak berubah-ubah.
Wajahnya begit datar. Sehingga susah bagiku untuk mengetahui apa yang ada di
pikirannya. Karena dari tadi ia mengamati wajahku.
Oh,
sekarang aku mengerti. Ia mengamat-amatiku karena mungkin ia bingung. Mengapa
ada gadis kumuh yang akhirnya menikah dengannya? Pasti dia bingung karena itu.
Ah, tapi aku tidak boleh berpikiran yang buruk-buruk tentang Justin. Mungkin,
ia sedang mengamat-amati wajahku untuk mengingat wajah istrinya. Mungkin. Aku
tersenyum padanya sambil mengangkat kedua bahuku.
“Orang
tuaku telah memberikanku pada kalian. Aku tidak mengerti mengapa mereka
melakukannya. Dan kapan mereka melakukannya. Dan aku tidak ingin bertanya-tanya
tentang itu. Kepalaku mungkin akan pusing jika aku memikirkannya, jadi aku
berada di sini,” ujarku panjang. Kembali ia tidak memberikan raut wajah apa pun
selain ia mengangkat kedua alisnya lalu sudah. Seperti itu saja. Ia
mengembalikan alisnya seperti semula.
“Apa
kau tahu kalau aku orangnya seperti apa? Apa kau tidak takut kalau sebenarnya
misalnya, aku adalah seorang psikopat atau semacamnya?” tanya Justin tampak
konyol. Aku bahkan tidak mengerti mengapa ia bertanya-tanya tentang ini.
Kulirik jam dinding yang berada di kamar Justin. Sudah jam delapan malam. Oh,
waktu cepat sekali bergulir. Kembali aku mengangkat kedua bahuku.
“Tidak.
Tidak mungkin kau adalah seorang psikopat! Aku tidak pernah mendengar ada
psikopat kaya sepertimu. Jadi itu tidak mungkin. Justru aku berpikir kau adalah
orang yang baik. Orang yang rajin sehingga kau bisa menghasilkan uang sebanyak
ini,” ujarku kembali panjang dan lebar. Ia menganggukan kepalanya dan
mengkerutkan keningnya. Oh, mengapa wajahnya benar-benar tampan? Aku ingin mati
sekarang.
“Anna,
apa kau percaya dengan sebuah status tanpa hubungan? Maksudku, seperti kita.
Kita menikah, itu status kita. Tapi kita tidak memiliki hubungan seperti
suami-istri? Apa kau percaya itu?” tanya Justin yang membuatku menelan ludah.
Mengapa ia bertanya seperti itu? Aku saja baru menikah dengannya. Mana kutahu
maksudnya itu apa. Pacaran saja aku tidak pernah. Aku selalu menolak lelaki,
entahlah, ada sebuah kenangan yang membuatku memberi jarak jauh dengan lelaki.
“Aku
tidak tahu,”
“Aku
percaya,” balasnya langsung. Oh? Lalu? Astaga, sekarang aku seperti orang
tolol. Masalahnya, apa maksud Justin? Kita sudah menikah, tapi kita tidak memiliki
hubungan seperti suami – istri? Memang sebenarnya, apa yang dilakukan suami –
istri? Membangun sebuah hubungan rumah tangga, memiliki angan-angan yang ingin
dicapai –tapi dengan Justin, apa yang akan kucapai? Kurasa semuanya sudah
tersedia, kurasa- , dan tentunya keturunan.
“Jadi,
maksudmu di sini apa?” tanyaku.
“Aku
tidak ingin tidur denganmu,” ujarnya yang membuatku ingin jatuh dari balkon
kamar Justin dan yeah, aku terjatuh di atas rumput-rumput china yang nyaman
sekali untuk menghancurkan kepala.
“Kita?
Tidak tidur? Bersama-sama?” tanyaku sambil menunjuk diriku dan dirinya lalu
ranjang kasur. Ia menganggukan kepalanya sambil melipat bibirnya ke dalam. Oh,
astaga, ia terlihat sangat manis jika melakukan hal itu. Kemudian aku menelan
ludahku.
“Tapi,
malam ini, kau boleh tidur denganku lagi,” ujarnya datar. Oh, mengapa lelaki
ini tampak susah sekali ditebak? Maksudku, kemarin ia terlihat senang saat aku
berada di atas tempat tidurnya. Tapi mengapa sekarang ia tidak ingin aku tidur
di sebelahnya? Padahal seharusnya ini akan menjadi malam yang menyenangkan.
Benarkah? Benarkah seharusnya malam ini akan menjadi malam yang menyenangkan?
Mungkin menurut orang-orang seperti itu. Oh, tidak beruntungnya aku.
“Ayo,
tidurlah di samping sini,” ujarnya menepuk-nepuk tempat tidur sebelah kiri.
Dengan cepat, aku merangkak kembali setelah tadi aku keluar dari jeratan kasur
dan selimut. Justin menggeserkan tubuhnya sehingga aku memiliki tempat yang
lebih luas. Kembali aku masuk ke dalam selimut. Gila, dari tadi aku
menyembunyikan pikiran-pikiran yang menyelubungi otakku tentang tubuhnya Justin
yang tampak terpahat begitu indah. Oh, kotak-kotak tadi. Tercetak dengan jelas
di depan mataku. Otot tangannya yang benar-benar ..uh, Tuhan, mengapa kau
menciptakannya seperti dewa Yunani?! Rasanya sangat tidak nyaman saat kau ingin
menyentuh tubuh Justin. Serius, jika kau berada di hadapannya, aku sangat yakin
dan tidak diragukan lagi, kau pasti ingin menyentuhnya.
Kuletakan
kepalaku di atas bantal putih miliknya.
“Justin,
maksud pembicaraanmu di sini apa? Aku benar-benar tidak mengerti,” ujarku tanpa
memandangnya.
“Anna,
aku tidak percaya dengan yang namanya menjalin sebuah hubungan. Hubungan yang
dibumbui dengan cinta. Aku tidak mencintai orang. Tidak pernah,” ujarnya yang
membuatku ingin jatuh ke dalam kasur dan aku ingin menembusnya, lalu aku ingin
menembus lantai, setelah itu aku jatuh di lantai satu. Kumohon dewa Kematian
mendatangiku saat itu juga. Intinya aku ingin mual saat ia bilang seperti itu.
Justin, seorang Millioner tidak pernah mencintai orang? Tidak mungkin! Itu
sangat ajaib. Pasti akan ada wanita yang membuatnya jatuh cinta. Dan aku akan
mencobanya. Aku ingin Justin mencintaiku. Itu dia. Well, sekaranga aku memiliki
tujuan yang ingin kulakukan. Membuat Justin mencintaiku.
“Kau
tidak pernah? Aku pernah satu kali dengan seorang lelaki,”
“Ya?”
“Ya,
dia lelaki yang sangat baik. Namanya Nicholas. Tapi itu dua tahun lalu, ia
sudah meninggal. Karena kecelakaan juga. Oh, buruknya kehidupanku. Aku
kehilangan orang tuaku saat kami kecelakaan. Dan pacarku, meninggal karena
kecelakaan juga. Kuharap kau tidak kecelakaan, Justin,”
“Justin
Bieber, ingat ya, Anna. Justin Bieber tidak akan pernah kecelekaan. Kau akan
aman jika kau berpergian denganku. Jika itu kecelakaan, berarti Tuhan yang
mengizinkannya. Kita hanya bisa berusaha untuk tidak mengalami kecelakaan,”
ujar Justin yang menyiratkan kesombongan dan aneh. Tidak mungkin ia tidak
pernah kecelakaan. Tapi yah, bisa dilihat ia tidak pernah kecelakaan. Karena
wajah dan tubuhnya saja tidak meninggalkan jejak-jejak kecelakaan. Tidak
seperti aku. Aku memiliki luka di bagian punggung karena kecelakaan itu.
Pundakku yang memar, bahkan sebenarnya patah. Tapi, aku juga tidak tahu. Aku
benar-benar lupa dengan kejadian-kejadian saat aku berumur 15 tahun.
“Begitukah?
Sangat hebat. Mengapa aku? Mengapa aku yang harus menjadi istrimu?” tanyaku
yang ..bodoh. Astaga, mengapa pertanyaaan itu tiba-tiba terlontar? Ini karena
aku begitu penasaran mengapa orang tuanya harus mengambil diriku. Mengambil
orang dari jalanan yang tidak lulus SMA. Seorang Justin Bieber seharusnya
mendapatkan seorang wanita yang cerdas, cantik dan ideal. Maksudku, haruskah
aku? Meski sebenarnya, aku sangat senang dengan ini. Aku menikah dengan seorang
Justin Bieber karena sebuah perjanjian.
“Orang
tuaku, telah memilihmu, Anna. Entah mengapa mereka harus memilihmu sebagai
istriku. Kupikir ia akan memilih yang lain,” ujarnya yang membuatku bingung,
“tapi itu tidak penting. Sekarang, kau tidur. Besok aku akan membicarakan
peraturan-peraturan di rumah ini. Dan aku juga ingin menawarkan kesepakatan
padamu,”
“Baiklah,”
balasku tanpa berpikir. Tiba-tiba saja aku mengantuk. Musik Jazz benar-benar
nikmat.
***
Mataku
ingin berputar ke belakang saat aku melihat perjanjian yang Justin berikan
padaku. Apa-apaan? Aku tidak mengerti arti kata yang ada di surat ini. Dominan
– Submissive? Apa maksudnya? Itu judul perjanjian yang ia berikan padaku.
Kemudian aku membaca paragraph pertama.
Dominan = Kata
sifat yang berarti: Sangat berkuasa, paling kuat dari yang lemah.
Submissive = Kata sifat yang berarti: Yang lemah, kebalikan dari dominan.
Submissive = Kata sifat yang berarti: Yang lemah, kebalikan dari dominan.
Oh,
maksudnya di sini apa? Aku tidak mengerti. Kemudian aku membaca surat perjanjiannya.
Dari atas hingga bawah secara cermat. Hmm, aku akan menjadi submissive dan ia
akan menjadi dominan. Oh, astaga. Aku menutup mulutku saat aku membaca bahwa
perjanjian ini berhubungan dengan seks. Haruskah? Mengapa? Oh, ini menyangkut
dengan kekerasan tentang seks. Aku tidak menginginkannya. Kutaruh kembali
kertas ini ke atas meja dan menatap Justin yang menyeringai padaku. Apa-apaan?
Aku tidak menginginkan perjanjian itu. Kugelengkan kepalaku. Tentu saja aku
menolaknya! Kuberitahu, aku dan Justin adalah suami-istri dan ia bisa melakukan
apa saja terhadapku selama itu masih ada pada batasannya. Tapi ini, ia
menginginkan aku seperti budaknya. Aku harus menyenangkannya dengan cara apa
yang ia katakan atau ia perintahkan padaku. Dan perjanjian ini menyangkut
dengan hubungan seks. Aku keberatan jika itu menyangkut dengan kekerasan.
Senyum Justin surut begitu saja.
“Mengapa?”
“Aku
tidak ingin menjadi budakmu,”
“Budak?
Anna, ini bukan tentang perbudakan. Aku tidak ingin kau menjadi budakku. Di
sini dikatakan kau hanya menjadi submissive. Kau hanya harus menuruti
permintaanku. Menyenangkanku karena aku adalah seorang dominan,”
“Dan
mengapa kita harus melakukan itu?”
“Karena
aku tidak percaya dengan yang namanya sebuah hubungan. Suami-istri. Tidak, aku tidak
menjalankan itu. Perjanjian ini tidak menyangkut-pautkan dengan masalah cinta.
Jadi di sini, tidak ada yang merasa dirugikan. Maksudku, kau tidak perlu
mencintaiku jika kau tidak ingin sakit hati. Karena aku tidak mencintai
seseorang, Anna,” ujar Justin menjelaskan segala pertanyaan yang ada di otakku.
Dia tidak percaya dengan yang namanya sebuah hubungan maka ia membuat surat
perjanjian ini karena tidak ada sangkut-pautnya dengan asmara atau cinta.
Pintar sekali.Tapi masih ada satu pertanyaan yang ada di benakku.
“Apa
yang kudapat dari perjanjian ini Justin?”
“Banyak.
Kepuasan, kenikmatan, oh, astaga, kenapa kau tidak langsung tanda tangan saja?
Aku sudah melakukan ini dengan banyak wanita!” ujar Justin yang membuatku
melotot ke arahnya. Astaga, ia telah melakukannya dengan banyak wanita. Dan itu
membuat banyak sekali pertanyaan yang menjatuhi otakku. Aku butuh minum
sekarang. Tenggorokanku begitu kering.
“Tapi
di sini terdapat kekerasan Justin, aku tidak mau,” ujarku sambil menautkan
kedua alisku. Justin mendesah pelan dan kemudian ia mengambil pulpen yang ia
telah sediakan di meja dan kemudian ia mencoret kata ‘kekerasan’ di surat
tersebut. Sehingga kita hanya akan berhubungan seks –tidak dengan keras- dengan
permintaan Justin. Dengan cara Justin. Dengan apa yang dapat membuat Justin
senang.
“Jadi
tidak ada kekerasan?”
“Sebenarnya
aku ingin ada kekerasan di sana. Tapi aku memberi keringanan untukmu,” ujar
Justin dengan tenang. Baiklah, aku mengangguk setuju. Jadi, aku di sini, duduk
di hadapan dengan Justin dan harus menanda tangani surat perjanjian konyol.
Kuambil pulpen dan mulai menanda tanganinya.
“Bagus
sekali. Jadi tidak ada kata ‘cinta’? Mengerti? Aku tidak menerima itu,” ujarnya
mulai mengambil surat itu dan menaruhnya ke dalam sebuah map. Aku menganggukan
kepalaku. Baiklah. Sekarang aku adalah seorang submissive yang akan menuruti
perkataan-perkataan Justin. Lalu, apa yang akan kita lakukan?
Kulirik
pintu samping rumah ini, pintu yang dapat membawa kita ke sebuah kolam renang.
Aku bisa melihat air kolam renang yang terlihat begitu menggoda untuk diselami.
“Sekarang,
kita harus memperbaiki penampilanmu. Ayo,” ujarnya dengan semangat. Oh, Justin
Bieber yang semangat. Sangat enak untuk dilihat. Aku tidak pernah menanyakan
umurnya. Tapi kurasa ia baru berumur 24 tahun. Kurasa.
***
“Aku
berumur 30 tahun, tahun ini,” saat itu juga aku ingin muntah. Apa-apaan? Ia
akan berumur 30 tahun? Astaga, aku tidak menyangka ia setua itu. Tapi wajahnya,
gila, dia benar-benar awet muda. “Dan benar, Anna. Kau adalah wanita yang tidak
pendiam. Aku suka jika kau berbicara. Untuk yang pertama kalinya, aku menyukai
wanita cerewet sepertimu,” ujarnya yang membuatku sedikit tersipu. Justin
sedang mengendarai mobilnya untuk pergi ke sebuah Mall. Katanya aku akan diperbaiki
sebaik mungkin. Mulai dari rambut, bulut mata, alis mata, dan kuku-kukuku. Juga
dengan penampilanku. Astaga, rasanya aku seperti tuan puteri sekarang. Kuharap
Kathleen bisa merasakan hal yang sama sepertiku.
“Apa
kau memiliki kartu kredit?”
“Tidak,”
“Aku
akan membuatkannya untukmu, kau juga harus memiliki uang,” ujarnya terus focus
pada jalanan. Aku hanya menganggukan kepalaku. Hmm, aku akan memiliki kartu
kredit. Aku pernah memakainya, tapi itu kartu kredit milik Kathleen.
“Kau
boleh bertanya-tanya jika kau mau,” ujar Justin. Kuanggukan kepalaku. Ia
menekan klakson saat tiba-tiba saja dia mengeram mati hingga aku hampir
terlempar ke depan. Untung saja aku memakai sabuk pengaman. Justin berkata
kotor. Aku hanya dapat menghelakan nafasku. Uh, ini dia. Aku harus menanyakan
ini.
“Mengapa
kau suka sekali berbicara kotor?” tanyaku tanpa basa-basi.
“Aku?”
ia menoleh padaku dan terkekeh. Aku menganggukan kepalaku. “Well, aku selalu
berbicara kotor jika aku tidak nyaman. Dan aku selalu berbicara kotor jika
bercinta,”
“Oh,
dan mengapa itu Mr. Bieber sang Dominan?” tanyaku mengangkat salah satu kakiku
dan menumpunya pada kakiku yang lain. Ia tertawa pelan. Oh suara itu
benar-benar membuat telingaku berseri-seri dan bernyanyi.
“Karena
aku merasa tidak nyaman. Aku harus meledak!” ujarnya penuh dengan semangat,
“sebelum kita melakukan ‘oh yeah, oh yes, oh God’ , aku harus membawaku ke
dokter,”
“Untuk?”
“Tentu
saja untuk melakukan program pil KB agar kau tak hamil. Tapi kau tidak perlu
minum pil,” ujarnya, kepalanya menoleh padaku, “spiral.” Tambahnya dengan satu
kata itu. Oh, spiral.
****
Aku
terpaku. Apa-apaan ini? Pakaian-pakaian ini benar-benar terlihat begitu terbuka
dan sangat mahal. Mataku langsung menatap kepada lelaki berdarah Spanyol yang
berada di depanku. Gayanya seperti perempuan. Ia melipat tangannya dengan
anggun dan memposisikan kakinya layaknya perempuan yang mencari perhatian
kepada lelaki. Kutelan ludahku dengan susah dan kemudian aku menatap
pakaian-pakaian dan lalu pada lelaki ini secara bergantian. Setelah
berkali-kali aku melakukan itu, Justin menyentuh pundakku.
“Tidak
apa-apa. Ini tidak ada nilainya,” ujarnya penuh dengan kesombongan. Tidak ada
nilainya? Sudah jelas-jelas di sana tertulis harga $2000. 2000 dollar? Dia bilang
itu tidak ada nilainya? Kumohon, siapa pun, aku ingin membunuh lelaki ini.
Kuhela nafasku dengan perlahan, berusaha untuk tidak memarahinya atau
membantahnya. Meski aku tahu, seharusnya aku menegurnya. Uang-uang ini tidak
boleh ia hambur-hamburkan seperti ini. Ini terlalu duniawi. Apa ia tidak
melakukan kegiatan yang lebih berguna dengan uang? Seperti menyumbangkan uang
pada anak-anak di Africa? Atau mengirimkan air minum bersih ke Africa? Itu
lebih baik dari pada menghabiskan uang dengan pakaian-pakaian mahal ini. Aku
bisa memakai pakaian biasa. Well, sebenarnya, ini gaun. Bukan pakaian biasa di
rumah. Justin bilang aku sudah memilikinya di rumah. Entah siapa yang
membelikannya, tapi aku juga penasaran.
“Tolong
bungkus semua pakaian sialan itu,” ujar Justin sambil memberikan kartu
kreditnya kepada lelaki Spanyol ini. Oh, Justin kembali berbicara kotor. Aku
belum memberitahunya kalau aku tidak suka lelaki berbicara kotor di depan
wanita. Lelaki Spanyol itu mengambil kartu kredit lagi dan membalikan tubuhnya
untuk pergi ke tempat kasir. Bokong bergoyang-goyang seperti disengajakan.
Apa-apaan? Apa dia ingin menarik perhatian Justin atau aku? Tapi sudah jelas
sekali kalau ia adalah seorang gay. Tentu saja ia menyukai Justin, aku bisa
melihatnya dari tatapan matanya pada Justin. Dan Justin tidak tampak risih
dengan kelakuan orang itu. Aku juga. Justin tidak merangkulku atau memegang
tanganku. Entahlah, ia tampak pendiam setelah keluar dari rumah. Mungkin ia
masih ingin mempertahankan karismanya di depan umum. Mungkin, aku tidak tahu.
“Justin,
apa ini benar-benar tidak akan merepotkanmu?”
“Anna,
ini sangat tidak berarti bagiku. Baju-baju ini? Astaga, ini bahkan tidak akan
masuk ke dalam ke dalam penghitungan uang nanti. Ini hanya ..astaga, anggap
saja ini hadiah terbaik yang pernah kaumiliki. Oke?”
“Baiklah,”
ujarku dengan pasrah dan kembali menatap kepada pakaian-pakaian yang mulai
diangkat oleh dua pegawai butik. “Mengapa kau tidak bekerja?” tanyaku mendongak
untuk melihatnya. Ia menggelengkan kepalanya.
“Aku
tidak memiliki jadwal pertemuan hari ini,”
“Kupikir
kau orang yang sibuk,”
“Aku
membatalkan segala pertemuan hari ini, sebenarnya. Aku ingin memperbaiki dirimu
sebaik mungkin. Kau tahu, untuk menyenangkanku,” ujarnya menyeringai. Aku
menganggukan mengerti. Baiklah, aku melakukan ini untuk menyenangkan seorang
Bieber. Seorang Millioner.
“Mr.
Bieber,” ujar lelaki Spanyol itu sambil mengembalikan kartu kredit miliknya.
Justin memberikan tampang dingin kepada lelaki ini. Astaga, ia tampak tampan
dari sini. Tatapan dinginnya membuatku ingin mual karena begitu banyak
kupu-kupu yang berterbangan dalam perutku.
***
“Apa
ini akan bertahan lama?” tanya Justin tampak was-was. Dokter wanita yang berada
di depan kami menganggukan kepalanya sambil tersenyum. Ia memakai kacamata dan
gayanya seperti ibu-ibu. Kupikir dokter ini adalah dokter yang sering Justin
kunjungi. Maksudku, memang dokter pribadi untuk para submisif milik Justin,
sebelum aku. Dan ia memberikan dokter ini juga padaku. Mungkin dokter ini
memang terpercaya. Tapi mengapa ia harus bertanya, apa spiral ini akan bertahan
lama? Memang biasanya ia melakukan ini selama berapa lama? Well, aku tidak
tahu. Di perjanjianku tidak tertulis sampai kapan aku akan menjadi seorang
submisif.
“Tentu
saja, Mr. Bieber. Tapi mungkin, Anda harus teratur datang ke sini, Mrs. Bieber.
Untuk menjaga apa spiral itu masih pada tempatnya,” Dr. Connel tersenyum lalu
tertawa kecil sambil menatapku. Aku ikut tertawa pelan dan menatap Justin yang
tidak sama sekali tertawa. Aku bahkan tidak tahu apa yang kutertawakan!
Kemudian aku berhenti tertawa.
“Yang
jelas, satu tahun dua kali saya akan mengganti spiralnya. Dan selama Anda
melakukan itu, istri Anda tidak akan hamil sampai Anda ingin melepasnya,” ujar
Dr. Connel ramah. Justin menganggukan kepalanya.
“Baiklah,
kami harus pergi, Dr. Connel. Terima kasih,” ucap Justin sambil mengambil
tanganku agar aku bangkit dari tempat tidur pasien. Astaga, rasanya aneh sekali
saat Dr. Connel memasang spiral itu ke dalam tubuhku. Bentuknya kecil, seperti
huruf T. Seperti tabung. Katanya untuk mencegah kehamilan. Yah, semacamnya. Kau
tahu, program KB.
“Terima
kasih,” ujarku seramah mungkin saat aku keluar dari ruangan Dr. Connel.
***
“Justin,
apa yang kaulakukan pada submisif-mu?” tanyaku di dalam perjalanan menuju
rumah. Justin terus memperhatikan jalanannya tanpa menjawab pertanyaanku. Butuh
beberapa detik untuk mendapatkan perhatiannya. Mobil berhenti saat lampu merah.
Justin menolehkan kepalanya padaku sambil mengangkat kedua bahunya, tampak
acuh.
“Yah,
kau tahu. Ah, ah. Uh, Uh. Ooooh,” Justin mendesah sambil menggoyangkan pinggangnya,
membuatku tertawa pelan, astaga, ia terlihat begitu tampan dan seksi jika
melakukan itu. Sialan!
“Selain
itu?”
“Kadang,
aku melakukan hal itu dengan keras. Well, apa yang bisa kukatakan? Aku juga
menyukai hal-hal yang lembut. Sebuah obsesi. Membuat wanita-wanita mendapatkan
pelepasannya menjadi sebuah kepuasan tersendiri. Jika mereka melanggar atau
tidak ingin melakukan apa yang kuinginkan, aku akan melakukannya dengan kasar.
Tapi jika mereka menurut padaku, mereka akan mendapatkan pelepasan lebih banyak
dari pada biasanya dan aku melakukannya dengan lembut,” ujar Justin tanpa
bernafas. Astaga. Aku tercengang dengan apa yang baru saja ia katakan. Lalu apa
yang akan ia lakukan nanti padaku? Kurasa aku memang harus menurutinya, tapi
jika itu masih di batas-batasnya. Aku tidak ingin ia menyuruhku yang
tidak-tidak. Dan kurasa itu tidak mungkin terjadi pada Justin. Ia tidak mungkin
menyakitiku, istrinya. Aku tahu, sebenarnya ia masih menganggapku sebagai
istrinya, bukan sebagai submisif sehingga ia masih memberikan keringanan. Hanya
saja, aku bukan melakukan hal-hal yang seharusnya istri lakukan. Aku hanya akan
seperti orang bodoh, yang diam di rumah dan mendapatkan kesenangan dari Justin.
“Apa?”
ia terkekeh dan menolah padaku lagi. Kugelengkan kepalaku setelah merenung
selama beberapa menit tentang perkataannya yang tidak masuk akal bagiku.
Maksudku, ia terobsesi untuk membuat wanita-wanita mendapatkan pelepasan.
Mungkin aku bisa mati hanya karena berhubungan dengannya.
“Biasanya,
wanita akan mendapatkan berapa kali pelepasan?”
“Well,
jika ia menurut padaku, aku akan memberikannya tiga kali. Tapi jiak ia tidak
menyenangkanku atau menurut padaku, tidak sama sekali,”
“Justin,
apa kau akan menyakitiku?” tanyaku dengan suara yang pelan. Tiba-tiba ketakutan
menghampiriku. Kutatapi tanganku sambil memain-mainkannya. Kututup wajahku
dengan rambutku yang cukup panjang agar Justin tidak melihat wajahku. Dan
kurasa, Jusitn memang tidak melakukannya.
“Anna,
lihat aku,” tiba-tiba ia berbicara dengan nada yang tidak pernah kukenali.
Mobil ini berhenti. Entah di mana. Kemudian aku mendongakan kepalaku, melihat
ke arah jalanan terlebih dahulu. Ternyata kami sudah berada di dalam kompleks
perumahan Justin. Justin meminggirkan mobilnya di samping tembok rumahnya yang
sangat tinggi. Kami belum masuk ke dalam rumahnya, kau tahu itu. Mataku
akhirnya menatap mata Justin.
“Anna,
perjanjian adalah perjanjian. Di sana tertulis kau harus menyenangkanku, jika
tidak, kau akan mendapatkan ganjarannya bukan?”
“Tapi
kau sudah mencoret kata kekerasan di sana,”
“Bukan
berarti aku tidak dapat melakukannya jika kau nakal. Kau tidak akan nakal,
tidakkah kau Anna?” tanya Justin menyandarkan salah satu siku-sikunya pada
setir mobil. Ia memakai kemeja lengan panjang namun ia lipat hingga
siku-sikunya. Membuatnya terlihat tampan dan 10 tahun lebih muda dari pada
umurnya yang sebenarnya. Aku hanya menganggukan kepalaku.
“Bagus.
Sekarang aku tanya, apa kau percaya kalau aku akan memukulmu atau menyakitimu?”
“Tidak.
Karena aku tidak akan melakukan hal-hal yang nakal,”
“Dan
apa itu hal-hal yang nakal?” tanya Justin menggodaku. Aku bahkan tidak tahu
hal-hal nakal macam apa yang ia maksud. Aku mengangkat kedua bahuku, tidak
tahu. Ia tertawa pelan. Oh suara itu bagaikan simfoni indah.
“Aku
tidak tahu,” balasku, akhirnya.
“Anna,
kau tidak boleh menggoda siapa pun. Kau tidak boleh bersikap seperti anak
kecil, kau tahu, merengek atau semacamnya padaku. Karena aku akan mencukupi
segala kebutuhanmu. Dan Anna, satu hal yang ingin kutekankan padamu,”
“Apa?”
tanyaku, penasaran.
“Cinta,
jangan pernah jatuh cinta padaku. Kau tahu, itu sama dengan tidak
menyenangkanku,”
“Aku
tidak tahu tentang itu,”
“Berusahalah
untuk tidak melakukan itu. Kau tahu, aku bisa membuatmu muak terhadapku, tapi
untuk sekarang, aku ingin kau terbuai,” ujarnya yang membuat seluruh tubuhku
bergetar. Terbuai. Oh, terbuai oleh apa? Seks?
Kemudian
Justin kembali membawa mobilnya menuju rumahnya. Pintu gerbang yang besar mulai
terbuka secara otomatis. Dan terpampanglah keindahan dari taman depan milik Mr.
Bieber. Mr. B-ku. Oh, aku benar-benar ingin masuk ke dalam rumah sekarang.
Kakiku rasanya ingin patah.
***
“Ini
kamarmu,” ujar Justin yang menunjukan sebuah kamar yang begitu luas. Persetan
dengan kamar ini! Aku ingin Kathleen melihat ini dan memberitahu padanya kalau
ia bisa tinggal di sini. Sekarang aku terdengar egois telah meninggalkannya.
Astaga, kuharap Kath bisa merasakan hal yang sama sepertiku. Ia pasti akan
takjub akan keindahan kamar ini. Bahkan kamar ini lebih besar dari pada rumah
miliknya. Aku mendesah pelan, berusaha untuk menerima kamar ini. Meski aku
tahu, ini sangat berlebihan. Tempat tidur berwarna putih ukuran besar (King),
lemari pakaian berwarna putih juga yang pintunya digeser. Besar sekali.
Kulangkahkan kakiku untuk masuk lebih dalam lagi. Kemudian aku melihat sebuah
kamar mandi yang sangat besar. Astaga, apa ini dapat kusebut kamar? Karena
kurasa ini bisa menjadi rumah. Tanganku menelusuri pintu kamar mandi dan
kepalaku sedikit masuk ke dalam untuk melihat keindahannya. Shower, bak mandi
yang besar, dan oh astaga, desain-nya seperti tempat spa. Meski aku tidak
pernah pergi ke tempat spa, tapi aku melihat di televisi.
“Justin,
ini benar-benar indah,”
“Aku
tahu,” ucapnya, “Kamar ini sekarang milikmu,” tambahnya. Oh, baiklah. Kemudian
aku bertanya-tanya, sudah berapa wanita pernah masuk ke dalam kamar ini dan
tidur di dalam kamar ini? Kamar ini bersebelahan dengan kamar Justin. Kubalikan
tubuhku untuk melihat Justin.
“Terima
kasih Justin,”
“Sama-sama.
Ini sudah menjadi kewajiban dominan,” ujarnya menyeringai.
“Tapi
siapa saja yang sudah pernah tinggal di sini?” tanyaku penasaran. Kulangkahkan
kakiku menuju tempat tidur dan duduk di atas kasur.
“Kau,”
Oh, aku terkejut. Benar-benar terkejut. Lalu sebelumnya, di mana wanita-wanita
submisif Justin tinggal? Apa mereka hanya pergi ke hotel? Aku mendongak untuk
melihat wajah Justin. Oh, bibirnya terkatup rapat. Dan tampak begitu dingin.
Kurasa ia tidak menyukai topik pembicaraan ini.
“Yang
lain?”
“Mereka
juga tinggal di rumahku, tapi bukan di kamar ini. Kau satu-satunya submisif
yang kamarnya bersebelahan dengan kamarku,”
“Mengapa?”
“Tidak
ada motif apa pun. Hanya saja, kau kan sudah menyandang status sebagai
Mrs.Bieber. Kau akan selalu berada di rumah. Dan kurasa aku tidak bisa puas
denganmu, apa kau pernah melakukan hal ini sebelumnya?” tanya Justin yang
membuatku bingung. Melakukan apa? Perjanjian bodoh ini? Perjanjian
Dominan-Submissive ini? Apa maksudnya?
“Seks?”
ia menjawab apa yang berada di dalam otakku. Kuanggukan kepalaku. Aku sudah
tidak perawan. Aku tidak tahu mengapa. Padahal selama empat tahun ini, aku
tidak pernah berhubungan dengan satu lelaki pun. Tapi mengapa aku tahu aku
sudah tidak perawan? Itu saat Dr. Connel memasukan tangannya ke dalam diriku.
Dan tidak ada darah. Dan mengapa Justin malah bertanya? Kurasa seharusnya ia
tahu itu.
“Aku
tidak tahu,”
“Kurasa,
ya,”
“Mengapa
kau tidak tahu?” tanyanya penasaran. Kemudian ia melirik pada jam tangan yang
ia pakai. Kuangkat kedua bahuku dengan acuh. Kurasa aku diperkosa. Ya,
diperkosa. Tapi oleh siapa? Aku tidak tahu. Kupejamkan mataku. Jambakan rambut,
jeritan, dan pukulan. Oh, astaga, tiba-tiba kepalaku merasa pening. Lelaki itu
pernah memperkosaku. Aku ingat. Benar-benar ingat. Kucoba untuk membuka mataku.
Saat aku berumur 14 menuju 15 tahunku. Aku rasa begitu. Tapi entahlah, wajah
lelaki itu sudah kulupakan. Tapi aku tidak bisa menyesalinya. Semuanya sudah
terjadi, jadi mau diapakan lagi? Pasrah.
“Aku
diperkosa,” ujarku dengan suara yang pelan. Kudongakan kepalaku untuk melihat
reaksinya. Matanya melotot padaku, terkejut sekali. Tiba-tiba ia berjalan
menujuku dan duduk di sebelahku.
“Kau
harus cerita padaku. Mengapa kau bisa diperkosa?” tanya Justin mengelus
rambutku.
wkwk, justin kocak ya. "uh, ah, ooooh..."
BalasHapushahaha, gue jadi senyum-senyum sendiri.
kasian banget si anna, dia udah seneng-seneng jadi istrinya justin, eh malah dijadiin submisif. ckck, kalau gue jadi anna, gue bakal ngadu ke mom pat hihi~