Alis Justin terangkat satu ketika ia
melihat sebuah benda aneh di atas tempat tidur tergeletak begitu saja. Plastik putih menutupi benda yang berbentuk
persegi itu lalu sebuah perekat berwarna hijau muda agar isinya tidak keluar.
Seperti anak kecil yang penasaran dengan sebuah benda, tidak berpikir panjang
lagi, Justin mengambil benda itu. Benda apa ini? Mengapa ada di atas tempat
tidurnya? Elanie sedang berada di kamar mandi, mungkin ini salah satu peralatan
mandinya yang ketinggalan dari luar? Justin menelan ludah, bingung apa ia harus
masuk ke dalam kamar mandi dan memberikan benda ini pada Elanie atau didiamkan
saja di atas tempat tidur sementara benaknya tidak fokus karena rasa
penasarannya yang membabi buta? Suara
pancuran air masih terdengar, berarti Elanie masih mandi.
Setelah pulang dari acara ulang
tahun pernikahan Angelo—dimana ia merasa senang karena kedua kakaknya tidak
berani mengganggu Justin—Elanie dan Justin pulang dengan tubuh lesu. Elanie
memutuskan untuk mandi agar tubuhnya tetap bersih, terlebih lagi ia sedang
mengalami datang bulan, ia harus lebih ekstra bersih dari sebelumnya agar tidak
ada bakteri yang membuat dirinya terserang penyakit berbahaya. Justin belum
mandi, ia menyuruh Elanie lebih dulu membersihkan dirinya karena Justin memiliki
urusan di kantor kerjanya. Seharusnya sekarang Justin mencaritahu tentang
kehamilan, namun ia lupa membawa ponsel yang ia tinggalkan di kamarnya,
berjaga-jaga apabila Robert dan Angelo membohonginya, Justin akan menghubungi
ayahnya dan mengadukan bahwa kedua kakaknya bukan lagi kakak Justin. Pikiran
Justin sudah tak fokus lagi, tanpa sadar ia membuka perekat plastik putih itu
lalu membuka benda yang ternyata seperti kertas terlipat.
Saat ia melihat benda yang
terbentang di hadapannya itu, ia teringat akan sesuatu. Iklan. Namun ia lupa
iklan apa, yang jelas di iklan itu terdapat seorang wanita yang ketika berjalan
terus dilihati bokongnya oleh orang asing. Ternyata di celana yang wanita itu
kenakan terdapat bercak merah setelah itu Justin tidak tahu lagi bagaimana
iklan itu. Otaknya terus berputar, tetapi tadi Justin tidak melihat bercak
merah di gaun Elanie? Jadi untuk apa Elanie memakai benda ini? Justin bangkit
dari tempat tidur lalu berjalan menuju pintu kamar mandi. Sudah menjadi sebuah
kebiasaan bagi Elanie, ia tidak mengunci pintu kamar mandi karena lagi pula,
siapa yang berani masuk ke dalam kamar mandinya selain suaminya sendiri? Justin
membuka pintu kamar mandi, sontak Elanie sedikit terkejut. Ia sedang menyabuni
lehernya, tubuhnya telanjang bulat. Takut-takut Justin menundukkan kepalanya.
“Elanie, kurasa kau ketinggalan
sesuatu,” ucap Justin dengan suara pelan. Ia tidak ingin mengintip! Matanya
melihat lantai-lantai di kamar mandinya, lalu ke daerah pancuran air—tempat
Elanie mandi sekarang—seketika itu juga matanya terbelalak. Terdapat darah yang
mengalir dengan anggunnya dari kaki Elanie menuju lubang saluran air, istrinya
berdarah? Tubuhnya membeku.
“Sesuatu yang kutinggalkan? Apa itu
Justin?” Tanya Elanie masih memunggungi Justin, namun ia sudah tidak malu lagi
seperti hari pertama mereka bertemu. Mata Justin masih menatap ngeri lantai
yang berdarah tadi, tetapi sekarang darah itu sudah hilang masuk ke dalam
lubang saluran air. Tiba-tiba darah itu kembali muncul dari betis Elanie
melewati kakinya dan lantai.
“Elanie, mengapa kau berdarah?”
Tanya Justin ragu-ragu. Tubuh Elanie yang awalnya relaks di bawah pancuran air
hangat tiba-tiba saja membeku. Bodoh, bodoh, bodoh! Mengapa suaminya harus
melihat darahnya keluar? Sial, Elanie lupa kalau sekarang ia sedang datang
bulan. Justin melangkah satu kali mendekati Elanie. Bahkan tubuh Elanie yang
telanjang itu sekarang tidak menggairahkan lagi saat Justin melihat darah itu
mengalir dari betis Elanie! Apa yang terjadi pada istrinya ya Tuhan? Mengapa
Tuhan menyiksa istrinya seperti ini? Dan Elanie tidak mengatakan apa pun selama
ia berdarah? Berarti sekarang anaknya meninggal di dalam perut Elanie? Justin
berlutut di atas lantai kering, ia menundukkan kepalanya.
“Aku ayah yang bodoh! Ayah yang tolol!
Ayah brengsek! Mengapa aku membiarkan anakku meninggal? Ya Tuhan,” Justin
terisak dengan kepala tertunduk. Elanie tidak tahu apa yang harus ia lakukan
selain ia membersihkan tubuhnya lebih cepat sementara Justin semakin lama
menangis semakin kencang dan terus menyalahkan dirinya sendiri akan sesuatu.
Elanie sudah tahu pasti Justin tidak mengetahui tentang datang bulan yang
selalu wanita dapati jika wanita itu tidak hamil. Dan sekarang terjadi. Dan
mengapa Justin bisa mengatakan bahwa ia adalah ayah yang bodoh? Elanie bahkan
belum hamil. Setelah mematikan pancuran air, Elanie mengeringkan tubuhnya
dengan handuk. Ia membuka tirai plastic lalu keluar dari pancuran air. Mata
Elanie melihat tampon yang Justin pegang di tangannya lalu dengan segera
mengambilnya.
“Anakku meninggal, Elanie! Anakku
meninggal,” seru Justin tersedu-sedu dengan keadaan masih bersimpuh di
tempatnya. Mengapa Justin bisa sebodoh ini ya Tuhan? Mengapa Tuhan memberikan
cobaan tidak normal seperti ini pada Elanie? Sudah mempersiapkan celana dalam
sebelum mandi, Elanie mengambilnya dari gantungan handuk. Setelahnya ia
menempelkan tampon itu ke celana dalamnya lalu memakai celana dalamnya di
hadapan Justin. Justin memerhatikan Elanie yang terlihat santai. Mengapa Elanie bisa berlagak begitu santai
sementara anakku mati di dalam perutnya sekarang? Bagaimana mungkin Elanie
melakukan itu padaku? Justin menjerit dalam hati sementara matanya
memperlihatkan pada Elanie sebuah kesakitan. Kesakitan batin antara ayah dan
bayinya—padahal Elanie belum hamil. Mata Justin memerhatikan Elanie yang mulai
mengganti handuk menjadi sebuah jubah putih untuk menutupi tubuhnya dan
mengikatnya. Mata Justin sudah memerah akibat tangisannya yang berlebihan itu.
Untuk yang ketiga kalinya, Justin melihat kaki Elanie, kali ini tidak ada yang
darah yang mengalir dari betis. Oh, apa anaknya sekarang sudah hidup kembali di
perut Elanie? Justin terisak.
“Mengapa anakmu bisa meninggal
Justin?” Tanya Elanie dengan lembut, ia ikut bersimpuh di hadapan Justin.
Justin melihat rambut Elanie yang basah terus meneteskan air dari ujung
rambutnya.
“Karena aku baru saja melihatmu
berdarah. Ap-apa anakku memang sudah meninggal di dalam perutmu sekarang?”
Justin bertanya polos. Bahkan kedengaran egois karena ia mengakui anak mereka
menjadi anak-nya. Seolah-olah anak
itu hanyalah anak Justin seorang, bukan milik Elanie. Elanie tergelak satu kali
akan ucapan Justin. Tuhan memang sedang mengujinya sekarang. Kesabaran Elanie
tiap hari diuji lebih berat lagi. Namun bagaimana pun juga, Justin adalah
suaminya.
“Aku belum hamil, Justin. Bagaimana
mungkin anakmu bisa meninggal sementara di perutku belum diisi oleh janin
sekalipun?” Suara Elanie terdengar sangat lembut, seperti ibu kedua bagi
Justin.
“Tetapi Angelo bilang jika kau
berdarah berarti kau keguguran,”
“Aku belum hamil, Justin. Ini
hanyalah datang bulan. Aku akan mendapatkannya satu bulan satu kali jika sel
telurku tidak dibuahi oleh spermamu. Mungkin dua hari lagi akan selesai,” ucap
Elanie menjelaskan. Namun Justin sepertinya akan memutuskan untuk sekolah dua
kali lagi agar ia bisa mengerti apa yang Elanie katakan.
“Berarti alat kelaminmu terluka setiap
satu bulan satu kali?” Tanya Justin, takut.
“Tidak, bukan seperti itu,”
“Tetapi kau berdarah, Elanie!
Bagaimana bisa itu tidak dikatakan terluka? Sudah pasti alat kelaminmu
terluka—atau jangan-jangan aku penyebab kau terluka sekarang karena aku telah
memasuki tubuhmu dengan alat kelaminku? Ya Tuhan, ya Tuhan, ya Tuhan,” Justin
berucap ngeri sekaligus merasa kesal pada dirinya sampai ia menangis lagi.
“Justin, aku tidak terluka. Ini
hanya pendarahan dari dalam tubuh. Mungkin yeah, memang terasa sedikit nyeri di
perut. Tetapi itu hal yang wajar Justin. Jika aku tidak mengalami hal seperti
ini, berarti aku tidak normal. Kita tidak akan mendapat kesempatan untuk
memiliki anak,” jelas Elanie. Justin menelan ludah, ia menghentikan
tangisannya. Padahal Justin sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tidak
menangis di hadapan Elanie karena ia malu. Tetapi, ayah mana yang tidak
menangis jika anaknya meninggal—sekalipun hanya kesalahpahaman? Justin menyeka
air matanya dengan punggung tangan lalu kepalanya terangguk, mengerti. Berarti
Elanie tidak hamil.
“Jadi ini normal? Kau tidak terluka
atau apa pun?”
“Yeah, ini normal. Tidak ada yang perlu
kautakutkan. Anakmu tidak meninggal karena aku belum hamil—dan jangan sampai
anak kita meninggal di dalam perutku—aku hanya datang bulan, sayang. Kau
mengerti sekarang?”
Justin mengangguk. “Lalu benda apa
tadi yang kau tempelkan ke celana dalammu? Kau memang suka pipis di celana?”
tanya Justin, polos. Elanie tertawa sampai ia harus menundukkan kepala akan
kelucuan Justin. Astaga, mengapa suaminya masih bisa berpikir sampai sana?
Tidak mungkin Elaine pipis di celana dan memakai tampon. Apa Elanie terlihat seperti
anak bayi sekarang?
“Bukan pipis di celana, sayang.
Karena kau berdarah, aku membutuhkan ini agar kau tidak perlu melihat darahku
yang keluar kemana-mana. Lagi pula, aku yakin kau tidak senang melihat darah
bukan?” Tanya Elanie mengelus tengkuk Justin dengan penuh perhatian. Justin
menganggukkan kepala, seperti anak kecil yang manja pada ibunya, bibirnya
cemberut.
“Aku benci darah yang keluar dari
tubuhmu. Tapi, memang bukan karena kau terluka kan? Apa itu tandanya aku tidak
boleh berhubungan badan lagi denganmu?” Tanya Justin malu-malu, pipi Justin
memerah, kali ini. Ya ampun, Justin terlihat seperti anak kecil yang ingin
menyatakan cinta pada teman sebangkunya meski orangtua anak kecil ini
menganggapnya hanya cinta yang main-main. Elanie menggigit bibir bawahnya. Ya
ampun, jika ia tidak datang bulan sekarang, sudah pasti dari tadi Elanie
berhubungan badan dengan Justin. Hanya saja mungkin 1 atau 2 hari lagi
pendarahannya akan selesai.
“Setelah aku berhenti berdarah, kita
bisa melakukannya lagi, Justin,”
“Janji akan memberitahuku kapan kau
berhenti berdarah? Uh, sangat aneh. Ternyata menjadi wanita sangat tidak
menyenangkan, tetapi dalam waktu yang bersamaan mereka bisa sangat keren.
Bagaimana bisa berhenti dengan sendirinya?”
“Tanya Tuhan,” ucap Elanie singkat.
“Aku ingin ganti baju. Jika kau ingin mandi, mandilah dengan damai.”
“Aku ingin dimandikan olehmu,” ucap
Justin manja, ia menyentuh tangan Elanie agar Elanie tidak beranjak dari
hadapannya. Namun kaki Elanie sudah kesemutan karena lamanya ia bersimpuh untuk
menenangkan Justin yang menangis seperti anak kecil.
“Aku akan memandikanmu jika aku
sudah berhenti berdarah. Kau mengerti, Justin-ku?” Tanya Elanie menyentuh dagu
Justin. Bibir Justin semakin cemberut, ia seperti anak kecil yang kecewa, lalu
akhirnya menganggukkan kepalanya dengan lesu. Padahal Justin ingin sekali
dimandikan oleh Elanie, tetapi apa boleh buat? Istrinya sedang berdarah, meski
Justin juga tidak tahu apa hubungannya dengan masih dengan memandikan Justin.
“Baiklah, Elanie. Omong-omong,
tampon yang kau bilang itu bentuknya sangat lucu. Apa aku bisa memakainya
juga?”
“Apa? Memangnya kau juga suka pipis
di celana?” tanya Elanie, menahan tawa. Justin berpikir sebentar, ia melihat ke
kanan dan kiri lalu tubuhnya condong ke depan.
“Kadang-kadang, di pagi hari, aku
pipis di celana. Tapi banyak yang bilang itu bukan pipis, mungkin aku bisa
memakai tampon untuk menahannya,” bisik Justin malu-malu. Elanie tertawa
terbahak-bahak sampai kepalanya terdongak ke belakang. Justin memerhatikan
istrinya yang tertawa begitu bahagia, seperti orang yang bebannya dihilangkan
selama beberapa saat. Justin ikut tertawa meski ia tidak mengerti mengapa
istrinya tertawa karena apa yang ia ucapkan tadi memang kenyataan. Apalagi saat
umurnya 16 tahun, satu minggu dua kali biasanya Justin pipis di celana saat
tidur, dan banyak yang bilang kalau itu bukan air seninya. Katanya itu sperma.
“Ya, kau bisa memakainya
kapan-kapan, sayang. Jika kau masih normal.” Ucap Elanie mengecup pipi Justin
lalu ia bangkit dari lantai, meninggalkan Justin di tempatnya.
***
“Dia selalu berbohong padaku! Mereka
selalu berbohong padaku! Apa pun yang mereka katakan, mereka berbohong!” Justin
menunjuk-nunjuk ke arah dua kakaknya dengan raut wajah kesal. Wajahnya memerah
dan hampir menangis, namun ia menahan tangisannya karena ia tidak ingin
terlihat pengecut di hadapan kakaknya maupun Elanie yang berada di ruangan yang
sama dengannya. Jusin mengadukan tentang kebohongan-kebohongan kedua kakaknya
pada ayahnya pagi ini. Saat Justin datang ke rumah ayahnya, Justin sudah
kehilangan kendali karena ia selalu dibohongi oleh kedua kakaknya terus
menerus. Ia sudah bosan dan lelah akan kebohongan kakak-kakaknya. Mungkin bagi
mereka itu hanyalah lelucon belaka, namun Justin merasa terlihat konyol di
depan istrinya hanya karena karangan-karangan dari kedua kakaknya! Bagaimana
pun juga Justin tidak ingin Elanie malu akan kehadirannya dalam kehidupan
Elanie. Angelo dan Robert berdiri dengan raut wajah masam sekaligus merasa
kasihan pada adiknya.
Ayah Justin menggelengkan kepalanya.
Mengapa kedua kakak Justin juga tidak bisa berhenti mengganggui adiknya?
Mr.Bieber sudah tua sekarang, jika setiap hari Justin mengadukan
masalah-masalah seperti ini padanya, Mr.Bieber lebih memilih mati dimakan hiu
dibanding harus menghadapi masalah ini. Ia mengusap wajahnya berkali-kali
sambil menarik nafas panjang.
“Kalian berdua, ikut aku,” perintah
ayah Justin kepada kedua kakak Justin. Ayah Justin berjalan menuju halaman
belakang rumah mereka dari ruang keluarga. Saat sudah berdiri di sana, ayah
Justin menampar pipi kedua kakaknya itu dengan kencang. “Sudah kubilang
berkali-kali, jangan ganggui adikmu! Kau tahu dia memiliki masalah otak. Dia
tidak bisa bertemu dengan hal-hal yang seperti itu di masa remajanya karena ibumu takut ia menjadi anak berandalan
karena ia anak yang terbuka! Dan kalian membodoh-bodohinya seperti ini? Kau
pikir dengan melakukan hal itu, adikmu bisa berkembang seperti pria sejati
lainnya? Aku tidak ingin menjadi ayah yang pilih kasih, tetapi kalian berdua
memang sudah keterlaluan. Justin membutuhkan kalian berdua karena hanya kalian
yang memiliki pengalaman lebih banyak darinya. Jika ibumu tahu Justin akan
berakhir seperti orang idiot seperti ini, sudah pasti ia akan setuju Justin
disekolahkan di London tentang seks agar ia bisa menjadi dokter. Tetapi
mengetahui keadaannya yang terbuka dan ceroboh, kau ingin ia menghamili anak
orang sebelum menikah?”
“Dia terlalu bodoh, ayah! Bagaimana
bisa kita menahan diri?”
“Dia tidak bodoh, dia hanya kurang
pelajaran. Jika Lucinda menjawab tiap pertanyaan Justin tentang seks sesuai
fakta dan tidak mengarang-ngarang jawabannya pada Justin, sudah pasti dia tidak
perlu bertanya hal-hal yang berhubungan dengan seks padamu lagi. Dia hanya anak
kesayangan ibumu dan ibumu ingin melihatnya sukses seperti kalian,”
“Ya, ya, ya. Terserah apa kata ayah,
kita tidak berjanji untuk tidak menggangguinya,”
“Mengapa kau bisa setega ini pada
ayahmu sendiri, Angelo? Kau ingin aku mati keesokan harinya hanya karena Justin
datang padaku malam-malam atas perbuatan kalian? Kalian ingin aku cepat mati,
begitu?” Ayah Justin bertanya, kali ini dengan urat yang sudah tercetak di
kulitnya. Angelo dan Robert mendesah karena merasa bersalah. Lalu kepala mereka
terangguk.
“Baiklah, kita tidak akan
mengganggunya. Aku terlambat, aku harus pergi bekerja sekarang,” ucap Angelo
melirik jam tangannya lalu berjalan meninggalkan ayahnya ditempat, begitu juga
dengan Robert. Saat mereka berjalan melewati Justin yang berdiri sambil
menggigit-gigit jarinya di tengah-tengah ruang keluarga itu, Justin menatap
mereka dengan tatapan tidak suka.
“Cium bokongku!” Seru Justin gemas.
“Ya, ya, ya, terserah kau, homo. Aku
tidak ingin berdebat denganmu, anak kecil. Kita hanya akan menjauhimu untuk
sementara,” Angelo berucap sambil lalu pergi dari hadapan Justin dan Elanie,
begitu juga dengan Robert yang menyusul Angelo dari belakang. Setelah kedua
orang itu hilang dari pandangan Justin, Elanie bangkit dari sofa.
“A-aku ingin pergi ke taman tengah
kota, kau ingin kita pergi ke sana hari ini?”
“Apa pun yang kau mau, Elanie.”
Justin berucap dengan penuh semangat. Namun Elanie tidak bersemangat.
***
Mereka berakhir lari pagi bersama di
taman kota dengan bersemangat. Justin senang lari pagi jika tiap hari ia
berlari bersama dengan Elanie. Bukan karena bokong Elanie yang bergoyang-goyang
sekarang—dan terlihat sangat seksi—atau karena Elanie berkeringat. Tetapi
karena ikatan rambut Elanie yang membuat Elanie terlihat sangat manis. Well,
keringat Elanie juga menjadi salah satu pendukung mengapa Justin menjadi lebih
senang berlari jika bersama dengan Elanie. Istrinya sungguh teramat sangat
seksi sekarang. Sampai kaki kanan Justin tidak sengaja tersandung oleh kakinya
sendiri sampai-sampai ia terjatuh—yang untungnya bukan kepala lebih dulu yang
mendarat—dengan indahnya. Elanie yang berlari di depan Justin langsung berhenti
mengayunkan kakinya, ia membalikkan seluruh tubuhnya.
“Lututku terluka,” ringis Justin
berusaha untuk bangkit sendiri. Elanie langsung membantu Justin berdiri, ia
menarik Justin menuju pinggir taman. Justin dan Elanie terduduk di sana, kaki
kanan Justin ditekuk agar Elanie bisa melihat luka lutut Justin. “Berdarah,”
bisik Justin.
“Harus dibersihkan oleh sesuatu,”
ucap Elanie berusaha tenang. Elanie merogoh kantung jaket abu-abu yang ia
pakai, handuk kecilnya yang tidak terpakai berada di sana. Tanpa berpikir,
Elanie langsung mendekatkan handuk kecilnya pada lutut Justin yang terluka.
Memang lutut Justin berdarah dan itu harus segera dibersihkan. Bahkan jika
membutuhkan ludah sekalipun. Sebelum benar-benar tersentuh oleh handuk kecil
Elanie, Justin menghentikan tangan istrinya.
“Tidak, jangan! Kupikir nanti akan
perih dan aku tidak ingin itu terjadi. Ap-apa kau membawa tampon? Aku berdarah,
siapa tahu tampon itu bisa berguna untuk membersihkan darah ini,” ucap Justin
lebih polos dari anak umur 5 tahun. Elanie menyembunyikan wajahnya di balik kedua
tangannya yang terlipat di atas ujung kedua lututnya. Ya Tuhan, Elanie ingin
sekali menangis. Jika cobaan ini tidak diizinkan oleh Tuhan, sudah dari tadi
Elanie memaki iblis yang memberikan cobaan ini. Tetapi ternyata Tuhan
mengizinkan iblis memberi cobaan seperti ini pada Elanie. Bunuh saja Elanie
lama-lama. Mereka baru menikah selama dua bulan dan Elanie tidak boleh goyah
seperti ini. Ia harus mencoba lagi, membuat Justin lebih dewasa. Elanie pasti
bisa. Justin meringis satu kali, membuat Elanie mendongak kepala.
“Tidak bisa. Benda itu tidak bisa
dipakai untuk luka, Justin. Lebih baik pakai handukku saja, setelah itu kita
akan kembali pulang, mengerti?” Elanie bertanya tanpa menunggu persetujuan dari
Justin. Langsung saja ia mengelap darah Justin yang melumer di sekitar
lututnya. Justin meringis, tetapi ia tidak menangis. Sesekali Justin mengutuk,
tetapi tidak mengatakan kata kotor. Setelah Elanie merasa lutut Justin sudah
cukup bersih, Elanie meniup-niup lutut itu hingga Justin merasa damai. Justin memerhatikan
istrinya yang meniup lututnya dengan penuh perhatian. Ia terpana. Sungguh, ia
sangat terpana akan perbuatan Elanie yang sangat mulia. Dan Justin bersyukur
karena ia mendapatkan Elanie. Bukan Eline yang berteriak-teriak padanya di hari
pertama mereka bertemu—well, Justin sedikit memaklumi mengapa Eline
berteriak-teriak.
“El? Elanie bukan?” Suara seorang
pria terdengar dari arah sebelah Justin. Justin mendongak, ia melihat seorang
pria bertubuh jangkung dengan bahu lebar baru saja memanggil nama istrinya.
Siapa pria ini? Justin tidak pernah melihatnya. Elanie mendongak beberapa detik
kemudian untuk melihat siapa yang memanggilnya, ternyata Denver.
“Hai, Denver! Astaga, aku tidak
percaya kita bertemu di sini. Sedang lari pagi juga?” Tanya Elanie dengan
ramah. Denver mengangguk.
“Yeah, biasanya kalau sedang bosan
aku datang ke sini. Sekaligus melihat pemandangan,”
ucap Denver yang matanya dengan liar melihat ke daerah buah dada Elanie yang
sialnya tidak kelihatan karena Elanie memakai jaket. “Jadi, ini suamimu?”
“Ya, aku suami Elanie. Justin
Bieber, umurku 27 tahun dan aku suka bermain dengan istriku. Siapa kau?” Tanya
Justin dengan angkuh namun terdengar seperti anak kecil yang memperkenalkan
diri. Denver mengerjap-kerjapkan matanya beberapa kali untuk menyadarkan
dirinya kalau ini bukanlah mimpi. Jadi ini suami Elanie yang namanya Justin
Bieber itu? Demi Tuhan, Denver ingin tertawa terpingkal-pingkal di hadapan
Elanie.
“Denver, senang bertemu denganmu,
Mr.Bieber. Aku bertemu dengan istrimu tempo hari di kelab. Ia sangat cantik.
Kalian pasangan serasi,” kalimat terakhir yang Denver ucapkan sungguh
kebohongan mati! Mereka bukanlah pasangan serasi, bagaimana bisa mereka bisa
dikatakan pasangan serasi? Well, yeah memang pasangan serasi jika Justin tidak
berbicara, tetapi saat Justin berbicara …sungguh, mereka seperti ibu dan anak,
dimana ibunya teramat sangat hemat wajah.
“Kita bertemu saat Eline mengajakku
ke kelab waktu itu, Justin. Tetapi kita hanya berteman, jangan berpikir
negatif. Denver adalah teman baruku sekarang, ia orang yang sangat ramah,” ucap
Elanie mengangguk-anggukkan kepalanya untuk meyakinkan Justin bahwa ia tidak
berselingkuh dari Justin. Justin mengangguk satu kali, ia lalu mendongak
melihat Denver yang masih berdiri di hadapannya. Mata Justin menyipit karena
silaunya matahari pagi lalu ia mendesah.
“Denver, senang sekali bertemu
denganmu. Tetapi istriku adalah milikku. Jika kau ingin mengambilnya dariku,
cium bokongku dulu lalu berciuman dengan seorang pria, bercintalah dengan seorang
pria setelah itu—“
“Justin, Justin, sudah cukup,
sayang,” Elanie menghentikan ceracau Justin. Sesungguhnya Elanie ingin sekali
tertawa akan ucapan Justin yang konyol itu. Tidak mungkin Denver akan
mengambilnya dari Justin. Dan Elanie juga tahu bahwa dirinya tidak mungkin
meninggalkan Justin. “Senang bertemu denganmu, Denver, tetapi kita harus pergi
sekarang. Justin terluka,”
“Yeah tentu saja, tidak ada yang
melarang kalian. Kalau begitu aku pergi,” ucap Denver berlari kembali. Saat
tubuh Denver semakin lama semakin mengecil dari pandangan mereka, Justin
langsung berseru kesal.
“Bagaimana bisa kau bertemu
dengannya dan kau tidak memberitahu padaku? Kau adalah milik kepunyaanku,
Elanie! Tidak boleh ada yang mengambilmu dariku. Aku hanya merasa aneh jika kau
berjalan dengan pria lain. Hatiku merasa tak nyaman,”
“Justin, tenang. Aku dan Denver
tidak memiliki hubungan apa-apa selain berteman,”
“Ya, aku tahu! Tetapi kau tahu apa?
Sepertinya …sepertinya aku jatuh cinta padamu.” Saat itu juga tubuh Elanie
membeku. Dunia seperti berhenti berputar, waktu berhenti untuk sesaat. Saluran
pernafasannya seolah-olah tersumbat, Elanie membutuhkan udara sekarang.
Dan apa? Justin jatuh cinta padanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar