Sabtu, 31 Mei 2014

Pure Love Bab 10



            Elanie menggigit bibir bawahnya hingga bibir bawahnya sudah tak kelihatan lagi akibat gigi yang menutupinya. Justin sedang berada di kamar mandi, membersihkan tubuhnya yang lengket, katanya. Malam ini mereka akan pergi ke sebuah pesta pembukaan perusahaan baru dari rekan kerja Justin. Justin dan Elanie diundang untuk pergi ke sana satu minggu yang lalu dan Justin baru memberitahunya tadi pagi setelah ia menyatakan cinta pada Elanie agar topik pembicaraan terganti. Dan yeah, Justin mungkin berhasil mengalihkan topik pembicaraan, namun ucapan Justin yang menyatakan kalau ia mencintai Elanie masih berada di kepala Elanie. Mula-mula memang rasanya berat memiliki seorang pria seperti Justin. Pria gila, konyol, idiot dan sungguh egois itu sangat menyiksa Elanie secara batin dan mental. Tetapi ternyata selama ini Elanie tahu mengapa ia merasa Justin terlihat lebih menyebalkan dibanding yang seharusnya. Selama ini Elanie bukan kesal pada kegilaan suaminya, tetapi perasaan Elanie yang masih digantung oleh Justin –dan baru hari ini diturunkan oleh Justin—membuat Elanie bosan dan jenuh sampai kapan mereka akan belari menuju tujuan mereka menikah? Memiliki anak, kehidupan keluarga yang harmonis, kapan ia memiliki kehidupan seperti itu? Well, Justin baru meresmikannya tadi pagi. Dan itu berhasil membuat Elanie terbang ke langit yang ke-9.
            Gaun hitam berhasil membuat Elanie tampak sangat menawan. Namun potongan di punggung Elanie sungguh meragukan karena potongannya sampai pinggang Elanie. Sehingga sekarang punggung putih Elanie terlihat. Justin juga belum melihat Elanie memakai gaun ini karena ia sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi. Mungkin jika Justin melihatnya, Justin lebih memilih untuk tidak pergi dibanding istrinya diraba-raba oleh orang di luar sana. Baik pria mau pun wanita. Bagaimana pun Justin tahu betapa gilanya dunia ini tiap harinya. Elanie bangkit dari kursi meja riasnya setelah ia memasang anting di telinganya. Polesan bedak tipis sudah berhasil membuat Elanie terlihat cantik natural, ditambah dengan polesan pelembap bibir di bibir Elanie. Sungguh, Justin bisa pingsan di tempat hanya karena melihat Elanie yang sungguh menawan itu.
            Pintu kamar mandi terbuka ketika Elanie mengambil sebuah sepatu bertumit tinggi yang ia sudah siapkan di pinggir tempat tidur. Ia duduk di atas tempat tidur  untuk memakai sepatu itu ke kakinya. Sambil membungkuk dan tangan kanan memasang sepatu tumit tingginya, Elanie mendongak melihat Justin yang berdiri di hadapannya dengan sebuah handuk yang menggantung di pinggangnya. Punggungnya dialiri oleh tetesan rambut Justin yang basah, tetapi pria itu mengabaikannya. Pria itu menggeserkan pintu lemarinya lalu mengambil setelan hitam yang akan ia ambil. Justin memutar tubuhnya, berjalan di depan Elanie lalu melempar setelan itu ke atas tempat tidur.
            “Justin, apa kita tidak akan membicarakan tentang perasaanmu sebentar saja?” Tanya Elanie ragu-ragu. Tangan kirinya memakai sepatu kirinya sambil kepalanya sudah menunduk. Justin memakai celana dalam serta boxernya sementara handuk masih menggantung di pinggangnya. Lalu setelahnya, ia melepaskan handuk itu ke lantai sehingga sekarang tubuhnya hanya ditutupi sebuah boxer—jika hanya dilihat dari luar. Bibir Justin berkedut-kedut  karena ucapan istrinya yang cukup lucu baginya. Mengapa perasaannya harus dibicarakan? Serius, tetapi mungkin Elanie orang pertama yang mau membicarakan tentang perasaannya—bukan Justin yang meminta untuk membicarakan perasaannya—dan bagi Justin, itu adalah hal termanis di hidupnya sekarang.
            “Perasaan bagaimana?” Tanya Justin pura-pura bodoh—meski sebagian besar dari seluruh kehidupan Justin, ia cukup bodoh. Tangan kanannya mengambil sebuah kemeja putih yang berada di dalam jas di gantungan setelan Justin. Sebagai istri yang baik, Elanie membantu Justin mengambil kemeja itu lalu mendorong tubuh Justin untuk mundur. Setelah setelan itu keluar dari jas, Elanie bangkit dari tempat tidur. Ia memasangkannya pada tubuh Justin sementara matanya berusaha untuk tidak menatap mata Justin. Tetapi mata Justin terus memerhatikan Elanie.
            “Tentang ucapanmu tadi pagi. Kau bilang kau mencintaiku, apa itu benar?” Tanya Elanie menggantungkan tangannya di kancing kedua kemeja Justin, kepalanya mendongak agar ia dapat menatap mata Justin. Bibir Justin mengindahkan pertanyaan Elanie, lalu sekali ia mengecup bibir istrinya. Tangan Justin yang memang tidak bisa diam jika berdekatan dengan Elanie itu mulai memeluk punggung istrinya. Ia dapat merasakan punggung Elanie yang lembut sekarang, pelan-pelan ia mengelusnya dengan lembut. Tubuh mereka semakin berdekatan akibat pelukan Justin hingga tangan Elanie terjepit di antara tubuh mereka.
            “Kau sangat menawan, Elanie. Aku sangat beruntung memilikimu. Mungkin aku bertingkah seperti anak kecil selama bersamamu. Mungkin aku sangat egois tiap kali aku melihatmu bersama dengan orang lain. Mungkin aku sering mempermalukan di hadapan banyak orang karena kebodohanku. Tetapi itu adalah aku, Elanie. Hanya kau satu-satunya wanita yang menerimaku apa adanya, sekalipun aku bodoh seperti ini. Satu hal yang perlu aku tekankan kepadamu, Mrs. Bieber, aku mencintaimu. Pikiranku mungkin tidak dapat menyelami pikiranmu, tetapi perasaanku ini mungkin akan membantunya menyelami tiap seluk beluk dirimu. Baik di luar maupun di dalam. Tiap hari aku mencaritahu apa yang terjadi pada diriku tiap kali kau menyentuhku, tiap kali kau membuatku tertawa, tiap kali kau membuatku ragu, bahkan tiap kali kau bersama dengan orang lain. Kau membuatku mencaritahu apa yang terjadi pada diriku. Namun ternyata jawabannya adalah kau,
            “Kau adalah penyebab mengapa aku hampir gila karena aku tidak tahu perasaan apa yang melanda diriku. Aku takut kehilangmu, dan aku tidak pernah setakut ini sebelumnya. Demi kau, aku meninggalkan mainan-mainan dinosaurusku yang keren itu—well, mungkin hanya satu yang kusimpan karena itu keluaran terbaru. Tetapi kau tahu apa? Kau menerimaku baik di sisi yang buruk atau sisi yang baik. Aku tidak pernah jatuh cinta sedalam ini, ya Tuhan, kuatkanlah aku,” bisik Justin menempelkan keningnya pada kening Elanie. Jantung mereka berdetak dengan ketukan yang sama. Kehangatan menyelimuti mereka. Nafas Elanie terengah-engah akan ucapan Justin, ternyata wanita itu menangis terharu akan ucapan-ucapan yang Justin katakan tadi. Sungguh, itu sangat manis dan Elanie tidak dapat merusak momen ini. Justin memajukan dagunya sampai bibir mereka menyatu.
            “Aku cinta kau,” bisik Justin dengan pelan setelahnya pria itu melumat bibir Elanie. Hanya selang beberapa detik, akhirnya Justin menjauhkan bibirnya dari bibir Elanie. “Pasangkan kancingnya agar kita bisa pulang cepat nantinya.”


***


            “Istrimu  sangat menawan, Mr.Bieber,” ucap seorang pria bertubuh besar di hadapan mereka. Pria itu sungguh tinggi dengan ukuran tubuh yang sangat besar. Justin harus mendongak agar ia bisa melihat wajah pria itu. Mungkin memang kelihatan menyeramkan dari bentuk fisiknya, tetapi ternyata pria ini sungguh ramah pada Justin atau Elanie. Pipi Elanie terus memerah tiap kali ia harus dipuji oleh tiap orang yang berhenti sejenak untuk menyapa suaminya lalu memuji dirinya. Tetapi Justin terlihat sangat posesif selama ia berada di pesta ini. Tangannya terus memeluk pinggang Elanie agar istrinya tidak pergi kemana-mana. Tetapi Elanie tidak apa-apa dengan tingkah Justin yang seperti itu setelah ia mengetahui perasaan Justin. Sepertinya Justin bukanlah tipe pria yang ingin mengatakan cinta berkali-kali. Tetapi siapa yang tahu? Justin tampaknya tidak ingin membicarakan hal yang terjadi di kamarnya sebelum mereka berangkat ke gedung baru ini.
            “Terima kasih, Patrick, aku sangat menghargainya,” ucap Justin yang tampaknya berubah sejak tadi pagi menjadi pria yang lebih pendiam dan tampak lebih ‘norma’. Justin diam saja selama berada di mobil sementara Elanie mencaritahu apa penyebabnya. Dan sampai sekarang, Elanie tidak tahu apa penyebabnya. Justin memang tidak dapat memertahankan sesuatu yang romantis biar sebentar saja. Pria itu tidak ingin berakhir canggung, sepertinya. Sifat kekanak-kanakannya membuat Justin lebih mempertahankan egonya dan Elanie tahu, ia harus melewati masa-masa dimana Justin harus beradaptasi dengan perasaan itu. Di sini bukan Justin saja yang baru pertama kali jatuh cinta, tetapi ini juga kali pertama Elanie jatuh cinta pada seseorang. Dan orang itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Justin Bieber, pria penyuka mainan dinosaurus.
            “Kapan kalian memiliki anak? Kudengar kalian sudah menikah sudah lebih dari 2 bulan, jadi apa yang terjadi selama ini?” Tanya Patrick dengan ramah, sesekali Patrick menyesap anggur yang masih tersisa di gelasnya lalu mengambil gelas yang baru tiap kali pelayan membawa nampan berisi beberapa gelas anggur. Justin mengangguk satu kali.
            “Well, kita tidak tahu kapan Elanie hamil. Tetapi kuharap tidak secepat yang Elanie atau keluargaku harapkan. Karena aku masih ingin Elanie menjadi milikku seutuhnya,”
            “Agresif, Mr.Bieber. Tetapi tidak apa-apa, dulu aku juga seperti itu pada istriku. Ia tidak ikut malam ini karena menjaga anak kelima kami yang masih bayi,” ucap Patrick santai. Elanie hanya bisa tersenyum ramah meski sedikit terkejut atas kejujuran Patrick yang luar biasa. Namun Justin memang pria sanguin yang sulit menyembunyikan ekspresinya. Matanya melotot, terkejut, dan tangan yang memegang pinggang Elanie sekarang malah meremas pinggang istrinya yang telanjang.
            “Lima?” Tanya Justin berusaha keras untuk menyembunyikan perasaan terkejutnya.
            “Yeah, Leslie, anak terakhir kami. Dia sangat cantik namun sangat rewel. Jadi hari ini hanya aku yang pergi sendiri untuk merayakan keberhasilan Mr. Donovan,” ucap Patrick kembali menyesap anggurnya.
            “Bagaimana rasanya memiliki banyak anak?” Tanya semakin penasaran. Ia sungguh memiliki jiwa anak kecil di dalam tubuhn yang tidak lepas sejak dulu. Rasa ingin tahunya sangat besar, tetapi biasanya, ia tidak akan melakukan sesuatu yang lebih dalam lagi jika hal itu berujung buruk. Justin tahu mana yang benar dan yang salah, tetapi mulutnya memang tidak terorganisir begitu baik untuk menahan setiap ucapan yang keluar dari mulutnya. Elanie menundukkan kepalanya satu kali untuk menahan tawanya lalu kembali mendongak ketika ia merasa wajahnya sudah datar kembali.
            “Biasa saja, tetapi diawal agak menyeramkan. Kau akan terbangun  subuh-subuh karena tangisannya. Kau harus membuatkannya susu jika ia menangis. Tetapi dari seluruhnya, yang paling menyiksa diriku sampai sekarang adalah memasangkan popok bagi mereka. Oh, membayangkannya saja sudah membuatku geli,”
            “Dan dimana bagian menyenangkannya?” Tanya Justin, lagi. Elanie melipat bibirnya ke dalam karena ia sungguh lapar. Ia ingin makan namun pembicaraan ini seperti tidak ada habis-habisnya.
            “Kau bisa bermain dengan mereka, terlebih lagi jika kau memiliki anak lelaki. Pasti dia akan menjadi sangat menggemaskan dan lucu. Dan yeah, aku memiliki empat anak lelaki sekarang dan satu perempuan, ya, yang paling terakhir itu,” ucap Patrcik, menceritakan. Justin mengangguk satu kali. Ia sudah tidak tertarik lagi untuk membicarakan tentang anak-anak pada Patrick atau siapa pun. Ia sudah terlanjur ketakutan. Bangun subuh-subuh? Justin tergelak dalam hati. Tungguh sampai Denver mencium bokongnya, baru Justin ingin bangun subuh. Dan memakaikan popok? Kepala Justin sekarang mulai pening. Sungguh, ia tidak ingin memiliki anak sekarang. “Aku pergi dulu, Mr.Bieber, Mrs. Bieber,” ucap Patrick berjalan meninggalkan mereka berdua.
            “Ternyata mempunyai anak tidak menyenangkan,” bisik Justin mengikuti punggung Patrick yang masih kelihatan dan semakin lama semakin hilang ke dalam lautan manusia. Justin pikir memiliki anak sangat menyenangkan, tetapi mengapa Patrick menceritakan hal-hal yang berbanding terbalik dari apa yang Justin lihat selama ini? LeBron tampak menyenangkan, ia anak kecil yang pastinya tidak harus bangun pada saat subuh bukan? Pundak Justin lesu begitu saja. Padahal ia sangat ingin memiliki anak, tetapi sekarang keinginannya menjadi mimpi buruk baginya.
            “Jangan takut, tidak ada yang perlu kautakutkan, Justin. Aku masih menjadi milikmu. Kita masih bisa bersenang-senang. Sekalipun kita memiliki anak nanti, aku masih menyayangimu, kau tahu itu?”
            “Yeah, tetapi kurasa kita harus menunggu satu tahun ke depan untuk memiliki anak karena aku sungguh belum siap. Apalagi setelah Patrick membicarakan hal-hal buruk tentang anak-anak, tubuhku bergidik mendengarnya. Lagi pula, kita masih bisa menunggu bukan?”
            “Ya, kau benar. Kita masih bisa menunggu. Aku juga belum siap memiliki anak,”
            “Kau milikku, Elanie. Kau milikku,” ucap Justin menekan dan mengamini tiap ucapan yang keluar dari mulutnya. “Kita harus segera pulang.”


***


            Mereka tidak melakukan apa pun kemarin malam saat mereka sampai di rumah karena Elanie masih datang bulan. Justin harus menunggu sampai besok, kata Elanie mungkin besok ia sudah benar-benar bersih. Justin masih memiliki waktu besok untuk bersenang-senang bersama Elanie. Pagi itu tidak ada yang membangunkan Justin, Elanie sudah bangun dan membersihkan tubuh—dan memang ia sudah berhenti datang bulan—di kamar mandi. Elanie tidak sabar melakukan apa pun hari ini bersama dengan Elanie. Kemarin malam menjadi sebuah masalah baru bagi Elanie. Elanie dapat melihat ketakutan di mata Justin ketika Patrick menceritakan masalah-masalah tentang anak-anaknya. Lagi pula, siapa yang mau memiliki 5 anak? Patrick terlalu bernafsu bersama dengan istrinya di ranjang hingga menghasilkan 5 anak. Tubuh Elanie bergidik meski air hangat sudah membasahi tubuhnya hanya karena memikirkan betapa susahnya mengurus 5 anak dalam waktu satu hari.
            Setelah membersihkan seluruh tubuhnya, Elanie keluar dari pancuran air. Ia mengambil handuk di gantungan lalu mengeringkan tubuhnya. Setelah tubuhnya kering, Elanie melilitkan handuk itu di sekitar tubuhnya lalu berjalan keluar dari kamar mandi. Saat berada di dalam kamar, Elanie melihat Justin yang sudah terbangun. Pria itu terduduk di pinggir tempat tidur sambil mengucek-kucek matanya begitu asyiknya. Mungkin sebentar lagi Justin akan menusuk-nusuk matanya jari telunjuknya itu. Elanie melewati Justin untuk mengambil pakaiannya di dalam lemari. Puas mengucek matanya, Justin tersenyum karena ia melihat pemandangan yang begitu indah.
            “Selamat pagi, Elanie,” ucap Justin dengan suasana hati yang lebih baik. “Aku akan menyikat gigiku dan kau jangan pergi kemana-mana,” lanjut Justin berdiri dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi dan menghilang begitu saja. Elanie hanya memutar bola matanya, berpikir bahwa suaminya memang gila. Yang bodohnya Elanie malah mencintainya. Mungkin jika Justin tidak menikah dengan Elanie tetapi bersama orang lain, pasti wanita yang menikah dengan Justin itu sudah meninggalkan Justin dan menikah dengan pria lain. Siapa yang kuat tinggal bersama pria cengeng seperti Justin? Takut berhubungan seks? Dan tidak tahu apa itu datang bulan? Siapa yang kuat? Mungkin Elanie,  ia cukup berterima kasih pada Tuhan karena Tuhan hanya mencobanya selama dua bulan setelah itu Justin menyatakan cintanya pada Elanie. Ucapan ‘aku cinta kau’ dari Justin sungguh berarti bagi Elanie, terlebih lagi mengetahui sifat Justin yang kekanak-kanakan pasti sulit membuatnya jatuh cinta. Atau bisa saja Justin berpikir selama ini Justin dilecehkan oleh Elanie karena Elanie berani menyentuh pahanya atau mencium bibirnya, untungnya, Justin tidak seperti itu. Dia tidak sepenuhnya anak-anak.
            Elanie menarik pakaiannya lalu ia lempar ke atas tempat tidur. Ia membuka laci lemari untuk mengambil bra dan celana dalamnya. Sambil memakai celana dalam dan bra, Elanie mendengar suara Justin bernyanyi-nyanyi dalam kamar mandi. Lagu cinta. Whitney Houston.
            “And I…will always love you,” nada fals yang Justin keluarkan dari mulutnya membuat Elanie tertawa. “Will always love you,” Justin memanjangkan bagian ‘you’ dengan nada yang fals. Elanie membayangkan Justin sedang memegang sikat gigi dan menyanyi-nyanyi di depan cermin. “You know I’m drunk on love. Drunk on love. Nothing can sober me up. Its all that I need,” Lagu lain mulai Justin nyanyikan, kali ini Elanie tidak tahu lagu siapa itu. Astaga, suaminya sungguh gila. Selesai memakai bra dan celana dalam, ia berjalan menuju meja rias dan duduk di atas kursi. Ia mengambil lotion lalu mengoleskannya pada seluruh tangan dan kakinya. Handuk masih menutupi tubuhnya yang telanjang.
            “Maybe if we think and wish and hope and pray it might come true. Pam, pam, pam. Baby then there wouldn't be a single thing we couldn't do. We could be married. And then we'd be happy. Wouldn't it be nice,” nyanyi Justin begitu senang setelah beberapa menit Elanie tidak mendengar suaranya. Sepertinya The Beach Boys berhasil membuat pagi Justin menjadi lebih cerah. Elanie mengelus betisnya dengan lotion di telapak tangannya. Selesai memakai lotion, Elanie mulai menyisir rambutnya yang masih basah. Ia butuh pengering rambut sekarang, tetapi ia terlalu malas untuk mengambilnya. Baru satu sisiran, Justin sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih ceria.
            “We already married. And we already happy. It really feels nice,” nyanyi Justin dengan tangan dikepalkan seolah-olah ia sedang memegang sebuah mikrofon. Lirik lagu itu salah, Justin mengubahnya hingga Elanie terpaksa harus tertawa kembali. Apa yang terjadi pada suaminya? Justin belum memakan gula pagi ini, well, tidak pernah memakan gula satu sendok. Tetapi ia bergaya seperti anak kecil yang memakan gula dua sendok hingga ia benar-benar aktif.
            “Apa yang terjadi padamu, Justin?” Tanya Elanie bingung. Tangannya terus menyisir rambutnya yang kusut. Sebagai suami yang baik, Justin berjalan ke arah Elanie lalu ia mengambil sisir yang dipegang oleh Elanie dan mulai menyisir rambut istrinya. Justin sudah sering menyisir rambut ibunya, Lucinda, sejak ia masih kecil. Karena dulu Justin sungguh menyukai rambut cokelat panjang bergelombang, bedanya Elanie tidak bergelombang. Justin bersenandung dengan kepala yang bergoyang-goyang menikmati lagunya sendiri. Elanie menipiskan bibirnya untuk menahan senyum. Dari cermin, suaminya tampak sangat tampan dan segar, tetapi Elanie masih penasaran apa penyebab Justin sesenang ini. Ia harus mencaritahu. Dan Justin tidak menjawab pertanyaan Elanie.
            “Justin, apa yang terjadi padamu? Kau pasti bukan Justin. Dimana Justin, kau setan pengganggu?” Tanya Elanie dengan suara yang dibuat-buat. Justin tetap bersenandung, mengabaikan Elanie yang terus bertanya. Tangannya terus menyisiri rambut istrinya dengan lembut. Justin merasa rambut itu sangat basah, ia membutuhkan pengering rambut. Justin berjalan menuju pintu lemari pakaiannya yang lain—yang lemarinya seperti sebuah kamar—untuk mencari dimana pengering rambut istrinya. Pasti ada, tetapi Elanie malas mencarinya. Dan memang benar, pengering rambut Elanie berada di antara sepatu-sepatu lemari pakaiannya. Sungguh, istrinya sangat ceroboh. Justin keluar dari lemari pakaian dan memasangkan pengering rambut untuk istrinya. Saat pengering rambut itu menyala, Justin mengarahkan pada wajahnya lalu ia membuka mulut.
            “Oh, Elanie lihat mulutku,” Justin membuka mulutnya hingga angin yang keluar dari pengering rambut membuat pipi Justin seperti melambai-lambai bagaikan bendera. “Ah, sangat enak,” ujar Justin mengarahkan pengering rambutnya ke kepalanya sehingga rambutnya berterbangan kemana-mana.
            “Kau ingin mengeringkan rambutku atau tidak?” Tanya Elanie berpura-pura kesal pada ia senang melihat Justin bertingkah seperti itu.
            “Maafkan aku, aku memang menyukai pengering rambut. Mari kita rapikan rambut Mrs.Bieber, istriku tersayang,” ucap Justin mulai mengeringkan rambut Elanie dengan penuh kesabaran. “Kau tahu kenapa aku sangat senang hari ini?” Tanya Justin. Elanie menggelengkan kepala.
            “Apa? Cepat beritahu aku,”
            “Well, kau tahulah, kau bilang padaku kalau kau akan selesai datang bulan hari ini. Kau bersih hari ini. Jadi yah, aku ingin mengulang apa yang pernah terjadi satu minggu yang lain. Dimana aku berada di atas tubuhmu, kita bergoyang bersama, entahlah. Aku sangat menyukainya, Elanie. Aku juga sudah mencaritahu tentang seks, jadi jika kau …jika kau mau melakukannya sekarang, aku akan sangat senang,” Justin mematikan pengering rambut lalu menaruhnya ke atas meja rias. Tangannya menyentuh kedua bahu Elanie yang telanjang. Mata biru Elanie memerhatikan tangan Justin yang menyentuh bahunya itu dari pantulan cermin sambil menelan ludah. Suaminya ingin melakukan hal itu sekarang?  
            “Kau ingin melakukannya?” Tanya Elanie masih ragu.
            “Yeah, aku menunggunya lama sekali. Jadi aku sangat ingin melakukannya sekarang, aku bisa menjilati kelaminmu. Di internet bilang itu tidak apa-apa, katanya itu termasuk hal yang wajar untuk dilakukan. Kau mau aku melakukan itu? Well, balas dendam. Kau sudah menjilati lubang pipisku dan rasanya sangat geli. Sudah tidak berdarah lagi kan?”
            “Bersih. Aku sangat bersih,” bisik Elanie gugup. “Tetapi kurasa kita tidak perlu melakukan ritual penjilatan alat kelamin, Justin. Aku takut kegelian,”
            “Tidak bisa, aku ingin melakukannya,” bisik Justin mencium leher Elanie dengan lembut. “Aku akan menyentuhmu di sini dan di sini,” lanjut Justin berbisik menyentuh salah satu buah dada Elanie lalu tangannya yang lain meraup alat kelamin Elanie dengan lembut hingga Elanie menengadahkan kepalanya menyentuh bahu Justin. Astaga, sentuhannya sungguh memabukkan.
            “Jadi kau ingin melakukannya, Elanie?” bisik Justin seduktif.
            “Yeah,” Elanie pasrah.

            “Aku yang memimpin.” Bisik Justin. “Dan kau akan kelelahan.” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar