Elanie menggigit bibir bawahnya
hingga bibir bawahnya sudah tak kelihatan lagi akibat gigi yang menutupinya.
Justin sedang berada di kamar mandi, membersihkan tubuhnya yang lengket,
katanya. Malam ini mereka akan pergi ke sebuah pesta pembukaan perusahaan baru
dari rekan kerja Justin. Justin dan Elanie diundang untuk pergi ke sana satu
minggu yang lalu dan Justin baru memberitahunya tadi pagi setelah ia menyatakan
cinta pada Elanie agar topik pembicaraan terganti. Dan yeah, Justin mungkin
berhasil mengalihkan topik pembicaraan, namun ucapan Justin yang menyatakan
kalau ia mencintai Elanie masih berada di kepala Elanie. Mula-mula memang
rasanya berat memiliki seorang pria seperti Justin. Pria gila, konyol, idiot
dan sungguh egois itu sangat menyiksa Elanie secara batin dan mental. Tetapi
ternyata selama ini Elanie tahu mengapa ia merasa Justin terlihat lebih
menyebalkan dibanding yang seharusnya. Selama ini Elanie bukan kesal pada
kegilaan suaminya, tetapi perasaan Elanie yang masih digantung oleh Justin –dan
baru hari ini diturunkan oleh Justin—membuat Elanie bosan dan jenuh sampai
kapan mereka akan belari menuju tujuan mereka menikah? Memiliki anak, kehidupan
keluarga yang harmonis, kapan ia memiliki kehidupan seperti itu? Well, Justin
baru meresmikannya tadi pagi. Dan itu berhasil membuat Elanie terbang ke langit
yang ke-9.
Gaun hitam berhasil membuat Elanie
tampak sangat menawan. Namun potongan di punggung Elanie sungguh meragukan
karena potongannya sampai pinggang Elanie. Sehingga sekarang punggung putih
Elanie terlihat. Justin juga belum melihat Elanie memakai gaun ini karena ia
sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi. Mungkin jika Justin melihatnya, Justin
lebih memilih untuk tidak pergi dibanding istrinya diraba-raba oleh orang di
luar sana. Baik pria mau pun wanita. Bagaimana pun Justin tahu betapa gilanya
dunia ini tiap harinya. Elanie bangkit dari kursi meja riasnya setelah ia
memasang anting di telinganya. Polesan bedak tipis sudah berhasil membuat
Elanie terlihat cantik natural, ditambah dengan polesan pelembap bibir di bibir
Elanie. Sungguh, Justin bisa pingsan di tempat hanya karena melihat Elanie yang
sungguh menawan itu.
Pintu kamar mandi terbuka ketika
Elanie mengambil sebuah sepatu bertumit tinggi yang ia sudah siapkan di pinggir
tempat tidur. Ia duduk di atas tempat tidur
untuk memakai sepatu itu ke kakinya. Sambil membungkuk dan tangan kanan
memasang sepatu tumit tingginya, Elanie mendongak melihat Justin yang berdiri
di hadapannya dengan sebuah handuk yang menggantung di pinggangnya. Punggungnya
dialiri oleh tetesan rambut Justin yang basah, tetapi pria itu mengabaikannya.
Pria itu menggeserkan pintu lemarinya lalu mengambil setelan hitam yang akan ia
ambil. Justin memutar tubuhnya, berjalan di depan Elanie lalu melempar setelan
itu ke atas tempat tidur.
“Justin, apa kita tidak akan
membicarakan tentang perasaanmu sebentar saja?” Tanya Elanie ragu-ragu. Tangan
kirinya memakai sepatu kirinya sambil kepalanya sudah menunduk. Justin memakai
celana dalam serta boxernya sementara handuk masih menggantung di pinggangnya.
Lalu setelahnya, ia melepaskan handuk itu ke lantai sehingga sekarang tubuhnya
hanya ditutupi sebuah boxer—jika hanya dilihat dari luar. Bibir Justin
berkedut-kedut karena ucapan istrinya
yang cukup lucu baginya. Mengapa perasaannya harus dibicarakan? Serius, tetapi
mungkin Elanie orang pertama yang mau membicarakan tentang perasaannya—bukan
Justin yang meminta untuk membicarakan perasaannya—dan bagi Justin, itu adalah
hal termanis di hidupnya sekarang.
“Perasaan bagaimana?” Tanya Justin
pura-pura bodoh—meski sebagian besar dari seluruh kehidupan Justin, ia cukup
bodoh. Tangan kanannya mengambil sebuah kemeja putih yang berada di dalam jas
di gantungan setelan Justin. Sebagai istri yang baik, Elanie membantu Justin
mengambil kemeja itu lalu mendorong tubuh Justin untuk mundur. Setelah setelan
itu keluar dari jas, Elanie bangkit dari tempat tidur. Ia memasangkannya pada
tubuh Justin sementara matanya berusaha untuk tidak menatap mata Justin. Tetapi
mata Justin terus memerhatikan Elanie.
“Tentang ucapanmu tadi pagi. Kau
bilang kau mencintaiku, apa itu benar?” Tanya Elanie menggantungkan tangannya
di kancing kedua kemeja Justin, kepalanya mendongak agar ia dapat menatap mata
Justin. Bibir Justin mengindahkan pertanyaan Elanie, lalu sekali ia mengecup
bibir istrinya. Tangan Justin yang memang tidak bisa diam jika berdekatan
dengan Elanie itu mulai memeluk punggung istrinya. Ia dapat merasakan punggung
Elanie yang lembut sekarang, pelan-pelan ia mengelusnya dengan lembut. Tubuh
mereka semakin berdekatan akibat pelukan Justin hingga tangan Elanie terjepit
di antara tubuh mereka.
“Kau sangat menawan, Elanie. Aku
sangat beruntung memilikimu. Mungkin aku bertingkah seperti anak kecil selama
bersamamu. Mungkin aku sangat egois tiap kali aku melihatmu bersama dengan
orang lain. Mungkin aku sering mempermalukan di hadapan banyak orang karena
kebodohanku. Tetapi itu adalah aku, Elanie. Hanya kau satu-satunya wanita yang
menerimaku apa adanya, sekalipun aku bodoh seperti ini. Satu hal yang perlu aku
tekankan kepadamu, Mrs. Bieber, aku mencintaimu. Pikiranku mungkin tidak dapat
menyelami pikiranmu, tetapi perasaanku ini mungkin akan membantunya menyelami
tiap seluk beluk dirimu. Baik di luar maupun di dalam. Tiap hari aku
mencaritahu apa yang terjadi pada diriku tiap kali kau menyentuhku, tiap kali
kau membuatku tertawa, tiap kali kau membuatku ragu, bahkan tiap kali kau
bersama dengan orang lain. Kau membuatku mencaritahu apa yang terjadi pada
diriku. Namun ternyata jawabannya adalah kau,
“Kau adalah penyebab mengapa aku
hampir gila karena aku tidak tahu perasaan apa yang melanda diriku. Aku takut
kehilangmu, dan aku tidak pernah setakut ini sebelumnya. Demi kau, aku
meninggalkan mainan-mainan dinosaurusku yang keren itu—well, mungkin hanya satu
yang kusimpan karena itu keluaran terbaru. Tetapi kau tahu apa? Kau menerimaku
baik di sisi yang buruk atau sisi yang baik. Aku tidak pernah jatuh cinta
sedalam ini, ya Tuhan, kuatkanlah aku,” bisik Justin menempelkan keningnya pada
kening Elanie. Jantung mereka berdetak dengan ketukan yang sama. Kehangatan
menyelimuti mereka. Nafas Elanie terengah-engah akan ucapan Justin, ternyata
wanita itu menangis terharu akan ucapan-ucapan yang Justin katakan tadi.
Sungguh, itu sangat manis dan Elanie tidak dapat merusak momen ini. Justin
memajukan dagunya sampai bibir mereka menyatu.
“Aku cinta kau,” bisik Justin dengan
pelan setelahnya pria itu melumat bibir Elanie. Hanya selang beberapa detik,
akhirnya Justin menjauhkan bibirnya dari bibir Elanie. “Pasangkan kancingnya
agar kita bisa pulang cepat nantinya.”
***
“Istrimu sangat menawan, Mr.Bieber,” ucap seorang pria
bertubuh besar di hadapan mereka. Pria itu sungguh tinggi dengan ukuran tubuh
yang sangat besar. Justin harus mendongak agar ia bisa melihat wajah pria itu.
Mungkin memang kelihatan menyeramkan dari bentuk fisiknya, tetapi ternyata pria
ini sungguh ramah pada Justin atau Elanie. Pipi Elanie terus memerah tiap kali
ia harus dipuji oleh tiap orang yang berhenti sejenak untuk menyapa suaminya
lalu memuji dirinya. Tetapi Justin terlihat sangat posesif selama ia berada di
pesta ini. Tangannya terus memeluk pinggang Elanie agar istrinya tidak pergi
kemana-mana. Tetapi Elanie tidak apa-apa dengan tingkah Justin yang seperti itu
setelah ia mengetahui perasaan Justin. Sepertinya Justin bukanlah tipe pria
yang ingin mengatakan cinta berkali-kali. Tetapi siapa yang tahu? Justin
tampaknya tidak ingin membicarakan hal yang terjadi di kamarnya sebelum mereka
berangkat ke gedung baru ini.
“Terima kasih, Patrick, aku sangat
menghargainya,” ucap Justin yang tampaknya berubah sejak tadi pagi menjadi pria
yang lebih pendiam dan tampak lebih ‘norma’. Justin diam saja selama berada di
mobil sementara Elanie mencaritahu apa penyebabnya. Dan sampai sekarang, Elanie
tidak tahu apa penyebabnya. Justin memang tidak dapat memertahankan sesuatu
yang romantis biar sebentar saja. Pria itu tidak ingin berakhir canggung,
sepertinya. Sifat kekanak-kanakannya membuat Justin lebih mempertahankan egonya
dan Elanie tahu, ia harus melewati masa-masa dimana Justin harus beradaptasi
dengan perasaan itu. Di sini bukan Justin saja yang baru pertama kali jatuh
cinta, tetapi ini juga kali pertama Elanie jatuh cinta pada seseorang. Dan
orang itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Justin Bieber, pria penyuka
mainan dinosaurus.
“Kapan kalian memiliki anak?
Kudengar kalian sudah menikah sudah lebih dari 2 bulan, jadi apa yang terjadi
selama ini?” Tanya Patrick dengan ramah, sesekali Patrick menyesap anggur yang
masih tersisa di gelasnya lalu mengambil gelas yang baru tiap kali pelayan
membawa nampan berisi beberapa gelas anggur. Justin mengangguk satu kali.
“Well, kita tidak tahu kapan Elanie
hamil. Tetapi kuharap tidak secepat yang Elanie atau keluargaku harapkan.
Karena aku masih ingin Elanie menjadi milikku seutuhnya,”
“Agresif, Mr.Bieber. Tetapi tidak
apa-apa, dulu aku juga seperti itu pada istriku. Ia tidak ikut malam ini karena
menjaga anak kelima kami yang masih bayi,” ucap Patrick santai. Elanie hanya
bisa tersenyum ramah meski sedikit terkejut atas kejujuran Patrick yang luar
biasa. Namun Justin memang pria sanguin yang sulit menyembunyikan ekspresinya.
Matanya melotot, terkejut, dan tangan yang memegang pinggang Elanie sekarang
malah meremas pinggang istrinya yang telanjang.
“Lima?” Tanya Justin berusaha keras
untuk menyembunyikan perasaan terkejutnya.
“Yeah, Leslie, anak terakhir kami.
Dia sangat cantik namun sangat rewel. Jadi hari ini hanya aku yang pergi
sendiri untuk merayakan keberhasilan Mr. Donovan,” ucap Patrick kembali
menyesap anggurnya.
“Bagaimana rasanya memiliki banyak
anak?” Tanya semakin penasaran. Ia sungguh memiliki jiwa anak kecil di dalam
tubuhn yang tidak lepas sejak dulu. Rasa ingin tahunya sangat besar, tetapi
biasanya, ia tidak akan melakukan sesuatu yang lebih dalam lagi jika hal itu
berujung buruk. Justin tahu mana yang benar dan yang salah, tetapi mulutnya
memang tidak terorganisir begitu baik untuk menahan setiap ucapan yang keluar
dari mulutnya. Elanie menundukkan kepalanya satu kali untuk menahan tawanya
lalu kembali mendongak ketika ia merasa wajahnya sudah datar kembali.
“Biasa saja, tetapi diawal agak
menyeramkan. Kau akan terbangun subuh-subuh karena tangisannya. Kau harus
membuatkannya susu jika ia menangis. Tetapi dari seluruhnya, yang paling
menyiksa diriku sampai sekarang adalah memasangkan popok bagi mereka. Oh,
membayangkannya saja sudah membuatku geli,”
“Dan dimana bagian menyenangkannya?”
Tanya Justin, lagi. Elanie melipat bibirnya ke dalam karena ia sungguh lapar.
Ia ingin makan namun pembicaraan ini seperti tidak ada habis-habisnya.
“Kau bisa bermain dengan mereka,
terlebih lagi jika kau memiliki anak lelaki. Pasti dia akan menjadi sangat
menggemaskan dan lucu. Dan yeah, aku memiliki empat anak lelaki sekarang dan
satu perempuan, ya, yang paling terakhir itu,” ucap Patrcik, menceritakan.
Justin mengangguk satu kali. Ia sudah tidak tertarik lagi untuk membicarakan
tentang anak-anak pada Patrick atau siapa pun. Ia sudah terlanjur ketakutan.
Bangun subuh-subuh? Justin tergelak dalam hati. Tungguh sampai Denver mencium
bokongnya, baru Justin ingin bangun subuh. Dan memakaikan popok? Kepala Justin
sekarang mulai pening. Sungguh, ia tidak ingin memiliki anak sekarang. “Aku
pergi dulu, Mr.Bieber, Mrs. Bieber,” ucap Patrick berjalan meninggalkan mereka
berdua.
“Ternyata mempunyai anak tidak menyenangkan,”
bisik Justin mengikuti punggung Patrick yang masih kelihatan dan semakin lama
semakin hilang ke dalam lautan manusia. Justin pikir memiliki anak sangat
menyenangkan, tetapi mengapa Patrick menceritakan hal-hal yang berbanding
terbalik dari apa yang Justin lihat selama ini? LeBron tampak menyenangkan, ia
anak kecil yang pastinya tidak harus bangun pada saat subuh bukan? Pundak
Justin lesu begitu saja. Padahal ia sangat ingin memiliki anak, tetapi sekarang
keinginannya menjadi mimpi buruk baginya.
“Jangan takut, tidak ada yang perlu
kautakutkan, Justin. Aku masih menjadi milikmu. Kita masih bisa
bersenang-senang. Sekalipun kita memiliki anak nanti, aku masih menyayangimu,
kau tahu itu?”
“Yeah, tetapi kurasa kita harus
menunggu satu tahun ke depan untuk memiliki anak karena aku sungguh belum siap.
Apalagi setelah Patrick membicarakan hal-hal buruk tentang anak-anak, tubuhku
bergidik mendengarnya. Lagi pula, kita masih bisa menunggu bukan?”
“Ya, kau benar. Kita masih bisa
menunggu. Aku juga belum siap memiliki anak,”
“Kau milikku, Elanie. Kau milikku,”
ucap Justin menekan dan mengamini tiap ucapan yang keluar dari mulutnya. “Kita
harus segera pulang.”
***
Mereka tidak melakukan apa pun
kemarin malam saat mereka sampai di rumah karena Elanie masih datang bulan.
Justin harus menunggu sampai besok, kata Elanie mungkin besok ia sudah
benar-benar bersih. Justin masih memiliki waktu besok untuk bersenang-senang
bersama Elanie. Pagi itu tidak ada yang membangunkan Justin, Elanie sudah
bangun dan membersihkan tubuh—dan memang ia sudah berhenti datang bulan—di
kamar mandi. Elanie tidak sabar melakukan apa pun hari ini bersama dengan
Elanie. Kemarin malam menjadi sebuah masalah baru bagi Elanie. Elanie dapat
melihat ketakutan di mata Justin ketika Patrick menceritakan masalah-masalah
tentang anak-anaknya. Lagi pula, siapa yang mau memiliki 5 anak? Patrick
terlalu bernafsu bersama dengan istrinya di ranjang hingga menghasilkan 5 anak.
Tubuh Elanie bergidik meski air hangat sudah membasahi tubuhnya hanya karena
memikirkan betapa susahnya mengurus 5 anak dalam waktu satu hari.
Setelah membersihkan seluruh
tubuhnya, Elanie keluar dari pancuran air. Ia mengambil handuk di gantungan
lalu mengeringkan tubuhnya. Setelah tubuhnya kering, Elanie melilitkan handuk
itu di sekitar tubuhnya lalu berjalan keluar dari kamar mandi. Saat berada di
dalam kamar, Elanie melihat Justin yang sudah terbangun. Pria itu terduduk di
pinggir tempat tidur sambil mengucek-kucek matanya begitu asyiknya. Mungkin
sebentar lagi Justin akan menusuk-nusuk matanya jari telunjuknya itu. Elanie
melewati Justin untuk mengambil pakaiannya di dalam lemari. Puas mengucek
matanya, Justin tersenyum karena ia melihat pemandangan yang begitu indah.
“Selamat pagi, Elanie,” ucap Justin
dengan suasana hati yang lebih baik. “Aku akan menyikat gigiku dan kau jangan
pergi kemana-mana,” lanjut Justin berdiri dari tempat tidur lalu berjalan
menuju kamar mandi dan menghilang begitu saja. Elanie hanya memutar bola
matanya, berpikir bahwa suaminya memang gila. Yang bodohnya Elanie malah
mencintainya. Mungkin jika Justin tidak menikah dengan Elanie tetapi bersama
orang lain, pasti wanita yang menikah dengan Justin itu sudah meninggalkan
Justin dan menikah dengan pria lain. Siapa yang kuat tinggal bersama pria
cengeng seperti Justin? Takut berhubungan seks? Dan tidak tahu apa itu datang
bulan? Siapa yang kuat? Mungkin Elanie,
ia cukup berterima kasih pada Tuhan karena Tuhan hanya mencobanya selama
dua bulan setelah itu Justin menyatakan cintanya pada Elanie. Ucapan ‘aku cinta
kau’ dari Justin sungguh berarti bagi Elanie, terlebih lagi mengetahui sifat
Justin yang kekanak-kanakan pasti sulit membuatnya jatuh cinta. Atau bisa saja
Justin berpikir selama ini Justin dilecehkan oleh Elanie karena Elanie berani
menyentuh pahanya atau mencium bibirnya, untungnya, Justin tidak seperti itu.
Dia tidak sepenuhnya anak-anak.
Elanie menarik pakaiannya lalu ia
lempar ke atas tempat tidur. Ia membuka laci lemari untuk mengambil bra dan
celana dalamnya. Sambil memakai celana dalam dan bra, Elanie mendengar suara
Justin bernyanyi-nyanyi dalam kamar mandi. Lagu cinta. Whitney Houston.
“And
I…will always love you,” nada fals yang Justin keluarkan dari mulutnya
membuat Elanie tertawa. “Will always love
you,” Justin memanjangkan bagian ‘you’ dengan nada yang fals. Elanie
membayangkan Justin sedang memegang sikat gigi dan menyanyi-nyanyi di depan
cermin. “You know I’m drunk on love.
Drunk on love. Nothing can sober me up. Its all that I need,” Lagu lain
mulai Justin nyanyikan, kali ini Elanie tidak tahu lagu siapa itu. Astaga,
suaminya sungguh gila. Selesai memakai bra dan celana dalam, ia berjalan menuju
meja rias dan duduk di atas kursi. Ia mengambil lotion lalu mengoleskannya pada
seluruh tangan dan kakinya. Handuk masih menutupi tubuhnya yang telanjang.
“Maybe if we think
and wish and hope and pray it might come true. Pam, pam, pam. Baby then there
wouldn't be a single thing we couldn't do. We could be married. And then we'd be
happy. Wouldn't it be nice,”
nyanyi Justin begitu senang setelah beberapa menit Elanie tidak mendengar
suaranya. Sepertinya The Beach Boys berhasil membuat pagi Justin menjadi lebih
cerah. Elanie mengelus betisnya dengan lotion di telapak tangannya. Selesai
memakai lotion, Elanie mulai menyisir rambutnya yang masih basah. Ia butuh
pengering rambut sekarang, tetapi ia terlalu malas untuk mengambilnya. Baru
satu sisiran, Justin sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih
ceria.
“We already married. And we already happy. It
really feels nice,” nyanyi Justin dengan tangan dikepalkan seolah-olah ia
sedang memegang sebuah mikrofon. Lirik lagu itu salah, Justin mengubahnya
hingga Elanie terpaksa harus tertawa kembali. Apa yang terjadi pada suaminya? Justin
belum memakan gula pagi ini, well, tidak pernah memakan gula satu sendok.
Tetapi ia bergaya seperti anak kecil yang memakan gula dua sendok hingga ia
benar-benar aktif.
“Apa
yang terjadi padamu, Justin?” Tanya Elanie bingung. Tangannya terus menyisir
rambutnya yang kusut. Sebagai suami yang baik, Justin berjalan ke arah Elanie
lalu ia mengambil sisir yang dipegang oleh Elanie dan mulai menyisir rambut
istrinya. Justin sudah sering menyisir rambut ibunya, Lucinda, sejak ia masih
kecil. Karena dulu Justin sungguh menyukai rambut cokelat panjang bergelombang,
bedanya Elanie tidak bergelombang. Justin bersenandung dengan kepala yang
bergoyang-goyang menikmati lagunya sendiri. Elanie menipiskan bibirnya untuk
menahan senyum. Dari cermin, suaminya tampak sangat tampan dan segar, tetapi
Elanie masih penasaran apa penyebab Justin sesenang ini. Ia harus mencaritahu.
Dan Justin tidak menjawab pertanyaan Elanie.
“Justin,
apa yang terjadi padamu? Kau pasti bukan Justin. Dimana Justin, kau setan
pengganggu?” Tanya Elanie dengan suara yang dibuat-buat. Justin tetap
bersenandung, mengabaikan Elanie yang terus bertanya. Tangannya terus menyisiri
rambut istrinya dengan lembut. Justin merasa rambut itu sangat basah, ia
membutuhkan pengering rambut. Justin berjalan menuju pintu lemari pakaiannya
yang lain—yang lemarinya seperti sebuah kamar—untuk mencari dimana pengering
rambut istrinya. Pasti ada, tetapi Elanie malas mencarinya. Dan memang benar,
pengering rambut Elanie berada di antara sepatu-sepatu lemari pakaiannya.
Sungguh, istrinya sangat ceroboh. Justin keluar dari lemari pakaian dan
memasangkan pengering rambut untuk istrinya. Saat pengering rambut itu menyala,
Justin mengarahkan pada wajahnya lalu ia membuka mulut.
“Oh,
Elanie lihat mulutku,” Justin membuka mulutnya hingga angin yang keluar dari
pengering rambut membuat pipi Justin seperti melambai-lambai bagaikan bendera.
“Ah, sangat enak,” ujar Justin mengarahkan pengering rambutnya ke kepalanya
sehingga rambutnya berterbangan kemana-mana.
“Kau
ingin mengeringkan rambutku atau tidak?” Tanya Elanie berpura-pura kesal pada
ia senang melihat Justin bertingkah seperti itu.
“Maafkan
aku, aku memang menyukai pengering rambut. Mari kita rapikan rambut Mrs.Bieber,
istriku tersayang,” ucap Justin mulai mengeringkan rambut Elanie dengan penuh
kesabaran. “Kau tahu kenapa aku sangat senang hari ini?” Tanya Justin. Elanie
menggelengkan kepala.
“Apa?
Cepat beritahu aku,”
“Well,
kau tahulah, kau bilang padaku kalau kau akan selesai datang bulan hari ini.
Kau bersih hari ini. Jadi yah, aku ingin mengulang apa yang pernah terjadi satu
minggu yang lain. Dimana aku berada di atas tubuhmu, kita bergoyang bersama,
entahlah. Aku sangat menyukainya, Elanie. Aku juga sudah mencaritahu tentang
seks, jadi jika kau …jika kau mau melakukannya sekarang, aku akan sangat
senang,” Justin mematikan pengering rambut lalu menaruhnya ke atas meja rias.
Tangannya menyentuh kedua bahu Elanie yang telanjang. Mata biru Elanie
memerhatikan tangan Justin yang menyentuh bahunya itu dari pantulan cermin
sambil menelan ludah. Suaminya ingin melakukan hal itu sekarang?
“Kau
ingin melakukannya?” Tanya Elanie masih ragu.
“Yeah,
aku menunggunya lama sekali. Jadi aku sangat ingin melakukannya sekarang, aku
bisa menjilati kelaminmu. Di internet bilang itu tidak apa-apa, katanya itu
termasuk hal yang wajar untuk dilakukan. Kau mau aku melakukan itu? Well, balas
dendam. Kau sudah menjilati lubang pipisku dan rasanya sangat geli. Sudah tidak
berdarah lagi kan?”
“Bersih.
Aku sangat bersih,” bisik Elanie gugup. “Tetapi kurasa kita tidak perlu
melakukan ritual penjilatan alat kelamin, Justin. Aku takut kegelian,”
“Tidak
bisa, aku ingin melakukannya,” bisik Justin mencium leher Elanie dengan lembut.
“Aku akan menyentuhmu di sini dan di sini,” lanjut Justin berbisik menyentuh
salah satu buah dada Elanie lalu tangannya yang lain meraup alat kelamin Elanie
dengan lembut hingga Elanie menengadahkan kepalanya menyentuh bahu Justin.
Astaga, sentuhannya sungguh memabukkan.
“Jadi
kau ingin melakukannya, Elanie?” bisik Justin seduktif.
“Yeah,”
Elanie pasrah.
“Aku
yang memimpin.” Bisik Justin. “Dan kau akan kelelahan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar