Ia tidak menangis, untungnya. Elanie
mendesah dalam hati dengan perasaan lega. Justin sedang berada di kamar mandi
untuk membersihkan tubuhnya yang sudah lengket. Elanie masih belum dapat
menggerakan tubuhnya. Suaminya dengan penuh perhatian menyelimuti tubuh Elanie
yang polos tanpa sebenang kain pun. Meski Justin berusaha berkali-kali untuk
tidak menjerit tiap kali ia melihat kelamin Elanie yang berdarah. Bahkan
sekarang Justin menahan tangisnya di dalam kamar mandi karena menemukan alat
kelamainnya yang dilumuri dengan darah. Tetapi ia sudah berjanji pada Elanie
untuk tidak menangis. Setidaknya, setelah ini ia dimaafkan oleh Elanie.
Berpikir tentang apa yang baru saja ia lakukan bersama dengan Elanie membuat
Justin tersenyum-senyum di bawah pancuran air.
Ya ampun, tadi rasa nikmatnya tidak
dapat disangkal oleh siapa pun. Bahkan Justin. Jika boleh, Justin mau
melakukannya lagi dengan Elanie. Senyum Justin surut mengingat darah yang
melengket di sekitar alat kelamin istrinya. Pasti Elanie sangat kesakitan.
Sempat Justin berpikir, mungkin karena Justin menindih tubuh Elanie, Elanie
mengeluarkan darah itu. Justin mematikan pancuran air setelah busa di tubuhnya
sudah benar-benar menghilang. Ia mengambil handuk yang berada di dekatnya lalu
mengeringkan sekujur tubuhnya, begitu juga dengan rambut seksinya yang
menetes-neteskan air. Pria berotot itu berjalan keluar dari pancuran air ke
cermin. Ia melihat sebuah kotak di samping cermin itu—kotak P3K yang menempel
di tembok—lalu membukanya. Mata Justin melihat obat-obatan di dalam sana. Ia
juga melihat perban. Tetapi dengan otaknya ia berpikir, tidak mungkin alat
kelamin istrinya diperban. Mungkin dikompres dengan air hangat? Justin melihat
ke gantungan handuk. Masih ada beberapa handuk besar serta kecil yang
menggantung di sana. Dengan gagahnya, Justin menggantungkan handuk itu di
lingkaran pinggangnya. Sungguh seksi.
Justin keluar dari kamar mandi. Ia
melihat istrinya sudah terlelap dengan wajah damai. Lalu kembali ia masuk ke
dalam kamar mandi dan mengambil handuk kecil yang menggantung di gantungan
handuk. Setelah itu ia membasahi handuk itu ke air hangat—itu karena ia sudah
berada di kamar mandi selama lebih dari 10 menit sehingga air panas mulai
menyala—lalu memeras handuk itu hingga airnya tidak begitu banyak menetes-netes
ketika ia keluar nanti. Berjalan keluar dari kamar mandi, ia terpaksa
membenarkan handuk di pinggangnya karena handuk itu melorot.
“Ya ampun,” desah Justin
melingkarkan kembali handuk itu di sekitar pinggangnya lalu kembali berjalan
menuju Elanie yang terlelap. Justin naik ke atas tempat tidur, duduk di sebelah
Elanie lalu menatap wajah istrinya. Sungguh, Elanie sangat cantik bahkan Justin
bingung mengapa Elanie ingin bersama Justin. Mungkin memang sudah menjadi
takdir Justin hidup bersama dengan orang sesabar Elanie. Pelan-pelan Justin
menarik selimut yang menutupi tubuh Elanie sampai pada lututnya. Pelan-pelan
Justin melebarkan kedua kaki istrinya sehingga alat kelamin Elanie yang
berdarah itu terlihat. Justin meringis.
“Untung aku tidak berdarah,” gumam
Justin pelan-pelan membersihkan alat kelamin Elanie dengan sentuhan yang
lembut. Sesekali Justin melirik pada Elanie, takut-takut ia ditampar oleh
istrinya karena diam-diam telah menyentuh alat kelaminnya. Justin mendesis.
“Jangan bangun,” bisik Justin.
Ia kembali ke kamar mandi untuk
menyuci kain yang sudah dinodai oleh darah lalu membasahinay dengan air hangat
lagi dan kembali menuju Elanie lagi karena alat kelamin istrinya belum
benar-benar bersih. Justin melakukan hal itu berkali-kali pada Elanie sampai
alat kelamin itu bersih. Bahkan sesekali Justin hampir terpeleset di kamar
mandi atau handuk yang menggantung di pinggangnya merosot turun hingga alat
kelamin Justin kembali kelihatan. Pria itu benar-benar ingin membersihkan alat
kelamin Elanie agar Elanie dapat tidur dengan nyenyak tanpa harus khawatir saat
ia membuka mata didapatinya alat kelamin itu kotor karena darah.
Alat kelamin istrinya sudah bersih.
Ia menutupi tubuh Elanie dengan selimut hingga bahu istrinya. Setelahnya Justin
mengganti pakaian tidurnya dan berjalan menuju sofa yang terdapat di dalam
kamarnya. Bukan apa-apa, tetapi Elanie sudah mengambil semua tempat tidur hanya
untuk seorang diri. Jadi, Justin memutuskan untuk tidur di atas sofa. Justin
terbaring di atas sofanya lalu menatapi Elanie dari sudutnya. Ia berpikir,
setidaknya, alat kelamin itu tidak kotor lagi dan dapat membuat Elanie tidak
merasa risih saat tidur. Justin memejamkan matanya.
Apakah Justin jatuh cinta pada
Elanie?
***
Justin menggaruk-garuk lehernya
ketika orang yang ingin bekerja sama dengannya terus berbicara. Pikirannya
tidak bisa tenang karena ia meninggalkan Elanie tetap tertidur di atas tempat
tidur tanpa membangunkan Elanie. Elanie juga tidak mengirimkan pesan atau
menghubunginya sampai tengah hari seperti ini. Sempat Justin berpikir Elanie
meninggal karena berhubungan badan tadi malam. Bisa saja! Gadis yang sekarang
berubah menjadi wanita itu pendarahan tadi malam karena Justin! Justin tidak
bisa memaafkan dirinya sendiri jika ia mendapati Elanie tidak bernafas di
hadapannya. Tanpa mengatakan apa pun, Justin bangkit dari kursinya dan keluar
dari ruang pertemuannya. Ia harus melihat Elanie sekarang. Ia harus melihat
keadaan Elanie. Justin tidak mengerti perasaan apa yang sedang melanda hatinya.
Namun pikirannya terus tertuju pada Elanie. Biasanya ia tidak sabar pulang dari
kantor hanya karena ia ingin bermain dinosaurus. Asistennya mengejar Justin
saat Justin sudah berada di dalam lift, namun terlambat, pintu lift sudah
tertutup. Justin memang harus bertemu dengan Elanie sekarang.
Tetapi wanita itu baik-baik saja
sekarang. Seperti yang sering dilakukannya saja, menulis sebuah karangan di
laptopnya. Ia merasa lebih baik karena akhirnya Justin mau menyentuh tubuh Elanie.
Elanie merasa seperti wanita sejati sekarang. Ternyata rasanya sangat nikmat
tak tertahankan. Ingin Elanie melakukannya lagi, namun Justin sudah tidak
berada di rumahnya ketika Elanie membuka mata. Terlebih lagi, Elanie mendapati
kelaminnya sudah bersih. Pipi Elanie memerah berpikir apa yang Justin lakukan
padanya tadi malam pada kelaminnya hingga bersih seperti ini. Terlebih lagi
saat ia di kamar mandi, Elanie mendapati sebuah kain yang kotor karena darah.
Pipi Elanie semakin memerah. Ia menutup laptopnya lalu menundukkan kepalanya
malu-malu. Ya ampun, tidak mungkin Justin benar-benar membersihkan alat
kelaminnya dengan handuk itu. Namun percaya atau tidak percaya, pria itu memang
melakukannya untuk Elanie. Elanie membutuhkan Eline untuk berbicara. Karena
Justin, Elanie harus pergi keluar untuk menikmati harinya.
Elanie mendongak kepala ketika
telinganya menangkap suara bukaan pintu dari luar. Siapa yang masuk? Lalu suara
larian dari kaki terdengar menuju ke arahnya. Punggungnya menegak, Elanie cukup
panik. Siapa yang jam 11 siang datang ke rumahnya? Tidak mungkin Eline karena
Eline berjanji akan datang jam 1 nanti. Lalu siapa? Jawabannya sudah berada di
hadapannya. Pria jangkung dengan janggut yang mulai tumbuh sedikit di sekitar
dagunya berdiri dengan nafas terengah-engah. Justin Bieber, suaminya. Elanie
menggigit bibir bawahnya. Mengapa Justin ingin datang ke rumah di jam-jam
seperti ini? Elanie tidak tahu harus mengatakan apa setelah hubungan tadi malam
selain…
“Terima kasih,” bisik Elanie
malu-malu, pipinya bersemu merah. Justin mengangkat salah satu alisnya,
kebingungan dengan ungkapan istrinya. Terima kasih? Untuk apa? Justin melangkah
mendekati suaminya lalu jongkok di hadapan Elanie. Apa istrinya baik-baik saja?
Justin selalu curiga pada Elanie kalau Elanie selama ini berakting agar Justin
selalu riang.
“Apa kau baik-baik saja Elanie?”
Tanya Justin penuh perhatian. Elanie mengangguk, pipi itu kembali memerah.
“Baguslah. Aku pikir kau mati atau apa,” Justin terkekeh.
“Kau pikir aku mati?” Elanie
bertanya tak percaya. Suaminya berpikir Elanie mati? Karena apa? Kepalanya
terbentur sesuatu. Hubungan badan tadi malam. Elanie terkekeh. Ya ampun, tidak
mungkin Elanie akan mati hanya karena berhubungan badan. Bahkan Elanie ingin
merobek pakaian Justin agar mereka bisa berhubungan badan seperti tadi. Justin
menanggapi pertanyaan Elanie dengan anggukkan kepala. Justin mulai bersimpuh,
ia merogoh kantong celananya lalu mengeluarkan sebuah kalung dari sana.
“Ini untukmu, aku membelinya kilat
sebelum datang ke sini,” ucap Justin menyodorkannya pada Elanie. Elanie
terperangah. Ternyata Justin bisa bersikap romantis sama seperti pria normal
lainnya? Baru saja Elanie ingin mengambil kalung itu dari tangan Justin, segera
saja Justin menarik kalung itu sehingga Elanie tidak dapat meraih kalung itu.
“Aku pikir kau membelikannya
untukku,”
“Yeah, aku akan memberikannya padamu
jika kau jujur padaku apa kau baik-baik saja atau tidak. Karena tadi malam kau
berdarah, kau sadar itu?”—Justin terduduk di atas karpet—“Aku tidak ingin
mengambil resiko istriku mati hanya karena darah yang mengalir seperti kemarin.
Seperti yang kita berdua tahu, Elanie, kau pintar akting. Pasti kau tidak
baik-baik saja. Apa aku ..apa aku melakukannya dengan keras atau apa misalnya?”
Tanya Justin ragu-ragu. Tangan Justin kembali menggaruk-garuk lehernya sehingga
kalung yang dipegangnya terbang ke sana kemarin. Elanie menyentuh paha Justin
yang tertutupi oleh celana panjang berwarna hitam itu lalu mengelusnya. Tubuh
Justin menegak begitu saja. Otot-ototnya mengencang akibat sentuhan yang Elanie
berikan padanya.
“Aku baik-baik saja, sayang. Tidak
ada yang perlu kautakuti. Jika aku sakit, aku akan memberitahumu. Mengerti?”
Tanya Elanie mengelus pipi Justin lalu rahang bawahnya. Halus. “Aku mencintaimu.”
bisik Elanie mengecup singkat bibir Justin.
Aku
mencintaimu? Apa Justin juga harus mengucapkan hal itu pada Elanie? Pakar
cinta bagi Justin hanyalah dua orang kakaknya. Justin memejamkan matanya selama
beberapa detik. Sebentar lagi ia akan bertemu dengan dua orang sialan itu demi
meluruskan perasaan Justin yang aneh ini.
***
Angelo dan Robert menelan ludahnya
begitu susah agar bisa melewati tenggorokannya. Sialan. Apa? Adiknya sudah
berhubungan badan? Tidak mungkin! Justin pasti berbohong pada mereka berdua
agar mereka tidak menghina Justin lagi. Tetapi dimana-mana, ada satu hinaan
maka ada hinaan lain. Justin sedang meminum jus stroberi yang ia pesan dengan
cara duduk malas-malasan di atas kursi empuk yang ia duduki. Ia seperti anak
kecil yang perasaannya tidak boleh diganggu oleh siapa pun. Atau bisa dibilang,
Justin sedang galau. Ia bimbang apa
ia jatuh cinta pada Elanie atau tidak. Karena selama ini hanya Elanie yang
menyatakn cinta padanya sedangkan Justin hanya bisa membalas Elanie dengan
sebuah senyuman atau tawaran ingin bermain dinosaurus. Justin tidak sedang
berada dalam suasana ingin bermain dinosaurus atau membicarakan tentang
dinosaurus terbaru. Hanya satu topik yang ingin bicarakan dengan kedua
kakaknya; Elanie. Hanya wanita itu yang ingin ia bicarakan sekarang.
Justin bahkan tidak mengerti mengapa
ia ingin membelikan Elanie sebuah kalung sebelum ia datang ke rumah. Itu hanya
terlintas di otaknya agar Justin dapat melihat senyuman atau kebahagiaan dari
Elanie. Itu terasa natural tanpa ada rencana apa pun. Kedua kakaknya jadi tidak
enak hati untuk mengganggu adiknya lagi yang terlihat murung. Gejala-gejala ini
pernah mereka rasakan ketika mereka jatuh cinta pada istri mereka sekarang.
Hinaan untuk adiknya mereka hentikan di sini sebentar setelah itu ia akan
menghina kembali adiknya.
“Jadi, kau sudah berhubungan badan
dengannya? Apa dia tidak terkejut dengan kelaminmu yang kecil itu?” Tanya
Angelo yang ternyata tidak dapat menahan hinaan untuk adiknya. Justin hanya
membuang wajah dari Angelo lalu mendengus.
“Dia berdarah. Berarti punyaku
besar, tolol,” Justin kesal. Ia sungguh bimbang.
“Itu memang normal, idiot! Saat
gadis itu baru pertama kali berhubungan badan, selaput daranya akan robek
karena alat kelaminmu. Aku belum yakin punyamu besar sebelum Elanie
mengumumkannya padaku dan Robert,” balas Angelo lagi dengan senyum licik.
Justin masih tidak menoleh pada Angelo. Ia ingin menangis. Mengapa perasaan ini
membuatnya takut? Entah mengapa begitu banyak bayang-bayang di pikirannya kalau
Elanie akan meninggalkannya. Maka dari itu tadi Justin bersikap lembut namun
tegas pada Elanie agar Elanie tidak pergi darinya. Justin menggaruk lehernya
yang tidak gatal. Lama kelamaan Justin akan membutuhkan garpu untuk menggaruk
leher sialannya itu.
“Aku rasa aku jatuh cinta,” ucap
Justin akhirnya menoleh pada kedua kakaknya. Sontak Angelo dan Robert tertawa
terbahak-bahak hingga saling menepuk tubuh satu sama lain. Adik mereka pasti
sedang bercanda. Jatuh cinta? Seorang Justin Bieber jatuh cinta? Cium dulu
bokong mereka baru mereka percaya!
Angelo mendesis. “Tunggu dulu,
tunggu dulu. Siapa nama pria itu? Beritahu kami saja,”
“Ya, apa milik pria itu besar hingga
kau bisa jatuh cinta padanya?” Tanya Robert menambah-nambahi. Justin merasa ia
tolol dan bodoh karena telah bertanya pada kedua kakak autisnya. Robert dan
Angelo terus tertawa akan hinaan-hinaan mereka terhadap Justin. Astaga, mereka
pikir mereka bisa menahan hinaan mereka karena adiknya sedang berbicara serius
padanya.
“Aku serius, aku rasa aku jatuh
cinta padanya,” ucap Justin dengan tegas. Sontak Angelo dan Robert berhenti
tertawa. Mereka berdeham terlebih dahulu sebelum berbicara dengan adik
bungsunya lalu Angelo menarik nafas. “Aku takut dia pergi,”
Angelo menghela nafas. “Kau memang
jatuh cinta pada istrimu, Justin. Serius, itu kemajuan pesat. Akhirnya kita
berdua tahu dengan jelas kalau sekarang memang normal. Aku bersyukur pada Tuhan
karena Ia sudah meluruskan adikku yang awalnya melenceng. Aku ingin berterima
kasih pada Tuhan, pada ibu dan ayah, teman-temanku juga karena telah membuat
adikku normal kembali. Terlebih lagi Elanie, aku sangat menyayanginya seperti
adikku sendiri. Terima kasih sudah membuat adikku menjadi normal,” Angelo
berakting seperti artis yang mendapatkan piala penghargaan untuk karya mereka
di atas panggung lalu mengelap-ngelap matanya yang tidak basah itu. Justin
terkekeh, ia memang suka melihat kakaknya melakukan itu. Angelo selalu terlihat
lucu tiap kali Angelo melakukan akting ‘terima kasih Tuhan’ untuk Justin.
“Ayolah, Angelo, sungguh aku rasa
kau jatuh cinta padanya. Apa yang harus kulakukan?” Tanya Justin kebingungan.
Angelo tidak mau lagi bercanda.
“Kau hanya perlu pulang, nyatakan
cinta padanya lalu berhubungan badan lagi dengannya. Berkali-kali. Kalau perlu
sampai kalian berdua mati bersama. Itu romantis menurutku,”
“Kenapa tidak kau saja yang
melakukannya? Berhubungan badan sampai mati? Memangnya kau pikir itu bisa?
Bodoh sekali, tidak mungkin!” Justin berucap dengan sok tahu padahal ia baru
saja berhubungan badan dengan Elanie sebanyak satu kali. Robert hanya bisa
memaklumi ucapan Justin yang sok tahu itu, ia sudah terbiasa.
“Serius, kau harus bilang pada El
kalau kau jatuh cinta padanya,”
“Menurutmu begitu?”
“Tidaklah, bodoh! Menurutku, kau
harus naik ke gedung tertinggi di Atlanta lalu melompat dari sana tanpa
mengenakan alat pengaman apa pun lalu tidur di dalam tanah. Itu menurutku yang
harus kaulakukan,” Angelo mulai kesal. Justin menganggukkan kepalanya. Baiklah,
berarti menyatakan cinta pada Elanie. Justin harus mengumpulkan seluruh
tenaganya untuk menyatakan cinta pada Elanie! Ini adalah pernyataan cinta
pertamanya kepada orang lain selain keluarganya.
“Bagaimana cara bilangnya?” Tanya
Justin, polos. Angelo ingin sebuah tronton menabrak tubuhnya sekarang daripada
ia harus mati hanya karena kebodohan adiknya yang setara dengan otak udang.
Robert hanya bisa menahan tawanya, ia mengelus-elus atas bibirnya dengan jari
telunjuk.
“ ‘Aku baru saja menghamili seorang
pria, Elanie. Maafkan aku, aku mencintaimu.’ Selesai. Hanya itu yang perlu
kauucapkan. Bukankah itu sederhana?” Tanya Angelo dengan ucapan sarkastik.
Terpaksa Robert harus membalikkan tubuhnya ke belakang agar ia tidak tertawa
terbahak-bahak akan ucapan kakaknya. Demi apa pun tetapi Justin tolol sekali!
“Memangnya pria bisa hamil?” Tanya
Justin dengan polos, lagi.
“Bisa. Salah satunya kau. Karena kau
sudah berhubungan badan, kau akan hamil! Sebentar lagi, Justin! Cepat pulang
dan minta tanggungjawab dari Elanie!”
“Kau serius?” Justin bertanya dengan
raut wajah serius. Apa Justin idiot, tolol, bodoh, atau apa? Justin menelan
ludah, tangannya sudah menyentuh perutnya yang berotot. Apa sebentar lagi akan
ada seorang adik kecil di dalam perutnya? Tidak mungkin! Tetapi raut wajah
Angelo benar-benar meyakinkannya kalau ia akan hamil.
“Apa wajahku kurang meyakinkanmu?”
Tanya Angelo dengan tampang serius. Segera saja Justin bangkit dari sofa dan
meninggalkan kakaknya di sana. Saat punggung Justin menghilang dari pintu
restoran, mereka berdua tertawa sampai-sampai mereka merasa sebentar lagi
mereka akan mati! Seorang pria hamil? Mungkin hanya Justin yang menanggapi soal
itu dengan serius!
***
“Elanie, aku hamil.” ucap Justin
ketika ia melihat Elanie sedang berada di dalam dapur, sedang memotong keju.
Elanie terkejut akan kedatangan suaminya yang tiba-tiba itu padahal belum jam 5
sore, tetapi suaminya sudah pulang begitu cepat. Kepala Elanie menoleh untuk
melihat suaminya yang berdiri di mulut pintu dapur mereka dengan raut wajah
pucat. Astaga, apa yang terjadi pada Justin? Dan apa yang Justin katakan?
Justin hamil? Elanie menaruh pisau yang ia pegang itu lalu mengelap tangannya
di celemek putih yang ia pakai. Tangan Justin menyentuh perutnya dan berjalan
dengan pelan menuju Elanie.
“Aku hamil, Elanie.” Justin berucap
dengan ngeri. Elanie mendekati Justin lalu menyentuh perut Justin yang hanya
ditutupi oleh kemeja putih. Tangan itu meraba-raba perut Justin dengan lembut
hingga tubuh Justin kembali menegang. Apa yang terjadi dengan Justin lagi? Ia
tidak ingin berhubungan badan dulu dengan Elanie karena darah yang kemarin ia
bersihkan kemarin. Ia takut Elanie kembali berdarah. Telinga Elanie ditempelkan
pada perut Justin lalu Elanie terkesiap. “Apa yang terjadi Elanie? Apa aku
benar-benar hamil?”
“Ya Tuhan Justin,” Elanie menutup
mulutnya dengan raut wajah tak percaya. “Kau benar-benar …kau benar-benar
hamil?” Mata Justin membulat ketika Elanie berucap juga. Astaga, apa Justin
benar-benar hamil? Justin mundur beberapa langkah lalu pada akhirnya ia hampir
jatuh karena kepalanya mulai pening. Ia berpegangan pada pinggiran meja
dapurnya. Wajah Justin semakin pucat.
“Aku hamil?” Justin bertanya ngeri,
bahkan seperti ingin menangis. “Aku sebentar lagi memiliki seorang bayi?
Bagaimana bisa …ada seorang bayi di dalam perutku? Ya Tuhan, aku belum siap!”
Justin berujar dengan histeris, ia berteriak-teriak. Elanie melihat ekspresi
Justin yang ketakutan serta lucu dalam bersamaan. Ia tertawa melihat suaminya
yang berteriak-teriak ketakutan. Astaga, suaminya sungguh bodoh. Bagaimana bisa
seorang pria hamil? Justin masih berteriak mengatakan ‘aku belum siap memiliki
anak’ di depan Elanie.
“Dari mana anak itu keluar dari
perutku? Bagaimana caranya? Dari mana ia akan keluar Elanie?!” Tanya Justin
berlutut di hadapan Elanie lalu memegang kedua tangan Elanie, ia
menggoyang-goyangkan tangan itu seperti orang yang meminta permohonan. Elanie
hanya tertawa dengan tingkah Justin. Apa Justin sungguh percaya kalau ia
benar-benar hamil?
“Justin, Justin, hentikan.” Pinta
Elanie dengan lembut. Ia menarik tangan Justin agar suaminya bangkit. Justin
mengapus air matanya, ia masih takut akan berita kehamilannya. Jari-jari Elanie
mengapus air mata Justin dengan lembut, ia mengelapnya dengan penuh sabar.
Justin terisak. “Kau tidak perlu menangis sayang,”
“Tapi aku hamil, Elanie. Bagaimana
bisa aku tidak panik? Aku sudah bilang padamu kalau aku tidak siap memiliki
anak,” ucap Justin serius. Elanie tergelak.
“Kau tidak hamil, Justin-ku. Aku
yang akan hamil. Kau seorang pria. Seorang pria tidak akan pernah bisa hamil.
Jenis kelamin laki-laki tidak bisa hamil, kau mengerti? Hanya perempuan saja
yang bisa hamil. Kurasa aku akan benar-benar membawamu ke sekolah kembali agar
kau belajar tentang seks lebih banyak. Kau tidak memiliki sel telur, sedangkan
aku punya. Jika sel telur bersatu dengan sel sperma milikmu, kita akan memiliki
bayi. Kau mengerti? Tetapi tanpa sel spermamu, sel telurku hanya akan akan
menjadi darah nanti,”
“Darah yang kemarin? Ya ampun! Aku
telah …aku telah memecahkan anakku sendiri!” Justin berteriak histeris, ia
menangis. Sungguh, prianya sangat cengeng. Elanie tertawa hingga membuat Justin
berhenti meneteskan air matanya.
“Tidak, kemarin hanyalah selaput
dara. Nah, jika kita melakukannya terus menerus, kita memiliki peluang besar
untuk memiliki anak. Kau mengerti?”
Justin mengangguk. “Jadi, aku tidak
hamil?”
“Mustahil.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar