Sabtu, 31 Mei 2014

Pure Love Bab 7



            Ia tidak menangis, untungnya. Elanie mendesah dalam hati dengan perasaan lega. Justin sedang berada di kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah lengket. Elanie masih belum dapat menggerakan tubuhnya. Suaminya dengan penuh perhatian menyelimuti tubuh Elanie yang polos tanpa sebenang kain pun. Meski Justin berusaha berkali-kali untuk tidak menjerit tiap kali ia melihat kelamin Elanie yang berdarah. Bahkan sekarang Justin menahan tangisnya di dalam kamar mandi karena menemukan alat kelamainnya yang dilumuri dengan darah. Tetapi ia sudah berjanji pada Elanie untuk tidak menangis. Setidaknya, setelah ini ia dimaafkan oleh Elanie. Berpikir tentang apa yang baru saja ia lakukan bersama dengan Elanie membuat Justin tersenyum-senyum di bawah pancuran air.
            Ya ampun, tadi rasa nikmatnya tidak dapat disangkal oleh siapa pun. Bahkan Justin. Jika boleh, Justin mau melakukannya lagi dengan Elanie. Senyum Justin surut mengingat darah yang melengket di sekitar alat kelamin istrinya. Pasti Elanie sangat kesakitan. Sempat Justin berpikir, mungkin karena Justin menindih tubuh Elanie, Elanie mengeluarkan darah itu. Justin mematikan pancuran air setelah busa di tubuhnya sudah benar-benar menghilang. Ia mengambil handuk yang berada di dekatnya lalu mengeringkan sekujur tubuhnya, begitu juga dengan rambut seksinya yang menetes-neteskan air. Pria berotot itu berjalan keluar dari pancuran air ke cermin. Ia melihat sebuah kotak di samping cermin itu—kotak P3K yang menempel di tembok—lalu membukanya. Mata Justin melihat obat-obatan di dalam sana. Ia juga melihat perban. Tetapi dengan otaknya ia berpikir, tidak mungkin alat kelamin istrinya diperban. Mungkin dikompres dengan air hangat? Justin melihat ke gantungan handuk. Masih ada beberapa handuk besar serta kecil yang menggantung di sana. Dengan gagahnya, Justin menggantungkan handuk itu di lingkaran pinggangnya. Sungguh seksi.
            Justin keluar dari kamar mandi. Ia melihat istrinya sudah terlelap dengan wajah damai. Lalu kembali ia masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil handuk kecil yang menggantung di gantungan handuk. Setelah itu ia membasahi handuk itu ke air hangat—itu karena ia sudah berada di kamar mandi selama lebih dari 10 menit sehingga air panas mulai menyala—lalu memeras handuk itu hingga airnya tidak begitu banyak menetes-netes ketika ia keluar nanti. Berjalan keluar dari kamar mandi, ia terpaksa membenarkan handuk di pinggangnya karena handuk itu melorot.
            “Ya ampun,” desah Justin melingkarkan kembali handuk itu di sekitar pinggangnya lalu kembali berjalan menuju Elanie yang terlelap. Justin naik ke atas tempat tidur, duduk di sebelah Elanie lalu menatap wajah istrinya. Sungguh, Elanie sangat cantik bahkan Justin bingung mengapa Elanie ingin bersama Justin. Mungkin memang sudah menjadi takdir Justin hidup bersama dengan orang sesabar Elanie. Pelan-pelan Justin menarik selimut yang menutupi tubuh Elanie sampai pada lututnya. Pelan-pelan Justin melebarkan kedua kaki istrinya sehingga alat kelamin Elanie yang berdarah itu terlihat. Justin meringis.
            “Untung aku tidak berdarah,” gumam Justin pelan-pelan membersihkan alat kelamin Elanie dengan sentuhan yang lembut. Sesekali Justin melirik pada Elanie, takut-takut ia ditampar oleh istrinya karena diam-diam telah menyentuh alat kelaminnya. Justin mendesis. “Jangan bangun,” bisik Justin.
            Ia kembali ke kamar mandi untuk menyuci kain yang sudah dinodai oleh darah lalu membasahinay dengan air hangat lagi dan kembali menuju Elanie lagi karena alat kelamin istrinya belum benar-benar bersih. Justin melakukan hal itu berkali-kali pada Elanie sampai alat kelamin itu bersih. Bahkan sesekali Justin hampir terpeleset di kamar mandi atau handuk yang menggantung di pinggangnya merosot turun hingga alat kelamin Justin kembali kelihatan. Pria itu benar-benar ingin membersihkan alat kelamin Elanie agar Elanie dapat tidur dengan nyenyak tanpa harus khawatir saat ia membuka mata didapatinya alat kelamin itu kotor karena darah.
            Alat kelamin istrinya sudah bersih. Ia menutupi tubuh Elanie dengan selimut hingga bahu istrinya. Setelahnya Justin mengganti pakaian tidurnya dan berjalan menuju sofa yang terdapat di dalam kamarnya. Bukan apa-apa, tetapi Elanie sudah mengambil semua tempat tidur hanya untuk seorang diri. Jadi, Justin memutuskan untuk tidur di atas sofa. Justin terbaring di atas sofanya lalu menatapi Elanie dari sudutnya. Ia berpikir, setidaknya, alat kelamin itu tidak kotor lagi dan dapat membuat Elanie tidak merasa risih saat tidur. Justin memejamkan matanya.
            Apakah Justin jatuh cinta pada Elanie?


***


            Justin menggaruk-garuk lehernya ketika orang yang ingin bekerja sama dengannya terus berbicara. Pikirannya tidak bisa tenang karena ia meninggalkan Elanie tetap tertidur di atas tempat tidur tanpa membangunkan Elanie. Elanie juga tidak mengirimkan pesan atau menghubunginya sampai tengah hari seperti ini. Sempat Justin berpikir Elanie meninggal karena berhubungan badan tadi malam. Bisa saja! Gadis yang sekarang berubah menjadi wanita itu pendarahan tadi malam karena Justin! Justin tidak bisa memaafkan dirinya sendiri jika ia mendapati Elanie tidak bernafas di hadapannya. Tanpa mengatakan apa pun, Justin bangkit dari kursinya dan keluar dari ruang pertemuannya. Ia harus melihat Elanie sekarang. Ia harus melihat keadaan Elanie. Justin tidak mengerti perasaan apa yang sedang melanda hatinya. Namun pikirannya terus tertuju pada Elanie. Biasanya ia tidak sabar pulang dari kantor hanya karena ia ingin bermain dinosaurus. Asistennya mengejar Justin saat Justin sudah berada di dalam lift, namun terlambat, pintu lift sudah tertutup. Justin memang harus bertemu dengan Elanie sekarang.

            Tetapi wanita itu baik-baik saja sekarang. Seperti yang sering dilakukannya saja, menulis sebuah karangan di laptopnya. Ia merasa lebih baik karena akhirnya Justin mau menyentuh tubuh Elanie. Elanie merasa seperti wanita sejati sekarang. Ternyata rasanya sangat nikmat tak tertahankan. Ingin Elanie melakukannya lagi, namun Justin sudah tidak berada di rumahnya ketika Elanie membuka mata. Terlebih lagi, Elanie mendapati kelaminnya sudah bersih. Pipi Elanie memerah berpikir apa yang Justin lakukan padanya tadi malam pada kelaminnya hingga bersih seperti ini. Terlebih lagi saat ia di kamar mandi, Elanie mendapati sebuah kain yang kotor karena darah. Pipi Elanie semakin memerah. Ia menutup laptopnya lalu menundukkan kepalanya malu-malu. Ya ampun, tidak mungkin Justin benar-benar membersihkan alat kelaminnya dengan handuk itu. Namun percaya atau tidak percaya, pria itu memang melakukannya untuk Elanie. Elanie membutuhkan Eline untuk berbicara. Karena Justin, Elanie harus pergi keluar untuk menikmati harinya.
            Elanie mendongak kepala ketika telinganya menangkap suara bukaan pintu dari luar. Siapa yang masuk? Lalu suara larian dari kaki terdengar menuju ke arahnya. Punggungnya menegak, Elanie cukup panik. Siapa yang jam 11 siang datang ke rumahnya? Tidak mungkin Eline karena Eline berjanji akan datang jam 1 nanti. Lalu siapa? Jawabannya sudah berada di hadapannya. Pria jangkung dengan janggut yang mulai tumbuh sedikit di sekitar dagunya berdiri dengan nafas terengah-engah. Justin Bieber, suaminya. Elanie menggigit bibir bawahnya. Mengapa Justin ingin datang ke rumah di jam-jam seperti ini? Elanie tidak tahu harus mengatakan apa setelah hubungan tadi malam selain…
            “Terima kasih,” bisik Elanie malu-malu, pipinya bersemu merah. Justin mengangkat salah satu alisnya, kebingungan dengan ungkapan istrinya. Terima kasih? Untuk apa? Justin melangkah mendekati suaminya lalu jongkok di hadapan Elanie. Apa istrinya baik-baik saja? Justin selalu curiga pada Elanie kalau Elanie selama ini berakting agar Justin selalu riang.
            “Apa kau baik-baik saja Elanie?” Tanya Justin penuh perhatian. Elanie mengangguk, pipi itu kembali memerah. “Baguslah. Aku pikir kau mati atau apa,” Justin terkekeh.
            “Kau pikir aku mati?” Elanie bertanya tak percaya. Suaminya berpikir Elanie mati? Karena apa? Kepalanya terbentur sesuatu. Hubungan badan tadi malam. Elanie terkekeh. Ya ampun, tidak mungkin Elanie akan mati hanya karena berhubungan badan. Bahkan Elanie ingin merobek pakaian Justin agar mereka bisa berhubungan badan seperti tadi. Justin menanggapi pertanyaan Elanie dengan anggukkan kepala. Justin mulai bersimpuh, ia merogoh kantong celananya lalu mengeluarkan sebuah kalung dari sana.
            “Ini untukmu, aku membelinya kilat sebelum datang ke sini,” ucap Justin menyodorkannya pada Elanie. Elanie terperangah. Ternyata Justin bisa bersikap romantis sama seperti pria normal lainnya? Baru saja Elanie ingin mengambil kalung itu dari tangan Justin, segera saja Justin menarik kalung itu sehingga Elanie tidak dapat meraih kalung itu.
            “Aku pikir kau membelikannya untukku,”
            “Yeah, aku akan memberikannya padamu jika kau jujur padaku apa kau baik-baik saja atau tidak. Karena tadi malam kau berdarah, kau sadar itu?”—Justin terduduk di atas karpet—“Aku tidak ingin mengambil resiko istriku mati hanya karena darah yang mengalir seperti kemarin. Seperti yang kita berdua tahu, Elanie, kau pintar akting. Pasti kau tidak baik-baik saja. Apa aku ..apa aku melakukannya dengan keras atau apa misalnya?” Tanya Justin ragu-ragu. Tangan Justin kembali menggaruk-garuk lehernya sehingga kalung yang dipegangnya terbang ke sana kemarin. Elanie menyentuh paha Justin yang tertutupi oleh celana panjang berwarna hitam itu lalu mengelusnya. Tubuh Justin menegak begitu saja. Otot-ototnya mengencang akibat sentuhan yang Elanie berikan padanya.
            “Aku baik-baik saja, sayang. Tidak ada yang perlu kautakuti. Jika aku sakit, aku akan memberitahumu. Mengerti?” Tanya Elanie mengelus pipi Justin lalu rahang bawahnya. Halus. “Aku mencintaimu.” bisik Elanie mengecup singkat bibir Justin.
            Aku mencintaimu? Apa Justin juga harus mengucapkan hal itu pada Elanie? Pakar cinta bagi Justin hanyalah dua orang kakaknya. Justin memejamkan matanya selama beberapa detik. Sebentar lagi ia akan bertemu dengan dua orang sialan itu demi meluruskan perasaan Justin yang aneh ini.


***


            Angelo dan Robert menelan ludahnya begitu susah agar bisa melewati tenggorokannya. Sialan. Apa? Adiknya sudah berhubungan badan? Tidak mungkin! Justin pasti berbohong pada mereka berdua agar mereka tidak menghina Justin lagi. Tetapi dimana-mana, ada satu hinaan maka ada hinaan lain. Justin sedang meminum jus stroberi yang ia pesan dengan cara duduk malas-malasan di atas kursi empuk yang ia duduki. Ia seperti anak kecil yang perasaannya tidak boleh diganggu oleh siapa pun. Atau bisa dibilang, Justin sedang galau. Ia bimbang apa ia jatuh cinta pada Elanie atau tidak. Karena selama ini hanya Elanie yang menyatakn cinta padanya sedangkan Justin hanya bisa membalas Elanie dengan sebuah senyuman atau tawaran ingin bermain dinosaurus. Justin tidak sedang berada dalam suasana ingin bermain dinosaurus atau membicarakan tentang dinosaurus terbaru. Hanya satu topik yang ingin bicarakan dengan kedua kakaknya; Elanie. Hanya wanita itu yang ingin ia bicarakan sekarang.
            Justin bahkan tidak mengerti mengapa ia ingin membelikan Elanie sebuah kalung sebelum ia datang ke rumah. Itu hanya terlintas di otaknya agar Justin dapat melihat senyuman atau kebahagiaan dari Elanie. Itu terasa natural tanpa ada rencana apa pun. Kedua kakaknya jadi tidak enak hati untuk mengganggu adiknya lagi yang terlihat murung. Gejala-gejala ini pernah mereka rasakan ketika mereka jatuh cinta pada istri mereka sekarang. Hinaan untuk adiknya mereka hentikan di sini sebentar setelah itu ia akan menghina kembali adiknya.
            “Jadi, kau sudah berhubungan badan dengannya? Apa dia tidak terkejut dengan kelaminmu yang kecil itu?” Tanya Angelo yang ternyata tidak dapat menahan hinaan untuk adiknya. Justin hanya membuang wajah dari Angelo lalu mendengus.
            “Dia berdarah. Berarti punyaku besar, tolol,” Justin kesal. Ia sungguh bimbang.
            “Itu memang normal, idiot! Saat gadis itu baru pertama kali berhubungan badan, selaput daranya akan robek karena alat kelaminmu. Aku belum yakin punyamu besar sebelum Elanie mengumumkannya padaku dan Robert,” balas Angelo lagi dengan senyum licik. Justin masih tidak menoleh pada Angelo. Ia ingin menangis. Mengapa perasaan ini membuatnya takut? Entah mengapa begitu banyak bayang-bayang di pikirannya kalau Elanie akan meninggalkannya. Maka dari itu tadi Justin bersikap lembut namun tegas pada Elanie agar Elanie tidak pergi darinya. Justin menggaruk lehernya yang tidak gatal. Lama kelamaan Justin akan membutuhkan garpu untuk menggaruk leher sialannya itu.
            “Aku rasa aku jatuh cinta,” ucap Justin akhirnya menoleh pada kedua kakaknya. Sontak Angelo dan Robert tertawa terbahak-bahak hingga saling menepuk tubuh satu sama lain. Adik mereka pasti sedang bercanda. Jatuh cinta? Seorang Justin Bieber jatuh cinta? Cium dulu bokong mereka baru mereka percaya!
            Angelo mendesis. “Tunggu dulu, tunggu dulu. Siapa nama pria itu? Beritahu kami saja,”
            “Ya, apa milik pria itu besar hingga kau bisa jatuh cinta padanya?” Tanya Robert menambah-nambahi. Justin merasa ia tolol dan bodoh karena telah bertanya pada kedua kakak autisnya. Robert dan Angelo terus tertawa akan hinaan-hinaan mereka terhadap Justin. Astaga, mereka pikir mereka bisa menahan hinaan mereka karena adiknya sedang berbicara serius padanya.
            “Aku serius, aku rasa aku jatuh cinta padanya,” ucap Justin dengan tegas. Sontak Angelo dan Robert berhenti tertawa. Mereka berdeham terlebih dahulu sebelum berbicara dengan adik bungsunya lalu Angelo menarik nafas. “Aku takut dia pergi,”
            Angelo menghela nafas. “Kau memang jatuh cinta pada istrimu, Justin. Serius, itu kemajuan pesat. Akhirnya kita berdua tahu dengan jelas kalau sekarang memang normal. Aku bersyukur pada Tuhan karena Ia sudah meluruskan adikku yang awalnya melenceng. Aku ingin berterima kasih pada Tuhan, pada ibu dan ayah, teman-temanku juga karena telah membuat adikku normal kembali. Terlebih lagi Elanie, aku sangat menyayanginya seperti adikku sendiri. Terima kasih sudah membuat adikku menjadi normal,” Angelo berakting seperti artis yang mendapatkan piala penghargaan untuk karya mereka di atas panggung lalu mengelap-ngelap matanya yang tidak basah itu. Justin terkekeh, ia memang suka melihat kakaknya melakukan itu. Angelo selalu terlihat lucu tiap kali Angelo melakukan akting ‘terima kasih Tuhan’ untuk Justin.
            “Ayolah, Angelo, sungguh aku rasa kau jatuh cinta padanya. Apa yang harus kulakukan?” Tanya Justin kebingungan. Angelo tidak mau lagi bercanda.
            “Kau hanya perlu pulang, nyatakan cinta padanya lalu berhubungan badan lagi dengannya. Berkali-kali. Kalau perlu sampai kalian berdua mati bersama. Itu romantis menurutku,”
            “Kenapa tidak kau saja yang melakukannya? Berhubungan badan sampai mati? Memangnya kau pikir itu bisa? Bodoh sekali, tidak mungkin!” Justin berucap dengan sok tahu padahal ia baru saja berhubungan badan dengan Elanie sebanyak satu kali. Robert hanya bisa memaklumi ucapan Justin yang sok tahu itu, ia sudah terbiasa.
            “Serius, kau harus bilang pada El kalau kau jatuh cinta padanya,”
            “Menurutmu begitu?”
            “Tidaklah, bodoh! Menurutku, kau harus naik ke gedung tertinggi di Atlanta lalu melompat dari sana tanpa mengenakan alat pengaman apa pun lalu tidur di dalam tanah. Itu menurutku yang harus kaulakukan,” Angelo mulai kesal. Justin menganggukkan kepalanya. Baiklah, berarti menyatakan cinta pada Elanie. Justin harus mengumpulkan seluruh tenaganya untuk menyatakan cinta pada Elanie! Ini adalah pernyataan cinta pertamanya kepada orang lain selain keluarganya.
            “Bagaimana cara bilangnya?” Tanya Justin, polos. Angelo ingin sebuah tronton menabrak tubuhnya sekarang daripada ia harus mati hanya karena kebodohan adiknya yang setara dengan otak udang. Robert hanya bisa menahan tawanya, ia mengelus-elus atas bibirnya dengan jari telunjuk.
            “ ‘Aku baru saja menghamili seorang pria, Elanie. Maafkan aku, aku mencintaimu.’ Selesai. Hanya itu yang perlu kauucapkan. Bukankah itu sederhana?” Tanya Angelo dengan ucapan sarkastik. Terpaksa Robert harus membalikkan tubuhnya ke belakang agar ia tidak tertawa terbahak-bahak akan ucapan kakaknya. Demi apa pun tetapi Justin tolol sekali!
            “Memangnya pria bisa hamil?” Tanya Justin dengan polos, lagi.
            “Bisa. Salah satunya kau. Karena kau sudah berhubungan badan, kau akan hamil! Sebentar lagi, Justin! Cepat pulang dan minta tanggungjawab dari Elanie!”
            “Kau serius?” Justin bertanya dengan raut wajah serius. Apa Justin idiot, tolol, bodoh, atau apa? Justin menelan ludah, tangannya sudah menyentuh perutnya yang berotot. Apa sebentar lagi akan ada seorang adik kecil di dalam perutnya? Tidak mungkin! Tetapi raut wajah Angelo benar-benar meyakinkannya kalau ia akan hamil.
            “Apa wajahku kurang meyakinkanmu?” Tanya Angelo dengan tampang serius. Segera saja Justin bangkit dari sofa dan meninggalkan kakaknya di sana. Saat punggung Justin menghilang dari pintu restoran, mereka berdua tertawa sampai-sampai mereka merasa sebentar lagi mereka akan mati! Seorang pria hamil? Mungkin hanya Justin yang menanggapi soal itu dengan serius!


***


            “Elanie, aku hamil.” ucap Justin ketika ia melihat Elanie sedang berada di dalam dapur, sedang memotong keju. Elanie terkejut akan kedatangan suaminya yang tiba-tiba itu padahal belum jam 5 sore, tetapi suaminya sudah pulang begitu cepat. Kepala Elanie menoleh untuk melihat suaminya yang berdiri di mulut pintu dapur mereka dengan raut wajah pucat. Astaga, apa yang terjadi pada Justin? Dan apa yang Justin katakan? Justin hamil? Elanie menaruh pisau yang ia pegang itu lalu mengelap tangannya di celemek putih yang ia pakai. Tangan Justin menyentuh perutnya dan berjalan dengan pelan menuju Elanie.
            “Aku hamil, Elanie.” Justin berucap dengan ngeri. Elanie mendekati Justin lalu menyentuh perut Justin yang hanya ditutupi oleh kemeja putih. Tangan itu meraba-raba perut Justin dengan lembut hingga tubuh Justin kembali menegang. Apa yang terjadi dengan Justin lagi? Ia tidak ingin berhubungan badan dulu dengan Elanie karena darah yang kemarin ia bersihkan kemarin. Ia takut Elanie kembali berdarah. Telinga Elanie ditempelkan pada perut Justin lalu Elanie terkesiap. “Apa yang terjadi Elanie? Apa aku benar-benar hamil?”
            “Ya Tuhan Justin,” Elanie menutup mulutnya dengan raut wajah tak percaya. “Kau benar-benar …kau benar-benar hamil?” Mata Justin membulat ketika Elanie berucap juga. Astaga, apa Justin benar-benar hamil? Justin mundur beberapa langkah lalu pada akhirnya ia hampir jatuh karena kepalanya mulai pening. Ia berpegangan pada pinggiran meja dapurnya. Wajah Justin semakin pucat.
            “Aku hamil?” Justin bertanya ngeri, bahkan seperti ingin menangis. “Aku sebentar lagi memiliki seorang bayi? Bagaimana bisa …ada seorang bayi di dalam perutku? Ya Tuhan, aku belum siap!” Justin berujar dengan histeris, ia berteriak-teriak. Elanie melihat ekspresi Justin yang ketakutan serta lucu dalam bersamaan. Ia tertawa melihat suaminya yang berteriak-teriak ketakutan. Astaga, suaminya sungguh bodoh. Bagaimana bisa seorang pria hamil? Justin masih berteriak mengatakan ‘aku belum siap memiliki anak’ di depan Elanie.
            “Dari mana anak itu keluar dari perutku? Bagaimana caranya? Dari mana ia akan keluar Elanie?!” Tanya Justin berlutut di hadapan Elanie lalu memegang kedua tangan Elanie, ia menggoyang-goyangkan tangan itu seperti orang yang meminta permohonan. Elanie hanya tertawa dengan tingkah Justin. Apa Justin sungguh percaya kalau ia benar-benar hamil?
            “Justin, Justin, hentikan.” Pinta Elanie dengan lembut. Ia menarik tangan Justin agar suaminya bangkit. Justin mengapus air matanya, ia masih takut akan berita kehamilannya. Jari-jari Elanie mengapus air mata Justin dengan lembut, ia mengelapnya dengan penuh sabar. Justin terisak. “Kau tidak perlu menangis sayang,”
            “Tapi aku hamil, Elanie. Bagaimana bisa aku tidak panik? Aku sudah bilang padamu kalau aku tidak siap memiliki anak,” ucap Justin serius. Elanie tergelak.
            “Kau tidak hamil, Justin-ku. Aku yang akan hamil. Kau seorang pria. Seorang pria tidak akan pernah bisa hamil. Jenis kelamin laki-laki tidak bisa hamil, kau mengerti? Hanya perempuan saja yang bisa hamil. Kurasa aku akan benar-benar membawamu ke sekolah kembali agar kau belajar tentang seks lebih banyak. Kau tidak memiliki sel telur, sedangkan aku punya. Jika sel telur bersatu dengan sel sperma milikmu, kita akan memiliki bayi. Kau mengerti? Tetapi tanpa sel spermamu, sel telurku hanya akan akan menjadi darah nanti,”
            “Darah yang kemarin? Ya ampun! Aku telah …aku telah memecahkan anakku sendiri!” Justin berteriak histeris, ia menangis. Sungguh, prianya sangat cengeng. Elanie tertawa hingga membuat Justin berhenti meneteskan air matanya.
            “Tidak, kemarin hanyalah selaput dara. Nah, jika kita melakukannya terus menerus, kita memiliki peluang besar untuk memiliki anak. Kau mengerti?”
            Justin mengangguk. “Jadi, aku tidak hamil?”

            “Mustahil.” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar