Sabtu, 31 Mei 2014

Pure Love Bab 6




            Eline ingin tertawa. Astaga, apa yang dikatakan adiknya selama ini memang benar-benar terjadi. Ia pikir selama ini Elanie hanya berbohong padanya agar ia bisa datang ke Amerika untuk mengurusi masalah ini. Setelah ia melihat pria bertubuh tegap tadi meringkuk di lantai dekat tembok kamarnya, Eline terpaksa harus menahan tawanya. Orangtuanya sudah gila atau apa? Tega-teganya ayah dan ibu menjodohkan Elanie dengan seorang idiot seperti Justin. Elanie tidak senang bila suaminya dihina idiot karena Justin bukanlah seorang pria idiot. Ia hanya memiliki mental anak-anak dan ia butuh banyak pengalaman untuk menjadi seorang pria dewasa. Justin sudah berada di atas tempat tidurnya sedang menenangkan diri, sementara Elanie dan Eline berbicara di ruang santai.
            Eline harus segera pulang ke hotelnya. Ia datang lebih cepat ke Amerika hanya karena suami Eline memiliki pekerjaan selama dua minggu di Amerika, namun di negera bagian yang berbeda. Eline tidak memilih menginap di rumah orangtuanya, tidak ada alasan jelas dari Charlos, suami Eline. Elanie bersandar dengan kedua lutut yang ia angkat ke atas sofa. Mungkin sekarang waktunya ia bertanya pada Eline bagaimana caranya berhubungan badan—dia sebenarnya sudah tahu—atau lebih tepatnya, bagaimana cara membujuk Justin agar Justin bisa menyentuh Elanie.
            “Lakukanlah malam ini dengannya. Aku beritahu dari sekarang. Saat aku berhubungan badan untuk yang pertama kalinya, rasanya sakit. Jadi usahakan buat Justin panik karena kau berdarah dan kesakitan. Katakan hal-hal seperti ini sebelum kalian berhubungan badan. Cara utama? Pakai lingerie jika kau punya, maksudku, sialan, kau tidak punya lingerie? Tidak mungkin! Pasti ada seseorang yang membelikanmu lingerie. Setelah memakai pakaian seksi, kau dekati dia di atas ranjang,
            “Setelah itu elus tubuhnya, usahakan jangan buat dirimu terlihat seperti di film porno itu. Kalian pasti pernah berciuman bukan?  Ciuman kalian harus panas. Lalu sentuh bagian intimnya dengan tanganmu, goda dia. Kau sentuh celananya, buka celana Justin lalu keluarkan isinya dan jilat! Kau mengerti? Pasti kau pernah melihatnnya di internet. Kau pasti bisa melakukannya, Elanie, ah, sial, apa kau benar-benar tidak pernah berhubungan badan dengan Justin?” Elanie menggelengkan kepalanya. Jika Elanie sudah pernah berhubungan badan dengan Justin, sudah pasti ia tidak akan merengek-rengek pada Eline agar Eline cepat datang ke Amerika. Jantung Elanie berdegup kencang. Setidaknya, ia tahu bagian awal yang harus ia lakukan. Sisanya, Elanie hanya bisa menggunakan ilmu yang ia dapat dari internet. Baru Eline ingin berucap, Elanie langsung menutup mulut saudara kembarnya.
            “Sudah cukup. Aku sudah mengerti. Ya, aku akan melakukannya malam ini,” ucap Elanie tersenyum. Eline mengangkat salah satu alisnya, ia menyingkirkan tangan saudara kembarnya itu dari mulutnya. Justin berteriak dari lantai atas sampai-sampai Elanie terlonjak, terkejut. “Kurasa kau boleh pulang sekarang, Eline. Maafkan Justin, ia memang seperti itu,”
            “Untuk kali ini, ya, aku memaafkan suamimu. Aku tidak akan menceritakannya pada Charlos, kau tidak perlu takut. Omong-omong, hati-hati dengan pria seperti Justin. Ia seorang yang mudah cemburu. Jaga dirimu sebaik mungkin. Aku akan datang besok lagi ke sini untuk mendengar berita lebih lanjut,”
            “Kau yakin kau hafal jalan ke sini?” Tanya Elanie ragu-ragu. Eline bangkit dari sofa dengan raut wajah Apa-Aku-Tolol? Elanie mengangguk satu kali. Berarti Eline memang bisa datang ke sini tanpa perlu Elanie jemput. Padahal niatan Elanie pertama adalah ia akan menjemput Eline di hotelnya—hotel yang Eline tempati dekat dengan café yang sering Elanie kunjungi. “Jadi, tidak apa-apa kau pulang sekarang? Justin sudah memanggilku,”
            “Menurutku, lebih cepat lebih baik,” ucap Eline menyentuh pundak adik kembarnya yang masih terduduk di sofa. “Aku pulang. Jaga diri kalian berdua baik-baik,” lanjut Eline melangkah meninggalkan adik kembarnya di tempat. Gadis bertubuh ramping itu berjalan meninggalkan Elanie tanpa membalikkan tubuhnya lagi untuk yang terakhir kalinya. Ia tetap berjalan seperti model Victoria’s Secret menuju pintu rumah besar itu lalu menghilang dari pandangan Elanie.
            Jadi, malam ini?



***


            Elanie mengganti pakaiannya menjadi pakaian yang lebih seksi. Ia tidak berani memakai lingerie seperti yang disarankan Eline tadi. Celana pendek yang hanya menutupi bokongnya berhasil membuat Justin bingung dengan pakaian yang dikenakan istrinya. Terlebih lagi Elanie juga memakai kaos dengan potongan leher yang rendah, meski istrinya tidak memiliki belahan dada, tetap saja kulitnya yang putih mulus itu terlihat dengan jelas. Justin masih belum berani berbicara dengan Elanie karena ia takut Elanie memarahinya nanti. Elanie juga tidak mengucapkan apa pun selama ia mengganti pakaiannya di kamar. Justin bahkan tidak pergi kemana-mana saat Elanie mengganti pakaian di hadapannya! Ia sudah tidak begitu gugup dulu, itu menjadi sebuah langkah yang bagus untuk Justin.
            Elanie melepaskan ikatan rambut yang dari tadi ia pakai selama Elanie berbicara dengan Eline di bawah. Justin sebenarnya ingin bertanya, apa yang di bawah tadi itu adalah manusia? Bahkan sekarang Justin ragu kalau Elanie adalah manusia! Siapa tahu saja Elanie yang ada di hadapannya adalah alien yang berpura-pura menjadi Elanie. Lihat saja cara berpakaian Elanie, gadis itu berubah. Elanie menyimpan ikatan rambutnya di atas meja rias lalu berjalan ke atas ranjang. Gadis itu beranjak ke atas ranjang. Dengan gaya menungging seperti itu, Justin dapat melihat buah dada yang menggantung—meski tidak begitu besar—di dalam pakaian longgar itu. Elanie duduk menyilang di hadapan Justin lalu gadis itu mendesah.
            “Kakakku memaafkanmu atas apa yang kauperbuat padanya—menguncinya di dalam kamar, menarik-nariknya ke dalam mobil dan dibentak olehmu. Untungnya ia memaafkanmu. Tapi aku, aku rasa aku belum memaafkanmu,” ucap Elanie berakting. Ia mengerucutkan bibirnya lalu mendecak. Justin merasa sangat bersalah pada Elanie sekarang. Pasti Elanie benar-benar tidak memaafkannya! Justin mencondongkan tubuhnya ke depan, ia menyentuh tangan Elanie.
            “Mengapa?” Tanya Justin hati-hati. Saat Elanie mendongak untuk melihat Justin, pria itu langsung menarik tangannya dari tangan Elanie. Elanie mulai merangkak ke arah Justin, lagi. Ia mendekati telinga Justin lalu berbisik di telinga suaminya.
            “Kau belum menyentuhku sama sekali. Jika kita berhubungan badan hari ini dan seterusnya, 9 bulan ke depan kau bisa menikmati buah dadaku yang memiliki air susu,” bisik Elanie. Ia menjauhi Justin yang tubuhnya sudah menegang. Elanie menggigit bibirnya, sontak Justin semakin gugup dengan apa yang istrinya minta. Apa itu syarat mati Justin agar Elanie bisa memaafkannya? Demi dinosaurus-dinosaurusnya, ia bahkan tidak berani menyentuh paha yang sekarang ia lihat! Justin berpikir sebentar. Apa jika ia menyentuh paha itu, istrinya akan marah padanya? Justin tidak tahu pasti. Tetapi Justin rasa ia tidak akan dimarahi oleh Elanie. Karena Elanie yang meminta sendiri padanya. Justin menggigit bibir bawahnya hingga bibir atasnya seperti paruh bebek. Elanie tersenyum miring karena kemanisan dari wajah yang dibuat suaminya itu. Akhirnya Justin mengangguk pasrah. Dari pada ia tidak bisa menyentuh buah dada Elanie lagi, lebih baik ia berhubungan badan dengan Elanie agar ia bisa menyentuh buah dada itu seterusnya. Dan apa tadi yang Elanie katakan padanya? 9 bulan ke depan ia akan mendapatkan air susu dari buah dada yang sekarang ia lihat dari kaos tembus pandang itu? Berikan pada Justin sekarang!
            “Jadi, aku harus melakukannya dari mana?” Pertanyaan tolol dan memalukan itu Justin utarakan dengan raut wajah polos. Elanie mulai membuka kaos yang ia kenakan hingga tubuh Justin kembali menegang. Sialan betul tantangan yang Justin dapatkan dari istrinya! Tetapi, itu bukan menjadi suatu masalah besar. Ini hanya berhubungan badan yang biasa para suami-istri lakukan. Tidak ada yang perlu kautakuti Justin, ucap Justin dalam hati berharap.
            “Sebelum itu ada yang ingin kuberitahukan padamu, Justin. Saat kita berhubungan badan, jangan menangis. Kau tidak akan kotor. Tidak perlu, kau tidak perlu menyikat alat kelaminmu setelah berhubungan badan denganku. Jika aku mendesah, mengerang atau menjerit, anggap saja aku sedang bahagia karena kau melakukannya untukku. Jika ada darah yang keluar dari alat kelaminku, jangan panik. Aku tidak terluka, jadi jangan menangis. Intinya, jangan menangis dan panik saat kita melakukan ini. Oke, Justin?”
            Justin mengangguk ragu. “Kau akan berdarah?” Tanya Justin bergidik. Ya ampun, alat kelamin istrinya akan berdarah. Bagaimana bisa Justin tidak akan panik.
            “Ya, aku akan berdarah. Tetapi aku tidak terluka, mungkin hanya seperti disuntik,” ucap Elanie sok tahu. Ia juga padahal dalam hati dari tadi menjerit agar rasa sakit yang akan ia rasakan nanti tidak begitu sakit dan bertahan lama.
            “Jadi, aku harus memulainya dari mana?” Tanya Justin, lagi. Elanie tersenyum.
            “Cium aku.”
            “Cium kau sekarang? Berapa kali atau berapa lama?” Tanya Justin, lagi dengan pertanyaan tolol. Elanie mengedik bahu. Karena sikap acuh dari Elanie seperti itu, segera saja Justin bangkit dari duduknya, ia menungging lalu mengecup bibir Elanie. Justin tidak ingin mengecewakan istrinya, ia menarik leher Elanie dengan tangan yang gemetaran. Mulut mereka menyatu. Lidah Justin melesak masuk ke dalam mulut Elanie yang harum karena lemon tea yang diminumnya 1 jam yang lalu. Mereka berdua memejamkan mata untuk menikmati ciuman panas itu. Justin menelan setiap saliva yang Elanie berikan padanya. Terasa sangat intens dan kotor. Tubuh Justin merasakan getaran yang sama lagi tiap kali Justin juga menyentuh paha Justin. Entah aba-aba dari mana, Justin mendorong tubuh Elanie ke atas tempat tidur sampai Elanie telentang di bawahnya. Ciuman itu terus berlanjut tanpa tangan Justin menyentuh apa pun selain leher Elanie. Lalu Elanie memiringkan kepalanya sehingga bibir Justin hanya bersentuhan dengan pipinya.
            “Sentuh aku,” pinta Elanie menunjuk ke arah buah dadanya. Mata Justin yang awalnya melihat wajah Elanie langsung berpindah pada buah dada yang tertutup bra di hadapannya. Ia menelan ludahnya. Justin sudah sering melakukan ini, jadi untuk apa Justin takut? Pelan-pelan Justin mengangkat bra merah yang Elanie kenakan lalu terpampanglah buah dada yang mirip dengan milik ibunya.
            “T-tapi ini tidak mengeluarkan air susu,” bisik Justin menggigit bibirnya. Elanie terdiam, dia berusaha untuk tetap menjaga nafsunya. Tanpa mengatakan apa pun, Justin menurunkan kepalanya ke daerah buah dada Elanie lalu mengecup puncak puting buah dada yang tidak besar itu. Elanie tersentak. Terpaksa Justin menarik kepalanya. “S-sakit?” Justin bertanya ragu-ragu.
            “Tidak, lanjutkan saja Justin,” bisik Elanie. Justin kembali mengecupi ujung puting buah dada Elanie dengan lembut kali ini. Elanie mendesah pelan. Lidah Justin dijulurkan—ia teringat akan film porno yang ia tonton—ke arah puting buah dada istrinya lalu menjilat-jilatinya dengan gerakan lidah yang cepat. Tubuh Elanie melengkung ke bawah. Ya Tuhan, Elanie tidak tahu kalau rasanya akan senikmat ini! Tangan Justin meremas-remas buah dada Elanie yang lain, sementara mulutnya di buah dada Elanie yang satu lagi. Jika satu jilatan berharga 1 dolar, Justin akan melakukannya setiap hari. Lagi pula, buah dadanya lebih enak dibanding punya ibunya!
            Tubuh Elanie tidak bisa diam hingga Justin benar-benar jengkel. Segera saja Justin menindih tubuh Elanie lalu memakan buah dada Elanie yang belum tersentuh mulutnya. Pria itu tidak seperti anak kecil. Elanie bahkan sekarang merasa nikmat tiada tara. Berkali-kali Elanie menggigit bibirnya agar ia tidak mendesah atau mengerang. Baru disentuh seperti ini saja Elanie sudah merasa seperti di surga. Entah datang dari mana asalnya, sekujur tubuh Elanie bergetar di bawah sentuhan Justin dengan pinggul yang bergoyang-goyang. Ia menyembunyikan mulutnya ke dalam leher Justin agar erangan tertahannya tak terdengar Justin—ia takut Justin panik tiba-tiba. Justin merasa kegelian. Pria itu segera bangkit dari tubuh Elanie dengan mulut yang basah. Elanie ternyata baru sadar kalau ia sedang mengalami pelepasan. Hanya dengan sentuhan di buah dadanya? Justin luar biasa!
            “Oh lihat! Bagian tengahnya memerah,” Justin tertawa seperti anak kecil. “Keren sekali. Aku bisa melakukan tiap hari kalau begitu,” lanjut Justin cekikikan. Astaga, Elanie masih tidak percaya kalau pria inilah yang memberikannya pelepasan.
            “Bagianku,” ucap Elanie mulai bangkit. Kau sentuh celananya, buka celana Justin lalu keluarkan isinya dan jilat! Ucapan Eline masih menempel di otaknya. Elanie mulai menungging di hadapan Justin yang bersimpuh. “Buka celanamu,” perintah Elanie.
            “B-buka celanaku?” Tanya Justin, ragu. Elanie mengangguk satu kali. Dengan segera Justin membuka celananya. Ia berdiri di atas tempat tidur dan membuka celana panjangnya dengan cepat. “Boxernya juga?”
            “Ya, buka semuanya,” perintah Elanie. Justin terbelalak dengan permintaan istrinya. Buka semaunya? Berarti, alat kelaminnya akan kelihatan, begitu?
            “Tapi aku malu. Bagaimana jika ada orang yang masuk dan melihatnya?” Tanya Justin cemas, ia menggaruk-garuk leher seperti anak kecil yang kebingungan. Elanie tidak ingin banyak bicara. Dengan cepat ia menurunkan boxer serta celana dalam yang Justin kenakan. Sontak Justin langsung menutup alat kelaminnya dan mundur beberapa langkah di atas tempat tidur dari Elanie. Wajah Justin pucat.
            “Tidak apa-apa, Justin. Duduklah,” pinta Elanie bersabar.
            “Aku malu, Elanie! Aku malu. Bagaimana jika memang ada orang yang mengintip kita? Aku takut,” ucap Justin merajuk, pria itu menggigit pipi bagian dalamnya. “Aku takut kau tidak akan menyukainya. Lagi pula untuk apa kau melihat alat kelaminku?”
            “Untuk memberikanmu pengalaman yang kita berdua tidak pernah miliki,” ucap Elanie tersenyum lembut pada semuanya. Justin melirik ke seluruh sudut kamarnya. Takut-takut ada kamera pengintai yang melihatnya tidak memakai celananya. Bukan apa-apa, tapi selama ini hanya ibu dan ayahnya—dan juga kakak-kakaknya—yang melihat alat kelamin Justin! Meski hanya sampai umur Justin 8 tahun, tetapi tetap saja Justin malu jika Elanie melihatnya. “Tidak apa-apa. Kita suami-istri Justin,” bujuk Elanie. Perasaan takut menyerang tubuh Justin ketika ia mulai turun untuk duduk berhadapan dengan istrinya. Sebenarnya Justin ingin menutupi bokongnya yang putih itu, tetapi alat kelaminnya harus ditutupi dengan dua tanga agar tidak kelihatan.
            Setelah benar-benar duduk Justin langsung menarik selimut yang berada di dekat Elanie. Langsung saja Elanie menarik selimut itu agar Justin tidak menutupi alat kelaminnya. Justin merajuk. Justin menundukkan kepalanya. Sebenarnya, Elanie juga takut-takut menyentuh alat kelamin Justin, tetapi ini demi kebaikan mereka bersama. Dengan penuh kesabaran Elanie menarik tangan Justin yang menutupi alat kelaminnya. Justin tidak mengatakan apa pun, ia hanya bisa pasrah. Oh? Ternyata sudah …tegak saat dibuka. Elanie melihat sejenak pemandangan yang selama ini tidak pernah ia lihat di dunia nyata. Ternyata sangat …besar. Elanie menelan ludahnya. Justin menggaruk-garuk lehernya kembali.
            “Apa kita akan melakukan adegan di film yang dua orangnya tidak memakai pakaian?” Tanya Justin ragu-ragu. Elanie mengangguk, ia mencondongkan tubuhnya ke arah Justin hingga buah dadanya menyentuh dada Justin yang dilapisi dengan kemeja putih. Bibir mereka terus bersentuhan sampai akhirnya tangan Elanie menyentuh alat kelamin Justin.
            “Apa yang kaulakukan Elanie? Tidak!” Justin berteriak panik.
            “Jangan panik sayang,” bisik Elanie yang pertama kali memanggil Justin ‘sayang’. Tubuhnya kegelian. Ternyata, memanggil sayang pada Justin tidak seburuk yang Elanie kira. Tubuh Justin bergetar ketika tangan Elanie yang lembut menyentuh alat kelaminnya naik-turun. Justin mengerang. Apa yang terjadi padanya? Elanie menurunkan tubuhnya lalu ia mendekati bibirnya ke ujung alat kelamin Justin. Ia mengecupinya dengan lembut.
            “Mengapa kau mencium lubang pipisku? Astaga, kau jorok sekali,” ucap Justin, namun ia tidak menahan Elanie untuk tidak melakukan itu. Elanie hanya tertawa dengan tingkah Justin yang polos, sama sepertinya. Kembali Elanie mengecup ujung alat kelamin Justin hingga tubuh Justin tersentak ke atas. Elanie mulai menjilat alat kelamin itu. Ia berusaha menikmatinya—yang memang semakin lama semakin ia nikmati karena Justin mulai mendesah-desah keenakan. Justin meremas sprei tempat tidurnya, kakinya menegang. Otot-ototnya mengencang tiap kali mulut itu mengapit alat kelaminnya. Memang benar apa yang Justin katakan, punyanya memang besar.
            “Sudah, jangan. Aku akan pipis. Aku harus ke kamar mandi,” ucap Justin mendorong-dorong kepala Elanie agar menjauh dari alat kelaminnya. Elanie terus mengulum alat kelamin Justin hingga mulutnya pun dan merasakan denyutan di sana. Sebelum Justin benar-benar keluar, Elanie melepaskan alat kelamin itu dari mulutnya hingga terdengar bunya pop!
            “Jadi kau mau pipis?” Tanya Elanie berdiri di hadapan Justin.Elanie membuka celana pendeknya begitu pun dengan celana dalamnya. Justin menatapi pemandangan di hadapannya, ia langsung lupa dan terhipnotis. Ya ampun, apa yang dilakukan istrinya? Ia memerhatikan daerah yang berbentuk segitiga tanpa bulu—di film itu wanitanya memiliki bulu tipis yang tidak begitu banyak—berwarna putih susu. Mengapa berbeda? Justin menelan ludahnya, lalu kepalanya tergeleng.
            “Tidak, apa punyamu juga berwarna merah muda?” Tanya Justin tidak berani menyentuh paha Elanie. Elanie mengedik bahu. “Apa boleh aku menyentuh bokongmu?” Justin bertanya. Ia teringat dengan bokong wanita di film itu—punya bintang porno itu sangat besar. Justin melihat bokong Elanie dari samping dengan tubuhnya yang ia miringkan. Astaga, Justin langsung memejamkan matanya. Ternyata punya Elanie lebih …lucu. Justin membuka sebelah matanya lalu melihat bokong mulus. Inikah milik Justin?
            “Kau hanya akan melihatnya atau akan menyentuhnya?” Tanya Elanie masih berdiri di hadapan Justin. Justin ragu-ragu ingin menyentuh bokong itu. Matanya beralih pada alat kelamin Elanie yang berbentuk segitiga dan kelihatan lucu serta mengkilap.
            “Kau baru pipis atau apa?” Tanya Justin dengan jari telunjuk yang menyentuh alat kelamin Elanie. Sontak Elanie mundur beberapa langkah. Astaga, ia seperti disengat oleh listrik. Sungguh, jika Justin normal, sudah dari tadi mereka mengerang bersama-sama dengan tubuh yang menempel.  “Kenapa lengket? Apa pipis perempuan memang lengket?”
            “Bukan, Justin. Kita akan pergi ke sekolah lagi untuk memberikanmu pelajaran seks agar kau mengerti. Ini bukan pipis, ini cairan pelumas. Well, semacamnya. Jika kau terangsang, cairain ini akan keluar. Seperti punyamu saja,” ucap Elanie menyentuh ujung kelamin Justin dengan ujung jari telunjuknya yang tidak berkuku panjang. Justin tersentak satu kali. Justin melihat kelamin yang ternyata memang sama mengkilapnya dengan milik Elanie.
            “Berarti kita sama atau apa?” Tanya Justin.
            “Kita berbeda. Wanita dan pria berbeda,” ucap Elanie mulai duduk di hadapan Justin. Ia lalu telentang di bawah Justin. “Sekarang tindih tubuhku,” perintah Elanie berusaha untuk bersabar. Justin langsung mengikuti apa yang Elanie katakan. Ia menindih tubuh Elanie tanpa berpikir dulu. Bodohnya, ia menindih tubuhnya tidak ditahan oleh kedua tangannya sehingga Elanie keberatan. Elanie tidak bisa bernafas, dia mendorong tubuh Justin ke atas.
            “Oh, maaf. Kupikir kau memintaku menindihmu,” ucap Justin mulai menahan tubuhnya sehingga sekarang Justin melayang di atas tubuh Elanie. Kulitnya dengan kulit Elanie bersentuhan. Ya ampun, Justin tidak pernah berpikir tubuh Elanie akan selembut ini. Justin masih mengenakan kemeja putihnya, Elanie juga tidak melarang Justin untuk tidak membuka kemeja putihnya. Justin menelan ludah. Jarak mereka …bukan jarak, mereka sudah tidak memiliki jarak karena tubuh mereka bersentuh. Apalagi paha Justin yang sekarang benar-benar menyentuh paha Elanie yang berkeringat.
            “Jangan panik apa pun yang terjadi, Justin. Aku mencintaimu. Tidak ada yang perlu kautakuti,” ucap Elanie mengelus rambut Justin, ia menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga Justin. Justin menganggukkan kepalanya dengan mantap, ia percaya diri sekarang. “Sekarang, aku akan menuntun kelaminmu untuk masuk ke dalamku. Kau mengerti?”
            “Y-ya. Tapi kau akan sakit. Punyaku kan …panjang?” Justin berucap dengan ragu. Elanie terkekeh akan ucapan Justin. Justin jadi ikut tertawa karena tawa dari istrinya. Ia suka melihat pemandangan ini. Masalahnya adalah Elanie jarang tertawa, kemungkinan besar karena setiap hari Justin membuat Elanie kesal. Justin mengecup bibir Elanie sehingga tawaan itu menghilang begitu saja.
            “Tidak apa-apa. Mungkin akan sakit sedikit. Ayo kita masukan bersama-sama,” ucap Elanie dengan lembut. Elanie memejamkan matanya saat tangannya turun ke bawah, memegang kelamin Justin dan berusaha untuk menuntun kelamin itu masuk ke dalam tubuhnya. Elanie terkesiap ketika kepala kelamin Justin menyentuh mulut kelamin Elanie. Elanie sudah dapat merasakan kepala itu berada di lubangnya, Elanie menarik nafas dalam-dalam. “Sekarang dorong,” pinta Elanie. Tanpa mengucapkan apa-apa, Justin memasukkan kelaminnya ke dalam. Pria itu mengerang hingga kepalanya mendongak. Astaga, apa-apaan yang sedang terjadi? Rasanya sangat nikmat! Justin tidak pernah berpikir kalau ia sekarang melakukan hubungan badan dengan istrinya sekarang. Ini sangat mustahil. Elanie merintih di bawah Justin, berjuang untuk menahan rasa sakitnya ketika kelamin Justin masuk ke dalam dirinya.
            “Lagi,” pinta Elanie dengan air mata yang mulai menetes akibat kesakitan. Justin mendorong dengan kencang hingga seluruhnya masuk ke dalam. Elanie berteriak hingga Justin berpikir telinganya hilang. Istrinya mencakar punggungnya yang—untungnya—dilindungi oleh kemeja putih. Elanie diam sejenak untuk merasakan kelamin Justin yang sekarang sudah berada di dalam tubuhnya. Mereka berdua bernafas agar bisa menenangkan diri. Justin mengangkat kepalanya—dari tadi ia menyelipkan kepalanya ke leher Elanie—untuk melihat Elanie. Mata Elanie berair. Bukankah Elanie bilang jangan menangis? Mengapa Elanie sendiri menangis? Apa yang baru saja Justin perbuat?
            “Yang mana yang sakit, Elanie?” Tanya Justin ragu-ragu. Kemanusiaan Justin muncul tiap kali ia melihat seseorang menangis atau tersakiti. Apalagi jika anak kecil yang menangis. Elanie menggelengkan kepalanya. Mata biru Elanie terlihat mengkilap ketika Elanie membuka matanya lalu ia tersenyum.
            “Tidak apa-apa. Sekarang, gerakan pinggulmu pelan-pelan. Mengerti?” Tanya Elanie. Justin bisa melakukannya. Ia mengangguk lalu pelan-pelan ia menggerakan pinggulnya. Mereka berdua mengerang bersama. Tetapi Justin tidak menghentikan gerakannya. Elanie merasa dirinya sesak. Ya Tuhan, ia benar-benar melakukannya dengan Justin. Pria itu terus menggerak-gerakan tubuhnya di atas tubuh Elanie tanpa mengeluarkan kelamin itu dari tubuh Elanie. Awalnya gerakan itu lambat, namun entah dapat kekuatan dari mana Justin menggerakan pinggulnya semakin cepat. Elanie tersentak-sentak di atas tubuh Justin. Keringat mereka terus keluar dari kulit. Membuat bunyi aduan dari kedua daging itu semakin terdengar seksi.
            Elanie mengerang, mendesah, dan kadang menjerit. Sedangkan Justin tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya yang pasti ia tidak ingin berhenti menggerakan pinggulnya. Ia merasakan rasa yang enak tiap kali ia memasukkan dirinya ke dalam tubuh Elanie. Kepala Justin menunduk untuk melihat Elanie, ia melihat istrinya tersentak-sentak di bawah tubuhnya dengan alis yang bertaut. Ya ampun, inikah istrinya? Sangat seksi, panas. Justin merasa seperti berada di dalam film porno yang ia tonton saat itu. Kali ini ia melakukannya. Tiba-tiba Justin merasa sebentar lagi ia akan pipis.
            “Ya Tuhan, Elanie aku ingin pipis. Aku harus berhenti,” namun Justin tidak melakukannya. Ia tidak berhenti. Ia masih menggerakan pinggulnya berkali-kali.
            “Jangan berhenti. Keluarkan saja, tidak apa-apa,” pinta Elanie yang juga sebentar lagi akan merasakan hal yang sama seperti saat Justin mengisap putingnya. Ya ampun, mereka berdua benar-benar melakukan hubungan suami istri. Justin meremas sprei, matanya terpejam begitu rapat. “Justin, sebentar lagi…” tubuh Elanie bergetar.
            “Aku mau pipis! Aku mau pipis!” Justin berteriak dengan kencang. Gerakan pinggulnya seperti Super Sonic yang berlari. Lalu mereka berdua berteriak bersama hingga ruangan yang awalnya hening berubah menjadi bioskop yang berteriak saat menonton film horror.
             “Aku pipis.” adalah kata-kata terakhir yang Justin keluarkan ketika ia ambruk di atas tubuh Elanie.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar