Waktu cepat sekali berlalu. Masa
bulan madu mereka sudah habis. Justin sudah harus pergi berangkat bekerja pagi
ini. Hubungan mereka masih berjalan di tempat. Justin hanya menyentuh buah dada
Elanie sambil kadang mengisapnya, setelah itu dia akan tertidur seperti anak
bayi yang baru saja menyusu pada ibunya. Justin seperti bayi besar bagi Elanie.
Entah ini memang masalah besar atau bukan, namun Elanie mulai resah. Jika ia
tidak berhubungan badan dengan Justin sampai sekarang, dia akan bilang pada
teman-temannya? Pearl sudah menghubungi Elanie untuk bertemu di café yang
sering mereka kunjungi sore ini. Justin tidak keberatan jika Elanie ingin pergi
keluar karena Justin juga akan pulang larut, sepertinya. Setelah Justin melihat
jadwal-jadwalnya hari ini, Justin yakin ia akan sangat sibuk.
Elanie memasangkan dasi di leher
Justin. Sempat Elanie berpikir untuk mengencangkan ikatan dasi ini di leher
Justin agar Justin cepat mati. Bagaimana bisa Elanie tidak berpikir seperti
itu? Ia jenuh dengan sikap Justin yang setiap hari sama—meski lucu. Justin
seharusnya tahu apa yang Elanie inginkan. Elanie hanya ingin Justin berhubungan
badan dengannya karena Elanie sangat penasaran bagaimana rasanya bercinta.
Terlebih lagi mereka sudah menjadi suami-istri, bukankah hal itu wajar untuk
dilakukan? Namun niatan itu gagal ketika Justin memberikan senyum manis pada
Elanie hingga hati Elanie meleleh. Justin mengecup sesekali bibir Elanie. Pria
ini sudah ketagihan dengan bibir manis itu. Setidaknya, selama satu bulan ini
pikiran Justin yang awalnya terus mengacu pada dinosaurus sudah berubah.
Setelah selesai memakaikan dasi pada leher Justin, Elanie menempatkan kedua
tangannya di atas kedua bahu Justin. Ia mengelus lembut bahu itu lalu mendesah.
“Kau akan bekerja. Aku pasti akan sangat
merindukanmu, Justin,” ucap Elanie menelan ludah. Ia membenturkan keningnya ke
dada Justin yang keras. Justin segera memeluk istrinya yang ia sayang. Justin
juga kurang yakin kalau ia bisa melewati hari ini tanpa berbicara dengan
Elanie. Karena selama sebulan ini, hanya Elanie yang menemaninya—well, LeBron
juga.
“Aku juga akan merindukanku. Aku
akan menghubungimu nanti, Elanie. Jangan khawatir,” ucap Justin dengan lembut.
Andai Justin bisa bersikap seperti ini tiap waktu, Elanie pasti memiliki kehidupan
rumah tangga yang normal. Justin mengecup kening Elanie lalu ia mendorong tubuh
mungil istrinya agar menjauh darinya. Justin meraih jas abu-abu yang terbaring
di atas ranjangnya lalu memakainya dengan cepat. Jika Justin tidak berbicara,
pria ini terlihat normal. Semua wanita pasti akan tunduk di hadapannya
sekalipun Justin hanya mengedipkan sebelah matanya. Elanie memerhatikan Justin
yang merapikan pakainnya. Ia sekarang ragu kalau suaminya memiliki mental
anak-anak. Ia terlihat seperti pria dewasa lainnya, tidak seperti Justin yang
menangis di malam hari merengek meminta buah dada hanya agar ia bisa terlelap.
Ia terlihat seorang pria yang hebat di ranjang.
Elanie tersadar dari lamunannya saat
suaminya memegang kepalanya dengan lembut. Justin mengangkat kepala Elanie lalu
mengecup bibir itu berkali-kali. Lihat? Justin tidak terlihat anak kecil. Ia
hanya ketagihan dengan bibir itu. Bibir yang selalu memanggil-manggilnya untuk
dikecupi. Jika Justin diizinkan membawa Elanie ke kantornya seharian—dan Elanie
tidak bosan—ia pasti akan akan membawa Elanie tiap hari agar Justin bisa
melihat Elanie tiap saat.
“Aku pergi. Jaga dirimu baik-baik,
hati-hati di rumah dan jangan pulang malam,” ucap Justin menggigit bibir
bawahnya, menahan tawa. Tentu saja Justin menahan tawanya! Ucapan yang baru
saja Justin katakan tadi bukanlah kata-kata aslinya. Ia meniru ucapan ibunya
tiap kali Justin akan pergi bekerja. Ia hanya mengganti kata ‘rumah’ di
kalimatnya. Tetapi jujur, Justin memang serius dengan ucapannya. Elanie menyentuh
pergelangan tangan Justin, ia memejamkan mata.
“Aku akan baik-baik saja di rumah
ini. Aku akan pergi ke café nanti sore dengan teman-temanku, ya, aku tidak akan
pulang sampai larut malam. Kau juga,
jaga dirimu baik-baik,”
“Baiklah, aku akan berangkat.
Mandilah agar kau wangi. Aku sayang kau.” ucap Justin mengecup bibir Elanie
dengan lembut. Suaminya melepaskan kepala Elanie lalu pria itu berjalan
bagaikan model pakaian pria menuju pintu kamar. Lalu keluar begitu saja, menghilang dari pandangan
Elanie. Ya Tuhan, suaminya baru saja meninggalkan Elanie di rumah sendirian.
Elanie menelan ludah.
Ia hanya perlu berada di kamar
mandi. Menenggelamkan diri di bak mandi. Lalu mati.
***
Justin memutar bola matanya ketika
kedua kakaknya kembali menertawainya. Mereka sedang makan siang di restoran.
Mereka memang sering makan siang bersama saat jam istirahat—meski kadang-kadang
Justin terpaksa harus makan siang bersama dengan seorang klien. Justin
memerhatikan ponselnya yang dari tadi tidak ia mainkan. Ia merasa bosan. Apa ia
harus menghubungi Elanie sekarang? Mungkin saja. Ia menatap Angelo dan Robert
yang melanjutkan acara makan mereka yang sesekali diselingi hinaan untuk adik
bungsunya. Justin memang memiliki sifat anak-anak, tetapi percayalah, ia orang
yang sombong di depan umum. Dan jika Justin sudah membenci seseorang, ia bisa
melakukan apa pun untuk membuat orang yang ia benci kesal padanya. Perbedaan
Justin dari kedua kakaknya adalah ia semakin dibenci, Justin semakin senang.
Bisa dibilang, ia sosiopat.
Terlalu lama berdiam diri dan tidak
menyentuh makanannya sama sekali, akhirnya Justin memutuskan untuk menghubungi
Elanie. Ia mencari nomor telepon Elanie selama beberapa detik lalu mulai
menekan tanda hubung di ponselnya. Tangannya mendekatkan ponsel itu ke telinga.
Angelo dan Robert memerhatikan adiknya yang angkuh, adiknya bersandar di sofa
empuk itu sambil salah satu kakinya bertumpu pada ujung lututnya yang lain.
Angelo terkekeh, adiknya tidak bisa dikatakan keren jika orang-orang sudah tahu
sifat asli adiknya.
“Halo, Elanie,” ucap Justin dengan
lembut. Angelo dan Robert langsung tertawa setengah mati. Astaga, suami macam
apa ia memanggil nama istrinya? Tidak ada panggil sayang? Atau apa pun? Pria
ini terlalu sederhana. Sekarang saatnya mereka berdua—yang mengaku sebagai
kakak yang baik—memberi saran pada Justin agar bisa menjadi suami yang baik.
Justin memainkan garpu di atas piringnya. Angelo langsung menegakkan cara
duduknya, tangan kanannya dibentuk menjadi telepon lalu didekatkannya tangan
itu ke telinganya.
“Halo sayangku, Ivy, apa yang
kaulakukan sayang? Oh, apa? Mau bercinta denganku sekarang? Aw, manis sekali
sayang. Ya, aku akan segera ada di rumah,” ucap Angelo mengejek Justin. Robert
memukul-mukul pahanya lalu ia meniru apa yang Angelo lakukan. Justin
memerhatikan Angelo dan Robert dari sudut matanya, ia berusaha untuk tidak
merasa terganggu.
“Halo, sayangku. Apa yang
kaulakukan? Oh, baby, jangan lupa
beri susu untuk si kecil. Apa? Kau akan menyisakan susunya untukku? Kau memang
pengertian. Aku akan segera berada di rumah sayang,” ujar Robert semakin
memanas-manasi. Justin mendesah lalu ia mematikan ponselnya. “Sudah selesai
berbicara dengan istrimu, Justin?”
“Menurutmu bagaimana?” Tanya Justin
ketus. Angelo terbatuk-batuk palsu lalu ia berdeham.
“Dengar Justin, aku sebagai kakak
yang baik ingin bilang padamu bahwa …istrimu membutuhkanmu. Kau tahu itu? Apa
kaset yang Robert beri padamu memang tidak berguna untuk kalian berdua? Mengapa
kau tidak sama sekali menyentuh Elanie? Kau takut Elanie tahu kalau punyamu itu sangat kecil? Beritahu aku
sekecil apa punyamu, aku akan mencari cara untuk membesarkannya,” ucap Angelo
menghina Justin.
“Aku sudah menonton film itu. Aku
memang tidak melakukan apa yang dilakukan di film itu. Tetapi aku sudah berani
menyentuh buah dada Elanie, jadi itu bagus. Memangnya kau pikir aku bodoh? Aku
tahu bagaimana berhubungan badan!” Dusta Justin di kalimat terkahir. Pria itu
tidak tahu sama sekali tentang hubungan badan.
“Omong kosong! Kalau kau tahu,
mengapa kau tidak melakukannya?”
“Aku belum siap. Hanya itu,” ucap
Justin membalas Robert dengan kesal. Ia takut! Bukan belum siap. Justin saja
tidak tahu dimana dan kapan ia harus berhubungan badan. Tidak pernah ada niatan
dari Justin untuk berhubungan badan. Justin bersandar di sofanya lalu matanya
memerhatikan para pengunjung di restoran itu. Ia sudah muak dan bosan melihat
wajah kakak-kakaknya. Jika wajah kakaknya seperti Elanie, ia tidak akan
keberatan. Mata Justin melihat seorang pria yang diantar oleh salah satu
pelayan menuju sebuah meja. Bukan pria itu yang membuat Justin memerhatikannya,
tetapi gadis di belakang pria itu. Bukankah itu Elanie? Tetapi mengapa rambut
Elanie berwarna pirang? Justin membuang wajah. Mungkin itu orang yang mirip
dengan Elanie. Tetapi kata pertama yang melintas di otaknya saat ia melihat
gadis itu adalah selingkuh. Justin tidak begitu tahu menahu tentang
selingkuh—ia sering mendengar kata itu ketika sedang bermain dengan teman-teman
kantornya.
“Apa itu selingkuh?” Tanya Justin
ingin tahu. Angelo meminum minumannya lalu mendecak.
“Selingkuh adalah dimana pasanganmu
mulai menyukai orang lain karena dia mulai tidak menyukaimu. Begitu,” ucap
Angelo berlagak seperti seorang ayah.
“Apa kau tidak pernah berpikir kalau
Ivy pernah berselingkuh?” Tanya Justin yang kali ini menyalakan kompor. Pasti
ini akan seru! Tubuh Angelo tiba-tiba saja menegang. Selama 7 tahun Angelo
menikah, tetapi Angelo tidak pernah berpikir kalau Ivy berselingkuh.
Akhir-akhir ini Ivy memang sangat sering pergi keluar rumah—maka dari itu
Angelo diberikan pada Justin beberapa kali—kata Ivy hanya urusan pekerjaan dan
Angelo percaya. Dan Angelo pernah melihat rekan kerja pria yang Ivy ajak untuk
makan malam bersama di rumah. Sial, sial, sial. Namun pertanyaan sialan dari
adiknya membuat Angelo tiba-tiba saja was-was.
“Tidak,” ucap Angelo, ragu. Justin
mengangguk kepala satu kali. Justin mengerucutkan bibirnya lalu memiringkannya.
Ia sedang berpikir, apa Elanie berselingkuh atau tidak? Tetapi tadi Elanie
bilang kalau Elanie berada di rumah. Tidak mungkin Elanie berbohong pada
Justin. Justin tidak suka dibohongi oleh siapa pun. Buktinya, Justin langsung
mengadukan Robert pada ayahnya karena telah berbohong pada Justin tentang kaset
porno yang Robert bilang adalah kaset dinosaurus.
“Mengapa kau bertanya seperti itu?
Seharusnya kau bertanya, bagaimana rasa alat kelamin laki-laki? Nah, kalau yang
itu, kami berdua tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Karena kau tahulah, kami
berdua bukan gay seperti kau,”
“Aku bukan gay, Robert,” raut wajah
Justin berubah masam. “Baiklah, aku ingin bertanya. Mengapa buah dada Elanie
tidak mengeluarkan air susu? Punya ibu bisa mengeluar susu, tapi dia tidak. Itu
ada apa? Apa Elanie memiliki kelainan?” Tanya Justin.
“Kau yang memiliki kelainan idiot!
Tentu saja bodoh, Elanie buah dada Elanie tidak mengeluarkan air susu. Dia
belum hamil, belum melahirkan. Bagaimana bisa ia memiliki air susu kalau kau
bahkan belum menyentuhnya?” Robert melempari Justin dengan tisu—yang sudah ia
remas—yang baru saja ia pakai untuk mengelap bibirnya. Jadi, jika Justin
menyentuh Elanie, buah dada Elanie akan mengeluarkan air susu? Atau hamil dulu
baru Elanie akan mengeluarkan air susu? Justin menelan ludah. Pasti Elanie
harus hamil dulu karena Elanie dan Robert membicarakan kehamilan saat Justin
bertanya tentang ini.
“Berarti aku harus berhubungan badan
dengannya?”
“Kau tolol. Luar biasa tolol.”
Angelo menggeleng-gelengkan kepala. Justin kembali mengerucutkan bibirnya dan
memiringkannya, kepala terangguk-angguk. Baiklah, Justin akan berhubungan badan
dengan Elanie demi mendapatkan air susu yang dulu pernah ia minum. Bersiaplah Elanie! Justin berseru dalam
hati.
Ralat. Bersiaplah Justin! Itu lebih tepat.
***
Elanie meminum lemon tea yang ia
pesan di café itu. Pearl dan Fanny seperti biasa membicarkan tentang
malam-malam yang mereka lewati dengan suami mereka. Mereka belum mengizinkan
Elanie untuk membicarakan tentang Justin. Padahal pengantin baru sedang berada
di hadapan mereka. Pearl sedang membicarakan anak pertama mereka yang semakin
hari semakin menggemaskan dan pintar. Elanie menggigit bibir bawahnya. Jika sudah
sejak satu bulan yang lalu, mungkin bulan depan Elanie sudah hamil. Bukankah
memiliki anak adalah tujuan utama orangtua Elanie menjodohkan Elanie dengan
Justin? Mereka ingin menggendong cucu secepat mungkin. Namun sifat Justin yang
kekanak-kanakan itu menghambatnya. Apa ia harus pergi ke psikiater bersama
Justin? Elanie tidak merasa kalau Justin memiliki kerusakan otak. Mungkin
Justin hanya diasuh berlebihan oleh orangtuanya. Orang buta pun tahu kalau
Justin dan dua kakaknya sudah jelas-jelas berbeda. Dari cara berbicara pun
sudah berbeda. Di saat yang lain selalu membicarakan tentang seks, Justin malah
membicarakan apa itu seks, atau bagaimana bentuk buah dada para wanita.
Elanie melipat bibirnya ke dalam.
Lama-lama Elanie bisa gila hanya karena tingkah Justin! Seperti biasa, Linda
terlambat datang. Kali ini Linda membawa anak pertamanya yang masih berumur 6
bulan. Anak perempuan yang lucu dengan mata cokelat persis seperti milik
ibunya. Elanie teringat dengan pakaian yang ia lihat di internet. Yang Justin
responi dengan ucapan serius—meski bagi Elanie hanyalah sebuah lelucon belaka.
“Serius, Arthur benar-benar bisa
membuatku kelelahan tiap malam. Ia seperti tidak mengenal lelah saat sudah
berhubungan badan denganku. Kali ini kami memakai gaya baru. Lebih ekstrim,”
ucap Fanny menceritakan kisahnya. Elanie hanya bisa tersenyum meski sedikit
cemburu karena ia belum bisa meraskan apa yang teman-temannya rasakan. Linda
hanya tertawa dengan ucapan Fannya sedangkan Pearl berucap.
“Memangnya kau mendapatkan pelepasan
berapa kali?” Tanya Pearl ingin tahu.
“Empat! Astaga, aku hampir pingsan
dibuatnya,” seru Fanny, lalu pandangan Fanny terjatuh pada Elanie. Wanita itu
memberikan senyum penuh arti pada Elanie. “Dan bagaimana kabarmu, Elanie
Bieber? Apa pria jantan yang menggemaskan itu telah membuatmu terkapar?”
Elanie tergelak satu kali. “Tidak.
Kami belum melakukannya,” ucap Elanie malu. Pipinya mulai merona merah. Keenam
mata temannya melotot tak percaya dengan ungkapan Elanie.
“Belum pernah? Apa kau gila? Serius,
tapi kau sepertinya sudah sinting,” ucap Linda menggeleng-gelengkan kepalanya.
Linda berucap seolah-olah ia tidak sedang menggendong seorang bayi. Elanie
hanya mengangguk kepala satu kali.
“Aku harus ke toilet sebentar,” ucap
Elanie bangkit dari sofa. Ia memang ingin buang air kecil.
Justin baru saja turun dari mobilnya
di depan café yang Elanie datangi. Pikirannya dari tadi siang masih tertuju
pada gadis yang ia lihat di restoran. Wajahnya benar-benar sama dengan Elanie,
mungkin hanya rambutnya yang membuat gadis itu berbeda. Tapi siapa tahu saja
Elanie mencat rambutnya! Bisa saja itu terjadi. Justin mengunci pintu mobilnya
lalu berjalan seperti model—lagi—menuju café itu. Beberapa wanita yang berdiri
di depan café itu menatap Justin dengan tatapan kagum. Pria itu sangatlah
tampan. Memakai setelan berwarna abu-abu dengan dasi berwarna senada dengan jas
yang dipakai pria itu. Dan bahkan mereka seperti melihat seorang Christian Grey
dalam dunia nyata. Sialan sekali!
Setelah berada di dalam café, Justin
mencari-cari dimana Elanie berada. Lalu matanya terjatuh pada teman-teman
Elanie yang sedang tertawa-tawa. Ia tidak mendapati Elanie di café. Baiklah,
berarti memang benar Elaine berselingkuh. Justin membalikkan tubuhnya, ia
keluar dari café itu. Wanita-wanita yang di luar café itu masih berada di
tempatnya. Mereka kembali memerhatikan Justin dengan tatapan kagum, lagi. Yah,
tetapi Justin adalah Justin. Ia sedang bersikap sombong di depan umum. Sudah
menjadi kebiasaannya. Justin menghentikan langkahnya saat sebuah mobil berhenti
di depannya. Seorang pria keluar dari pintu mobil itu lalu berlari kecil menuju
pintu mobil yang lain. Pria itu adalah pria yang ia lihat tadi siang! Justin
terbelalak. Saat pintu mobil itu terbuka, seorang gadis berambut pirang keluar
dari mobil itu. Justin mundur beberapa langkah. Kenapa Elanie bisa setinggi
ini? Dan dari mana Elanie memakai sepatu bertumit tinggi itu? Justin pikir
Elanie tidak suka memakai sepatu bertumit tinggi.
“Ya, sampai bertemu dua minggu depan
sayang, aku akan merindukanmu,” ucap gadis itu mengecup bibir pria itu dengan
lembut. Justin terperangah. Apa-apaan? Elanie berciuma dengan seorang pria
lain? Perasaan ini pernah Justin rasakan saat ibunya lebih memerhatikan kedua
kakaknya dibanding Justin! Demi dinosaurus-dinosaurusnya, Justin sangat marah
pada Elanie. Gadis berambut pirang yang memiliki wajah yang sama dengan Elanie
itu sedang mengaca melalui kaca dari bedaknya. Mobil itu sudah melaju pergi
dari halaman parkiran café itu. Justin mulai melangkah mendekati gadis yang
diduganya adalah Elanie.
“Elanie?” Panggil Justin pada gadis
itu. Gadis itu menutup bedaknya karena suara Justin yang memanggilnya itu.
Gadis itu langsung terkesima, ia mematung.
“Y-ya, eh, aku bukan Elanie. A-aku
Eline,” ucap gadis bernama Eline itu. Justin mengangkat salah satu alisnya.
“Jangan pura-pura memalsukan
identitas Elanie! Aku tahu kau Elanie! Teganya kau berselingkuh dariku. Ikut
aku pulang ke rumah sekarang!” Perintah Justin mencengkeram tangan Eline dengan
kencang. Justin menarik tangan Eline menuju mobil sementera Eline berusaha
melepaskan diri dari Justin.
“Siapa kau! Sialan, lepaskan aku!”
“Masuk saja, pengkhianat! Aku pikir
cintamu hanya untukku. Teganya kau!” Justin memaksa Eline masuk ke dalam mobil,
setelah gadis itu masuk, ia langsung membanting pintu mobil itu dengan kencang
dan menguncinya secepat mungkin agar Eline tidak bisa keluar. Yeah, pintu
mobilnya tidak bisa dibuka dari dalam jika tombol buka semua pintu di kursi
pengemudi belum ditekan. Eline menggedor-gedor kaca yang tidak bisa ia
hancurkan itu dan meneriaki Justin gila.
Tak sadar Justin menitikan air mata.
Mengapa tega-teganya Elanie berselingkuh dari Justin? Justin menyayangi Elanie,
apakah Elanie tidak menyayangi Justin? Apa ini semua karena Justin tidak ingin
menyentuh tubuh Elanie? Justin menarik ingusnya. Lalu ia mulai berjalan menuju
pintu pengemudi mobil. Justin mulai membuka pintu mobil dengan kuncinya lalu
segera masuk secepat mungkin dan mengunci mobilnya kembali.
“Kau gila!” Teriak Eline.
“Kau pengkhianat!” Balas Justin
berteriak dengan air mata yang menetes. Justin tidak tahu mengapa ia bisa
menangis seperti ini. Apa ini yang dinamakan jatuh cinta? Justin tidak tahu.
***
Justin mengunci Eline di dalam kamar
dari luar. Ia harus menenangkan diri sejenak. Ya Tuhan, istrinya ternyata bisa
gila hanya karena Justin tidak berhubungan badan dengannya. Bagian yang paling
menyedihkan adalah Elanie berselingkuh darinya. Justin belum yakin apa dia
jatuh cinta pada Elanie atau tidak karena selama ini ia hanya jatuh cinta pada
benda mati yaitu dinosaurusnya. Siapa tahu jatuh cinta antara benda mati dan
manusia berbeda. Justin bersandar di tembok dekat pintu kamarnya. Ia terduduk
di sana sambil menangis seperti anak kecil yang tidak dibelikan es krim oleh
ibunya. Gedor-gedoran dari pintu kamarnya terus terdengar. Eline menggila di
dalam sana. Apa-apaan yang pria asing itu lakukan pada Eline? Bisa-bisanya
sekarang ia berada di rumah orang asing!
“Keluarkan aku bajingan!” Teriak
Eline dengan kencang hingga Justin dapat mendengarnya. Justin menangis dengan
mulut terkatup, ia terisak. Elanie mengatainya bajingan. Justin juga sedikit
bingung mengapa suara Elanie bisa begitu cepat berubah. Apa Elanie mengalami
mimpi basah yang Justin pernah alami? Bisa saja, Justin tidak tahu. Ia tidak
pernah mengerti perempuan!
“Aku tidak akan mengeluarkanmu jika
kau terus berteriak seperti itu Elanie!” Teriak Justin membalas. Saat itu juga
tendangan dari kaki Eline terhadap pintu membuat Justin terlonjak.
“Aku bukan Elanie, sialan! Aku
Eline!” suara Eline yang samar-samar itu membalasnya.
“Jangan berbohong padaku, kau
pengkhianat!”
“Justin?” Suara Elanie terdengar
lebih dekat. Justin melihat dua pasang kaki di hadapannya. “Siapa yang ada di
dalam?” Tanya Elanie terjongkok. Justin mendongakkan kepalanya lalu ia melihat
wanita yang sama di kamar sedang berhadapan dengannya. Apa ini adalah hantu
Elanie? Ya Tuhan! Apa yang sedang terjadi di sini? Justin menjerit bagaikan
anak perempuan dalam hati.
“Siapa kau?” Tanya Justin
berhati-hati.
“Aku Elanie, apa yang terjadi padamu
Justin? Mengapa kau menangis?” Tanya Elanie dengan lembut menghapus air mata
yang membasahi pipi Justin. Jika ini adalah Elanie, lalu siapa yang ada di
dalam? Justin menunjuk-nunjuk ke arah pintu kamarnya. Elanie menoleh pada pintu
kamarnya yang dari tadi tergedor-gedor. Dengan segera Elanie membuka kunci
pintu kamarnya lalu dalam hitungan detik ia ditabrak oleh seorang dari dalam
hingga Elanie terjatuh.
“Ya Tuhan!” Erang Elanie kesakitan. Eline
mengangkat tubuhnya dari tubuh Elanie, ia juga kesakitan. Terjadi jeda beberapa
detik bagi mereka menyiapkan diri untuk berbicara. Eline memerhatikan gadis di
hadapannya. Ya Tuhan, ternyata adiknya sendiri.
“El? Apa yang kaulakukan di sini?”
Tanya Eline.
“Eline? Apa-apaan yang…” suara
Elanie menghilang. “Aku pikir kau akan datang dua minggu lagi! Mengapa kau bisa di…” suaranya kembali
menghilang. Ia langsung menoleh pada Justin yang melihat mereka berdua dengan
mulut cemberut serta ketakutan. Mata Justin melotot lalu dengan segera ia
memutar tubuhnya sehingga memunggungi saudara kembar itu.
Ia kembali menangis.
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar