Sabtu, 31 Mei 2014

Pure Love Bab 5



            Waktu cepat sekali berlalu. Masa bulan madu mereka sudah habis. Justin sudah harus pergi berangkat bekerja pagi ini. Hubungan mereka masih berjalan di tempat. Justin hanya menyentuh buah dada Elanie sambil kadang mengisapnya, setelah itu dia akan tertidur seperti anak bayi yang baru saja menyusu pada ibunya. Justin seperti bayi besar bagi Elanie. Entah ini memang masalah besar atau bukan, namun Elanie mulai resah. Jika ia tidak berhubungan badan dengan Justin sampai sekarang, dia akan bilang pada teman-temannya? Pearl sudah menghubungi Elanie untuk bertemu di café yang sering mereka kunjungi sore ini. Justin tidak keberatan jika Elanie ingin pergi keluar karena Justin juga akan pulang larut, sepertinya. Setelah Justin melihat jadwal-jadwalnya hari ini, Justin yakin ia akan sangat sibuk.
            Elanie memasangkan dasi di leher Justin. Sempat Elanie berpikir untuk mengencangkan ikatan dasi ini di leher Justin agar Justin cepat mati. Bagaimana bisa Elanie tidak berpikir seperti itu? Ia jenuh dengan sikap Justin yang setiap hari sama—meski lucu. Justin seharusnya tahu apa yang Elanie inginkan. Elanie hanya ingin Justin berhubungan badan dengannya karena Elanie sangat penasaran bagaimana rasanya bercinta. Terlebih lagi mereka sudah menjadi suami-istri, bukankah hal itu wajar untuk dilakukan? Namun niatan itu gagal ketika Justin memberikan senyum manis pada Elanie hingga hati Elanie meleleh. Justin mengecup sesekali bibir Elanie. Pria ini sudah ketagihan dengan bibir manis itu. Setidaknya, selama satu bulan ini pikiran Justin yang awalnya terus mengacu pada dinosaurus sudah berubah. Setelah selesai memakaikan dasi pada leher Justin, Elanie menempatkan kedua tangannya di atas kedua bahu Justin. Ia mengelus lembut bahu itu lalu mendesah.
            “Kau akan bekerja. Aku pasti akan sangat merindukanmu, Justin,” ucap Elanie menelan ludah. Ia membenturkan keningnya ke dada Justin yang keras. Justin segera memeluk istrinya yang ia sayang. Justin juga kurang yakin kalau ia bisa melewati hari ini tanpa berbicara dengan Elanie. Karena selama sebulan ini, hanya Elanie yang menemaninya—well, LeBron juga.
            “Aku juga akan merindukanku. Aku akan menghubungimu nanti, Elanie. Jangan khawatir,” ucap Justin dengan lembut. Andai Justin bisa bersikap seperti ini tiap waktu, Elanie pasti memiliki kehidupan rumah tangga yang normal. Justin mengecup kening Elanie lalu ia mendorong tubuh mungil istrinya agar menjauh darinya. Justin meraih jas abu-abu yang terbaring di atas ranjangnya lalu memakainya dengan cepat. Jika Justin tidak berbicara, pria ini terlihat normal. Semua wanita pasti akan tunduk di hadapannya sekalipun Justin hanya mengedipkan sebelah matanya. Elanie memerhatikan Justin yang merapikan pakainnya. Ia sekarang ragu kalau suaminya memiliki mental anak-anak. Ia terlihat seperti pria dewasa lainnya, tidak seperti Justin yang menangis di malam hari merengek meminta buah dada hanya agar ia bisa terlelap. Ia terlihat seorang pria yang hebat di ranjang.
            Elanie tersadar dari lamunannya saat suaminya memegang kepalanya dengan lembut. Justin mengangkat kepala Elanie lalu mengecup bibir itu berkali-kali. Lihat? Justin tidak terlihat anak kecil. Ia hanya ketagihan dengan bibir itu. Bibir yang selalu memanggil-manggilnya untuk dikecupi. Jika Justin diizinkan membawa Elanie ke kantornya seharian—dan Elanie tidak bosan—ia pasti akan akan membawa Elanie tiap hari agar Justin bisa melihat Elanie tiap saat.    
            “Aku pergi. Jaga dirimu baik-baik, hati-hati di rumah dan jangan pulang malam,” ucap Justin menggigit bibir bawahnya, menahan tawa. Tentu saja Justin menahan tawanya! Ucapan yang baru saja Justin katakan tadi bukanlah kata-kata aslinya. Ia meniru ucapan ibunya tiap kali Justin akan pergi bekerja. Ia hanya mengganti kata ‘rumah’ di kalimatnya. Tetapi jujur, Justin memang serius dengan ucapannya. Elanie menyentuh pergelangan tangan Justin, ia memejamkan mata.
            “Aku akan baik-baik saja di rumah ini. Aku akan pergi ke café nanti sore dengan teman-temanku, ya, aku tidak akan pulang sampai larut malam.  Kau juga, jaga dirimu baik-baik,”
            “Baiklah, aku akan berangkat. Mandilah agar kau wangi. Aku sayang kau.” ucap Justin mengecup bibir Elanie dengan lembut. Suaminya melepaskan kepala Elanie lalu pria itu berjalan bagaikan model pakaian pria menuju pintu kamar. Lalu  keluar begitu saja, menghilang dari pandangan Elanie. Ya Tuhan, suaminya baru saja meninggalkan Elanie di rumah sendirian. Elanie menelan ludah.
            Ia hanya perlu berada di kamar mandi. Menenggelamkan diri di bak mandi. Lalu mati.


***


            Justin memutar bola matanya ketika kedua kakaknya kembali menertawainya. Mereka sedang makan siang di restoran. Mereka memang sering makan siang bersama saat jam istirahat—meski kadang-kadang Justin terpaksa harus makan siang bersama dengan seorang klien. Justin memerhatikan ponselnya yang dari tadi tidak ia mainkan. Ia merasa bosan. Apa ia harus menghubungi Elanie sekarang? Mungkin saja. Ia menatap Angelo dan Robert yang melanjutkan acara makan mereka yang sesekali diselingi hinaan untuk adik bungsunya. Justin memang memiliki sifat anak-anak, tetapi percayalah, ia orang yang sombong di depan umum. Dan jika Justin sudah membenci seseorang, ia bisa melakukan apa pun untuk membuat orang yang ia benci kesal padanya. Perbedaan Justin dari kedua kakaknya adalah ia semakin dibenci, Justin semakin senang. Bisa dibilang, ia sosiopat.
            Terlalu lama berdiam diri dan tidak menyentuh makanannya sama sekali, akhirnya Justin memutuskan untuk menghubungi Elanie. Ia mencari nomor telepon Elanie selama beberapa detik lalu mulai menekan tanda hubung di ponselnya. Tangannya mendekatkan ponsel itu ke telinga. Angelo dan Robert memerhatikan adiknya yang angkuh, adiknya bersandar di sofa empuk itu sambil salah satu kakinya bertumpu pada ujung lututnya yang lain. Angelo terkekeh, adiknya tidak bisa dikatakan keren jika orang-orang sudah tahu sifat asli adiknya.
            “Halo, Elanie,” ucap Justin dengan lembut. Angelo dan Robert langsung tertawa setengah mati. Astaga, suami macam apa ia memanggil nama istrinya? Tidak ada panggil sayang? Atau apa pun? Pria ini terlalu sederhana. Sekarang saatnya mereka berdua—yang mengaku sebagai kakak yang baik—memberi saran pada Justin agar bisa menjadi suami yang baik. Justin memainkan garpu di atas piringnya. Angelo langsung menegakkan cara duduknya, tangan kanannya dibentuk menjadi telepon lalu didekatkannya tangan itu ke telinganya.
            “Halo sayangku, Ivy, apa yang kaulakukan sayang? Oh, apa? Mau bercinta denganku sekarang? Aw, manis sekali sayang. Ya, aku akan segera ada di rumah,” ucap Angelo mengejek Justin. Robert memukul-mukul pahanya lalu ia meniru apa yang Angelo lakukan. Justin memerhatikan Angelo dan Robert dari sudut matanya, ia berusaha untuk tidak merasa terganggu.
            “Halo, sayangku. Apa yang kaulakukan? Oh, baby, jangan lupa beri susu untuk si kecil. Apa? Kau akan menyisakan susunya untukku? Kau memang pengertian. Aku akan segera berada di rumah sayang,” ujar Robert semakin memanas-manasi. Justin mendesah lalu ia mematikan ponselnya. “Sudah selesai berbicara dengan istrimu, Justin?”
            “Menurutmu bagaimana?” Tanya Justin ketus. Angelo terbatuk-batuk palsu lalu ia berdeham.
            “Dengar Justin, aku sebagai kakak yang baik ingin bilang padamu bahwa …istrimu membutuhkanmu. Kau tahu itu? Apa kaset yang Robert beri padamu memang tidak berguna untuk kalian berdua? Mengapa kau tidak sama sekali menyentuh Elanie? Kau takut Elanie tahu kalau punyamu itu sangat kecil? Beritahu aku sekecil apa punyamu, aku akan mencari cara untuk membesarkannya,” ucap Angelo menghina Justin.
            “Aku sudah menonton film itu. Aku memang tidak melakukan apa yang dilakukan di film itu. Tetapi aku sudah berani menyentuh buah dada Elanie, jadi itu bagus. Memangnya kau pikir aku bodoh? Aku tahu bagaimana berhubungan badan!” Dusta Justin di kalimat terkahir. Pria itu tidak tahu sama sekali tentang hubungan badan.
            “Omong kosong! Kalau kau tahu, mengapa kau tidak melakukannya?”
            “Aku belum siap. Hanya itu,” ucap Justin membalas Robert dengan kesal. Ia takut! Bukan belum siap. Justin saja tidak tahu dimana dan kapan ia harus berhubungan badan. Tidak pernah ada niatan dari Justin untuk berhubungan badan. Justin bersandar di sofanya lalu matanya memerhatikan para pengunjung di restoran itu. Ia sudah muak dan bosan melihat wajah kakak-kakaknya. Jika wajah kakaknya seperti Elanie, ia tidak akan keberatan. Mata Justin melihat seorang pria yang diantar oleh salah satu pelayan menuju sebuah meja. Bukan pria itu yang membuat Justin memerhatikannya, tetapi gadis di belakang pria itu. Bukankah itu Elanie? Tetapi mengapa rambut Elanie berwarna pirang? Justin membuang wajah. Mungkin itu orang yang mirip dengan Elanie. Tetapi kata pertama yang melintas di otaknya saat ia melihat gadis itu adalah selingkuh. Justin tidak begitu tahu menahu tentang selingkuh—ia sering mendengar kata itu ketika sedang bermain dengan teman-teman kantornya.
            “Apa itu selingkuh?” Tanya Justin ingin tahu. Angelo meminum minumannya lalu mendecak.
            “Selingkuh adalah dimana pasanganmu mulai menyukai orang lain karena dia mulai tidak menyukaimu. Begitu,” ucap Angelo berlagak seperti seorang ayah.
            “Apa kau tidak pernah berpikir kalau Ivy pernah berselingkuh?” Tanya Justin yang kali ini menyalakan kompor. Pasti ini akan seru! Tubuh Angelo tiba-tiba saja menegang. Selama 7 tahun Angelo menikah, tetapi Angelo tidak pernah berpikir kalau Ivy berselingkuh. Akhir-akhir ini Ivy memang sangat sering pergi keluar rumah—maka dari itu Angelo diberikan pada Justin beberapa kali—kata Ivy hanya urusan pekerjaan dan Angelo percaya. Dan Angelo pernah melihat rekan kerja pria yang Ivy ajak untuk makan malam bersama di rumah. Sial, sial, sial. Namun pertanyaan sialan dari adiknya membuat Angelo tiba-tiba saja was-was.
            “Tidak,” ucap Angelo, ragu. Justin mengangguk kepala satu kali. Justin mengerucutkan bibirnya lalu memiringkannya. Ia sedang berpikir, apa Elanie berselingkuh atau tidak? Tetapi tadi Elanie bilang kalau Elanie berada di rumah. Tidak mungkin Elanie berbohong pada Justin. Justin tidak suka dibohongi oleh siapa pun. Buktinya, Justin langsung mengadukan Robert pada ayahnya karena telah berbohong pada Justin tentang kaset porno yang Robert bilang adalah kaset dinosaurus.
            “Mengapa kau bertanya seperti itu? Seharusnya kau bertanya, bagaimana rasa alat kelamin laki-laki? Nah, kalau yang itu, kami berdua tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Karena kau tahulah, kami berdua bukan gay seperti kau,”
            “Aku bukan gay, Robert,” raut wajah Justin berubah masam. “Baiklah, aku ingin bertanya. Mengapa buah dada Elanie tidak mengeluarkan air susu? Punya ibu bisa mengeluar susu, tapi dia tidak. Itu ada apa? Apa Elanie memiliki kelainan?” Tanya Justin.
            “Kau yang memiliki kelainan idiot! Tentu saja bodoh, Elanie buah dada Elanie tidak mengeluarkan air susu. Dia belum hamil, belum melahirkan. Bagaimana bisa ia memiliki air susu kalau kau bahkan belum menyentuhnya?” Robert melempari Justin dengan tisu—yang sudah ia remas—yang baru saja ia pakai untuk mengelap bibirnya. Jadi, jika Justin menyentuh Elanie, buah dada Elanie akan mengeluarkan air susu? Atau hamil dulu baru Elanie akan mengeluarkan air susu? Justin menelan ludah. Pasti Elanie harus hamil dulu karena Elanie dan Robert membicarakan kehamilan saat Justin bertanya tentang ini.
            “Berarti aku harus berhubungan badan dengannya?”
            “Kau tolol. Luar biasa tolol.” Angelo menggeleng-gelengkan kepala. Justin kembali mengerucutkan bibirnya dan memiringkannya, kepala terangguk-angguk. Baiklah, Justin akan berhubungan badan dengan Elanie demi mendapatkan air susu yang dulu pernah ia minum. Bersiaplah Elanie! Justin berseru dalam hati.
            Ralat. Bersiaplah Justin! Itu lebih tepat.


***


            Elanie meminum lemon tea yang ia pesan di café itu. Pearl dan Fanny seperti biasa membicarkan tentang malam-malam yang mereka lewati dengan suami mereka. Mereka belum mengizinkan Elanie untuk membicarakan tentang Justin. Padahal pengantin baru sedang berada di hadapan mereka. Pearl sedang membicarakan anak pertama mereka yang semakin hari semakin menggemaskan dan pintar. Elanie menggigit bibir bawahnya. Jika sudah sejak satu bulan yang lalu, mungkin bulan depan Elanie sudah hamil. Bukankah memiliki anak adalah tujuan utama orangtua Elanie menjodohkan Elanie dengan Justin? Mereka ingin menggendong cucu secepat mungkin. Namun sifat Justin yang kekanak-kanakan itu menghambatnya. Apa ia harus pergi ke psikiater bersama Justin? Elanie tidak merasa kalau Justin memiliki kerusakan otak. Mungkin Justin hanya diasuh berlebihan oleh orangtuanya. Orang buta pun tahu kalau Justin dan dua kakaknya sudah jelas-jelas berbeda. Dari cara berbicara pun sudah berbeda. Di saat yang lain selalu membicarakan tentang seks, Justin malah membicarakan apa itu seks, atau bagaimana bentuk buah dada para wanita.
            Elanie melipat bibirnya ke dalam. Lama-lama Elanie bisa gila hanya karena tingkah Justin! Seperti biasa, Linda terlambat datang. Kali ini Linda membawa anak pertamanya yang masih berumur 6 bulan. Anak perempuan yang lucu dengan mata cokelat persis seperti milik ibunya. Elanie teringat dengan pakaian yang ia lihat di internet. Yang Justin responi dengan ucapan serius—meski bagi Elanie hanyalah sebuah lelucon belaka.
            “Serius, Arthur benar-benar bisa membuatku kelelahan tiap malam. Ia seperti tidak mengenal lelah saat sudah berhubungan badan denganku. Kali ini kami memakai gaya baru. Lebih ekstrim,” ucap Fanny menceritakan kisahnya. Elanie hanya bisa tersenyum meski sedikit cemburu karena ia belum bisa meraskan apa yang teman-temannya rasakan. Linda hanya tertawa dengan ucapan Fannya sedangkan Pearl berucap.
            “Memangnya kau mendapatkan pelepasan berapa kali?” Tanya Pearl ingin tahu.
            “Empat! Astaga, aku hampir pingsan dibuatnya,” seru Fanny, lalu pandangan Fanny terjatuh pada Elanie. Wanita itu memberikan senyum penuh arti pada Elanie. “Dan bagaimana kabarmu, Elanie Bieber? Apa pria jantan yang menggemaskan itu telah membuatmu terkapar?”
            Elanie tergelak satu kali. “Tidak. Kami belum melakukannya,” ucap Elanie malu. Pipinya mulai merona merah. Keenam mata temannya melotot tak percaya dengan ungkapan Elanie.
            “Belum pernah? Apa kau gila? Serius, tapi kau sepertinya sudah sinting,” ucap Linda menggeleng-gelengkan kepalanya. Linda berucap seolah-olah ia tidak sedang menggendong seorang bayi. Elanie hanya mengangguk kepala satu kali.
            “Aku harus ke toilet sebentar,” ucap Elanie bangkit dari sofa. Ia memang ingin buang air kecil.

            Justin baru saja turun dari mobilnya di depan café yang Elanie datangi. Pikirannya dari tadi siang masih tertuju pada gadis yang ia lihat di restoran. Wajahnya benar-benar sama dengan Elanie, mungkin hanya rambutnya yang membuat gadis itu berbeda. Tapi siapa tahu saja Elanie mencat rambutnya! Bisa saja itu terjadi. Justin mengunci pintu mobilnya lalu berjalan seperti model—lagi—menuju café itu. Beberapa wanita yang berdiri di depan café itu menatap Justin dengan tatapan kagum. Pria itu sangatlah tampan. Memakai setelan berwarna abu-abu dengan dasi berwarna senada dengan jas yang dipakai pria itu. Dan bahkan mereka seperti melihat seorang Christian Grey dalam dunia nyata. Sialan sekali!
            Setelah berada di dalam café, Justin mencari-cari dimana Elanie berada. Lalu matanya terjatuh pada teman-teman Elanie yang sedang tertawa-tawa. Ia tidak mendapati Elanie di café. Baiklah, berarti memang benar Elaine berselingkuh. Justin membalikkan tubuhnya, ia keluar dari café itu. Wanita-wanita yang di luar café itu masih berada di tempatnya. Mereka kembali memerhatikan Justin dengan tatapan kagum, lagi. Yah, tetapi Justin adalah Justin. Ia sedang bersikap sombong di depan umum. Sudah menjadi kebiasaannya. Justin menghentikan langkahnya saat sebuah mobil berhenti di depannya. Seorang pria keluar dari pintu mobil itu lalu berlari kecil menuju pintu mobil yang lain. Pria itu adalah pria yang ia lihat tadi siang! Justin terbelalak. Saat pintu mobil itu terbuka, seorang gadis berambut pirang keluar dari mobil itu. Justin mundur beberapa langkah. Kenapa Elanie bisa setinggi ini? Dan dari mana Elanie memakai sepatu bertumit tinggi itu? Justin pikir Elanie tidak suka memakai sepatu bertumit tinggi.
            “Ya, sampai bertemu dua minggu depan sayang, aku akan merindukanmu,” ucap gadis itu mengecup bibir pria itu dengan lembut. Justin terperangah. Apa-apaan? Elanie berciuma dengan seorang pria lain? Perasaan ini pernah Justin rasakan saat ibunya lebih memerhatikan kedua kakaknya dibanding Justin! Demi dinosaurus-dinosaurusnya, Justin sangat marah pada Elanie. Gadis berambut pirang yang memiliki wajah yang sama dengan Elanie itu sedang mengaca melalui kaca dari bedaknya. Mobil itu sudah melaju pergi dari halaman parkiran café itu. Justin mulai melangkah mendekati gadis yang diduganya adalah Elanie.
            “Elanie?” Panggil Justin pada gadis itu. Gadis itu menutup bedaknya karena suara Justin yang memanggilnya itu. Gadis itu langsung terkesima, ia mematung.
            “Y-ya, eh, aku bukan Elanie. A-aku Eline,” ucap gadis bernama Eline itu. Justin mengangkat salah satu alisnya.
            “Jangan pura-pura memalsukan identitas Elanie! Aku tahu kau Elanie! Teganya kau berselingkuh dariku. Ikut aku pulang ke rumah sekarang!” Perintah Justin mencengkeram tangan Eline dengan kencang. Justin menarik tangan Eline menuju mobil sementera Eline berusaha melepaskan diri dari Justin.
            “Siapa kau! Sialan, lepaskan aku!”
            “Masuk saja, pengkhianat! Aku pikir cintamu hanya untukku. Teganya kau!” Justin memaksa Eline masuk ke dalam mobil, setelah gadis itu masuk, ia langsung membanting pintu mobil itu dengan kencang dan menguncinya secepat mungkin agar Eline tidak bisa keluar. Yeah, pintu mobilnya tidak bisa dibuka dari dalam jika tombol buka semua pintu di kursi pengemudi belum ditekan. Eline menggedor-gedor kaca yang tidak bisa ia hancurkan itu dan meneriaki Justin gila.
            Tak sadar Justin menitikan air mata. Mengapa tega-teganya Elanie berselingkuh dari Justin? Justin menyayangi Elanie, apakah Elanie tidak menyayangi Justin? Apa ini semua karena Justin tidak ingin menyentuh tubuh Elanie? Justin menarik ingusnya. Lalu ia mulai berjalan menuju pintu pengemudi mobil. Justin mulai membuka pintu mobil dengan kuncinya lalu segera masuk secepat mungkin dan mengunci mobilnya kembali.
            “Kau gila!” Teriak Eline.
            “Kau pengkhianat!” Balas Justin berteriak dengan air mata yang menetes. Justin tidak tahu mengapa ia bisa menangis seperti ini. Apa ini yang dinamakan jatuh cinta? Justin tidak tahu.



***


            Justin mengunci Eline di dalam kamar dari luar. Ia harus menenangkan diri sejenak. Ya Tuhan, istrinya ternyata bisa gila hanya karena Justin tidak berhubungan badan dengannya. Bagian yang paling menyedihkan adalah Elanie berselingkuh darinya. Justin belum yakin apa dia jatuh cinta pada Elanie atau tidak karena selama ini ia hanya jatuh cinta pada benda mati yaitu dinosaurusnya. Siapa tahu jatuh cinta antara benda mati dan manusia berbeda. Justin bersandar di tembok dekat pintu kamarnya. Ia terduduk di sana sambil menangis seperti anak kecil yang tidak dibelikan es krim oleh ibunya. Gedor-gedoran dari pintu kamarnya terus terdengar. Eline menggila di dalam sana. Apa-apaan yang pria asing itu lakukan pada Eline? Bisa-bisanya sekarang ia berada di rumah orang asing!
            “Keluarkan aku bajingan!” Teriak Eline dengan kencang hingga Justin dapat mendengarnya. Justin menangis dengan mulut terkatup, ia terisak. Elanie mengatainya bajingan. Justin juga sedikit bingung mengapa suara Elanie bisa begitu cepat berubah. Apa Elanie mengalami mimpi basah yang Justin pernah alami? Bisa saja, Justin tidak tahu. Ia tidak pernah mengerti perempuan!
            “Aku tidak akan mengeluarkanmu jika kau terus berteriak seperti itu Elanie!” Teriak Justin membalas. Saat itu juga tendangan dari kaki Eline terhadap pintu membuat Justin terlonjak.
            “Aku bukan Elanie, sialan! Aku Eline!” suara Eline yang samar-samar itu membalasnya.
            “Jangan berbohong padaku, kau pengkhianat!”
            “Justin?” Suara Elanie terdengar lebih dekat. Justin melihat dua pasang kaki di hadapannya. “Siapa yang ada di dalam?” Tanya Elanie terjongkok. Justin mendongakkan kepalanya lalu ia melihat wanita yang sama di kamar sedang berhadapan dengannya. Apa ini adalah hantu Elanie? Ya Tuhan! Apa yang sedang terjadi di sini? Justin menjerit bagaikan anak perempuan dalam hati.
            “Siapa kau?” Tanya Justin berhati-hati.
            “Aku Elanie, apa yang terjadi padamu Justin? Mengapa kau menangis?” Tanya Elanie dengan lembut menghapus air mata yang membasahi pipi Justin. Jika ini adalah Elanie, lalu siapa yang ada di dalam? Justin menunjuk-nunjuk ke arah pintu kamarnya. Elanie menoleh pada pintu kamarnya yang dari tadi tergedor-gedor. Dengan segera Elanie membuka kunci pintu kamarnya lalu dalam hitungan detik ia ditabrak oleh seorang dari dalam hingga Elanie terjatuh.
            “Ya Tuhan!” Erang Elanie kesakitan. Eline mengangkat tubuhnya dari tubuh Elanie, ia juga kesakitan. Terjadi jeda beberapa detik bagi mereka menyiapkan diri untuk berbicara. Eline memerhatikan gadis di hadapannya. Ya Tuhan, ternyata adiknya sendiri.
            “El? Apa yang kaulakukan di sini?” Tanya Eline.
            “Eline? Apa-apaan yang…” suara Elanie menghilang. “Aku pikir kau akan datang dua minggu lagi!  Mengapa kau bisa di…” suaranya kembali menghilang. Ia langsung menoleh pada Justin yang melihat mereka berdua dengan mulut cemberut serta ketakutan. Mata Justin melotot lalu dengan segera ia memutar tubuhnya sehingga memunggungi saudara kembar itu.

             Ia kembali menangis.





:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar