Dua manusia polos itu tidak
melakukan apa pun yang berhubungan dengan seks. Mungkin hanya sekedar ciuman
dan berpelukan, tidak lebih dari itu. Dua minggu ini mereka terlalu sibuk untuk
merapikan rumah baru mereka karena begitu banyak hadiah pernikahan yang mereka
dapatkan. Begitupun dengan Justin, ia mendapatkan hadiah tambahan dari
Angelo—sebuah dinosaurus keluaran terbaru—yang ia taruh di tempat spesial.
Kedua kakak Justin tidak lagi datang setelah Justin mengadukan tentang kaset
porno yang ia dapatkan dari Robert kepada ayahnya sehingga kedua kakaknya
dihukum untuk tidak mengganggu Justin dan Elanie. Justin dan Elanie juga tidak
pernah mandi bersama. Mengganti pakaian pun tidak boleh ada yang saling
mengintip—meski Elanie tidak keberatan jika Justin melihat tubuhnya yang
telanjang karena Justin adalah suaminya. Tetapi hari ini sepertinya Justin
kedatangan tamu kesukaannya.
LeBron, keponakan lucunya akan
berkunjung untuk bermain bola basket dengan Justin. Anak itu sudah menginjak
umur ke-6 tahun ini. Ia sudah bisa bermain bola basket meski bola itu tampak
lebih besar dari tubuhnya. Nama anak Angelo bukanlah LeBron, nama aslinya
Christopher. Namun Justin lebih senang memanggil keponakannya itu LeBron.
Terdengar keren, kata Justin. Elanie sedang melihat-lihat pakaian-pakaian yang
dijual di toko online melalui
internet. Entahlah, ia jadi terobsesi melihat pakaian-pakaian mungil untuk
bayi. Sesekali ia melihat barang-barang yang berhubungan dengan seks—yang
membuat Elanie kegelian melihat barang-barang yang belum pernah ia lihat
sebelumnya. Televisi menyala di depan Elanie—ia sedang berada di ruang
santai—untuk menemani Elanie. Justin sedang sibuk di lapangan basketnya.
Sepertinya rumah ini memang hanya dibuat untuk Justin. Elanie tidak keberatan
dengan hal itu. Asal Justin senang, ia juga senang.
Elanie menopang dagunya ke ujung
lutut yang ia tekuk. Ia melihat salah satu pakaian yang benar-benar manis untuk
bayi mungil. Apa Justin bisa menjadi seorang dewasa jika mereka memiliki anak?
Ini mungkin masalah utama mereka. Mental Justin yang masih kekanak-kanakan
menghambat segalanya. Mereka tidak berhubungan badan, Justin tidak menggendong
Elanie sambil berciuman atau bercumbu di atas sofa. Well, sebenarnya, Elanie
mendapatkan hadiah mainan seks dari salah satu musuhnya—Elanie bahkan tidak
tahu kalau ia memiliki musuh. Hadiah itu tidak memiliki nama pengirim, yang
jelas hanya ada mainan seks dan sebuah kertas berupa hinaan pada Elanie.
Mungkin musuh Elanie sewaktu ia berkuliah. Elanie hanya mengedik bahu. Elanie mengalihkan
pandangannya dari laptop ke seorang pria bertubuh tegap dan tinggi serta
berotot yang sekarang berdiri di hadapannya. Pria itu berkeringat, panas, dan
seksi. Elanie menelan ludahnya. Otot-otot perut pria itu mengencang, sulit
untuk menerima kenyataan pahit bahwa pria ini bermental anak-anak.
“Sedang melakukan apa, Elanie?”
Tanya Justin dengan lembut. Ia duduk di atas karpet di sebelah Elanie dengan
tubuh yang masih berkeringat. Hanya Justin yang menyebut nama Elanie lengkap,
tidak dengan ‘El’ atau ‘Elly’. Pipi Elanie memerah saat tangan Justin melingkar
di sekitar pinggang lalu menyandarkan kepalanya ke atas bahu Elanie.
Perlahan-lahan Justin menggoyang-goyangkan kepalanya di atas bahu Justin. Usul
punya usul, ternyata Justin hanya ingin mengelap keringatnya pada pakaian
Elanie. “Mm, kau sangat harum,” dusta Justin semakin kencang mengelap keningnya
pada bahu Elanie yang tertutup kain itu.
“Sekarang bau karena keringatmu.
Lihatlah ini, bukankah pakaian ini sangat menggemaskan?” Tanya Elanie menunjuk
pada salah satu pakaian bayi berwarna biru dengan motif beruang dan sebuah
boneka beruang kecil berpakaian biru yang menempel di dada baju itu. Justin
menganggukkan kepalanya berkali-kali lalu ia tersenyum.
“Kau ingin membelinya untukku? Aw,
terima kasih, Elanie,” ucap Justin dengan suara terharu. Ia mengecup pipi
istrinya selama beberapa detik. Elanie terkekeh dengan ucapan Justin. Tidak
mungkin Elanie akan membelikan Justin pakaian seperti ini. Elanie tidak
membalas ucapan Justin. Ia ingin sekali mencium bibir Justin, bercumbu
dengannya di atas karpet ini dengan keadaan Justin yang telanjang dada dan
berkeringat. Pikiran Elanie akhir-akhir ini benar-benar kotor karena pemikiran
untuk bercinta selalu menghampirinya. Itu semua karena Justin tidak pernah ingin
menyentuhnya! Elanie menoleh menghadap Justin sehingga wajah mereka berdekatan.
Justin dapat melihat mata Elanie yang berwarna biru itu memohon akan sesuatu,
namun Justin tidak tahu apa yang Elanie inginkan. Apa pun itu—jika Elanie
memberitahunya—Justin akan melakukan untuk Elanie.
Tangan Justin yang berada di
pinggang Elanie semakin mengerat, ia tidak ingin melepaskan pelukan ini.
Berdekatan dengan Elanie menjadi kesenangan tersendiri bagi Justin. Gadis ini
memiliki daya tarik yang Justin sendiri tidak tahu apa itu. Wanita-wanita di
luar sana selalu menggoda Justin, menarik-narik kerah baju Justin agar mereka
bisa berciuman, namun respon Justin tetap sama; mendorong wanita-wanita itu
dengan kasar. Sehingga Justin tidak pernah didekati oleh wanita yang sama
lagi—mungkin beberapa masih berusaha mendekati Justin. Sampai akhirnya Elanie
bertemu dengan Justin. Mainan dinosaurus terbaik yang Justin miliki pun rela
Justin tinggalkan hanya untuk bisa bersama dengan Elanie. Istrinya tidak
mengedip sekalipun sampai akhirnya bibir mereka bertemu. Justin mulai
memejamkan matanya. Ia sudah sering melakukan ciuman ini bersama dengan Elanie.
Justin merasakan hal yang sama—saat
Elanie mengelus paha Justin di depan kedua kakak Justin—saat istrinya
menciumnya dalam seperti ini. Lidah mereka saling melilit. Tangan Elanie yang
tadinya diam sekarang menyentuh pinggang Justin dan tubuhnya memutar ke
belakang agar ciuman mereka semakin dalam. Justin terjatuh ke atas karpet, ia
terbaring di sana dengan pasrah namun bibir mereka tidak saling lepas. Bunyi
cepakan ciuman mereka membuat alat kelamin Justin bereaksi. Elanie mengelus
pipi Justin lalu leher suaminya yang berkeringat dan berpindah pada dada bidang
Justin. Justin ingin melakukan hal yang lebih lagi pada Elanie, namun ia tidak
tahu harus memulai dari mana. Dia juga takut jika Elanie hamil. Semua ketakutan
Justin selalu berkumpul tiap kali mereka berciuman sepanas ini. Baru saja ingin menyentuh celana Justin,
suara bel pintu rumah mereka memisahkan bibir Justin dan Elanie. Sontak saja
Elanie menegakkan tubuhnya lagi bersama dengan Justin yang segera bangkit.
“A-aku akan membuka pintunya,” ucap
Justin bangkit dari karpet. Ia meninggalkan Elanie yang pipinya memerah. Pria
itu menghilang dari pandangan Elanie. Astaga, apa yang baru saja Elanie dan
Justin lakukan? Kejadian tadi adalah kejadian terintens sepanjang mereka
berciuman. Dan Justin tidak sama sekali merasa gugup melakukannya. Elanie
menundukkan kepalanya malu-malu. Ciuman sialan! Apa ia harus memberitahunya
pada Eline akan kejadian tadi? Atau nanti malam mereka akan berhubungan badan?
Elanie tidak tahu.
Justin dan Christopher bermain di
lapangan bola basket. Sesekali Justin sengaja terjatuh agar Christopher bisa
melempar bola basket itu ke dalam ring
namun tidak pernah bisa masuk. Sampai akhirnya satu kali Christopher melempar,
bola itu masuk ke dalam ring.
Christopher berseru dengan senang, anak kecil itu melompat-lompat dan melakukan
moonwalk lalu menghina Justin karena
pamannya belum memasukkan bola ke dalam ring.
Elanie hanya menggeleng-geleng kepala melihat tingkah dua orang itu.
“Aw! LeBron! Apa-apaan yang
kaulakukan?” Justin mengerang saat Christopher melempar bola basket itu ke
belakang punggung Justin hingga Justin mengambil langkah yang sangat besar—hampir
terpeleset. Christopher hanya tertawa-tawa khas anak kecil. Jika Christopher
bukan keponakannya, sudah dari tadi Justin melempari Christopher dengan bola
basket berkali-kali ke kepalanya! Apalagi Christopher adalah anak dari Angelo,
anak dari seorang ayah yang cabul. Elanie hanya tertawa.
“Aku butuh waktu istirahat! Kau
bermain sendiri, aw. Shut,” Justin
tidak berani mengucapkan kata kotor. Elanie tertawa-tawa melihat suaminya
kesakitan. Justin tidak mau menangis di depan keponakannya sendiri. Ia juga
tahu malu.
“Kau baru saja diserang oleh anak
berumur 6 tahun dan kau merengek seperti itu? Memalukan Justin,” komentar
Elanie mengejek suaminya sendiri. Justin mulai berpikir kalau Elanie sekarang sudah
menjadi salah satu bagian dari kedua kakaknya. Justin mengelus-elus pinggangnya
lalu duduk di sebelah kursi yang Elanie duduki.
“Terserah apa katamu. Nanti malam
aku mau menonton film itu denganmu,”
“Film yang mana?” Tanya Elanie
bingung. Film? Film apa? Elanie sudah melupakan kejadian ia menonton 10 detik
film porno itu bersama Justin. Dan tidak mungkin Justin dan Elanie menonton itu lagi.
“Nanti kau tahu sendirilah,”
“Kau membuatku penasaran.”
***
“Tidak,” jerit wanita di film itu
dengan histeris. Elanie menelan ludahnya saat film itu mulai diputar. Justin
dengan sekuat tenaga tidak menangis saat sedang menonton film ini. Bukan film
porno, tetapi film Titanic. Film yang selalu membuat Justin menangis tiap kali
Justin menontonnya. Namun kali ini Justin tidak ingin menangis lagi di hadapan
Elanie. Ia sekarang sudah merasa malu. Terlebih lagi jika ia menangis, ia
teringat dengan hinaan-hinaan dari kakak-kakaknya. Elanie memeluk lengan Justin
dengan erat. Air mata Elanie mulai mengalir saat Jack—pemeran utama lelaki di
film itu—tenggelam dan meninggalkan Rose di atas sisa pintu dari kapal itu.
Sungguh menyedihkan. Film belum selesai, Justin sudah mematikan filmnya.
“A-aku tidak mau menonton film ini
lagi,” ucap Justin mengelap matanya yang berair—air matanya belum mengalir. Ia
beranjak dari tempat tidur, berniat untuk mengganti kaset film. Tiba-tiba
Justin mengingat kaset film yang Robert berikan padanya. Selama dua minggu ini
Justin sudah berusaha untuk melupakan kaset itu, tetapi semakin lama ia semakin
penasaran. Siapa tahu dengan menonton film itu Justin bisa menyentuh Elanie.
Justin mengganti kaset film Titanic menjadi film porno. Dengan segera Justin
berlari menuju tempat tidurnya dan merangkak naik ke atas. Semoga Elanie tidak
akan menyuruhnya untuk menghentikan film porno ini.
Ibu jari Justin menekan tombol
‘putar’ pada remote dvd. Saat itu juga adegan awal yang pernah mereka lihat
sebelumnya terputar. Elanie melirik Justin yang menatap layar LCD tanpa
mengedip.
“Justin? Kau yakin kita menonton
film ini lagi?” Tanya Elanie ragu-ragu. Justin menganggukkan kepalanya satu
kali. Pria itu tidak mengedipkan matanya.
“A-aku punya pertanyaan, Elanie,”
ucap Justin tanpa menoleh pada istrinya. “Me-mengapa dua orang itu harus
telanjang di film ini? Maksudku, apa mereka tidak malu direkam dengan keadaan
telanjang?” Tanya Justin takut-takut. Wanita yang berada dalam film itu
mendesah-desah keenakan. Tubuh Justin merinding mendengar suara wanita itu.
Elanie mengedik bahu. Ia juga tidak pernah berpikir kalau film porno memang
benar-benar ada di dunia. Maksudnya, tidakkah mereka malu tidak memakai pakaian
saat direkam? Tetapi film porno adalah film porno, dimana di film itu terdapat
dua orang berbeda jenis kelamin dan saling mencari kenikmatan mereka. Tangan
Justin mulai menyentuh alat kelamin yang tertutup boxer hitam yang ia kenakan.
Dia sudah tegang. Astaga, apa yang terjadi pada Justin? Elanie menelan
ludahnya.
“Ya benar, di sana sayang. Oh ya, di
sana sayang!” Erang wanita di LCD itu yang sedang menungging dan dimasuki oleh
seorang pria bertubuh tinggi besar berkulit putih. Elanie merasakan hal-hal
aneh yang menjalar di sekujur tubuhnya. Panas. Kedua pahanya saling bergesek
untuk menahan rasa gatal yang ia rasakan. Mata Elanie melirik Justin yang
matanya tidak mengedip melihat film itu. Apakah dengan menonton film ini Justin
akan menyentuh Elanie malam ini? Elanie mengalihkan pandangannya dari film, ia
mulai memeluk lengan Justin lagi. Justin terkejut setengah mati karena sentuhan
Elanie yang menyengat tubuhnya. Tangan lembut itu mengelus sepanjang tangan
Justin. Dengan segera Justin menarik selimut yang berada di bawah kaki untuk
menutupi boxernya.
“Menurutmu bagaimana rasanya?” Tanya
Justin penasaran. Pria itu tidak sama sekali menatap Elanie! Elanie mengedik
bahu. Mana dia tahu rasanya jika Justin bahkan belum menyentuhnya. Hanya Justin
satu-satunya jalan agar Elanie dapat merasakan apa yang wanita di LCD itu
rasakan. “Apa tidak sakit ditusuk dengan alat kelamin itu? Aku juga punya yang
sama dengan pria itu,”
“Aku tidak tahu, Justin. Aku tidak
pernah melakukannya. Tidak sekalipun. Dan aku berharap itu tidak sakit,” ucap
Elanie meringis. Ia menarik kedua lututnya ke atas hingga menyentuh dadanya
yang rata lalu memeluknya dengan satu tangan.
“Ternyata seperti itu milik
perempuan,” ucap Justin ketika ia diperlihatkan alat kelamin wanita yang dibuka
lebar oleh kedua jari pria itu. Elanie memejamkan matanya. Ia sudah tidak kuat
lagi menonton film ini. “Ap-apa punyamu juga seperti itu?” Justin tidak dapat
menghentikan pertanyaannya. Well, itu adalah salah satu pertanyaan dari jutaan
pertanyaan yang berada di benaknya. Hujan pertanyaan tidak bisa dihentikannya
sebelum payung jawaban datang. Lalu mata Justin melihat dua buah dada yang
dipaparkan dengan jelas di LCD itu.
“Apa buah dadamu seperti itu juga?”
Tanya Justin kali ini menoleh pada Elanie yang sedang menundukkan kepalanya.
Elanie tidak menangis. Ia hanya tidak ingin melihat film ini. Dengan cepat
Justin mematikan film itu lalu mematikan LCD. “Elanie? Kau tidak menangis bukan?”
Elanie mendongak. “Sudah selesai?
Aku tidak menangis. Hanya saja, melihat film itu membuatku geli. Apa kau tidak
geli melihat film itu?” Tanya Elanie tiba-tiba merasa takut untuk berhubungan
badan. Menontonnya saja sudah membuat Elanie geli, apalagi melakukannya? Elanie
menggigil.
“Sudah selesai. Aku tidak merasa
geli, tapi alat kelaminku lama kelamaan sakit karena celana dalamku menahannya.
Dan apa buah dadamu sama dengan buah dada wanita di dalam film itu?” tanya
Justin dengan polosnya. Kedua alis Elanie terangkat. Ia tidak percaya Justin
akan bertanya seperti itu padanya. Elanie malu. Ini adalah salah satu
kekurangannya. Ia tidak memiliki buah dada yang besar. Buah dadanya kecil,
mungkin anak umur 16 tahun lebih besar daripada buah dadanya.
“Tidak, punyaku tidak sebesar
punyanya, kurasa,”
“Kau bahkan tidak melihat buah dada
wanita itu, Elanie,” ucap Justin memutar bola mata. Elanie hanya terdiam, ia
mulai memerhatikan Justin yang memejamkan matanya. Pria itu terdiam selama
beberapa detik lalu matanya terbuka. “Ap-apa aku boleh melihat buah dadamu?”
Tanya Justin ragu-ragu, ia takut ditampar. Elanie terkejut dengan permintaan
Justin. Justin ingin melihat buah dadanya? Apa hal itu tidak akan membuat
Justin pingsan di tempat? Atau membuat Justin mencungkil matanya hanya karena
Justin telah melihat buah dadanya? Elanie takut jika Justin melakukan hal yang
lebih parah dari menggosok gigi. Siapa tahu Justin menggosok matanya dengan
sikat gigi setelah melihat buah dada Elanie. Elanie menelan ludah.
“Janji tidak akan menangis atau
pingsan? Ini adalah hal yang lumrah, oke Justin?” Elanie bertanya untuk
memastikan. Justin diam sejenak. Ah, pertanyaan itu membuat Justin bimbang.
Siapa tahu saja ada kamera pengintai yang sedang merekam apa yang telah mereka
perbuat lalu polisi datang karena Justin mengintip buah dada seorang wanita! Ya
Tuhan, jangan sampai itu terjadi! Justin melihat ke sekeliling atap ruangan
lalu benda-benda yang kemungkinan menjadi tempat bersembunyi kamera pengintai.
Tetapi Justin tidak menemukan apa pun. Akhirnya Justin mengangguk.
“Aku tidak akan menangis. Tetapi,
aku tidak akan menjadi kotor dan tidak bisa pergi ke gereja kan hanya karena
melihat buah dadamu?” Tanya Justin takut-takut. Elanie mengangguk.
“Tidak. Kita suami-istri, jadi tidak
apa-apa. Tutup matamu dulu,” pinta Elanie. Segera saja Justin melakukan apa
yang Elanie katakan. Pelan-pelan Elanie membuka gaun tidurnya sehingga hanya
tersisa celana dalam dan branya. Semoga Justin tidak terkejut karena istrinya
tidak memiliki buah dada yang tak sempurna atau tidak besar—siapa tahu Justin
memiliki impian memiliki istri berbuah dada besar. Elanie mulai membuka bra
yang ia pakai sehingga buah dadanya sekarang terlihat. Buah dada Eline
sebenarnya cocok untuk ukuran tubuhnya, hanya saja, ia tidak seseksi itu. Elanie mulai menggeser tubuhnya
agar tubuhnya bisa menghadap Justin.
“Apa aku sudah boleh membuka
mataku?” Tanya Justin tidak sabaran.
“Tentu saja,” ucap Elanie. Saat itu
juga Justin membuka matanya. Raut wajahnya berubah begitu saja. Ia terkejut.
Sangat terkejut.
“Ya Tuhan! Persis seperti punya
ibuku!” Serunya langsung menyentuh buah dada Elanie. Elanie tersentak akan
sentuhan tangan Justin namun ia tidak berusaha menghentikan sentuhan dari
suaminya. Justin meremas-remas buah dada itu dengan lembut, ia kagum karena
Elanie memiliki buah dada yang sama seperti ibunya. Justin teringat akan masa
kecilnya, ia mengisap puting ibunya untuk mendapatkan susu terenak saat itu.
Dan sekarang ia punya lagi! Akhirnya. Ternyata Elanie bukan hanya cantik dan manis,
gadis ini memiliki apa yang Justin mau. Elanie menahan erangannya. Apa Justin
ingin menyetubuhinya? Elanie mendesah
menyebut nama Justin.
“Ap-apa aku boleh mengisapnya?”
Tanya Justin ragu-ragu. Elanie berpikir sebentar—ia bahkan tidak tahu apa yang
harus ia pikirkan—lalu akhirnya ia mengangguk. Tanpa malu-malu Justin mulai
mengisap puting buah dada Elanie, tubuh Elanie langsung tersentak ke belakang.
Ya Tuhan, jilatan dari lidah Justin benar-benar membuatnya terangsang. Justin
mengisap kedua puting buah dada itu namun akhirnya ia berhenti. “Mengapa tidak
keluar susu? Kupikir akan keluar susu,”
Elanie terbelalak. “Apa? Susu? Tentu
saja tidak akan mengeluarkan susu, Justin! Aku belum hamil. Jika aku sudah
melahirkan, aku baru memiliki susu di buah dadaku,” ucap Elanie.
“Ah, payah.” Justin menggelengkan
kepalanya kecewa. “Ya sudahlah, aku ingin tidur,” lanjut Justin membaringkan
tubuhnya. Kedua alis Elanie terangkat, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan
sekarang selain memakai pakaiannya kembali dan tidur bersama Justin. Elanie
memasukkan kepalanya ke dalam gaun tidurnya, ia lalu berbaring di sebelah
Justin. Tanpa mengatakan apa pun, Justin memutar tubuhnya ke arah Elanie lalu
memeluk Elanie dengan erat.
“Sekalipun tidak mengeluarkan susu,
aku suka buah dadamu.” Puji Justin tulus. Pipi Elanie memerah mendengar pujian
yang menggelikan itu. Mulut Justin terbuka, “apa aku boleh menyentuh buah
dadamu? Aku akan tidur lebih cepat.”
“Tentu.” Elanie menahan senyum. Ya
Tuhan, suaminya sangat konyol.
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar