Sabtu, 31 Mei 2014

Pure Love Bab 4



            Dua manusia polos itu tidak melakukan apa pun yang berhubungan dengan seks. Mungkin hanya sekedar ciuman dan berpelukan, tidak lebih dari itu. Dua minggu ini mereka terlalu sibuk untuk merapikan rumah baru mereka karena begitu banyak hadiah pernikahan yang mereka dapatkan. Begitupun dengan Justin, ia mendapatkan hadiah tambahan dari Angelo—sebuah dinosaurus keluaran terbaru—yang ia taruh di tempat spesial. Kedua kakak Justin tidak lagi datang setelah Justin mengadukan tentang kaset porno yang ia dapatkan dari Robert kepada ayahnya sehingga kedua kakaknya dihukum untuk tidak mengganggu Justin dan Elanie. Justin dan Elanie juga tidak pernah mandi bersama. Mengganti pakaian pun tidak boleh ada yang saling mengintip—meski Elanie tidak keberatan jika Justin melihat tubuhnya yang telanjang karena Justin adalah suaminya. Tetapi hari ini sepertinya Justin kedatangan tamu kesukaannya.
            LeBron, keponakan lucunya akan berkunjung untuk bermain bola basket dengan Justin. Anak itu sudah menginjak umur ke-6 tahun ini. Ia sudah bisa bermain bola basket meski bola itu tampak lebih besar dari tubuhnya. Nama anak Angelo bukanlah LeBron, nama aslinya Christopher. Namun Justin lebih senang memanggil keponakannya itu LeBron. Terdengar keren, kata Justin. Elanie sedang melihat-lihat pakaian-pakaian yang dijual di toko online melalui internet. Entahlah, ia jadi terobsesi melihat pakaian-pakaian mungil untuk bayi. Sesekali ia melihat barang-barang yang berhubungan dengan seks—yang membuat Elanie kegelian melihat barang-barang yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Televisi menyala di depan Elanie—ia sedang berada di ruang santai—untuk menemani Elanie. Justin sedang sibuk di lapangan basketnya. Sepertinya rumah ini memang hanya dibuat untuk Justin. Elanie tidak keberatan dengan hal itu. Asal Justin senang, ia juga senang.
            Elanie menopang dagunya ke ujung lutut yang ia tekuk. Ia melihat salah satu pakaian yang benar-benar manis untuk bayi mungil. Apa Justin bisa menjadi seorang dewasa jika mereka memiliki anak? Ini mungkin masalah utama mereka. Mental Justin yang masih kekanak-kanakan menghambat segalanya. Mereka tidak berhubungan badan, Justin tidak menggendong Elanie sambil berciuman atau bercumbu di atas sofa. Well, sebenarnya, Elanie mendapatkan hadiah mainan seks dari salah satu musuhnya—Elanie bahkan tidak tahu kalau ia memiliki musuh. Hadiah itu tidak memiliki nama pengirim, yang jelas hanya ada mainan seks dan sebuah kertas berupa hinaan pada Elanie. Mungkin musuh Elanie sewaktu ia berkuliah. Elanie hanya mengedik bahu. Elanie mengalihkan pandangannya dari laptop ke seorang pria bertubuh tegap dan tinggi serta berotot yang sekarang berdiri di hadapannya. Pria itu berkeringat, panas, dan seksi. Elanie menelan ludahnya. Otot-otot perut pria itu mengencang, sulit untuk menerima kenyataan pahit bahwa pria ini bermental anak-anak.
            “Sedang melakukan apa, Elanie?” Tanya Justin dengan lembut. Ia duduk di atas karpet di sebelah Elanie dengan tubuh yang masih berkeringat. Hanya Justin yang menyebut nama Elanie lengkap, tidak dengan ‘El’ atau ‘Elly’. Pipi Elanie memerah saat tangan Justin melingkar di sekitar pinggang lalu menyandarkan kepalanya ke atas bahu Elanie. Perlahan-lahan Justin menggoyang-goyangkan kepalanya di atas bahu Justin. Usul punya usul, ternyata Justin hanya ingin mengelap keringatnya pada pakaian Elanie. “Mm, kau sangat harum,” dusta Justin semakin kencang mengelap keningnya pada bahu Elanie yang tertutup kain itu.
            “Sekarang bau karena keringatmu. Lihatlah ini, bukankah pakaian ini sangat menggemaskan?” Tanya Elanie menunjuk pada salah satu pakaian bayi berwarna biru dengan motif beruang dan sebuah boneka beruang kecil berpakaian biru yang menempel di dada baju itu. Justin menganggukkan kepalanya berkali-kali lalu ia tersenyum.
            “Kau ingin membelinya untukku? Aw, terima kasih, Elanie,” ucap Justin dengan suara terharu. Ia mengecup pipi istrinya selama beberapa detik. Elanie terkekeh dengan ucapan Justin. Tidak mungkin Elanie akan membelikan Justin pakaian seperti ini. Elanie tidak membalas ucapan Justin. Ia ingin sekali mencium bibir Justin, bercumbu dengannya di atas karpet ini dengan keadaan Justin yang telanjang dada dan berkeringat. Pikiran Elanie akhir-akhir ini benar-benar kotor karena pemikiran untuk bercinta selalu menghampirinya. Itu semua karena Justin tidak pernah ingin menyentuhnya! Elanie menoleh menghadap Justin sehingga wajah mereka berdekatan. Justin dapat melihat mata Elanie yang berwarna biru itu memohon akan sesuatu, namun Justin tidak tahu apa yang Elanie inginkan. Apa pun itu—jika Elanie memberitahunya—Justin akan melakukan untuk Elanie.
            Tangan Justin yang berada di pinggang Elanie semakin mengerat, ia tidak ingin melepaskan pelukan ini. Berdekatan dengan Elanie menjadi kesenangan tersendiri bagi Justin. Gadis ini memiliki daya tarik yang Justin sendiri tidak tahu apa itu. Wanita-wanita di luar sana selalu menggoda Justin, menarik-narik kerah baju Justin agar mereka bisa berciuman, namun respon Justin tetap sama; mendorong wanita-wanita itu dengan kasar. Sehingga Justin tidak pernah didekati oleh wanita yang sama lagi—mungkin beberapa masih berusaha mendekati Justin. Sampai akhirnya Elanie bertemu dengan Justin. Mainan dinosaurus terbaik yang Justin miliki pun rela Justin tinggalkan hanya untuk bisa bersama dengan Elanie. Istrinya tidak mengedip sekalipun sampai akhirnya bibir mereka bertemu. Justin mulai memejamkan matanya. Ia sudah sering melakukan ciuman ini bersama dengan Elanie.
            Justin merasakan hal yang sama—saat Elanie mengelus paha Justin di depan kedua kakak Justin—saat istrinya menciumnya dalam seperti ini. Lidah mereka saling melilit. Tangan Elanie yang tadinya diam sekarang menyentuh pinggang Justin dan tubuhnya memutar ke belakang agar ciuman mereka semakin dalam. Justin terjatuh ke atas karpet, ia terbaring di sana dengan pasrah namun bibir mereka tidak saling lepas. Bunyi cepakan ciuman mereka membuat alat kelamin Justin bereaksi. Elanie mengelus pipi Justin lalu leher suaminya yang berkeringat dan berpindah pada dada bidang Justin. Justin ingin melakukan hal yang lebih lagi pada Elanie, namun ia tidak tahu harus memulai dari mana. Dia juga takut jika Elanie hamil. Semua ketakutan Justin selalu berkumpul tiap kali mereka berciuman sepanas ini.  Baru saja ingin menyentuh celana Justin, suara bel pintu rumah mereka memisahkan bibir Justin dan Elanie. Sontak saja Elanie menegakkan tubuhnya lagi bersama dengan Justin yang segera bangkit.
            “A-aku akan membuka pintunya,” ucap Justin bangkit dari karpet. Ia meninggalkan Elanie yang pipinya memerah. Pria itu menghilang dari pandangan Elanie. Astaga, apa yang baru saja Elanie dan Justin lakukan? Kejadian tadi adalah kejadian terintens sepanjang mereka berciuman. Dan Justin tidak sama sekali merasa gugup melakukannya. Elanie menundukkan kepalanya malu-malu. Ciuman sialan! Apa ia harus memberitahunya pada Eline akan kejadian tadi? Atau nanti malam mereka akan berhubungan badan? Elanie tidak tahu.

            Justin dan Christopher bermain di lapangan bola basket. Sesekali Justin sengaja terjatuh agar Christopher bisa melempar bola basket itu ke dalam ring namun tidak pernah bisa masuk. Sampai akhirnya satu kali Christopher melempar, bola itu masuk ke dalam ring. Christopher berseru dengan senang, anak kecil itu melompat-lompat dan melakukan moonwalk lalu menghina Justin karena pamannya belum memasukkan bola ke dalam ring. Elanie hanya menggeleng-geleng kepala melihat tingkah dua orang itu.
            “Aw! LeBron! Apa-apaan yang kaulakukan?” Justin mengerang saat Christopher melempar bola basket itu ke belakang punggung Justin hingga Justin mengambil langkah yang sangat besar—hampir terpeleset. Christopher hanya tertawa-tawa khas anak kecil. Jika Christopher bukan keponakannya, sudah dari tadi Justin melempari Christopher dengan bola basket berkali-kali ke kepalanya! Apalagi Christopher adalah anak dari Angelo, anak dari seorang ayah yang cabul. Elanie hanya tertawa.
            “Aku butuh waktu istirahat! Kau bermain sendiri, aw. Shut,” Justin tidak berani mengucapkan kata kotor. Elanie tertawa-tawa melihat suaminya kesakitan. Justin tidak mau menangis di depan keponakannya sendiri. Ia juga tahu malu.
            “Kau baru saja diserang oleh anak berumur 6 tahun dan kau merengek seperti itu? Memalukan Justin,” komentar Elanie mengejek suaminya sendiri. Justin mulai berpikir kalau Elanie sekarang sudah menjadi salah satu bagian dari kedua kakaknya. Justin mengelus-elus pinggangnya lalu duduk di sebelah kursi yang Elanie duduki.
            “Terserah apa katamu. Nanti malam aku mau menonton film itu denganmu,”
            “Film yang mana?” Tanya Elanie bingung. Film? Film apa? Elanie sudah melupakan kejadian ia menonton 10 detik film porno itu bersama Justin. Dan tidak mungkin Justin dan Elanie menonton itu lagi.
            “Nanti kau tahu sendirilah,”
            “Kau membuatku penasaran.”


***


            “Tidak,” jerit wanita di film itu dengan histeris. Elanie menelan ludahnya saat film itu mulai diputar. Justin dengan sekuat tenaga tidak menangis saat sedang menonton film ini. Bukan film porno, tetapi film Titanic. Film yang selalu membuat Justin menangis tiap kali Justin menontonnya. Namun kali ini Justin tidak ingin menangis lagi di hadapan Elanie. Ia sekarang sudah merasa malu. Terlebih lagi jika ia menangis, ia teringat dengan hinaan-hinaan dari kakak-kakaknya. Elanie memeluk lengan Justin dengan erat. Air mata Elanie mulai mengalir saat Jack—pemeran utama lelaki di film itu—tenggelam dan meninggalkan Rose di atas sisa pintu dari kapal itu. Sungguh menyedihkan. Film belum selesai, Justin sudah mematikan filmnya.
            “A-aku tidak mau menonton film ini lagi,” ucap Justin mengelap matanya yang berair—air matanya belum mengalir. Ia beranjak dari tempat tidur, berniat untuk mengganti kaset film. Tiba-tiba Justin mengingat kaset film yang Robert berikan padanya. Selama dua minggu ini Justin sudah berusaha untuk melupakan kaset itu, tetapi semakin lama ia semakin penasaran. Siapa tahu dengan menonton film itu Justin bisa menyentuh Elanie. Justin mengganti kaset film Titanic menjadi film porno. Dengan segera Justin berlari menuju tempat tidurnya dan merangkak naik ke atas. Semoga Elanie tidak akan menyuruhnya untuk menghentikan film porno ini.
            Ibu jari Justin menekan tombol ‘putar’ pada remote dvd. Saat itu juga adegan awal yang pernah mereka lihat sebelumnya terputar. Elanie melirik Justin yang menatap layar LCD tanpa mengedip.
            “Justin? Kau yakin kita menonton film ini lagi?” Tanya Elanie ragu-ragu. Justin menganggukkan kepalanya satu kali. Pria itu tidak mengedipkan matanya.
            “A-aku punya pertanyaan, Elanie,” ucap Justin tanpa menoleh pada istrinya. “Me-mengapa dua orang itu harus telanjang di film ini? Maksudku, apa mereka tidak malu direkam dengan keadaan telanjang?” Tanya Justin takut-takut. Wanita yang berada dalam film itu mendesah-desah keenakan. Tubuh Justin merinding mendengar suara wanita itu. Elanie mengedik bahu. Ia juga tidak pernah berpikir kalau film porno memang benar-benar ada di dunia. Maksudnya, tidakkah mereka malu tidak memakai pakaian saat direkam? Tetapi film porno adalah film porno, dimana di film itu terdapat dua orang berbeda jenis kelamin dan saling mencari kenikmatan mereka. Tangan Justin mulai menyentuh alat kelamin yang tertutup boxer hitam yang ia kenakan. Dia sudah tegang. Astaga, apa yang terjadi pada Justin? Elanie menelan ludahnya.
            “Ya benar, di sana sayang. Oh ya, di sana sayang!” Erang wanita di LCD itu yang sedang menungging dan dimasuki oleh seorang pria bertubuh tinggi besar berkulit putih. Elanie merasakan hal-hal aneh yang menjalar di sekujur tubuhnya. Panas. Kedua pahanya saling bergesek untuk menahan rasa gatal yang ia rasakan. Mata Elanie melirik Justin yang matanya tidak mengedip melihat film itu. Apakah dengan menonton film ini Justin akan menyentuh Elanie malam ini? Elanie mengalihkan pandangannya dari film, ia mulai memeluk lengan Justin lagi. Justin terkejut setengah mati karena sentuhan Elanie yang menyengat tubuhnya. Tangan lembut itu mengelus sepanjang tangan Justin. Dengan segera Justin menarik selimut yang berada di bawah kaki untuk menutupi boxernya.
            “Menurutmu bagaimana rasanya?” Tanya Justin penasaran. Pria itu tidak sama sekali menatap Elanie! Elanie mengedik bahu. Mana dia tahu rasanya jika Justin bahkan belum menyentuhnya. Hanya Justin satu-satunya jalan agar Elanie dapat merasakan apa yang wanita di LCD itu rasakan. “Apa tidak sakit ditusuk dengan alat kelamin itu? Aku juga punya yang sama dengan pria itu,”
            “Aku tidak tahu, Justin. Aku tidak pernah melakukannya. Tidak sekalipun. Dan aku berharap itu tidak sakit,” ucap Elanie meringis. Ia menarik kedua lututnya ke atas hingga menyentuh dadanya yang rata lalu memeluknya dengan satu tangan.
            “Ternyata seperti itu milik perempuan,” ucap Justin ketika ia diperlihatkan alat kelamin wanita yang dibuka lebar oleh kedua jari pria itu. Elanie memejamkan matanya. Ia sudah tidak kuat lagi menonton film ini. “Ap-apa punyamu juga seperti itu?” Justin tidak dapat menghentikan pertanyaannya. Well, itu adalah salah satu pertanyaan dari jutaan pertanyaan yang berada di benaknya. Hujan pertanyaan tidak bisa dihentikannya sebelum payung jawaban datang. Lalu mata Justin melihat dua buah dada yang dipaparkan dengan jelas di LCD itu.
            “Apa buah dadamu seperti itu juga?” Tanya Justin kali ini menoleh pada Elanie yang sedang menundukkan kepalanya. Elanie tidak menangis. Ia hanya tidak ingin melihat film ini. Dengan cepat Justin mematikan film itu lalu mematikan LCD. “Elanie? Kau tidak menangis bukan?”
            Elanie mendongak. “Sudah selesai? Aku tidak menangis. Hanya saja, melihat film itu membuatku geli. Apa kau tidak geli melihat film itu?” Tanya Elanie tiba-tiba merasa takut untuk berhubungan badan. Menontonnya saja sudah membuat Elanie geli, apalagi melakukannya? Elanie menggigil.
            “Sudah selesai. Aku tidak merasa geli, tapi alat kelaminku lama kelamaan sakit karena celana dalamku menahannya. Dan apa buah dadamu sama dengan buah dada wanita di dalam film itu?” tanya Justin dengan polosnya. Kedua alis Elanie terangkat. Ia tidak percaya Justin akan bertanya seperti itu padanya. Elanie malu. Ini adalah salah satu kekurangannya. Ia tidak memiliki buah dada yang besar. Buah dadanya kecil, mungkin anak umur 16 tahun lebih besar daripada buah dadanya.
            “Tidak, punyaku tidak sebesar punyanya, kurasa,”
            “Kau bahkan tidak melihat buah dada wanita itu, Elanie,” ucap Justin memutar bola mata. Elanie hanya terdiam, ia mulai memerhatikan Justin yang memejamkan matanya. Pria itu terdiam selama beberapa detik lalu matanya terbuka. “Ap-apa aku boleh melihat buah dadamu?” Tanya Justin ragu-ragu, ia takut ditampar. Elanie terkejut dengan permintaan Justin. Justin ingin melihat buah dadanya? Apa hal itu tidak akan membuat Justin pingsan di tempat? Atau membuat Justin mencungkil matanya hanya karena Justin telah melihat buah dadanya? Elanie takut jika Justin melakukan hal yang lebih parah dari menggosok gigi. Siapa tahu Justin menggosok matanya dengan sikat gigi setelah melihat buah dada Elanie. Elanie menelan ludah.
            “Janji tidak akan menangis atau pingsan? Ini adalah hal yang lumrah, oke Justin?” Elanie bertanya untuk memastikan. Justin diam sejenak. Ah, pertanyaan itu membuat Justin bimbang. Siapa tahu saja ada kamera pengintai yang sedang merekam apa yang telah mereka perbuat lalu polisi datang karena Justin mengintip buah dada seorang wanita! Ya Tuhan, jangan sampai itu terjadi! Justin melihat ke sekeliling atap ruangan lalu benda-benda yang kemungkinan menjadi tempat bersembunyi kamera pengintai. Tetapi Justin tidak menemukan apa pun. Akhirnya Justin mengangguk.
            “Aku tidak akan menangis. Tetapi, aku tidak akan menjadi kotor dan tidak bisa pergi ke gereja kan hanya karena melihat buah dadamu?” Tanya Justin takut-takut. Elanie mengangguk.
            “Tidak. Kita suami-istri, jadi tidak apa-apa. Tutup matamu dulu,” pinta Elanie. Segera saja Justin melakukan apa yang Elanie katakan. Pelan-pelan Elanie membuka gaun tidurnya sehingga hanya tersisa celana dalam dan branya. Semoga Justin tidak terkejut karena istrinya tidak memiliki buah dada yang tak sempurna atau tidak besar—siapa tahu Justin memiliki impian memiliki istri berbuah dada besar. Elanie mulai membuka bra yang ia pakai sehingga buah dadanya sekarang terlihat. Buah dada Eline sebenarnya cocok untuk ukuran tubuhnya, hanya saja, ia tidak seseksi itu. Elanie mulai menggeser tubuhnya agar tubuhnya bisa menghadap Justin.
            “Apa aku sudah boleh membuka mataku?” Tanya Justin tidak sabaran.
            “Tentu saja,” ucap Elanie. Saat itu juga Justin membuka matanya. Raut wajahnya berubah begitu saja. Ia terkejut. Sangat terkejut.
            “Ya Tuhan! Persis seperti punya ibuku!” Serunya langsung menyentuh buah dada Elanie. Elanie tersentak akan sentuhan tangan Justin namun ia tidak berusaha menghentikan sentuhan dari suaminya. Justin meremas-remas buah dada itu dengan lembut, ia kagum karena Elanie memiliki buah dada yang sama seperti ibunya. Justin teringat akan masa kecilnya, ia mengisap puting ibunya untuk mendapatkan susu terenak saat itu. Dan sekarang ia punya lagi! Akhirnya. Ternyata Elanie bukan hanya cantik dan manis, gadis ini memiliki apa yang Justin mau. Elanie menahan erangannya. Apa Justin ingin menyetubuhinya?  Elanie mendesah menyebut nama Justin.
            “Ap-apa aku boleh mengisapnya?” Tanya Justin ragu-ragu. Elanie berpikir sebentar—ia bahkan tidak tahu apa yang harus ia pikirkan—lalu akhirnya ia mengangguk. Tanpa malu-malu Justin mulai mengisap puting buah dada Elanie, tubuh Elanie langsung tersentak ke belakang. Ya Tuhan, jilatan dari lidah Justin benar-benar membuatnya terangsang. Justin mengisap kedua puting buah dada itu namun akhirnya ia berhenti. “Mengapa tidak keluar susu? Kupikir akan keluar susu,”
            Elanie terbelalak. “Apa? Susu? Tentu saja tidak akan mengeluarkan susu, Justin! Aku belum hamil. Jika aku sudah melahirkan, aku baru memiliki susu di buah dadaku,” ucap Elanie.
            “Ah, payah.” Justin menggelengkan kepalanya kecewa. “Ya sudahlah, aku ingin tidur,” lanjut Justin membaringkan tubuhnya. Kedua alis Elanie terangkat, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang selain memakai pakaiannya kembali dan tidur bersama Justin. Elanie memasukkan kepalanya ke dalam gaun tidurnya, ia lalu berbaring di sebelah Justin. Tanpa mengatakan apa pun, Justin memutar tubuhnya ke arah Elanie lalu memeluk Elanie dengan erat.
            “Sekalipun tidak mengeluarkan susu, aku suka buah dadamu.” Puji Justin tulus. Pipi Elanie memerah mendengar pujian yang menggelikan itu. Mulut Justin terbuka, “apa aku boleh menyentuh buah dadamu? Aku akan tidur lebih cepat.”

            “Tentu.” Elanie menahan senyum. Ya Tuhan, suaminya sangat konyol.



:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar