Sabtu, 31 Mei 2014

Pure Love Bab 3




            Justin bersandar di atas sofa ruang santainya. Menonton acara televisi kesukaannya sambil memakan sarapan yang Elanie buatkan untuknya. Kata ayah Justin, Justin tidak perlu bekerja selama 1 bulan ini. Well, Justin menganggapnya itu sebagai liburan. Meski Justin selalu bingung mengapa orang-orang di sekitarnya bertanya dimana ia akan berbulan madu. Maksudnya, untuk apa berbulan madu? Ia tahu apa itu bulan madu. Baginya, bulan madu hanyalah waktu luang bagi suami-istri untuk berjalan-jalan. Justin tidak tahu menahu apa-apa soal hubungan badan. Untuk berpikir sampai sana saja Justin tidak bisa. Padahal sudah berkali-kali ia disuguhkan pemandangan ciuman antara Angelo dan istrinya atau Robert dan istrinya. Kadang ucapan-ucapan bersirat untuk bercinta juga sering Angelo utarakan pada istrinya, Ivy. Justin hanya tidak peduli saja dengan masalah hubungan badan. Dan Justin berpikir, Elanie tidak akan keberatan jika mereka tidak saling bersentuhan di atas tempat tidur. Maksudnya tidak melebihi ciuman. Karena terus terang, Justin tidak tahu bagaimana cara berhubungan badan.
            Bel pintu rumah baru Justin terdengar. Justin segera bangkit dari sofanya dan menaruh mangkuk yang ia pegang itu ke atas meja. Justin masih memakai boxer berwarna merah kesukaannya tanpa atasan apa pun. Ia juga biasa seperti ini jika ada tamu yang datang—yang membuat tamu wanita membeku di tempat sebelum ibu Justin datang. Siapa yang akan protes jika Justin hanya mengenakan boxer? Mungkin hanya ibunya saja. Tangan Justin mulai menyentuh gagang dua pintu yang besar itu lalu menariknya. Saat ia melihat orang pertama, ia langsung menutup pintunya kembali namun ditahan oleh orang pertama itu. Kakaknya, Robert, yang datang ke rumahnya sepagi ini bersama dengan Angelo di belakang tubuhnya. Justin masih menahan pintunya agar tidak terbuka lalu akhirnya ia menyerah ketika mendengar suara langkahan kaki dari belakang.
            “Siapa Justin?” Tanya Elanie dengan suara yang lembut. Robert masuk ke dalam rumah Justin dengan senyum maut yang ia miliki. Mata birunya menatap Elanie dengan ramah—hanya Justin yang memiliki mata cokelat dari antara saudara-saudaranya.  “Oh, Robert. Silahkan masuk. Angelo,”
            “Elanie, kau tampak manis pagi ini. Apa Justin berhasil membuatmu lelah malam ini?” Tanya Angelo tak ingin berbasa-basi. Pipi Elanie memerah. Ia tidak melakukan apa pun dengan Justin tadi malam karena mereka berdua memang sangat lelah. Hanya pelukan dan ciuman pengantar tidur. Justin memutar bola matanya. Ia tidak ingin kedua kakaknya datang. Justin tidak akan menagih mainan dinosaurusnya jika Angelo tak datang ke rumahnya hari ini. Sialan sekali kedua kakaknya ini! Ia benci mendapati mereka berdua yang sekarang duduk di atas sofa ruang tamu. Bukankah seharusnya mereka berdua bekerja? Elanie meninggalkan ruang tamu untuk menyuguhkan teh hangat pagi hari.
            Dengan malas, Justin menutup pintu rumahnya lalu berjalan menuju sofa yang kosong.
            “Untuk apa kalian berdua ke sini? Tidak cukup menyiksaku kemarin?” Tanya Justin dengan ketus. Kekanak-kanakan Justin menghilang begitu saja. Setidaknya, Justin bisa mengontrol sifat kekanak-kanakannya kepada siapa pun di luar rumah. Tapi sekarang ia sedang tidak berada di luar rumah, berarti dia memang sedang tidak ingin diganggu. Angelo melompat-lompat di atas sofa Justin, bokongnya naik turun lalu akhirnya bersandar di sofa.
            “Sofa yang empuk. Apa kalian bercinta di sini?” Tanya Angelo berusaha untuk tidak terdengar geli. Justin menatap kakaknya dengan mata sayu, tidak suka.
            “Apa kau gila? Elanie kelelahan kemarin. Tidak mungkin aku berhubungan badan dengannya. Lagi pula, untuk apa berhubungan badan? Tidak ada gunanya,” ucap Justin acuh tak acuh. Tetapi bukan itu alasan sebenarnya Justin tidak ingin berhubungan badan dengan Elanie. Ia hanya tidak mau. Bukan belum. Tapi tidak mau. Tidak mau mencoba atau apa pun. Robert dan Angelo menahan tangannya dengan cara menutup mulutnya dengan jemari mereka lalu meledak begitu saja hingga mereka memukul-mukul sofa. “Tidak lucu,”
            “Bagaimana tidak lucu? Kau seharusnya berhubungan badan dengannya bodoh! Sini, kuberitahu kau apa. Kau adalah Justin Bieber. Seorang pemilik perusahaan keluarga Bieber yang terkenal di Amerika. Tubuhmu tegap, berotot dan …well, tidak setinggi aku. Tapi demi Tuhan! Semua wanita di luar sana berpikir kau hebat di ranjang. Dan inilah yang kenyataann yang aku dan Robert dapat. Kau. Tidak. Menyentuh. Elanie. Dasar banci,”
            “Aku bukan banci!” Tukas Justin tidak suka dengan hinaan itu. Justin bukan banci. Ia tidak siap dengan segala apa pun yang akan terjadi ke depannya. Robert menelan ludahnya setelah ia selesai tertawa. Justin adalah satu-satunya bahan lelucon terlucu di dunia bagi mereka berdua. Untungnya Justin tidak terserang gangguan mental hanya karena kedua kakaknya selalu mengintimidasinya.
            “Apa kau punya alat kelamin?” Tanya Robert. “Sebesar apa? Kelingking?”
            “Punyaku besar! Dan jangan bicarakan soal alat kelamin denganku!”
            “Kenapa? Kau terangsang, homo?” Ejek Angelo hingga Robert berseru mendukung ejekan dari Angelo. Mereka berdua saling melakukan tos rahasia mereka berdua. Justin hanya membuang wajah. Ia tidak pernah tertarik dengan seorang pria. Mengapa kedua kakaknya selalu mengejeknya gay? Ia bukan gay. Ia menyukai seorang gadis, tapi ia lebih menyukai dinosaurus sampai akhirnya Elanie masuk ke dalam kehidupannya. Bahkan ia rela memberikan mainan sialan itu pada Elanie meski malamnya Justin merasa kesepian karena dinosaurus yang ia berikan pada Elanie adalah salah satu mainan yang paling sering Justin mainkan. Kedua kakaknya telah berhenti tertawa hingga akhirnya Justin menatap kembali kedua kakaknya.
            “Apa kalian sudah selesai? Mana mainanku? Kau bilang kau ingin memberikannya padaku, omong kosong. Cium saja bokongku,” ucap Justin ketus. Angelo baru saja ingin menjawab pertanyaan Justin, namun Elanie sudah muncul begitu saja di hadapan mereka membawa sebuah nampan yang berisi tiga gelas teh.
            “Apa yang kalian bicarakan?” Tanya Elanie penasaran sambil menaruh gelas-gelas di atas meja ruang tamu. Kaos warna kuning yang memiliki potongan leher yang rendah membuat buah dada Elanie terlihat ketika gadis itu membungkukan tubuhnya. Angelo dan Robert bisa melihat buah dada yang tidak begitu besar itu. Sayang sekali tertutup bra. Namun pemandangan itu menghilang begitu saja ketika Elanie langsung berdiri tegak dan memeluk nampan yang ia pegang sehingga buah dadanya yang kecil itu tidak terlihat lagi. Elanie duduk di sebelah Justin, berhadapan dengan kedua kakak Justin. Justin meminum teh yang Elanie buat lalu menatap istrinya. Pipi Elanie memerah, tangan Justin merangkul bahu Elanie hingga Elanie merasakan hangat karena sentuhan tangan Justin yang telanjang, terlebih lagi Justin tidak mengenakan atasan apa pun.
            “Kami hanya ingin mengunjungi adik tercinta kami, El. Dia kelihatan baik-baik saja denganmu. Kau memang hebat menjaga Justin, biasanya ia rewel. Jadi, bagaimana di atas ranjang?”
            “Oh, tidak. Kami belum melakukan itu. Tadi malam kita berdua benar-benar lelah. Kurasa Justin tidak keberatan jika aku belum mau melakukannya,” ucap Elanie dengan santai, kepalanya bersandar pada dada Justin yang telanjang itu. Sontak tubuh Justin menegang. Otot-ototnya segera terbentuk kembali hingga kedua kakaknya bisa melihat reaksi Justin yang berlebihan. Adik mereka panik. Mereka terpaksa harus menahan tawanya lagi. Angelo menganggukkan kepalanya.
            “Begini, Elanie, apa nanti malam kami berdua boleh meminjam Justin untuk pergi keluar? Kau tidak keberatan?” Tanya Angelo. Kedua alis Justin terangkat, begitu juga dengan Elanie. Justin langsung terkekeh dan kepalanya tergeleng. Ia tidak ingin pergi lagi dengan kedua kakaknya. Akhir-akhir ini ia tidak pernah pergi keluar bersama kakak-kakaknya. Sudah cukup tersiksa batin karena hinaan-hinaan dari kakak-kakaknya. Elanie mengelus-elus paha Justin dengan lembut untuk menenangkan Justin yang tiba-tiba saja panik tadi. Bukan tenang, Justin malah semakin panik.
            “Oh lihat itu. Ternyata tidak sebesar kelingking bayi yang kukira. Dia ternyata punya Angelo. Kita pikir dia selama ini adalah wanita, Elanie,” ucap Robert mulai menyalakan kompor. Mata Angelo dan Robert dari tadi memerhatikan boxer milik Justin untuk melihat reaksi adiknya akan sentuhan dari Elanie. Ternyata Elanie berhasil membuat Justin terangsang secepat itu. Mata Elanie ikut terjatuh ke tengah-tengah boxer yang Justin kenakan. Alat kelamin Justin menonjol di balik boxer itu.
            “Aku bukan wanita! Tadi malam aku mencium bibirnya, apa kalian bisa keluar? Aku sudah tidak kuat lagi kau berada di sini,” ucap Justin bangkit dari sofanya, membuat Elanie terjatuh ke sofa daerah Justin duduki hingga Elanie mendesah. “Maafkan aku. Aku tidak sengaja,” tukas Justin sesegera mungkin membalikkan tubuhnya dan membantu Elanie untuk bangkit dari sofa.
            “Aku tidak apa-apa,” ucap Elanie dengan pipi yang memerah. Gadis itu mudah sekali malu.
            “Kau mengusir kedua kakakmu yang selalu mencintaimu ini Justin? Bagaimana bisa? Aku tidak percaya adik kita mengusir kita, Robert,” ucap Angelo menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Justin sudah tidak percaya omong kosong yang kedua kakaknya ucapkan. Sekarang Justin sudah memiliki seseorang yang akan selalu ada di sisinya, yang membutuhkan Justin setiap saat, dan kedua kakaknya harus segera pergi dari rumahnya agar Justin bisa melanjutkan kehidupannya yang baru saja damai.
            “Keluar,” perintah Justin.
            “Baiklah. Kita hanya ingin mengajakmu pergi keluar sebentar malam ini karena kami yakin kau tidak akan melakukan apa pun bersama Elanie—“
            “Keluar, aku mau kalian keluar,” Justin mulai merajuk. Ia naik ke atas sofa, lalu meringkuk di atas sana dan memeluk kepalanya. “Keluar! Keluar! Keluar!” Teriak Justin seperti anak kecil yang tidak ingin bertemu dengan ibunya karena telah berbohong. Elanie mulai terintimidasi. Tidak, jangan di depan kakak-kakaknya Justin bertingkah seperti ini. Robert dan Angelo segera bangkit dari sofa.
            “Oke, oke, banci. Jangan menangis seperti itu. Jika berubah pikiran, hubungi aku saja,” ucap Angelo khawatir. Angelo bukan khawatir Justin menangis sampai adiknya akan memutuskan urat nadi di depannya nanti, tapi Justin akan melaporkan pada ayahnya kalau Angelo datang di hari pertama Justin menikah. Kata orangtuanya, Angelo dan Robert tidak boleh datang ke rumah Justin selama satu bulan. Jika Angelo dan Robert ketahuan mendatangi adiknya, mereka akan dihukum. Bukan apa-apa, tapi hanya orangtua Justin yang menjadi teman Justin selama Justin bertumbuh. Bahkan di masa remajanya karena Angelo dan Robert selalu memojoki Justin sejak kecil sampai sekarang sehingga Justin sering dimanja dan dibela oleh orangtuanya. Dan ia menjadi seperti anak kecil sekarang.
            “Keluar,” isak Justin dengan suara pelan.
            “Angelo, Robert kurasa kalian memang harus keluar,” ucap Elanie seramah mungkin. Angelo dan adiknya mengangguk satu kali.
            “Semoga kau baik-baik saja tinggal di sini bersamanya,” ucap Angelo.
            “Keluar Angelo,” perintah Justin. “Dan jangan lupa janjimu itu padaku. Atau cium bokongku. Kali ini serius,” ucap Justin terisak. Wajah Justin tidak kelihatan karena tangan yang menutupi wajah tampannya itu.
            “Tidak akan kulupakan janjiku jika kau menerima tawaranku.”


***



            Justin menggaruk-garuk lehernya yang tidak terasa gatal. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan di sebuah tempat yang berisi dengan para penari bugil yang menari-nari di atas meja yang begitu banyak—yang dimasing-masing panggung berbentuk meja itu memiliki tiang. Mereka duduk di salah satu sofa yang bentuk bulan sabit berkulit hitam. Justin dari tadi meminum air putih yang ia pesan. Sudah tiga gelas ia minum namun ia masih tidak tahu apa yang harus ia lakukan di sini. Sebelumnya, ia tidak pernah datang ke dalam sini karena kakak-kakaknaya tidak pernah mengajak Justin. Alasan utama Justin datang ke sini karena ancaman Angelo yang katanya ia tidak akan melupakan janji Beli-Dinosaurus-Justin. Ternyata tempat seperti inilah yang mereka datangi. Justin menyesal betul. Ia merindukan Elanie, pasti istrinya kesepian di rumah.
            Kedua kakaknya sedang menikmati pemandangan bokong dimana-mana. Sesekali mereka menyelipkan uang di sisi celana dalam penari bugil. Tidakkah geli disentuh oleh orang asing? Justin berpikir keras. Berbeda dengan Justin, kedua kakaknya sudah meminum bir sebanyak dua botol setelah itu berhenti karena Angelo akan menyetir mobil. Justin merasa sangat bosan berada di tempat ini, tidak ada mainan apa pun yang bisa dimainkan. Tidak ada Elanie yang bisa ia peluk atau ia cium. Dia merindukan Elanie. Perasaan ini tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Maksudnya, pada orang asing yang sekarang menjadi istrinya. Ia sering merindukan ibu dan ayahnya—dan tidak pernah pada kedua kakaknya—jika ia sedang berada di luar negeri. Justin mungkin memang memiliki mental anak-anak, namun kedua orangtuanya sudah mengajar Justin bagaimana menjadi seorang pemimpin perusahaan dan bagaimana harus bersikap jika mereka—orangtua Justin—tidak berada di sisi Justin.
            Akhirnya Angelo mengalihkan pandangannya dari para penari bugil itu. “Jadi, tidak bercinta di hari pertama?”
            “Untuk apa? Tidak ada gunanya,” ucap Justin acuh. Justin bahkan tidak terangsang atas pemandangan yang sedang disuguhkan! Angelo harus mengacungi jempol pada adiknya yang tahan godaan itu. Robert menyunggingkan senyum miring lalu menghela nafas panjang.
            “Kupikir kau lesbian,”
            “Bicara pada tanganku,” ucap Justin memberikan telapak tangannya pada Robert. “Dan aku seorang pria,” lanjut Justin menurunkan tangannya ke atas paha. Angelo menahan tawanya. Robert sering menghina Justin dari segi kelaminnya. Sedangkan Angelo lebih mengarah pada hal-hal yang berbau seks dan taruhan. Justin menghela nafas.
            “Kita membawamu untuk melihat bagaimana reaksimu. Ternyata kau positif gay,” ucap Angelo kali ini. Robert tertawa lepas, ia terbahak-bahak akan hinaan Angelo. Justin hanya meniru tawa dari Robert sampai memukul-mukul meja lalu sedetik kemudian ia berhenti.
            “Aku salut, Justin. Kau ternyata memiliki iman yang kuat. Tapi sebelum itu, kau harus menonton ini bersama Elanie,” ujar Robert mengambil sesuatu dari kantong jas bagian dalamnya lalu mengeluarkan sebuah kaset yang tidak memiliki sampul pada Justin. Tidak ada judul. Hanya tempat kaset yang transparan yang berisi kaset tidak bersampul. Robert melemparnya ke arah Justin. Dengan sigap Justin mengambilnya seperti pemain basket. Justin hebat dalam bermain basket dengan anak Angelo yang ia panggil LeBron itu.
            “Baiklah. Ayo kita pulang,” ucap Justin menerima kaset itu tanpa bertanya apa pun.
            “Pulang saja sendiri, aku ingin menonton dulu,”
            “Kau mau aku adukan pada Ivy? Baiklah, aku akan menghubunginya sekarang,” ancam Justin mengeluarkan ponselnya. Sontak Angelo langsung berdiri dan merebut ponsel itu dari tangan Justin. Kali ini Justin yang tertawa jahat, ia segera mencium dua jarinya lalu menepuk bokongnya dengan kedua jari itu. “Cium bokongku!”
            “Brengsek kau Justin,”
            “Kata kotor apa pun itu, aku tidak peduli. Ayo pulang.” Memang, Justin tidak pernah berkata kotor. Dia anak alim.
            Awalnya.

***

            Elanie menggigiti kuku tangan kirinya. Tangan kanannya sedang menahan ponsel yang ia tempelkan pada telinga. Ia sedang berbicara dengan Eline. Eline baru akan datang dua bulan ke depan. Teganya Eline melakukan itu pada Elanie. Padahal Elanie ingin sekali memperkenalkan Justin pada Eline, tetapi saudara kembarnya pasti memiliki alasan untuk tidak datang ke Amerika. Pekerjaan. Pekerjaan. Dan pekerjaan. Elanie menggigit bibir atasnya untuk menahan tangisnya. Dia sangat merindukan Eline dan membutuhkan Eline untuk meminta saran bagaimana caranya membangun rumah tangga yang baik. Justin tidak menyentuh seharian ini. Mengecup bibir Elanie saja tidak. Pria itu selalu sibuk sendiri, terlebih lagi Justin sekarang pergi keluar bersama kedua kakaknya.
            “Tapi dia tidak pernah mau menyentuhku. Malam pertama yang kudapat adalah tangisan darinya,” ucap Elanie terduduk di atas sofa.
            “Itu bukan masalah, El. Masih banyak waktu yang kalian punya untuk melakukan hal itu. Kau tidak perlu cemas. Ia pasti akan menyentuhmu,” Eline berusaha memberi dukungan.
            “Ap-apa kau sudah hamil? Aku takut hamil, entah kenapa. Mungkin karena Justin juga belum siap memiliki anak. Apa terlalu cepat jika satu atau dua bulan ke depan aku hamil?” Tanya Elanie menggigit-gigiti kuku kembali. Eline tertawa. Adiknya tidak pernah tidak polos. Pasti ada saja pertanyaan yang sebenarnya jawabannya sudah ada di hadapan adiknya. Hanya saja, Elanie masih buta.
            “Aku belum hamil, El. Aku tidak tahu kapan aku hamil. Tuhan belum mengizinkannya. Mungkin bulan ini atau bulan depan. Kita tidak pernah tahu, El. Yang perlu kau lakukan adalah buat Justin nyaman bersama denganku. Lama-lama aku jadi penasaran dengan suamimu yang satu itu,”
            “Dia—“
            “Halo, Elanie. Aku pulang!” Seru Justin ketika pintu rumah terbuka. Elanie langsung melepaskan tangan kirinya dari mulut lalu mengelapnya di gaun tidurnya yang kali ini tidak tipis. Elanie melihat suaminya yang pulang dengan keadaan utuh namun tangannya memegang sebuah tempat kaset. Apa itu? Tanpa mengatakan apa pun pada Eline, Elanie mematikan ponselnya dan bangkit dari sofa. Justin menutup pintu, ia memerhatikan Elanie yang menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Entahlah, seperti kagum? Justin menghampiri Elanie lalu menyentuh tangan istrinya itu. Tangan kiri Elanie. Sontak Elanie langsung menarik tangan kirinya dan sadar kalau suaminya sudah benar-benar pulang ke rumah.
            “Hai, Justin. Kau sudah pulang. Dengan keadaan utuh. Kau pergi kemana dengan mereka?” Tanya Elanie dengan lembut. Tidak ada perintah dari siapa pun, Justin melingkarkan tangannya di sekitar pinggang Elanie. Mereka berdua berjalan bersama-sama menuju kamar mereka yang berada di lantai dua.
            “Aku tidak tahu nama tempatnya apa, tapi yang jelas aku melihat wanita-wanita yang tidak tahu malu menari-nari di atas panggung hanya mengenakan celana dalam dan bra. Ish, mereka tidak tahu malu. Yang jelas aku geli melihat mereka seperti itu. Jika ada toko pakaian, sudah jelas aku akan membelikan mereka pakaian agar mereka tidak melakukan hal itu,” cerita Justin tanpa menatap Elanie. Elanie hanya tertawa. Ia tahu tempat itu, itu adalah tempat penari bugil. Sekarang Elanie merasa sangat beruntung karena memiliki suami seperti Justin. Pria yang jujur dan tidak mengada-ngada. Elanie hanya tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya pada bahu Justin.

            Setelah berada di dalam kamar. Justin segera mengambil pakaian tidurnya. Elanie memegang tempat kaset yang Justin bawa tadi—yang Justin lempar ke atas tempat tidur—lalu melihat-lihat, kaset apa yang Justin terima? Pasti diberi oleh salah satu dari kakaknya. Tetapi Elanie tidak tahu kaset apa ini karena tidak ada sampul, judul atau tanda-tanda agar ia tahu kaset apa yang Justin terima. Elanie memunggungi Justin karena Justin yang memintanya untuk tidak mengintip. Elanie hanya memaklumi tingkah Justin yang satu itu, lama kelamaan juga Justin akan terbiasa. Setelah mengganti pakaian dan menaruh pakaiannya ke tempat kotor di sudut kamar, Justin berjalan menuju Elanie yang memunggunginya.
            “Ayo kita tonton kaset ini, aku penasaran,” ucap Justin mengambil kaset itu dari tangan Elanie.
            “Memangnya kau tahu itu kaset apa?” Tanya Elanie. Justin yang sedang berjalan menuju LCD itu langsung menghentikan langkah. “Siapa tahu film horror atau film yang lebih parah dari film horror,”
            “Ah ya, kau benar sekali. Aku akan menghubungi Robert dulu sebelum kita menonton ini,” ucap Justin berjalan menuju meja yang berada di dalam kamarnya. Meja Elanie untuk mengetik ceritanya. Justin meraih ponsel yang ia taruh di sana lalu menghubungi Robert. Elanie menundukkan kepalanya malu-malu saat Justin mengedipkan sebelah matanya pada Elanie. Justin merasa sangat nakal sekarang. Bahkan dia sendiri merasa geli telah melakukan itu pada Elanie.
            “Film apa yang kauberikan padaku?” Tanya Justin saat Robert mengangkat telepon itu.
            “Tonton saja bersama Elanie. Bukan film horror. Itu kaset film dinosaurus,” ujar Robert. Tidak mengatakan terima kasih atau selamat malam, Justin langsung mematikan ponselnya dan menaruh ponsel itu kembali pada tempatnya.
            “Bukan film horror katanya,” ucap Justin dengan santai. Segera saja Justin memasang kaset itu pada dvd dan menyalakan LCD-nya. Ia mengambil remote dvd yang berada di atasnya lalu berlari dengan cepat ke atas tempat tidur. Elanie menggigit bibirnya karena tingkah Justin yang sangat lucu. Justin mengambil sebuah remote lain yang berada di atas ranjang. Ia mengatur pencahayaan di kamarnya hingga berubah menjadi remang-remang. Oh, film ini pasti seru. Ibu jari Justin menekan tombol ‘putar’ di remotenya. Justin berteriak saat film itu mulai terputar. Astaga film apa ini? Sebuah pemandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya sekarang terlihat dengan jelas. Diam-diam ia panik. Dua orang berbeda jenis kelamin sedang berada di atas ranjang, mengerang, mendesah, dan telanjang.  “Fi-film apa ini?” Tanya Justin tanpa mengalihkan pandangannya.
            “Matikan Justin.” Perintah Elanie ikut panik, namun Elanie berhasil menyembunyikannya.
            “Iya, tapi ini film apa?” Tanya Justin kembali.

            “Matikan saja, Justin!” Teriak Elanie. Segera saja Justin mematikan film itu lalu menelan ludahnya hingga terdengar Elanie. “Tadi adalah …film terburuk sepanjang masa.” Justin berkomentar.







:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar