Pelipis pria itu basah akibat
keringat yang terus mengucur tanpa henti. Tangannya gemetaran mendengar seorang
pendeta berbicara di hadapannya, bertanya pada Elanie apakah Elanie bersedia
menjadi suami Justin. Kata kakak-kakak Justin, Justin harus berciuman dengan
Elanie nanti setelah Justin mengatakan kalimat sakral itu.Justin tidak pernah berciuman dengan seorang gadis sebelumnya!
Pria saja tidak pernah. Well, tidak akan pernah—meski kakak-kakak Justin curiga
kalau Justin sering berciuman dengan pria di luar sana yang memiliki kelainan.
Justin menelan ludahnya ketika mulut pendeta menyebut namanya. Justin tersadar ia harus memakaikan Elanie
cincin. Seorang gadis yang berada di sebelah pendeta itu langsung maju ke depan
dan memberikan sebuah kotak berisikan cincin di atas bantal berwarna merah.
Justin meraih kotak itu lalu mengeluarkan cincin pertama.
Dengan pelan, Justin meraih tangan
kanan Elanie lalu memasangkannya di jari manis. Semua orang di dalam gereja
bertepuk tangan. Ia merasa senang karena telah melewati masa-masa itu, namun
suara tawaan kakaknya terdengar. Ia langsung menganggukkan kepalanya satu kali
dengan mata melirik ke sebelah kanannya. Kakak-kakaknya memang sedang
menertawakannya di sampingnya—yang berjarak hanya 2 meter darinya— yang memerhatikan
Justin sambil melipat kedua tangannya di depan perut lalu menundukkan kepala
agar tidak tertawa lagi. Justin berusaha untuk berkonsentrasi.
Justin tidak mendengar apa yang
pendeta katakan. Suara tawaan dari kakak-kakak Justin membuat Justin kehilangan
konsentrasi Justin. Terlebih lagi pemikiran mencium bibir Elanie membuat Justin
lebih gugup lagi. Bagaimana rasa bibir itu? Apa memang boleh mencium bibir
Elanie? Apa mereka tidak akan dimarahi oleh orangtua? Justin bimbang.
“Justin?” Suara pendeta memanggilnya
kembali hingga matanya yang melirik ke sebelah kanan langsung melihat pada
pendeta. Raut wajah pendeta tampak tak suka melihat tingkah Justin yang tidak
serius. “Apa kau bersedia menerima
Elanie menjadi istrimu…” suara pendeta lama kelamaan menghilang dari
pendengaran Justin. Tatapannya kosong pada pendeta lalu suara pendeta kembali
terdengar. “…Miskin?”
Justin melirik sebentar
kakak-kakaknya yang menahan sedang menahan tawa mereka. “Aku bersedia.” ujar
Justin percaya diri, ia mengembuskan nafas panjang. Akhirnya! Sekarang apa yang
ia harus lakukan dengan Elanie? Kemarin mereka sudah latihan! Sungguh, mereka
sudah latihan di gereja ini bersama dengan pendeta di hadapannya, tapi sontak
saja semua latihan yang mereka lakukan kemarin sudah Justin lupakan karena
Justin terlalu gugup dan memutuskan untuk bermain dinosaurus lagi di kamarnya.
Kali itu Justin tidak membuat dinosaurusnya bertengkar atau memukul satu sama
lain, tetapi bertanya-tanya tentang apa yang pendeta tanya pada Elanie dan
Justin hingga lama kelamaan membuat Justin nyaris gila. Tak sadar, Elanie sudah
meraih tangan kanannya dan memasangkan cincin yang Elanie pegang pada jari
manis Justin. Semua orang kembali bertepuk tangan. Itu membuat pipi Elanie
memerah. Ya Tuhan, akhirnya mereka menikah. Tidak ada yang menyangka, begitupun
Justin dan Elanie.
“Kau boleh mencium pengantin
wanitanya, Mr.Bieber,” ucap pendeta itu dengan sabar. Justin menghadapkan
tubuhnya pada Elanie, begitupun dengan Elanie yang kepalanya tidak tertutupi
oleh apa pun. Justin memegang kedua tangan Justin lalu menatap mata biru Elanie
yang alami. Segugup apa pun Justin, jika ia melihat mata biru itu, ia selalu merasa
tenang. Entah penjelasan bagaimana yang tepat untuk menggambarkan perasaan ini,
tetapi satu hal yang ia tahu, ia merasa tenang. Elanie tersenyum, kepalanya
sudah dimajukan ke depan, begitupun dengan Justin. Mata Justin melihat bibir
Elanie. Apakah aku benar-benar harus
menciumnya? Apa boleh? Apa aku tidak akan dimarahi? Apa kakak-kakakku akan
menertawaiku lagi? Namun ternyata, kakak-kakak Justin sedang menertawakan
Justin di belakang punggungnya. Saat itu juga Justin mengecup kening Elanie
hingga semua orang di gereja kebingungan.
Angelo terpaksa harus menopang
tangan pada bahu Robert untuk tertawa bahak-bahak. Semua orang di gereja
bertepuk tangan yang diawali oleh ayah Justin yang menepuk tangannya. Justin
dan Elanie memunggungi pendeta lalu tersenyum kepada semua orang di sana.
Justin meremas tangan Elanie yang dipegangnya. Ingin Elanie menangis terharu
sekarang, hanya saja ia merasa tidak tepat jika ia melakukan itu. Terlebih lagi
ada satu alasan yang membuat Elanie ingin menangis. Eline tidak datang ke acara
pemberkatannya, itu cukup membuat hati Elanie sakit. Mengapa Eline tidak bisa
menyempatkan diri untuk melihat adiknya menikah? Menikah adalah hal yang tidak
akan dilupakan oleh semua orang yang telah menikah.
Justin dan Elanie turun dari altar.
Mereka berjalan melewati orang-orang yang sudah berdiri dan terus bertepuk
tangan. Bahkan dengan iseng Justin berpikir, apa tidak sakit bertepuk tangan
selama itu? Ayah Justin memberikan kedua ibu jarinya pada Justin yang membuat
Justin merasa bangga. Keduanya merasa seperti mendapatkan nilai A+ dalam mata
pelajaran matematika tersulit di hidup mereka. Ibu Elanie dan ibu Justin
menangis terharu, kedua anak mereka akhirnya menikah. Ayah Elanie juga
menangis, ia ingin memeluk Elanie. Elanie menerima sebuah bunga berwarna putih
dan merah saat ia keluar dari mulut pintu gereja, ia langsung mengambilnya. Mereka
mulai menuruni tangga. Tangan Justin berusaha menahan tangan Elanie agar Elanie
tidak tersandung oleh gaunnya sendiri. Lama-lama Justin kesal pada orang yang
tidak menahan gaun Elanie dari belakang, kemana dia? Bukankah pekerjaannya
merapikan gaun Elanie? Sekanak-kanak apa pun Justin, ia memiliki sisi
kepemimpinan –terbukti karena ia adalah direktur di perusahaannya—dan ia tidak
ingin siapa pun yang seharusnya bekerja untuknya tidak bekerja.
Sebuah limusin sudah menunggu mereka
di bawah. Sopir yang mengenakan pakaian seperti sopir hotel itu membukakan
pintu limusin lalu mempersilahkan Elanie masuk ke dalam. Gaun itu benar-benar
menyiksa Elanie ketika ia masuk. Orang yang Justin tunggu-tunggu akhirnya
datang juga. Ibunya. Ibunya bisa menyelesaikan masalah apa pun. Ibu Justin
memasukkan gaun Elanie begitu rapi hingga Elanie benar-benar bisa masuk ke
dalam, lalu pintu limusin ditutup. Nah, sekaranglah waktunya Justin
bertanya-tanya sebelum dua kakak bajingannya datang.
“Apa yang harus kulakukan sekarang?”
Tanya Justin gugup. Ibu Justin tersenyum sambil menarik tangan Justin untuk
memasuki limusin dari pintu yang lain. “Bu, aku serius! Apa yang harus
kulakukan setelah ini?”
“Katakan hal-hal yang manis
padanya.” ujar ibunya membukakan pintu mobil untuk Justin.
“Serius—“
“Katakan hal-hal yang manis
padanya,” perintah ibunya lagi mendorong tubuh Justin untuk segera masuk ke
dalam limusin. “Kita akan bertemu dengan belakang taman rumah. Sampai jumpa
sayang.”
***
“Kau suka gula?” Tanya Justin dalam
perjalanan menuju rumahnya. Hal pertama yang melintas di otaknya untuk mengucapkan
kata-kata manis adalah: gula. Gula bukankah hal yang manis? Terdengarnya saja
sudah manis sekali. Elanie melihat suami di sebelahnya yang tampak sangat
tampan. Setelan berwarna hitam dari atas sampai bawah dengan bunga mawar yang
menggantung di kantong jas dada sebelah kirinya membuat Justin terlihat lebih
tampan lagi. Andai Eline bisa melihat Justin sekarang, pasti dari tadi mereka
akan berbicara tentang hal-hal yang Elanie tidak pernah bicarakan dengan
Justin. Eline pintar berbicara, tidak dengan Elanie.
“Tidak terlalu. Ada apa? Kau suka?”
Tanya Elanie tersenyum manis. Justin tiba-tiba kikuk. Astaga, senyuman sialan
itu benar-benar mengintimidasi. Justin menggaruk-garuk tengkuknya, lalu
mengangguk kepala satu kali. “Permen? Kau suka permen?”
“Aku suka kau, lebih tepatnya,” ucap
Justin akhirnya bisa menemukan kata-kata yang manis. Pipi Elanie memerah, ia
menundukkan kepala. “Ap-apa kau pernah berciuman sebelumnya?” Sopir di depan
sana tidak akan bisa mendengar ucapan Justin atau suara apa pun.
“Tidak,” bisik Elanie mendongak.
“Kenapa kau tidak menciumku tadi?” Elanie menggigit bibir bawahnya. Sontak
tubuh Justin menegang. Ini yang Elanie lakukan di hari pertama mereka bertemu!
Sial.
“A-aku takut dimarahi. Atau
ditampar. Memangnya kau ingin aku menciummu?” Tanya Justin memainkan
jari-jarinya, tidak berani menatap Elanie—alasan lain juga karena Elanie
menggigit bibirnya.
“Aku ingin kau yang menjadi orang
pertama yang menciumku,”
“Kau ingin aku melakukannya
sekarang? Kau tidak akan menamparku?” Justin bertanya takut-takut, ia melirik
Elanie. Elanie mendesah, ia harus bersabar. Mungkin dari sinilah ia akan
menjadi seorang dewasa yang benar-benar dewasa. Tidak ada lagi sikap manja pada
orangtua atau hanya duduk di dalam kamar. Ia memiliki tanah liat yang harus ia
bentuk menjadi suatu karya yang indah. Elanie hanya terdiam. “Kau ingin kucium
tidak?”
“Mengapa tidak? Kita sudah menjadi
sepasang suami-istri. Tidak ada yang bisa melarang kita sekarang. Biar
kuperjelas, kau milikku. Dan aku milikmu. Anggap saja, aku dinosaurusmu dan kau
ada dinosaurusku.” ucap Elanie, Justin mengangguk-anggukkan kepala.
“Baiklah. Aku mengerti maksudmu.
Berarti aku tidak menciummu,” ujar Justin menghela nafas panjang. Justin
menggeleng-gelengkan kepalanya lega karena ia tidak perlu mencium istrinya
sekarang. Dia pikir dia harus mencium Elanie. Maksudnya, apakah mencium Elanie
menjadi sebuah keharusan? Justin bahkan sempat berpikir, apa untungnya mencium
bibir orang? Dia sering melihat kakak-kakaknya mencium istri mereka dan meremas
bokong mereka, apa mereka tidak merasa
geli? Mencium kening Elanie sudah membuat sekujur tubuh Justin berkeringat.
Yang terpenting sekarang adalah Elanie sudah menjadi miliknya dan tidak boleh
ada yang mengambilnya sepetri mainan dinosaurusnya yang tidak pernah ia berikan
pada siapa pun, kecuali Elanie.
Elanie hanya bisa menghela nafas
dengan pemikiran Justin. Mungkin Justin memang belum siap untuk menciumnya.
Setidaknya dari sikap Justin yang seperti ini membuat Elanie berpikir Justin
tidak sejahat yang ia kira. Bahkan Justin masih suci, sama sepertinya.
Tak terasa akhirnya mereka tiba di
rumah Justin. Rumah ini menjadi tempat pertama mereka bertemu. Tempat dimana
mereka saling berteriak satu sama lain karena panik. Elanie terkekeh pelan, tangan
kanannya mulai membuka pintu limusin. Namun tangan Justin menahannya.
“Elanie?” Panggil Justin dengan
suara yang lembut. Sontak Elanie langsung membalikkan seluruh tubuhnya pada
Justin.
“Apa?” Tanya Elanie dengan bahu
menurun, ia memberikan tatapan sayu serta senyum manis. Justin sebentar lagi
akan masuk rumah sakit jiwa hanya karena melihat pemandangan—yang membuat
tubuhnya merasakan hal berbeda—indah. Tanpa mengatakan apa pun, Justin mengecup
bibir Elanie. Seluruh dunia harus melihat ini!
Kenyataan berkata Justin, mereka
berdua merasa kotor.
Elanie sudah mengganti gaunnya yang
awalnya meriah menjadi sangat sederhana. Namun ia terlihat sangat cantik dalam
balutan gaun panjang berwarna merah bercampur putih itu. Justin awalnya tidak
menyentuh apa pun dari Elanie di awal pesta pernikahan, namun ibunya telah
menyuruh Justin untuk memegang pinggang Elanie kemana pun Elanie dan dia pergi.
Sesekali Justin harus menarik nafas panjang akibat gugup yang menyerang.
Terlebih lagi tiap kali Elanie menelengkan kepalanya ke arah bahu Justin dan
menyentuh bahunya. Uh, ia ingin kepala itu terus berada di bahunya.
Bukan hanya karena ia gugup dengan
Elanie. Ia juga malu pada Elanie karena ia sudah mengecup bibir Elanie. Ia
merasa kotor. Ia nista sekarang. Ia sudah tidak suci lagi. Setelah ini Justin
harus mandi berkali-kali dan mencuci mulutnya dengan cokelat agar ia tidak
merasa sekotor ini. Saat sedang
menyapa para tamu undangan yang datang ke belakang halaman rumah Justin, kedua
kakaknya menghampiri Justin. Anak Angelo yang dipanggil LeBron oleh Justin juga
datang mengenakan setelan yang rapi, ia tampak manis.
“Hey, LeBron!” Sapa Justin
memberikan tos pada anak Angelo. “Mau bermain bola basket kapan-kapan?” Tanya
Justin yang akrab dengan keponakannya. LeBron hanya mengangguk namun matanya
terarah pada Elanie yang cantik. LeBron menelan air liurnya. Oh ya ampun,
bibinya sungguh cantik. Apakah ini bibi yang ia temui satu bulan yang lalu?
LeBron tidak begitu ingat.
“Jadi, mengapa tidak mencium bibir?”
Tanya Angelo mulai menyalakan kompor. Justin menatap kakaknya dengan sinis.
“Apa kau takut pipis di celana?”
Robert menambah-nambahi. “Kejadian tadi sangat memalukan.”
“Jangan banyak bicara! Aku sudah
mencium bibirnya di dalam mobil tadi, tahu.” Justin tidak ingin dikalahkan.
Angelo memainkan bibirnya, lalu ia mendekati telinga Justin.
“Taruhan. Cium bibir Elanie di sini
sekarang maka aku akan membelikan mainan dinosaurus keluaran terbaru yang asli
untuk hadiah pernikahan tambahanmu. Jika kau tidak berani, cium bokongku.”
bisik Angelo membuat jantung Justin berdetak. Mainan dinosaurus terbaru?
Mengapa tidak? Angelo menjauhi telinga
Justin lalu tersenyum pada Elanie. Pipi Elanie memerah.
“Justin hebat di ranjang, kau tahu,”
ucap Robert mengalihkan pandangan Elanie. Elanie hanya bisa terkekeh dengan
ucapan Robert dan meragukan apa yang Robert katakan. Orang gila pun tahu,
Justin tidak pernah bercinta jika dilihat dari tingkahnya selama ini bersama
dengan Elanie. Justin meninju dada Robert tidak begitu kencang, Justin tidak
pernah bisa menyakiti siapa pun yang ia sayangi. Sejahat apa pun kedua
kakaknya, ia selalu menyayangi keduanya. Bagaimana pun juga kedua kakaknya
selalu membela Justin jika Justin memiliki masalah. Elanie merasakan geli
karena tangan Justin mulai mengelus-elus pinggangnya. Justin menyunggingkan senyum
miring pada Angelo, menatap Angelo dengan tatapan Beri-Aku-Dinosaurus-Sekarang.
“Mengapa tidak mencium bibir Elanie
sekarang saja? Oh, ayo Justin, tunjukkan kasih sayangmu pada istrimu yang
cantik ini. Jangan buat Elanie memintanya, lelaki macam apa kau ini Justin,”
ucap Angelo tersenyum miring juga. Istri Angelo dan Robert hanya bisa melihat
dan memaklumi apa yang sedang terjadi. Elanie harus bisa terbiasa dengan
interaksi adik kakak seperti ini. Biasanya mereka bisa menggila
bersama-sama—meski Justin berakhir menangis jika kedua kakaknya memojokinya.
“Bukankah istriku tampak sangat
cantik hari ini?” Tanya Justin berbasa-basi terlebih dahulu. Angelo hanya harus
menahan tawanya. Adiknya tolol! Sungguh tolol hingga sebentar lagi ia akan
muntah. “Sekarang bukan hanya kalian yang bisa mencium seorang wanita, aku juga
bisa,” ujar Justin menarik leher Elanie lalu mengecup bibir sensual itu dengan
lembut dalam hitungan detik. Angelo terkesiap. Ia menelan ludahnya. Justin
menjauhi bibirnya dari bibir Elanie—pipi Elanie memerah—lalu menatap Angelo
dengan sunggingan senyum angkuh. Salah satu alis Justin terangkat lalu ia
berbisik di telinga Angelo.
“Cium bokongku.” Bisik Justin
menjauhi telinga Angelo lalu menarik pinggang Elanie. “Kita harus menyapa para
tamu. Terima kasih sudah mau datang ke acara pernikahanku, Angelo,”—Justin
menekankan nama Angelo—“Robert.”
Padahal selama ciuman itu
berlangsung, Justin berpikir, ia harus mencuci mulutnya lebih lama lagi. Ia
kotor. Sangat kotor. Jika boleh, ia perlu mencuci bibirnya sekarang.
***
Rumah baru Justin dan Elanie tidak
begitu jauh dari perumahan orangtua Justin. Katanya agar orangtua Justin bisa
sering-sering datang ke rumah Justin dan Elanie. Pesta pernikahan selesai pada
jam 7 malam. Semua orang sudah pulang dari rumah orangtua Justin, termasuk
Angelo dan Robert. Kali ini Robert yang memberikan tantangan pada Justin
untuk—hanya—membuka pakaian Elanie hingga Elanie telanjang bulat. Tantangan itu
terasa berat bagi Justin. Ia tidak mungkin membuka pakaian istrinya begitu
saja. Pasti Elanie akan malu. Ia tidak ingin membuat Elanie malu. Justin juga
tidak akan berani membuka pakaian di depan Elanie, ia juga malu.
Justin terisak-isak di dalam kamar
mandi. Ia sudah mengganti pakaian. Giginya sudah ia sikat berkali-kali agar
mulutnya bersih. Ia merasa kotor, sangat kotor. Elanie yang berada di luar kamar
mandi itu menunggu Justin untuk keluar dan tidur bersamanya. Ia tidak akan
bercinta dengan Justin malam ini, ia juga lelah karena telah berdiri seharian
mengenakan sepatu tinggi. Meski ia benar-benar penasaran bagaimana rasanya
bercinta dengan seorang suami seperti Justin. Elanie mendengar suara isakan
dari dalam kamar mandi. Oh, apa yang terjadi pada suaminya sekarang? Ia bangkit
dari tempat tidur lalu berjalan menuju pintu kamar mandi.
“Justin?” Elanie mengetuk pintu.
“Apa yang terjadi?” Tanya Elanie selembut mungkin. Lalu tangannya membuka pintu
kamar mandi. Didapatinya Justin sedang menyikat gigi di depan washtafel dengan
mata yang memerah. Pria tampan itu menangis sesenggukan hingga Elanie berdiri
di belakang tubuh Justin. Tangan Elanie yang lembut menyentuh punggung Justin
yang telanjang, itu membuat Justin semakin menangis.
“Hey, apa yang terjadi? Kumurlah
mulutmu dulu,” ucap Elanie mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dan
memberikannya pada Justin. Justin mengikuti apa yang Elanie katakan. Ia
mengkumur mulutnya hingga busa di dalam mulutnya hilang. Justin mengelap
mulutnya dengan punggung tangan lalu mundur ke belakang agar ia bisa berhadapan
dengan Elanie. Ia kembali terisak. Ia sedih karena ia tidak bisa menyentuh
Elanie, bahunya tersentuh, mulutnya kotor karena telah mencium Elanie. Pasti
Elanie juga merasa kotor, hanya saja Elanie lebih pintar menyembunyikan
perasaannya, Justin yakin itu.
“Mulutku kotor. Bibirku kotor,” isak
Justin. “Aku telah menciummu! Aku sudah tidak …pasti aku tidak boleh lagi ke
gereja,” Justin menangis sejadi-jadinya.
“Hey, jangan bilang seperti itu. Kau
masih bisa pergi ke gereja, Justin. Tidak ada yang melarangmu. Mulutmu juga
tidak kotor. Kata Tuhan, karena kita sudah menikah, kita boleh mencium bibir
satu sama lain. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Kau tidak perlu takut,
sudah jangan menangis,” ucap Elanie selembut yang ia bisa. Ia mengelus rambut
Justin yang lembut lalu pipinya yang basah karena air mata.
“Apa Tuhan memberitahumu sekarang?
Atau tadi?” Tanya Justin berhenti menangis, namun masih terisak. Otot-otot di
tubuhnya benar-benar palsu jika Justin menangis seperti ini.
“Tadi. Dia bilang padaku; ‘Justin
sudah bisa menyentuhmu. Begitupun kau. Kau sudah bisa menyentuh Justin. Kalian
berdua tidak perlu takut’. Jadi, kau tidak perlu merasa kotor Justin. Kita
sudah menjadi sepasang suami istri,”
“Mengapa Tuhan tidak berbicara
denganku? Mengapa hanya dengan kau saja? Aku juga ingin mendengar suaraNya, kau
tahu,”
“Mungkin Tuhan tidak mau berbicara dengan
kau karena kau cengeng. Sudah jangan menangis,” ujar Elanie mengelap air mata
Justin. “Ayo kita membicarakan hal ini di atas ranjang sambil berpelukan. Apa
kau mau?” Tanya Elanie dengan ibu jari terus mengelus pipi Justin yang lembut.
Justin mengangguk pelan-pelan. Mereka berjalan keluar dari kamar mandi. Namun
baru setengah perjalanan, Justin sudah menangis.
“Kau pasti merasa kotor! Kau pintar
sekali berakting. Sebentar lagi kau akan hamil. Temanku bilang …jika aku
seorang pria mencium seorang wanita, wanita itu akan hamil. Aku belum siap
memiliki seorang bayi. Tidak, tidak, tidak. Kau sebentar lagi akan hamil!” Seru
Justin panik, wajah memerah dan air matanya kembali mengalir. Pria itu
berjongkok lalu akhirnya terjatuh di atas lantai. Elanie terpaksa harus
terduduk juga di lantai, berhadapan dengan Justin yang sudah memeluk kedua
lututnya.
“Justin, aku tidak hamil. Belum,
lebih tepatnya. Aku belum hamil. Bagaimana bisa aku hamil jika kita tidak
berhubungan badan? Mungkin maksud temanmu adalah jika kau berciuman dengan
seorang wanita lalu melanjuti tindakan yang lebih jauh hingga wanita itu bisa
hamil. Aku tidak merasa kotor. Aku merasa bahagia karena suamiku berani mencium
bibirku seberani itu. Ayo, jangan menangis,”
Justin menarik nafas dalam-dalam
agar ia tidak terisak. “Ap-apa kita akan tidur bersama-sama di atas tempat
tidur? Aku tidak terbiasa,”
“Kau pikir hanya kau? Ini juga
pertama kalinya aku tidur satu ranjang dengan seorang pria,”
“Jadi, berciuman tidak apa-apa?”
Tanya Justin ragu-ragu. Elanie belum menjawab, ia terjongkok dulu di depan
Justin lalu ia mengangguk. “Tidak hamil? Kau tidak hamil kan?”
“Tidak. Belum. Aku belum hamil. Ayo kita tidur. Aku sudah mengantuk,” ucap
Elanie bangkit. Justin menghapus air matanya sesegera mungkin lalu menarik
nafas dalam-dalam. Ia bisa melakukan ini. Ia bisa tidur bersama dengan Elanie!
Berada di atas ranjang yang sama
membuat tubuh Elanie menegang. Orang bijaksana pernah berkata; akan ada
pengalaman pertama kali dalam segala hal. Dan ini dia. Tidur di sebelah seorang
pria yang hanya mengenakan celana. Sudah hampir satu jam mereka memejamkan mata
namun tidak ada satu di antara mereka tertidur. Dari tadi Justin
menggeser-geser tubuhnya ke sana kemari seperti Sid di dalam film Ice Age saat
sedang mencari posisi tidur terenak. Akhirnya Justin pasrah. Ia tidak bisa
tidur jika tidak ada yang mengeloninya. Apalagi mainan dinosaurusnya ditinggal
di rumah orangtuanya hingga ia tidak bisa bermain terlebih dahulu. Ia bosan.
“Elanie?” Panggil Justin. Justin
menggumam. “Apa kau sudah tidur?” Tanya Justin dengan polos. Orang tersinting
pun tahu kalau Elanie belum tertidur karena telah menyahut Justin. Elanie
memutar tubuhnya ke hadapan Justin lalu tersenyum. “Aku tidak bisa tidur,”
“Kau tidak bisa tidur? Aku juga,”
ucap Elanie. Perasaan ingin tahu bercinta tiba-tiba menyerang tubuh Elanie. Ia
ingin tahu bagaimana rasa dari sentuh tangan Justin terhadap tubuhnya. Apa ia
akan merasa geli atau apalah. Ia belum pernah disentuh oleh siapa pun
sebelumnya, tidak sekalipun. Elanie menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan
Justin.
“Biasanya kau melakukan apa jika
tidak bisa tidur?” Tanya Justin menggeser tubuhnya untuk menjauh dari Elanie.
Ia tidak ingin bersentuhan dengan Elanie, ia takut Elanie hamil begitu saja.
Tubuh Justin telanjang, bisa saja Elanie hamil karena berpelukan dengan Justin.
Siapa yang tahu? Hanya Tuhan.
“Berimajinasi. Kau?”
“Bermain dinosaurus,” ucap Justin.
“Apa jika kita berpelukan kau akan hamil?”
“Apa kau memeluk ibumu, ibumu akan
hamil?” Tanya Elanie. Justin menggelengkan kepalanya. Tanpa berpikir panjang,
Justin langsung memeluk tubuh Elanie. Oh, ya ampun. Getaran yang sama seperti
pertama kali mereka bertemu, Justin rasakan kembali. Apalagi Elanie sedang mengenakan gaun tidur
yang tipis tembus pandang, itu benar-benar menyiksa. Tapi Justin tidak peduli,
setidaknya ia bisa memeluk Elanie sekarang. Rasanya sangat nyaman berpelukan dengan seorang wanita seperti
Elanie.
“Kakakku besok akan mencium
bokongku,” ucap Justin bercerita. Sontak Elanie tertawa atas ucapan Justin.
Apa-apaan yang sedang Justin bicarakan?
“Kenapa bisa?” Tanya Elanie
menggigit bibir. Aroma tubuh Justin benar-benar harum. Kulit dada Justin sangat
lembut. Ternyata nyaman berpelukan dengan Justin, ia merasa terlindungi,
akhirnya ia tahu bagaimana rasanya berpelukan dengan seseorang yang kaumiliki.
Orang asing yang sekarang menjadi belahan jiwanya. Sangat manis.
“Dia bilang jika aku menciummu di
depan umum, dia akan membelikanku dinosaurus keluaran terbaru. Tapi aku juga
memintanya untuk mencium bokongku,”
“Dan dia akan melakukannya besok?”
“Pria bicara satu kali, kau tahu,”
ucap Justin sok. Elanie hanya tertawa membayangkan betapa lucunya salah satu di
antara kakaknya akan mencium bokong Justin. Elanie menggeliat. “Tapi tidak juga
sih. Hanya kukentuti,”
“Itu sangat keren, Justin,” puji
Elanie sarkastik, Elanie tertawa. Suaminya idiot, tapi Elanie juga mencintainya
dalam waktu yang bersamaan. “Kau tidak ingin memberikan ciuman atau apalah
sebelum kita tidur?”
“Kau mau aku melakukan apa?” Tanya
Justin menatap Elanie dari atas.
“Kecupan?” Saat itu juga Justin
mengecup bibir Elanie singkat dan segera saja Justin bertingkah seperti anak
kecil. Ia memeluk Elanie lebih erat, kepalanya ia tempatkan di atas kepala
Elanie lalu menggigit bibirnya. Astaga, ia baru saja mencium bibir Elanie! Jika
Elanie tidak hamil karena berciuman, Justin mau mencium bibir istrinya
berkali-kali. Kalau perlu, sampai mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar