Sabtu, 31 Mei 2014

Pure Love Bab 2



            Pelipis pria itu basah akibat keringat yang terus mengucur tanpa henti. Tangannya gemetaran mendengar seorang pendeta berbicara di hadapannya, bertanya pada Elanie apakah Elanie bersedia menjadi suami Justin. Kata kakak-kakak Justin, Justin harus berciuman dengan Elanie nanti setelah Justin mengatakan kalimat sakral itu.Justin tidak pernah berciuman dengan seorang gadis sebelumnya! Pria saja tidak pernah. Well, tidak akan pernah—meski kakak-kakak Justin curiga kalau Justin sering berciuman dengan pria di luar sana yang memiliki kelainan. Justin menelan ludahnya ketika mulut pendeta menyebut namanya.  Justin tersadar ia harus memakaikan Elanie cincin. Seorang gadis yang berada di sebelah pendeta itu langsung maju ke depan dan memberikan sebuah kotak berisikan cincin di atas bantal berwarna merah. Justin meraih kotak itu lalu mengeluarkan cincin pertama.
            Dengan pelan, Justin meraih tangan kanan Elanie lalu memasangkannya di jari manis. Semua orang di dalam gereja bertepuk tangan. Ia merasa senang karena telah melewati masa-masa itu, namun suara tawaan kakaknya terdengar. Ia langsung menganggukkan kepalanya satu kali dengan mata melirik ke sebelah kanannya. Kakak-kakaknya memang sedang menertawakannya di sampingnya—yang berjarak hanya 2 meter darinya— yang memerhatikan Justin sambil melipat kedua tangannya di depan perut lalu menundukkan kepala agar tidak tertawa lagi. Justin berusaha untuk berkonsentrasi.
            Justin tidak mendengar apa yang pendeta katakan. Suara tawaan dari kakak-kakak Justin membuat Justin kehilangan konsentrasi Justin. Terlebih lagi pemikiran mencium bibir Elanie membuat Justin lebih gugup lagi. Bagaimana rasa bibir itu? Apa memang boleh mencium bibir Elanie? Apa mereka tidak akan dimarahi oleh orangtua? Justin bimbang.
            “Justin?” Suara pendeta memanggilnya kembali hingga matanya yang melirik ke sebelah kanan langsung melihat pada pendeta. Raut wajah pendeta tampak tak suka melihat tingkah Justin yang tidak serius.  “Apa kau bersedia menerima Elanie menjadi istrimu…” suara pendeta lama kelamaan menghilang dari pendengaran Justin. Tatapannya kosong pada pendeta lalu suara pendeta kembali terdengar. “…Miskin?”
            Justin melirik sebentar kakak-kakaknya yang menahan sedang menahan tawa mereka. “Aku bersedia.” ujar Justin percaya diri, ia mengembuskan nafas panjang. Akhirnya! Sekarang apa yang ia harus lakukan dengan Elanie? Kemarin mereka sudah latihan! Sungguh, mereka sudah latihan di gereja ini bersama dengan pendeta di hadapannya, tapi sontak saja semua latihan yang mereka lakukan kemarin sudah Justin lupakan karena Justin terlalu gugup dan memutuskan untuk bermain dinosaurus lagi di kamarnya. Kali itu Justin tidak membuat dinosaurusnya bertengkar atau memukul satu sama lain, tetapi bertanya-tanya tentang apa yang pendeta tanya pada Elanie dan Justin hingga lama kelamaan membuat Justin nyaris gila. Tak sadar, Elanie sudah meraih tangan kanannya dan memasangkan cincin yang Elanie pegang pada jari manis Justin. Semua orang kembali bertepuk tangan. Itu membuat pipi Elanie memerah. Ya Tuhan, akhirnya mereka menikah. Tidak ada yang menyangka, begitupun Justin dan Elanie.
            “Kau boleh mencium pengantin wanitanya, Mr.Bieber,” ucap pendeta itu dengan sabar. Justin menghadapkan tubuhnya pada Elanie, begitupun dengan Elanie yang kepalanya tidak tertutupi oleh apa pun. Justin memegang kedua tangan Justin lalu menatap mata biru Elanie yang alami. Segugup apa pun Justin, jika ia melihat mata biru itu, ia selalu merasa tenang. Entah penjelasan bagaimana yang tepat untuk menggambarkan perasaan ini, tetapi satu hal yang ia tahu, ia merasa tenang. Elanie tersenyum, kepalanya sudah dimajukan ke depan, begitupun dengan Justin. Mata Justin melihat bibir Elanie. Apakah aku benar-benar harus menciumnya? Apa boleh? Apa aku tidak akan dimarahi? Apa kakak-kakakku akan menertawaiku lagi? Namun ternyata, kakak-kakak Justin sedang menertawakan Justin di belakang punggungnya. Saat itu juga Justin mengecup kening Elanie hingga semua orang di gereja kebingungan.
            Angelo terpaksa harus menopang tangan pada bahu Robert untuk tertawa bahak-bahak. Semua orang di gereja bertepuk tangan yang diawali oleh ayah Justin yang menepuk tangannya. Justin dan Elanie memunggungi pendeta lalu tersenyum kepada semua orang di sana. Justin meremas tangan Elanie yang dipegangnya. Ingin Elanie menangis terharu sekarang, hanya saja ia merasa tidak tepat jika ia melakukan itu. Terlebih lagi ada satu alasan yang membuat Elanie ingin menangis. Eline tidak datang ke acara pemberkatannya, itu cukup membuat hati Elanie sakit. Mengapa Eline tidak bisa menyempatkan diri untuk melihat adiknya menikah? Menikah adalah hal yang tidak akan dilupakan oleh semua orang yang telah menikah.
            Justin dan Elanie turun dari altar. Mereka berjalan melewati orang-orang yang sudah berdiri dan terus bertepuk tangan. Bahkan dengan iseng Justin berpikir, apa tidak sakit bertepuk tangan selama itu? Ayah Justin memberikan kedua ibu jarinya pada Justin yang membuat Justin merasa bangga. Keduanya merasa seperti mendapatkan nilai A+ dalam mata pelajaran matematika tersulit di hidup mereka. Ibu Elanie dan ibu Justin menangis terharu, kedua anak mereka akhirnya menikah. Ayah Elanie juga menangis, ia ingin memeluk Elanie. Elanie menerima sebuah bunga berwarna putih dan merah saat ia keluar dari mulut pintu gereja, ia langsung mengambilnya. Mereka mulai menuruni tangga. Tangan Justin berusaha menahan tangan Elanie agar Elanie tidak tersandung oleh gaunnya sendiri. Lama-lama Justin kesal pada orang yang tidak menahan gaun Elanie dari belakang, kemana dia? Bukankah pekerjaannya merapikan gaun Elanie? Sekanak-kanak apa pun Justin, ia memiliki sisi kepemimpinan –terbukti karena ia adalah direktur di perusahaannya—dan ia tidak ingin siapa pun yang seharusnya bekerja untuknya tidak bekerja.
            Sebuah limusin sudah menunggu mereka di bawah. Sopir yang mengenakan pakaian seperti sopir hotel itu membukakan pintu limusin lalu mempersilahkan Elanie masuk ke dalam. Gaun itu benar-benar menyiksa Elanie ketika ia masuk. Orang yang Justin tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Ibunya. Ibunya bisa menyelesaikan masalah apa pun. Ibu Justin memasukkan gaun Elanie begitu rapi hingga Elanie benar-benar bisa masuk ke dalam, lalu pintu limusin ditutup. Nah, sekaranglah waktunya Justin bertanya-tanya sebelum dua kakak bajingannya datang.
            “Apa yang harus kulakukan sekarang?” Tanya Justin gugup. Ibu Justin tersenyum sambil menarik tangan Justin untuk memasuki limusin dari pintu yang lain. “Bu, aku serius! Apa yang harus kulakukan setelah ini?”
            “Katakan hal-hal yang manis padanya.” ujar ibunya membukakan pintu mobil untuk Justin.
            “Serius—“
            “Katakan hal-hal yang manis padanya,” perintah ibunya lagi mendorong tubuh Justin untuk segera masuk ke dalam limusin. “Kita akan bertemu dengan belakang taman rumah. Sampai jumpa sayang.”


***


            “Kau suka gula?” Tanya Justin dalam perjalanan menuju rumahnya. Hal pertama yang melintas di otaknya untuk mengucapkan kata-kata manis adalah: gula. Gula bukankah hal yang manis? Terdengarnya saja sudah manis sekali. Elanie melihat suami di sebelahnya yang tampak sangat tampan. Setelan berwarna hitam dari atas sampai bawah dengan bunga mawar yang menggantung di kantong jas dada sebelah kirinya membuat Justin terlihat lebih tampan lagi. Andai Eline bisa melihat Justin sekarang, pasti dari tadi mereka akan berbicara tentang hal-hal yang Elanie tidak pernah bicarakan dengan Justin. Eline pintar berbicara, tidak dengan Elanie.
            “Tidak terlalu. Ada apa? Kau suka?” Tanya Elanie tersenyum manis. Justin tiba-tiba kikuk. Astaga, senyuman sialan itu benar-benar mengintimidasi. Justin menggaruk-garuk tengkuknya, lalu mengangguk kepala satu kali. “Permen? Kau suka permen?”
            “Aku suka kau, lebih tepatnya,” ucap Justin akhirnya bisa menemukan kata-kata yang manis. Pipi Elanie memerah, ia menundukkan kepala. “Ap-apa kau pernah berciuman sebelumnya?” Sopir di depan sana tidak akan bisa mendengar ucapan Justin atau suara apa pun.
            “Tidak,” bisik Elanie mendongak. “Kenapa kau tidak menciumku tadi?” Elanie menggigit bibir bawahnya. Sontak tubuh Justin menegang. Ini yang Elanie lakukan di hari pertama mereka bertemu! Sial.
            “A-aku takut dimarahi. Atau ditampar. Memangnya kau ingin aku menciummu?” Tanya Justin memainkan jari-jarinya, tidak berani menatap Elanie—alasan lain juga karena Elanie menggigit bibirnya.
            “Aku ingin kau yang menjadi orang pertama yang menciumku,”
            “Kau ingin aku melakukannya sekarang? Kau tidak akan menamparku?” Justin bertanya takut-takut, ia melirik Elanie. Elanie mendesah, ia harus bersabar. Mungkin dari sinilah ia akan menjadi seorang dewasa yang benar-benar dewasa. Tidak ada lagi sikap manja pada orangtua atau hanya duduk di dalam kamar. Ia memiliki tanah liat yang harus ia bentuk menjadi suatu karya yang indah. Elanie hanya terdiam. “Kau ingin kucium tidak?”
            “Mengapa tidak? Kita sudah menjadi sepasang suami-istri. Tidak ada yang bisa melarang kita sekarang. Biar kuperjelas, kau milikku. Dan aku milikmu. Anggap saja, aku dinosaurusmu dan kau ada dinosaurusku.” ucap Elanie, Justin mengangguk-anggukkan kepala.
            “Baiklah. Aku mengerti maksudmu. Berarti aku tidak menciummu,” ujar Justin menghela nafas panjang. Justin menggeleng-gelengkan kepalanya lega karena ia tidak perlu mencium istrinya sekarang. Dia pikir dia harus mencium Elanie. Maksudnya, apakah mencium Elanie menjadi sebuah keharusan? Justin bahkan sempat berpikir, apa untungnya mencium bibir orang? Dia sering melihat kakak-kakaknya mencium istri mereka dan meremas bokong mereka, apa mereka tidak  merasa geli? Mencium kening Elanie sudah membuat sekujur tubuh Justin berkeringat. Yang terpenting sekarang adalah Elanie sudah menjadi miliknya dan tidak boleh ada yang mengambilnya sepetri mainan dinosaurusnya yang tidak pernah ia berikan pada siapa pun, kecuali Elanie.
            Elanie hanya bisa menghela nafas dengan pemikiran Justin. Mungkin Justin memang belum siap untuk menciumnya. Setidaknya dari sikap Justin yang seperti ini membuat Elanie berpikir Justin tidak sejahat yang ia kira. Bahkan Justin masih suci, sama sepertinya.

            Tak terasa akhirnya mereka tiba di rumah Justin. Rumah ini menjadi tempat pertama mereka bertemu. Tempat dimana mereka saling berteriak satu sama lain karena panik. Elanie terkekeh pelan, tangan kanannya mulai membuka pintu limusin. Namun tangan Justin menahannya.
            “Elanie?” Panggil Justin dengan suara yang lembut. Sontak Elanie langsung membalikkan seluruh tubuhnya pada Justin.
            “Apa?” Tanya Elanie dengan bahu menurun, ia memberikan tatapan sayu serta senyum manis. Justin sebentar lagi akan masuk rumah sakit jiwa hanya karena melihat pemandangan—yang membuat tubuhnya merasakan hal berbeda—indah. Tanpa mengatakan apa pun, Justin mengecup bibir Elanie. Seluruh dunia harus melihat ini!
            Kenyataan berkata Justin, mereka berdua merasa kotor.

            Elanie sudah mengganti gaunnya yang awalnya meriah menjadi sangat sederhana. Namun ia terlihat sangat cantik dalam balutan gaun panjang berwarna merah bercampur putih itu. Justin awalnya tidak menyentuh apa pun dari Elanie di awal pesta pernikahan, namun ibunya telah menyuruh Justin untuk memegang pinggang Elanie kemana pun Elanie dan dia pergi. Sesekali Justin harus menarik nafas panjang akibat gugup yang menyerang. Terlebih lagi tiap kali Elanie menelengkan kepalanya ke arah bahu Justin dan menyentuh bahunya. Uh, ia ingin kepala itu terus berada di bahunya.
            Bukan hanya karena ia gugup dengan Elanie. Ia juga malu pada Elanie karena ia sudah mengecup bibir Elanie. Ia merasa kotor. Ia nista sekarang. Ia sudah tidak suci lagi. Setelah ini Justin harus mandi berkali-kali dan mencuci mulutnya dengan cokelat agar ia tidak merasa sekotor ini. Saat sedang menyapa para tamu undangan yang datang ke belakang halaman rumah Justin, kedua kakaknya menghampiri Justin. Anak Angelo yang dipanggil LeBron oleh Justin juga datang mengenakan setelan yang rapi, ia tampak manis.
            “Hey, LeBron!” Sapa Justin memberikan tos pada anak Angelo. “Mau bermain bola basket kapan-kapan?” Tanya Justin yang akrab dengan keponakannya. LeBron hanya mengangguk namun matanya terarah pada Elanie yang cantik. LeBron menelan air liurnya. Oh ya ampun, bibinya sungguh cantik. Apakah ini bibi yang ia temui satu bulan yang lalu? LeBron tidak begitu ingat.
            “Jadi, mengapa tidak mencium bibir?” Tanya Angelo mulai menyalakan kompor. Justin menatap kakaknya dengan sinis.
            “Apa kau takut pipis di celana?” Robert menambah-nambahi. “Kejadian tadi sangat memalukan.”
            “Jangan banyak bicara! Aku sudah mencium bibirnya di dalam mobil tadi, tahu.” Justin tidak ingin dikalahkan. Angelo memainkan bibirnya, lalu ia mendekati telinga Justin.
            “Taruhan. Cium bibir Elanie di sini sekarang maka aku akan membelikan mainan dinosaurus keluaran terbaru yang asli untuk hadiah pernikahan tambahanmu. Jika kau tidak berani, cium bokongku.” bisik Angelo membuat jantung Justin berdetak. Mainan dinosaurus terbaru? Mengapa tidak?  Angelo menjauhi telinga Justin lalu tersenyum pada Elanie. Pipi Elanie memerah.
            “Justin hebat di ranjang, kau tahu,” ucap Robert mengalihkan pandangan Elanie. Elanie hanya bisa terkekeh dengan ucapan Robert dan meragukan apa yang Robert katakan. Orang gila pun tahu, Justin tidak pernah bercinta jika dilihat dari tingkahnya selama ini bersama dengan Elanie. Justin meninju dada Robert tidak begitu kencang, Justin tidak pernah bisa menyakiti siapa pun yang ia sayangi. Sejahat apa pun kedua kakaknya, ia selalu menyayangi keduanya. Bagaimana pun juga kedua kakaknya selalu membela Justin jika Justin memiliki masalah. Elanie merasakan geli karena tangan Justin mulai mengelus-elus pinggangnya. Justin menyunggingkan senyum miring pada Angelo, menatap Angelo dengan tatapan Beri-Aku-Dinosaurus-Sekarang.
            “Mengapa tidak mencium bibir Elanie sekarang saja? Oh, ayo Justin, tunjukkan kasih sayangmu pada istrimu yang cantik ini. Jangan buat Elanie memintanya, lelaki macam apa kau ini Justin,” ucap Angelo tersenyum miring juga. Istri Angelo dan Robert hanya bisa melihat dan memaklumi apa yang sedang terjadi. Elanie harus bisa terbiasa dengan interaksi adik kakak seperti ini. Biasanya mereka bisa menggila bersama-sama—meski Justin berakhir menangis jika kedua kakaknya memojokinya.
            “Bukankah istriku tampak sangat cantik hari ini?” Tanya Justin berbasa-basi terlebih dahulu. Angelo hanya harus menahan tawanya. Adiknya tolol! Sungguh tolol hingga sebentar lagi ia akan muntah. “Sekarang bukan hanya kalian yang bisa mencium seorang wanita, aku juga bisa,” ujar Justin menarik leher Elanie lalu mengecup bibir sensual itu dengan lembut dalam hitungan detik. Angelo terkesiap. Ia menelan ludahnya. Justin menjauhi bibirnya dari bibir Elanie—pipi Elanie memerah—lalu menatap Angelo dengan sunggingan senyum angkuh. Salah satu alis Justin terangkat lalu ia berbisik di telinga Angelo.
            “Cium bokongku.” Bisik Justin menjauhi telinga Angelo lalu menarik pinggang Elanie. “Kita harus menyapa para tamu. Terima kasih sudah mau datang ke acara pernikahanku, Angelo,”—Justin menekankan nama Angelo—“Robert.”
            Padahal selama ciuman itu berlangsung, Justin berpikir, ia harus mencuci mulutnya lebih lama lagi. Ia kotor. Sangat kotor. Jika boleh, ia perlu mencuci bibirnya sekarang.


***

            Rumah baru Justin dan Elanie tidak begitu jauh dari perumahan orangtua Justin. Katanya agar orangtua Justin bisa sering-sering datang ke rumah Justin dan Elanie. Pesta pernikahan selesai pada jam 7 malam. Semua orang sudah pulang dari rumah orangtua Justin, termasuk Angelo dan Robert. Kali ini Robert yang memberikan tantangan pada Justin untuk—hanya—membuka pakaian Elanie hingga Elanie telanjang bulat. Tantangan itu terasa berat bagi Justin. Ia tidak mungkin membuka pakaian istrinya begitu saja. Pasti Elanie akan malu. Ia tidak ingin membuat Elanie malu. Justin juga tidak akan berani membuka pakaian di depan Elanie, ia juga malu.
            Justin terisak-isak di dalam kamar mandi. Ia sudah mengganti pakaian. Giginya sudah ia sikat berkali-kali agar mulutnya bersih. Ia merasa kotor, sangat kotor. Elanie yang berada di luar kamar mandi itu menunggu Justin untuk keluar dan tidur bersamanya. Ia tidak akan bercinta dengan Justin malam ini, ia juga lelah karena telah berdiri seharian mengenakan sepatu tinggi. Meski ia benar-benar penasaran bagaimana rasanya bercinta dengan seorang suami seperti Justin. Elanie mendengar suara isakan dari dalam kamar mandi. Oh, apa yang terjadi pada suaminya sekarang? Ia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju pintu kamar mandi.
            “Justin?” Elanie mengetuk pintu. “Apa yang terjadi?” Tanya Elanie selembut mungkin. Lalu tangannya membuka pintu kamar mandi. Didapatinya Justin sedang menyikat gigi di depan washtafel dengan mata yang memerah. Pria tampan itu menangis sesenggukan hingga Elanie berdiri di belakang tubuh Justin. Tangan Elanie yang lembut menyentuh punggung Justin yang telanjang, itu membuat Justin semakin menangis.
            “Hey, apa yang terjadi? Kumurlah mulutmu dulu,” ucap Elanie mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dan memberikannya pada Justin. Justin mengikuti apa yang Elanie katakan. Ia mengkumur mulutnya hingga busa di dalam mulutnya hilang. Justin mengelap mulutnya dengan punggung tangan lalu mundur ke belakang agar ia bisa berhadapan dengan Elanie. Ia kembali terisak. Ia sedih karena ia tidak bisa menyentuh Elanie, bahunya tersentuh, mulutnya kotor karena telah mencium Elanie. Pasti Elanie juga merasa kotor, hanya saja Elanie lebih pintar menyembunyikan perasaannya, Justin yakin itu.
            “Mulutku kotor. Bibirku kotor,” isak Justin. “Aku telah menciummu! Aku sudah tidak …pasti aku tidak boleh lagi ke gereja,” Justin menangis sejadi-jadinya.
            “Hey, jangan bilang seperti itu. Kau masih bisa pergi ke gereja, Justin. Tidak ada yang melarangmu. Mulutmu juga tidak kotor. Kata Tuhan, karena kita sudah menikah, kita boleh mencium bibir satu sama lain. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Kau tidak perlu takut, sudah jangan menangis,” ucap Elanie selembut yang ia bisa. Ia mengelus rambut Justin yang lembut lalu pipinya yang basah karena air mata.
            “Apa Tuhan memberitahumu sekarang? Atau tadi?” Tanya Justin berhenti menangis, namun masih terisak. Otot-otot di tubuhnya benar-benar palsu jika Justin menangis seperti ini.
            “Tadi. Dia bilang padaku; ‘Justin sudah bisa menyentuhmu. Begitupun kau. Kau sudah bisa menyentuh Justin. Kalian berdua tidak perlu takut’. Jadi, kau tidak perlu merasa kotor Justin. Kita sudah menjadi sepasang suami istri,”
            “Mengapa Tuhan tidak berbicara denganku? Mengapa hanya dengan kau saja? Aku juga ingin mendengar suaraNya, kau tahu,”
            “Mungkin Tuhan tidak mau berbicara dengan kau karena kau cengeng. Sudah jangan menangis,” ujar Elanie mengelap air mata Justin. “Ayo kita membicarakan hal ini di atas ranjang sambil berpelukan. Apa kau mau?” Tanya Elanie dengan ibu jari terus mengelus pipi Justin yang lembut. Justin mengangguk pelan-pelan. Mereka berjalan keluar dari kamar mandi. Namun baru setengah perjalanan, Justin sudah menangis.
            “Kau pasti merasa kotor! Kau pintar sekali berakting. Sebentar lagi kau akan hamil. Temanku bilang …jika aku seorang pria mencium seorang wanita, wanita itu akan hamil. Aku belum siap memiliki seorang bayi. Tidak, tidak, tidak. Kau sebentar lagi akan hamil!” Seru Justin panik, wajah memerah dan air matanya kembali mengalir. Pria itu berjongkok lalu akhirnya terjatuh di atas lantai. Elanie terpaksa harus terduduk juga di lantai, berhadapan dengan Justin yang sudah memeluk kedua lututnya.
            “Justin, aku tidak hamil. Belum, lebih tepatnya. Aku belum hamil. Bagaimana bisa aku hamil jika kita tidak berhubungan badan? Mungkin maksud temanmu adalah jika kau berciuman dengan seorang wanita lalu melanjuti tindakan yang lebih jauh hingga wanita itu bisa hamil. Aku tidak merasa kotor. Aku merasa bahagia karena suamiku berani mencium bibirku seberani itu. Ayo, jangan menangis,”
            Justin menarik nafas dalam-dalam agar ia tidak terisak. “Ap-apa kita akan tidur bersama-sama di atas tempat tidur? Aku tidak terbiasa,”
            “Kau pikir hanya kau? Ini juga pertama kalinya aku tidur satu ranjang dengan seorang pria,”
            “Jadi, berciuman tidak apa-apa?” Tanya Justin ragu-ragu. Elanie belum menjawab, ia terjongkok dulu di depan Justin lalu ia mengangguk. “Tidak hamil? Kau tidak hamil kan?”
            “Tidak. Belum. Aku belum hamil. Ayo kita tidur. Aku sudah mengantuk,” ucap Elanie bangkit. Justin menghapus air matanya sesegera mungkin lalu menarik nafas dalam-dalam. Ia bisa melakukan ini. Ia bisa tidur bersama dengan Elanie!

            Berada di atas ranjang yang sama membuat tubuh Elanie menegang. Orang bijaksana pernah berkata; akan ada pengalaman pertama kali dalam segala hal. Dan ini dia. Tidur di sebelah seorang pria yang hanya mengenakan celana. Sudah hampir satu jam mereka memejamkan mata namun tidak ada satu di antara mereka tertidur. Dari tadi Justin menggeser-geser tubuhnya ke sana kemari seperti Sid di dalam film Ice Age saat sedang mencari posisi tidur terenak. Akhirnya Justin pasrah. Ia tidak bisa tidur jika tidak ada yang mengeloninya. Apalagi mainan dinosaurusnya ditinggal di rumah orangtuanya hingga ia tidak bisa bermain terlebih dahulu. Ia bosan.
            “Elanie?” Panggil Justin. Justin menggumam. “Apa kau sudah tidur?” Tanya Justin dengan polos. Orang tersinting pun tahu kalau Elanie belum tertidur karena telah menyahut Justin. Elanie memutar tubuhnya ke hadapan Justin lalu tersenyum. “Aku tidak bisa tidur,”
            “Kau tidak bisa tidur? Aku juga,” ucap Elanie. Perasaan ingin tahu bercinta tiba-tiba menyerang tubuh Elanie. Ia ingin tahu bagaimana rasa dari sentuh tangan Justin terhadap tubuhnya. Apa ia akan merasa geli atau apalah. Ia belum pernah disentuh oleh siapa pun sebelumnya, tidak sekalipun. Elanie menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Justin.
            “Biasanya kau melakukan apa jika tidak bisa tidur?” Tanya Justin menggeser tubuhnya untuk menjauh dari Elanie. Ia tidak ingin bersentuhan dengan Elanie, ia takut Elanie hamil begitu saja. Tubuh Justin telanjang, bisa saja Elanie hamil karena berpelukan dengan Justin. Siapa yang tahu? Hanya Tuhan.
            “Berimajinasi. Kau?”
            “Bermain dinosaurus,” ucap Justin. “Apa jika kita berpelukan kau akan hamil?”
            “Apa kau memeluk ibumu, ibumu akan hamil?” Tanya Elanie. Justin menggelengkan kepalanya. Tanpa berpikir panjang, Justin langsung memeluk tubuh Elanie. Oh, ya ampun. Getaran yang sama seperti pertama kali mereka bertemu, Justin rasakan kembali.  Apalagi Elanie sedang mengenakan gaun tidur yang tipis tembus pandang, itu benar-benar menyiksa. Tapi Justin tidak peduli, setidaknya ia bisa memeluk Elanie sekarang. Rasanya sangat nyaman  berpelukan dengan seorang wanita seperti Elanie.
            “Kakakku besok akan mencium bokongku,” ucap Justin bercerita. Sontak Elanie tertawa atas ucapan Justin. Apa-apaan yang sedang Justin bicarakan?
            “Kenapa bisa?” Tanya Elanie menggigit bibir. Aroma tubuh Justin benar-benar harum. Kulit dada Justin sangat lembut. Ternyata nyaman berpelukan dengan Justin, ia merasa terlindungi, akhirnya ia tahu bagaimana rasanya berpelukan dengan seseorang yang kaumiliki. Orang asing yang sekarang menjadi belahan jiwanya. Sangat manis.
            “Dia bilang jika aku menciummu di depan umum, dia akan membelikanku dinosaurus keluaran terbaru. Tapi aku juga memintanya untuk mencium bokongku,”
            “Dan dia akan melakukannya besok?”
            “Pria bicara satu kali, kau tahu,” ucap Justin sok. Elanie hanya tertawa membayangkan betapa lucunya salah satu di antara kakaknya akan mencium bokong Justin. Elanie menggeliat. “Tapi tidak juga sih. Hanya kukentuti,”
            “Itu sangat keren, Justin,” puji Elanie sarkastik, Elanie tertawa. Suaminya idiot, tapi Elanie juga mencintainya dalam waktu yang bersamaan. “Kau tidak ingin memberikan ciuman atau apalah sebelum kita tidur?”
            “Kau mau aku melakukan apa?” Tanya Justin menatap Elanie dari atas.
            “Kecupan?” Saat itu juga Justin mengecup bibir Elanie singkat dan segera saja Justin bertingkah seperti anak kecil. Ia memeluk Elanie lebih erat, kepalanya ia tempatkan di atas kepala Elanie lalu menggigit bibirnya. Astaga, ia baru saja mencium bibir Elanie! Jika Elanie tidak hamil karena berciuman, Justin mau mencium bibir istrinya berkali-kali. Kalau perlu, sampai mati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar