“Well,
Justin. Kurasa aku tidak bisa pulang karena aku telah bilang pada ayahku bahwa
aku menginap di rumah temanku,” jelasku terduduk di kursi ruang keluarga di
lantai dua. Dari tadi aku menatapi foto-fotonya yang begitu indah. Dan sialnya,
aku melihat salah satu fotonya yang tidak memakai pakaian atas sehingga tattoo
mahkota yang berada di sebelah kiri dadanya terlihat. Itu benar-benar seksi.
Well, mengapa Justin tidak memiliki ..mungkin setidaknya adik atau kakak? Orang
tua? Tidak mungkin ia tidak memiliki orang tua. Justin bahkan hanya memiliki
salah satu foto bersama dengan anjing Golden-nya yang besar itu. Itu sangat
menarik, tapi yang ingin kulihat sekarang adalah foto dirinya bersama dengan
orang lain. Apa dia anti-sosial? Tapi tidak mungkin. Ia adalah pengusaha.
Pengusaha berarti ia memiliki banyak rekan kerja. Setidaknya satu atau dua
teman. Baiklah, aku terlalu banyak berpikir. Justin muncul dari kamarnya dan
membawakanku dua gelas air di tangannya.
“Minumlah,”
katanya sambil memberikan satu gelas padaku. Tentu saja aku langsung meraihnya,
aku kehausan karena tenggorokanku baru saja terbakar oleh kebingungan. Kau
mengerti maksudku bukan? Banyak pertanyaan, banyak bicara, banyak suara yang
kukeluarkan hanya untuk berteriak-teriak padanya. Kuteguk satu gelas air ini
hingga tinggal setengahnya. Mmmh, ini adalah air minum terlezat yang pernah kuminum.
Kupejamkan mataku sejenak. Well, terlebih lagi air ini adalah air dingin.
“Jadi, apa yang kaubilang pada ayahmu? Sebenarnya aku ingin membawamu pulang
kembali, tapi kau bilang kau telah memberitahu ayahmu kalau kau menginap di
rumah temanmu,”
“Mhmm,”
gumamku, “sebenarnya, itu hanya kebohongan kecil di antara banyak kebohonganku
pada ayahku. Oke, baiklah. Aku hanya berbohong kali ini pada orang tuaku karena
suatu hal yang mendesak. Ini benar-benar aneh, tapi demi Tuhan aku ingin
bertemu dengan Max malam ini! Namun yang kutemukan adalah Justin Drew Bieber!
Apa kau kembaran dari Max? Apa Max ada di sini?”
Aku
tak dapat menahan rasa keingintahuanku terhadap lelaki ini. Justin terkekeh.
“Tidak, aku tidak memiliki kembaran. Kau ingin tahu mengapa aku mengaku bahwa
diriku adalah Max?”
“Oh
well, tentu saja. Tapi apa aku boleh menginap di rumahmu? Ini demi kebaikanku,
kumohon?” aku bersungut padanya. Ia tertawa pelan, mendongak kepalanya ke
belakang lalu kembali menatapku. Dibawanya air minum itu pada mulutnya lalu ia
menyuarakan satu tegukan di tenggorokannya. Ia mulai terduduk di sebelahku, di
sofanya yang empuk ini. Disandarkannya siku-siku pada sandaran sofa lalu ia
menumpukan salah satu kakinya ke ujung lutut yang lain. Tangannya yang lain,
yang tidak memegang air minum itu mengambil remote televisi. Ia menyalakan
televisi yang ada di hadapan kami. Well ..baiklah. Apa yang sedang terjadi
sekarang? Karena aku merasa awkward. Kulihat
dirinya sedang memerhatikan televisi yang tidak bersuara! Sekali lagi, televisi
yang tidak bersuara! Apa-apaan? Apa dia gila? Aku menatapnya yang tertawa pelan
sambil memerhatikan televisi itu. Bulu matanya, hidungnya yang mancung,
bibirnya yang berwarna merah muda ..basah ..yang kemarin kukecup. Lidahnya ia
keluarkan sedikit sehingga sekarang darah yang berada di bawah kulit tubuhku
mendidih.
“Kau
ingin tahu mengapa aku seperti itu?” tanya Justin yang ..auranya terlihat
berubah. Oke, baiklah. Setelah terjadi keheningan beberapa menit, mengapa
Justin keadaan Justin sekarang berubah? Maksudku, tidak, ini seperti aku
melihat Max. Justin menolehkan kepalanya padaku lalu tersenyum miring, menggoda
padaku. Apa-apaan? Apa dia Justin atau Max? Seseorang tolong jelaskan padaku
mengapa lelaki ini sangat aneh! Apa dia kerasukan setan yang bernama Justin
atau ia kerasukan setan Max? Aku tidak tahu. Ini sangat menyeramkan,
benar-benar menyeramkan. Atau dia memiliki kepribadian ganda? Well, aku tidak
tahu menahu tentang itu, namun jika ya, kemungkinan terbesar sekarang adalah
Justin atau Max adalah psikopat!
“Justin?”
“Yeah?”
ia menjawabku, nada suaranya berbeda. Nafasnya memburu. Oke, dia masih Justin.
Dia masih Justin. Dia masih Justin! Dia adalah Justin! Aku terus mengingatkan
kata-kata itu di otakku. Justin mematikan televisinya lalu ia menegakan
tubuhnya, menimun air minumnya terlebih dahulu dan ia menaruh gelas itu ke atas
meja yang berada di ujung sofa sebelahnya. “Aku Justin. Percayalah, aku Justin.
Kau ingin tahu mengapa aku seperti itu?”
“Tentu
saja, tapi apa aku boleh menginap di rumahmu?”
“Bukankah
Max telah memberitahu padamu kalau hari ini kita akan bersenang-senang? Well,
Max adalah temanku. Dia dan aku satu tubuh, Ave Harris. My beauty,”
“Oke,
Justin. Dengan nada bicaramu yang menggoda seperti itu membuatku takut. Aku pikir
kita tidak akan bercinta. Ya ampun, siapa lagi yang merasukimu Justin?”
“Tidak
ada, hanya aku dan kau di sini, Ave. Entahlah, lama-lama melihatmu membuatku
ingin merasakan tubuhmu,” ujar Justin.
“Kau
tidak akan membunuhku bukan, Justin Drew Bieber?” tanyaku, was-was. Ia terkekeh
pelan, menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangannya yang memiliki jari-jari
panjang dan seksi itu meraih gelas yang ada di tanganku lalu menaruhnya ke atas
meja tadi. Ia kemudian berdiri lalu menyodorkan salah satu tangannya padaku.
Oke. Jika ia ingin membawaku ke kamarnya, aku tidak mau. Siapa tahu ia akan
memperkosaku –itu jika aku tahu dia adalah psikopat—lalu tiba-tiba saja ia
menahan nafasku dengan bantal miliknya hingga aku meninggal? Itu tidak boleh
terjadi. Oh tidak, tidak, tidak! Itu tidak boleh terjadi dan aku tidak ingin
itu terjadi. Justin menganggukan kepalanya padaku, meyakinkan padaku kalau ia
tidak akan menyakitiku. Namun mana mungkin aku dengan mudahnya percaya pada
lelaki aneh sepertinya! Awalnya ia bilang ia tidak akan bercinta padaku, lalu
sekarang ia ingin bercinta denganku. Apa-apaan? Dan lagi, ia bilang padaku
kalau aku adalah anak rekan kerjanya sehingga ia tidak mungkin bercinta
denganku. Aku terpaksa menginap di rumah ini karena aku pikir Max itu benar-benar
ada! Dan poof! Muncullah lelaki normal yang tidak memiliki keinginan untuk
bercinta denganku, tidak tertarik padaku lagi, dan berniat untuk memulangkanku
ke rumah yang bernama Justin Drew Bieber! Apa yang sebenarnya terjadi di sini?
Lama kelamaan hanya karena Justin Drew Bieber, aku bisa berniat bunuh diri
hanya karena aku kebingungan.
“Ave,
kuberitahu kau sesuatu di kamarku. Ayolah, tidak apa-apa. Aku juga menyukaimu,”
“Apa
maksudmu ‘aku juga’?” tanyaku tak mengerti. Ia tidak mengatakan apa-apa namun
ia langsung menarik tanganku. “Tunggu! Aku tidak akan masuk ke sana jika kau
tidak memberitahuku mengapa kau bilang ‘aku juga’!”
Justin
mendesah pelan. “Semuanya ada di kamarku! Kau hanya membaca akta kelahiranku
lalu kau keluar dari kamarku. Bagaimana mungkin aku bisa memberitahu padamu
tentang diriku sebenarnya?”
“Apa?”
aku sekarang terlihat seperti anak idiot. “Apa maksudmu ‘tentang diriku
sebenarnya’? Bukankah kau Justin?”
“Ave,
aku tidak ingin menyakiti siapa pun sekarang, sayang. Ikuti apa yang kubilang,
aku tidak akan pernah menyakitimu jika kau mengabulkan permintaanku yang satu
ini,”
“Kau
berjanji?” tanyaku, hati-hati.
“Tentu
saja!” serunya. “Ayo,” ajak Justin menarik tanganku lalu ia membuka pintu
kamarnya. Justin tampak begitu bersemangat sekarang. Oke, ini sangat aneh.
Pertama ia tampak biasa-biasa saja padaku di dalam kamar, lalu kedua ia tampak
menggodaku di ruang tamu, dan sekarang ia tampak begitu bersemangat ingin
memberitahu ‘siapa dia sebenarnya’ padaku. Oh, mungkin ia adalah lelaki yang
suasana hatinya mudah berubah-ubah. Mungkin, well, ini sangat menyenangkan.
Mengapa? Karena ini seperti tantangan. Menangani seorang lelaki yang suasana
hatinya mudah berubah-ubah itu sangat susah ditaklukan. Well, mungkin ini
adalah tindakan gila tapi aku menginginkan Justin. Aku menginginka dia
sekarang, bagaimana pun itu caranya. Justin menyuruhku untuk duduk di atas
tempat tidurnya sementara ia membuka laci meja kerjanya. Kuperhatikan
gerak-geriknya yang sangat menarik. Alis mata yang bertautan, warna mata
cokelat keemasan yang menatap apa pun dengan tajam, lalu ..sial. Mengapa aku
tidak memerhatikannya dari tadi? Ia memiliki tattoo di lengannya. Namun tulisan
itu benar-benar membuatku bingung. Tatto itu menuliskan kata ‘Abused’ serapi
dan seunik mungkin. Apa dia dulu pernah disakiti? Ya Tuhan, lelaki ini pasti
memiliki banyak rahasia. Sial! Ia membuatku semakin penasaran dengannya.
“Ini,
kau lihat foto-foto ini?” tanyanya memperlihatkan foto-fotonya. Oh yeah, tentu
saja. Di sini terlihat lima foto dirinya yang tersenyum. Namun tatapan dan gaya
rambutnya berbeda. Di setiap fotonya ada nama di ujung kanannya. Lalu gambar
pertama, Justin yang memakai pakaian formal. Ia tampak tampan di sini.
Tersenyum penuh kedamaian. Tatapan matanya terhadap kamera kurasa sangat
berwibawa, namun tidak memperlihatkan kesombongannya. Well, dia memang bukanlah
lelaki yang sombong. Lalu aku menarik foto Justin dan menaruhnya di atas tempat
tidur. Kemudian muncullah foto bernama Max. Baiklah, ini adalah Max. Max ..ini
benar-benar Max! Harus kuakui ini adalah Max. Cara ia bergaya dapat terlihat
dari foto ini. Ia memakai pakaian formal juga namun tangannya terlipat di depan
dadanya sambil memberikan senyuman yang menggoda. Senyuman yang kemarin
kulihat.
“Ini
Max. Kemarin kau menemuiku dengan keadaan seperti ini bukan?”
“Well,
yeah. Senyumannya sama seperti ini,” ujarku menarik nafas. Lalu kusingkirkan
foto Max dan maruhnya di atas foto Justin. Lalu kali ini foto yang bertuliskan
nama Arthur. Oh well, Arthur. Ia tampak ..lebih misterius dibanding Max.
Gayanya kaku. Bibirnya kaku, kedua alisnya bertautan. Tampak seperti pemain
film antagonis. Dan dapat kulihat dari sini adalah Arthur tipe lelaki yang
cuek. Dan sepertinya ia adalah psikopat. Namun kuharap tidak. Jangan sampai.
“Ini
adalah Arthur, terkadang jika aku terintimidasi dia akan muncul,”
“Apa?
Apa yang kaubicarakan?” aku tidak mengerti.
“Lihatlah
terlebih dahulu foto-foto itu maka aku akan menjelaskannya,” ujar Justin,
menyuruhku. Kembali aku menyingkirkan foto Arthur lalu muncullah wajah konyol
dari Justin dengan tulisan di foto ini bernama Darren. Matanya ia sengajakan
juling lalu lidahnya terjulur, seperti mengejek. Well, ini cukup lucu.
Maksudku, Justin hebat! Ia memiliki begitu banyak ekspresi. Mulai dari yang normal,
penggoda, psikopat, dan sekarang apa? Gayanya seperti anak remaja konyol. Well,
ia tampak tampan juga di sini. Darren, aku menyukai namanya.
“Ini
Darren, biasanya akan muncul jika aku bertemu dengan anak-anak,”
“Oh?”
“Yeah,
dan yang terakhir. Lihatlah yang terakhir,” suruh Justin menarik fotonya
sendiri lalu terlihatlah fotonya yang sangat ..imut. Dia sangat imut di foto
ini! Mulutnya terbuka seperti huruf O lalu kedua tangannya memegang kedua
pipinya, tampak terkejut. Tapi di sini ia terlihat seperti anak-anak. Dan di
sini tertulis nama Kevin di atasnya. Oh, lucu sekali. Well, Mr.Bieber ini
tampaknya senang sekali membuatku terkejut. Meski aku tahu seharusnya ia tidak
memperlihatkan semuanya ini padaku karena aku baru bertemu dengannya kemarin. Aku
bahkan bukan kekasihnya.
“Sudah
puas?” tanyanya, nada suaranya bersemangat. Aku mengangguk. Justin mulai
terduduk di sebelahku sambil tangannya memegang lima foto tadi. Ia menarik
nafasnya terlebih dahulu. “Aku tahu seharusnya kita tidak membicarakan ini tapi
sudah terlanjur. Max telah membuatku muncul kembali saat bertemu denganmu.
Harus kuakui, Ave, aku juga menyukaimu. Maksudku, ekspresi wajahmu di mobil
tadi sangat ketakutan. Sebenarnya aku ingin menahan tawaku dan ingin serius
padamu agar kau percaya bahwa aku adalah Justin,”
“Okay,
lalu apa?”
“Aku memiliki lima kepribadian
ganda,” desahnya menundukan kepalanya. Tidak mungkin! Seharusnya aku tahu ini
dari awal! Ya ampun! Ia memiliki lima kepribadian? Seharusnya aku sadar saat ia
memperlihat lima foto tadi! Bodohnya aku. Namun aku berusaha untuk menyembunyikan
ekspresi terkejutku sehingga sekarang aku terlihat seperti: Hey, apa kabarmu? Oh, yeah. Aku baik-baik
saja. Apa? Lelaki berumur 30 tahun memiliki lima kepribadian? Pft! Itu tidak
mungkin! Tapi kenyataannya adalah dia memang memiliki lima kepribadian.
Justin menarik nafasnya kembali, kubiarkan dia menjelaskan segalanya padaku.
Mungkin dengan ia menjelaskan ini padaku aku bisa membantunya untuk menyatukan
kembali kepribadiannya yang terpecah belah. Meski aku tidak tahu banyak tentang
kepribadian ganda, tapi aku pernah mencaritahunya di internet.
“Kemarin kau menemuiku dengan
kepribadian Max. Max memang lelaki misterius namun penggoda. Aku selalu pergi
ke dokter psikiater dan menanyakan keadaanku, ia bilang aku baik-baik saja
selama kau masih bisa memiliki kesepakatan dengan kepribadianmu yang lain. Ini
memang aneh tapi biasanya, saat aku tertidur, aku mendengar suara-suara di
dalam pikiranku,”
“Oh, itu pasti sangat menyebalkan,”
“Well, yeah. Kadang-kadang memang
menyebalkan karena itu membuatku susah tidur. Well, lima tahun terakhir ini aku
bisa bekerja sama dengan alter egoku yang lain setelah aku melakukan hipnotis
bersama dengan dr.Amanda untuk berbicara dengan alter egoku yang lain sehingga
kami dapat bekerja sama. Kapan mereka muncul dan tidak. Namun Max. Uh, mungkin
karena kau adalah gadis yang seksi maka ia muncul di dalam tubuhku sehingga aku
tidak tahu apa-apa yang ia bicarakan denganmu. Sedangkan ia tahu keadaan
kepribadianku yang asli. Justin. Justin adalah kepribadianku yang asli,”
“Well, yeah, aku bisa melihatnya
sekarang. Ini cukup menyeramkan,”
“Selama kau tidak memancingku untuk
marah padamu, aku tidak akan menyeramkan. Oke, Max adalah lelaki penggoda dan
misterius. Apa pun yang ia mau harus terjadi. Lalu Arthur, ia adalah alter
egoku yang jahat. Bukan jahat, ia hanya muncul jika ada seseorang yang
memarahiku atau memancing emosiku, ia akan muncul dengan kekuatannya. Well, aku
juga tidak sadar apa yang ia pernah buat namun aku tahu jika aku pergi ke
dr.Amanda. Kemudian Darren. Darren adalah alter egoku yang benar-benar
menyenangkan. Biasanya ia muncul jika aku bertemu dengan anak-anak yang lucu.
Karena Darren sangat suka melucu dan seperti yang kubilang tadi, ia
menyenangkan. Intinya kau akan menyukaiku jika aku berada dalam kepribadian
Darren. Kemudian Kevin. Kevin adalah kepribadianku yang menurutku paling
memalukan. Karena jika Kevin muncul, itu karena aku kesepian jadi aku muncul
untuk bermain sendiri. Aku akan berimajinasi, perlu kautahu. Karena Kevin
adalah anak kecil. Biasanya ..” Justin menarik nafas.
“Yeah, kau bisa mengambil nafasmu,”
ujarku memberikan sedikit humor di percakapan kami, namun ia tertawa. Hatiku
berteriak, canggung!
“Biasanya,
pengasuhku, Mrs.Ellie. Ia yang akan membangunkanku di pagi hari. Dan yeah, aku
berada dalam keadaan seperti anak kecil. Bersungut-sungut untuk tidak
dibangunkan. Lalu biasanya aku tidak pergi ke kantor karena aku terlalu asyik
bermain pesawat mainan atau kereta mainanku. Kevin berumur 8 tahun, perlu
kautahu itu. Dan terakhir aku. Justin. Kepribadian asliku. Jadi kau mengerti
sekarang mengapa aku tidak tahu kau dan Max memiliki perjanjian?”
“Mhmm,”
kuanggukan kepalaku, tak berkedip, tak bernafas.
“Ave?
Kumohon, jangan berikan aku ekspresi seperti itu. Aku bukan orang jahat,”
“Apa
kau yakin? Kau bukan orang jahat?”
“Selama
kau bersikap baik padaku, Ave. Dan kumohon jangan menggodaku, kadang jika Max
lebih kuat dibanding aku, dia akan muncul dan memakanmu dengan nafsunya.”
Menarik!
****
Aku
berusaha untuk menutup mataku di kamar tamu. Namun aku tidak bisa. Aku masih
membayangkan bagaimana jika nanti pagi Justin berubah menjadi Kevin si anak
kecil itu. Pasti itu sangat memalukan. Justin sudah berumur 30 tahun dan ia
juga sudah sering pergi ke dokter psikiater. Tapi mengapa ia tidak sembuh juga?
Mungkin ia terlambat mengikuti terapi. Kata ayah, biasanya orang yang memiliki
kepribadian ganda itu memiliki masa lalu yang buruk. Well, aku ingin tahu masa
lalu Justin seperti apa. Bagaimana ia bisa membuat kepribadian itu. Mungkin
masa lalunya memang kelam. Uh, memang dibalik setiap pengusaha pasti mereka
memiliki cerita kehidupan yang suram. Biasanya. Kutarik nafasku untuk yang
kesekian kalinya. Sudah jam 11 malam tapi aku belum tidur juga. Ini dikarenakan
Justin muncul. Andaikan Justin tidak muncul, sudah pasti aku dan Max berada di
atas ranjang lalu aku bergetar di bawah tubuhnya. Kalau boleh bergetar di atas
tubuhnya. Ponselku berdering tiba-tiba saat aku baru saja ingin meraihnya.
Kuraih ponsel yang kutaruh di atas meja lampu kamar ini. Sudah kuduga, pasti
Elliot yang menghubungiku. Kutekan tombol hijau untuk mengangkat panggilanya.
“Hei,”
sapaku setelah kudekatkan ponsel pada telingaku. Sebenarnya aku tidak ingin
mendapatkan telepon dari siapa pun sekarang. Aku hanya ingin menenangkan
pikiranku setelah lebih dari satu jam yang lalu aku diperhadapkan oleh
lelaki-kepribadian-ganda. Dan Elliot, sial, mengapa ia tidak bisa berhenti
untuk tidak menghubungiku? Kemarin malam juga ia menghubungiku.
“Ave!
Kupikir kau sudah tidur. Apa kau sudah sampai dengan selamat?”
“Well,
aku bisa mengangkat teleponmu, jadi aku selamat,” ujarku memutar mata. Ia
terkekeh pelan. Inilah alasan mengapa aku tidak suka menelpon. Itu karena aku
tidak tahu harus berbicara apa! Aku lebih baik mengirim pesan atau berbicara
langsung dengan orang itu. Karena aku tidak bisa berbicara jika aku tidak
berhadapan dengan orang itu. Kecuali mengirim pesan. Mengirim pesan kita dapat
memikirkan kata-kata yang tepat untuk dikirim. “Elliot, aku baik-baik saja. Apa
sekarang aku boleh tidur? Aku benar-benar lelah,” aku berbohong.
“Well,
baiklah. Tidak apa-apa, semoga kau memiliki malam yang indah,” Berlebihan!
“Oh
yeah, tentu saja. Bye!” aku langsung mematikan ponselku. “Argh! Sial! Ini
adalah keputusan terbodoh yang pernah kuambil!” jeritku tertahan sambil gemas
meremas selimut yang menutupi tubuhku. Bersamaan dengan itu, pintu kamar tamu
terketuk. “Masuklah,”
Pintu
kamar terbuka. Lalu muncullah seorang lelaki yang kukagumi sejak kemarin. Ia
tampak berbeda. Rambutnya basah, piyama tidurnya yang berwarna biru tua
membuatnya tampak misterius, dan ia tinggi. Ia menembus kegelapan kamar ini
sambil menutup pintu kamar. Hanya nafasku dan nafasnya yang terdengar, jangan
lupa dengan jam dinding yang terus berdetik. Ia tersenyum canggung sambil
menghembuskan nafasnya yang berat. “Hei, sweety,” bisik Justin mendekatiku. Hei sweety? Apa-apaan? Kutarik tubuhku
ke atas sehingga sekarang posisiku terduduk.
“Hai,”
sapaku, malu-malu. Well, ini sebenarnya yang kuinginkan. Bertemu dengannya yang
lain. Mungkin aku akan menjadi gadis yang tidak akan pernah bosan untuk
melihatnya. Uh, sial, ini memang terdengar sinting tapi aku benar-benar
menyukainya! Rasanya aku telah mengenalnya selama bertahun-tahun. Justin
mendekatiku lalu ia terduduk di sisi tempat tidur.
“Ini
aku, Max,” ujar ..Max. Oke, baiklah. Dia sekarang Max. Kuperhatikan baik-baik
sorot matanya yang tajam, seakan-akan ia sedang menusuk mataku hanya karena
tatapan matanya yang tajam. Aku terpaku sejenak. Ia memberikan senyum khas
miringnya padaku. Senyuman menggoda, benar-benar menggoda. “Justin, si pengecut
itu tampaknya tak berani menyentuhmu sayang,”
“Kurasa
dia bukan lelaki pengecut,” ujarku, membela kepribadiannya yang asli. Well,
memang benar bukan? Justin hanya berusaha untuk tidak menyakiti anak rekan
kerjanya meski anak rekan kerjanya menginginkannya di atas tubuh anak rekan
kerjanya. Kau mengerti maksudku? Max terdiam sejenak, ia mendecak. Lidahnya ia
gigit sebentar, apa dia sedang benar-benar menggodaku? Tubuh Max yang tinggi
itu mulai merangkak ke atas tempat tidur lalu menindih tubuhku. Ia mengangkangi
tubuhku, lebih tepatnya. Kepalaku tersentak ke belakang, berusaha untuk menjauh
dari wajahnya yang sekarang berjarak begitu dekat dengan wajahku. Nafasnya yang
hangat menghangatkan wajahku. Aroma mint terendus oleh hidungku begitu saja.
Sial! Dia benar-benar wangi, tentu saja. Kurasa ia baru saja mandi. Mataku dan
matanya bertemu lalu terpaku di sana.
“Well,”
ia memiringkan kepalanya beberapa detik, “apa pun yang kaukatakan tentangnya
aku tak peduli, tapi karena aku dia mendapatkan banyak gadis. Karena aku dia
memiliki banyak penggemar. Dan jika tidak ada aku ..mungkin ia masih perjaka
sampai sekarang, kau harus tahu itu,” bisik Max memajukan kepalanya, mulai
mengecup bibirku. Tapi aku bodoh! Aku tidak bisa menolak lelaki sepertinya! Ia
terlalu tampan, seksi, dan terlalu berkarisma! Bagaimana mungkin aku bisa
menolaknya? Kupejamkan mataku berusaha untuk menikmati kecupan bibirnya, sama
seperti kecupannya kemarin. Ia memundurkan wajahnya sehingga sekarang aku yang
memajukan kepalaku.
“Wohoho,
lihatlah. Ternyata aku mendapatkan gadis yang ganas,” ujar Max memegang
kepalaku dengan tangannya sehingga bibirku kembali menempel dengan bibirnya. Ia
terjatuh ke samping sehingga sekarang aku terpaksa bangkit dari posisi dudukku
dan mulai melayang di atas tubuhnya. Kubuka mulutku untuk menyambut mulutnya.
Kumasukan lidahku sehingga aku dapat merasakan lidahnya yang sangat manis. Ia
mengisap bibir bawahku hingga aku mengerang. Lalu ia tertawa. “Aku suka pakaian
tidurmu. Transparan, kau menyiapkan untukku bukan?”
“Tidak,”
itu adalah kejujuran! Aku tidak menyiapkan ini untuknya. Well, begitu banyak
baju tidur yang sama seperti ini karena aku suka suasana yang dingin. Mulut
kami kali ini telah benar-benar terpisah. Ia memberikanku senyuman ragu-ragu.
Well, apa yang bisa kukatakan? Itulah kenyataannya, aku tidak membawa pakaian
tidur itu untuknya.
“Well,
kau ingin menginap di rumahku berapa lama? Aku sebenarnya memiliki banyak waktu
jika selama itu bersama denganmu. Jadi, berbohong pada orang tuamu eh?” ia
menggodaku. Oh, sungguh benar apa yang dikatakan Justin. Max adalah penggoda!
Dan ia memang misterius. “Well, apa aku boleh membuka satu per satu kancing
nakal ini?”
Aku
tertawa pelan. “Setelah aku berpikir dua kali, lebih baik kita tidak melakukan
ini,”
“Well,
Ave, my baby. Ada Arthur di dalam tubuhku ini, sayang. Jangan sampai ia keluar
hanya karena emosiku bangkit sayang. Biasanya ia memukul orang, kautahu.
Untunglah setelah Justin, aku dan yang lain berunding di kamar mandi –aku tidak
homo—kami memutuskan untuk tidak menyakitimu, hanya kau, tapi Kevin sepertinya
tidak mengerti apa yang kami katakan,”
“Mengapa
kau bilang kau bukan homo sedangkan kau berbicara dengan kepribadian yang lain
namun tubuhmu sama? Apa kau tidak menyukai tubuhmu sendiri? Dia seksi, harus
kuakui,”
“Apa
yang Justin miliki, berarti itu milikku juga sayang. Sudah, jangan bicarakan
ini. Jadi apa aku boleh membuka kancingmu yang nakal telah menutupi dadamu
..demi apa pun kemarin aku hampir gila hanya karena melihat dadamu yang
terguncang saat kau berjalan!” serunya gemas padaku. Aku belum menjawab
ucapannya, namun tiba-tiba ia mencium leherku hingga aku mendesah pelan. Leher
adalah bagian sensitifku! Demi Tuhan, aku langsung mendesah. Tidak, aku tidak
bisa melakukan ini. Kujauhkan tubuhku dari tubuh Max sehingga ia langsung
menarik tubuhnya agar ia terduduk.
“Tidak,
kita tidak bisa melakukan ini,” aku menggeleng-gelengkan kepalaku tiba-tiba
panik. Ya, tentu saja aku panik. Bagaimana jika aku sedang berhubungan badan
dengan Max tiba-tiba saja Arthur muncul? Itu bisa saja terjadi. Atau Darren?
Ini benar-benar menakutkan. “Max, kita benar-benar tidak dapat melakukan ini,”
aku bersungut. Max terdiam sejenak. Wajahnya yang tadinya menggoda sekarang
tiba-tiba misterius seperti kemarin. Ia membawa tubuhnya ke kepala tempat tidur
lalu membaringkan tubuhnya. Tidak mengatakan apa pun. Oke, ini yang paling
tidak kusukai dari Justin atau Max. Mereka berdua seperti orang bodoh jika aku
berbicara sesuatu. Maksudku, secara tiba-tiba mereka berdua pasti terdiam. Kutatapi
Max yang masih memejamkan matanya lalu tiba-tiba ia membuka matanya.
“Apa
yang baru saja Max lakukan padamu?” tanya ..well, Justin. Yeah, Justin. Ia
melihat ke arahku, mungkin rambutku sekarang sudah sedikit teracak karena tadi
Max sempat memainkan rambutku. Oh, untunglah sekarang Justin yang muncul. Ini
sungguh membingungkan sekaligus menyenangkan. Kubaringkan tubuhku di sebelah
Justin lalu mengangkat kedua bahuku. “Katakanlah padaku, kumohon. Apa kau dan
dirinya baru saja …”
“Tidak,
aku menolaknya, kau masih berpakaian. Begitupun aku,”
“Pantas
aku bisa muncul sekarang. Sebenarnya, susah sekali untuk berkomunikasi dengan
mereka berempat. Terlebih lagi pada Kevin yang masih kecil itu, itu membuatku
sulit untuk berbicara dengannya. Hanya dr.Amanda yang mengerti Kevin, kurasa,”
jelas Justin mendesah pelan. Aku tidak tahu harus merespon apa padanya tapi aku
ingin tidur dalam pelukannya. Meski kutahu ini akan sangat memalukan karena
tiba-tiba saja aku ingin meminta pelukan darinya.
“Apa
aku boleh mendapatkan pelukan darimu ..Justin?” Ini sangat memalukan!
Justin
mengerjapkan matanya berkali-kali, ia menatapku. “T-tentu saja, kemarilah,”
suruhnya membuka tangannya untukku. Langsung saja aku memeluk tubuhnya,
menyandarkan kepalaku pada dadanya lalu memejamkan mataku. Well, ini terasa
lebih nyaman. Dapat kurasakan detak jantung dari Justin, Max, Arthur, Darren
dan Kevin.
***
*Author POV*
Mata
biru itu terlihat jernih saat pemiliknya mengerjapkan matanya berkali-kali.
Teriknya matahari membuatnya terpaksa membuka matanya. Lelaki yang berada di
sebelahnya masih memejamkan matanya, namun gaya tidurnya berubah. Awalnya
mereka berpelukan, namun sekarang. Sekarang kaki lelaki itu berada di atas
perut gadis ini. Ave, gadis itu, mengangkat tubuhnya agar cepat terduduk. Ia
menguap sebentar lalu merenggangkan otot-ototnya. Oh, sial. Jam berapa sekarang?
Meski hari ini adalah hari Sabtu, ia harus bertemu dengan atasannya nanti
siang. Well, Ave telah memiliki pekerjaan sebagai asisten direkturnya. Setelah
seluruh jiwanya telah berkumpul, ia mengangkat kaki lelaki itu pelan-pelan.
Gaya tidur lelaki ini benar-benar lucu. Kedua tangannya berada di atas dadanya
sambil kepalanya menggantung di sisi tempat tidur sehingga rambutnya yang cukup
panjang itu melayang. Mulutnya juga terbuka. Khas seperti ini anak-anak yang
tenang dalam tidurnya.
“Justin,”
Ave berusaha untuk membangunkan Justin. Justin mengerang sebentar lalu ia
menggulingkan tubuhnya sehingga sekarang kakinya berada di atas perut Ave,
bahkan dadanya –Ave telah terduduk. “Justin, ayo bangun! Sudah pagi,” bujuk Ave
lagi. Namun Justin tak kunjung bangun. Dengan terpaksa Ave bangkit dari tempat
tidur lalu ia menggulungkan celana piyama Justin yang panjang itu. Ada bulu
kaki Justin yang cukup panjang. Sasaran empuk untuk ditarik. Ini biasanya ampuh
digunakan jika ayah Ave tidak ingin bangun pagi.
“Justin!”
teriak Ave menarik salah satu bulu kaki Justin. Tiba-tiba saja Justin mengerang
pelan, lalu ia menangis. “Oh ya Tuhan,” bisik Ave menjauh dari kaki Justin. Ya
Tuhan! Itu bukan Justin. Itu Kevin! Sial, mengapa ia bisa melupakan perkataan
Justin? Seperti yang Justin katakan, biasanya Kevin akan jika ia bangun pagi
maka dari itu Mrs.Ellie masih menjaganya di rumah ini. Justin menangis,
merengek sejenak lalu ia tertidur kembali.
“Jangan
bangunkan aku!” seru Justin dengan suara lembut bercampur kemarahan khas anak
kecil berumur 7-8 tahun. Ave terkesiap. Ya Tuhan! Kevin benar-benar
menggemaskan. Ia penasaran dengan Kevin, bagaimana jika Kevin bangun? Bagaimana
Kevin dapat bermain? Diperhatikannya Kevin yang tertidur dengan bibir bawahnya
yang cemberut itu. Punggung tangan kirinya menahan dagunya agar ia memiliki
posisi tidur yang nyaman.
“Kevin?”
“Mhmm?”
ternyata Kevin sudah bangun. Hanya saja ia masih memejamkan matanya. “Beri aku
satu menit untuk membuka mataku,” ujar Kevin masih dengan suara anak-anaknya.
Ya Tuhan! Ave masih tidak percaya lelaki setampan Justin, sewibawa Max dapat
berubah menjadi seorang anak kecil yang menggemaskan. Kevin benar-benar lucu.
Lalu tiba-tiba saja Kevin membuka matanya. Penglihatannya masih sedikit buram
maka dari itu ia mengerjap-kerjapkan matanya berkali-kali. Seperti harimau,
gerakan Kevin benar-benar cepat. Ia langsung bangkit dari tempat tidur itu lalu
ia berdiri di atas lantai. Tangannya memegang salah satu bantal yang baru saja
ia tindisi. Wajahnya panik saat melihat Ave.
“Si-siapa
kau? Mengapa kau berada di kamarku?” teriak Kevin, ketakutan.
“Hei,
tenang. A-aku ..aku pengganti Mrs.Ellie,” suara Ave tampak lembut. Kevin masih
ragu dengan ucapan Ave. “Aku serius,” lanjut Ave meyakinkannya. Setelah Ave
mengatakan itu, Kevin langsung melempar bantal itu ke atas tempat tidur itu
lagi.
“Mengapa
kita berada dalam satu kamar?” tanya Kevin. “Jangan-jangan kau telah membunuh
Mrs.Ellie? Oh ya Tuhan!” seru Kevin kembali mengambil bantalnya, berniat untuk
melempar bantal itu pada Ave. Ave tertawa lalu ia menggeleng-gelengkan
kepalanya. Demi Tuhan ini adalah hal terkonyol yang pernah ia temui. Max,
Justin, dan Kevin. Baiklah, ia telah menemui tiga orang ini. Dan tiga-tiganya
membuatnya ingin tertawa lepas.
“Aku
tahu! Aku tahu! Pasti kau baru saja memperkosaku? Benar bukan? Jujur saja, kau
yang berpura-pura menjadi nanny-ku!” seru Kevin mulai mengangkat bantal itu ke
udara.
“Ak—“
terlambat, bantal itu telah terlempar tepat pada wajah Ave sehingga Ave sedikit
mundur ke belakang. Ave mengambil nafasnya. Ternyata Kevin adalah anak kecil
yang memiliki prasangka yang buruk. Dan itu tidak boleh terjadi.
“Well,
baiklah. Aku ingin mengatakan kejujuran. Aku, pengganti Mrs.Ellie. Lalu
..sebenarnya, aku tidak memperkosamu. Padahal ..aku ingin mengajakmu untuk
bermain kereta api,” ujar Ave dapat menarik perhatian Kevin. Kevin yang menatap
Ave dengan was-was itu terdiam sejenak. Apa penjaga barunya ini benar-benar
akan bermain dengannya? Well, baiklah.
“A-aku
rasa kita bisa bermain boneka,” ujar Kevin, akhirnya dapat ditaklukan. “Aku
memiliki banyak boneka. Kita bisa bermain itu. Tapi sekarang aku lapar,”
“Kau
lapar? Well, apa yang bisa kubuatkan untukmu?”
“Biasanya Mrs.Ellie membuatku lima pancake yang disiram madu,”
“Biasanya Mrs.Ellie membuatku lima pancake yang disiram madu,”
Ave
menarik nafasnya. “Oke, baiklah. Aku bukan penjahat. Atau jangan-jangan kaulah
penjahatnya?” Ave menggoda Kevin. Kevin mulai tertawa, khas anak-anak seperti
biasanya.
“Aku
penjahat jika aku telah memegang pedangku! Tapi aku lapar! Kesatria butuh
makanan! Ayo!” Kevin tampak bersemangat.
Well,
Kevin Bieber baru saja muncul. Konyol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar