Sabtu, 03 Agustus 2013

Criminal Crime Bab 2




***
            “Well, Justin. Kurasa aku tidak bisa pulang karena aku telah bilang pada ayahku bahwa aku menginap di rumah temanku,” jelasku terduduk di kursi ruang keluarga di lantai dua. Dari tadi aku menatapi foto-fotonya yang begitu indah. Dan sialnya, aku melihat salah satu fotonya yang tidak memakai pakaian atas sehingga tattoo mahkota yang berada di sebelah kiri dadanya terlihat. Itu benar-benar seksi. Well, mengapa Justin tidak memiliki ..mungkin setidaknya adik atau kakak? Orang tua? Tidak mungkin ia tidak memiliki orang tua. Justin bahkan hanya memiliki salah satu foto bersama dengan anjing Golden-nya yang besar itu. Itu sangat menarik, tapi yang ingin kulihat sekarang adalah foto dirinya bersama dengan orang lain. Apa dia anti-sosial? Tapi tidak mungkin. Ia adalah pengusaha. Pengusaha berarti ia memiliki banyak rekan kerja. Setidaknya satu atau dua teman. Baiklah, aku terlalu banyak berpikir. Justin muncul dari kamarnya dan membawakanku dua gelas air di tangannya.
            “Minumlah,” katanya sambil memberikan satu gelas padaku. Tentu saja aku langsung meraihnya, aku kehausan karena tenggorokanku baru saja terbakar oleh kebingungan. Kau mengerti maksudku bukan? Banyak pertanyaan, banyak bicara, banyak suara yang kukeluarkan hanya untuk berteriak-teriak padanya. Kuteguk satu gelas air ini hingga tinggal setengahnya. Mmmh, ini adalah air minum terlezat yang pernah kuminum. Kupejamkan mataku sejenak. Well, terlebih lagi air ini adalah air dingin. “Jadi, apa yang kaubilang pada ayahmu? Sebenarnya aku ingin membawamu pulang kembali, tapi kau bilang kau telah memberitahu ayahmu kalau kau menginap di rumah temanmu,”
            “Mhmm,” gumamku, “sebenarnya, itu hanya kebohongan kecil di antara banyak kebohonganku pada ayahku. Oke, baiklah. Aku hanya berbohong kali ini pada orang tuaku karena suatu hal yang mendesak. Ini benar-benar aneh, tapi demi Tuhan aku ingin bertemu dengan Max malam ini! Namun yang kutemukan adalah Justin Drew Bieber! Apa kau kembaran dari Max? Apa Max ada di sini?”
            Aku tak dapat menahan rasa keingintahuanku terhadap lelaki ini. Justin terkekeh. “Tidak, aku tidak memiliki kembaran. Kau ingin tahu mengapa aku mengaku bahwa diriku adalah Max?”
            “Oh well, tentu saja. Tapi apa aku boleh menginap di rumahmu? Ini demi kebaikanku, kumohon?” aku bersungut padanya. Ia tertawa pelan, mendongak kepalanya ke belakang lalu kembali menatapku. Dibawanya air minum itu pada mulutnya lalu ia menyuarakan satu tegukan di tenggorokannya. Ia mulai terduduk di sebelahku, di sofanya yang empuk ini. Disandarkannya siku-siku pada sandaran sofa lalu ia menumpukan salah satu kakinya ke ujung lutut yang lain. Tangannya yang lain, yang tidak memegang air minum itu mengambil remote televisi. Ia menyalakan televisi yang ada di hadapan kami. Well ..baiklah. Apa yang sedang terjadi sekarang? Karena aku merasa awkward. Kulihat dirinya sedang memerhatikan televisi yang tidak bersuara! Sekali lagi, televisi yang tidak bersuara! Apa-apaan? Apa dia gila? Aku menatapnya yang tertawa pelan sambil memerhatikan televisi itu. Bulu matanya, hidungnya yang mancung, bibirnya yang berwarna merah muda ..basah ..yang kemarin kukecup. Lidahnya ia keluarkan sedikit sehingga sekarang darah yang berada di bawah kulit tubuhku mendidih.
            “Kau ingin tahu mengapa aku seperti itu?” tanya Justin yang ..auranya terlihat berubah. Oke, baiklah. Setelah terjadi keheningan beberapa menit, mengapa Justin keadaan Justin sekarang berubah? Maksudku, tidak, ini seperti aku melihat Max. Justin menolehkan kepalanya padaku lalu tersenyum miring, menggoda padaku. Apa-apaan? Apa dia Justin atau Max? Seseorang tolong jelaskan padaku mengapa lelaki ini sangat aneh! Apa dia kerasukan setan yang bernama Justin atau ia kerasukan setan Max? Aku tidak tahu. Ini sangat menyeramkan, benar-benar menyeramkan. Atau dia memiliki kepribadian ganda? Well, aku tidak tahu menahu tentang itu, namun jika ya, kemungkinan terbesar sekarang adalah Justin atau Max adalah psikopat!
            “Justin?”
            “Yeah?” ia menjawabku, nada suaranya berbeda. Nafasnya memburu. Oke, dia masih Justin. Dia masih Justin. Dia masih Justin! Dia adalah Justin! Aku terus mengingatkan kata-kata itu di otakku. Justin mematikan televisinya lalu ia menegakan tubuhnya, menimun air minumnya terlebih dahulu dan ia menaruh gelas itu ke atas meja yang berada di ujung sofa sebelahnya. “Aku Justin. Percayalah, aku Justin. Kau ingin tahu mengapa aku seperti itu?”
            “Tentu saja, tapi apa aku boleh menginap di rumahmu?”
            “Bukankah Max telah memberitahu padamu kalau hari ini kita akan bersenang-senang? Well, Max adalah temanku. Dia dan aku satu tubuh, Ave Harris. My beauty,”
            “Oke, Justin. Dengan nada bicaramu yang menggoda seperti itu membuatku takut. Aku pikir kita tidak akan bercinta. Ya ampun, siapa lagi yang merasukimu Justin?”
            “Tidak ada, hanya aku dan kau di sini, Ave. Entahlah, lama-lama melihatmu membuatku ingin merasakan tubuhmu,” ujar Justin.
            “Kau tidak akan membunuhku bukan, Justin Drew Bieber?” tanyaku, was-was. Ia terkekeh pelan, menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangannya yang memiliki jari-jari panjang dan seksi itu meraih gelas yang ada di tanganku lalu menaruhnya ke atas meja tadi. Ia kemudian berdiri lalu menyodorkan salah satu tangannya padaku. Oke. Jika ia ingin membawaku ke kamarnya, aku tidak mau. Siapa tahu ia akan memperkosaku –itu jika aku tahu dia adalah psikopat—lalu tiba-tiba saja ia menahan nafasku dengan bantal miliknya hingga aku meninggal? Itu tidak boleh terjadi. Oh tidak, tidak, tidak! Itu tidak boleh terjadi dan aku tidak ingin itu terjadi. Justin menganggukan kepalanya padaku, meyakinkan padaku kalau ia tidak akan menyakitiku. Namun mana mungkin aku dengan mudahnya percaya pada lelaki aneh sepertinya! Awalnya ia bilang ia tidak akan bercinta padaku, lalu sekarang ia ingin bercinta denganku. Apa-apaan? Dan lagi, ia bilang padaku kalau aku adalah anak rekan kerjanya sehingga ia tidak mungkin bercinta denganku. Aku terpaksa menginap di rumah ini karena aku pikir Max itu benar-benar ada! Dan poof! Muncullah lelaki normal yang tidak memiliki keinginan untuk bercinta denganku, tidak tertarik padaku lagi, dan berniat untuk memulangkanku ke rumah yang bernama Justin Drew Bieber! Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Lama kelamaan hanya karena Justin Drew Bieber, aku bisa berniat bunuh diri hanya karena aku kebingungan.
            “Ave, kuberitahu kau sesuatu di kamarku. Ayolah, tidak apa-apa. Aku juga menyukaimu,”
            “Apa maksudmu ‘aku juga’?” tanyaku tak mengerti. Ia tidak mengatakan apa-apa namun ia langsung menarik tanganku. “Tunggu! Aku tidak akan masuk ke sana jika kau tidak memberitahuku mengapa kau bilang ‘aku juga’!”
            Justin mendesah pelan. “Semuanya ada di kamarku! Kau hanya membaca akta kelahiranku lalu kau keluar dari kamarku. Bagaimana mungkin aku bisa memberitahu padamu tentang diriku sebenarnya?”
            “Apa?” aku sekarang terlihat seperti anak idiot. “Apa maksudmu ‘tentang diriku sebenarnya’? Bukankah kau Justin?”
            “Ave, aku tidak ingin menyakiti siapa pun sekarang, sayang. Ikuti apa yang kubilang, aku tidak akan pernah menyakitimu jika kau mengabulkan permintaanku yang satu ini,”
            “Kau berjanji?” tanyaku, hati-hati.
            “Tentu saja!” serunya. “Ayo,” ajak Justin menarik tanganku lalu ia membuka pintu kamarnya. Justin tampak begitu bersemangat sekarang. Oke, ini sangat aneh. Pertama ia tampak biasa-biasa saja padaku di dalam kamar, lalu kedua ia tampak menggodaku di ruang tamu, dan sekarang ia tampak begitu bersemangat ingin memberitahu ‘siapa dia sebenarnya’ padaku. Oh, mungkin ia adalah lelaki yang suasana hatinya mudah berubah-ubah. Mungkin, well, ini sangat menyenangkan. Mengapa? Karena ini seperti tantangan. Menangani seorang lelaki yang suasana hatinya mudah berubah-ubah itu sangat susah ditaklukan. Well, mungkin ini adalah tindakan gila tapi aku menginginkan Justin. Aku menginginka dia sekarang, bagaimana pun itu caranya. Justin menyuruhku untuk duduk di atas tempat tidurnya sementara ia membuka laci meja kerjanya. Kuperhatikan gerak-geriknya yang sangat menarik. Alis mata yang bertautan, warna mata cokelat keemasan yang menatap apa pun dengan tajam, lalu ..sial. Mengapa aku tidak memerhatikannya dari tadi? Ia memiliki tattoo di lengannya. Namun tulisan itu benar-benar membuatku bingung. Tatto itu menuliskan kata ‘Abused’ serapi dan seunik mungkin. Apa dia dulu pernah disakiti? Ya Tuhan, lelaki ini pasti memiliki banyak rahasia. Sial! Ia membuatku semakin penasaran dengannya.
            “Ini, kau lihat foto-foto ini?” tanyanya memperlihatkan foto-fotonya. Oh yeah, tentu saja. Di sini terlihat lima foto dirinya yang tersenyum. Namun tatapan dan gaya rambutnya berbeda. Di setiap fotonya ada nama di ujung kanannya. Lalu gambar pertama, Justin yang memakai pakaian formal. Ia tampak tampan di sini. Tersenyum penuh kedamaian. Tatapan matanya terhadap kamera kurasa sangat berwibawa, namun tidak memperlihatkan kesombongannya. Well, dia memang bukanlah lelaki yang sombong. Lalu aku menarik foto Justin dan menaruhnya di atas tempat tidur. Kemudian muncullah foto bernama Max. Baiklah, ini adalah Max. Max ..ini benar-benar Max! Harus kuakui ini adalah Max. Cara ia bergaya dapat terlihat dari foto ini. Ia memakai pakaian formal juga namun tangannya terlipat di depan dadanya sambil memberikan senyuman yang menggoda. Senyuman yang kemarin kulihat.
            “Ini Max. Kemarin kau menemuiku dengan keadaan seperti ini bukan?”
            “Well, yeah. Senyumannya sama seperti ini,” ujarku menarik nafas. Lalu kusingkirkan foto Max dan maruhnya di atas foto Justin. Lalu kali ini foto yang bertuliskan nama Arthur. Oh well, Arthur. Ia tampak ..lebih misterius dibanding Max. Gayanya kaku. Bibirnya kaku, kedua alisnya bertautan. Tampak seperti pemain film antagonis. Dan dapat kulihat dari sini adalah Arthur tipe lelaki yang cuek. Dan sepertinya ia adalah psikopat. Namun kuharap tidak. Jangan sampai.
            “Ini adalah Arthur, terkadang jika aku terintimidasi dia akan muncul,”
            “Apa? Apa yang kaubicarakan?” aku tidak mengerti.
            “Lihatlah terlebih dahulu foto-foto itu maka aku akan menjelaskannya,” ujar Justin, menyuruhku. Kembali aku menyingkirkan foto Arthur lalu muncullah wajah konyol dari Justin dengan tulisan di foto ini bernama Darren. Matanya ia sengajakan juling lalu lidahnya terjulur, seperti mengejek. Well, ini cukup lucu. Maksudku, Justin hebat! Ia memiliki begitu banyak ekspresi. Mulai dari yang normal, penggoda, psikopat, dan sekarang apa? Gayanya seperti anak remaja konyol. Well, ia tampak tampan juga di sini. Darren, aku menyukai namanya.
            “Ini Darren, biasanya akan muncul jika aku bertemu dengan anak-anak,”
            “Oh?”
            “Yeah, dan yang terakhir. Lihatlah yang terakhir,” suruh Justin menarik fotonya sendiri lalu terlihatlah fotonya yang sangat ..imut. Dia sangat imut di foto ini! Mulutnya terbuka seperti huruf O lalu kedua tangannya memegang kedua pipinya, tampak terkejut. Tapi di sini ia terlihat seperti anak-anak. Dan di sini tertulis nama Kevin di atasnya. Oh, lucu sekali. Well, Mr.Bieber ini tampaknya senang sekali membuatku terkejut. Meski aku tahu seharusnya ia tidak memperlihatkan semuanya ini padaku karena aku baru bertemu dengannya kemarin. Aku bahkan bukan kekasihnya.
            “Sudah puas?” tanyanya, nada suaranya bersemangat. Aku mengangguk. Justin mulai terduduk di sebelahku sambil tangannya memegang lima foto tadi. Ia menarik nafasnya terlebih dahulu. “Aku tahu seharusnya kita tidak membicarakan ini tapi sudah terlanjur. Max telah membuatku muncul kembali saat bertemu denganmu. Harus kuakui, Ave, aku juga menyukaimu. Maksudku, ekspresi wajahmu di mobil tadi sangat ketakutan. Sebenarnya aku ingin menahan tawaku dan ingin serius padamu agar kau percaya bahwa aku adalah Justin,”
            “Okay, lalu apa?”
            “Aku memiliki lima kepribadian ganda,” desahnya menundukan kepalanya. Tidak mungkin! Seharusnya aku tahu ini dari awal! Ya ampun! Ia memiliki lima kepribadian? Seharusnya aku sadar saat ia memperlihat lima foto tadi! Bodohnya aku. Namun aku berusaha untuk menyembunyikan ekspresi terkejutku sehingga sekarang aku terlihat seperti: Hey, apa kabarmu? Oh, yeah. Aku baik-baik saja. Apa? Lelaki berumur 30 tahun memiliki lima kepribadian? Pft! Itu tidak mungkin! Tapi kenyataannya adalah dia memang memiliki lima kepribadian. Justin menarik nafasnya kembali, kubiarkan dia menjelaskan segalanya padaku. Mungkin dengan ia menjelaskan ini padaku aku bisa membantunya untuk menyatukan kembali kepribadiannya yang terpecah belah. Meski aku tidak tahu banyak tentang kepribadian ganda, tapi aku pernah mencaritahunya di internet.
            “Kemarin kau menemuiku dengan kepribadian Max. Max memang lelaki misterius namun penggoda. Aku selalu pergi ke dokter psikiater dan menanyakan keadaanku, ia bilang aku baik-baik saja selama kau masih bisa memiliki kesepakatan dengan kepribadianmu yang lain. Ini memang aneh tapi biasanya, saat aku tertidur, aku mendengar suara-suara di dalam pikiranku,”
            “Oh, itu pasti sangat menyebalkan,”
            “Well, yeah. Kadang-kadang memang menyebalkan karena itu membuatku susah tidur. Well, lima tahun terakhir ini aku bisa bekerja sama dengan alter egoku yang lain setelah aku melakukan hipnotis bersama dengan dr.Amanda untuk berbicara dengan alter egoku yang lain sehingga kami dapat bekerja sama. Kapan mereka muncul dan tidak. Namun Max. Uh, mungkin karena kau adalah gadis yang seksi maka ia muncul di dalam tubuhku sehingga aku tidak tahu apa-apa yang ia bicarakan denganmu. Sedangkan ia tahu keadaan kepribadianku yang asli. Justin. Justin adalah kepribadianku yang asli,”
            “Well, yeah, aku bisa melihatnya sekarang. Ini cukup menyeramkan,”
            “Selama kau tidak memancingku untuk marah padamu, aku tidak akan menyeramkan. Oke, Max adalah lelaki penggoda dan misterius. Apa pun yang ia mau harus terjadi. Lalu Arthur, ia adalah alter egoku yang jahat. Bukan jahat, ia hanya muncul jika ada seseorang yang memarahiku atau memancing emosiku, ia akan muncul dengan kekuatannya. Well, aku juga tidak sadar apa yang ia pernah buat namun aku tahu jika aku pergi ke dr.Amanda. Kemudian Darren. Darren adalah alter egoku yang benar-benar menyenangkan. Biasanya ia muncul jika aku bertemu dengan anak-anak yang lucu. Karena Darren sangat suka melucu dan seperti yang kubilang tadi, ia menyenangkan. Intinya kau akan menyukaiku jika aku berada dalam kepribadian Darren. Kemudian Kevin. Kevin adalah kepribadianku yang menurutku paling memalukan. Karena jika Kevin muncul, itu karena aku kesepian jadi aku muncul untuk bermain sendiri. Aku akan berimajinasi, perlu kautahu. Karena Kevin adalah anak kecil. Biasanya ..” Justin menarik nafas.
            “Yeah, kau bisa mengambil nafasmu,” ujarku memberikan sedikit humor di percakapan kami, namun ia tertawa. Hatiku berteriak, canggung!
            “Biasanya, pengasuhku, Mrs.Ellie. Ia yang akan membangunkanku di pagi hari. Dan yeah, aku berada dalam keadaan seperti anak kecil. Bersungut-sungut untuk tidak dibangunkan. Lalu biasanya aku tidak pergi ke kantor karena aku terlalu asyik bermain pesawat mainan atau kereta mainanku. Kevin berumur 8 tahun, perlu kautahu itu. Dan terakhir aku. Justin. Kepribadian asliku. Jadi kau mengerti sekarang mengapa aku tidak tahu kau dan Max memiliki perjanjian?”
            “Mhmm,” kuanggukan kepalaku, tak berkedip, tak bernafas.
            “Ave? Kumohon, jangan berikan aku ekspresi seperti itu. Aku bukan orang jahat,”
            “Apa kau yakin? Kau bukan orang jahat?”
            “Selama kau bersikap baik padaku, Ave. Dan kumohon jangan menggodaku, kadang jika Max lebih kuat dibanding aku, dia akan muncul dan memakanmu dengan nafsunya.” Menarik!

****
           
            Aku berusaha untuk menutup mataku di kamar tamu. Namun aku tidak bisa. Aku masih membayangkan bagaimana jika nanti pagi Justin berubah menjadi Kevin si anak kecil itu. Pasti itu sangat memalukan. Justin sudah berumur 30 tahun dan ia juga sudah sering pergi ke dokter psikiater. Tapi mengapa ia tidak sembuh juga? Mungkin ia terlambat mengikuti terapi. Kata ayah, biasanya orang yang memiliki kepribadian ganda itu memiliki masa lalu yang buruk. Well, aku ingin tahu masa lalu Justin seperti apa. Bagaimana ia bisa membuat kepribadian itu. Mungkin masa lalunya memang kelam. Uh, memang dibalik setiap pengusaha pasti mereka memiliki cerita kehidupan yang suram. Biasanya. Kutarik nafasku untuk yang kesekian kalinya. Sudah jam 11 malam tapi aku belum tidur juga. Ini dikarenakan Justin muncul. Andaikan Justin tidak muncul, sudah pasti aku dan Max berada di atas ranjang lalu aku bergetar di bawah tubuhnya. Kalau boleh bergetar di atas tubuhnya. Ponselku berdering tiba-tiba saat aku baru saja ingin meraihnya. Kuraih ponsel yang kutaruh di atas meja lampu kamar ini. Sudah kuduga, pasti Elliot yang menghubungiku. Kutekan tombol hijau untuk mengangkat panggilanya.
            “Hei,” sapaku setelah kudekatkan ponsel pada telingaku. Sebenarnya aku tidak ingin mendapatkan telepon dari siapa pun sekarang. Aku hanya ingin menenangkan pikiranku setelah lebih dari satu jam yang lalu aku diperhadapkan oleh lelaki-kepribadian-ganda. Dan Elliot, sial, mengapa ia tidak bisa berhenti untuk tidak menghubungiku? Kemarin malam juga ia menghubungiku.
            “Ave! Kupikir kau sudah tidur. Apa kau sudah sampai dengan selamat?”
            “Well, aku bisa mengangkat teleponmu, jadi aku selamat,” ujarku memutar mata. Ia terkekeh pelan. Inilah alasan mengapa aku tidak suka menelpon. Itu karena aku tidak tahu harus berbicara apa! Aku lebih baik mengirim pesan atau berbicara langsung dengan orang itu. Karena aku tidak bisa berbicara jika aku tidak berhadapan dengan orang itu. Kecuali mengirim pesan. Mengirim pesan kita dapat memikirkan kata-kata yang tepat untuk dikirim. “Elliot, aku baik-baik saja. Apa sekarang aku boleh tidur? Aku benar-benar lelah,” aku berbohong.
            “Well, baiklah. Tidak apa-apa, semoga kau memiliki malam yang indah,” Berlebihan!
            “Oh yeah, tentu saja. Bye!” aku langsung mematikan ponselku. “Argh! Sial! Ini adalah keputusan terbodoh yang pernah kuambil!” jeritku tertahan sambil gemas meremas selimut yang menutupi tubuhku. Bersamaan dengan itu, pintu kamar tamu terketuk. “Masuklah,”
            Pintu kamar terbuka. Lalu muncullah seorang lelaki yang kukagumi sejak kemarin. Ia tampak berbeda. Rambutnya basah, piyama tidurnya yang berwarna biru tua membuatnya tampak misterius, dan ia tinggi. Ia menembus kegelapan kamar ini sambil menutup pintu kamar. Hanya nafasku dan nafasnya yang terdengar, jangan lupa dengan jam dinding yang terus berdetik. Ia tersenyum canggung sambil menghembuskan nafasnya yang berat. “Hei, sweety,” bisik Justin mendekatiku. Hei sweety? Apa-apaan? Kutarik tubuhku ke atas sehingga sekarang posisiku terduduk.
            “Hai,” sapaku, malu-malu. Well, ini sebenarnya yang kuinginkan. Bertemu dengannya yang lain. Mungkin aku akan menjadi gadis yang tidak akan pernah bosan untuk melihatnya. Uh, sial, ini memang terdengar sinting tapi aku benar-benar menyukainya! Rasanya aku telah mengenalnya selama bertahun-tahun. Justin mendekatiku lalu ia terduduk di sisi tempat tidur.
            “Ini aku, Max,” ujar ..Max. Oke, baiklah. Dia sekarang Max. Kuperhatikan baik-baik sorot matanya yang tajam, seakan-akan ia sedang menusuk mataku hanya karena tatapan matanya yang tajam. Aku terpaku sejenak. Ia memberikan senyum khas miringnya padaku. Senyuman menggoda, benar-benar menggoda. “Justin, si pengecut itu tampaknya tak berani menyentuhmu sayang,”
            “Kurasa dia bukan lelaki pengecut,” ujarku, membela kepribadiannya yang asli. Well, memang benar bukan? Justin hanya berusaha untuk tidak menyakiti anak rekan kerjanya meski anak rekan kerjanya menginginkannya di atas tubuh anak rekan kerjanya. Kau mengerti maksudku? Max terdiam sejenak, ia mendecak. Lidahnya ia gigit sebentar, apa dia sedang benar-benar menggodaku? Tubuh Max yang tinggi itu mulai merangkak ke atas tempat tidur lalu menindih tubuhku. Ia mengangkangi tubuhku, lebih tepatnya. Kepalaku tersentak ke belakang, berusaha untuk menjauh dari wajahnya yang sekarang berjarak begitu dekat dengan wajahku. Nafasnya yang hangat menghangatkan wajahku. Aroma mint terendus oleh hidungku begitu saja. Sial! Dia benar-benar wangi, tentu saja. Kurasa ia baru saja mandi. Mataku dan matanya bertemu lalu terpaku di sana.
            “Well,” ia memiringkan kepalanya beberapa detik, “apa pun yang kaukatakan tentangnya aku tak peduli, tapi karena aku dia mendapatkan banyak gadis. Karena aku dia memiliki banyak penggemar. Dan jika tidak ada aku ..mungkin ia masih perjaka sampai sekarang, kau harus tahu itu,” bisik Max memajukan kepalanya, mulai mengecup bibirku. Tapi aku bodoh! Aku tidak bisa menolak lelaki sepertinya! Ia terlalu tampan, seksi, dan terlalu berkarisma! Bagaimana mungkin aku bisa menolaknya? Kupejamkan mataku berusaha untuk menikmati kecupan bibirnya, sama seperti kecupannya kemarin. Ia memundurkan wajahnya sehingga sekarang aku yang memajukan kepalaku.
            “Wohoho, lihatlah. Ternyata aku mendapatkan gadis yang ganas,” ujar Max memegang kepalaku dengan tangannya sehingga bibirku kembali menempel dengan bibirnya. Ia terjatuh ke samping sehingga sekarang aku terpaksa bangkit dari posisi dudukku dan mulai melayang di atas tubuhnya. Kubuka mulutku untuk menyambut mulutnya. Kumasukan lidahku sehingga aku dapat merasakan lidahnya yang sangat manis. Ia mengisap bibir bawahku hingga aku mengerang. Lalu ia tertawa. “Aku suka pakaian tidurmu. Transparan, kau menyiapkan untukku bukan?”
            “Tidak,” itu adalah kejujuran! Aku tidak menyiapkan ini untuknya. Well, begitu banyak baju tidur yang sama seperti ini karena aku suka suasana yang dingin. Mulut kami kali ini telah benar-benar terpisah. Ia memberikanku senyuman ragu-ragu. Well, apa yang bisa kukatakan? Itulah kenyataannya, aku tidak membawa pakaian tidur itu untuknya.
            “Well, kau ingin menginap di rumahku berapa lama? Aku sebenarnya memiliki banyak waktu jika selama itu bersama denganmu. Jadi, berbohong pada orang tuamu eh?” ia menggodaku. Oh, sungguh benar apa yang dikatakan Justin. Max adalah penggoda! Dan ia memang misterius. “Well, apa aku boleh membuka satu per satu kancing nakal ini?”
            Aku tertawa pelan. “Setelah aku berpikir dua kali, lebih baik kita tidak melakukan ini,”
            “Well, Ave, my baby. Ada Arthur di dalam tubuhku ini, sayang. Jangan sampai ia keluar hanya karena emosiku bangkit sayang. Biasanya ia memukul orang, kautahu. Untunglah setelah Justin, aku dan yang lain berunding di kamar mandi –aku tidak homo—kami memutuskan untuk tidak menyakitimu, hanya kau, tapi Kevin sepertinya tidak mengerti apa yang kami katakan,”
            “Mengapa kau bilang kau bukan homo sedangkan kau berbicara dengan kepribadian yang lain namun tubuhmu sama? Apa kau tidak menyukai tubuhmu sendiri? Dia seksi, harus kuakui,”
            “Apa yang Justin miliki, berarti itu milikku juga sayang. Sudah, jangan bicarakan ini. Jadi apa aku boleh membuka kancingmu yang nakal telah menutupi dadamu ..demi apa pun kemarin aku hampir gila hanya karena melihat dadamu yang terguncang saat kau berjalan!” serunya gemas padaku. Aku belum menjawab ucapannya, namun tiba-tiba ia mencium leherku hingga aku mendesah pelan. Leher adalah bagian sensitifku! Demi Tuhan, aku langsung mendesah. Tidak, aku tidak bisa melakukan ini. Kujauhkan tubuhku dari tubuh Max sehingga ia langsung menarik tubuhnya agar ia terduduk.
            “Tidak, kita tidak bisa melakukan ini,” aku menggeleng-gelengkan kepalaku tiba-tiba panik. Ya, tentu saja aku panik. Bagaimana jika aku sedang berhubungan badan dengan Max tiba-tiba saja Arthur muncul? Itu bisa saja terjadi. Atau Darren? Ini benar-benar menakutkan. “Max, kita benar-benar tidak dapat melakukan ini,” aku bersungut. Max terdiam sejenak. Wajahnya yang tadinya menggoda sekarang tiba-tiba misterius seperti kemarin. Ia membawa tubuhnya ke kepala tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya. Tidak mengatakan apa pun. Oke, ini yang paling tidak kusukai dari Justin atau Max. Mereka berdua seperti orang bodoh jika aku berbicara sesuatu. Maksudku, secara tiba-tiba mereka berdua pasti terdiam. Kutatapi Max yang masih memejamkan matanya lalu tiba-tiba ia membuka matanya.
            “Apa yang baru saja Max lakukan padamu?” tanya ..well, Justin. Yeah, Justin. Ia melihat ke arahku, mungkin rambutku sekarang sudah sedikit teracak karena tadi Max sempat memainkan rambutku. Oh, untunglah sekarang Justin yang muncul. Ini sungguh membingungkan sekaligus menyenangkan. Kubaringkan tubuhku di sebelah Justin lalu mengangkat kedua bahuku. “Katakanlah padaku, kumohon. Apa kau dan dirinya baru saja …”
            “Tidak, aku menolaknya, kau masih berpakaian. Begitupun aku,”
            “Pantas aku bisa muncul sekarang. Sebenarnya, susah sekali untuk berkomunikasi dengan mereka berempat. Terlebih lagi pada Kevin yang masih kecil itu, itu membuatku sulit untuk berbicara dengannya. Hanya dr.Amanda yang mengerti Kevin, kurasa,” jelas Justin mendesah pelan. Aku tidak tahu harus merespon apa padanya tapi aku ingin tidur dalam pelukannya. Meski kutahu ini akan sangat memalukan karena tiba-tiba saja aku ingin meminta pelukan darinya.
            “Apa aku boleh mendapatkan pelukan darimu ..Justin?” Ini sangat memalukan!
            Justin mengerjapkan matanya berkali-kali, ia menatapku. “T-tentu saja, kemarilah,” suruhnya membuka tangannya untukku. Langsung saja aku memeluk tubuhnya, menyandarkan kepalaku pada dadanya lalu memejamkan mataku. Well, ini terasa lebih nyaman. Dapat kurasakan detak jantung dari Justin, Max, Arthur, Darren dan Kevin.

***

*Author POV*

            Mata biru itu terlihat jernih saat pemiliknya mengerjapkan matanya berkali-kali. Teriknya matahari membuatnya terpaksa membuka matanya. Lelaki yang berada di sebelahnya masih memejamkan matanya, namun gaya tidurnya berubah. Awalnya mereka berpelukan, namun sekarang. Sekarang kaki lelaki itu berada di atas perut gadis ini. Ave, gadis itu, mengangkat tubuhnya agar cepat terduduk. Ia menguap sebentar lalu merenggangkan otot-ototnya. Oh, sial. Jam berapa sekarang? Meski hari ini adalah hari Sabtu, ia harus bertemu dengan atasannya nanti siang. Well, Ave telah memiliki pekerjaan sebagai asisten direkturnya. Setelah seluruh jiwanya telah berkumpul, ia mengangkat kaki lelaki itu pelan-pelan. Gaya tidur lelaki ini benar-benar lucu. Kedua tangannya berada di atas dadanya sambil kepalanya menggantung di sisi tempat tidur sehingga rambutnya yang cukup panjang itu melayang. Mulutnya juga terbuka. Khas seperti ini anak-anak yang tenang dalam tidurnya.
            “Justin,” Ave berusaha untuk membangunkan Justin. Justin mengerang sebentar lalu ia menggulingkan tubuhnya sehingga sekarang kakinya berada di atas perut Ave, bahkan dadanya –Ave telah terduduk. “Justin, ayo bangun! Sudah pagi,” bujuk Ave lagi. Namun Justin tak kunjung bangun. Dengan terpaksa Ave bangkit dari tempat tidur lalu ia menggulungkan celana piyama Justin yang panjang itu. Ada bulu kaki Justin yang cukup panjang. Sasaran empuk untuk ditarik. Ini biasanya ampuh digunakan jika ayah Ave tidak ingin bangun pagi.
            “Justin!” teriak Ave menarik salah satu bulu kaki Justin. Tiba-tiba saja Justin mengerang pelan, lalu ia menangis. “Oh ya Tuhan,” bisik Ave menjauh dari kaki Justin. Ya Tuhan! Itu bukan Justin. Itu Kevin! Sial, mengapa ia bisa melupakan perkataan Justin? Seperti yang Justin katakan, biasanya Kevin akan jika ia bangun pagi maka dari itu Mrs.Ellie masih menjaganya di rumah ini. Justin menangis, merengek sejenak lalu ia tertidur kembali.
            “Jangan bangunkan aku!” seru Justin dengan suara lembut bercampur kemarahan khas anak kecil berumur 7-8 tahun. Ave terkesiap. Ya Tuhan! Kevin benar-benar menggemaskan. Ia penasaran dengan Kevin, bagaimana jika Kevin bangun? Bagaimana Kevin dapat bermain? Diperhatikannya Kevin yang tertidur dengan bibir bawahnya yang cemberut itu. Punggung tangan kirinya menahan dagunya agar ia memiliki posisi tidur yang nyaman.
            “Kevin?”
            “Mhmm?” ternyata Kevin sudah bangun. Hanya saja ia masih memejamkan matanya. “Beri aku satu menit untuk membuka mataku,” ujar Kevin masih dengan suara anak-anaknya. Ya Tuhan! Ave masih tidak percaya lelaki setampan Justin, sewibawa Max dapat berubah menjadi seorang anak kecil yang menggemaskan. Kevin benar-benar lucu. Lalu tiba-tiba saja Kevin membuka matanya. Penglihatannya masih sedikit buram maka dari itu ia mengerjap-kerjapkan matanya berkali-kali. Seperti harimau, gerakan Kevin benar-benar cepat. Ia langsung bangkit dari tempat tidur itu lalu ia berdiri di atas lantai. Tangannya memegang salah satu bantal yang baru saja ia tindisi. Wajahnya panik saat melihat Ave.
            “Si-siapa kau? Mengapa kau berada di kamarku?” teriak Kevin, ketakutan.
            “Hei, tenang. A-aku ..aku pengganti Mrs.Ellie,” suara Ave tampak lembut. Kevin masih ragu dengan ucapan Ave. “Aku serius,” lanjut Ave meyakinkannya. Setelah Ave mengatakan itu, Kevin langsung melempar bantal itu ke atas tempat tidur itu lagi.
            “Mengapa kita berada dalam satu kamar?” tanya Kevin. “Jangan-jangan kau telah membunuh Mrs.Ellie? Oh ya Tuhan!” seru Kevin kembali mengambil bantalnya, berniat untuk melempar bantal itu pada Ave. Ave tertawa lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Demi Tuhan ini adalah hal terkonyol yang pernah ia temui. Max, Justin, dan Kevin. Baiklah, ia telah menemui tiga orang ini. Dan tiga-tiganya membuatnya ingin tertawa lepas.
            “Aku tahu! Aku tahu! Pasti kau baru saja memperkosaku? Benar bukan? Jujur saja, kau yang berpura-pura menjadi nanny-ku!” seru Kevin mulai mengangkat bantal itu ke udara.
            “Ak—“ terlambat, bantal itu telah terlempar tepat pada wajah Ave sehingga Ave sedikit mundur ke belakang. Ave mengambil nafasnya. Ternyata Kevin adalah anak kecil yang memiliki prasangka yang buruk. Dan itu tidak boleh terjadi.
            “Well, baiklah. Aku ingin mengatakan kejujuran. Aku, pengganti Mrs.Ellie. Lalu ..sebenarnya, aku tidak memperkosamu. Padahal ..aku ingin mengajakmu untuk bermain kereta api,” ujar Ave dapat menarik perhatian Kevin. Kevin yang menatap Ave dengan was-was itu terdiam sejenak. Apa penjaga barunya ini benar-benar akan bermain dengannya? Well, baiklah.
            “A-aku rasa kita bisa bermain boneka,” ujar Kevin, akhirnya dapat ditaklukan. “Aku memiliki banyak boneka. Kita bisa bermain itu. Tapi sekarang aku lapar,”
            “Kau lapar? Well, apa yang bisa kubuatkan untukmu?”
            “Biasanya Mrs.Ellie membuatku lima pancake yang disiram madu,”
            Ave menarik nafasnya. “Oke, baiklah. Aku bukan penjahat. Atau jangan-jangan kaulah penjahatnya?” Ave menggoda Kevin. Kevin mulai tertawa, khas anak-anak seperti biasanya.
            “Aku penjahat jika aku telah memegang pedangku! Tapi aku lapar! Kesatria butuh makanan! Ayo!” Kevin tampak bersemangat.

            Well, Kevin Bieber baru saja muncul. Konyol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar