*Alex Bledel POV*
Tidak
pernah kusangka Justin akan menceraikan seluruh istrinya hanya untukku.
Maksudku, aku memang senang karena Justin melakukan ini namun aku juga merasa
tak enak dengan seluruh istrinya. Aku tidak ingin menjadi wanita yang egois
..tapi aku sedang mengandung anak Justin. Dan aku juga menginginkan Justin sama
seperti mereka menginginkannya. Aku tidak bisa memaksa Justin. Hanya Justin
yang dapat mengambil keputusannya, aku tidak dapat melakukan apa pun. Well,
Weronika telah dibawa ke rumah sakit dan sedang ditangani oleh Justin.
Sedangkan aku di sini. Di kamar mandi Aaron sedang memandikan anakku –aku akan
menikah—dengan penuh kelembutan. Aku tidak berjongkok, tapi aku terduduk di
atas lantai kamar mandi. Tidak peduli jika bajuku akan basah. Aaron sedang
memegang robot-robotan yang baru saja Justin belikan beberapa hari yang lalu.
Aaron bukanlah anak kecil yang imajinatif lainnya. Ia lebih tertarik pada
hal-hal yang baru. Seperti anak yang berani.
Kusiram
dengan mangkuk yang selalu Aaron sarankan untuk aku pakai jika memandikannya
dari kepalanya. Ia langsung memejamkan matanya dan mengelap wajahnya yang manis
itu dengan tangannya yang mungil. Lalu ia tersenyum padaku. Oh astaga. Anak
kecil ini sungguh manis. Setelah apa yang Weronika lakukan padanya benar-benar
membuatku terkejut. Ia telah meninjuku hingga sudut bibirku berdarah –sungguh
sakit—lalu anak kecil yang tidak tahu apa-apa ini juga mendapat getahnya. Garis
merah mengitari leher Aaron di sana. Aku memejamkan mata, mencoba untuk tidak
menangis hanya karena bersedih melihatnya tersakiti oleh ibunya sendiri.
Mungkin, mantan ibu tirinya.
“Peepee,
daddy bilang Peepee sedang menyimpan adik perempuanku di dalam perutmu,” ujar
Aaron, sangat polos. Alex tertawa kecil.
“Benarkah?”
“Mhmm
..daddy bilang kita akan menamakannya Grace. Tapi aku harus menunggu 9 bulan.
Angka 9 jauh dengan angka 1,” ujar Aaron dengan perasaan yang sedih. Mengapa ia
harus menunggu angka yang jauh dengan angka 1?
“Well,
kau harus menunggunya, memang. Kau akan menjadi kakak yang baik,”
“Benarkah?
Aku berharap begitu,” bisiknya menundukan kepalanya lalu menyelamkan
robot-robatan yang ia pegang. Kusiram kembali kepalanya dan kembali juga ia
mengelap wajahnya. Lucu adalah ketika Aaron disiram, ia akan mengelap wajahnya
dengan tangan mungilnya, lalu ia mengambil nafas sepanjang mungkin. Seperti ia
baru saja menyelam. Ekspresi wajahnya seperti kehilangan nafas selama beberapa
menit. Tapi aku memakluminya. Ia masih kecil.
“Mommy,
apa kau mencintai daddy?” tanya Aaron yang membuatku sedikit tersentak. Apa?
Itu adalah pertanyaanku yang selalu menghampiriku tiap aku bangun pagi lalu
menatap wajah Justin yang selalu saja menyapaku di pagi hari. Apa aku
benar-benar mencintainya? Setiap hari aku ragu. Aku tidak mungkin mencintainya.
Namun tiap kali aku tidak melihat wajahnya, aku merasa kehilangan dalam diriku.
Seperti ada yang hilang dalam tubuhku. Terhempas begitu saja. Aku mencintai
Justin. Ya, aku mencintai Justin. Oh, anak kecil ini benar-benar menggemaskan.
“Tentu
saja blue bird,”
“Apa
Peepee mencintaiku?” tanyanya, mendongakan kepalanya lalu memberikan wajah yang
iba. Tatapan matanya seperti mengharapkan sesuatu. “Apa masih sakit, Peepee?”
tanya Aaron menunjukan jari telunjuknya pada sudut bibirku.
“Well,
apa yang akan kaulakukan jika itu masih sakit?”
“Aku
akan menciumnya. Supaya cepat sembuh,” bisiknya tersenyum, berharap. Anak ini
sungguh menggemaskan! “Aw!” aku menjerit pelan saat jari kecilnya menyentuh
lukaku di sana. Memang masih sakit, sebenarnya. Namun dengan cepat ia menarik
jari mungilnya itu dari sudut bibirku dan mulai bangkit dari bath-up. Lalu
dengan manisnya, bibirnya mencium sudut bibirku.
“Cepat
sembuh mommy. Aku menunggu adik perempuanku,” ujarnya dengan tulus. Kepalaku
terangguk setelah ia terduduk kembali ke atas bath-up. Betapa teganya Weronika
mencekik anakku. Ia adalah perempuan terkejam yang pernah kutemui dalam hidupku
setelah ibuku kandungku sendiri.
***
*Author POV*
Caitlin
pergi. Candice pergi. Begitu juga dengan Weronika. Mereka telah diusir dengan
uang dan barang-barang yang mereka miliki, begitu juga dengan pemberian Justin
selama ini. Seluruh istri Justin telah benar-benar diceraikan oleh Justin.
Justin benar-benar melakukan apa yang Alex katakan tanpa harus diberitahu dua
kali. Ia sungguh mencintai Alex. Bahkan hanya butuh waktu dua minggu telah
cukup untuk mereka menjalin cinta yang cukup rumit dan tak terungkapkan. Meski
ada beberapa mantan istri Justin yang memberontak akibat mereka harus
menandatangani surat tuntutan cerai dari Justin, well, mereka dipaksa. Tidak
dengan kekerasan. Namun dengan uang. Sial! Justin benar-benar salah menikahi
wanita-wanita yang selama ini memposisikan diri mereka sebagai istrinya! Mereka
hanya menginginkan kekayaan Justin! Sungguh sial. Well, setidaknya Justin telah
cukup tenang karena tidak ada yang harus ia sembunyikan dari pada Alex. Kecuali
satu.
Kebenciannya
terhadap orang tuanya. Ia tidak pernah menceritakan pada Alex tentang ia setiap
satu minggu satu kali ia berkunjung pada makam orang tuanya lalu tertawa di
hadapan makam itu. Perasaan benci itu masih terpendam dan tak termaafkan.
Ayahnya yang dulu menghilang tiba-tiba saja datang dengan diri yang sudah tak
bernyawa. Betapa teganya ia pergi dan kembali begitu mudah? Begitu juga dengan
ibunya yang mengharapkan kedatangan Justin saat Justin mencapai kejayaan untuk
menjenguknya di rumah sakit karena sakit keras. Justin datang ..terpaksa.
Karena bibi Ayreen yang ia sayangi memaksanya untuk melakukan itu. Lalu Justin
tertawa karena pada akhirnyapun ibunya meninggal dengan sia-sia.
Justin
melipatkan kedua tangannya di depan dada bidangnya sambil matanya yang seperti
elang itu melihat Aaron dan Alex yang sedang berenang ria di dalam kolam.
Ternyata bersama-sama. Meski sesekali nafasnya tercekat saat Aaron memukul bahu
Alex. Namun Alex hanya tertawa-tawa saat Aaron melakukannya. Justin sedang
tidak tertarik untuk ikut bergabung dengan mereka. Ia ingin melamar Alex malam
ini ..untuk yang kedua kalinya. Ia sedang berpikir ..bagaimana jika Alex
menyuruhnya untuk memaafkan kesalahan orang tua yang telah menelantarkannya?
Tidak bisa! Tidak semudah yang orang-orang pikirkan. Tiap tahunnya Justin hidup
dalam kepahitan. Membenci tiap detik yang bergulir terhadap orang tuanya. Namun
kehidupannya seperti baru sejak kedatangan Alex. Meski pertemuan mereka cukup
aneh. Well, Justin Bieber. Seorang dictator yang keinginannya harus diikuti dan
sewenang-wenang. Ia tidak akan berpikir tentang perasaan orang lain, namun
sekarang. Sekarang ia tunduk pada seorang wanita yang baru dua minggu lebih
mengarungi kehidupan bersamanya. Sungguh keajaiban dan itu sangat luar biasa. Lamunan
Justin membuyar saat Aaron tiba-tiba saja mencipratkan air padanya hingga
kakinya sekarang basah.
“Aaron,
daddy sedang tidak ingin bermain,” ujar Justin, tegas. Sontak bibir Aaron yang
tadinya melengkung sempurna tiba-tiba saja mengerucut.
“Mengapa?”
“Blue
bird. Daddy sedang lelah sayang,” ujar Justin, mengusap wajahnya dengan tangan.
“Lelah karena berpikir tentang ketidakpastian,” bisik Justin yang didengar oleh
Alex.
“Peepee
bilang ia mencintaimu daddy,”
“Apa?
Aaron!” tiba-tiba saja pipi Alex memerah, bersamaan dengan itu Justin
mendongak. Secercah harapan muncul di wajah tampannya. Mendengar ucapan Aaron,
tiba-tiba saja Justin membuka kaos putih yang ia pakai lalu berdiri untuk
melepaskan celana jins pendek yang ia pakai. Perasaannya tiba-tiba saja berubah
menjadi perasaan yang sangat ..oh Tuhan! Ini tidak dapat digambarkan dengan
kata-kata ..bahkan lukisan sekalipun! Seluruh warna yang ada bercampur menjadi
satu di hati Justin. Kupu-kupu yang awalnya berwarna hitam, tiba-tiba berubah
menjadi warna putih di perutnya berterbangan dengan senang. Awalnya, cinta
memang tidak memiliki kepastian. Namun akhirnya, kepastian itu memunculkan
secercah harapan yang pasti terus berulang tiap harinya ..bahkan detik. Yaitu,
jatuh cinta. Sama seperti apa yang Justin rasakan sekarang. Harapan penuh
kepastian menghampiri dirinya saat ia benar-benar menemukannya. Di hadapannya.
Seorang malaikat tersenyum dengan manis padanya dengan malu-malu. Membuatnya
..bergairah. Kaki Justin berlari menuju kolam renang lalu melompat! Cipratan
air menyerang Aaron dan Alex yang membuat Aaron tertawa akibat perbuatan
ayahnya. Kepala Justin mulai muncul di permukaan air lalu mengelap wajahnya
dengan wajah berseri. Pelan-pelan Justin melangkah dalam air menuju Aaron dan
Alex. Aaron terhimpit dalam gendongan Alex dan Justin yang telah memeluk Alex.
“Kau
tahu, aku tidak pernah memberitahu ini padamu ..sebelumnya,” bisik Justin
mengecup leher Alex yang basah. Namun saat Justin ingin melanjutkan ucapannya,
Aaron langsung mendorong tubuh Justin.
“Uh!
Daddy, menjauh! Peepee punyaku!” teriak Aaron kesal dengan ayahnya.
“Ap-apa?
Peepee punyamu? Mungkin kita harus bertarung,” ujar Justin menantang. Dengan
sombongnya, Aaron mengangkat dagunya lalu mengerucutkan bibirnya seperti
mengejek Justin dan menggumam persetujuan.
“Ayo!
Peepee memang punyaku! Bukan daddy,”
“Well,
daddy mempunyai pedang di dalam rumah. Daddy tidak sabar ingin melawan iblis
kecil seperti kau! Pergilah ke dalam, lalu ganti pakaianmu dan daddy akan
berada di ruang keluarga menunggumu,” ujar Justin juga menantang. Sontak Aaron
meminta Alex untuk mengangkatnya ke tepi kolam. “Tidak dengan Peepee. Jadi
seperti. Aku penjahatnya, kau penyelamatnya. Aku menculik Peepee jadi kau harus
menolong Peepee. Bagaimana? Jadi kau harus meminta Rachel untuk memakaikan
pakaianmu. Sudah cepat! Atau kubunuh Peepee-mu!” ujar Justin meraih leher Alex
dan menghimpitnya di dalam siku-sikunya. Mata Aaron melebar.
“Oh
tidak! Aku akan menyelamatkanmu Peepee!” ujar Aaron terkejut lalu ia berlari
dengan kaki yang basah namun berhati-hati ke dalam rumahnya. Justin memang
pintar mengelabui anaknya yang satu itu. Langsung saja, setelah Aaron
menghilang dari pandangannya, Justin melepaskan tangannya dari leher Alex.
Tanpa berpikir panjang, ia menarik leher belakang Alex dan mencium bibir Alex.
Kali ini ..bukan penuh nafsu. Namun penuh cinta. Ia terus memagut bibir Alex,
bersemangat. Mengetahui bahwa Alex membalas cintanya! Ia pikir selama ini Alex
tidak mencintainya. Bahkan membencinya. Ia memiliki keraguan dalam cinta ..tiap
harinya. Namun tidak dengan Alex setelah ia tahu Alex mencintainya. Tidak ingin
wanita yang ia cintai kehilangan nafas, Justin melepaskan bibirnya dari bibir
Alex.
“Alex
..sayangku. Aku mencintaimu. Menikahlah denganku. Aku ingin memiliki begitu
banyak anak darimu. Aku akan membuat cita-citamu tercapai sayang. Aku akan
membuat impianmu yang belum terjadi akan terjadi. Menikahlah denganku Alex,”
bisik Justin, menuntut. Ia telah mencurahkan perasaan cintanya pada Alex,
membuatnya benar-benar merasa lega sekarang. Alex terpana dengan ucapan Justin
yang begitu cepat dengan kepalanya yang dipegang dengan kedua tangan Justin yang
lebar. Keheningan membentang di antara mereka. Mata Alex yang berwarna biru itu
menatap mata Justin yang seperti harimau. Kali ini ..Alex tidak melihat
keganasan di dalam sana. Namun ..cinta. Kelembutan. Kedua sudut bibir Alex
tertarik, menghasilkan sebuah lengkungan yang manis. Tersenyum.
“Ya,”
bisik Alex.
“Oh
Tuhan! Alex! Aku benar-benar mencintaimu,” ujar Justin yang mengecup kembali
bibir Alex. Tidak lama namun berkali-kali.
“Daddy!”
teriak Aaron dari dalam rumah. Sial! Mengapa anak itu mengganggu suasana
romantic ini? Tapi tidak apa-apa. Keinginan Justin tercapai dengan sempurna. Ia
telah memiliki Alex seutuhnya. Pernikahan agar segera datang, baby.
***
Bulan
demi bulan berlalu. Pernikahan berlangsung dengan baik. Tentu saja. Aaron
memakai pakaian formal yang mungil beberapa bulan yang lalu dengan dasi pita
hitam bertengger di lehernya. Ia begitu senang saat ia melihat Peepee-nya
memakai pakaian yang sungguh panjang dan cantik. Well, pada akhirnya, sekarang
Alex adalah ibu dari Aaron. Kehidupan Justin dan Alex memang dihinggapi
pertengkaran. Namun jangan biarkan pertengkaran dalam keluarga merusak
segalanya, namun itu adalah pengeratan yang diberikan oleh Tuhan. Dan yeah,
memang benar. Semakin lama Justin dan Alex semakin erat, begitu juga dengan Aaron.
Sekarang Aaron telah bersekolah dan ia juga telah menginjak umurnya yang
keempat. Dan ya, Alex sedang berada di dalam rumah sakit sekarang untuk
melahirkan anaknya yang pertama bersama Justin. Ia sedang menjerit-jerit
kesakitan saat bayi yang berada di dalam perutnya berusaha untuk dikeluarkan
oleh bidan yang berada di bawah tubuhnya. Justin memegang tangan Alex yang
diremas begitu kencang oleh istrinya. Bahkan Justin merasa tulang jarinya akan
retak!
Aaron
sedang berada di luar bersama dengan Jordy. Ia telah menunggu begitu lama untuk
adiknya. Semoga adiknya adalah adik perempuan! Ia terus berharap. Dari tadi
Aaron berlari-lari di sekitar lorong lantai rumah sakit itu dengan perasaan
yang tak karuan. Sebentar lagi ia akan memiliki adik! Bisakah kalian
membayangkan itu? Ia berjanji akan menjaga adiknya jika adiknya lahir. Ia
berjanji akan menjadi contoh yang baik bagi adiknya. Ia akan menamainya Grace.
“Aaaah!
Ya Tuhan! Justin!” jerit Alex mengeluarkan bayinya dari perut sambil menarik
pakaian rumah sakit yang Justin pakai sekarang. Ia meremasnya dengan kencang
lalu ..suara bayi terdengar begitu kencang. Perutnya terasa kosong sekarang.
Bayi itu telah berada di dunia. Bayi pertamanya. Hasil dari cintanya bersama
dengan suaminya. “Oh Tuhan,” bisik Alex dengan air mata yang menitik. Matanya
melihat seorang bayi yang berlumuran dengan darah digendong oleh seorang bidan.
Tali plasentanya digunting, membuat tangisan bayi itu semakin membesar. Penuh
dengan perhatian, suster yang berada di sekitarnya mengelap darah itu dengan
kain yang sangat lembut. Bayi itu terus menangis, mengharapkan kehangatan yang
sama seperti di dalam perutnya. Air mata Justin ..mengalir di pipinya. Untuk
yang pertama kalinya dalam kehidupan rumah tangganya. Oh, anaknya telah lahir. Begitu
cantik. Ia perempuan. Adik Aaron. Adik kesayangan Aaron, tentu saja.
Merasa
bayi mungil itu telah bersih, bidan itu memberikan bayi mungil Alex pada Alex
agar Alex dapat menggendongnya. Dengan penuh rasa syukur pada Tuhan, Alex
menggendong bayi itu penuh dengan kasih sayang.
“Oh
Justin. Dia sungguh cantik,”
“Sama
seperti ibunya,”
“Daddy!”
suara Aaron terdengar tiba-tiba di mulut pintu dengan wajah yang benar-benar
senang. Aaron berusaha untuk tidak mencium bau yang aneh di ruangan itu. Ia
ingin melihat adiknya. “Dimana adikku? Aku ingin menemuinya,”
“Oh,
hey adik kecil. Adikmu perempuan sayang,” suara suster begitu ramah pada Aaron.
Lalu Aaron berlari cepat ke arah Justin dan Justin menangkapnya,
menggendongnya. Mata Aaron melebar saat ia melihat adik perempuannya yang
sedang membuka mata dengan air mata yang membasahi sekitar matanya. Sungguh
manis. Ia memiliki mata sama seperti mata ayahnya. Cantik. Anugerah. Cinta.
Lembut. Ya Tuhan! Aaron tidak percaya ia akan memiliki adik seperti ini. Dia sungguh
cantik.
“Grace.
Aku memiliki adik daddy!” seru Aaron dengan senang.
“Ciumlah
kalau kau memang menyayanginya,” suruh Justin. Sontak mulut Aaron mengerucut
dan mencium kepala botak adiknya dengan penuh sayang. “Aku menyayangi Grace.
Adikku,” bisik Aaron tersenyum manis.
“Well,
daddy dan mommy juga menyayangimu. Apa kau menyayangi kami?” Justin bertanya.
“Aku
lebih menyayangi mommy!” seru Aaron langsung memajukan kepalanya dan mencium
bibir ibunya yang berwarna merah muda. Alex merasa terberkati. Sangat
terberkati. Keluarga yang sempurna. Keluarga kecil yang sempurna lebih
tepatnya.
“Kau
tidak ingin mencium daddy? Padahal daddy juga menyayangimu,” tanya Justin
merasa cemburu. Namun dengan cepat Aaron menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku
tidak ingin mencium daddy karena daddy bau! Bau daddy sungguh aneh!” seru Aaron
menutup hidungnya dengan tangannya yang kecil.
“Aaron!”
Justin tidak terima dengan hinaan anaknya. Namun orang-orang yang berada di
dalam ruang bidan tertawa melihat kebersamaan keluarga ini. Sungguh keluarga
yang manis.
Berawal
dari nafsu. Nafsu yang bergantikan dengan cinta. Menghasilkan cinta yang penuh
dengan nafsu. Yeah. Nafsu dari Cinta. Lust of Love.
***
Enam
mata harimau itu menatap pada dua mata biru yang saling berhadapan. Si mata
biru sedang membuat roti di depan mereka dengan anggun. Tidak peduli dengan
tatapan mereka semua. Meski sedikit risih saat Aaron terus melemparinya dengan
seres berwarna-warni yang ia makan sendiri. Membuat Alex cekikikan sendiri di
ujung kursi. Mengapa anaknya melemparinya seres? Sungguh anak yang nakal! Tapi
dari tadi keheningan terus membentang di antara mereka. Justin bahkan tidak
melarang Aaron untuk berhenti melempari satu per satu seres pada Alex. Mereka
bahkan belum mandi! Yeah. Di ruang makan ini mereka sedang menunggu sarapan
mereka dari satu-satunya ibu di rumah ini. Grace yang umurnya baru menginjak
dua bulan itu hanya melihat abangnya yang sedang memakan satu kantong seres
yang dipegang oleh tangannya yang semakin lama semakin besar. Grace memiliki
mata yang sama seperi ayahnya, bibirnya mungil dengan air liur yang mengalir
terus menerus dari mulutnya. Lidahnya yang mungil itu terus mendecak dengan
cara menjulurkan lidahnya. Ia merasa ingin meminum susu sekarang. Ia lapar pagi
ini. Butuh susu dari ibunya. Sekarang. Tapi tidak setelah ia melihat abangnya
yang terus memakan seres. Bahkan ia ingin menyentuh benda-benda kecil yang
banyak warna itu! Kepala Aaron berbalik pada Grace, ia langsung tersenyum.
Selama dua bulan ini Aaron benar-benar menyayangi adik perempuannya. Ya, ia
sangat menyayangi Grace. Ia terus memperhatikan ibunya yang memandikan Grace.
Memberinya susu. Lalu mengelus kepala Grace agar Grace cepat tidur. Terlebih
lagi Grace senang jika hidungnya dielus dengan satu jari dengan lembut, itu
benar-benar membuatnya cepat tidur.
“Kau
mau?” tanya Aaron mengambil seres yang berada di dalam mangkok dengan jari
telunjuk dan jempolnya sehingga seres yang ia ambil sedikit. Tapi ia langsung
menjulurkannya pada Grace. Merasa tertarik dengan tawaran abangnya, Grace
menjulurkan kepalanya dengan mulut yang terbuka.
“Aaron,
adikmu belum boleh memakan itu sayang,” ujar Alex akhirnya mengeluarkan suara
dengan lembut. Sontak Aaron langsung menarik tangannya dari Grace. Astaga! Ia
tidak ingin membunuh adiknya. Karena Grace tidak dibolehi memakan seres dengan
cepat ia memasukinya pada mulut kecilnya. “Kau tahu mengapa? Karena dia belum
memiliki gigi sepertimu dan ia belum cukup umur sepertimu,” jelas Alex yang
membuat Aaron menggangguk.
“Aku
juga tidak ingin membunuh Grace. Aku suka mulutnya yang kecil, mommy,” ujar
Aaron menyentuh bibir Grace yang dilumuri oleh air liurnya sendiri dengan jari
telunjuknya. Aaron cekikikan, merasa geli karena menyentuhnya.
“Kau
dulu juga seperti ini blue bird,” bisik Justin yang tidak melihat air liur dari
mulut Aaron lagi. Aaron hanya mengangguk. Entah mengapa Aaron tidak begitu
banyak berbicara dengan Justin sejak ia menginjak umurnya yang keempat. Ia
lebih banyak berinteraksi dengan ibunya. Namun Aaron selalu mendengar nasihat
dari Justin juga. Well, mereka tidak begitu dekat karena Justin tidak begitu
memiliki banyak waktu berbicara. Justin satu tahun terakhir ini selalu pulang
di atas jam 8 malam. Sehingga saat Justin telah pulang, Aaron dan Grace telah
tertidur. Yep. Aaron dan Grace tidur dalam satu kamar. Tiap malam Aaron selalu
mencium pipi Grace sebelum ia tidur. Dan jika tiba-tiba ia tidak dapat tidur
malam-malam, ia dengan kuatnya mendorong tempat tidur Grace yang tidak memiliki
roda itu agar dekat dengan tempat tidurnya. Setelah itu, ia akan memegang
tangan Grace yang mungil dari sela-sela ruas yang berguna untuk Grace agar ia
tidak terjatuh dari tempat tidurnya sendiri. Setelah itu Aaron pasti akan
tertidur. Ia benar-benar abang yang sangat baik.
“Well,
aku sedikit iri dengan kalian bertiga,” ujar Alex yang membuat Aaron
melemparinya lagi dengan seres. “Aaron, berhentilah. Mommy sedang ingin
berbicara sayang,”
“Baiklah.
Mengapa mommy iri dengan kami?” tanya Aaron yang semakin lama semakin pintar
berbicara. Tentu saja. Ia telah bersekolah. Untunglah hari ini adalah hari
Sabtu. Sehingga Aaron libur.
“Mommy
tidak memiliki mata seperti kalian. Kadang mommy takut kalian bertiga menatap mommy
dengan tajam. Uh, mommy sepertinya kalah telak untuk melawan kalian,”
“Oh?
Benarkah? Sepertinya tidak untukku, mommy. Aku tidak menatapmu tajam di sini.
Tapi di kamar,” ujar Justin, menggoda Alex. Sontak Alex tertawa dan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia mengabaikan perkataan Justin karena ia
merasa tidak enak ada dua anak kecil di hadapannya. “Well, hari ini sepertinya
kita akan pergi,” lanjut Justin merasa terabaikan.
“Kemana
daddy? Aku ikut,” ujar Aaron, tidak begitu tertarik. Tapi ia memang ingin ikut.
Jari telunjuknya memainkan bibir Grace yang mungil itu sambil ia memberikan
wajah konyolnya pada Grace. Membuat Grace tertawa-tawa dan menggerak-gerakan
tangannya untuk menarik rambut Aaron, tapi ia tidak dapat meraih rambut
abangnya.
“Well,
rahasia. Kau juga harus ikut mommy. Kau tidak bisa selamanya tinggal di dalam
rumah ini. Mengerti mommy?” tanya Justin terdengar tegas. Tidak ingin
membantah, Alex langsung mengganggukan kepalanya. Yep. Mereka akan pergi. Ke
masa lalu Justin.
***
Kedua
tangan Alex sedang menggendong Grace yang tertidur dengan damai. Tangan Aaron
terus dipegang oleh Justin setelah mereka berempat turun dari dalam mobil.
Well, Jordy masih bekerja dengan Justin. Jordy adalah tipe orang yang setia
pada seseorang. Itu adalah hal yang sangat bagus. Mereka sedang berada di
sebuah pemakaman. Pemakaman yang belum pernah Alex datangi. Pemakaman ini
benar-benar membuat Alex penasaran, mengapa Justin mengajaknya ke pemakaman
tiba-tiba? Apa ia ingin memberitahu sesuatu yang selama ini Justin rahasiakan?
Yang akan membuatnya bergidik ketakutan? Ah tidak! Justin adalah orang yang
baik. Lalu mereka berhenti di depan dua pemakaman yang bersebelahan. Aaron
mendongakan kepalanya, merasa bingung mengapa ayahnya membawa mereka ke sini.
Namun Ia tidak berniat untuk bertanya.
Alex
melihat pada nama yang tertulis di bawah patung salib. Ibu dan ayah Justin. Oh?
Inikah pemakamannya? Mengapa Alex tidak pernah berpikir tentang ini sebelumnya?
Mengapa ia tidak pernah bertanya tentang orang tua Justin? Yeah, karena ia
berpikir hanya bibi Ayreen yang dimiliki oleh Justin. Bibi Ayreen juga telah
meninggal. Kali ini Justin tidak membawa apa pun di hadapan orang tuanya. Well,
memang ia tidak pernah memberikan bunga pada almarhum orang tuanya. Hanya bibi
Ayreen. Namun kali ini ia tidak membawa bunga untuk bibi Ayreen juga. Sudah
satu tahun lebih Justin tidak pernah menyinggung permasalahan ini pada Alex.
Tidak pernah, sekali pun. Ia masih takut dengan respon apa yang akan Alex
berikan. Ia masih membenci orang tuanya sendiri. Ia percaya akan adanya Tuhan
sekarang. Sejak ia mengucapkan janji nikah pada Alex, ia percaya bahwa Tuhan
ada. Jika tidak ada Tuhan, ia tidak akan pernah bertemu dengan malaikat seperti
Alex. Ia benar-benar terberkati.
Alex
menghempaskan nafasnya begitu saja setelah ia menariknya lalu tangan kanannya
menyentuh lengan Justin dan tersenyum. Mata mereka bertemu, kali ini Alex
memberikan tatapan penuh arti. Ceritakanlah. Itu adalah tatapan Alex yang penuh
kelembutan.
“Aku
membenci mereka,” bisik Justin. Alex tidak terkejut. Ia tidak sama sekali
terkejut. Ia mengharapkan kelanjutan penjelasan Justin yang lebih spesifik.
“Kau tahu aku, Alex. Aku seorang yang suka membalas dendam. Aku selalu tertawa
tiap kali aku datang ke tempat ini. Menertawakan kepergian mereka yang sia-sia.
Aku yang menanggung semua ini. Sebenarnya, aku tidak ingin melakukan ini. Ini
hanyalah suruhan dari bibi Ayreen. Aku takut mengakui bahwa aku membenci orang
tuaku sendiri. Aku ditinggalkan. Aku terkucilkan. Kebencianku tiap hari pada
mereka semakin bertumbuh, Alex,” jelas Justin lalu menarik nafas.
“Aku
takut jika kau memintaku untuk memaafkan mereka. Aku tidak mungkin akan menjadi
orang serendah itu. Tidak akan pernah, mungkin. Aku mengakui ini karena aku
ingin, apa yang kurasakan juga kaurasakan. Apa yang sedang terjadi padaku, kau
juga harus tahu. Tidak ada rahasia dipernikahan ini Alex,” ujar Justin
menyelesaikan ceritanya. Perasaan Justin kali ini lebih lega dibanding perasaan
sebelumnya.
“Justin.
Kau tahu diriku. Kau tahu aku berasal dari mana. Kau tahu aku anak terbuang,
tapi aku tidak pernah membenci kedua orang tuaku. Mereka membuangku. Mereka
tidak ingin mengakui keberadaanku. Aku merasa Tuhan itu tidak adil saat aku
masih remaja. Percaya padaku Justin, memaafkan lebih baik. Pasti ada alasan
dibalik kebencian mereka terhadap dirimu. Sama seperti kau membenci mereka.
Tapi jangan samakan dirimu dengan mereka, Justin. Aku tahu kau adalah lelaki
yang baik dan mudah memaafkan. Bagaimana pun, ia adalah orang tuamu. Kau ada
karena mereka. Tanpa mereka, aku tidak akan pernah melihat lelaki setampan
dirimu,” ujar Alex, menjelaskan perasaannya. Benar katanya. Justin hanya
menggeleng-gelengkan kepalanya, tak percaya istrinya akan berbicara seperti
itu. Justin melepaskan tangan Aaron lalu menarik kepala Alex dan mencium
keningnya lalu bibirnya.
“Inilah
salah satu alasan mengapa aku mencintaimu Alex,” bisik Justin, terberkati.
***
Lampu
kamar itu tidak menyala. Ruangan itu tampak remang-remang dari luar. Di dalam
sana, dua orang insan sedang membuat suara yang aneh. Membuat orang-orang pasti
penasaran dengan apa yang mereka lakukan di sana. Di dalam kamar itu, sprei
putih yang awalnya rapi sekarang telah berubah menjadi sprei yang tak
beraturan. Kedua tangan wanita itu meremas sprei itu dengan erat sedangkan
tubuhnya menungging. Kepalanya tertunduk ke bawah sehingga rambutnya menjuntai
dengan indah. Matanya terpejam dengan erat dan ia terus mendesah-desah
merasakan sesuatu yang benar-benar membuatnya melayang. Lelaki yang berada di
bawahnya sedang memainkan bagian bawah tubuh wanita ini dengan buas. Kedua
tangannya yang besar itu menangkup kedua paha wanita ini dengan kencang. Bahkan
sekarang paha itu berubah menjadi warna merah muda.
“Oh,
Justin! Aku sudah tidak tahan lagi, daddy,” jerit Alex menjatuhkan kepalanya ke
atas tempat tidur. Lalu ia menjerit kencang.
“Oh
yeah, ini dia sayang. Siapa daddy-mu sekarang baby? Katakan padaku,” ujar
Justin, memaksa.
“Kau
–ah! Kau Justin! Ooh, daddy! Kumohon, lututku daddy,” desah Alex tak tahan.
Seluruh getaran pada tubuhnya membuatnya mengeluarkan cairan ke bagian bawah
sana, membuat Justin yang sedang menghisap bagian bawah Alex semakin
bersemangat. Mengemutnya dengan sensasi yang luar biasa. Sebisa mungkin Alex
tidak ambruk ke bawah, tidak ingin menindih kepala Justin. Mengapa Justin harus
memiliki lidah yang benar-benar ahli untuk membuat wanita berorgasme? Lalu
Justin menghilang dari bawah tubuh Alex dan menarik tangan kanan Alex agar Alex
membalikan tubuhnya. Keringat mereka benar-benar memanasi ruangan ini.
“Kau
lelah sayang? Siapa ayahmu sayang? Beritahu aku, sekarang,” bisik Justin
mengelap keringat Alex dengan tangannya lalu mencium wajah Alex berkali-kali. “Siapa
sayang? Aku bersedia menjadi ayahmu. Kau harus dihukum,”
“Oh,
kau ayahku Justin. Jangan hukum aku. Apa salahku?” tanya Alex menarik rambut
Justin agar menghindar dari wajahnya agar tidak terus dicium. “Aku bisa menjadi
anak yang baik ayah,” bisik Alex, memohon pada Justin untuk tidak menghukumnya.
Tatapan mata Alex benar-benar membuat Justin iba. Sebenarnya, Justin ingin
menghukum Alex dengan cara memberikannya orgasm terus menerus hingga Alex
benar-benar lelah. Namun melihat matanya yang memohon pada Justin, membuat
Justin kasihan dan tak sampai hati untuk melakukannya. Ia bersedia melakukan
hubungan badan berdiri dengan Alex.
“Kau
berjanji akan menjadi anak yang baik?”
“Mhmm,”
“Berdiri
dari tempat tidur. Posisikan dirimu di tembok, berbalik ke arah sana. Aku tidak
akan menghukummu, kali ini. Kau menang. Lain kali, tidak ada lagi,” ujar Justin
dengan tegas. “Kau benar-benar seksi sekarang, sayang,”
“Mhmm,”
“Jadilah
anak yang baik untuk ayah. Cepatlah!” suruh Justin kali ini lebih tegas. Dengan
cepat Alex bangkit dari tempat tidur dengan tubuhnya yang telah polos. Tubuh
Justin juga telah polos dengan ototnya yang kekar, sama seperti yang di
bawahnya. Telah berdiri dengan tegak dan keras. Sangat keras. Bahkan ia hampir
berorgasm hanya karena memberikan kenikmatan untuk istrinya. Ia melihat-lihat
istrinya yang telah membalikan tubuhnya pada tembok dengan ..tatto mawar yang
berada di pinggang bagian belakangnya. Kelihatan begitu seksi. Justin yang
menyuruhnya untuk mentattokan tubuhnya. Tubuh yang benar-benar indah. Tidak
sabar Justin ingin memasukinya dari belakang, lagi. Apalagi dengan posisi
berdiri. Dengan posisi seperti ini Justin merasa miliknya masuk lebih dalam.
Tak ingin membuang-buang waktu, Justin berdiri dari tempat tidurnya lalu
menghampiri Alex.
Tubuh
mereka bersentuh. Alex dapat merasakan sesuatu di bawah sana. Justin dengan
lembutnya menyentuh kedua tangan Alex dari lengan hingga tangannya dengan
halus. “Kau tahu, aku selalu mengagumi tubuh indahmu. Apalagi dengan tattoo
itu. Kau tampak lebih seksi,”
“Mhmm,”
“Jadi
anak yang baik?”
“Ya,
daddy,”
“Bersiaplah
sayang, karena waktu kita singkat,” ujar Justin yang kakinya mendorong kaki
Alex agar terbuka lebih lebar lagi. Dengan lembutnya Justin langsung memasuki
ereksinya pada tubuh Alex, membuat Alex tersentak pada tembok. “Oh daddy!”
teriak Alex memejamkan matanya. Pipinya yang putih itu bersentuhan dengan
temboknya saat Justin dengan pelan memasukan miliknya ke dalam tubuh Alex.
“Ah
yes! Baby! That’s it! You’re so tight,” erang Justin yang terus
memaju-mundurkan tubuhnya pada Alex. Alex mendesah dan Alex tak tahu apa yang
harus ia remas sekarang untuk menahan rasa nikmat ini. Oh siapa pun! Tolong
aku! Jerit Alex dalam hati.
“Daddy,
aku berjanji padamu. Aku tidak akan –ah, daddy!”
“Yes,
baby yes! I hear you babe, I hear you. Here we go!” ujar Justin yang berhenti
sejenak lalu ia memposisikan tubuh Alex lebih menundukan dan tubuhnya lebih
tegap. Lalu Justin memegang kedua bahu Alex agar ia dapat memaju-mundurkan
tubuhnya lebih kencang. Beberapa detik ia telah memposisikan tubuhnya, sontak
Justin mulai memasukan ke dalam tubuh Alex dengan cepat. Membuat Alex cukup
terkejut dan menjerit keenakan. Merasa tak puas memegang bahu Alex, dengan
cepat Justin meremas dada Alex yang menggantung karena besar. Oh, tentu saja!
Ia memiliki asi di sana!
“Oh
tidak daddy! Jangan itu! Itu untuk –GRACE!” Alex berteriak saat Justin semakin
mempercepat gerakan. Bahkan brutal. Dadanya diremas oleh Justin dengan keras,
membuatnya ingin mencapai pada orgasmnya. “Oh, ini dia sayang! Daddy datang,”
ujar Justin lalu ..satu, dua, tiga!
“Oooh!”
desah mereka berdua mendapatkan pelepasan bersama-sama. “Ah,” desah Alex saat
Justin langsung mengeluarkan miliknya.
“Kemarilah
sayang,”
“Tidak
Justin, aku tidak mau,”
“Oh
baby, kau harus melakukannya,” ujar Justin memaksa.
***
~ 16 tahun kemudian ~
“Ceritakanlah
padaku,” ujar lelaki yang memiliki mata harimau itu dengan lembut. Rambutnya
yang sedikit panjang itu menjuntai dengan indah di atas alis matanya yang
tebal. Lelaki ini sungguh tampan. Kepribadiannya di masa kecil benar-benar
berbanding terbalik dengannya yang sekarang. Ia lebih pendiam. Ia lebih
bijaksana. Dan ia adalah penjaga anak yang baik. Ia adalah Aaron. Aaron Bieber
yang telah berubah menjadi lelaki yang ..sama seperti ayahnya dulu. Ia sedang
menanggapi adiknya yang masih berumur 16
tahun itu. Banyak anak sekolah memberitahu Aaron tentang lelaki yang
meniduri Grace, adiknya.
“Ceritakanlah
padaku, Grace. Aku akan memukulnya hingga ia meninggal. Aku serius. Aku tidak
berbohong. Dia telah menyakitimu, maka ia juga akan mendapatkan kesakitan,”
“Oh,
Aaron. Jangan seperti itu. Mengapa kau seperti daddy? Jangan seperti itu,”
keluh Grace yang menepuk keningnya dengan lemah. Ia sedang berada di atas
tempat tidurnya yang empuk bersama dengan abangnya. Well, Grace mendapatkan
sifat ibunya yang memaafkan.
“Grace.
Aku pernah memberitahumu sebelumnya. Jika ada yang menyakitimu, aku akan
mematahkan penisnya yang kecil itu, beritahu aku sekarang atau aku yang
mencaritahunya sendiri, lalu akan kupatahkan penis itu tepat di depan
wajahnya,”
“Oh
Aaron! Kau sangat menjijikan!” keluh Grace.
“Jadi,
beritahu aku,”
“Baiklah-baiklah,
akan kuberitahu. Apa kau berjanji tidak akan menyakitinya?”
“Aku
tidak bisa dengan itu, beritahu aku sekarang. Waktumu hanya tiga detik,”
“Well..”
“Satu,”
“Dia..”
“Dua..”
“Blake.”
“Tiga.
Dia mati sekarang.”
***
“Tidak,
aku tidak mencintainya,” ujar lelaki bermata harimau itu dengan suara beratnya.
Ia mengiggit kedua ibu jarinya yang berdempetan karena tangannya yang terlipat.
Ia tidak berani melihat wanita yang berada di hadapannya. Wanita yang begitu
sayangi, ia tidak akan pernah membiarkan seorangpun dapat menyakiti wanita ini.
Meski sebenarnya, ia tahu kalau ia tidak memiliki kontak batin dengan ibu yang
berada di depannya. Ibunya sangat cantik. Ia menyayanginya, selamanya. Ibu yang
memiliki mata biru itu menatap lelaki ini dengan lembut.
“Aaron,
kau tidak perlu berbohong,” sela ibunya memegang tangan besarnya. “Well, kau
mirip dengan ayahmu. Tidak ingin mengakui sesuatu yang seharusnya diakui, kau
mengerti itu?” suara ibunya benar-benar lembut.
“Aku
tidak mencintainya, ya Tuhan. Peepee. Aku benar-benar tidak percaya kau
memaksaku seperti ini. Demi Tuhan, tidak,” lelaki ini menarik tangannya dari
tangan Peepee-nya dengan cepat sambil terkekeh. Ia menggaruk-garuk kepalanya
yang ditumbuhi oleh rambutnya yang memiliki panjang kira-kira 5 cm dengan warna
yang sama dengan rambut ayahnya. Ibunya tertawa pelan lalu menggeleng-gelengkan
kepalanya. Mereka sudah sering berbicara seperti ini. Di sebuah kamar anak
lelakinya yang telah bertumbuh menjadi lelaki yang dewasa, ia sudah terbiasa
berbicara empat mata dengannya.
“Lalu
mengapa kau terlihat begitu perhatian dengannya? Maksudku saat ia datang ke
rumah, menyapaku dengan Justin, lalu tersenyum dengan ramah. Begitu sopan. Dan
kau tahu apa yang tidak pernah kukira selama ini? Kukira kau tidak akan
tersenyum setelah kau keluar dari kamar. Tapi lihat? Kau tersenyum saat ia
datang,” jelas Peepee.
“Tidak,
itu salah, mom. Tolonglah jangan memojokan anakmu seperti ini. Karena sungguh,
itu tidak lucu. Dan aku tidak pernah ingin berpacaran,”
“Mengapa?
Mengapa kau tidak ingin berpacaran?”
“Karena
aku ..aku tidak percaya dengan yang namanya menjalin hubungan. Aku tidak mahir.
Kau lihat sendiri dengan gayaku seperti ini,” jelas Aaron, anak dari Peepee ini
pasrah. Alex atau yang biasa dipanggil Peepee oleh Aaron ini menyipitkan
matanya. Mata birunya menatap tajam Aaron, mencari-cari apa yang anaknya
sembunyikan. Lalu ia tersenyum kecil, ia tahu apa yang Aaron sembunyikan
darinya. Sialan!
“Kau
mendengar cerita dari ayahmu. Aku tahu. Kapan?” tanya Alex, mengetahuinya.
“Sudah
lama. Lama sekali. Sejak aku berumur 17 tahun kurasa,” suara Aaron yang
serak-berat itu terdengar sangat seksi. Alex terdiam sejenak. Anaknya tidak
memberitahunya selama 5 tahun? Oke, Alex harus mengakui bahwa Aaron adalah
penyimpan rahasia yang hebat. Aaron bahkan tidak memperlihatkan ciri-cirinya
menyukai wanita atau menyimpan rahasia! Sial. Dan Justin? Suaminya sendiri,
suami dari Alexis, tidak menceritakan padanya bahwa ia –Justin—telah bercerita
tentang masa kelamnya terhadap anak lelaki satu-satunya? Alex mendecak kesal
dan memukul lututnya.
“Mom.
Pergilah. Aku tidak ingin diintropeksi seperti ini,” usir Aaron, malas. Di atas
tempat tidurnya yang besar, Aaron yang tadinya terduduk langsung membaringkan
tubuhnya. Alex yang terduduk di atas kursi goyang milik Aaron –yang biasa
dipakai kalau Aaron sedang bermalas-malasan—itu tersenyum sambil menggelengkan
kepalanya. “Mom, apa kau bisa memanggil Grace?”
“Dia
tidak ingin menemuimu, kau tahu. Kau telah mematahkan penis lelaki itu dua
tahun lalu dan itu membuatnya marah sekali denganmu. Selama dua tahun. Apa itu
terdengar keren bagimu anak muda?”
“Yeah,
sangat keren. Kumohon bujuk dia untuk berbicara denganku. Aku telah
berkali-kali meminta maaf padanya. Tapi dia selalu mengurung diri di kamarnya
bahkan ia tidak menyapaku saat di ruang makan!” Aaron meremas rambutnya lalu ia
memeluk bantal kepalanya. “Kumohon?” Aaron menatap ibunya yang telah berdiri
dengan tatapan memohon. Alex menatap Aaron dengan tatapan yang penuh dengan
kelicikan. Senyumnya miring, ia tahu apa yang akan ia lakukan pada anak
lelakinya.
“Apa?
Mengapa kau tersenyum seperti itu padaku?” Aaron mulai tersenyum, namun matanya
menatap ibunya hati-hati dan curiga. Alex melangkah maju pada tempat tidurnya
lalu duduk di sisinya.
“Aku
akan memanggil Grace untuk berbicara denganmu lagi,” ujar Alex, lalu ia menarik
nafasnya membuat Aaron terkesiap. “Asalkan …”
“Oh
Tuhan, aku tahu ini! Aku tahu ini!” Aaron bangkit dari tempat tidur hingga ia
terdudukd an memukul-mukul udara dengan kesal. “Aku tahu ini. Kau selalu
bersikap licik padaku. Mommy, tolonglah, jangan siksa aku seperti ini,”
“Tidak,
aku tidak menyiksamu. Hanya saja aku ingin bertanya,”
“Baiklah.
Apa itu?” Aaron bertanya dengan nada suara yang malas.
“Well,
siapa yang kaucintai sayang? Aku tidak akan menyinggung ini lagi,”
“Grace.”
Baca ini tuu... sesuatu. hehehe
BalasHapusKenapa belum di nextt?? ayolahh apa aku boleh menyimpan cerita mu ini??
BalasHapusWah aaron suka sama adiknya sendiri😂 ,next pleaseee!!! Kenapa ga diposting di wattpad aja banyak yang suka loh
BalasHapus