Selasa, 06 Agustus 2013

Lust of Love Bab 11 - End

***

*Alex Bledel POV*

            Tidak pernah kusangka Justin akan menceraikan seluruh istrinya hanya untukku. Maksudku, aku memang senang karena Justin melakukan ini namun aku juga merasa tak enak dengan seluruh istrinya. Aku tidak ingin menjadi wanita yang egois ..tapi aku sedang mengandung anak Justin. Dan aku juga menginginkan Justin sama seperti mereka menginginkannya. Aku tidak bisa memaksa Justin. Hanya Justin yang dapat mengambil keputusannya, aku tidak dapat melakukan apa pun. Well, Weronika telah dibawa ke rumah sakit dan sedang ditangani oleh Justin. Sedangkan aku di sini. Di kamar mandi Aaron sedang memandikan anakku –aku akan menikah—dengan penuh kelembutan. Aku tidak berjongkok, tapi aku terduduk di atas lantai kamar mandi. Tidak peduli jika bajuku akan basah. Aaron sedang memegang robot-robotan yang baru saja Justin belikan beberapa hari yang lalu. Aaron bukanlah anak kecil yang imajinatif lainnya. Ia lebih tertarik pada hal-hal yang baru. Seperti anak yang berani.
            Kusiram dengan mangkuk yang selalu Aaron sarankan untuk aku pakai jika memandikannya dari kepalanya. Ia langsung memejamkan matanya dan mengelap wajahnya yang manis itu dengan tangannya yang mungil. Lalu ia tersenyum padaku. Oh astaga. Anak kecil ini sungguh manis. Setelah apa yang Weronika lakukan padanya benar-benar membuatku terkejut. Ia telah meninjuku hingga sudut bibirku berdarah –sungguh sakit—lalu anak kecil yang tidak tahu apa-apa ini juga mendapat getahnya. Garis merah mengitari leher Aaron di sana. Aku memejamkan mata, mencoba untuk tidak menangis hanya karena bersedih melihatnya tersakiti oleh ibunya sendiri. Mungkin, mantan ibu tirinya.
            “Peepee, daddy bilang Peepee sedang menyimpan adik perempuanku di dalam perutmu,” ujar Aaron, sangat polos. Alex tertawa kecil.
            “Benarkah?”
            “Mhmm ..daddy bilang kita akan menamakannya Grace. Tapi aku harus menunggu 9 bulan. Angka 9 jauh dengan angka 1,” ujar Aaron dengan perasaan yang sedih. Mengapa ia harus menunggu angka yang jauh dengan angka 1?
            “Well, kau harus menunggunya, memang. Kau akan menjadi kakak yang baik,”
            “Benarkah? Aku berharap begitu,” bisiknya menundukan kepalanya lalu menyelamkan robot-robatan yang ia pegang. Kusiram kembali kepalanya dan kembali juga ia mengelap wajahnya. Lucu adalah ketika Aaron disiram, ia akan mengelap wajahnya dengan tangan mungilnya, lalu ia mengambil nafas sepanjang mungkin. Seperti ia baru saja menyelam. Ekspresi wajahnya seperti kehilangan nafas selama beberapa menit. Tapi aku memakluminya. Ia masih kecil.
            “Mommy, apa kau mencintai daddy?” tanya Aaron yang membuatku sedikit tersentak. Apa? Itu adalah pertanyaanku yang selalu menghampiriku tiap aku bangun pagi lalu menatap wajah Justin yang selalu saja menyapaku di pagi hari. Apa aku benar-benar mencintainya? Setiap hari aku ragu. Aku tidak mungkin mencintainya. Namun tiap kali aku tidak melihat wajahnya, aku merasa kehilangan dalam diriku. Seperti ada yang hilang dalam tubuhku. Terhempas begitu saja. Aku mencintai Justin. Ya, aku mencintai Justin. Oh, anak kecil ini benar-benar menggemaskan.
            “Tentu saja blue bird,”
            “Apa Peepee mencintaiku?” tanyanya, mendongakan kepalanya lalu memberikan wajah yang iba. Tatapan matanya seperti mengharapkan sesuatu. “Apa masih sakit, Peepee?” tanya Aaron menunjukan jari telunjuknya pada sudut bibirku.
            “Well, apa yang akan kaulakukan jika itu masih sakit?”
            “Aku akan menciumnya. Supaya cepat sembuh,” bisiknya tersenyum, berharap. Anak ini sungguh menggemaskan! “Aw!” aku menjerit pelan saat jari kecilnya menyentuh lukaku di sana. Memang masih sakit, sebenarnya. Namun dengan cepat ia menarik jari mungilnya itu dari sudut bibirku dan mulai bangkit dari bath-up. Lalu dengan manisnya, bibirnya mencium sudut bibirku.
            “Cepat sembuh mommy. Aku menunggu adik perempuanku,” ujarnya dengan tulus. Kepalaku terangguk setelah ia terduduk kembali ke atas bath-up. Betapa teganya Weronika mencekik anakku. Ia adalah perempuan terkejam yang pernah kutemui dalam hidupku setelah ibuku kandungku sendiri.

***

*Author POV*

            Caitlin pergi. Candice pergi. Begitu juga dengan Weronika. Mereka telah diusir dengan uang dan barang-barang yang mereka miliki, begitu juga dengan pemberian Justin selama ini. Seluruh istri Justin telah benar-benar diceraikan oleh Justin. Justin benar-benar melakukan apa yang Alex katakan tanpa harus diberitahu dua kali. Ia sungguh mencintai Alex. Bahkan hanya butuh waktu dua minggu telah cukup untuk mereka menjalin cinta yang cukup rumit dan tak terungkapkan. Meski ada beberapa mantan istri Justin yang memberontak akibat mereka harus menandatangani surat tuntutan cerai dari Justin, well, mereka dipaksa. Tidak dengan kekerasan. Namun dengan uang. Sial! Justin benar-benar salah menikahi wanita-wanita yang selama ini memposisikan diri mereka sebagai istrinya! Mereka hanya menginginkan kekayaan Justin! Sungguh sial. Well, setidaknya Justin telah cukup tenang karena tidak ada yang harus ia sembunyikan dari pada Alex. Kecuali satu.
            Kebenciannya terhadap orang tuanya. Ia tidak pernah menceritakan pada Alex tentang ia setiap satu minggu satu kali ia berkunjung pada makam orang tuanya lalu tertawa di hadapan makam itu. Perasaan benci itu masih terpendam dan tak termaafkan. Ayahnya yang dulu menghilang tiba-tiba saja datang dengan diri yang sudah tak bernyawa. Betapa teganya ia pergi dan kembali begitu mudah? Begitu juga dengan ibunya yang mengharapkan kedatangan Justin saat Justin mencapai kejayaan untuk menjenguknya di rumah sakit karena sakit keras. Justin datang ..terpaksa. Karena bibi Ayreen yang ia sayangi memaksanya untuk melakukan itu. Lalu Justin tertawa karena pada akhirnyapun ibunya meninggal dengan sia-sia.
            Justin melipatkan kedua tangannya di depan dada bidangnya sambil matanya yang seperti elang itu melihat Aaron dan Alex yang sedang berenang ria di dalam kolam. Ternyata bersama-sama. Meski sesekali nafasnya tercekat saat Aaron memukul bahu Alex. Namun Alex hanya tertawa-tawa saat Aaron melakukannya. Justin sedang tidak tertarik untuk ikut bergabung dengan mereka. Ia ingin melamar Alex malam ini ..untuk yang kedua kalinya. Ia sedang berpikir ..bagaimana jika Alex menyuruhnya untuk memaafkan kesalahan orang tua yang telah menelantarkannya? Tidak bisa! Tidak semudah yang orang-orang pikirkan. Tiap tahunnya Justin hidup dalam kepahitan. Membenci tiap detik yang bergulir terhadap orang tuanya. Namun kehidupannya seperti baru sejak kedatangan Alex. Meski pertemuan mereka cukup aneh. Well, Justin Bieber. Seorang dictator yang keinginannya harus diikuti dan sewenang-wenang. Ia tidak akan berpikir tentang perasaan orang lain, namun sekarang. Sekarang ia tunduk pada seorang wanita yang baru dua minggu lebih mengarungi kehidupan bersamanya. Sungguh keajaiban dan itu sangat luar biasa. Lamunan Justin membuyar saat Aaron tiba-tiba saja mencipratkan air padanya hingga kakinya sekarang basah.
            “Aaron, daddy sedang tidak ingin bermain,” ujar Justin, tegas. Sontak bibir Aaron yang tadinya melengkung sempurna tiba-tiba saja mengerucut.
            “Mengapa?”
            “Blue bird. Daddy sedang lelah sayang,” ujar Justin, mengusap wajahnya dengan tangan. “Lelah karena berpikir tentang ketidakpastian,” bisik Justin yang didengar oleh Alex.
            “Peepee bilang ia mencintaimu daddy,”
            “Apa? Aaron!” tiba-tiba saja pipi Alex memerah, bersamaan dengan itu Justin mendongak. Secercah harapan muncul di wajah tampannya. Mendengar ucapan Aaron, tiba-tiba saja Justin membuka kaos putih yang ia pakai lalu berdiri untuk melepaskan celana jins pendek yang ia pakai. Perasaannya tiba-tiba saja berubah menjadi perasaan yang sangat ..oh Tuhan! Ini tidak dapat digambarkan dengan kata-kata ..bahkan lukisan sekalipun! Seluruh warna yang ada bercampur menjadi satu di hati Justin. Kupu-kupu yang awalnya berwarna hitam, tiba-tiba berubah menjadi warna putih di perutnya berterbangan dengan senang. Awalnya, cinta memang tidak memiliki kepastian. Namun akhirnya, kepastian itu memunculkan secercah harapan yang pasti terus berulang tiap harinya ..bahkan detik. Yaitu, jatuh cinta. Sama seperti apa yang Justin rasakan sekarang. Harapan penuh kepastian menghampiri dirinya saat ia benar-benar menemukannya. Di hadapannya. Seorang malaikat tersenyum dengan manis padanya dengan malu-malu. Membuatnya ..bergairah. Kaki Justin berlari menuju kolam renang lalu melompat! Cipratan air menyerang Aaron dan Alex yang membuat Aaron tertawa akibat perbuatan ayahnya. Kepala Justin mulai muncul di permukaan air lalu mengelap wajahnya dengan wajah berseri. Pelan-pelan Justin melangkah dalam air menuju Aaron dan Alex. Aaron terhimpit dalam gendongan Alex dan Justin yang telah memeluk Alex.
            “Kau tahu, aku tidak pernah memberitahu ini padamu ..sebelumnya,” bisik Justin mengecup leher Alex yang basah. Namun saat Justin ingin melanjutkan ucapannya, Aaron langsung mendorong tubuh Justin. 
            “Uh! Daddy, menjauh! Peepee punyaku!” teriak Aaron kesal dengan ayahnya.
            “Ap-apa? Peepee punyamu? Mungkin kita harus bertarung,” ujar Justin menantang. Dengan sombongnya, Aaron mengangkat dagunya lalu mengerucutkan bibirnya seperti mengejek Justin dan menggumam persetujuan.
            “Ayo! Peepee memang punyaku! Bukan daddy,”
            “Well, daddy mempunyai pedang di dalam rumah. Daddy tidak sabar ingin melawan iblis kecil seperti kau! Pergilah ke dalam, lalu ganti pakaianmu dan daddy akan berada di ruang keluarga menunggumu,” ujar Justin juga menantang. Sontak Aaron meminta Alex untuk mengangkatnya ke tepi kolam. “Tidak dengan Peepee. Jadi seperti. Aku penjahatnya, kau penyelamatnya. Aku menculik Peepee jadi kau harus menolong Peepee. Bagaimana? Jadi kau harus meminta Rachel untuk memakaikan pakaianmu. Sudah cepat! Atau kubunuh Peepee-mu!” ujar Justin meraih leher Alex dan menghimpitnya di dalam siku-sikunya. Mata Aaron melebar.
            “Oh tidak! Aku akan menyelamatkanmu Peepee!” ujar Aaron terkejut lalu ia berlari dengan kaki yang basah namun berhati-hati ke dalam rumahnya. Justin memang pintar mengelabui anaknya yang satu itu. Langsung saja, setelah Aaron menghilang dari pandangannya, Justin melepaskan tangannya dari leher Alex. Tanpa berpikir panjang, ia menarik leher belakang Alex dan mencium bibir Alex. Kali ini ..bukan penuh nafsu. Namun penuh cinta. Ia terus memagut bibir Alex, bersemangat. Mengetahui bahwa Alex membalas cintanya! Ia pikir selama ini Alex tidak mencintainya. Bahkan membencinya. Ia memiliki keraguan dalam cinta ..tiap harinya. Namun tidak dengan Alex setelah ia tahu Alex mencintainya. Tidak ingin wanita yang ia cintai kehilangan nafas, Justin melepaskan bibirnya dari bibir Alex.
            “Alex ..sayangku. Aku mencintaimu. Menikahlah denganku. Aku ingin memiliki begitu banyak anak darimu. Aku akan membuat cita-citamu tercapai sayang. Aku akan membuat impianmu yang belum terjadi akan terjadi. Menikahlah denganku Alex,” bisik Justin, menuntut. Ia telah mencurahkan perasaan cintanya pada Alex, membuatnya benar-benar merasa lega sekarang. Alex terpana dengan ucapan Justin yang begitu cepat dengan kepalanya yang dipegang dengan kedua tangan Justin yang lebar. Keheningan membentang di antara mereka. Mata Alex yang berwarna biru itu menatap mata Justin yang seperti harimau. Kali ini ..Alex tidak melihat keganasan di dalam sana. Namun ..cinta. Kelembutan. Kedua sudut bibir Alex tertarik, menghasilkan sebuah lengkungan yang manis. Tersenyum.
            “Ya,” bisik Alex.
            “Oh Tuhan! Alex! Aku benar-benar mencintaimu,” ujar Justin yang mengecup kembali bibir Alex. Tidak lama namun berkali-kali.
            “Daddy!” teriak Aaron dari dalam rumah. Sial! Mengapa anak itu mengganggu suasana romantic ini? Tapi tidak apa-apa. Keinginan Justin tercapai dengan sempurna. Ia telah memiliki Alex seutuhnya. Pernikahan agar segera datang, baby.

***

            Bulan demi bulan berlalu. Pernikahan berlangsung dengan baik. Tentu saja. Aaron memakai pakaian formal yang mungil beberapa bulan yang lalu dengan dasi pita hitam bertengger di lehernya. Ia begitu senang saat ia melihat Peepee-nya memakai pakaian yang sungguh panjang dan cantik. Well, pada akhirnya, sekarang Alex adalah ibu dari Aaron. Kehidupan Justin dan Alex memang dihinggapi pertengkaran. Namun jangan biarkan pertengkaran dalam keluarga merusak segalanya, namun itu adalah pengeratan yang diberikan oleh Tuhan. Dan yeah, memang benar. Semakin lama Justin dan Alex semakin erat, begitu juga dengan Aaron. Sekarang Aaron telah bersekolah dan ia juga telah menginjak umurnya yang keempat. Dan ya, Alex sedang berada di dalam rumah sakit sekarang untuk melahirkan anaknya yang pertama bersama Justin. Ia sedang menjerit-jerit kesakitan saat bayi yang berada di dalam perutnya berusaha untuk dikeluarkan oleh bidan yang berada di bawah tubuhnya. Justin memegang tangan Alex yang diremas begitu kencang oleh istrinya. Bahkan Justin merasa tulang jarinya akan retak!
            Aaron sedang berada di luar bersama dengan Jordy. Ia telah menunggu begitu lama untuk adiknya. Semoga adiknya adalah adik perempuan! Ia terus berharap. Dari tadi Aaron berlari-lari di sekitar lorong lantai rumah sakit itu dengan perasaan yang tak karuan. Sebentar lagi ia akan memiliki adik! Bisakah kalian membayangkan itu? Ia berjanji akan menjaga adiknya jika adiknya lahir. Ia berjanji akan menjadi contoh yang baik bagi adiknya. Ia akan menamainya Grace.
            “Aaaah! Ya Tuhan! Justin!” jerit Alex mengeluarkan bayinya dari perut sambil menarik pakaian rumah sakit yang Justin pakai sekarang. Ia meremasnya dengan kencang lalu ..suara bayi terdengar begitu kencang. Perutnya terasa kosong sekarang. Bayi itu telah berada di dunia. Bayi pertamanya. Hasil dari cintanya bersama dengan suaminya. “Oh Tuhan,” bisik Alex dengan air mata yang menitik. Matanya melihat seorang bayi yang berlumuran dengan darah digendong oleh seorang bidan. Tali plasentanya digunting, membuat tangisan bayi itu semakin membesar. Penuh dengan perhatian, suster yang berada di sekitarnya mengelap darah itu dengan kain yang sangat lembut. Bayi itu terus menangis, mengharapkan kehangatan yang sama seperti di dalam perutnya. Air mata Justin ..mengalir di pipinya. Untuk yang pertama kalinya dalam kehidupan rumah tangganya. Oh, anaknya telah lahir. Begitu cantik. Ia perempuan. Adik Aaron. Adik kesayangan Aaron, tentu saja.
            Merasa bayi mungil itu telah bersih, bidan itu memberikan bayi mungil Alex pada Alex agar Alex dapat menggendongnya. Dengan penuh rasa syukur pada Tuhan, Alex menggendong bayi itu penuh dengan kasih sayang.
            “Oh Justin. Dia sungguh cantik,”
            “Sama seperti ibunya,”
            “Daddy!” suara Aaron terdengar tiba-tiba di mulut pintu dengan wajah yang benar-benar senang. Aaron berusaha untuk tidak mencium bau yang aneh di ruangan itu. Ia ingin melihat adiknya. “Dimana adikku? Aku ingin menemuinya,”
            “Oh, hey adik kecil. Adikmu perempuan sayang,” suara suster begitu ramah pada Aaron. Lalu Aaron berlari cepat ke arah Justin dan Justin menangkapnya, menggendongnya. Mata Aaron melebar saat ia melihat adik perempuannya yang sedang membuka mata dengan air mata yang membasahi sekitar matanya. Sungguh manis. Ia memiliki mata sama seperti mata ayahnya. Cantik. Anugerah. Cinta. Lembut. Ya Tuhan! Aaron tidak percaya ia akan memiliki adik seperti ini. Dia sungguh cantik.
            “Grace. Aku memiliki adik daddy!” seru Aaron dengan senang.
            “Ciumlah kalau kau memang menyayanginya,” suruh Justin. Sontak mulut Aaron mengerucut dan mencium kepala botak adiknya dengan penuh sayang. “Aku menyayangi Grace. Adikku,” bisik Aaron tersenyum manis.
            “Well, daddy dan mommy juga menyayangimu. Apa kau menyayangi kami?” Justin bertanya.
            “Aku lebih menyayangi mommy!” seru Aaron langsung memajukan kepalanya dan mencium bibir ibunya yang berwarna merah muda. Alex merasa terberkati. Sangat terberkati. Keluarga yang sempurna. Keluarga kecil yang sempurna lebih tepatnya.
            “Kau tidak ingin mencium daddy? Padahal daddy juga menyayangimu,” tanya Justin merasa cemburu. Namun dengan cepat Aaron menggeleng-gelengkan kepalanya.
            “Aku tidak ingin mencium daddy karena daddy bau! Bau daddy sungguh aneh!” seru Aaron menutup hidungnya dengan tangannya yang kecil.
            “Aaron!” Justin tidak terima dengan hinaan anaknya. Namun orang-orang yang berada di dalam ruang bidan tertawa melihat kebersamaan keluarga ini. Sungguh keluarga yang manis.
            Berawal dari nafsu. Nafsu yang bergantikan dengan cinta. Menghasilkan cinta yang penuh dengan nafsu. Yeah. Nafsu dari Cinta. Lust of Love.

***

            Enam mata harimau itu menatap pada dua mata biru yang saling berhadapan. Si mata biru sedang membuat roti di depan mereka dengan anggun. Tidak peduli dengan tatapan mereka semua. Meski sedikit risih saat Aaron terus melemparinya dengan seres berwarna-warni yang ia makan sendiri. Membuat Alex cekikikan sendiri di ujung kursi. Mengapa anaknya melemparinya seres? Sungguh anak yang nakal! Tapi dari tadi keheningan terus membentang di antara mereka. Justin bahkan tidak melarang Aaron untuk berhenti melempari satu per satu seres pada Alex. Mereka bahkan belum mandi! Yeah. Di ruang makan ini mereka sedang menunggu sarapan mereka dari satu-satunya ibu di rumah ini. Grace yang umurnya baru menginjak dua bulan itu hanya melihat abangnya yang sedang memakan satu kantong seres yang dipegang oleh tangannya yang semakin lama semakin besar. Grace memiliki mata yang sama seperi ayahnya, bibirnya mungil dengan air liur yang mengalir terus menerus dari mulutnya. Lidahnya yang mungil itu terus mendecak dengan cara menjulurkan lidahnya. Ia merasa ingin meminum susu sekarang. Ia lapar pagi ini. Butuh susu dari ibunya. Sekarang. Tapi tidak setelah ia melihat abangnya yang terus memakan seres. Bahkan ia ingin menyentuh benda-benda kecil yang banyak warna itu! Kepala Aaron berbalik pada Grace, ia langsung tersenyum. Selama dua bulan ini Aaron benar-benar menyayangi adik perempuannya. Ya, ia sangat menyayangi Grace. Ia terus memperhatikan ibunya yang memandikan Grace. Memberinya susu. Lalu mengelus kepala Grace agar Grace cepat tidur. Terlebih lagi Grace senang jika hidungnya dielus dengan satu jari dengan lembut, itu benar-benar membuatnya cepat tidur.
            “Kau mau?” tanya Aaron mengambil seres yang berada di dalam mangkok dengan jari telunjuk dan jempolnya sehingga seres yang ia ambil sedikit. Tapi ia langsung menjulurkannya pada Grace. Merasa tertarik dengan tawaran abangnya, Grace menjulurkan kepalanya dengan mulut yang terbuka.
            “Aaron, adikmu belum boleh memakan itu sayang,” ujar Alex akhirnya mengeluarkan suara dengan lembut. Sontak Aaron langsung menarik tangannya dari Grace. Astaga! Ia tidak ingin membunuh adiknya. Karena Grace tidak dibolehi memakan seres dengan cepat ia memasukinya pada mulut kecilnya. “Kau tahu mengapa? Karena dia belum memiliki gigi sepertimu dan ia belum cukup umur sepertimu,” jelas Alex yang membuat Aaron menggangguk.
            “Aku juga tidak ingin membunuh Grace. Aku suka mulutnya yang kecil, mommy,” ujar Aaron menyentuh bibir Grace yang dilumuri oleh air liurnya sendiri dengan jari telunjuknya. Aaron cekikikan, merasa geli karena menyentuhnya.
            “Kau dulu juga seperti ini blue bird,” bisik Justin yang tidak melihat air liur dari mulut Aaron lagi. Aaron hanya mengangguk. Entah mengapa Aaron tidak begitu banyak berbicara dengan Justin sejak ia menginjak umurnya yang keempat. Ia lebih banyak berinteraksi dengan ibunya. Namun Aaron selalu mendengar nasihat dari Justin juga. Well, mereka tidak begitu dekat karena Justin tidak begitu memiliki banyak waktu berbicara. Justin satu tahun terakhir ini selalu pulang di atas jam 8 malam. Sehingga saat Justin telah pulang, Aaron dan Grace telah tertidur. Yep. Aaron dan Grace tidur dalam satu kamar. Tiap malam Aaron selalu mencium pipi Grace sebelum ia tidur. Dan jika tiba-tiba ia tidak dapat tidur malam-malam, ia dengan kuatnya mendorong tempat tidur Grace yang tidak memiliki roda itu agar dekat dengan tempat tidurnya. Setelah itu, ia akan memegang tangan Grace yang mungil dari sela-sela ruas yang berguna untuk Grace agar ia tidak terjatuh dari tempat tidurnya sendiri. Setelah itu Aaron pasti akan tertidur. Ia benar-benar abang yang sangat baik.
            “Well, aku sedikit iri dengan kalian bertiga,” ujar Alex yang membuat Aaron melemparinya lagi dengan seres. “Aaron, berhentilah. Mommy sedang ingin berbicara sayang,”
            “Baiklah. Mengapa mommy iri dengan kami?” tanya Aaron yang semakin lama semakin pintar berbicara. Tentu saja. Ia telah bersekolah. Untunglah hari ini adalah hari Sabtu. Sehingga Aaron libur.
            “Mommy tidak memiliki mata seperti kalian. Kadang mommy takut kalian bertiga menatap mommy dengan tajam. Uh, mommy sepertinya kalah telak untuk melawan kalian,”
            “Oh? Benarkah? Sepertinya tidak untukku, mommy. Aku tidak menatapmu tajam di sini. Tapi di kamar,” ujar Justin, menggoda Alex. Sontak Alex tertawa dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia mengabaikan perkataan Justin karena ia merasa tidak enak ada dua anak kecil di hadapannya. “Well, hari ini sepertinya kita akan pergi,” lanjut Justin merasa terabaikan.
            “Kemana daddy? Aku ikut,” ujar Aaron, tidak begitu tertarik. Tapi ia memang ingin ikut. Jari telunjuknya memainkan bibir Grace yang mungil itu sambil ia memberikan wajah konyolnya pada Grace. Membuat Grace tertawa-tawa dan menggerak-gerakan tangannya untuk menarik rambut Aaron, tapi ia tidak dapat meraih rambut abangnya.
            “Well, rahasia. Kau juga harus ikut mommy. Kau tidak bisa selamanya tinggal di dalam rumah ini. Mengerti mommy?” tanya Justin terdengar tegas. Tidak ingin membantah, Alex langsung mengganggukan kepalanya. Yep. Mereka akan pergi. Ke masa lalu Justin.

***

            Kedua tangan Alex sedang menggendong Grace yang tertidur dengan damai. Tangan Aaron terus dipegang oleh Justin setelah mereka berempat turun dari dalam mobil. Well, Jordy masih bekerja dengan Justin. Jordy adalah tipe orang yang setia pada seseorang. Itu adalah hal yang sangat bagus. Mereka sedang berada di sebuah pemakaman. Pemakaman yang belum pernah Alex datangi. Pemakaman ini benar-benar membuat Alex penasaran, mengapa Justin mengajaknya ke pemakaman tiba-tiba? Apa ia ingin memberitahu sesuatu yang selama ini Justin rahasiakan? Yang akan membuatnya bergidik ketakutan? Ah tidak! Justin adalah orang yang baik. Lalu mereka berhenti di depan dua pemakaman yang bersebelahan. Aaron mendongakan kepalanya, merasa bingung mengapa ayahnya membawa mereka ke sini. Namun Ia tidak berniat untuk bertanya.
            Alex melihat pada nama yang tertulis di bawah patung salib. Ibu dan ayah Justin. Oh? Inikah pemakamannya? Mengapa Alex tidak pernah berpikir tentang ini sebelumnya? Mengapa ia tidak pernah bertanya tentang orang tua Justin? Yeah, karena ia berpikir hanya bibi Ayreen yang dimiliki oleh Justin. Bibi Ayreen juga telah meninggal. Kali ini Justin tidak membawa apa pun di hadapan orang tuanya. Well, memang ia tidak pernah memberikan bunga pada almarhum orang tuanya. Hanya bibi Ayreen. Namun kali ini ia tidak membawa bunga untuk bibi Ayreen juga. Sudah satu tahun lebih Justin tidak pernah menyinggung permasalahan ini pada Alex. Tidak pernah, sekali pun. Ia masih takut dengan respon apa yang akan Alex berikan. Ia masih membenci orang tuanya sendiri. Ia percaya akan adanya Tuhan sekarang. Sejak ia mengucapkan janji nikah pada Alex, ia percaya bahwa Tuhan ada. Jika tidak ada Tuhan, ia tidak akan pernah bertemu dengan malaikat seperti Alex. Ia benar-benar terberkati.
            Alex menghempaskan nafasnya begitu saja setelah ia menariknya lalu tangan kanannya menyentuh lengan Justin dan tersenyum. Mata mereka bertemu, kali ini Alex memberikan tatapan penuh arti. Ceritakanlah. Itu adalah tatapan Alex yang penuh kelembutan.
            “Aku membenci mereka,” bisik Justin. Alex tidak terkejut. Ia tidak sama sekali terkejut. Ia mengharapkan kelanjutan penjelasan Justin yang lebih spesifik. “Kau tahu aku, Alex. Aku seorang yang suka membalas dendam. Aku selalu tertawa tiap kali aku datang ke tempat ini. Menertawakan kepergian mereka yang sia-sia. Aku yang menanggung semua ini. Sebenarnya, aku tidak ingin melakukan ini. Ini hanyalah suruhan dari bibi Ayreen. Aku takut mengakui bahwa aku membenci orang tuaku sendiri. Aku ditinggalkan. Aku terkucilkan. Kebencianku tiap hari pada mereka semakin bertumbuh, Alex,” jelas Justin lalu menarik nafas.
            “Aku takut jika kau memintaku untuk memaafkan mereka. Aku tidak mungkin akan menjadi orang serendah itu. Tidak akan pernah, mungkin. Aku mengakui ini karena aku ingin, apa yang kurasakan juga kaurasakan. Apa yang sedang terjadi padaku, kau juga harus tahu. Tidak ada rahasia dipernikahan ini Alex,” ujar Justin menyelesaikan ceritanya. Perasaan Justin kali ini lebih lega dibanding perasaan sebelumnya.
            “Justin. Kau tahu diriku. Kau tahu aku berasal dari mana. Kau tahu aku anak terbuang, tapi aku tidak pernah membenci kedua orang tuaku. Mereka membuangku. Mereka tidak ingin mengakui keberadaanku. Aku merasa Tuhan itu tidak adil saat aku masih remaja. Percaya padaku Justin, memaafkan lebih baik. Pasti ada alasan dibalik kebencian mereka terhadap dirimu. Sama seperti kau membenci mereka. Tapi jangan samakan dirimu dengan mereka, Justin. Aku tahu kau adalah lelaki yang baik dan mudah memaafkan. Bagaimana pun, ia adalah orang tuamu. Kau ada karena mereka. Tanpa mereka, aku tidak akan pernah melihat lelaki setampan dirimu,” ujar Alex, menjelaskan perasaannya. Benar katanya. Justin hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tak percaya istrinya akan berbicara seperti itu. Justin melepaskan tangan Aaron lalu menarik kepala Alex dan mencium keningnya lalu bibirnya.
            “Inilah salah satu alasan mengapa aku mencintaimu Alex,” bisik Justin, terberkati.


***

            Lampu kamar itu tidak menyala. Ruangan itu tampak remang-remang dari luar. Di dalam sana, dua orang insan sedang membuat suara yang aneh. Membuat orang-orang pasti penasaran dengan apa yang mereka lakukan di sana. Di dalam kamar itu, sprei putih yang awalnya rapi sekarang telah berubah menjadi sprei yang tak beraturan. Kedua tangan wanita itu meremas sprei itu dengan erat sedangkan tubuhnya menungging. Kepalanya tertunduk ke bawah sehingga rambutnya menjuntai dengan indah. Matanya terpejam dengan erat dan ia terus mendesah-desah merasakan sesuatu yang benar-benar membuatnya melayang. Lelaki yang berada di bawahnya sedang memainkan bagian bawah tubuh wanita ini dengan buas. Kedua tangannya yang besar itu menangkup kedua paha wanita ini dengan kencang. Bahkan sekarang paha itu berubah menjadi warna merah muda.
            “Oh, Justin! Aku sudah tidak tahan lagi, daddy,” jerit Alex menjatuhkan kepalanya ke atas tempat tidur. Lalu ia menjerit kencang.
            “Oh yeah, ini dia sayang. Siapa daddy-mu sekarang baby? Katakan padaku,” ujar Justin, memaksa.
            “Kau –ah! Kau Justin! Ooh, daddy! Kumohon, lututku daddy,” desah Alex tak tahan. Seluruh getaran pada tubuhnya membuatnya mengeluarkan cairan ke bagian bawah sana, membuat Justin yang sedang menghisap bagian bawah Alex semakin bersemangat. Mengemutnya dengan sensasi yang luar biasa. Sebisa mungkin Alex tidak ambruk ke bawah, tidak ingin menindih kepala Justin. Mengapa Justin harus memiliki lidah yang benar-benar ahli untuk membuat wanita berorgasme? Lalu Justin menghilang dari bawah tubuh Alex dan menarik tangan kanan Alex agar Alex membalikan tubuhnya. Keringat mereka benar-benar memanasi ruangan ini.
            “Kau lelah sayang? Siapa ayahmu sayang? Beritahu aku, sekarang,” bisik Justin mengelap keringat Alex dengan tangannya lalu mencium wajah Alex berkali-kali. “Siapa sayang? Aku bersedia menjadi ayahmu. Kau harus dihukum,”
            “Oh, kau ayahku Justin. Jangan hukum aku. Apa salahku?” tanya Alex menarik rambut Justin agar menghindar dari wajahnya agar tidak terus dicium. “Aku bisa menjadi anak yang baik ayah,” bisik Alex, memohon pada Justin untuk tidak menghukumnya. Tatapan mata Alex benar-benar membuat Justin iba. Sebenarnya, Justin ingin menghukum Alex dengan cara memberikannya orgasm terus menerus hingga Alex benar-benar lelah. Namun melihat matanya yang memohon pada Justin, membuat Justin kasihan dan tak sampai hati untuk melakukannya. Ia bersedia melakukan hubungan badan berdiri dengan Alex.
            “Kau berjanji akan menjadi anak yang baik?”
            “Mhmm,”
            “Berdiri dari tempat tidur. Posisikan dirimu di tembok, berbalik ke arah sana. Aku tidak akan menghukummu, kali ini. Kau menang. Lain kali, tidak ada lagi,” ujar Justin dengan tegas. “Kau benar-benar seksi sekarang, sayang,”
            “Mhmm,”
            “Jadilah anak yang baik untuk ayah. Cepatlah!” suruh Justin kali ini lebih tegas. Dengan cepat Alex bangkit dari tempat tidur dengan tubuhnya yang telah polos. Tubuh Justin juga telah polos dengan ototnya yang kekar, sama seperti yang di bawahnya. Telah berdiri dengan tegak dan keras. Sangat keras. Bahkan ia hampir berorgasm hanya karena memberikan kenikmatan untuk istrinya. Ia melihat-lihat istrinya yang telah membalikan tubuhnya pada tembok dengan ..tatto mawar yang berada di pinggang bagian belakangnya. Kelihatan begitu seksi. Justin yang menyuruhnya untuk mentattokan tubuhnya. Tubuh yang benar-benar indah. Tidak sabar Justin ingin memasukinya dari belakang, lagi. Apalagi dengan posisi berdiri. Dengan posisi seperti ini Justin merasa miliknya masuk lebih dalam. Tak ingin membuang-buang waktu, Justin berdiri dari tempat tidurnya lalu menghampiri Alex.
            Tubuh mereka bersentuh. Alex dapat merasakan sesuatu di bawah sana. Justin dengan lembutnya menyentuh kedua tangan Alex dari lengan hingga tangannya dengan halus. “Kau tahu, aku selalu mengagumi tubuh indahmu. Apalagi dengan tattoo itu. Kau tampak lebih seksi,”
            “Mhmm,”
            “Jadi anak yang baik?”
            “Ya, daddy,”
            “Bersiaplah sayang, karena waktu kita singkat,” ujar Justin yang kakinya mendorong kaki Alex agar terbuka lebih lebar lagi. Dengan lembutnya Justin langsung memasuki ereksinya pada tubuh Alex, membuat Alex tersentak pada tembok. “Oh daddy!” teriak Alex memejamkan matanya. Pipinya yang putih itu bersentuhan dengan temboknya saat Justin dengan pelan memasukan miliknya ke dalam tubuh Alex.
            “Ah yes! Baby! That’s it! You’re so tight,” erang Justin yang terus memaju-mundurkan tubuhnya pada Alex. Alex mendesah dan Alex tak tahu apa yang harus ia remas sekarang untuk menahan rasa nikmat ini. Oh siapa pun! Tolong aku! Jerit Alex dalam hati.
            “Daddy, aku berjanji padamu. Aku tidak akan –ah, daddy!”
            “Yes, baby yes! I hear you babe, I hear you. Here we go!” ujar Justin yang berhenti sejenak lalu ia memposisikan tubuh Alex lebih menundukan dan tubuhnya lebih tegap. Lalu Justin memegang kedua bahu Alex agar ia dapat memaju-mundurkan tubuhnya lebih kencang. Beberapa detik ia telah memposisikan tubuhnya, sontak Justin mulai memasukan ke dalam tubuh Alex dengan cepat. Membuat Alex cukup terkejut dan menjerit keenakan. Merasa tak puas memegang bahu Alex, dengan cepat Justin meremas dada Alex yang menggantung karena besar. Oh, tentu saja! Ia memiliki asi di sana!
            “Oh tidak daddy! Jangan itu! Itu untuk –GRACE!” Alex berteriak saat Justin semakin mempercepat gerakan. Bahkan brutal. Dadanya diremas oleh Justin dengan keras, membuatnya ingin mencapai pada orgasmnya. “Oh, ini dia sayang! Daddy datang,” ujar Justin lalu ..satu, dua, tiga!
            “Oooh!” desah mereka berdua mendapatkan pelepasan bersama-sama. “Ah,” desah Alex saat Justin langsung mengeluarkan miliknya.
            “Kemarilah sayang,”
            “Tidak Justin, aku tidak mau,”
            “Oh baby, kau harus melakukannya,” ujar Justin memaksa.

***

~ 16 tahun kemudian ~

            “Ceritakanlah padaku,” ujar lelaki yang memiliki mata harimau itu dengan lembut. Rambutnya yang sedikit panjang itu menjuntai dengan indah di atas alis matanya yang tebal. Lelaki ini sungguh tampan. Kepribadiannya di masa kecil benar-benar berbanding terbalik dengannya yang sekarang. Ia lebih pendiam. Ia lebih bijaksana. Dan ia adalah penjaga anak yang baik. Ia adalah Aaron. Aaron Bieber yang telah berubah menjadi lelaki yang ..sama seperti ayahnya dulu. Ia sedang menanggapi adiknya yang masih berumur 16  tahun itu. Banyak anak sekolah memberitahu Aaron tentang lelaki yang meniduri Grace, adiknya.
            “Ceritakanlah padaku, Grace. Aku akan memukulnya hingga ia meninggal. Aku serius. Aku tidak berbohong. Dia telah menyakitimu, maka ia juga akan mendapatkan kesakitan,”
            “Oh, Aaron. Jangan seperti itu. Mengapa kau seperti daddy? Jangan seperti itu,” keluh Grace yang menepuk keningnya dengan lemah. Ia sedang berada di atas tempat tidurnya yang empuk bersama dengan abangnya. Well, Grace mendapatkan sifat ibunya yang memaafkan.
            “Grace. Aku pernah memberitahumu sebelumnya. Jika ada yang menyakitimu, aku akan mematahkan penisnya yang kecil itu, beritahu aku sekarang atau aku yang mencaritahunya sendiri, lalu akan kupatahkan penis itu tepat di depan wajahnya,”
            “Oh Aaron! Kau sangat menjijikan!” keluh Grace.
            “Jadi, beritahu aku,”
            “Baiklah-baiklah, akan kuberitahu. Apa kau berjanji tidak akan menyakitinya?”
            “Aku tidak bisa dengan itu, beritahu aku sekarang. Waktumu hanya tiga detik,”
            “Well..”
            “Satu,”
            “Dia..”
            “Dua..”
            “Blake.”
            “Tiga. Dia mati sekarang.”


***

            “Tidak, aku tidak mencintainya,” ujar lelaki bermata harimau itu dengan suara beratnya. Ia mengiggit kedua ibu jarinya yang berdempetan karena tangannya yang terlipat. Ia tidak berani melihat wanita yang berada di hadapannya. Wanita yang begitu sayangi, ia tidak akan pernah membiarkan seorangpun dapat menyakiti wanita ini. Meski sebenarnya, ia tahu kalau ia tidak memiliki kontak batin dengan ibu yang berada di depannya. Ibunya sangat cantik. Ia menyayanginya, selamanya. Ibu yang memiliki mata biru itu menatap lelaki ini dengan lembut.
            “Aaron, kau tidak perlu berbohong,” sela ibunya memegang tangan besarnya. “Well, kau mirip dengan ayahmu. Tidak ingin mengakui sesuatu yang seharusnya diakui, kau mengerti itu?” suara ibunya benar-benar lembut.
            “Aku tidak mencintainya, ya Tuhan. Peepee. Aku benar-benar tidak percaya kau memaksaku seperti ini. Demi Tuhan, tidak,” lelaki ini menarik tangannya dari tangan Peepee-nya dengan cepat sambil terkekeh. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang ditumbuhi oleh rambutnya yang memiliki panjang kira-kira 5 cm dengan warna yang sama dengan rambut ayahnya. Ibunya tertawa pelan lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka sudah sering berbicara seperti ini. Di sebuah kamar anak lelakinya yang telah bertumbuh menjadi lelaki yang dewasa, ia sudah terbiasa berbicara empat mata dengannya.
            “Lalu mengapa kau terlihat begitu perhatian dengannya? Maksudku saat ia datang ke rumah, menyapaku dengan Justin, lalu tersenyum dengan ramah. Begitu sopan. Dan kau tahu apa yang tidak pernah kukira selama ini? Kukira kau tidak akan tersenyum setelah kau keluar dari kamar. Tapi lihat? Kau tersenyum saat ia datang,” jelas Peepee.
            “Tidak, itu salah, mom. Tolonglah jangan memojokan anakmu seperti ini. Karena sungguh, itu tidak lucu. Dan aku tidak pernah ingin berpacaran,”
            “Mengapa? Mengapa kau tidak ingin berpacaran?”
            “Karena aku ..aku tidak percaya dengan yang namanya menjalin hubungan. Aku tidak mahir. Kau lihat sendiri dengan gayaku seperti ini,” jelas Aaron, anak dari Peepee ini pasrah. Alex atau yang biasa dipanggil Peepee oleh Aaron ini menyipitkan matanya. Mata birunya menatap tajam Aaron, mencari-cari apa yang anaknya sembunyikan. Lalu ia tersenyum kecil, ia tahu apa yang Aaron sembunyikan darinya. Sialan!
            “Kau mendengar cerita dari ayahmu. Aku tahu. Kapan?” tanya Alex, mengetahuinya.
            “Sudah lama. Lama sekali. Sejak aku berumur 17 tahun kurasa,” suara Aaron yang serak-berat itu terdengar sangat seksi. Alex terdiam sejenak. Anaknya tidak memberitahunya selama 5 tahun? Oke, Alex harus mengakui bahwa Aaron adalah penyimpan rahasia yang hebat. Aaron bahkan tidak memperlihatkan ciri-cirinya menyukai wanita atau menyimpan rahasia! Sial. Dan Justin? Suaminya sendiri, suami dari Alexis, tidak menceritakan padanya bahwa ia –Justin—telah bercerita tentang masa kelamnya terhadap anak lelaki satu-satunya? Alex mendecak kesal dan memukul lututnya.
            “Mom. Pergilah. Aku tidak ingin diintropeksi seperti ini,” usir Aaron, malas. Di atas tempat tidurnya yang besar, Aaron yang tadinya terduduk langsung membaringkan tubuhnya. Alex yang terduduk di atas kursi goyang milik Aaron –yang biasa dipakai kalau Aaron sedang bermalas-malasan—itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Mom, apa kau bisa memanggil Grace?”
            “Dia tidak ingin menemuimu, kau tahu. Kau telah mematahkan penis lelaki itu dua tahun lalu dan itu membuatnya marah sekali denganmu. Selama dua tahun. Apa itu terdengar keren bagimu anak muda?”
            “Yeah, sangat keren. Kumohon bujuk dia untuk berbicara denganku. Aku telah berkali-kali meminta maaf padanya. Tapi dia selalu mengurung diri di kamarnya bahkan ia tidak menyapaku saat di ruang makan!” Aaron meremas rambutnya lalu ia memeluk bantal kepalanya. “Kumohon?” Aaron menatap ibunya yang telah berdiri dengan tatapan memohon. Alex menatap Aaron dengan tatapan yang penuh dengan kelicikan. Senyumnya miring, ia tahu apa yang akan ia lakukan pada anak lelakinya.
            “Apa? Mengapa kau tersenyum seperti itu padaku?” Aaron mulai tersenyum, namun matanya menatap ibunya hati-hati dan curiga. Alex melangkah maju pada tempat tidurnya lalu duduk di sisinya.
            “Aku akan memanggil Grace untuk berbicara denganmu lagi,” ujar Alex, lalu ia menarik nafasnya membuat Aaron terkesiap. “Asalkan …”
            “Oh Tuhan, aku tahu ini! Aku tahu ini!” Aaron bangkit dari tempat tidur hingga ia terdudukd an memukul-mukul udara dengan kesal. “Aku tahu ini. Kau selalu bersikap licik padaku. Mommy, tolonglah, jangan siksa aku seperti ini,”
            “Tidak, aku tidak menyiksamu. Hanya saja aku ingin bertanya,”
            “Baiklah. Apa itu?” Aaron bertanya dengan nada suara yang malas.
            “Well, siapa yang kaucintai sayang? Aku tidak akan menyinggung ini lagi,”

            “Grace.” 

3 komentar:

  1. Baca ini tuu... sesuatu. hehehe

    BalasHapus
  2. Kenapa belum di nextt?? ayolahh apa aku boleh menyimpan cerita mu ini??

    BalasHapus
  3. Wah aaron suka sama adiknya sendiri😂 ,next pleaseee!!! Kenapa ga diposting di wattpad aja banyak yang suka loh

    BalasHapus