“Ap-apa
yang sedang kaubicarakan?” Justin bertanya dengan suara yang tidak pernah Alex
dengar sebelumnya. Wajah Justin benar-benar kikuk. Apa-apaan yang Alex sedang
bicarakan? Ia memiringkan kepalanya ke salah satu sisi lalu menggaruk-garuk
tengkuknya yang tak terasa gatal itu. Ia benar-benar gugup dengan ucapan Alex.
Alex menelan ludahnya, sama gugupnya dengan Justin. Tangannya yang menggenggam
alat tes kehamilan itu ia julurkan pada Justin lalu membuka telapak tangannya.
Positif. Justin bisa melihatnya dengan jelas di sana. Lalu Justin terkekeh
pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Jelas sekali Justin tidak percaya
dengan kehamilan Alex yang benar-benar mendadak. Mengapa harus terjadi di saat
mereka sedang berada dalam sebuah masalah terberat bagi keduanya? Rasanya ini
tidak adil. Alex menarik tangannya lalu menggigit pipi dalamnya. Ia sudah tahu
Justin tidak akan bertanggungjawab atas kehamilannya. Ia tahu ia akan ditolak kembali oleh Justin. Meski
sebenarnya, ia ingin Justin mengakui janin yang berada di dalam perutnya adalah
anak dari Justin. Alex tidak pernah berhubungan dengan siapa pun selain dengan
Justin. Bagaimana cara Alex membicarakan ini pada orang tuanya? Haruskah ia
berkata jujur kalau ia hamil di luar nikah? Alex menundukan kepalanya.
Pikiran
Justin juga sama dengan Alex. Memikirkan apa yang harus ia lakukan selain
bertanggungjawab atas Alex. Di satu sisi, ia senang karena ia akan menikah
dengan Alex atas kehamilan Alex. Namun di satu sisi juga ia takut dengan
kehamilan Alex. Bagaimana jika Alex tidak berhasil menjalankan proses
kelahirannya nanti? Dia bahkan tidak pernah berurusan dengan wanita hamil!
Tidak sekalipun. Justin menganggap ini hanya sebuah lelucon. Tidak mungkin
terjadi secepat ini. Keheningan di ruang tamu apartemen Alex benar-benar
membuat suasana semakin intens. Justin menarik nafasnya, memperhatikan
gerak-gerik Alex.
“Ini
seperti lelucon,” bisik Justin, tidak percaya. Alex mendongak lalu menatap
Justin juga tidak percaya. Apa-apaan yang sedang lelaki sialan ini bicarakan?
“Apa
tujuanku untuk membuat lelucon ini Justin? Aku sedang tidak ingin melihatmu
tertawa,”
“Ini
sungguh ..mengejutkan. Ap-apa itu benar-benar anakku, Alex?” Justin bertanya
dengan penekanan di setiap kata yang meluncur di mulutnya. Entah mengapa, kata-kata
Justin yang terucap tadi benar-benar membuatnya terhina sekali. Ia seperti
direndahkan oleh lelaki yang ia cintai sendiri. Mengapa rasanya ..Justin tidak
pernah menyaringkan kata-kata yang harus ia keluarkan? Tentu saja ini adalah
anaknya! Anak siapa lagi jika ini bukanlah anak Justin? Alex tidak pernah
berhubungan dengan orang lain selain Justin.
“Mengapa
kau bertanya seperti itu? Mengapa aku harus memberitahumu kalau aku hamil?”
emosi Alex sekarang benar-benar berkumpul. Sedih, marah, dan senang bercampur
aduk menjadi satu. Sedih karena Justin tampaknya tidak menginginkan anak ini.
Marah karena Justin tidak percaya bahwa ini adalah anaknya sendiri. Senang
karena ini adalah anak yang sedang ia kandung adalah anak dari seorang Justin.
“Kau bilang sebelumnya, kau ingin memiliki anak dariku,”
“Alex
..”
“Kau
tidak menginginkan anak ini? Kau ingin menggugurkannya?”
“Ya
Tuhan, Alex! Tidak! Astaga, tidak!”
“Lalu,
mengapa?” nada suara Alex menuntut kali ini. Mata mereka kali ini bertemu,
ludah Justin membuat tenggorokan Justin sedikit lebih licin.
“Aku
tidak pernah berhubungan dengan wanita hamil sebelumnya,” bisik Justin. Tidak
membuat Alex tersentak, justru hati Alex meleleh seketika.
***
Justin
memegang tangan Alex dengan erat saat mereka berdua menuruni tangga ruang bawah
tanah. Sebelum Alex masuk, ia dipakaian masker oksigen –seperti topeng—agar ia
dapat bernafas di ruang bawah tanah. Ia dipakaikan baju lengan panjang, celana
panjang dan sepatu boots agar tubuh Alex tidak terkontaminasi oleh orang-orang
yang berada di ruang bawah tanah. Lampu gantung bergoyang-goyang saat kaki
mereka telah berpijak di ruang bawah tanah. Tangan Justin memegang tangan Alex
semakin erat.Bahkan Alex memakai sarung tangan! Seberapa sayangnya Justin
terhadap Alex benar-benar perubahan yang besar bagi Jordy. Tentu saja! Jordy
tidak pernah melihat Justin menyuruh Caitlin, Candice bahkan Weronika untuk
memakai pakaian yang tertutup sebelum masuk ke dalam ruang bawah tanah. Dan
bahkan, ini benar-benar di luar dugaan Jordy. Awalnya ia ingin mendatangi
apartemen besok setelah ia mengantarkan Justin ke tempat kerjanya, namun tanpa
harus ia lakukan, Alex sekarang telah berada di ruang bawah tanah. Luar biasa!
Alex
mendengar suara lenguhan-lenguhan dari para wanita di ruang bawah tanah ini. Ia
menatap Justin di balik maskernya, mengapa Justin bisa melakukan ini? Beberapa
tumpukan kain berwarna merah berada di setiap selnya. Membuat Alex ingin muntah
melihatnya, meski ia tidak mencium baunya. Kakinya melangkah terus masuk ke dalam
untuk melihat yang lain. Ada seorang wanita yang meringkuk, sedang menangis di
dalam sel. Ya Tuhan. Justin benar-benar kejam.
“Mengapa
kau melakukan ini?” tanya Alex, dengan suara yang berbeda.
“Aku
membalas dendam, seperti yang kukatakan sebelumnya,”
“Siapa
kau?” suara seorang wanita yang parau terdengar di sebelah kanan sel. Mata
wanita itu menatap Alex layaknya kanibal yang telah mendapatkan manusianya.
“Selamatkan aku, kumohon,” lirih wanita itu, memegang jeruji besi yang
membatasi mereka Berani-beraninya wanita ini meminta pertolongan pada orang
baru untuk mendapatkan kesempatan dalam kesempitan? Wanita ini mungkin telah
putus asa dalam hidupnya. Pft. Tentu
saja wanita ini telah lelah hidup! Untuk apa ia hidup dalam sebuah sel yang
mengurungi dirinya selama berbulan-bulan? Alex terdiam. Ia tidak dapat
mengatakan apa-apa. Untunglah. Justin bersyukur dalam hatinya.
“Justin,
kau harus menghentikan semua ini,”
“Mengapa?”
“Mengapa
kau tidak dapat memaafkan orang lain sedangkan Tuhan dapat memaafkan orang
lain?”
“Aku
tidak percaya akan adanya Tuhan,” ujar Justin yang membuat Alex tersentak
setengah mati. Apa-apaan yang sedang Justin bicarakan? Bagaimana Justin dapat
menikah? Tidak! Alex ingin menikah diberkati oleh seorang pendeta di suatu
gereja. Alex ingin menikah di hadapan Tuhan. Justin ..mengapa dia tampak begitu
..ya Tuhan. Ini sungguh sulit. Begitu banyak yang belum Alex ketahui tentang
Justin. Mengapa rasanya Justin memiliki hidup yang benar-benar suram. Alex
tertegun. Siapkah dia menikah dengan Justin. Menerima kekurangan Justin? Alex
tidak percaya kalau Justin tidak percaya akan adanya Tuhan. Tidak ingin
merespon ucapan Justin, kembali mereka menyusuri sel-sel penjara ruang bawah
tanah ini. Saat Alex melihat seorang wanita yang sedang datang bulan dengan
kain putih berada di tangannya dan diposisikan di antara kedua kakinya untuk
menahan darahnya yang mengalir, Alex menghentikan langkahannya. Ia benar-benar
merasa mual. Mengapa Justin benar-benar tega dengan wanita-wanita ini? Ini
tidak bisa Alex diamkan. Bagaimana pun juga mereka adalah manusia. Merasa
terkejut, Alex langsung membalikan tubuhnya pada Justin lalu kedua tangannya
bergemetar memegang kedua bahu Justin. Air matanya tiba-tiba saja mengalir
setelah ia telaah baik-baik akan apa yang telah ia lihat. Bagaimana jika Justin
melakukan semua ini padanya jika Justin tidak mencintainya? Ia tidak dapat
membayangkan bagaimana hidupnya yang akan sengsara di ruang bawah tanah ini.
Ini tidak bisa Justin lanjutkan. Ini terlalu berlebihan. Ia tahu bagaimana
perasaan wanita-wanita itu. Terkurung dalam kesakitan yang mendalam.
“Justin,
kumohon. Bebaskan wanita ini,”
“Mengapa
aku harus melakukan itu?”
“Apa
kau pernah berpikir aku akan dilakukan seperti ini oleh orang lain? Kumohon.
Apa kau tidak iba melihat wanita itu harus menahan rasa sakitnya di dalam sana?
Ini sungguh membuatku takut padamu,” jelas Alex meremas bahu Justin,
benar-benar ketakutan berada di dalam sini. Ia harus cepat-cepat keluar.
Matahari belum terbit. Alex pergi dari apartemen Brad dan meninggalkan surat
untuk Brad bahwa ia kembali ke rumah Justin. Jam masih menunjukan pukul 4
subuh. Tubuh Alex benar-benar merasa lemah dari tadi ditambah lagi dengan
tontonan seperti ini membuat kakinya tak dapat bergerak.
“Kumohon,”
bisik Alex lagi. Kakinya tak dapat menahan tubuhnya lagi, sontak ia memeluk
Justin saat ia ingin terjatuh. Tak ingin mengambil resiko, dengan segera Justin
menggendong Alex. “Bebaskan mereka,”
“Aku
akan memikirkannya nanti,” ujar Justin, tegas.
***
Justin
dan Alex menghimpit tubuh Aaron yang mungil di atas tempat tidur Aaron yang
cukup muat untuk mereka. Nafas mereka teratur begitu tenang dan damai. Aaron,
sebagai anak kecil, menempatkan kakinya pada perut Alex yang telah diisi oleh
seorang calon manusia yang akan lahir sebagai adiknya. Tangan mungil Aaron
menyentuh dada Alex, tak sadar, tentu saja. Sedangkan tangan Justin yang besar
berada di perut Aaron yang berukuran lebih besar sedikit dari lebar tangannya.
Matahari telah menyambut mereka beberapa jam yang lalu, namun mereka belum
bangun juga. Terlebih lagi untuk Alex dan Justin yang tidak tertidur semalaman.
Membicarakan masa depan mereka dan masa lalu mereka. Alex belum menerima
lamaran Justin untuk yang kedua kalinya. Penjelasan Justin tentang ia tak percaya
akan adanya Tuhan membuat Alex prihatin dengan Justin. Andai Justin percaya
akan adanya Tuhan, pasti kehidupannya akan lebih baik. Sama seperti Alex yang
memiliki kehidupan yang lebih baik sebelum ia bertemu dengan Justin. Jam telah
menunjukan pukul 10 pagi. Caitlin, Candice dan Weronika telah berada di ruang
keluarga, berbincang-bincang layaknya orang normal. Namun satu yang mereka
tidak sadari adalah kedatangan Alex tengah malam tadi. Tentu saja Weronika
tidak akan senang akan kedatangan Alex kembali! Awalnya Weronika senang karena
tidak ada Alex di rumahnya, meski sikap Aaron terhadapnya sama seperti saat
mereka di Inggris.
Kepala
Aaron bergerak-gerak sedikit, merasa terganggu akan sesuatu. Perlahan-lahan
matanya yang besar itu terbuka. Sebelum benar-benar terbuka, tubuh Aaron
menggeliat-geliat di tengah-tengah tubuh Alex dan Justin. Lalu ia mengerang.
“Daddy,”
erang Aaron yang membalikan tubuhnya pada Justin lalu memeluk ayahnya terlebih
dahulu sebelum ia benar-benar membuka matanya. Ia menempatkan kakinya di atas
paha Justin dan tangannya yang kecil di atas dadanya. Disusul dengan kepalanya
yang ia sandarkan pada lengan Justin. Pipinya menyembul di sana, sungguh manis
sekali. Beberapa detik ia memejamkan mata, ia membuka matanya seketika setelah
ia memiliki kekuatan untuk bangun. Ia mengedip perlahan-lahan dan berkali-kali
lalu menguap. “Daddy,” suara Aaron terdengar begitu parau. Ia tidak sadar Alex
berada di sebelahnya.
“Daddy,
bangun,” pukulnya pada dada Justin. “Daddy,” suaranya kali ini lebih kencang.
Merasa terabaikan oleh ayahnya, Aaron menelentangkan tubuhnya yang miring. Ia
memejamkan matanya lalu menguap kembali. Hening. Kembali ia membuka matanya.
Kali ini ia merasakan lengan halus bersentuh dengan lengannya yang berlemak.
Kemudian ia memutarkan kepalanya ke arah samping yang lain lalu ia tersenyum.
“Peepee,” suaranya kecil sekali. Hampir tidak terdengar.
Merasa
begitu senang, ia bangkit dari kasur lalu terduduk. Sebelum ia membangunkan
Peepee, ia mengucek matanya terlebih dahulu lalu menguap kembali dan tersenyum.
Tangannya yang kecil menyentuh perut Peepee-nya, berharap ini bukanlah mimpi
untuknya. Lalu ia menggoyang-goyangkan tubuh Peepee. “Peepee,” bisiknya.
“Peepee,”
bisiknya lagi. Namun tidak ada respon dari Alex yang memang benar-benar begitu
mengantuk untuk sekarang ini. Merasa tidak didengar, Aaron memposisikan
tubuhnya menungging lalu menempatkan kepalanya pada telinga Alex. Ia tersenyum
kecil. Oh Tuhan! Ia senang sekali akan kedatangan Alex! “Peepee, bangun,” bisik
Aaron di telinga Alex. Berkali-kali ia berbisik pada Alex, namun Alex tidak
bangun juga.
“Peepee!”
kali ini ia teriak di telinga Alex. Sontak mata Alex terbuka. Matanya yang
berwarna biru itu memerah akibat tidur yang kurang. Aaron tertawa-tawa melihat
Alex yang terkejut karena teriakannya. Ia menutup mulut dengan tangannya yang
kecil lalu melihat Alex yang masih terkejut karena teriakannya. “Aaron, apa
yang kaulakukan?” tanya Justin, suaranya benar-benar parau.
“Daddy,
Peepee kembali,” seru Aaron membalikan kepalanya pada Justin.
“Oh
blue bird. Biarkan Peepee beristirahat. Kau tampak cerah pagi ini sayang,” ujar
Justin berusaha selembut mungkin. Astaga. Untunglah Alex tidak memiliki sakit
jantung. Ketakutan Justin saat ia mendengar Aaron tertawa adalah Aaron memukul
perut Alex sehingga Aaron tertawa. Untunglah itu tidak terjadi. Bahkan sekarang
Justin telah terduduk karena terkesiap akan tawaan Aaron. Alex kembali
memejamkan matanya. Ia benar-benar lelah dan mengantuk. “Sssh, Peepee masih
mengantuk. Biarkan Peepee tertidur sebentar lalu kita kembali lagi. Mengerti?”
“Aku
akan membuatkan roti untuk Peepee. Ayo daddy,” ajak Aaron benar-benar
bersemangat. Pakaian tidur bergambar Mario Bross itu melekat di tubuh Aaron.
Dengan lengan panjang dan celana tidur yang panjang, membuatnya pagi ini
terlihat begitu lucu. Aaron menggeliat-geliat di atas tempat tidur agar ia
mencapai sisi tempat tidur. Terpaksa Justin bangkit dari tempat tidur meski
tubuhnya benar-benar merasa lelah. Kalau bukan karena Aaron, ia pasti sudah membunuh
orang yang telah membuatnya terbangun. “Ayo daddy!” tarik Aaron pada tangan
Justin saat ia telah berada di atas lantai, memaksa Justin untuk cepat-cepat
membuatkan Peepee-nya roti. Oh, ia akan membuat roti terbaik untuk Peepee! Pagi
ini ia benar-benar senang!
***
“Hey,
little boy. Mengapa hari ini kau tampak begitu senang sayang?” tanya Weronika
yang masuk ke dalam ruang makan, menemukan Aaron dan Justin yang sedang sibuk
dengan roti mereka. Wajah Aaron terus berseri-seri dan sudah ada beberapa roti
yang Aaron siapkan untuk Alex. Tentu saja Aaron begitu senang hari ini. Setelah
ia kehilangan Alex selama lebih dari satu hari, akhirnya ia mendapatkan Alex
kembali. Begitu membosankannya Alex tidak ada di rumahnya. Tidak ada yang ingin
bermain pedang-pedangan lagi dengannya. Tidak ada lagi yang ingin bermain petak
umpet bersama dengannya. Bahkan tidak ada yang menyambutnya di pagi hari dengan
jari-jarinya berada di puting yang berwarna merah muda. Weronika menghampiri
Aaron dan mengelus kepalanya.
“Mommy!”
erang Aaron tidak suka di sentuh. Sontak Wero menarik tangannya dari kepala
Aaron. Ia menatap Justin dengan penuh tanda tanya di dalamnya. ‘Apa yang
terjadi?’. Justin menarik nafas, mencoba untuk berpikir, ia harus menceraikan
istri-istrinya sebelum ia menikahi Alex. Alex tidak akan menjawab Ya, jika ia
tidak menceraikan seluruh istrinya. Ia telah menyuruh Jordy untuk membuatkan
surat tuntutan cerai untuk seluruh istrinya. Entah kapan surat itu akan berada
di tangannya. Yang jelas, ia tidak sabar ingin menandatanganinya.
“Apa
yang terjadi?” tanya Weronika, akhirnya.
“Alex
kembali,” bisik Justin, cepat. Mata Weronika membulat seketika. Apa-apaan?
Seorang jalan sedang berada di dalam rumahnya? Ya Tuhan! Ia pikir wanita itu
telah lenyap dari kehidupannya, namun sekarang lihat? Aaron tampak begitu riang
akibat kedatangan wanita sial itu.
“Apa-apaan,”
Weronika menggeleng-gelengkan kepalanya. “Mengapa ia kembali?”
“Weronika,
kau tidak punya hak untuk mengatur siapa yang datang ke rumahku. Jadi diam dan
pergilah dari sini. Biarkan Aaron tenang dengan rotinya,” suruh Justin, menekan
tiap kata yang keluar dari mulutnya sekaligus menatap Weronika dengan tatapan
garangnya. Mendengus kesal, Weronika berpaling dari Aaron dan Justin lalu
keluar dari ruang makan. Mengapa ini harus terjadi pada kehidupannya? Ya Tuhan.
Setelah punggung Weronika menghilang dari balik tembok, Justin memerhatikan
gerak-gerik Aaron yang mulai lincah membuat sebuah roti –meski tangannya masih
belepotan dengan selai cokelat. Sambil melihatnya, Justin berpikir sejenak
dengan perkataan Alex. Mengapa kau tidak
bisa memaafkan orang lain sedangkan Tuhan dapat memaafkan orang lain?Ia
tidak percaya Tuhan sejak untuk yang kesekian kalinya ia dikhianati oleh para
wanita. Ia menganggap Tuhan tidak pernah adil pada dirinya. Mengapa ia tidak
pernah mendapatkan wanita yang tepat sebelum Alex? Ia ingin menikah muda. Ia
ingin menikah diumurnya yang kedua puluh dua. Namun sampai umurnya yang kedua
puluh delapan, Justin baru mendapatkan Alex. Wanita yang tepat untuknya. Apa ia
memang harus memaafkan para wanita di ruang bawah tanah itu? Haruskah ia
melakukannya? Apa dengan cara itu, ia dapat menarik Alex dalam pelukannya lalu
menjadikannya sebagai istri? Ia memang memiliki agama sejak ia kecil. Ia sering
pergi ke sekolah minggu bersama dengan bibi Ayreen saat ia masih SD. Namun
semakin ia beranjak dewasa, ia mendapatkan masalah yang semaki berat lalu ia
merasa ..Tuhan tidak pernah ada di sisinya. Namun ternyata ia salah. Ternyata
Tuhan telah memilih waktu yang tepat untuk memberikannya seorang wanita cantik
nan baik hati untuknya sekarang dari balik segala keterpurukannya. Terlebih
lagi sekarang ia akan segera memiliki bayi dari wanita yang benar-benar ia
cintai. Meski sebenarnya ia cukup gugup akan segera mendapatkan seorang anak
Sembilan bulan ke depan. Oh Tuhan. Apa yang harus ia lakukan?
“Daddy,”
suara Aaron membuyarkan lamunan Justin.
“Ya
sayang?”
“Aku
ingin memiliki adik perempuan,” bisik Aaron melipat rotinya yang ..entah ia
telah membuat berapa roti. Lalu dengan rapinya, ia menempatkan roti-roti itu di
atas piring. Justin tersenyum kecil lalu ia membungkukan tubuhnya pada Aaron.
“Apa itu daddy?” tanya Aaron berbisik saat kepala Justin berada di samping
kepalanya.
“Peepee
sedang hamil, kau tahu,” bisik Justin. Namun Aaron tidak mengerti. Apa itu
hamil? Apa yang sedang ayahnya bicarakan? Justin tersenyum kecil. Ia tahu
anaknya tidak mengerti apa yang ia bicarakan lalu kembali lagi ia berbisik. “Di
perut Peepee ada adik perempuanmu, kau tahu,”
“Benarkah?
Tapi mengapa ..mengapa ia berada di dalam perut Peepee?”
“Karena
ia belum memiliki mata, hidung, mulut sepertimu sayang,” jelas Justin menyetuh
mata, hidung dan mulut Aaron dengan jari telunjuknya. “Kau harus menunggu
selama Sembilan bulan,”
“Sembilan?”
tanya Aaron, terkejut. Angka itu sungguh jauh dengan angka satu! Ia berseru
dalam hati. “Apa itu lama daddy?” kembali Aaron bertanya. Justin mengangguk.
“Dan
..perut Peepee akan terus membesar. Jadi, Aaron jangan memukul perut Peepee.
Jangan mengajak Peepee berlari-lari. Mengerti?” tanya Justin dengan nada suara
yang tegas.
“Tapi
aku ingin bermain dengan Peepee lagi,” bisik Aaron, lesu.
“Hey,
kau ingin memiliki adik perempuan bukan? Berarti kau harus menjaga Peepee, tapi
jangan pukul perut Peepee dan mengajaknya berlari. Kau masih boleh bermain
dengan Peepee,”
“Aku
akan menamakannya Peepee,” bisik Aaron mengangguk dengan lemah. Bagus, bisik
Justin dalam hati. Kedua mata harimau itu saling bertemu lalu mereka saling
tersenyum. “Namanya akan menjadi Peepee bukan, daddy?” tanya Aaron ragu-ragu.
Justin menggelengkan kepalanya, membuat mulut Aaron cemberut. Mengapa bukan
Peepee saja? Pikir Aaron, polos.
“Well,
daddy pikir kita akan menamainya ..Grace. Bagaimana dengan itu?”
“Grace?
Aku menyukainya,” ujar Aaron senang. “Grace.” Ucapnya lagi.
“Ayo
kita bangunkan Peepee. Pasti dia sudah lapar!” seru Justin mengambil piring
yang berisikan roti buatan Aaron. Namun dengan cepat Aaron berteriak. Membuat
Justin menghentikan tangannya yang telah meraih piring itu.
“Aku
ingin membawanya!” ujar Aaron memanyunkan mulutnya lalu turun dari kursi meja
makan. “Buat Peepee,” seru Aaron mengambil piring dari tangan ayahnya, lalu tersenyum
senang.
***
“Terima
kasih telah melakukan ini untukku,” ujar Alex yang melihat satu per satu wanita
keluar dari gudang dengan penuh senyuman. Aaron yang berada di gendongannya
memakai masker oksigen agar dapat bernafas. Justin telah mengambil keputusan
yang bulat. Ini demi Alex! Seru Justin saat ia memberitahu Jordy untuk
membebaskan para wanita dari ruang bawah tanah itu. Alex juga memakai masker
oksigen, sama seperti Aaron dan Justin. Mereka berdiri beberapa meter dari
gudang agar jika Aaron tiba-tiba saja membuka masker oksigennya, ia masih dapat
bernafas.
“Ya,
aku melakukan ini memang untukmu,” bisik Justin menyipitkan matanya melihat
wanita-wanita itu memberikan wajah yang senang namun terlihat begitu lesu.
Justin membawa mereka ke rumah sakit atas perintah dari Alex. Ia bahkan tidak
pernah melakukan perintah dari siapa pun! Tapi Alex? Baiklah. Alex adalah
wanita pertama yang membuat Justin tunduk. Alex membuka masker oksigennya lalu
masker oksigen Justin sembarang arah.
“Apa?”
tanya Justin terkejut. Alex hanya menggelengkan kepalanya lalu menarik leher
Justin dan mengecup bibirnya di depan Aaron. Mata Aaron membulat lalu ia
berseru: “Ew! Daddy! Peepee!”
***
Anak
lelaki itu sedang bermain dengan ibu kesayangannya di atas karpet berwarna merah
tua di dalam kamarnya. Ia sedang memegang empat kartu di tangannya yang mungil
sedangkan bibirnya mengerucut, berpikir kartu mana yang harus ia pilih. Di
depannya, ia sedang berhadapan dengan seorang ibu muda dengan mata biru yang
juga memegang lima kartu di tangannya, melihat anak lelaki itu dengan tatapan
serius. Ia menggigit bibir bawahnya saat ibu jari dan telunjuk anak lelaki itu
mulai memegang sebuah kartu. Namun tiba-tiba anak lelaki itu menarik kembali
tangannya, menatap misterius pada ibunya. Lalu ia tersenyum miring.
“Aku
punya angka sembilan!” serunya sambil menaruh kartu kuning bergambar angka
sembilan di tengahnya. Ternyata mereka sedang bermain kartu UNO. Dan
..apa-apaan? Bagaimana bisa anak kecil ini menaruh kartu berangka sembilan sedangkan
kartu sebelumnya berangka 6 dengan garis di bawahnya? Itu tidak bisa! Tapi
Alex, ibunya, memakluminya. Ia harus mengalah.
“Whoa,
ternyata kau hebat,” ujar Alex. “Tapi
tidak cukup hebat,” seru Alex menaruh kartu Draw
Fouri di atas kartu kuning yang baru saja ditaruh oleh Aaron.
“Mommy
licik! Daddy tidak pernah memberikanku kartu itu,” ujar Aaron, tidak suka.
Ayahnya tidak pernah memberikannya kartu hitam dengan warna-warni di tengahnya
pada Aaron. Tapi mengapa sekarang Peepee memberikannya kartu seperti itu?
Sungguh sial. Mengapa ia harus mengambil empat kartu bodoh itu? Mendecak kesal,
Aaron mengambil beberapa kartu dari tumpukan kartu yang berada di hadapannya
yang terbalik, sehingga angka dan warnanya tidak terlihat.
“Well,
aku ingin memilih warna merah,” ujar Alex. Aaron melihat tujuh kartu yang
sekarang ia pegang. Merah, merah, merah. Ia berpikir, yang mana yang warna
merah? Mulutnya benar-benar basah saat ia menggumam kata ‘merah’. Lalu ia
tersenyum senang saat ia melihat satu kartu di tangannya ada yang berwarna
merah.
“Aku
punya!” serunya menjatuhkan satu kartu berwarna merah. Setelah Aaron berseru
kesenangan, pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka dengan kasar. Dua bola mata
berwarna hitam menatap Alex langsung dengan tatapan amarah yang meluap-luap.
Lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Weronika mendengus saat Alex yang
tiba-tiba saja memegang perutnya untuk melindungi janin yang berada di dalam
perutnya. Sontak Aaron menatap Weronika dengan tatapan muram dan jengkel.
Mengapa ibuku yang satu ini harus masuk ke dalam kamarku? Aku tidak ingin
menemuinya! Ia berujar dalam hati. Tangan kanan Wero sedang memegang sebuah
kertas tuntutan cerai dari Justin. Justin bahkan belum memberikan suart itu
dari Wero! Bagaimana bisa ia mendapatkannya? Dengan perasaan benci terhadap
Alex, Weronika melangkah cepat ke arah Alex lalu menampar pipi Alex dengan
kasar.
“Peepee!”
seru Aaron terkejut langsung saja ia melepaskan kartu yang berada di tangannya.
Ia sungguh terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat. “Peepee,” serunya kali
ini dengan air mata yang mulai membendung.
“Tidak!
Jangan sakiti Peepee,” serunya mendekati Alex. Ia menyentuh lengan Alex dengan
tangan mungilnya. “Peepee,” bisiknya lagi.
“Aaron,
pergilah dari sini sayang,”
“Tidak!
Kau telah memukul Peepee! Aku membencimu!”
“Apa
yang sedang kau permainkan di sini Alex –“
“Aaron,
bisa kau keluar dari kamar sebentar sayang?” tanya Alex dengan lembut pada
Aaron. Dengan patuh Aaron menggangguk, namun sebelum ia berdiri dari tempatnya
ia menatap terlebih dahulu Peepee dengan yakin. Apa Peepee akan baik-baik saja?
Lalu ia kembali mengangguk pada Peepee-nya dan bangkit pergi dari karpet merah
yang ia pijak. Kakinya yang mungil dengan cepat berlari dari kamarnya dan
menutup pintu kamarnya dengan pelan. Melihat Aaron telah keluar dari kamar,
Alex berusaha untuk bangkit dari karpet. Entahlah, umur kandungannya memang
belum lebih dari dua minggu, namun selama seminggu ini ia dapat melihat
perubahan dari perutnya. Meski hanya sedikit. Bahkan wajahnya juga telah
sedikit lebih cerah.
“Ap-apa
yang ingin kau bicarakan Wero?” tanyanya setelah ia berhasil berdiri. Penuh
dengan kekasaran, Weronika melempar kertas tuntutan cerai dari Justin tepat
pada wajah Alex. Membuat Alex terkejut dan memejamkan matanya. “Wero aku tidak
sama sekali memaksa Justin untuk –“
“Kau
pikir kau siapa di sini? Kau hanyalah binatang jalang yang tidak tahu diri! Apa
yang kau lakukan pada Justin hingga ia ingin melakukan ini? Kau tahu apa? Ia
menceraikan seluruh isrtinya hanya untuk mendapatkan seorang wanita jelek yang
murahan sepertimu!” Weronika menyemburkan begitu banyak kata-kata kotor di
depan Alex. Namun Alex menahan perasaan sakit hatinya saat ia sedang
direndahkan. Ia bukan wanita murahan seperti itu. Dan mengapa Justin tidak pernah
memberitahu Alex kalau ia benar-benar ingin menceraikan seluruh istrinya?
Justin tidak pernah menyinggung masalah perceraiannya pada Alex selama satu
minggu terakhir. Dan ya Tuhan, wanita ini seperti tidak pernah diajari
bagaimana berbicara dengan baik. Alex tertegun dengan segala hinaan yang ia
terima. Lalu dengan gerakan yang lambat, ia mengambil kertas yang terjatuh di
atas karpet merah lalu melihatnya. Matanya menyusuri tiap kata yang tertulis di
sana. Benar. Justin benar-benar menceraikan Weronika.
“Sebenarnya,
aku ingin tahu ada rahasia apa dibalik dirimu yang membuat Justin benar-benar
berubah akhir-akhir ini, jalang. Katakan padaku,” ujar Weronika melipat
tangannya di dadanya yang bahkan tidak menyembul! Ya Tuhan, pantas Justin ingin
menceraikannya. Ia bahkan tidak memiliki dada! “Apa rahasiamu? Berpura-pura
polos? Berpura-pura sabar terhadap Aaron? Tolonglah. Kau akan menjadi istri
Justin juga bukan? Maka dari itu, berikan aku sedikit rahasiamu untuk
mendapatkan Justin,”
“Weronika
..aku bahkan tidak tahu Justin akan benar-benar melakukan ini. Aku tidak
memaksanya. Aku memang memintanya sebelum ia menikahkanku, namun kupikir ia
hanya ..ya Tuhan, Weronika, demi Tuhan aku tidak pernah memaksa Justin
melakukan ini. Bahkan ia tidak pernah memberi—“
“Oh,
demi Tuhan pun, aku tahu kau memaksanya. Tangan ini benar-benar ingin
meninjumu. Aku bersumpah, aku pernah memukul lelaki sampai pingsan. Dan kau
mungkin akan menjadi wanita pertama yang akan merasakannya juga,”
“Weronika
kita bisa –“ suara Alex lenyap saat Weronika benar-benar melemparkannya sebuah
tinjuan tepat di pipi kirinya dengan tinjuan yang benar-benar keras. Bahkan
Weronika menonjolkan tulangnya terlebih dahulu sebelum ia meninju Alex!
Untunglah Alex hanya tersungkur di atas tempat tidur Aaron. Bertepatan dengan
ringisan Alex yang cukup menyakitkan itu, pintu kamar terbuka. Seorang lelaki
muda dengan mata yang berwarna sama dengan seorang anak kecil yang sedang ia
gendong muncul di mulut pintu kamar Aaron. Justin melihat Alex yang tersungkur
di atas tempat tidur. Woohoo! Tinjuan Weronika memang benar-benar bisa
menyakiti seseorang. Tentu saja. Sudut bibir Alex sedikit berdarah akibat sudut
bibirnya yang menekan gigi taringnya sehingga luka di bagian sudut bibirnya.
“Peepee!”
seru Aaron menggerak-gerakan kakinya, ingin turun dari gendongannya. Kepala
Justin tergeleng-geleng saat ia melihat Weronika berdiri seperti orang bodoh di
depan Alex. “Peepee,” seru Aaron lagi saat ia telah sampai di atas tempat
tidur.
“Apa-apaan
yang sedang kaulakukan? Keluar dari sini sekarang juga,” perintah Justin pada
Weronika. Namun Wero menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia belum puas untuk
membalas kekesalannya pada Alex! Rasanya ia ingin membunuh Alex karena telah
merusak hubungan rumah tangganya!
“Kaupikir
akau terima dengan tuntutanmu, Mr.Bieber? Aku tidak akan pernah
menandatanganinya. Aku bersumpah!” teriak Weronika, ganas.
“Weronika,
aku sedang tidak ingin menyakiti siapa pun. Jadi kumohon keluar dari kamar
ini,” suruh Justin kali ini lebih lembut dan penuh kesabaran. Alex telah
terduduk dengan pipi kanannya yang sedikit membengkak. Dengan penuh perhatian
Aaron menatap luka itu, penuh penasaran.
“Apa
itu sakit Peepee?” tanya Aaron dengan suara yang kecil. Tangannya bersandar
pada paha Alex, ingin mengamati wajah Peepee-nya lebih dekat lagi. “Aku benci
mommy Oreo!” teriak Aaron tiba-tiba saja. Mendengar ucapan Aaron seperti itu
untuk yang kesekian kalinya, membuat Wero tidak tahan lagi. Ia meraih tangan
Aaron dengan kasar lalu menggendongnya dan melemparkannya di atas tempat tidur
kembali lalu mencekik leher Aaron dengan kesal! Ia benar-benar ingin membunuh
Aaron sekarang juga!
“Kau
jalang sialan!” Justin berlari bagaikan harimau saat ia melihat anaknya
tersakiti. Ia mendorong Weronika hingga tubuh Weronika membentur jendela yang
berada di sebelah Wero. Tak ambil pusing, Justin menjambak rambut Weronika
hingga Wero menjerit kesakitan lalu ia membentur kepala Wero ke atas lantai
hingga berbunyi. Aaron terbatuk-batuk, menangis karena mommy Oreo telah
menyakitinya. Alex yang benar-benar terkejut akan perbuatan Weronika ini
langsung memeluk Aaron dan menggendongnya. Kaki mungil Aaron langsung melingkar
di sekitar pinggang Alex dan menangis di bahunya. Lehernya benar-benar sakit
saat Weronika mencekiknya. Beraninya wanita sialan itu menyakiti Aaron! Justin
bahkan lebih mencintai Aaron dibanding hidupnya! Alex yang melihat Weronika
sedang dicekik dan ditampar langsung berteriak pada Justin untuk menghentikan
ini. Ini benar-benar rumit! Mengapa di rumah ini harus ada kekerasan? Alex
tidak menyukai kekerasan. Bahkan dari tadi ia tidak membalas pukulan siapa pun!
“Justin,
kumohon,” kali ini Alex memohon sambil mengelus kepala Aaron.
“Sial!”
erang Justin menarik nafasnya dalam-dalam. “Terima kasih,”
“Kita
tidak perlu melakukan ini, ada anak kecil di dalam sini,” Alex berujar,
berusaha untuk menenangkan tangisan Aaron yang semakin lama semakin mengecil.
“Tapi
–“
“Justin!”
tegur Alex menggeleng-gelengkan kepalanya. Saat Justin melepaskan jambakan
tangan dari rambut Weronika, Weronika telah tak sadarkan diri. Membuat Alex
menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang baru saja Justin lakukan pada
Wero, istrinya sendiri. Ini sungguh membuat Alex ketakutan. Bagaimana jika
Justin akan menyakitinya sama seperti ia menyakiti Wero? Ia langsung menepis
segala pikiran negatif-nya. Ia percaya Justin telah berubah. Justin telah
berubah. Kata-kata itu akan terus berputar di pikirannya.
“Terima
kasih telah menghentikanku. Jika tidak ..dia telah berada di neraka sekarang,”
“Atau
kau,” bisik Alex, tak menyaring kata-katanya terlebih dahulu. Sungguh membuat
Justin tersinggung. Tak ingin bertengkar dengan Alex, Justin
menggeleng-gelengkan kepalanya lalu membiarkan Wero tergeletak di atas lantai,
menghampiri Aaron.
“Kau
tidak apa-apa sayang?”
“Leherku
sakit,” bisik Aaron mengeratkan pelukannya pada leher Alex. Memang. Padahal
baru beberapa detik Weronika mencekiknya, leher Aaron telah ditandai dengan
bilur merah yang menggaris horizontal di lehernya. Aaron benar-benar merasa
sakit. “Di sini daddy,” tunjuk Aaron pada lehernya dengan satu tangannya pada
Justin.
“Kita
ke rumah sakit? Mau?”
“Aku
tidak ingin bertemu dengan dokter lagi,” bisik Aaron, polos. Air matanya telah
berhenti mengalir, namun masih ada isak tangisnya. “Tidak mau. Aku hanya ingin
bersama dengan Peepee,”
“Kau
yakin?” tanya Justin tidak ingin memaksa Aaron. Dengan mulut yang basah, Aaron
menggumam lalu menganggukan kepalanya. Oh, kasihan sekali Aaron kecil yang
malang telah disakiti oleh mantan ibu kesayangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar