Selasa, 06 Agustus 2013

Lust of Love Bab 10

***

            “Ap-apa yang sedang kaubicarakan?” Justin bertanya dengan suara yang tidak pernah Alex dengar sebelumnya. Wajah Justin benar-benar kikuk. Apa-apaan yang Alex sedang bicarakan? Ia memiringkan kepalanya ke salah satu sisi lalu menggaruk-garuk tengkuknya yang tak terasa gatal itu. Ia benar-benar gugup dengan ucapan Alex. Alex menelan ludahnya, sama gugupnya dengan Justin. Tangannya yang menggenggam alat tes kehamilan itu ia julurkan pada Justin lalu membuka telapak tangannya. Positif. Justin bisa melihatnya dengan jelas di sana. Lalu Justin terkekeh pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Jelas sekali Justin tidak percaya dengan kehamilan Alex yang benar-benar mendadak. Mengapa harus terjadi di saat mereka sedang berada dalam sebuah masalah terberat bagi keduanya? Rasanya ini tidak adil. Alex menarik tangannya lalu menggigit pipi dalamnya. Ia sudah tahu Justin tidak akan bertanggungjawab atas kehamilannya. Ia tahu ia  akan ditolak kembali oleh Justin. Meski sebenarnya, ia ingin Justin mengakui janin yang berada di dalam perutnya adalah anak dari Justin. Alex tidak pernah berhubungan dengan siapa pun selain dengan Justin. Bagaimana cara Alex membicarakan ini pada orang tuanya? Haruskah ia berkata jujur kalau ia hamil di luar nikah? Alex menundukan kepalanya.
            Pikiran Justin juga sama dengan Alex. Memikirkan apa yang harus ia lakukan selain bertanggungjawab atas Alex. Di satu sisi, ia senang karena ia akan menikah dengan Alex atas kehamilan Alex. Namun di satu sisi juga ia takut dengan kehamilan Alex. Bagaimana jika Alex tidak berhasil menjalankan proses kelahirannya nanti? Dia bahkan tidak pernah berurusan dengan wanita hamil! Tidak sekalipun. Justin menganggap ini hanya sebuah lelucon. Tidak mungkin terjadi secepat ini. Keheningan di ruang tamu apartemen Alex benar-benar membuat suasana semakin intens. Justin menarik nafasnya, memperhatikan gerak-gerik Alex.
            “Ini seperti lelucon,” bisik Justin, tidak percaya. Alex mendongak lalu menatap Justin juga tidak percaya. Apa-apaan yang sedang lelaki sialan ini bicarakan?
            “Apa tujuanku untuk membuat lelucon ini Justin? Aku sedang tidak ingin melihatmu tertawa,”
            “Ini sungguh ..mengejutkan. Ap-apa itu benar-benar anakku, Alex?” Justin bertanya dengan penekanan di setiap kata yang meluncur di mulutnya. Entah mengapa, kata-kata Justin yang terucap tadi benar-benar membuatnya terhina sekali. Ia seperti direndahkan oleh lelaki yang ia cintai sendiri. Mengapa rasanya ..Justin tidak pernah menyaringkan kata-kata yang harus ia keluarkan? Tentu saja ini adalah anaknya! Anak siapa lagi jika ini bukanlah anak Justin? Alex tidak pernah berhubungan dengan orang lain selain Justin.
            “Mengapa kau bertanya seperti itu? Mengapa aku harus memberitahumu kalau aku hamil?” emosi Alex sekarang benar-benar berkumpul. Sedih, marah, dan senang bercampur aduk menjadi satu. Sedih karena Justin tampaknya tidak menginginkan anak ini. Marah karena Justin tidak percaya bahwa ini adalah anaknya sendiri. Senang karena ini adalah anak yang sedang ia kandung adalah anak dari seorang Justin. “Kau bilang sebelumnya, kau ingin memiliki anak dariku,”
            “Alex ..”
            “Kau tidak menginginkan anak ini? Kau ingin menggugurkannya?”
            “Ya Tuhan, Alex! Tidak! Astaga, tidak!”
            “Lalu, mengapa?” nada suara Alex menuntut kali ini. Mata mereka kali ini bertemu, ludah Justin membuat tenggorokan Justin sedikit lebih licin.
            “Aku tidak pernah berhubungan dengan wanita hamil sebelumnya,” bisik Justin. Tidak membuat Alex tersentak, justru hati Alex meleleh seketika.

***

            Justin memegang tangan Alex dengan erat saat mereka berdua menuruni tangga ruang bawah tanah. Sebelum Alex masuk, ia dipakaian masker oksigen –seperti topeng—agar ia dapat bernafas di ruang bawah tanah. Ia dipakaikan baju lengan panjang, celana panjang dan sepatu boots agar tubuh Alex tidak terkontaminasi oleh orang-orang yang berada di ruang bawah tanah. Lampu gantung bergoyang-goyang saat kaki mereka telah berpijak di ruang bawah tanah. Tangan Justin memegang tangan Alex semakin erat.Bahkan Alex memakai sarung tangan! Seberapa sayangnya Justin terhadap Alex benar-benar perubahan yang besar bagi Jordy. Tentu saja! Jordy tidak pernah melihat Justin menyuruh Caitlin, Candice bahkan Weronika untuk memakai pakaian yang tertutup sebelum masuk ke dalam ruang bawah tanah. Dan bahkan, ini benar-benar di luar dugaan Jordy. Awalnya ia ingin mendatangi apartemen besok setelah ia mengantarkan Justin ke tempat kerjanya, namun tanpa harus ia lakukan, Alex sekarang telah berada di ruang bawah tanah. Luar biasa!
            Alex mendengar suara lenguhan-lenguhan dari para wanita di ruang bawah tanah ini. Ia menatap Justin di balik maskernya, mengapa Justin bisa melakukan ini? Beberapa tumpukan kain berwarna merah berada di setiap selnya. Membuat Alex ingin muntah melihatnya, meski ia tidak mencium baunya. Kakinya melangkah terus masuk ke dalam untuk melihat yang lain. Ada seorang wanita yang meringkuk, sedang menangis di dalam sel. Ya Tuhan. Justin benar-benar kejam.
            “Mengapa kau melakukan ini?” tanya Alex, dengan suara yang berbeda.
            “Aku membalas dendam, seperti yang kukatakan sebelumnya,”
            “Siapa kau?” suara seorang wanita yang parau terdengar di sebelah kanan sel. Mata wanita itu menatap Alex layaknya kanibal yang telah mendapatkan manusianya. “Selamatkan aku, kumohon,” lirih wanita itu, memegang jeruji besi yang membatasi mereka Berani-beraninya wanita ini meminta pertolongan pada orang baru untuk mendapatkan kesempatan dalam kesempitan? Wanita ini mungkin telah putus asa  dalam hidupnya. Pft. Tentu saja wanita ini telah lelah hidup! Untuk apa ia hidup dalam sebuah sel yang mengurungi dirinya selama berbulan-bulan? Alex terdiam. Ia tidak dapat mengatakan apa-apa. Untunglah. Justin bersyukur dalam hatinya.
            “Justin, kau harus menghentikan semua ini,”
            “Mengapa?”
            “Mengapa kau tidak dapat memaafkan orang lain sedangkan Tuhan dapat memaafkan orang lain?”
            “Aku tidak percaya akan adanya Tuhan,” ujar Justin yang membuat Alex tersentak setengah mati. Apa-apaan yang sedang Justin bicarakan? Bagaimana Justin dapat menikah? Tidak! Alex ingin menikah diberkati oleh seorang pendeta di suatu gereja. Alex ingin menikah di hadapan Tuhan. Justin ..mengapa dia tampak begitu ..ya Tuhan. Ini sungguh sulit. Begitu banyak yang belum Alex ketahui tentang Justin. Mengapa rasanya Justin memiliki hidup yang benar-benar suram. Alex tertegun. Siapkah dia menikah dengan Justin. Menerima kekurangan Justin? Alex tidak percaya kalau Justin tidak percaya akan adanya Tuhan. Tidak ingin merespon ucapan Justin, kembali mereka menyusuri sel-sel penjara ruang bawah tanah ini. Saat Alex melihat seorang wanita yang sedang datang bulan dengan kain putih berada di tangannya dan diposisikan di antara kedua kakinya untuk menahan darahnya yang mengalir, Alex menghentikan langkahannya. Ia benar-benar merasa mual. Mengapa Justin benar-benar tega dengan wanita-wanita ini? Ini tidak bisa Alex diamkan. Bagaimana pun juga mereka adalah manusia. Merasa terkejut, Alex langsung membalikan tubuhnya pada Justin lalu kedua tangannya bergemetar memegang kedua bahu Justin. Air matanya tiba-tiba saja mengalir setelah ia telaah baik-baik akan apa yang telah ia lihat. Bagaimana jika Justin melakukan semua ini padanya jika Justin tidak mencintainya? Ia tidak dapat membayangkan bagaimana hidupnya yang akan sengsara di ruang bawah tanah ini. Ini tidak bisa Justin lanjutkan. Ini terlalu berlebihan. Ia tahu bagaimana perasaan wanita-wanita itu. Terkurung dalam kesakitan yang mendalam.
            “Justin, kumohon. Bebaskan wanita ini,”
            “Mengapa aku harus melakukan itu?”
            “Apa kau pernah berpikir aku akan dilakukan seperti ini oleh orang lain? Kumohon. Apa kau tidak iba melihat wanita itu harus menahan rasa sakitnya di dalam sana? Ini sungguh membuatku takut padamu,” jelas Alex meremas bahu Justin, benar-benar ketakutan berada di dalam sini. Ia harus cepat-cepat keluar. Matahari belum terbit. Alex pergi dari apartemen Brad dan meninggalkan surat untuk Brad bahwa ia kembali ke rumah Justin. Jam masih menunjukan pukul 4 subuh. Tubuh Alex benar-benar merasa lemah dari tadi ditambah lagi dengan tontonan seperti ini membuat kakinya tak dapat bergerak.
            “Kumohon,” bisik Alex lagi. Kakinya tak dapat menahan tubuhnya lagi, sontak ia memeluk Justin saat ia ingin terjatuh. Tak ingin mengambil resiko, dengan segera Justin menggendong Alex. “Bebaskan mereka,”
            “Aku akan memikirkannya nanti,” ujar Justin, tegas.

***

            Justin dan Alex menghimpit tubuh Aaron yang mungil di atas tempat tidur Aaron yang cukup muat untuk mereka. Nafas mereka teratur begitu tenang dan damai. Aaron, sebagai anak kecil, menempatkan kakinya pada perut Alex yang telah diisi oleh seorang calon manusia yang akan lahir sebagai adiknya. Tangan mungil Aaron menyentuh dada Alex, tak sadar, tentu saja. Sedangkan tangan Justin yang besar berada di perut Aaron yang berukuran lebih besar sedikit dari lebar tangannya. Matahari telah menyambut mereka beberapa jam yang lalu, namun mereka belum bangun juga. Terlebih lagi untuk Alex dan Justin yang tidak tertidur semalaman. Membicarakan masa depan mereka dan masa lalu mereka. Alex belum menerima lamaran Justin untuk yang kedua kalinya. Penjelasan Justin tentang ia tak percaya akan adanya Tuhan membuat Alex prihatin dengan Justin. Andai Justin percaya akan adanya Tuhan, pasti kehidupannya akan lebih baik. Sama seperti Alex yang memiliki kehidupan yang lebih baik sebelum ia bertemu dengan Justin. Jam telah menunjukan pukul 10 pagi. Caitlin, Candice dan Weronika telah berada di ruang keluarga, berbincang-bincang layaknya orang normal. Namun satu yang mereka tidak sadari adalah kedatangan Alex tengah malam tadi. Tentu saja Weronika tidak akan senang akan kedatangan Alex kembali! Awalnya Weronika senang karena tidak ada Alex di rumahnya, meski sikap Aaron terhadapnya sama seperti saat mereka di Inggris.
            Kepala Aaron bergerak-gerak sedikit, merasa terganggu akan sesuatu. Perlahan-lahan matanya yang besar itu terbuka. Sebelum benar-benar terbuka, tubuh Aaron menggeliat-geliat di tengah-tengah tubuh Alex dan Justin. Lalu ia mengerang.
            “Daddy,” erang Aaron yang membalikan tubuhnya pada Justin lalu memeluk ayahnya terlebih dahulu sebelum ia benar-benar membuka matanya. Ia menempatkan kakinya di atas paha Justin dan tangannya yang kecil di atas dadanya. Disusul dengan kepalanya yang ia sandarkan pada lengan Justin. Pipinya menyembul di sana, sungguh manis sekali. Beberapa detik ia memejamkan mata, ia membuka matanya seketika setelah ia memiliki kekuatan untuk bangun. Ia mengedip perlahan-lahan dan berkali-kali lalu menguap. “Daddy,” suara Aaron terdengar begitu parau. Ia tidak sadar Alex berada di sebelahnya.
            “Daddy, bangun,” pukulnya pada dada Justin. “Daddy,” suaranya kali ini lebih kencang. Merasa terabaikan oleh ayahnya, Aaron menelentangkan tubuhnya yang miring. Ia memejamkan matanya lalu menguap kembali. Hening. Kembali ia membuka matanya. Kali ini ia merasakan lengan halus bersentuh dengan lengannya yang berlemak. Kemudian ia memutarkan kepalanya ke arah samping yang lain lalu ia tersenyum. “Peepee,” suaranya kecil sekali. Hampir tidak terdengar.
            Merasa begitu senang, ia bangkit dari kasur lalu terduduk. Sebelum ia membangunkan Peepee, ia mengucek matanya terlebih dahulu lalu menguap kembali dan tersenyum. Tangannya yang kecil menyentuh perut Peepee-nya, berharap ini bukanlah mimpi untuknya. Lalu ia menggoyang-goyangkan tubuh Peepee. “Peepee,” bisiknya.
            “Peepee,” bisiknya lagi. Namun tidak ada respon dari Alex yang memang benar-benar begitu mengantuk untuk sekarang ini. Merasa tidak didengar, Aaron memposisikan tubuhnya menungging lalu menempatkan kepalanya pada telinga Alex. Ia tersenyum kecil. Oh Tuhan! Ia senang sekali akan kedatangan Alex! “Peepee, bangun,” bisik Aaron di telinga Alex. Berkali-kali ia berbisik pada Alex, namun Alex tidak bangun juga.
            “Peepee!” kali ini ia teriak di telinga Alex. Sontak mata Alex terbuka. Matanya yang berwarna biru itu memerah akibat tidur yang kurang. Aaron tertawa-tawa melihat Alex yang terkejut karena teriakannya. Ia menutup mulut dengan tangannya yang kecil lalu melihat Alex yang masih terkejut karena teriakannya. “Aaron, apa yang kaulakukan?” tanya Justin, suaranya benar-benar parau.
            “Daddy, Peepee kembali,” seru Aaron membalikan kepalanya pada Justin.
            “Oh blue bird. Biarkan Peepee beristirahat. Kau tampak cerah pagi ini sayang,” ujar Justin berusaha selembut mungkin. Astaga. Untunglah Alex tidak memiliki sakit jantung. Ketakutan Justin saat ia mendengar Aaron tertawa adalah Aaron memukul perut Alex sehingga Aaron tertawa. Untunglah itu tidak terjadi. Bahkan sekarang Justin telah terduduk karena terkesiap akan tawaan Aaron. Alex kembali memejamkan matanya. Ia benar-benar lelah dan mengantuk. “Sssh, Peepee masih mengantuk. Biarkan Peepee tertidur sebentar lalu kita kembali lagi. Mengerti?”
            “Aku akan membuatkan roti untuk Peepee. Ayo daddy,” ajak Aaron benar-benar bersemangat. Pakaian tidur bergambar Mario Bross itu melekat di tubuh Aaron. Dengan lengan panjang dan celana tidur yang panjang, membuatnya pagi ini terlihat begitu lucu. Aaron menggeliat-geliat di atas tempat tidur agar ia mencapai sisi tempat tidur. Terpaksa Justin bangkit dari tempat tidur meski tubuhnya benar-benar merasa lelah. Kalau bukan karena Aaron, ia pasti sudah membunuh orang yang telah membuatnya terbangun. “Ayo daddy!” tarik Aaron pada tangan Justin saat ia telah berada di atas lantai, memaksa Justin untuk cepat-cepat membuatkan Peepee-nya roti. Oh, ia akan membuat roti terbaik untuk Peepee! Pagi ini ia benar-benar senang!

***

            “Hey, little boy. Mengapa hari ini kau tampak begitu senang sayang?” tanya Weronika yang masuk ke dalam ruang makan, menemukan Aaron dan Justin yang sedang sibuk dengan roti mereka. Wajah Aaron terus berseri-seri dan sudah ada beberapa roti yang Aaron siapkan untuk Alex. Tentu saja Aaron begitu senang hari ini. Setelah ia kehilangan Alex selama lebih dari satu hari, akhirnya ia mendapatkan Alex kembali. Begitu membosankannya Alex tidak ada di rumahnya. Tidak ada yang ingin bermain pedang-pedangan lagi dengannya. Tidak ada lagi yang ingin bermain petak umpet bersama dengannya. Bahkan tidak ada yang menyambutnya di pagi hari dengan jari-jarinya berada di puting yang berwarna merah muda. Weronika menghampiri Aaron dan mengelus kepalanya.
            “Mommy!” erang Aaron tidak suka di sentuh. Sontak Wero menarik tangannya dari kepala Aaron. Ia menatap Justin dengan penuh tanda tanya di dalamnya. ‘Apa yang terjadi?’. Justin menarik nafas, mencoba untuk berpikir, ia harus menceraikan istri-istrinya sebelum ia menikahi Alex. Alex tidak akan menjawab Ya, jika ia tidak menceraikan seluruh istrinya. Ia telah menyuruh Jordy untuk membuatkan surat tuntutan cerai untuk seluruh istrinya. Entah kapan surat itu akan berada di tangannya. Yang jelas, ia tidak sabar ingin menandatanganinya.
            “Apa yang terjadi?” tanya Weronika, akhirnya.
            “Alex kembali,” bisik Justin, cepat. Mata Weronika membulat seketika. Apa-apaan? Seorang jalan sedang berada di dalam rumahnya? Ya Tuhan! Ia pikir wanita itu telah lenyap dari kehidupannya, namun sekarang lihat? Aaron tampak begitu riang akibat kedatangan wanita sial itu.
            “Apa-apaan,” Weronika menggeleng-gelengkan kepalanya. “Mengapa ia kembali?”
            “Weronika, kau tidak punya hak untuk mengatur siapa yang datang ke rumahku. Jadi diam dan pergilah dari sini. Biarkan Aaron tenang dengan rotinya,” suruh Justin, menekan tiap kata yang keluar dari mulutnya sekaligus menatap Weronika dengan tatapan garangnya. Mendengus kesal, Weronika berpaling dari Aaron dan Justin lalu keluar dari ruang makan. Mengapa ini harus terjadi pada kehidupannya? Ya Tuhan. Setelah punggung Weronika menghilang dari balik tembok, Justin memerhatikan gerak-gerik Aaron yang mulai lincah membuat sebuah roti –meski tangannya masih belepotan dengan selai cokelat. Sambil melihatnya, Justin berpikir sejenak dengan perkataan Alex. Mengapa kau tidak bisa memaafkan orang lain sedangkan Tuhan dapat memaafkan orang lain?Ia tidak percaya Tuhan sejak untuk yang kesekian kalinya ia dikhianati oleh para wanita. Ia menganggap Tuhan tidak pernah adil pada dirinya. Mengapa ia tidak pernah mendapatkan wanita yang tepat sebelum Alex? Ia ingin menikah muda. Ia ingin menikah diumurnya yang kedua puluh dua. Namun sampai umurnya yang kedua puluh delapan, Justin baru mendapatkan Alex. Wanita yang tepat untuknya. Apa ia memang harus memaafkan para wanita di ruang bawah tanah itu? Haruskah ia melakukannya? Apa dengan cara itu, ia dapat menarik Alex dalam pelukannya lalu menjadikannya sebagai istri? Ia memang memiliki agama sejak ia kecil. Ia sering pergi ke sekolah minggu bersama dengan bibi Ayreen saat ia masih SD. Namun semakin ia beranjak dewasa, ia mendapatkan masalah yang semaki berat lalu ia merasa ..Tuhan tidak pernah ada di sisinya. Namun ternyata ia salah. Ternyata Tuhan telah memilih waktu yang tepat untuk memberikannya seorang wanita cantik nan baik hati untuknya sekarang dari balik segala keterpurukannya. Terlebih lagi sekarang ia akan segera memiliki bayi dari wanita yang benar-benar ia cintai. Meski sebenarnya ia cukup gugup akan segera mendapatkan seorang anak Sembilan bulan ke depan. Oh Tuhan. Apa yang harus ia lakukan?
            “Daddy,” suara Aaron membuyarkan lamunan Justin.
            “Ya sayang?”
            “Aku ingin memiliki adik perempuan,” bisik Aaron melipat rotinya yang ..entah ia telah membuat berapa roti. Lalu dengan rapinya, ia menempatkan roti-roti itu di atas piring. Justin tersenyum kecil lalu ia membungkukan tubuhnya pada Aaron. “Apa itu daddy?” tanya Aaron berbisik saat kepala Justin berada di samping kepalanya.
            “Peepee sedang hamil, kau tahu,” bisik Justin. Namun Aaron tidak mengerti. Apa itu hamil? Apa yang sedang ayahnya bicarakan? Justin tersenyum kecil. Ia tahu anaknya tidak mengerti apa yang ia bicarakan lalu kembali lagi ia berbisik. “Di perut Peepee ada adik perempuanmu, kau tahu,”
            “Benarkah? Tapi mengapa ..mengapa ia berada di dalam perut Peepee?”
            “Karena ia belum memiliki mata, hidung, mulut sepertimu sayang,” jelas Justin menyetuh mata, hidung dan mulut Aaron dengan jari telunjuknya. “Kau harus menunggu selama Sembilan bulan,”
            “Sembilan?” tanya Aaron, terkejut. Angka itu sungguh jauh dengan angka satu! Ia berseru dalam hati. “Apa itu lama daddy?” kembali Aaron bertanya. Justin mengangguk.
            “Dan ..perut Peepee akan terus membesar. Jadi, Aaron jangan memukul perut Peepee. Jangan mengajak Peepee berlari-lari. Mengerti?” tanya Justin dengan nada suara yang tegas.
            “Tapi aku ingin bermain dengan Peepee lagi,” bisik Aaron, lesu.
            “Hey, kau ingin memiliki adik perempuan bukan? Berarti kau harus menjaga Peepee, tapi jangan pukul perut Peepee dan mengajaknya berlari. Kau masih boleh bermain dengan Peepee,”
            “Aku akan menamakannya Peepee,” bisik Aaron mengangguk dengan lemah. Bagus, bisik Justin dalam hati. Kedua mata harimau itu saling bertemu lalu mereka saling tersenyum. “Namanya akan menjadi Peepee bukan, daddy?” tanya Aaron ragu-ragu. Justin menggelengkan kepalanya, membuat mulut Aaron cemberut. Mengapa bukan Peepee saja? Pikir Aaron, polos. 
            “Well, daddy pikir kita akan menamainya ..Grace. Bagaimana dengan itu?”
            “Grace? Aku menyukainya,” ujar Aaron senang. “Grace.” Ucapnya lagi.
            “Ayo kita bangunkan Peepee. Pasti dia sudah lapar!” seru Justin mengambil piring yang berisikan roti buatan Aaron. Namun dengan cepat Aaron berteriak. Membuat Justin menghentikan tangannya yang telah meraih piring itu.
            “Aku ingin membawanya!” ujar Aaron memanyunkan mulutnya lalu turun dari kursi meja makan. “Buat Peepee,” seru Aaron mengambil piring dari tangan ayahnya, lalu tersenyum senang.

***

            “Terima kasih telah melakukan ini untukku,” ujar Alex yang melihat satu per satu wanita keluar dari gudang dengan penuh senyuman. Aaron yang berada di gendongannya memakai masker oksigen agar dapat bernafas. Justin telah mengambil keputusan yang bulat. Ini demi Alex! Seru Justin saat ia memberitahu Jordy untuk membebaskan para wanita dari ruang bawah tanah itu. Alex juga memakai masker oksigen, sama seperti Aaron dan Justin. Mereka berdiri beberapa meter dari gudang agar jika Aaron tiba-tiba saja membuka masker oksigennya, ia masih dapat bernafas.
            “Ya, aku melakukan ini memang untukmu,” bisik Justin menyipitkan matanya melihat wanita-wanita itu memberikan wajah yang senang namun terlihat begitu lesu. Justin membawa mereka ke rumah sakit atas perintah dari Alex. Ia bahkan tidak pernah melakukan perintah dari siapa pun! Tapi Alex? Baiklah. Alex adalah wanita pertama yang membuat Justin tunduk. Alex membuka masker oksigennya lalu masker oksigen Justin sembarang arah.
            “Apa?” tanya Justin terkejut. Alex hanya menggelengkan kepalanya lalu menarik leher Justin dan mengecup bibirnya di depan Aaron. Mata Aaron membulat lalu ia berseru: “Ew! Daddy! Peepee!”
***

            Anak lelaki itu sedang bermain dengan ibu kesayangannya di atas karpet berwarna merah tua di dalam kamarnya. Ia sedang memegang empat kartu di tangannya yang mungil sedangkan bibirnya mengerucut, berpikir kartu mana yang harus ia pilih. Di depannya, ia sedang berhadapan dengan seorang ibu muda dengan mata biru yang juga memegang lima kartu di tangannya, melihat anak lelaki itu dengan tatapan serius. Ia menggigit bibir bawahnya saat ibu jari dan telunjuk anak lelaki itu mulai memegang sebuah kartu. Namun tiba-tiba anak lelaki itu menarik kembali tangannya, menatap misterius pada ibunya. Lalu ia tersenyum miring.
            “Aku punya angka sembilan!” serunya sambil menaruh kartu kuning bergambar angka sembilan di tengahnya. Ternyata mereka sedang bermain kartu UNO. Dan ..apa-apaan? Bagaimana bisa anak kecil ini menaruh kartu berangka sembilan sedangkan kartu sebelumnya berangka 6 dengan garis di bawahnya? Itu tidak bisa! Tapi Alex, ibunya, memakluminya. Ia harus mengalah.
            “Whoa, ternyata kau hebat,”  ujar Alex. “Tapi tidak cukup hebat,” seru Alex menaruh kartu Draw Fouri di atas kartu kuning yang baru saja ditaruh oleh Aaron.
            “Mommy licik! Daddy tidak pernah memberikanku kartu itu,” ujar Aaron, tidak suka. Ayahnya tidak pernah memberikannya kartu hitam dengan warna-warni di tengahnya pada Aaron. Tapi mengapa sekarang Peepee memberikannya kartu seperti itu? Sungguh sial. Mengapa ia harus mengambil empat kartu bodoh itu? Mendecak kesal, Aaron mengambil beberapa kartu dari tumpukan kartu yang berada di hadapannya yang terbalik, sehingga angka dan warnanya tidak terlihat.
            “Well, aku ingin memilih warna merah,” ujar Alex. Aaron melihat tujuh kartu yang sekarang ia pegang. Merah, merah, merah. Ia berpikir, yang mana yang warna merah? Mulutnya benar-benar basah saat ia menggumam kata ‘merah’. Lalu ia tersenyum senang saat ia melihat satu kartu di tangannya ada yang berwarna merah.
            “Aku punya!” serunya menjatuhkan satu kartu berwarna merah. Setelah Aaron berseru kesenangan, pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka dengan kasar. Dua bola mata berwarna hitam menatap Alex langsung dengan tatapan amarah yang meluap-luap. Lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Weronika mendengus saat Alex yang tiba-tiba saja memegang perutnya untuk melindungi janin yang berada di dalam perutnya. Sontak Aaron menatap Weronika dengan tatapan muram dan jengkel. Mengapa ibuku yang satu ini harus masuk ke dalam kamarku? Aku tidak ingin menemuinya! Ia berujar dalam hati. Tangan kanan Wero sedang memegang sebuah kertas tuntutan cerai dari Justin. Justin bahkan belum memberikan suart itu dari Wero! Bagaimana bisa ia mendapatkannya? Dengan perasaan benci terhadap Alex, Weronika melangkah cepat ke arah Alex lalu menampar pipi Alex dengan kasar.
            “Peepee!” seru Aaron terkejut langsung saja ia melepaskan kartu yang berada di tangannya. Ia sungguh terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat. “Peepee,” serunya kali ini dengan air mata yang mulai membendung.
            “Tidak! Jangan sakiti Peepee,” serunya mendekati Alex. Ia menyentuh lengan Alex dengan tangan mungilnya. “Peepee,” bisiknya lagi.
            “Aaron, pergilah dari sini sayang,”
            “Tidak! Kau telah memukul Peepee! Aku membencimu!”
            “Apa yang sedang kau permainkan di sini Alex –“
            “Aaron, bisa kau keluar dari kamar sebentar sayang?” tanya Alex dengan lembut pada Aaron. Dengan patuh Aaron menggangguk, namun sebelum ia berdiri dari tempatnya ia menatap terlebih dahulu Peepee dengan yakin. Apa Peepee akan baik-baik saja? Lalu ia kembali mengangguk pada Peepee-nya dan bangkit pergi dari karpet merah yang ia pijak. Kakinya yang mungil dengan cepat berlari dari kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan pelan. Melihat Aaron telah keluar dari kamar, Alex berusaha untuk bangkit dari karpet. Entahlah, umur kandungannya memang belum lebih dari dua minggu, namun selama seminggu ini ia dapat melihat perubahan dari perutnya. Meski hanya sedikit. Bahkan wajahnya juga telah sedikit lebih cerah.
            “Ap-apa yang ingin kau bicarakan Wero?” tanyanya setelah ia berhasil berdiri. Penuh dengan kekasaran, Weronika melempar kertas tuntutan cerai dari Justin tepat pada wajah Alex. Membuat Alex terkejut dan memejamkan matanya. “Wero aku tidak sama sekali memaksa Justin untuk –“
            “Kau pikir kau siapa di sini? Kau hanyalah binatang jalang yang tidak tahu diri! Apa yang kau lakukan pada Justin hingga ia ingin melakukan ini? Kau tahu apa? Ia menceraikan seluruh isrtinya hanya untuk mendapatkan seorang wanita jelek yang murahan sepertimu!” Weronika menyemburkan begitu banyak kata-kata kotor di depan Alex. Namun Alex menahan perasaan sakit hatinya saat ia sedang direndahkan. Ia bukan wanita murahan seperti itu. Dan mengapa Justin tidak pernah memberitahu Alex kalau ia benar-benar ingin menceraikan seluruh istrinya? Justin tidak pernah menyinggung masalah perceraiannya pada Alex selama satu minggu terakhir. Dan ya Tuhan, wanita ini seperti tidak pernah diajari bagaimana berbicara dengan baik. Alex tertegun dengan segala hinaan yang ia terima. Lalu dengan gerakan yang lambat, ia mengambil kertas yang terjatuh di atas karpet merah lalu melihatnya. Matanya menyusuri tiap kata yang tertulis di sana. Benar. Justin benar-benar menceraikan Weronika.
            “Sebenarnya, aku ingin tahu ada rahasia apa dibalik dirimu yang membuat Justin benar-benar berubah akhir-akhir ini, jalang. Katakan padaku,” ujar Weronika melipat tangannya di dadanya yang bahkan tidak menyembul! Ya Tuhan, pantas Justin ingin menceraikannya. Ia bahkan tidak memiliki dada! “Apa rahasiamu? Berpura-pura polos? Berpura-pura sabar terhadap Aaron? Tolonglah. Kau akan menjadi istri Justin juga bukan? Maka dari itu, berikan aku sedikit rahasiamu untuk mendapatkan Justin,”
            “Weronika ..aku bahkan tidak tahu Justin akan benar-benar melakukan ini. Aku tidak memaksanya. Aku memang memintanya sebelum ia menikahkanku, namun kupikir ia hanya ..ya Tuhan, Weronika, demi Tuhan aku tidak pernah memaksa Justin melakukan ini. Bahkan ia tidak pernah memberi—“
            “Oh, demi Tuhan pun, aku tahu kau memaksanya. Tangan ini benar-benar ingin meninjumu. Aku bersumpah, aku pernah memukul lelaki sampai pingsan. Dan kau mungkin akan menjadi wanita pertama yang akan merasakannya juga,”
            “Weronika kita bisa –“ suara Alex lenyap saat Weronika benar-benar melemparkannya sebuah tinjuan tepat di pipi kirinya dengan tinjuan yang benar-benar keras. Bahkan Weronika menonjolkan tulangnya terlebih dahulu sebelum ia meninju Alex! Untunglah Alex hanya tersungkur di atas tempat tidur Aaron. Bertepatan dengan ringisan Alex yang cukup menyakitkan itu, pintu kamar terbuka. Seorang lelaki muda dengan mata yang berwarna sama dengan seorang anak kecil yang sedang ia gendong muncul di mulut pintu kamar Aaron. Justin melihat Alex yang tersungkur di atas tempat tidur. Woohoo! Tinjuan Weronika memang benar-benar bisa menyakiti seseorang. Tentu saja. Sudut bibir Alex sedikit berdarah akibat sudut bibirnya yang menekan gigi taringnya sehingga luka di bagian sudut bibirnya.
            “Peepee!” seru Aaron menggerak-gerakan kakinya, ingin turun dari gendongannya. Kepala Justin tergeleng-geleng saat ia melihat Weronika berdiri seperti orang bodoh di depan Alex. “Peepee,” seru Aaron lagi saat ia telah sampai di atas tempat tidur.
            “Apa-apaan yang sedang kaulakukan? Keluar dari sini sekarang juga,” perintah Justin pada Weronika. Namun Wero menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia belum puas untuk membalas kekesalannya pada Alex! Rasanya ia ingin membunuh Alex karena telah merusak hubungan rumah tangganya!
            “Kaupikir akau terima dengan tuntutanmu, Mr.Bieber? Aku tidak akan pernah menandatanganinya. Aku bersumpah!” teriak Weronika, ganas.
            “Weronika, aku sedang tidak ingin menyakiti siapa pun. Jadi kumohon keluar dari kamar ini,” suruh Justin kali ini lebih lembut dan penuh kesabaran. Alex telah terduduk dengan pipi kanannya yang sedikit membengkak. Dengan penuh perhatian Aaron menatap luka itu, penuh penasaran.
            “Apa itu sakit Peepee?” tanya Aaron dengan suara yang kecil. Tangannya bersandar pada paha Alex, ingin mengamati wajah Peepee-nya lebih dekat lagi. “Aku benci mommy Oreo!” teriak Aaron tiba-tiba saja. Mendengar ucapan Aaron seperti itu untuk yang kesekian kalinya, membuat Wero tidak tahan lagi. Ia meraih tangan Aaron dengan kasar lalu menggendongnya dan melemparkannya di atas tempat tidur kembali lalu mencekik leher Aaron dengan kesal! Ia benar-benar ingin membunuh Aaron sekarang juga!
            “Kau jalang sialan!” Justin berlari bagaikan harimau saat ia melihat anaknya tersakiti. Ia mendorong Weronika hingga tubuh Weronika membentur jendela yang berada di sebelah Wero. Tak ambil pusing, Justin menjambak rambut Weronika hingga Wero menjerit kesakitan lalu ia membentur kepala Wero ke atas lantai hingga berbunyi. Aaron terbatuk-batuk, menangis karena mommy Oreo telah menyakitinya. Alex yang benar-benar terkejut akan perbuatan Weronika ini langsung memeluk Aaron dan menggendongnya. Kaki mungil Aaron langsung melingkar di sekitar pinggang Alex dan menangis di bahunya. Lehernya benar-benar sakit saat Weronika mencekiknya. Beraninya wanita sialan itu menyakiti Aaron! Justin bahkan lebih mencintai Aaron dibanding hidupnya! Alex yang melihat Weronika sedang dicekik dan ditampar langsung berteriak pada Justin untuk menghentikan ini. Ini benar-benar rumit! Mengapa di rumah ini harus ada kekerasan? Alex tidak menyukai kekerasan. Bahkan dari tadi ia tidak membalas pukulan siapa pun!
            “Justin, kumohon,” kali ini Alex memohon sambil mengelus kepala Aaron.
            “Sial!” erang Justin menarik nafasnya dalam-dalam. “Terima kasih,”
            “Kita tidak perlu melakukan ini, ada anak kecil di dalam sini,” Alex berujar, berusaha untuk menenangkan tangisan Aaron yang semakin lama semakin mengecil.
            “Tapi –“
            “Justin!” tegur Alex menggeleng-gelengkan kepalanya. Saat Justin melepaskan jambakan tangan dari rambut Weronika, Weronika telah tak sadarkan diri. Membuat Alex menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang baru saja Justin lakukan pada Wero, istrinya sendiri. Ini sungguh membuat Alex ketakutan. Bagaimana jika Justin akan menyakitinya sama seperti ia menyakiti Wero? Ia langsung menepis segala pikiran negatif-nya. Ia percaya Justin telah berubah. Justin telah berubah. Kata-kata itu akan terus berputar di pikirannya.
            “Terima kasih telah menghentikanku. Jika tidak ..dia telah berada di neraka sekarang,”
            “Atau kau,” bisik Alex, tak menyaring kata-katanya terlebih dahulu. Sungguh membuat Justin tersinggung. Tak ingin bertengkar dengan Alex, Justin menggeleng-gelengkan kepalanya lalu membiarkan Wero tergeletak di atas lantai, menghampiri Aaron.
            “Kau tidak apa-apa sayang?”
            “Leherku sakit,” bisik Aaron mengeratkan pelukannya pada leher Alex. Memang. Padahal baru beberapa detik Weronika mencekiknya, leher Aaron telah ditandai dengan bilur merah yang menggaris horizontal di lehernya. Aaron benar-benar merasa sakit. “Di sini daddy,” tunjuk Aaron pada lehernya dengan satu tangannya pada Justin.
            “Kita ke rumah sakit? Mau?”
            “Aku tidak ingin bertemu dengan dokter lagi,” bisik Aaron, polos. Air matanya telah berhenti mengalir, namun masih ada isak tangisnya. “Tidak mau. Aku hanya ingin bersama dengan Peepee,”
            “Kau yakin?” tanya Justin tidak ingin memaksa Aaron. Dengan mulut yang basah, Aaron menggumam lalu menganggukan kepalanya. Oh, kasihan sekali Aaron kecil yang malang telah disakiti oleh mantan ibu kesayangannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar