****
Lucy
tampak biasa-biasa saja saat aku memberitahu padanya kalau aku akan tinggal di
rumah Justin dan Lyle akan tinggal di apartemenku. Lyle cukup kesal dengan
Justin, tapi Justin memang Justin. Dia menghasut Lyle kalau Lucy hebat di
ranjang. Aku sempat marah karena aku tidak terima jika Lucy akan ditiduri oleh
Lyle. Tapi Lyle tidak akan melakukan itu. Ia pindah karena ia melakukan ini
untukku, bukan untuk Justin. Well, cukup lucu saat Lyle bilang seperti itu
karena pipi Justin yang terpahat indah itu tiba-tiba memerah. Merah karena
amarah yang ia tahan.
Aku
sedang berada di apartemen Justin dan menonton televisi bersama dengan Logan.
Well, sore ini Justin sedang pergi keluar dari apartemen ke rumah orang tuanya.
Ada sesuatu yang harus ia ambil, katanya. Logan tampak pendiam, tak seperti
biasanya. Mungkin karena tidak ada Lyle di apartemen Justin.
“Kau
tahu, Justin akan segera ulang tahun,” ujar Logan membuka pembicaraan setelah
kami melewati menit-menit yang benar-benar membosankan. Acara-acara televisi
hari ini benar-benar membosankan. Oh?
“Aku
tidak pernah tahu ulang tahun Justin kapan. Well, kapan ulang tahunnya?”
tanyaku menoleh padanya. Tapi ia tidak balik menoleh padaku, matanya terus
melihat pada layar televisi. Aku tahu, sebenarnya ia tidak menyimak acara
televisi ini dari tadi.
“Dua
hari ke depan,” jawabnya dengan singkat. Aku menganggukan kepalaku, mengerti. Berarti
hari Jumat, tepat saat ia akan berlomba. Yeah, aku sudah tinggal di rumah
Justin lima hari. Sekarang hari Rabu. Kemudian aku berpikir. Hadiah apa yang
akan kuberikan pada Justin? Seks terbaik? Tidak mungkin! Aku tidak tahu apa yang
harus kuberikan pada Justin. Mungkin kue ulang tahun dariku, Logan dan Lyle?
Mungkin. Aku bukanlah gadis yang pintar membuat kejutan pada seseorang. Yah,
aku bisa bilang diriku adalah seorang penghancur kejutan. Karena aku begitu
polos untuk memberi kejutan. Maksudku, aku telah memberitahu orang yang akan
ulang tahun bahwa aku dan yang lain akan memberikannya kejutan. Dan yeah, semua
orang marahku. Itu terjadi pada ulang tahun ayahku. Cukup menyedihkan.
“Kau
ingin kita memberikannya kejutan?”
“Well,
yeah. Jika kau mau. Kau tahu, kau adalah kekasihnya,” ujar Logan membalasku dan
bangkit dari sofa. “Justin menyukai kue cokelat. Tapi sudah beberapa bulan ini
ia tidak memakan kue cokelat. Mungkin melihatmu yang begitu manis membuatnya
kekenyangan,” lanjut Logan menggodaku. Aku terkekeh pelan, ia melangkah menuju
dapur.
“Mungkin.
Apa Lucy boleh ikut mengadakan kejutan ini? Kurasa ini akan sempurna jika ia
juga ikut datang,”
“Tidak,
Kate. Jangan. Kau tahu seberapa Justin membenci Lucy sekarang,” Logan menggelengkan
kepalanya. Tangannya melayang pada pegangan pintu kulkas lalu menariknya. “Aku
akan mengajak Lyle untuk memesan kue ulang tahunnya. Biar aku dan Lyle yang
bayar tapi kau yang harus mengambilnya saat hari ulang tahun Justin,”
“Kurasa
aku harus tidak ada di rumah apartemen Justin selama dua hari ini. Kau tahu,
kejutan!” aku mengangkat kedua bahuku pada Logan dan memberikan senyum konyol
padanya. Tiba-tiba saja Logan yang ingin menuangkan jus jeruk pada gelas
mendongakan kepalanya, menatapku dengan senyum yang benar-benar sumringah.
Matanya tiba-tiba cerah. Seolah-olah wajahnya yang awalnya muram, secara
perlahan-lahan diisi oleh kegembiraan yang tak dapat ia tamping. Kakinya
melangkah dengan cepat ke arahku dan duduk di sebelahku.
“Kau
jenius! Benar. Benar sekali. Oh astaga, ini benar-benar sempurna. Kau harus
pergi malam ini ke rumah orang tuamu dan menginap dua hari di sana. Jangan
bicara pada Justin besok di kampus. Intinya, Kate, pura-puralah untuk
menjauhinya, kau mengerti?”
“Tapi
bagaimana jika ia marah?”
“Karena
itulah kita namakan kejutan, gadis polos milik Bieber Biker!” ia mengacak-acak
rambutku dengan asal. Kuanggukan kepalaku. Baiklah, aku akan pergi ke rumah
orang tuaku, menginap di rumah mereka selama dua hari, lalu memberi kejutan pada
kekasihku. Oh kuharap itu akan berhasil.
***
*Author POV*
Justin
berbohong pada Kate kalau ia pergi ke rumah orang tuanya. Tidak, ia tidak
melakukan itu. Tapi ia pergi ke pembuatan tattoo langganannya yang cukup jauh
dari apartemennya. Ia baru saja mentatokan sepanjang lengannya dengan tulisan Belongs to Kate dalam tulisan Prancis.
Ia tahu cinta mereka akan permanen. Ia tidak akan pernah meninggalkan Kate
sampai kapan pun. Cintanya sudah terkunci pada Kate. Ia ingin memberitahu pada
Kate seberapa cintanya ia terhadap Kate. Tatto itu permanen dan tentunya tidak
akan pernah pudar. Sama seperti cintanya dengan Kate.
Ia
menghentikan motornya dan memarkirkannya di depan gedung apartemennya.
Melepaskan helmnya dengan penuh semangat. Justin benar-benar tak sabar untuk
memamerkan tattoo yang baru saja ia buat itu pada Kate. Ia berpikir, siapa
tahu, kekasihnya ingin mentatto tubuhnya juga dengan nama Justin di lengannya.
Atau paling tidak di punggungnya.
Kakinya
melangkah dengan cepat melewati anak tangga yang begitu banyak. Senyum
menawannya tak henti-hentinya menghias wajah tampannya. Kemudian ia berhenti
melangkah. Tepat di depan pintu apartemennya, lalu dengan pelan ia membuka
pintunya.
“Kate?”
panggilnya dengan suara yang pelan. Tapi hening. Tak ada respon dari dalam
apartemennya. “Kate, aku pulang,” kali ini suaranya normal. Tangan kanannya
menutup pintu dan matanya melihat ke sekeliling ruang utama apartemennya.
Televisi tak menyala. Wajah Justin tiba-tiba saja panik.
“Kate!”
teriaknya melangkah dengan cepat menuju kamarnya lalu membuka pintunya. Tidak
ada. Tidak ada Kate di kamarnya. Tiba-tiba ketakutan menghampirinya. Astaga, di
mana Kate? Pikirnya penuh dengan ketakutan. Raut wajahnya tiba-tiba saja
berubah menjadi raut wajah khawatir layaknya ayah yang mengkhawatirkan anaknya.
“Logan!”
teriak Justin keluar dari kamarnya dan melangkah menuju kamar Logan lalu
membuka pintu kamar Logan dengan kasar. “Shit! Logan!” teriak Justin melihat
Logan yang sedang bersantai di atas tempat tidurnya dengan headset melingkar di
kepalanya, Logan mendengarkan lagu.
Tiba-tiba
saja Logan mendongak dan melepaskan headsetnya.
“Ada
apa Justin?” tanya Logan bangki dari tempat tidur dan duduk di sisinya.
“Sial
kau. Di mana Kate?” tanya Justin dengan nada suara yang benar-benar panik.
“Aku
tidak tahu,”
“Apa
maksudmu kau tidak tahu sialan?” bentak Justin benar-benar marah, kali ini.
Mata Logan melebar dan ia menggelengkan kepalanya, lagi. Berusaha untuk
bersabar dengan tingkah Justin yang memang selalu berlebihan jika Kate tak ada
di rumah. Padahal pada akhirnya pun Kate akan kembali di rumah. Tapi kali ini,
Kate pergi dari rumah Justin dengan sengaja dan Logan tahu, Justin tidak
mungkin pergi ke rumah orang tua Kate. Yeah, Justin tidak tahu di mana
keberadaan rumah Kate. Hanya Lucy yang mengetahui keberadaan rumah orang tua
Kate.
Amarah
Justin benar-benar meluap. Seluruh otot tubuhnya menegang, ingin meninju
seseorang sekarang. Bagaimana mungkin sahabatnya sendirit tak tahu keberadaan
Kate sedangkan saat Justin meninggalkan mereka berdua di rumah? Marah, Justin
melangkah cepat pada Logan yang terduduk santai di atas tempat tidur lalu
menarik kerah bajunya.
“Di
mana dia sialan?” tanya Justin menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Logan sudah terbiasa dengan ucapan-ucapan Justin yang seperti ini. Jantungnya
tak berdetak kencang, ia santai. Relaks lebih tepatnya. Ini hanya dua hari
Justin, gumam Logan dalam hati.
“Baiklah,
tapi lepaskan aku terlebih dahulu,” ujar Logan. Dengan kasar Justin melepaskan
kerah kaos yang Logan pakai.
“Di
mana dia?” tanya Justin.
“Ia
bilang ia hanya ingin keluar apartemen sebentar. Pasti nanti dia pulang.
Tenanglah Justin,” usul Logan dengan santai dan mengambil headset-nya kembali,
ingin memasang pada telinganya lagi. Acuh, Justin menggumamkan kata kotor dan
beranjak keluar dari kamar Logan dan membanting pintu kamar Logan. Setidaknya
Kate hanya pergi keluar dan pasti ia akan kembali, ujar Justin dalam hati. Ia
mulai mengatur nafasnya dan melangkah menuju sofa lalu duduk di sana.
“Tatto
yang bagus Justin!” teriak Logan dari dalam kamar yang ternyata sadar akan
perubahan dari lengan Justin. Justin mengabaikannya dan merogoh kantong
celananya, mengambil ponsel yang ia simpan di sana. Menyalakan ponselnya, ia
mencari nomor telepon Kate yang ia simpan sejak lama. Mungkin Kate bisa
memberitahu di mana ia sekarang dan Justin dapat menjemputnya.
Didekatkannya
ponsel itu pada telinga Justin dan ia menunggu jawaban dari Kate. Ia menunggu,
menunggu, menunggu jawaban dari Kate. Tapi tidak ada jawaban dari Kate. Justin
mengulang menghubungi Kate terus menerus. Tapi tetap saja hasilnya sama. Tak
ada jawaban dari Kate. Untuk yang kesekian kalinya, ia menaruh ponsel itu ke
telinganya dan menunggu jawaban dari Kate. Jantungnya berdegup dengan kencang.
Bagaimana jika Kate sedang disekap oleh seorang penjahat? Bagaimana jika ia
akan diperkosa oleh seseorang? Pikiran-pikiran negatif mulai menjatuhi pikiran
Justin dan akhirnya Justin berdiri dari sofa.
Mungkin
Lucy tahu keberadaan Kate. Justin melangkah keluar dari apartemennya dan
mengetuk pintu apartemen Kate yang bersebelahan dengan apartemennya. Beberapa
detik kemudian, pintu terbuka dan Lucy menatap Justin dengan tatapan bingung.
“Ada
apa Justin?” tanya Lucy.
“Di
mana Kate?” tanya Justin berusaha untuk melihat wajah gadis yang pernah ia
tiduri ini. Yang menuntutnya untuk menerimanya sebagai kekasihnya. Orang yang
selalu berusaha untuk memisahkan dirinya dengan Kate.
“Aku
tidak tahu,”
“Astaga,
kau adalah sahabatnya! Bagaimana kau tidak bisa tahu?” tanya Justin mulai muak
akan jawaban-jawaban yang tidak memuaskannya. Ia benar-benar butuh dan harus
tahu di mana keberadaan Kate sekarang. Kekhawatirannya sekarang telah melampaui
batas kepalanya, ia harus keluar dari gedung apartemen dan mencarinya. Tapi
kemana? Kate tidak suka pergi dari rumah.
“Di
mana Lyle?” tanya Justin. Tak sama sekali Justin berpikir kalau Kate pergi ke
rumah orang tuanya.
“Dia
sedang pergi keluar,”
“Apa
mereka pergi bersama?”
“Tidak,
aku tidak tahu. Mungkin,” ujar Lucy terdengar memanas-manasi Justin. Tapi
Justin tidak memikirkan bahwa Kate akan pergi bersama Lyle malam-malam seperti
ini dan Kate tidak memberitahunya. Pasti mereka tidak pergi bersama-sama. Tapi
jika Kate bersama Lyle, berarti Kate dalam keadaan aman.
“Beritahu
Lyle jika ia pulang, aku mencarinya,” ujar Justin meninggalkan Kate dan turun
melewati tangga. Ia ingin pergi keluar. Mungkin Kate pergi ke restoran. Oh,
sial! Justin baru ingat, Lyle bekerja malam ini di restoran orang tua Kate.
Orang tua Kate! Mata Justin langsung membulat dan mempercepat langkahannya.
Phill
tahu di mana rumah orang tua Kate. Pasti.
---
*Justin Bieber POV*
Demi
Tuhan! Di mana Kate? Aku ingin sekali meninju seseorang tapi aku tidak tahu
siapa yang harus kupukul. Lyle tidak tahu di mana Kate dan Phill tidak ingin
memberitahu di mana rumah orang tua Kate. Aku bahkan tidak pernah bertanya di
mana rumah Mr. Whitmore. Sial, dosen itu pasti mengira aku telah menyakiti
puterinya. Aku sangat ingat apa yang ia katakan tentang jika aku menyakiti
puterinya, aku akan dibunuh dengan pistolnya. Tapi tidak. Aku tidak akan pernah
menyakiti Kate untuk yang kedua kalinya. Ditinggal pergi olehnya rasanya ia
membawa nafasku pergi.
Kututup
pintu apartemenku, kuharap malam ini Kate akan segera pulang. Berjalan dengan lesu menuju sofa aku
melepaskan kaos hitam yang kupakai. Siapa tahu Kate akan pulang, kita bisa
langsung bermain di dalam kamar. Kemarin malam ia benar-benar luar biasa hebat.
Ia gadis pertama yang membuatku tak bosan melakukan hubungan badan dengannya.
Tentu saja. Itu bukan berdasarkan nafsu semata, aku melakukan hubungan badan
dengannya dengan penuh cinta.
Kusandarkan
tubuhku pada sofa dan memejamkan mataku. Mungkin jika aku tidur sebentar, Kate
akan muncul.
***
*Kate Whitmore POV*
Kakiku
melangkah dengan penuh semangat menuju mobil ayahku. Oh, pagi ini benar-benar
indah. Besok adalah ulang tahun dari kekasihku. Hari ini aku tidak akan masuk
kuliah. Pfft! Tentu saja. Karena hari ini tidak ada kelas yang harus kumasuki.
Tapi pagi ini aku harus pergi bekerja. Dan Justin tentu saja ada di dalam sana.
Di restoran. Aku akan mengabaikannya di restoran nanti. Ia tidak akan membuat
keributan di sana. Phill mungkin akan memarahinya.
“Dad,
Justin besok akan ulang tahun,” ujarku memberitahu ayahku saat aku sudah
terduduk di depan mobil, bersebelahan dengannya. Ibuku benar-benar pintar
membuat kopi untuk ayahku sehingga pagi ini ayahku tampak bersemangat dari pada
biasanya. Well, biasanya ibuku membuatkan teh pagi untuk ayahku.
“Benarkah?”
“Yeah,
aku ingin memberinya kejutan,” gumamku malu-malu pada ayahku. Ayahku tertawa
lepas dan mulai mengendarai mobilnya, masuk ke dalam jalan raya. Sudah kuduga
pasti ayahku akan tertawa.
“Lalu
kau akan bilang ‘Justin, aku akan memberikanmu kejutan dengan yang lainnya
malam ini’,” ejek ayahku. Sontak aku memukul pelan lengan ayahku dan tertawa.
Sial! Ayahku memang senang sekali bercanda padaku. Well, dia adalah ayah
terbaik di dunia untukku.
“Tidak
dad, aku menginap di rumah kalian karena aku ingin menjauhi Justin untuk
sesaat. Tadi malam aku tidak mengangkat telepon darinya,”
“Well,
anak daddy ternyata sudah besar dan tahu bagaimana caranya mengerjai
seseorang,”
“Aku
takut jika ia marah karena ini,” bisikku menundukan kepala.
“Dan
well, mengapa bisa begitu?” tanya ayahku dengan nada bicara ayah pada umumnya.
“Yeah,
dia mudah sekali marah jika aku tidak ada di apartemen. Tapi itu karena dia
khawatir karenaku,” jelasku. Kuharap ayahku tak salah tangkap.
“Jika
begitu berarti dia benar-benar mencintaimu. Dad juga seperti itu jika ada
sesuatu yang terjadi dengan kau dan juga ibumu. Mengerti? Aku mencintaimu,”
ujar ayahku dan aku mendongak. Menganggukan kepalaku mengerti. Sejak dulu aku
tidak pernah malu untuk mengatakan aku mencintai ayahku. Entahlah, dulu sewaktu
aku masih tinggal di New York, ayahku menghubungiku dan aku tidak pernah tidak
mengatakan bahwa aku mencintainya. Jika aku tidak mengatakan itu, mungkin itu
karena aku tidak berada dalam suasana hati yang baik.
Aku
tidak membalas perkataan ayahku lagi. Ia mungkin benar. Justin sangat
mencintaiku. Tapi aku harus benar-benar bisa menjauh dari Justin. Oh kumohon
agar aku tidak iba pada Justin.
Tak
terasa, mobil ayahku sudah berhenti di depan restorannya. Aku mencium pipi
ayahku lalu bibirnya dengan singkat –sejak kecil aku memang selalu mencium
bibir ayah dan ibuku—kemudian keluar dari mobilnya.
“Semoga
harimu menyenangkan, sayang!” teriak ayahku. Aku menganggukan kepalaku, menutup
pintu mobilnya. Hatiku berdegup dengan kencang saat aku membalikan tubuhku,
menatap pada pintu restoran yang belum terbuka. Ini masih sangat pagi. Kubuka
pintu restoran dan meliha ke sekeliling. Phill sudah berada di dapurnya –aku
bisa mendengar suara bising dari dapur—dan teman-teman yang lain. Termasuk
Lyle. Aku memberikan senyum penuh arti pada Lyle yang sedang membersihkan meja
makan. Sudah satu bulan ini Lyle memilih bekerja di pagi hari.
“Bagaimana
ia tadi malam?” tanyaku pada Lyle. Lyle menggelengkan kepalanya dan bersiul.
“Fiuh!
Kau tidak tahu seberapa marahnya pada Logan, tengah malam ia berteriak-teriak
pada Logan dan Lucy bahkan ia hampir memukulku juga. Aku ingin sekali tertawa,
tapi aku menahannya,” ujar Lyle yang benar-benar cerewet. Dan itu lucu.
“Oh
yeah! Kita berhasil!”
“High
five yow, New York girl!” seru Lyle dengan penuh rasa kegembiraan dan aku
menepuk tangannya dengan tangaku.
“Kue-nya
harus kau ambil sore besok di Island Bakery, aku akan memberitahu jalannya. Aku
sangat senang karena Justin memiliki kekasih yang benar-benar pintar untuk
menahan diri mengerjai kekasihnya sendiri,”
“Oh
well, aku melakukan ini untuk yang pertama kalinya. Sebenarnya,”
“Ya?
Berarti ini akan menjadi pengalaman pertama yang menyenangkan. Justin bilang,
banyak sekali pengalaman pertama yang terjadi di Atlanta. Aku penasaran, apa
yang terjadi denganmu di New York?” tanya Lyle sambil mengelap meja yang lain,
menatapku dengan heran. Aku mengangkat kedua bahuku dan tertawa.
“Ibuku
overprotectif karena tidak ada ayahku di New York sehingga ..kau tahulah,
pergaulanku tak bebas seperti sekarang. Dan yang kubingungkan adalah, kita
sudah 6 bulan dan kau tidak tahu tentang itu dari Justin?” aku balik bertanya.
Lyle hanya menganggukan kepalanya dan tertawa.
“Justin
tidak ingin aku bertanya banyak tentangmu. Lebih baik menahan diri dari pada
aku harus membangkitkan amarahnya,” ujar Lyle mengangkat kedua bahunya. Aku
tertawa.
***
*Author POV*
Malam
ini adalah malam ulang tahun Justin. Justin pulang ke apartemen dengan keadaan
yang mabuk. Ia berjalan dengan sempoyongan melewati tangga dan menggumamkan
kata-kata kotor tentang Kate. Yang Justin tahu sekarang adalah Kate pasti tidak
ada di apartemennya. Dan sialnya, tak ada satu orangpun yang ingin memberitahu
di mana keberadaan Kate. Itu benar-benar membuat Justin stress dan frustrasi.
Sedangkan Lyle dan Logan benar-benar merasa jantungan di dalam apartemen.
Bagaimana mungkin lilin yang diberikan oleh toko kue mereka itu salah? Justin
berumur 22 tahun tapi yang diberikan oleh toko kue adalah angka 19 tahun. Sungguh
salah, bahkan sangat jauh. Sehingga Kate harus pergi mencari lilin di luar
sekarang. Kue ulang tahun Justin disimpan di dalam kulkas dan berharap Justin
tidak akan pulang sebelum Kate. Tapi mereka salah besar.
Justin
membuka pintu apartemennya dan tertawa-tawa layaknya orang sinting.
“Di
mana Kate?!” teriaknya dengan kaki yang goyah. Lyle dan Logan yang berada di
dalam dapur langsung terkesiap. Lyle berjalan keluar dari dapur dan melihat
keadaan Justin yang mabuk. Ini benar-benar sempurna, pikir Lyle.
“Mungkin
kau harus mencari Kate di apartemennya,” ujar Lyle memanfaatkan keadaan Justin.
Tapi Lyle bodoh. Ia mengambil langkah yang salah. Mata Justin melebar dan
sedikit kesadarannya mengalihkannya, ia menganggukan kepalanya dan berjalan
keluar dari apartemen dengan keadaan yang masih sempoyongan. Ia mendobrak pintu
apartemen Kate tanpa mengetuk pintu, kebetulan sekali pintu apartemen Kate tak
terkunci.
“Justin?”
kejut Lucy saat ia sedang asyik-asyiknya menonton televisi.
“Kate?”
senyum Justin melangkahkan kakinya pada Lucy. Bayang-bayang Kate sekarang
berada pada Lucy dalam mata Justin. Dengan cepat Justin menutup pintu apartemen
Kate. “Kaukah itu?” tanya Justin dengan penuh rasa syukur.
Sedangkan
di luar sana. Kate berjalan dengan terburu-buru setelah ia mencari lilin untuk
Justin. Kakinya yang kecil berlari menuju gedung apartemen, melewati tangga dan
berhenti di depan pintu apartemen Justin. Senyum kecilnya terlihat saat ia
melihat Lyle dan Logan yang telah mengeluarkan kue ulang tahun Justin. Dengan
semangat, Kate berjalan ke arah mereka dan memasangkan lilin yang baru saja ia
beli.
“Di
mana dia?”
“Di
apartemenmu, mari kita susul dia,” ujar Lyle dengan semangat dan menyalakan
lilinnya dengan korek api. Lalu, mereka bertiga, bersama-sama melangkahkan kaki
mereka menuju apartemen Kate. Kate berjalan paling depan dan pelan-pelan ia
membuka pintu apartemennya. Kemudian, matanya melebar.
“Happy
–“
“Justin?”
ia terperangah.
***
*Kate Whitmore POV*
“Justin?”
aku terperangah melihat apa yang sedang terjadi. Lelaki yang kucintai sedang
dikangkangi oleh sahabatku sendiri dan berciuman begitu panas. Suara Lyle yang
di belakangku melemah seiring berjalannya waktu yang begitu cepat. Mataku
melebar, air mataku mengumpul dengan refleks. Lama dapat mendeteksi suaraku,
Justin langsung mendorong tubuh Lucy yang berada di atas pangkuannya.
Keadaannya benar-benar buruk. Ini bukan seperti yang kuharap. Kaos yang Lucy
pakai tersingkap, aku bisa melihat wajah Lucy yang terkejut akan kedatanganku.
Rambutnya acak-acak karena Justin meremasnya. Seharusnya tangan itu meremas
rambutku saat Justin menciumku.
“Kate?”
aku bisa mencium aroma rokok dan alkohol dari sini. Justin mabuk. Kesadaran
Justin pulih, kurasa begitu. Matanya melebar. Bersamaan dengan itu aku
menangis.
“Sial,”
gumam Lyle dari belakang. Dapat kurasakan bau asap dari belakang, Lyle yang
meniup lilin Justin. Lilin yang kubelikan untuknya. Lilin yang seharusnya
sekarang ia tiup. Mataku tak berkedip, menatap Justin yang berjalan dengan
perlahan ke arahku. Tangan ini gatal. Gatal ingin memukul Lucy yang ternyata
masih mengharapkan Justin. Yang menikmati permainan dari Justin.
“Kate?
Maafkan aku,”
“Berhenti
di sana!” aku berteriak padanya. Ia menghentikan langkahannya.
“Kate,”
Lucy membantah dari belakang Justin. Suara itu benar-benar membuat telingaku
ingin mengeluarkan darah. Kepalaku rasanya begitu pening melihat apa yang baru
saja terjadi. Ulang tahun kekasihku, kejutan kedua yang ingin kuberikan sama
gagalnya seperti yang dulu. Mengapa rasanya sulit sekali untuk memberikan
kejutan kepada dua orang lelaki yang kucintai? Apa aku akan memberikan kepada
mereka kejutan yang tak akan pernah mereka lupakan dalam hidupnya? Ya, mungkin
suatu saat nanti.
“Kate
aku tidak pernah ...” Suara Justin menghilang begitu saja dari telingaku. Namun
mataku melihat tepat pada matanya yang benar-benar penuh dengan penyesalan.
Tapi rasa kecewaku terhadap dirinya tak dapat menutup kemungkinan aku harus
meninggalkannya. Setelah apa yang kulakukan dengan Justin selama enam bulan
ini. Akankah Tuhan yang telah merencanakan ini? Atau ini hanyalah kecelakaan
semata? Aku tidak begitu yakin. Justin telah berjanji padaku. Ia telah berjanji
untuk tidak pernah mencium gadis lain selain diriku. Aku memegang janjinya
karena aku percaya padanya. Karena setelah apa yang ia lakukan padaku. Ia
mencoba untuk tidak merokok dan meminum alkohol. Namun mengapa lelaki tak
sabaran ini tak dapat mengendalikan emosinya? Aku merasa begitu gagal karena
tak dapat mengubahnya menjadi lelaki yang lebih baik. Aku mencintainya apa
adanya, tapi tak dengan kebiasaan buruknya. Tapi ini. Ini yang ia lakukan di
hari ulang tahunnya. Mencium sahabatku sendiri yang ternyata …sial! Aku
sekarang benar-benar membenci Lucy. Apa pun alasan yang akan ia berikan padaku,
aku tidak akan pernah percaya. Selama 6 bulan ini ia telah berbohong padaku
tentang perasaannya terhadap Justin. Mengapa rasanya aku begitu bodoh sekarang?
Aku memang bodoh.
Terlarut
dalam pikiran dan tangisanku, aku tersadar. Mataku kembali pada Justin yang
sudah berada di antara jarak 2 langkah dariku.
“Aku
benar-benar tak percaya apa yang telah kaulakukan Justin,” ujar Lyle dari
belakang. “Tapi ini? Ini benar-benar omong kosong!” teriak Lyle di bagian akhir
kalimatnya dan melempar kue ulang tahun ke lantai. Lyle menyingkirkanku dan
menarik kaos hitam yang Justin pakai.
“Lyle!”
aku berteriak padanya dan mencoba menahannya. Tapi gerakanku begitu lambat,
Lyle telah melayangkan pukulan keras pada Justin hingga Justin tersungkur. Saat
Lyle ingin menarik kembali kaos hitam Justin, aku langsung menahannya.
“Memukulnya
tak akan menyelesaikan masalah!” aku berteriak pada Lyle.
“Aku
tidak akan pernah membiarkanmu disakiti oleh sahabatku sendiri. Setelah apa
yang kau perbuat ..” suara Lyle melemah, seperti hendak menangis. Ia tak berani
menatapku, namun matanya penuh dengan api amarah menatap Justin. “Setelah apa
yang kauperbuat padanya. Setelah kau membuatnya berubah menjadi lelaki yang
lebih baik, aku benar-benar bersyukur akan kedatanganmu dalam kehidupannya.
Tapi lelaki bajingan tolol ini!” teriak Lyle menekankan kata-kata terakhirnya,
“Ia telah menyakitimu! Aku benci kau juga pelacur sialan!” teriak Lyle ingin
melangkah ke arah Lucy, namun Logan dari belakang langsung menahan Lyle.
“Kate,
apa pun yang telah kaulihat, itu benar-benar di luar kendaliku,” ujar Justin
bangkit dari lantai. Sudut bibirnya berdarah. Oh Tuhan. Aku memejamkan mataku.
Bayang-bayang ia berciuman dengan Lucy membuat hatiku tertusuk olehnya.
Kemudian aku membuka mataku kembali. Menatap pada lengannya yang ..mengapa ia
melakukan ini padaku? Sebenarnya, apa yang ia mainkan padaku? Belongs to Kate. Aku tidak tahu apa dia
benar-benar milikku sekarang atau tidak setelah apa yang ia lakukan. Berciuman
panas dengan sahabatku sendiri.
“Aku
tidak tahu ini adalah pengkhianatan dari dua belah pihak atau kecelakaan
semata. Tapi hanya Tuhan yang tahu bagamaina perasaanku sekarang,”
“Kate,
kumohon jangan tinggalkan aku,”
“Setelah
apa yang kau perbuat?”
“Kau
tak ada di sisiku, Kate. Aku lumpuh tanpamu,” aku tak percaya dengan omong
kosongnya. Mengapa ia tak bisa membedakan diriku dengan Lucy? Sekarang aku
benar-benar ingin meneriaki Lucy adalah seorang pelacur! Aku bukan pelacur
seperti Lucy. Apa Justin buta warna? Atau apa?
“Kau
pelacur!” aku berteriak pada Lucy. “Keluar dari apartemenku! Aku tidak akan
pernah tinggal di sini lagi!” aku berteriak dan air mataku semakin mengalir
dengan deras. Mata Lucy melebar, namun ia tidak mengatakan apa-apa.
“Aku
ingin pulang,” bisikku pada Lyle.
“Tidak,
Kate. Ya Tuhan, Kate, kumohon jangan tinggalkan aku,” Justin memohon padaku dan
menyentuh tanganku. Air mataku semakin mengalir, tangannya benar-benar dingin
sekarang.
“Aku
..aku tidak tahu apa aku bisa memaafkanmu Justin. Aku hanya ingin pulang,”
bisikku dengan getir, tak melihat Justin. Karena sekarang aku tidak dapat
melihat Justin tepat di matanya, setelah melihatnya berciuman dengan Lucy dan
begitu, itu rasanya tidak benar. Pegangan tangan Justin terhadap lenganku
semakin mengencang.
“Lepaskan
dia Justin,” tukas Logan yang masih memegang Lyle.
“Bagaimana
bisa aku melepaskannya? Aku tidak akan pernah melepaskannya, ia adalah
segalanya,”
“Bajingan!
Lepaskan dia!” teriak Lyle memberontak dari bawah pegangan Logan dan memukul
tangan Justin yang memegang tanganku. Sontak aku mengerang pelan karena bahuku
rasanya seperti terpukul juga. Logan memegang tanganku karena aku hampir
terjatuh.
“Aku
akan mengantarkanmu pulang,” ujar Logan memegang kedua bahuku dengan suara yang
benar-benar lembut. Aku menganggukan kepalaku dan meninggalkan Justin yang
berada di bawah tahanan Lyle.
Aku
tidak tahu sampai kapan ini akan berlangsung, aku ingin secepatnya ini
berakhir.
aaaaaaaaaaaaa justin! gila! parah lo! ciuman panas sama lucy? gilaaaaaaaa bener-bener gila! lucy, sumpah ya dari awal gue benci banget sama tuh cewe. uuuuuuh dasar slut! kasian kan kate nya. udah bikin surprise sampe segitunya. ah nyesek bacanya.
BalasHapusUdah 1 hr tamat membaca cerita beiber biker ini (sampai bab 9), tp rasanya membekas banget. Nyesek bnget pas akhirnya cinta mereka ga bersatu. Semua krn surprise utk ultah justun. Andaikan ga ada rencana kejutan apapun... 😭
BalasHapus