***
“Yeah,
aku akan menjaga apartemenmu. Aku berjanji,” ujar Lucy padaku sambil
melambaikan tangannya padaku. Ia mengantarku pulang ke rumah orang tuaku,
mungkin aku akan tinggal di rumah ayahku sampai aku benar-benar dapat bertemu
dengan Justin. Dan aku ingin membolos dari kuliah untuk sementara agar tidak
bertemu dengan Justin. Aku sangat yakin Justin tidak akan bisa berani untuk
masuk ke dalam rumah orang tuaku untuk menemuiku apalagi meminta maaf padaku.
Entah
apa ini benar-benar berlebihan, tapi tentunya aku tidak pernah ingin dihina
seperi itu oleh kekasihku sendiri. Jalang. Kata kotor itu terus berputar-putar
di otakku. Kulambaikan tanganku pada Lucy yang mulai menaiki taksi yang tadi
kami naiki. Kutekan bel rumahku berkali-kali dan muncullah ibuku yang kurasa ia
sedang memasak.
“Oh
astaga, mengapa ..Kate ada apa?”
“Aku
ingin tinggal di rumah kalian untuk beberapa hari, aku rindu dengan kalian,”
“Tapi
mengapa kau membawa kopermu? Kau bisa menginap dua hari satu minggu,” usul
ibuku. Aku menggelengkan kepalaku dan menyeret koperku lalu masuk ke dalam
rumah. Ibuku menutup pintunya dan aku mencium aroma rumahku kembali. Aku
benar-benar merindukan ini.
“Di
mana dad?” tanyaku membalikan tubuhku dan menempatkan koperku di sebelah sofa
ruang tamu. Ibuku menunjuk ke atas, artinya ayahku berada di ruang kerjanya.
Kuanggukan kepalaku dan berlari dengan cepat menuju tangga dan melewati satu
per satu anak tangga yang ada. Aku ingin sekali memeluknya. Meski aku tahu tiap
hari aku sudah bertemu dengan ayahku tapi aku tidak pernah mendapatkan
kesempatan untuk memeluknya.
Sampai
di ruang kerja ayahku, aku membuka pintunya dengan perlahan. Mendapati ayahku
sedang menatap layar laptopnya dengan kacamata yang membatasi penglihatannya.
Ia mendongak dan tersenyum padaku dan berdiri.
“Hey,
sayang. Ada apa datang malam-malam seperti ini? Di hari Kamis pula,” ucap
ayahku dengan suara yang benar-benar senang akan kedataganku. Melangkah cepat
aku langsung memeluk ayahku, mencoba untuk tidak menangis. Rasanya aku ingin
menceritakan segala keluh kesahku pada ayah. Ayah sudah tahu tentang hubunganku
dengan Justin dan ia menyetujuinya. Tapi ia akan melakukan sesuatu pada Justin
jika Justin menyakitiku. Hanya saja, aku tidak ingin ayahku bertindak yang
tidak-tidak pada Justin. Bagaimana pun juga aku masih mencintain Justin meski
aku marah padanya karena perkataannya yang menjatuhkan harga diriku.
Dan
perkataan Justin benar-benar di luar dugaanku. Tapi sekarang aku hanya
membutuhkan pelukan hangat dari ayahku. Dia segalanya, yang selalu mengerti
diriku. Meski mungkin dalam beberapa hal tidak. Aku tahu ayahku akan menerimaku
kembaliku ke rumah ini dengan senang hati.
***
Aku
menyesal! Aku menyesal karena aku datang pagi ini untuk bekerja. Justin pasti
juga akan datang ke restoran. Dan aku sangat berharap ia tidak akan datang.
Tapi tidak mungkin! Ia paling rajin bekerja di restoran ini. Bahkan sekarang
Phill lebih menyukai Justin dibanding diriku. Aku mengelap meja-meja sebelum
restoran ini buka dengan jantung yang terus berdetak dengan kencang. Semalam
aku menangis dalam pelukan ayahku dan menceritakan masalahku pada ayahku. Well,
tapi aku tidak menceritakan tentang Justin menghinaku sebagai jalang. Tidak.
Aku hanya menceritakan tentang Justin tidak menerima Lucy tinggal dalam
apartemenku.
“Kate,
mengapa pagi ini kau tidak berangkat dengan Justin?” tanya Phill yang keluar
dari dapurnya dan membungkukan tubuhnya lalu menumpunya dengan kedua tangannya
di atas meja. Dia seperti perempuan jika seperti itu. Aku tertawa karena
posenya yang benar-benar lucu.
“Oh
dia sedang kelelahan dan mungkin ia akan terlambat datang,” ujarku memberikan
Phil senyum palsu terbaikku dan terus mengelap meja dengan semangat. Bukan
semangat dalam bentuk positif. Tapi dalam bentuk negatif. Mengingat apa yang
Justin katakan tadi malam, aku menjadi marah. Amarah itu kuluapkan pada meja
yang kulap. Aku tidak peduli jika sebenarnya meja ini sudah bersih, aku terus
memutar-mutar kain lap di atas meja.
“Kurasa
kalian memiliki masalah, matamu tampak bengkak,” Sial! Apa mataku yang bengkak
ini benar-benar terlihat? Kurasa tidak. Sial-sial.
“Well,
sebenarnya iya. Tapi tidak apa-apa, semuanya baik-baik saja,” ujarku tanpa
menatap Phill. Kuharap Phill pergi dari hadapanku sekarang sebelum aku
melemparkan kain lap ini pada wajahnya. Hari ini mungkin akan menjadi hari
terlabil dalam hidupku. Mungkin.
Tiba-tiba
pintu restoran terbuka dan aku melihat Lyle yang masuk. Ia menyapa Phill dengan
senyuman dan kepalanya langsung menoleh padaku. Senyum di wajahnya sirna,
kakinya langsung menghantar tubuhnya padaku.
“Kate!
Justin mencari-carimu. Kemana saja kau?” tanya Lyle.
“Aku
berada di rumah ayahku,” bisikku dengan suara yang kecil dan beralih pada meja
yang lain. Kusemprotkan air pada meja dan mengelapnya hingga bersih.
“Kau
tahu, Justin hampir memukul Lucy tadi malam,” ujar Lyle yang membuatku berhenti
mengelap meja ini. Kudongakan kepalaku, mencoba mencari tahu apa yang terjadi
pada Lucy dari wajah Lyle yang merengut. Lyle menelan ludahnya dan menganggukan
kepalanya.
“Ceritakan
padaku apa yang terjadi tadi malam,” ujarku sambil terduduk di atas kursi,
menghentikan pekerjaanku. Lyle menarik kursi dan duduk berhadapan denganku.
“Well,
aku tahu masalah kalian apa. Justin pulang ke apartemen dengan keadaan mabuk,
sebenarnya. Dan itu sudah menunjukan pukul satu malam. Ia menggedor-gedor pintu
apartemenmu dan Lucy yang membukakan pintunya. Ia benar-benar marah saat ia
tahu kau tidak ada di rumah. Lucy tidak ingin memberitahu keberadaanmu dan itu
membuat Justin sangat kesal. Justin hampir memukul Lucy, untung saja aku sudah
keluar sejak Justin menggedor-gedor pintu apartemenmu. Jika aku tidak ada,
mungkin sekarang Lucy sudah dibawa ke rumah sakit,” jelas Lyle panjang lebar.
Aku memasukan tanganku ke dalam mulutku. Hatiku sudah berada di mulutku dan
tanganku hendak mengambilnya lalu meninjunya sekeras mungkin. Justin
benar-benar melakukan itu? Mengapa ia harus mabuk? Well, aku ingin bertemu
dengan Justin sekarang.
“Lalu
di mana dia sekarang?”
“Aku
tidak tahu. Dia pergi dari apartemen subuh-subuh dan tak kembali-kembali sampai
sekarang. Temui dia malam ini, aku yang akan mengantarmu pergi ke arena
perlombaan malam ini. Dan Justin akan berlomba satu lawan satu. Well, dia akan
melawan orang gila. Bones Strike. Dia itu pembalap dari New York yang ingin
melawan Bieber Biker. Kau mau?” tanya Lyle. Kuanggukan kepalaku dengan cepat.
Tentu saja aku mau. Aku ingin melihat keadaan Justin. Sekarang aku tidak tahu
di mana ia berada. Begitu juga dengan sahabatnya. Ini benar-benar membuatku
khawatir. Kuharap ia baik-baik saja di luar sana.
***
Lyle
memegang tanganku. Kami sudah berada di arena balap motor. Malam ini lebih
banyak orang yang datang. Mungkin Bones Strike ini memang terkenal sehingga
banyak sekali orang yang datang. Well, aku pernah mendengar ini. Satu lawan
satu. Justin akan melawan Bones Strike, kuharap ia akan menang. Tapi dari tadi,
aku tidak melihat tanda-tanda kedatangan darinya. Justru sekarang aku hanya
melihat Bones Strike yang sudah berada di garis start dengan helm-nya yang
bergambar tengkorak. Penampilannya benar-benar menyeramkan. Ia memakai jaket
kulit lengan panjang berwarna hitam dan gambar tengkorak putih di belakangnya.
Ia memakai sepatu boots tinggi berwarna hitam dan motornya tidak besar. Justru
kecill. Ia memakai riasan di wajahnya agar terlihat seperti tengkorak. Bibirnya
berwarna hitam dan dari tadi ia berteriak-teriak dan mengeluarkan lidahnya.
Memeriahkan tempat ini.
“Di
mana Justin?” tanyaku ketakutan pada Lyle.
“Aku
tidak tahu. Tapi aku tadi sudah menghubunginya. Kurasa ia baik-baik saja. Ia
akan segera datang. Ah, itu dia!” ujar Lyle menunjuk pada sebuah motor yang
melesat dengan pelan menuju garis start. Semua penonton langsung mengeluarkan
ponselnya karena balap motor akan segera dimulai.
“Ahaha,
ini? Ini yang akan menjadi lawanku? Kuharap ia tidak akan menangis jika kunci
motornya berada di tanganku,” ujar Bones Strike menghina Justin dan
menunjuk-nunjuk Justin dengan lidah yang keluar. Menertawakan Justin sesuka
hatinya. Aku ingin menangis melihat Justin yang tidak sama sekali melihat
padaku. Oh, kumohon. Lihatlah aku Justin. Aku telah berdiri paling depan hanya
untuk melihatmu. Aku ingin melihat keadaanmu.
Sepintas,
Justin menoleh padaku dan matanya langsung melebar. Air mataku langsung
mengalir dan melambaikan tanganku padanya. Bisa kulihat ia tidak tersenyum di
sana dan kemudian ia mengabaikanku, tidak melambaikan tangannya. Tentu saja.
Sebentar lagi ia akan berlomba dan ia harus fokus. Seperti biasa, seorang gadis
bertubuh seksi dengan kulit putih dan juga rambut pirang mengeluarkan bra hitam
miliknya. Ia memainkan matanya pada Justin. Membuatku ingin melemparkan batu
besar pada kepalanya.
“Oh
yeah, dia sangat seksi,” gerutu Bones Strike yang benar-benar cerewet. Dari
semua pembalap yang pernah kulihat, kurasa hanya Bones Strike yang benar-benar
berisik dan cerewet.
“Ups,”
desah gadis itu menjatuhkan bra-nya ke atas jalan. Sontak Justin dan Bones
Strike melesatkan motornya, melewati gadis yang berada di tengah-tengah itu.
Oh, Tuhan! Bajunya yang pendek sempat tersingkap ke atas karena angin yang disebabkan
oleh kedua motor itu. Dadanya terlihat begitu saja dan ia langsung menutup
dadanya dengan cepat, pipinya memerah. Kugelengkan kepalaku dengan heran,
mengapa ada gadis sepertinya yang tak tahu malu.
“Hey!
Perhatikan, Bones Strike lebih unggul dari Justin,” ujar Lyle menatap layar
ponselnya. Kemudian aku ikut melihatnya. Benar, Justin berada di belakang. “Ah
sial! Justin gagal melambung dari
kanan!” serunya gemas.
“Bukankah
seharusnya Justin menyusul dari sebelah kiri?” tanyaku. Lyle mendengus.
“Ini
balap motor. Tak peduli jika Justin ingin melambungkan motornya melewati kiri
atau kanan. Aku telah mengajarkan Justin untuk menendang lawannya, tapi ia
tidak pernah melakukannya,” gerutu Lyle menatap layar dengan serius. Kembali
aku fokus pada layar ponsel Lyle. Sekarang Justin dan Bones Strike sudah
sejajar, kecepatan mereka sama, dan sesekali Bones berada di belakang. Saat
berada di sebuah lorong, tiba-tiba Justin menendang motor milik Bones hingga
motor Bones terjatuh dan tertinggal di jalan. Oh, astaga. Semua orang yang sedang menonton langsung bersorak. Ada
yang mendesah dan mendecak kesal.
Bones
tertinggal jauh dari Justin. Bukankah Bones akan memberikan kunci motornya pada
Justin? Dan mengapa Justin sengaja menendang motor milik Bones? Mungkin ia
tidak menginginkannya. Aku terdiam, tidak menonton lagi perlombaan ini. Justin
tidak tersenyum padaku dan mengabaikanku lagi. Itu rasanya begitu sakit. Mataku
menatap kosong pada jalanan yang berada di depanku dan memikirkan perkataan
Lyle tadi pagi tentang amarah Justin yang meluap-luap. Aku tak percaya Justin
akan memukul sahabatku. Mungkin itu efek dari alkohol yang ia minum.
Semua
orang mulai mendongak dan bersorak saat Justin muncul dengan kecepatan motor
yang tidak begitu cepat. Kemudian motornya melewati garis finish dan Justin
mulai meminggirkan motornya ke sisi jalan. Kembali lagi aku harus menunggu
gadis-gadis yang akan mengerubungi Justin. Tapi Lyle langsung menarik tanganku
untuk menghampiri Justin. Dengan kasar Lyle menyingkirkan gadis-gadis yang
mengerubungi Justin. Kemudian aku mendapati Justin yang sudah membuka helm-nya.
Oh astaga, ia tampak hancur.
“Kate!”
Justin berseru, namun ia tidak turun dari motornya. Lyle mendorongku agar lebih
mendekati Justin. Sontak Justin langsung memelukku dan mengecup bibirku begitu
lama. Bau rokok dan alkohol. Sial! Aku memukul dada Justin dengan cepat. Sontak
bibirku dan bibirnya terlepas begitu saja. “Maafkan aku. Aku tidak bermaksudku
untuk menghinamu, sayang. Maafkan aku,”
“Hey,
hey, hey! Apa yang kalian lihat? Pergi dari sini!” seru Lyle menyuruh
gadis-gadis yang mengerubungi kami dengan kasar. Beberapa detik kemudian mereka
menghilang dari hadapan kami.
“Aku
benar-benar khawatir. Kau ada di mana?” tanya Justin melepaskan rangkulannya
dan turun dari motor, ia menyetang motornya kemudian kembali memelukku.
“Aku
tidak akan pulang ke apartemen Justin, untuk sementara,”
“Oh,
Kate. Jangan lakukan ini padaku. Aku benar-benar minta maaf dengan perkataanku.
Aku tidak pernah bermaksudku untuk bilang seperti itu. Itu hanya karena aku
benar-benar marah,”
“Aku
ke sini hanya untuk melihat keadaanmu, itu saja. Well, Justin, kau masih
merokok dan minum. Kupikir kau akan berhenti melakukan itu,”
“Aku
tidak akan melakukan itu lagi jika kau tidak menjauhiku. Ini hanya karena
keberadaan Lucy. Jika kau memang tidak bisa membuatnya pergi dari apartemenmu,
tinggallah di apartemenku. Agar ia tidak datang dan tidak mengganggu lagi,”
ujar Justin melepaskan pelukannya.
“Hey
Bieber, usaha yang bagus,” ujar Bones Strike yang tiba-tiba saja muncul di
hadapan kami. Ia melemparkan kunci motornya pada Justin dan menganggukan
kepalanya. “Aku tidak pernah tahu kau akan menendangku,” lanjut Bones lagi
tertawa. Aku memeluk pinggang Justin dengan kencang karena ketakutan. Well,
Bones benar-benar menyeramkan dari jarak dekat. Lebih menyeramkan.
“Pacarmu
seksi,”
“Kau
lebih baik menjauh, setan!” teriak Justin tertawa saat Bones Strike melangkah
pergi dari tempat ini. Well, sekarang suasana menjadi sunyi sepi. Para penonton
telah pergi, pulang ke rumah mereka masing-masing –atau ke tempat lain untuk
melakukan ‘sesuatu’ di Jumat malam. Justin melemparkan kunci motor Bones Strike
pada Lyle yang berdiri di sebelahku seperti orang bodoh.
“Yep,
harus membawa pulang hadiah Bieber Biker!” serunya memutar-mutarkan kunci motor
milik Justin –sekarang—dan melangkah pergi untuk mengambil motor Bones Strike
yang terparkir di seberang jalan.
“Ingin
berjalan malam-malam?” tanya Justin menawarkanku. Kuanggukan kepalaku. Kemudian
Justin melepaskan rangkulannya dan menaiki motornya lagi dan menyalakannya.
Kupegang bahu Justin duduk di belakang motor Justin. Sontak Justin melesatkan
motornya dengan cepat, membuatku langsung memeluknya dengan erat.
“Jika
aku mati, maka kau adalah tersangka pertamanya Justin!”
“Oh
yeah, tidak apa-apa. Well, sebenarnya, jika kau mati pasti aku juga mati, Mrs.
Bieber,” ujar Justin yang membuatku terkesiap. Mrs.Bieber.
“Dalam
mimpimu Mr.Bieber!” aku berseru padanya. Aku mencoba untuk melupakan perkataan
Justin kemarin. Aku tidak akan kembali ke apartemenku. Kusandarkan kepalaku
pada punggung Justin dan memejamkan mataku.
Motor
ini terus melesat, entah kemana kemudian berhenti. Membuatku membuka mataku dan
melihat ke sekitar. Oh, baiklah. Kita sekarang berada di sebuah jalanan yang
begitu sepi dan ini bukanlah di sebuah kota. Tapi pinggir kota. Sehingga di
sisi-sisi jalan hanyalah rerumputan yang membawa kita pada hutan di bawah.
Justin memarkirannya di pinggir jalan dan memintaku untuk turun.
“Aku
tidak pernah membawamu ke sini. Tapi ini biasanya akan menjadi tempat terbaik
untukku jika aku sedang bimbang,” ujar Justin melepaskan helm-nya.
“Benarkah?”
tanyaku menumpukan badanku pada tanganku yang berada di atas motor Justin.
Justin menganggukan kepalanya tapi tiba-tiba salah satu tangannya menarik
pinggangku. Bibirnya mulai menyentuh bibirku. Tangannya yang lain menarik
kepalaku agar ia dapat memperdalam ciuman ini. Aku tak dapat melawannya, aku
membalas ciumannya dan mengisap bibir bawahnya dengan penuh gairah. Lidahnya
membelai lidahku dengan lembut dan kedua tanganku mulai meremas rambutnya. Aku
mendesah pelan.
“Jangan
tinggalkan aku, kumohon,” pinta Justin menghentikan ciuman kami. Nafas kami
terengah-engah.
“Aku
akan tinggal di apartemenmu.” Aku memutuskan, Justin tersenyum dan kembali
mencium mulutku dengannya penuh gairah. Oh sekarang keadaannya benar-benar
panas. Kuharap Justin membawaku ke dalam kamarnya. Aku tidak pernah disetubuhi
oleh Justin. Dan aku menginginkannya sekarang. Detik ini.
***
Aku
melingkarkan kakiku di sekitar pinggang Justin seerat mungkin sedangkan dari
tadi bibirku dan bibirnya terus terpagut dengan gairah yang tak dapat kutahan.
Justin menurunkanku di depan pintu apartemennya dan langsung memegang kedua
pipiku untuk memperdalam ciuman ini. Aku mendesah pelan dengan setiap decakan
ciuman kami yang terdengar erotis. Jari-jariku begitu gatal untuk menggaruk
sesuatu sehingga aku melampiaskannya dengan meremas kaos hitam yang Justin
pakai sehingga ia semakin memajukan tubuhnya pada tubuhku. Aku bisa merasakan
sesuatu yang keras di bawah sana.
“Lingkarkan
kakimu di pinggangku,” bisiknya melepaskan ciuman ini. Aku melakukannya.
Melingkarkan kakiku di sekitar pinggangnya. “Aku akan membuatmu tidak akan
pernah melupakan pengalaman pertama terindah dalam hidupmu,” bisiknya tertawa,
kali ini. Bibirnya begitu dekat dengan bibirku sehingga dengan pelan lidahnya
menjilat bibir bawahku, membuatku sedikit mendesah. Dia benar-benar penggoda.
Sesuatu yang lembab menyerang kembali bagian bawahku. Salah satu tangannya
menahan tubuhku agar terus menempel dengan tubuhnya sedangkan yang satu lagi
memegang kepalaku agar ia dapat mencium bibirku kembali. Lidah kami terus
bermain dengan penuh gairah, ia menggigit bibirku sehingga aku mengerang. Ia
membuka pintu apartemennya yang tak terkunci dan membanting pintunya dengan
salah satu kakinya.
“Oh
yeah,” desahnya mengeratkan lingkaran kakiku di sekitar pinggangnya. Aku
mendongak, merasakan sesuatu yang menekan di bawah sana.
“What
the fuck?” seru Logan yang ternyata berada di apartemen Justin. Dengan cepat ia
melangkah masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. Justin tertawa pelan dan
mengabaikan Logan. Ia membuka pintu kamarnya lalu menutupnya kembali dan
menguncinya. Baiklah, kali ini aku akan benar-benar melakukannya bersama
seorang Bieber Biker. Ia tidak memagut bibirku lagi. Kurasa mulutku sekarang
begitu panas dan memerah.
Justin
menatapku dengan intens lalu menurunkan tubuhku dari gendongannya namun
tanganku masih melingkar pada lehernya. Kedua tangan Justin memegang pinggangku
dan tersenyum manis padaku.
“Apa
kau yakin kau ingin melakukan ini?” tanya Justin, suaranya begitu parau.
“Ya,”
“Membuatmu
mendapatkan pelepasan yang begitu banyak adalah tujuanku, sekarang. Seperti
yang kubilang tadi. Kau tidak akan pernah melupakan pengalaman pertama ini
seumur hidupmu,” ujar Justin mulai mengangkat sedikit kaos putih yang kupakai
dan menggesek-gesekan jarinya pada kulitku. Ia mendengus pelan.
“Oh
astaga, hanya dengan menggesekan jariku di sekitar pinggangmu saja aku dapat
keluar dengan cepat. Kau terlalu seksi untukku, Kate,” erang Justin mendongakan
kepalanya ke belakang lalu tangannya mulai menarik lepas kaos putihku dari
tubuhku sehingga sekarang, Justin dapat melihat dadaku yang membusung untuknya.
“Sial!”
gumamnya menatap dadaku, terpana. Tiba-tiba saja ia menggendongku kembali dan
membawaku ke atas tempat tidur. Mataku tak lepas dari matanya yang tidak
menatapku. Karena dari tadi matanya terus melihat pada dadaku dan jakunnya naik
turun tak karuan. Justin melayang di atasku, tidak menindih tubuhku dan kali
ini matanya menatapku. Dengan intens. Jari-jarinya mengelus pipiku dengan
lembut.
“Kau
benar-benar seperti bayi. Bayi besar. Kulitmu benar-benar halus dan lembut. Oh
Tuhan!” Justin mendesakan tubuhnya pada tubuhku. Aku bisa merasakan sesuatu
yang menonjol dari celana Justin di sekitar pangkal pahaku. Ia mengerang dan
mendongakan kepalanya ke belakang.
“Oh
Kate, kau mungkin akan menjadi gadis pertama yang membuatku keluar sebelum kita
melakukannya,” erang Justin berusaha menghentikan gerakan pinggangnya di
sekitarku. Aku mendesah pelan dan memejamkan mata. Mengapa Justin tidak
langsung saja melakukannya? Aku benar-benar menginginkan ini.
“Buka
matamu sayang,” bisik Justin. Aku melakukannya. Membuka mataku untuknya dan ia
sudah tidak melayang di atas tubuhku. Ia berdiri di atas lantai, di sebelah
tempat tidur dan melepaskan pakaiannya. Oh Tuhan. Dia adalah lelaki terseksi
yang pernah kutemui. Tatto-tatto yang menghiasi tubuhnya membuatnya terlihat lebih
gagah –meski aku tidak begitu menyukainya—dan ia menyisakan celana boxernya
yang menggantung di sekitar pinggangnya. Ia naik ke atas tempat tidur,
menempatkan dirinya di bawahku. Aku masih memakai celana jins-ku. Jari-jarinya
yang terampil mulai membuka celana jins-ku dan melepaskannya dari kakiku.
“Oh
shit, benar-benar indah,” bisik Justin menyeringai melihat pada bawahku. Aku
memakai celana dalam berwarna merah muda dan kurasa di sana sudah benar-benar
basah. Kupejamkan mataku saat ia menempatkan salah satu jarinya di sekitar
celana dalamku dan menyusurinya di tengah-tengah bawahku. Aku mengerang dan
pinggulku tak bisa diam akibat sentuhan dari jarinya yang mulai menekan-nekan
bawah bawahku dengan lembut.
Rasanya
benar-benar nikmat dan begitu intens.
“Kau
benar-benar basah sayang,” bisik Justin, aku dapat mendengarnya menyeringai di
bawah sana. “Apa aku boleh melihatnya?” tanyanya sambil menempatkan
jari-jarinya di pinggiran celana dalamku. Kuanggukan kepalaku.
“Jawab
aku sayang,” tuntutnya.
“Yeah.
Ya, Justin,” ujarku menelan ludahku. Tanpa berpikir panjang, ia langsung
merobek celana dalamku dengan kasar. Membuatku mengerang dan menjerit kesakitan
dengan perlakuannya. Lalu semuanya terasa begitu terbuka untuknya.
“Sial,
kau begitu indah di bawah sini,” ujar Justin mulai menempatkan seluruh
tangannya pada alatku. Menangkupnya dengan kencang, membuatku menegang dan
mengerang. Mendongakan kepalaku ke belakang. Ini terlalu banyak. Ini terlalu
banyak, aku mengulang-ulang kalimat itu di otakku. Ia menggesek-gesekan
tangannya di sana dengan lembut, membuatku tak tahan untuk menggoyangkan
pinggulku untuk mendapatkan pelepasan darinya.
“Sayang,
buka matamu,” suruh Justin yang sudah berada di sampingku. Aku menoleh padanya
dan membuka mataku untuknya. Menatapnya matanya begitu intens, lagi, dan
tangannya menggesek di bawah sana begitu cepat.
“Arrh
..kumohon Justin. Jangan lakukan ini padaku Justin,”
“Lakukan
apa sayang?”
“Oh
kumohon,” erangku memejamkan mata dan mendongak kepalaku. Tangannya semakin
menggesek bagian bawahku dengan cepat, aku merasakan sesuatu mengumpul di bawah
sana.
“Apa
yang kaumohonkan?” tanya Justin, “tatap aku!” dengusnya padaku. Aku berusaha
untuk membuka mataku untuknya. Jarinya tidak masuk ke dalam tubuhku, ia hanya
menggesek-gesekannya di bagian luarnya. Namun rasanya luar biasa nikmat.
Jari-jariku meremas sprei tempat tidurnya dan pada lengan Justin. Kuku-kukuku
tenggelam dalam lengan Justin yang berotot dan Justin mengerang. Semakin
mempercepat gesekan tangannya di bawah sana. Seluruh tubuhku menegangn. Kakiku
terangkat ke atas, jari jempolku menunjuk dengan kencang, tubuhku bergetar. Aku
mendapatkan pelepasan.
“Yeah,
keluarlah untukku sayang. Oh sial!” erang Justin semakin mempercepat
gesekannya.
“Ah
–Oh! Justin, apa yang kaulakukan? Shit!” aku menggumamkan kata kotor dan
pinggulku tak dapat diam. Mataku terpejam, merasakan setiap getaran dalam
tubuhku. Tapi Justin tidak menghentikan gesekan jarinya dari pangkalku. Justru
semakin mempercepatnya.
“Apa
yang kaulakukan?” jeritku membuka mata dan menatap Justin dengan ketakutan.
Justin menyeringai padaku. Oh apa ia berusaha untuk membunuhku? Aku tidak bisa
mati kenikmatan karena ini. Ini begitu berlebihan dan aku sudah begitu lemas.
Dan gesekan jari Justin yang ia percepat membuat pelepasanku kembali bangkit.
“Aku
akan membuatmu pingsan,”
“Oh
sial Justin! Ini begitu berlebihan ..aku –shit!” ini begitu cepat. Alatku
begitu sensitif untuk di sentuh. Pinggulku kembali bergoyang dan pegangan
tanganku pada lengan Justin semakin mengencang. Aku memejamkan mataku untuk
merasakan kembali kenikmatan ini. Tangan Justin menghilang di bawah sana.
“Rasamu
benar-benar lezat,” bisik Justin. Aku membuka mataku dan melihatnya menjilat
tangannya. Aku menatapnya dengan jijik, tak percaya ia akan melakukan itu. Ia
tertawa pelan melihat ekspresiku. Kupejamkan mataku kembali. Tubuhku
benar-benar lemas, rasanya tulang-tulangku terputus-putus. Justin bangkit dari
tempat tidur, aku bisa merasakan gerakannya melalui tempat tidur.
Oh
astaga. Justin benar-benar membuatku merasa begitu nakal sekarang. Tadi adalah
pelepasan yang begitu intens yang pernah kurasakan selama aku berhubungan
dengan Justin. Dan malam ini. Sekarang. Untuk yang pertama kalinya di Jumat
malam, aku akan melakukan ini bersama dengan Justin. Menyerahkan keperawananku
kepada lelaki yang kucinta. Cinta pertamaku.
“Kate,”
panggil Justin. Aku membuka mataku dan kulihat ia memegang segelas air minum
dan memberikannya padaku. Berusaha untuk duduk, aku menumpu tubuhku dengan
salah satu tanganku dan mengambil gelas yang dipegang oleh Justin dan
meminumnya. Ia tersenyum manis padaku. Aku tidak melihat pada bagian bawah
tubuhnya.
“Tadi
itu benar-benar seksi,”
“Benarkah?”
tanyaku memberikan gelas pada Justin lagi. Ia menganggukan kepalanya dan
menaruh gelas pada meja belajarnya. Lalu ia naik ke atas tempat tidur, menarik
tubuhku agar kembali terlentang. Ia menindih tubuhku.
“Kau
rasakan itu sayang?” tanya Justin menekan-nekankan ereksinya pada bagian
pangkalku. Aku menganggukan kepalaku dan merintih. Aku tak berani menatap ke
bawah, mataku terus bertemu dengan mata Justin.
“Apa
kau memakai kondom, Justin?”
“Yeah,
tentu saja,”
“Lakukanlah,”
“Kau
yakin?”
“Yeah,”
“Kate,
apa kau yakin?” tanya Justin kali ini lebih tegas.
“Holy
fuck Justin! Yes!” aku berteriak padanya.
“Here
we go,” bisik Justin mendorong tubuhnya pada tubuhku. Tanganku sudah berada
pada pundak Justin. Kemudian kuku-kukuku mulai tenggelam dalam pundak Justin
dan Justin mendengus. Berusaha untuk menahan rasa sakit dari kukuku. Tapi demi
apa pun, ini sangat sakit. Aku menjerit saat sedikit dari ereksi Justin mulai
memasuki tubuhku. Mulut Justin menutup mulutku untuk meredamkan jeritanku.
Bibir bawahku kugigit untuk melampiaskan segala kesakitan yang kurasa.
“Ah!”
erang Justin akhirnya memasukan seluruh tubuhnya. “Kau benar-benar sempit,
Kate,” bisik Justin melepaskan ciumannya. Sekarang aku merasakan sesuatu yang
mengganjal dan perih di bawah sana. Justin tidak menggerakan tubuhnya, kurasa
ia tahu aku kesakitan. Mungkin ia ingin memberikan waktu untuk membiasakan
sesuatu yang mengganjal di bawah sana.
“Apa
kau masih sakit? Karena aku akan bergerak,”
“Kumohon,”
bisikku melingkarkan tanganku di sekitar lehernya sekarang. Ia menggerakan
pinggulnya dan aku langsung mengerang, kesakitan sekaligus kenikmatan. Astaga,
benar-benar sakit namun di satu sisi aku juga merasakan kenikmatan.
“Terus
Justin,” desahku di telinganya. Ia melakukannya, menggerakan pinggulnya di
bawah sana dan aku mengerang, menjerit, dan mendesah.
“Holy
shit!”
“Ah
yes!” desis Justin di telingaku. Aku memeluk lehernya dan Justin langsung
mengangkat tubuhku dengan kedua tangannya sehingga sekarang aku setengah duduk.
Ternyata Justin ingin membuka pengait braku dan tiba-tiba saja bra-ku terlepas.
Dengan buas Justin memainkan bibirnya di bagian puting dada kiriku.
“Mmm,”
gumamnya terus menjilat dan mengisap dadaku dengan lembut. Pinggulnya terus
bergoyang dengan cepat, membuatku merintih dan mendongakan kepalaku ke
belakang. Yang dapat kulakukan sekarang hanyalah mengerang, mendesah dan
merintih.
“Ooooh,
Kate! Fuck!” erang Justin melepaskan mulutnya dari sekitar dadaku.
“Justin,”
aku meremas rambutnya.
“Oh
yes, baby,” desah Justin mempercepat gerakannya. Seluruh tempat tidur bergerak,
decitannya terdengar di telingaku. Desahan dan eranganku dengan Justin saling
bersahut-sahutan. Sampai pada akhirnya kakiku menegang kembali dan terbuka
semakin lebar.
“Oh,
oh! Justin ..aku –Fuck!” aku mendongakan kepalaku lagi, merasakan begitu
nikmatnya pelepasan yang kudapat. Tubuhku bergetar di bawahnya namun Justin
tidak memberikanku kesempatanku untuk mengambil nafas. Ia terus menggerakan
pinggulnya padaku dengan kencang.
“Oh
Justin, apa yang kau lakukan? Aku –“:
“Oh
Fuck, Kate!” erang Justin dan mendongakan kepalanya. Sekarang gerakannya tak
terkendali, aku rasa aku akan rusak. Benar-benar rusak. Oh Tuhan! Astaga, apa
yang sedang Justin lakukan? Kembali aku mendapatkan pelepasanku. Beberapa menit
kemudian Justin berhenti bergerak. Aku dan Justin ambruk bersama-sama di atas
tempat tidur. Justin menyingkirkan tubuhnya dari tubuhku agar aku mendapatkan
nafas.
Tadi
benar-benar luar biasa. Tapi alatku rasanya begitu sakit sekarang. Justin cukup
melakukannya dengan kasar. Padahal aku masih perawan. Bayangkan, 5 kali aku
mendapatkan pelepasan dari seorang Bieber Biker dan aku ingin mati sekarang.
“Whoah,”
“Kau
benar-benar melakukannya dengan baik, Justin,” bisikku. Aku mengakuinya. Dia
memang raja tempat tidur bagiku. Meski aku tak berpengalaman, tapi terbukti
dari cara Justin memperlakukanku.
“Yeah,
aku tahu. Dan kau benar-benar luar biasa,” ujar Justin melepaskan kondom yang
ia pakai. GILA! Aku ingin mati sekarang saat aku melihat miliknya begitu besar.
Apa-apaan itu? Mengapa benda sebesar dan sepanjang itu dapat masuk ke dalam
tubuhku? Aku benar-benar tak percaya. Ia mengambil tisu yang berada di atas
meja belajarnya dan membungkus kondom itu lalu membuangnya. Ia membalikan
tubuhnya dan tersenyum padaku.
“Kau
benar-benar seksi. Oh Tuhan, aku rasa aku tidak akan pernah puas denganmu,”
“Aku
ingin melakukannya lagi,”
“Ya?”
“Yeah,
agak sakit di bawah sini,” ujarku tak berani melihat pada alatku. Tapi dengan
santai, Justin melebarkan kakiku sehingga ia bisa melihat ke bawah.
“Maafkan
aku,” bisik Justin naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sebelahku,
menarik selimut yang terjatuh di atas lantai dan menutupi tubuhku dan tubuhnya.
Aku mencoba untuk menutup kakiku, meski aku merasakan kesakitan di bawah sana.
“Tidak
apa-apa. Aku senang sekarang,” bisikku memiringkan tubuhku untuk berbalik
padanya. Ia menumpu kepalanya dengan siku-siku yang bersandar pada kasur.
Tangannya yang lain menyingkirkan rambutku ke belakang telinga. Aku benar-benar
berkeringat, sama sepertinya. Tapi melihatnya berkeringat itu adalah suatu yang
seksi sekali. Keringat akibat gairah.
“Justin,”
panggilku ragu-ragu. Tiba-tiba saja ketakutan menghampiriku. Bagaimana jika
setelah ini Justin akan meninggalkanku? Tapi aku tidak begitu yakin. Justin
mencintaiku dan ia tidak akan melakukan itu. Aku tahu itu. Melihat perubahan
raut wajahku, Justin langsung menarik kepalaku pada dadanya. Sehingga sekarang
aku merasakan kehangatan dari tubuhnya lagi.
“Aku
tidak akan meninggalkanmu,” bisik Justin mengetahui ketakutan. Aku menelan
ludah.
“Mengapa?”
“Aku
mencintaimu, Kate. Aku tidak akan pernah meninggalkan orang yang kucintai,”
“Siapa
saja selain aku?”
“Ibuku.
Aku tidak ingin mengecewakannya dalam bentuk apa pun. Karena dia adalah
segalanya, sebelum adanya dirimu. Aku mencintainya, sangat. Dan aku tidak ingin
ibuku tahu tentang ini. Tentang aku sering mabuk dan merokok. Ia hanya tahu aku
memiliki tattoo dan ia cukup kecewa,”
“Mengapa
kau mengecewakannya? Kupikir kau mencintainya,”
“Itu
faktor lingkungan, Kate. Aku akan melakukan apa pun, Kate, aku mencintaimu. Aku
akan melakukan apa pun agar kau tidak meninggalkanku. Saat kau meninggalkanku,
rasanya dunia ini menghilang. Padahal aku tahu, kau baru saja meninggalkan satu
hari,” ia tertawa pelan dan aku bisa merasakan ia menghirup wangi rambutku.
“Kurasa
kau sudah tahu semuanya dari Lyle. Aku hampir memukul Lucy karena dia tidak
ingin memberitahu keberadaanmu. Bodohnya aku, aku tidak berpikir kau akan pergi
ke rumah orang tuamu. Tapi aku tahu, Lyle akan membujukmu untuk datang malam
ini. Menontonku. Sangat lucu saat aku mendengar Lyle bilang padaku kalau kau
benar-benar khawatir padaku,”
“Well,
aku tidak begitu khawatir,”
“Kau
menangis saat aku tidak tersenyum padamu, saat kau melambaikan tanganmu padaku,”
ujar Justin terkekeh pelan. Pipiku memerah. Bagaimana mungkin ia tahu aku
menangis? Apa dia memiliki penglihatan yang lebih hebat dibanding orang normal?
Aku memukul pelan dadanya dan ikut tertawa.
“Kau
harus tinggal di sini,” bisik Justin. “Kau menyukai ini?” tanya Justin
memainkan putingku dengan jarinya. Aku mendesah pelan, memejamkan mataku. Justin
bangkit dari tempat tidur dan mengambil sesuatu dari laci meja belajarnya,
ternyata kondom. Oh, baiklah. Aku menginginkan ini lagi. Mendapatkan 5 pelepasan
dalam satu permainain memang sangat melelahkan. Tapi jika kita ingin
beristirahat namun terganggu oleh lelaki seperti Justin, apa kita bisa
beristirahat? Tentu saja tidak! Ia pengganggu organ seks-ku. Mudah
membangkitkan semangatku setelah melakukan hubungan badan. Meski sekarang aku
cukup lelah, tapi aku ingin melakukannya lagi. Mungkin aku akan berubah menjadi
penyuka seks, tapi hanya pada Justin. Hanya Justin. Justin naik ke atas tempat
tidur lagi namun kali ini ia melayang kembali di atasku.
“Aku.
Tidak. Akan. Meninggalkanmu. Kate,” ucap Justin di sela-sela kecupan bibirnya
pada bibirku. Aku tertawa geli karena lidahnya mulai menjilat bibir bawahku,
menggodaku. Sialan!
“Aku
menginginkannya lagi,”
“Oh
Kate, kau tidak tahu seberapa kerasnya aku sekarang,” tawa Justin sambil
menggesekan ereksinya pada milikku dan menekan-nekannya. Sial! Ternyata dia
sudah sangat keras. Aku juga sudah begitu basah karena sentuhan tangannya.
Jari-jari Justin mulai bermain kembali pada putingku, mulutnya menangkup dadaku
dengan penuh gairah. Aku mendongakan kepalaku dan pelan-pelan Justin mulai
memasukan kembali ereksinya ke dalam tubuhku dengan santai. Kali ini lebih
mudah.
Justin
mendengus.
“Shit,
Kate!” dengusnya menggigit pelan putingku, aku menjerit. “Oh baby,” bisik
Justin langsung menarik kepalaku agar ia dapat mencium bibirku. Eranganku
sekarang berada di dalam mulutnya. Tubuhnya mulai bergoyang, kali ini pinggulku
ikut bergoyang. Oh ya ampun, rasanya benar-benar luar biasa. Aku mengikuti
gerakan Justin secara teratur dan bibir kami masih terpagut seperti lem. Bunyi
decakan dari mulut kami membuat bagian bawahku semakin basah.
“Apa
yang kaulakukan Justin?” erangku meremas rambut Justin, bahkan aku menariknya
dengan kencang. Justin mengerang dan mencium kembali dadaku seperti setan.
“Fuck!
Fuck! Fuck!” erang Justin semakin cepat, begitu juga dengan gerakanku yang
semakin cepat dengan gerakannya.
“Give
me more Justin! Give me more!”
“Oh
yes, Kate! Fuck!” erang Justin melepaskan mulutnya dari dadaku. Ia memejamkan
matanya dan kepalanya terdongak ke belakang. Semuanya terkumpul di perutku dan
rasanya aku ingin meledak. Aku menjerit kenikmatan dan meremas rambut Justin
dengan kencang.
“Aaaah!”
aku dan Justin mendapatkan pelepasan kami bersama-sama dan rasanya benar-benar
luar biasa. Kembali Justin ambruk di sebelahku dan ia berusaha untuk mengambil
nafasnya. Begitu juga denganku.
“Kau
sungguh luar biasa,” bisiknya menarikku untuk menempel dengan tubuhnya yang
berkeringat. Aku menganggukan kepalaku dan menempatkan kepalaku pada dadanya.
“Oh
Kate, kau gadis pertama yang membuatku keluar begitu cepat,”
“Berarti
aku yang menang,”
“Yeah,
terserah Kate. Kau memang pemenangnya. Kau memenangkan hatiku dan kau
mengalahkanku di ranjang,”
“Yeah,
aku tahu itu. Aku seksi,”
“Whoa,
ternyata gadis di sampingku lebih nakal sekarang,”
“Mungkin
itu karena faktor kekasihnya yang lebih nakal,” godaku padanya. Justin langsung
memelukku dengan erat.
“Aku
tidak akan meninggalkanmu,”
“Aku
tahu. Justin? Bisakah kau melepaskan kondommu terlebih dahulu lalu kita tidur?”
“Ah
ya, kau benar.” Ujar Justin langsung bangkit dari tempat tidur dan aku tertawa.
Luar biasa.
adegan seks terpanjang yang pernah gue baca. dan gue udah banjir keringat sekarang -_-
BalasHapus^^^ anjir, sama cuyyy ._.v
BalasHapus