Jumat, 02 Agustus 2013

Bieber Biker Bab 6

***

            “Yeah, aku akan menjaga apartemenmu. Aku berjanji,” ujar Lucy padaku sambil melambaikan tangannya padaku. Ia mengantarku pulang ke rumah orang tuaku, mungkin aku akan tinggal di rumah ayahku sampai aku benar-benar dapat bertemu dengan Justin. Dan aku ingin membolos dari kuliah untuk sementara agar tidak bertemu dengan Justin. Aku sangat yakin Justin tidak akan bisa berani untuk masuk ke dalam rumah orang tuaku untuk menemuiku apalagi meminta maaf padaku.
            Entah apa ini benar-benar berlebihan, tapi tentunya aku tidak pernah ingin dihina seperi itu oleh kekasihku sendiri. Jalang. Kata kotor itu terus berputar-putar di otakku. Kulambaikan tanganku pada Lucy yang mulai menaiki taksi yang tadi kami naiki. Kutekan bel rumahku berkali-kali dan muncullah ibuku yang kurasa ia sedang memasak.
            “Oh astaga, mengapa ..Kate ada apa?”
            “Aku ingin tinggal di rumah kalian untuk beberapa hari, aku rindu dengan kalian,”
            “Tapi mengapa kau membawa kopermu? Kau bisa menginap dua hari satu minggu,” usul ibuku. Aku menggelengkan kepalaku dan menyeret koperku lalu masuk ke dalam rumah. Ibuku menutup pintunya dan aku mencium aroma rumahku kembali. Aku benar-benar merindukan ini.
            “Di mana dad?” tanyaku membalikan tubuhku dan menempatkan koperku di sebelah sofa ruang tamu. Ibuku menunjuk ke atas, artinya ayahku berada di ruang kerjanya. Kuanggukan kepalaku dan berlari dengan cepat menuju tangga dan melewati satu per satu anak tangga yang ada. Aku ingin sekali memeluknya. Meski aku tahu tiap hari aku sudah bertemu dengan ayahku tapi aku tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk memeluknya.
            Sampai di ruang kerja ayahku, aku membuka pintunya dengan perlahan. Mendapati ayahku sedang menatap layar laptopnya dengan kacamata yang membatasi penglihatannya. Ia mendongak dan tersenyum padaku dan berdiri.
            “Hey, sayang. Ada apa datang malam-malam seperti ini? Di hari Kamis pula,” ucap ayahku dengan suara yang benar-benar senang akan kedataganku. Melangkah cepat aku langsung memeluk ayahku, mencoba untuk tidak menangis. Rasanya aku ingin menceritakan segala keluh kesahku pada ayah. Ayah sudah tahu tentang hubunganku dengan Justin dan ia menyetujuinya. Tapi ia akan melakukan sesuatu pada Justin jika Justin menyakitiku. Hanya saja, aku tidak ingin ayahku bertindak yang tidak-tidak pada Justin. Bagaimana pun juga aku masih mencintain Justin meski aku marah padanya karena perkataannya yang menjatuhkan harga diriku.
            Dan perkataan Justin benar-benar di luar dugaanku. Tapi sekarang aku hanya membutuhkan pelukan hangat dari ayahku. Dia segalanya, yang selalu mengerti diriku. Meski mungkin dalam beberapa hal tidak. Aku tahu ayahku akan menerimaku kembaliku ke rumah ini dengan senang hati.

***

            Aku menyesal! Aku menyesal karena aku datang pagi ini untuk bekerja. Justin pasti juga akan datang ke restoran. Dan aku sangat berharap ia tidak akan datang. Tapi tidak mungkin! Ia paling rajin bekerja di restoran ini. Bahkan sekarang Phill lebih menyukai Justin dibanding diriku. Aku mengelap meja-meja sebelum restoran ini buka dengan jantung yang terus berdetak dengan kencang. Semalam aku menangis dalam pelukan ayahku dan menceritakan masalahku pada ayahku. Well, tapi aku tidak menceritakan tentang Justin menghinaku sebagai jalang. Tidak. Aku hanya menceritakan tentang Justin tidak menerima Lucy tinggal dalam apartemenku.
            “Kate, mengapa pagi ini kau tidak berangkat dengan Justin?” tanya Phill yang keluar dari dapurnya dan membungkukan tubuhnya lalu menumpunya dengan kedua tangannya di atas meja. Dia seperti perempuan jika seperti itu. Aku tertawa karena posenya yang benar-benar lucu.
            “Oh dia sedang kelelahan dan mungkin ia akan terlambat datang,” ujarku memberikan Phil senyum palsu terbaikku dan terus mengelap meja dengan semangat. Bukan semangat dalam bentuk positif. Tapi dalam bentuk negatif. Mengingat apa yang Justin katakan tadi malam, aku menjadi marah. Amarah itu kuluapkan pada meja yang kulap. Aku tidak peduli jika sebenarnya meja ini sudah bersih, aku terus memutar-mutar kain lap di atas meja.
            “Kurasa kalian memiliki masalah, matamu tampak bengkak,” Sial! Apa mataku yang bengkak ini benar-benar terlihat? Kurasa tidak. Sial-sial.
            “Well, sebenarnya iya. Tapi tidak apa-apa, semuanya baik-baik saja,” ujarku tanpa menatap Phill. Kuharap Phill pergi dari hadapanku sekarang sebelum aku melemparkan kain lap ini pada wajahnya. Hari ini mungkin akan menjadi hari terlabil dalam hidupku. Mungkin.
            Tiba-tiba pintu restoran terbuka dan aku melihat Lyle yang masuk. Ia menyapa Phill dengan senyuman dan kepalanya langsung menoleh padaku. Senyum di wajahnya sirna, kakinya langsung menghantar tubuhnya padaku.
            “Kate! Justin mencari-carimu. Kemana saja kau?” tanya Lyle.
            “Aku berada di rumah ayahku,” bisikku dengan suara yang kecil dan beralih pada meja yang lain. Kusemprotkan air pada meja dan mengelapnya hingga bersih.
            “Kau tahu, Justin hampir memukul Lucy tadi malam,” ujar Lyle yang membuatku berhenti mengelap meja ini. Kudongakan kepalaku, mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada Lucy dari wajah Lyle yang merengut. Lyle menelan ludahnya dan menganggukan kepalanya.
            “Ceritakan padaku apa yang terjadi tadi malam,” ujarku sambil terduduk di atas kursi, menghentikan pekerjaanku. Lyle menarik kursi dan duduk berhadapan denganku.
            “Well, aku tahu masalah kalian apa. Justin pulang ke apartemen dengan keadaan mabuk, sebenarnya. Dan itu sudah menunjukan pukul satu malam. Ia menggedor-gedor pintu apartemenmu dan Lucy yang membukakan pintunya. Ia benar-benar marah saat ia tahu kau tidak ada di rumah. Lucy tidak ingin memberitahu keberadaanmu dan itu membuat Justin sangat kesal. Justin hampir memukul Lucy, untung saja aku sudah keluar sejak Justin menggedor-gedor pintu apartemenmu. Jika aku tidak ada, mungkin sekarang Lucy sudah dibawa ke rumah sakit,” jelas Lyle panjang lebar. Aku memasukan tanganku ke dalam mulutku. Hatiku sudah berada di mulutku dan tanganku hendak mengambilnya lalu meninjunya sekeras mungkin. Justin benar-benar melakukan itu? Mengapa ia harus mabuk? Well, aku ingin bertemu dengan Justin sekarang.
            “Lalu di mana dia sekarang?”
            “Aku tidak tahu. Dia pergi dari apartemen subuh-subuh dan tak kembali-kembali sampai sekarang. Temui dia malam ini, aku yang akan mengantarmu pergi ke arena perlombaan malam ini. Dan Justin akan berlomba satu lawan satu. Well, dia akan melawan orang gila. Bones Strike. Dia itu pembalap dari New York yang ingin melawan Bieber Biker. Kau mau?” tanya Lyle. Kuanggukan kepalaku dengan cepat. Tentu saja aku mau. Aku ingin melihat keadaan Justin. Sekarang aku tidak tahu di mana ia berada. Begitu juga dengan sahabatnya. Ini benar-benar membuatku khawatir. Kuharap ia baik-baik saja di luar sana.

***

            Lyle memegang tanganku. Kami sudah berada di arena balap motor. Malam ini lebih banyak orang yang datang. Mungkin Bones Strike ini memang terkenal sehingga banyak sekali orang yang datang. Well, aku pernah mendengar ini. Satu lawan satu. Justin akan melawan Bones Strike, kuharap ia akan menang. Tapi dari tadi, aku tidak melihat tanda-tanda kedatangan darinya. Justru sekarang aku hanya melihat Bones Strike yang sudah berada di garis start dengan helm-nya yang bergambar tengkorak. Penampilannya benar-benar menyeramkan. Ia memakai jaket kulit lengan panjang berwarna hitam dan gambar tengkorak putih di belakangnya. Ia memakai sepatu boots tinggi berwarna hitam dan motornya tidak besar. Justru kecill. Ia memakai riasan di wajahnya agar terlihat seperti tengkorak. Bibirnya berwarna hitam dan dari tadi ia berteriak-teriak dan mengeluarkan lidahnya. Memeriahkan tempat ini.
            “Di mana Justin?” tanyaku ketakutan pada Lyle.
            “Aku tidak tahu. Tapi aku tadi sudah menghubunginya. Kurasa ia baik-baik saja. Ia akan segera datang. Ah, itu dia!” ujar Lyle menunjuk pada sebuah motor yang melesat dengan pelan menuju garis start. Semua penonton langsung mengeluarkan ponselnya karena balap motor akan segera dimulai.
            “Ahaha, ini? Ini yang akan menjadi lawanku? Kuharap ia tidak akan menangis jika kunci motornya berada di tanganku,” ujar Bones Strike menghina Justin dan menunjuk-nunjuk Justin dengan lidah yang keluar. Menertawakan Justin sesuka hatinya. Aku ingin menangis melihat Justin yang tidak sama sekali melihat padaku. Oh, kumohon. Lihatlah aku Justin. Aku telah berdiri paling depan hanya untuk melihatmu. Aku ingin melihat keadaanmu.
            Sepintas, Justin menoleh padaku dan matanya langsung melebar. Air mataku langsung mengalir dan melambaikan tanganku padanya. Bisa kulihat ia tidak tersenyum di sana dan kemudian ia mengabaikanku, tidak melambaikan tangannya. Tentu saja. Sebentar lagi ia akan berlomba dan ia harus fokus. Seperti biasa, seorang gadis bertubuh seksi dengan kulit putih dan juga rambut pirang mengeluarkan bra hitam miliknya. Ia memainkan matanya pada Justin. Membuatku ingin melemparkan batu besar pada kepalanya.
            “Oh yeah, dia sangat seksi,” gerutu Bones Strike yang benar-benar cerewet. Dari semua pembalap yang pernah kulihat, kurasa hanya Bones Strike yang benar-benar berisik dan cerewet.
            “Ups,” desah gadis itu menjatuhkan bra-nya ke atas jalan. Sontak Justin dan Bones Strike melesatkan motornya, melewati gadis yang berada di tengah-tengah itu. Oh, Tuhan! Bajunya yang pendek sempat tersingkap ke atas karena angin yang disebabkan oleh kedua motor itu. Dadanya terlihat begitu saja dan ia langsung menutup dadanya dengan cepat, pipinya memerah. Kugelengkan kepalaku dengan heran, mengapa ada gadis sepertinya yang tak tahu malu.
            “Hey! Perhatikan, Bones Strike lebih unggul dari Justin,” ujar Lyle menatap layar ponselnya. Kemudian aku ikut melihatnya. Benar, Justin berada di belakang. “Ah sial!  Justin gagal melambung dari kanan!” serunya gemas.
            “Bukankah seharusnya Justin menyusul dari sebelah kiri?” tanyaku. Lyle mendengus.
            “Ini balap motor. Tak peduli jika Justin ingin melambungkan motornya melewati kiri atau kanan. Aku telah mengajarkan Justin untuk menendang lawannya, tapi ia tidak pernah melakukannya,” gerutu Lyle menatap layar dengan serius. Kembali aku fokus pada layar ponsel Lyle. Sekarang Justin dan Bones Strike sudah sejajar, kecepatan mereka sama, dan sesekali Bones berada di belakang. Saat berada di sebuah lorong, tiba-tiba Justin menendang motor milik Bones hingga motor Bones terjatuh dan tertinggal di jalan. Oh, astaga. Semua orang  yang sedang menonton langsung bersorak. Ada yang mendesah dan mendecak kesal.
            Bones tertinggal jauh dari Justin. Bukankah Bones akan memberikan kunci motornya pada Justin? Dan mengapa Justin sengaja menendang motor milik Bones? Mungkin ia tidak menginginkannya. Aku terdiam, tidak menonton lagi perlombaan ini. Justin tidak tersenyum padaku dan mengabaikanku lagi. Itu rasanya begitu sakit. Mataku menatap kosong pada jalanan yang berada di depanku dan memikirkan perkataan Lyle tadi pagi tentang amarah Justin yang meluap-luap. Aku tak percaya Justin akan memukul sahabatku. Mungkin itu efek dari alkohol yang ia minum.
            Semua orang mulai mendongak dan bersorak saat Justin muncul dengan kecepatan motor yang tidak begitu cepat. Kemudian motornya melewati garis finish dan Justin mulai meminggirkan motornya ke sisi jalan. Kembali lagi aku harus menunggu gadis-gadis yang akan mengerubungi Justin. Tapi Lyle langsung menarik tanganku untuk menghampiri Justin. Dengan kasar Lyle menyingkirkan gadis-gadis yang mengerubungi Justin. Kemudian aku mendapati Justin yang sudah membuka helm-nya. Oh astaga, ia tampak hancur.
            “Kate!” Justin berseru, namun ia tidak turun dari motornya. Lyle mendorongku agar lebih mendekati Justin. Sontak Justin langsung memelukku dan mengecup bibirku begitu lama. Bau rokok dan alkohol. Sial! Aku memukul dada Justin dengan cepat. Sontak bibirku dan bibirnya terlepas begitu saja. “Maafkan aku. Aku tidak bermaksudku untuk menghinamu, sayang. Maafkan aku,”
            “Hey, hey, hey! Apa yang kalian lihat? Pergi dari sini!” seru Lyle menyuruh gadis-gadis yang mengerubungi kami dengan kasar. Beberapa detik kemudian mereka menghilang dari hadapan kami.
            “Aku benar-benar khawatir. Kau ada di mana?” tanya Justin melepaskan rangkulannya dan turun dari motor, ia menyetang motornya kemudian kembali memelukku.
            “Aku tidak akan pulang ke apartemen Justin, untuk sementara,”
            “Oh, Kate. Jangan lakukan ini padaku. Aku benar-benar minta maaf dengan perkataanku. Aku tidak pernah bermaksudku untuk bilang seperti itu. Itu hanya karena aku benar-benar marah,”
            “Aku ke sini hanya untuk melihat keadaanmu, itu saja. Well, Justin, kau masih merokok dan minum. Kupikir kau akan berhenti melakukan itu,”
            “Aku tidak akan melakukan itu lagi jika kau tidak menjauhiku. Ini hanya karena keberadaan Lucy. Jika kau memang tidak bisa membuatnya pergi dari apartemenmu, tinggallah di apartemenku. Agar ia tidak datang dan tidak mengganggu lagi,” ujar Justin melepaskan pelukannya.
            “Hey Bieber, usaha yang bagus,” ujar Bones Strike yang tiba-tiba saja muncul di hadapan kami. Ia melemparkan kunci motornya pada Justin dan menganggukan kepalanya. “Aku tidak pernah tahu kau akan menendangku,” lanjut Bones lagi tertawa. Aku memeluk pinggang Justin dengan kencang karena ketakutan. Well, Bones benar-benar menyeramkan dari jarak dekat. Lebih menyeramkan.      
            “Pacarmu seksi,”
            “Kau lebih baik menjauh, setan!” teriak Justin tertawa saat Bones Strike melangkah pergi dari tempat ini. Well, sekarang suasana menjadi sunyi sepi. Para penonton telah pergi, pulang ke rumah mereka masing-masing –atau ke tempat lain untuk melakukan ‘sesuatu’ di Jumat malam. Justin melemparkan kunci motor Bones Strike pada Lyle yang berdiri di sebelahku seperti orang bodoh.
            “Yep, harus membawa pulang hadiah Bieber Biker!” serunya memutar-mutarkan kunci motor milik Justin –sekarang—dan melangkah pergi untuk mengambil motor Bones Strike yang terparkir di seberang jalan.
            “Ingin berjalan malam-malam?” tanya Justin menawarkanku. Kuanggukan kepalaku. Kemudian Justin melepaskan rangkulannya dan menaiki motornya lagi dan menyalakannya. Kupegang bahu Justin duduk di belakang motor Justin. Sontak Justin melesatkan motornya dengan cepat, membuatku langsung memeluknya dengan erat.
            “Jika aku mati, maka kau adalah tersangka pertamanya Justin!”
            “Oh yeah, tidak apa-apa. Well, sebenarnya, jika kau mati pasti aku juga mati, Mrs. Bieber,” ujar Justin yang membuatku terkesiap. Mrs.Bieber.
            “Dalam mimpimu Mr.Bieber!” aku berseru padanya. Aku mencoba untuk melupakan perkataan Justin kemarin. Aku tidak akan kembali ke apartemenku. Kusandarkan kepalaku pada punggung Justin dan memejamkan mataku.
            Motor ini terus melesat, entah kemana kemudian berhenti. Membuatku membuka mataku dan melihat ke sekitar. Oh, baiklah. Kita sekarang berada di sebuah jalanan yang begitu sepi dan ini bukanlah di sebuah kota. Tapi pinggir kota. Sehingga di sisi-sisi jalan hanyalah rerumputan yang membawa kita pada hutan di bawah. Justin memarkirannya di pinggir jalan dan memintaku untuk turun.
            “Aku tidak pernah membawamu ke sini. Tapi ini biasanya akan menjadi tempat terbaik untukku jika aku sedang bimbang,” ujar Justin melepaskan helm-nya.
            “Benarkah?” tanyaku menumpukan badanku pada tanganku yang berada di atas motor Justin. Justin menganggukan kepalanya tapi tiba-tiba salah satu tangannya menarik pinggangku. Bibirnya mulai menyentuh bibirku. Tangannya yang lain menarik kepalaku agar ia dapat memperdalam ciuman ini. Aku tak dapat melawannya, aku membalas ciumannya dan mengisap bibir bawahnya dengan penuh gairah. Lidahnya membelai lidahku dengan lembut dan kedua tanganku mulai meremas rambutnya. Aku mendesah pelan.
            “Jangan tinggalkan aku, kumohon,” pinta Justin menghentikan ciuman kami. Nafas kami terengah-engah.
            “Aku akan tinggal di apartemenmu.” Aku memutuskan, Justin tersenyum dan kembali mencium mulutku dengannya penuh gairah. Oh sekarang keadaannya benar-benar panas. Kuharap Justin membawaku ke dalam kamarnya. Aku tidak pernah disetubuhi oleh Justin. Dan aku menginginkannya sekarang. Detik ini.  

***

            Aku melingkarkan kakiku di sekitar pinggang Justin seerat mungkin sedangkan dari tadi bibirku dan bibirnya terus terpagut dengan gairah yang tak dapat kutahan. Justin menurunkanku di depan pintu apartemennya dan langsung memegang kedua pipiku untuk memperdalam ciuman ini. Aku mendesah pelan dengan setiap decakan ciuman kami yang terdengar erotis. Jari-jariku begitu gatal untuk menggaruk sesuatu sehingga aku melampiaskannya dengan meremas kaos hitam yang Justin pakai sehingga ia semakin memajukan tubuhnya pada tubuhku. Aku bisa merasakan sesuatu yang keras di bawah sana.
            “Lingkarkan kakimu di pinggangku,” bisiknya melepaskan ciuman ini. Aku melakukannya. Melingkarkan kakiku di sekitar pinggangnya. “Aku akan membuatmu tidak akan pernah melupakan pengalaman pertama terindah dalam hidupmu,” bisiknya tertawa, kali ini. Bibirnya begitu dekat dengan bibirku sehingga dengan pelan lidahnya menjilat bibir bawahku, membuatku sedikit mendesah. Dia benar-benar penggoda. Sesuatu yang lembab menyerang kembali bagian bawahku. Salah satu tangannya menahan tubuhku agar terus menempel dengan tubuhnya sedangkan yang satu lagi memegang kepalaku agar ia dapat mencium bibirku kembali. Lidah kami terus bermain dengan penuh gairah, ia menggigit bibirku sehingga aku mengerang. Ia membuka pintu apartemennya yang tak terkunci dan membanting pintunya dengan salah satu kakinya.
            “Oh yeah,” desahnya mengeratkan lingkaran kakiku di sekitar pinggangnya. Aku mendongak, merasakan sesuatu yang menekan di bawah sana.
            “What the fuck?” seru Logan yang ternyata berada di apartemen Justin. Dengan cepat ia melangkah masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. Justin tertawa pelan dan mengabaikan Logan. Ia membuka pintu kamarnya lalu menutupnya kembali dan menguncinya. Baiklah, kali ini aku akan benar-benar melakukannya bersama seorang Bieber Biker. Ia tidak memagut bibirku lagi. Kurasa mulutku sekarang begitu panas dan memerah.
            Justin menatapku dengan intens lalu menurunkan tubuhku dari gendongannya namun tanganku masih melingkar pada lehernya. Kedua tangan Justin memegang pinggangku dan tersenyum manis padaku.
            “Apa kau yakin kau ingin melakukan ini?” tanya Justin, suaranya begitu parau.
            “Ya,”
            “Membuatmu mendapatkan pelepasan yang begitu banyak adalah tujuanku, sekarang. Seperti yang kubilang tadi. Kau tidak akan pernah melupakan pengalaman pertama ini seumur hidupmu,” ujar Justin mulai mengangkat sedikit kaos putih yang kupakai dan menggesek-gesekan jarinya pada kulitku. Ia mendengus pelan.
            “Oh astaga, hanya dengan menggesekan jariku di sekitar pinggangmu saja aku dapat keluar dengan cepat. Kau terlalu seksi untukku, Kate,” erang Justin mendongakan kepalanya ke belakang lalu tangannya mulai menarik lepas kaos putihku dari tubuhku sehingga sekarang, Justin dapat melihat dadaku yang membusung untuknya.
            “Sial!” gumamnya menatap dadaku, terpana. Tiba-tiba saja ia menggendongku kembali dan membawaku ke atas tempat tidur. Mataku tak lepas dari matanya yang tidak menatapku. Karena dari tadi matanya terus melihat pada dadaku dan jakunnya naik turun tak karuan. Justin melayang di atasku, tidak menindih tubuhku dan kali ini matanya menatapku. Dengan intens. Jari-jarinya mengelus pipiku dengan lembut.
            “Kau benar-benar seperti bayi. Bayi besar. Kulitmu benar-benar halus dan lembut. Oh Tuhan!” Justin mendesakan tubuhnya pada tubuhku. Aku bisa merasakan sesuatu yang menonjol dari celana Justin di sekitar pangkal pahaku. Ia mengerang dan mendongakan kepalanya ke belakang.
            “Oh Kate, kau mungkin akan menjadi gadis pertama yang membuatku keluar sebelum kita melakukannya,” erang Justin berusaha menghentikan gerakan pinggangnya di sekitarku. Aku mendesah pelan dan memejamkan mata. Mengapa Justin tidak langsung saja melakukannya? Aku benar-benar menginginkan ini.
            “Buka matamu sayang,” bisik Justin. Aku melakukannya. Membuka mataku untuknya dan ia sudah tidak melayang di atas tubuhku. Ia berdiri di atas lantai, di sebelah tempat tidur dan melepaskan pakaiannya. Oh Tuhan. Dia adalah lelaki terseksi yang pernah kutemui. Tatto-tatto yang menghiasi tubuhnya membuatnya terlihat lebih gagah –meski aku tidak begitu menyukainya—dan ia menyisakan celana boxernya yang menggantung di sekitar pinggangnya. Ia naik ke atas tempat tidur, menempatkan dirinya di bawahku. Aku masih memakai celana jins-ku. Jari-jarinya yang terampil mulai membuka celana jins-ku dan melepaskannya dari kakiku.
            “Oh shit, benar-benar indah,” bisik Justin menyeringai melihat pada bawahku. Aku memakai celana dalam berwarna merah muda dan kurasa di sana sudah benar-benar basah. Kupejamkan mataku saat ia menempatkan salah satu jarinya di sekitar celana dalamku dan menyusurinya di tengah-tengah bawahku. Aku mengerang dan pinggulku tak bisa diam akibat sentuhan dari jarinya yang mulai menekan-nekan bawah bawahku dengan lembut.
            Rasanya benar-benar nikmat dan begitu intens.
            “Kau benar-benar basah sayang,” bisik Justin, aku dapat mendengarnya menyeringai di bawah sana. “Apa aku boleh melihatnya?” tanyanya sambil menempatkan jari-jarinya di pinggiran celana dalamku. Kuanggukan kepalaku.
            “Jawab aku sayang,” tuntutnya.
            “Yeah. Ya, Justin,” ujarku menelan ludahku. Tanpa berpikir panjang, ia langsung merobek celana dalamku dengan kasar. Membuatku mengerang dan menjerit kesakitan dengan perlakuannya. Lalu semuanya terasa begitu terbuka untuknya.
            “Sial, kau begitu indah di bawah sini,” ujar Justin mulai menempatkan seluruh tangannya pada alatku. Menangkupnya dengan kencang, membuatku menegang dan mengerang. Mendongakan kepalaku ke belakang. Ini terlalu banyak. Ini terlalu banyak, aku mengulang-ulang kalimat itu di otakku. Ia menggesek-gesekan tangannya di sana dengan lembut, membuatku tak tahan untuk menggoyangkan pinggulku untuk mendapatkan pelepasan darinya.
            “Sayang, buka matamu,” suruh Justin yang sudah berada di sampingku. Aku menoleh padanya dan membuka mataku untuknya. Menatapnya matanya begitu intens, lagi, dan tangannya menggesek di bawah sana begitu cepat.
            “Arrh ..kumohon Justin. Jangan lakukan ini padaku Justin,”
            “Lakukan apa sayang?”
            “Oh kumohon,” erangku memejamkan mata dan mendongak kepalaku. Tangannya semakin menggesek bagian bawahku dengan cepat, aku merasakan sesuatu mengumpul di bawah sana.
            “Apa yang kaumohonkan?” tanya Justin, “tatap aku!” dengusnya padaku. Aku berusaha untuk membuka mataku untuknya. Jarinya tidak masuk ke dalam tubuhku, ia hanya menggesek-gesekannya di bagian luarnya. Namun rasanya luar biasa nikmat. Jari-jariku meremas sprei tempat tidurnya dan pada lengan Justin. Kuku-kukuku tenggelam dalam lengan Justin yang berotot dan Justin mengerang. Semakin mempercepat gesekan tangannya di bawah sana. Seluruh tubuhku menegangn. Kakiku terangkat ke atas, jari jempolku menunjuk dengan kencang, tubuhku bergetar. Aku mendapatkan pelepasan.
            “Yeah, keluarlah untukku sayang. Oh sial!” erang Justin semakin mempercepat gesekannya.
            “Ah –Oh! Justin, apa yang kaulakukan? Shit!” aku menggumamkan kata kotor dan pinggulku tak dapat diam. Mataku terpejam, merasakan setiap getaran dalam tubuhku. Tapi Justin tidak menghentikan gesekan jarinya dari pangkalku. Justru semakin mempercepatnya.
            “Apa yang kaulakukan?” jeritku membuka mata dan menatap Justin dengan ketakutan. Justin menyeringai padaku. Oh apa ia berusaha untuk membunuhku? Aku tidak bisa mati kenikmatan karena ini. Ini begitu berlebihan dan aku sudah begitu lemas. Dan gesekan jari Justin yang ia percepat membuat pelepasanku kembali bangkit.
            “Aku akan membuatmu pingsan,”
            “Oh sial Justin! Ini begitu berlebihan ..aku –shit!” ini begitu cepat. Alatku begitu sensitif untuk di sentuh. Pinggulku kembali bergoyang dan pegangan tanganku pada lengan Justin semakin mengencang. Aku memejamkan mataku untuk merasakan kembali kenikmatan ini. Tangan Justin menghilang di bawah sana.
            “Rasamu benar-benar lezat,” bisik Justin. Aku membuka mataku dan melihatnya menjilat tangannya. Aku menatapnya dengan jijik, tak percaya ia akan melakukan itu. Ia tertawa pelan melihat ekspresiku. Kupejamkan mataku kembali. Tubuhku benar-benar lemas, rasanya tulang-tulangku terputus-putus. Justin bangkit dari tempat tidur, aku bisa merasakan gerakannya melalui tempat tidur.
            Oh astaga. Justin benar-benar membuatku merasa begitu nakal sekarang. Tadi adalah pelepasan yang begitu intens yang pernah kurasakan selama aku berhubungan dengan Justin. Dan malam ini. Sekarang. Untuk yang pertama kalinya di Jumat malam, aku akan melakukan ini bersama dengan Justin. Menyerahkan keperawananku kepada lelaki yang kucinta. Cinta pertamaku.
            “Kate,” panggil Justin. Aku membuka mataku dan kulihat ia memegang segelas air minum dan memberikannya padaku. Berusaha untuk duduk, aku menumpu tubuhku dengan salah satu tanganku dan mengambil gelas yang dipegang oleh Justin dan meminumnya. Ia tersenyum manis padaku. Aku tidak melihat pada bagian bawah tubuhnya.
            “Tadi itu benar-benar seksi,”
            “Benarkah?” tanyaku memberikan gelas pada Justin lagi. Ia menganggukan kepalanya dan menaruh gelas pada meja belajarnya. Lalu ia naik ke atas tempat tidur, menarik tubuhku agar kembali terlentang. Ia menindih tubuhku.
            “Kau rasakan itu sayang?” tanya Justin menekan-nekankan ereksinya pada bagian pangkalku. Aku menganggukan kepalaku dan merintih. Aku tak berani menatap ke bawah, mataku terus bertemu dengan mata Justin.
            “Apa kau memakai kondom, Justin?”
            “Yeah, tentu saja,”
            “Lakukanlah,”
            “Kau yakin?”
            “Yeah,”
            “Kate, apa kau yakin?” tanya Justin kali ini lebih tegas.
            “Holy fuck Justin! Yes!” aku berteriak padanya.
            “Here we go,” bisik Justin mendorong tubuhnya pada tubuhku. Tanganku sudah berada pada pundak Justin. Kemudian kuku-kukuku mulai tenggelam dalam pundak Justin dan Justin mendengus. Berusaha untuk menahan rasa sakit dari kukuku. Tapi demi apa pun, ini sangat sakit. Aku menjerit saat sedikit dari ereksi Justin mulai memasuki tubuhku. Mulut Justin menutup mulutku untuk meredamkan jeritanku. Bibir bawahku kugigit untuk melampiaskan segala kesakitan yang kurasa.
            “Ah!” erang Justin akhirnya memasukan seluruh tubuhnya. “Kau benar-benar sempit, Kate,” bisik Justin melepaskan ciumannya. Sekarang aku merasakan sesuatu yang mengganjal dan perih di bawah sana. Justin tidak menggerakan tubuhnya, kurasa ia tahu aku kesakitan. Mungkin ia ingin memberikan waktu untuk membiasakan sesuatu yang mengganjal di bawah sana.
            “Apa kau masih sakit? Karena aku akan bergerak,”
            “Kumohon,” bisikku melingkarkan tanganku di sekitar lehernya sekarang. Ia menggerakan pinggulnya dan aku langsung mengerang, kesakitan sekaligus kenikmatan. Astaga, benar-benar sakit namun di satu sisi aku juga merasakan kenikmatan.
            “Terus Justin,” desahku di telinganya. Ia melakukannya, menggerakan pinggulnya di bawah sana dan aku mengerang, menjerit, dan mendesah.
            “Holy shit!”
            “Ah yes!” desis Justin di telingaku. Aku memeluk lehernya dan Justin langsung mengangkat tubuhku dengan kedua tangannya sehingga sekarang aku setengah duduk. Ternyata Justin ingin membuka pengait braku dan tiba-tiba saja bra-ku terlepas. Dengan buas Justin memainkan bibirnya di bagian puting dada kiriku.
            “Mmm,” gumamnya terus menjilat dan mengisap dadaku dengan lembut. Pinggulnya terus bergoyang dengan cepat, membuatku merintih dan mendongakan kepalaku ke belakang. Yang dapat kulakukan sekarang hanyalah mengerang, mendesah dan merintih.
            “Ooooh, Kate! Fuck!” erang Justin melepaskan mulutnya dari sekitar dadaku.
            “Justin,” aku meremas rambutnya.
            “Oh yes, baby,” desah Justin mempercepat gerakannya. Seluruh tempat tidur bergerak, decitannya terdengar di telingaku. Desahan dan eranganku dengan Justin saling bersahut-sahutan. Sampai pada akhirnya kakiku menegang kembali dan terbuka semakin lebar.
            “Oh, oh! Justin ..aku –Fuck!” aku mendongakan kepalaku lagi, merasakan begitu nikmatnya pelepasan yang kudapat. Tubuhku bergetar di bawahnya namun Justin tidak memberikanku kesempatanku untuk mengambil nafas. Ia terus menggerakan pinggulnya padaku dengan kencang.
            “Oh Justin, apa yang kau lakukan? Aku –“:
            “Oh Fuck, Kate!” erang Justin dan mendongakan kepalanya. Sekarang gerakannya tak terkendali, aku rasa aku akan rusak. Benar-benar rusak. Oh Tuhan! Astaga, apa yang sedang Justin lakukan? Kembali aku mendapatkan pelepasanku. Beberapa menit kemudian Justin berhenti bergerak. Aku dan Justin ambruk bersama-sama di atas tempat tidur. Justin menyingkirkan tubuhnya dari tubuhku agar aku mendapatkan nafas.
            Tadi benar-benar luar biasa. Tapi alatku rasanya begitu sakit sekarang. Justin cukup melakukannya dengan kasar. Padahal aku masih perawan. Bayangkan, 5 kali aku mendapatkan pelepasan dari seorang Bieber Biker dan aku ingin mati sekarang.
            “Whoah,”
            “Kau benar-benar melakukannya dengan baik, Justin,” bisikku. Aku mengakuinya. Dia memang raja tempat tidur bagiku. Meski aku tak berpengalaman, tapi terbukti dari cara Justin memperlakukanku.
            “Yeah, aku tahu. Dan kau benar-benar luar biasa,” ujar Justin melepaskan kondom yang ia pakai. GILA! Aku ingin mati sekarang saat aku melihat miliknya begitu besar. Apa-apaan itu? Mengapa benda sebesar dan sepanjang itu dapat masuk ke dalam tubuhku? Aku benar-benar tak percaya. Ia mengambil tisu yang berada di atas meja belajarnya dan membungkus kondom itu lalu membuangnya. Ia membalikan tubuhnya dan tersenyum padaku.
            “Kau benar-benar seksi. Oh Tuhan, aku rasa aku tidak akan pernah puas denganmu,”
            “Aku ingin melakukannya lagi,”
            “Ya?”
            “Yeah, agak sakit di bawah sini,” ujarku tak berani melihat pada alatku. Tapi dengan santai, Justin melebarkan kakiku sehingga ia bisa melihat ke bawah.
            “Maafkan aku,” bisik Justin naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sebelahku, menarik selimut yang terjatuh di atas lantai dan menutupi tubuhku dan tubuhnya. Aku mencoba untuk menutup kakiku, meski aku merasakan kesakitan di bawah sana.
            “Tidak apa-apa. Aku senang sekarang,” bisikku memiringkan tubuhku untuk berbalik padanya. Ia menumpu kepalanya dengan siku-siku yang bersandar pada kasur. Tangannya yang lain menyingkirkan rambutku ke belakang telinga. Aku benar-benar berkeringat, sama sepertinya. Tapi melihatnya berkeringat itu adalah suatu yang seksi sekali. Keringat akibat gairah.
            “Justin,” panggilku ragu-ragu. Tiba-tiba saja ketakutan menghampiriku. Bagaimana jika setelah ini Justin akan meninggalkanku? Tapi aku tidak begitu yakin. Justin mencintaiku dan ia tidak akan melakukan itu. Aku tahu itu. Melihat perubahan raut wajahku, Justin langsung menarik kepalaku pada dadanya. Sehingga sekarang aku merasakan kehangatan dari tubuhnya lagi.
            “Aku tidak akan meninggalkanmu,” bisik Justin mengetahui ketakutan. Aku menelan ludah.
            “Mengapa?”
            “Aku mencintaimu, Kate. Aku tidak akan pernah meninggalkan orang yang kucintai,”
            “Siapa saja selain aku?”
            “Ibuku. Aku tidak ingin mengecewakannya dalam bentuk apa pun. Karena dia adalah segalanya, sebelum adanya dirimu. Aku mencintainya, sangat. Dan aku tidak ingin ibuku tahu tentang ini. Tentang aku sering mabuk dan merokok. Ia hanya tahu aku memiliki tattoo dan ia cukup kecewa,”
            “Mengapa kau mengecewakannya? Kupikir kau mencintainya,”
            “Itu faktor lingkungan, Kate. Aku akan melakukan apa pun, Kate, aku mencintaimu. Aku akan melakukan apa pun agar kau tidak meninggalkanku. Saat kau meninggalkanku, rasanya dunia ini menghilang. Padahal aku tahu, kau baru saja meninggalkan satu hari,” ia tertawa pelan dan aku bisa merasakan ia menghirup wangi rambutku.
            “Kurasa kau sudah tahu semuanya dari Lyle. Aku hampir memukul Lucy karena dia tidak ingin memberitahu keberadaanmu. Bodohnya aku, aku tidak berpikir kau akan pergi ke rumah orang tuamu. Tapi aku tahu, Lyle akan membujukmu untuk datang malam ini. Menontonku. Sangat lucu saat aku mendengar Lyle bilang padaku kalau kau benar-benar khawatir padaku,”
            “Well, aku tidak begitu khawatir,”
            “Kau menangis saat aku tidak tersenyum padamu, saat kau melambaikan tanganmu padaku,” ujar Justin terkekeh pelan. Pipiku memerah. Bagaimana mungkin ia tahu aku menangis? Apa dia memiliki penglihatan yang lebih hebat dibanding orang normal? Aku memukul pelan dadanya dan ikut tertawa.
            “Kau harus tinggal di sini,” bisik Justin. “Kau menyukai ini?” tanya Justin memainkan putingku dengan jarinya. Aku mendesah pelan, memejamkan mataku. Justin bangkit dari tempat tidur dan mengambil sesuatu dari laci meja belajarnya, ternyata kondom. Oh, baiklah. Aku menginginkan ini lagi. Mendapatkan 5 pelepasan dalam satu permainain memang sangat melelahkan. Tapi jika kita ingin beristirahat namun terganggu oleh lelaki seperti Justin, apa kita bisa beristirahat? Tentu saja tidak! Ia pengganggu organ seks-ku. Mudah membangkitkan semangatku setelah melakukan hubungan badan. Meski sekarang aku cukup lelah, tapi aku ingin melakukannya lagi. Mungkin aku akan berubah menjadi penyuka seks, tapi hanya pada Justin. Hanya Justin. Justin naik ke atas tempat tidur lagi namun kali ini ia melayang kembali di atasku.
            “Aku. Tidak. Akan. Meninggalkanmu. Kate,” ucap Justin di sela-sela kecupan bibirnya pada bibirku. Aku tertawa geli karena lidahnya mulai menjilat bibir bawahku, menggodaku. Sialan!
            “Aku menginginkannya lagi,”
            “Oh Kate, kau tidak tahu seberapa kerasnya aku sekarang,” tawa Justin sambil menggesekan ereksinya pada milikku dan menekan-nekannya. Sial! Ternyata dia sudah sangat keras. Aku juga sudah begitu basah karena sentuhan tangannya. Jari-jari Justin mulai bermain kembali pada putingku, mulutnya menangkup dadaku dengan penuh gairah. Aku mendongakan kepalaku dan pelan-pelan Justin mulai memasukan kembali ereksinya ke dalam tubuhku dengan santai. Kali ini lebih mudah.
            Justin mendengus.
            “Shit, Kate!” dengusnya menggigit pelan putingku, aku menjerit. “Oh baby,” bisik Justin langsung menarik kepalaku agar ia dapat mencium bibirku. Eranganku sekarang berada di dalam mulutnya. Tubuhnya mulai bergoyang, kali ini pinggulku ikut bergoyang. Oh ya ampun, rasanya benar-benar luar biasa. Aku mengikuti gerakan Justin secara teratur dan bibir kami masih terpagut seperti lem. Bunyi decakan dari mulut kami membuat bagian bawahku semakin basah.
            “Apa yang kaulakukan Justin?” erangku meremas rambut Justin, bahkan aku menariknya dengan kencang. Justin mengerang dan mencium kembali dadaku seperti setan.
            “Fuck! Fuck! Fuck!” erang Justin semakin cepat, begitu juga dengan gerakanku yang semakin cepat dengan gerakannya.
            “Give me more Justin! Give me more!”
            “Oh yes, Kate! Fuck!” erang Justin melepaskan mulutnya dari dadaku. Ia memejamkan matanya dan kepalanya terdongak ke belakang. Semuanya terkumpul di perutku dan rasanya aku ingin meledak. Aku menjerit kenikmatan dan meremas rambut Justin dengan kencang.
            “Aaaah!” aku dan Justin mendapatkan pelepasan kami bersama-sama dan rasanya benar-benar luar biasa. Kembali Justin ambruk di sebelahku dan ia berusaha untuk mengambil nafasnya. Begitu juga denganku.
            “Kau sungguh luar biasa,” bisiknya menarikku untuk menempel dengan tubuhnya yang berkeringat. Aku menganggukan kepalaku dan menempatkan kepalaku pada dadanya.
            “Oh Kate, kau gadis pertama yang membuatku keluar begitu cepat,”
            “Berarti aku yang menang,”
            “Yeah, terserah Kate. Kau memang pemenangnya. Kau memenangkan hatiku dan kau mengalahkanku di ranjang,”
            “Yeah, aku tahu itu. Aku seksi,”
            “Whoa, ternyata gadis di sampingku lebih nakal sekarang,”
            “Mungkin itu karena faktor kekasihnya yang lebih nakal,” godaku padanya. Justin langsung memelukku dengan erat.
            “Aku tidak akan meninggalkanmu,”
            “Aku tahu. Justin? Bisakah kau melepaskan kondommu terlebih dahulu lalu kita tidur?”
            “Ah ya, kau benar.” Ujar Justin langsung bangkit dari tempat tidur dan aku tertawa. Luar biasa.

2 komentar:

  1. adegan seks terpanjang yang pernah gue baca. dan gue udah banjir keringat sekarang -_-

    BalasHapus