Pasangan
itu merasa dunia ini hanya milik berdua. Tidak ada yang mengganggu kehidupan
rumah tangga mereka yang kecil ini hingga terpecah belah. Justin terlalu egois
untuk memiliki Elanie sebagai istrinya. Terlalu protektif ketika melihat
istrinya memasak makan malam untuknya hingga Justin yang memasak makanan—yang
pada akhirnya makanannya tak layak makan dan membeli makanan pesan antar ke
rumahnya. Justin tidak pernah absen untuk menemani Elanie ke dokter kandungan
untuk memeriksa kandungan istrinya yang sekarang berumur 5 bulan. Justin
terlalu penasaran untuk mengetahui apakah anaknya laki-laki atau perempuan.
Justin tidak pernah bosan pada Elanie.
Dan
hari ini mereka ingin membeli perlengkapan bayi pertama mereka. Justin ingin
membuatnya sangat spesial. Meski Elanie tidak begitu ingin anaknya hidup dalam
kemewahan hingga membuat anak mereka menjadi anak yang manja saat masih kecil
dan tidak sopan ketika anak mereka sudah beranjak remaja. Menurut dokter
kandungan mereka, Clarissa, anak mereka seorang perempuan. Tetapi Justin tidak
begitu yakin dengan apa yang dikatakan oleh dr.Clarissa. Jadi, siang ini,
Justin mengambil cuti untuk membeli perlengkapan bayi yang berwarna merah,
kuning, hijau, biru dan ungu. Ia tidak ingin sibuk mencari warna merah muda dan
biru muda karena jenis kelamin anak mereka.
Justin
masuk ke dalam salah satu toko perlengkapan bayi yang berada tidak jauh dari
parkiran mobilnya. Tangannya yang besar itu memegang tangan Elanie seerat yang
ia bisa, tetapi ia berjalan tidak terburu-buru karena ia tahu kalau Elanie
membawa mahluk berat di dalam perutnya. Tubuh Elanie kurus tetapi ia tidak
pendek, ia cukup tinggi untuk wanita Amerika. Hanya saja, Justin tidak ingin
hanya karena istrinya jalan cepat-cepat akan membuat istrinya keguguran. Tetapi
dr. Clarissa menyarankan Elanie untuk olahraga demi kesehatannya dan bayi di
dalam perut itu. Dan ya, Elanie cukup senang karena ia bisa melakukan saran dari
dokternya bersama-sama dengan Justin.
“Aku
tahu ini masih 4 bulan lagi, tapi aku penasaran, menurutmu nama yang cocok bagi
anak kita itu apa?” Tanya Elanie tersenyum-senyum seperti orang gila. Ia begitu
senang hari ini karena Justin ingin meluangkan waktunya yang sibuk demi dirinya
dan bayi yang ada di perutnya. Ini sungguh kemajuan pesat setelah kejadian
Elanie pergi dari rumah. Justin memang masih bertingkah di dalam rumah, tetapi
ketika sudah berada di luar rumah, bibir yang bisa dikecup oleh Elanie terus
terkatup rapat. Dan kadang memberikan senyum pada orang yang menyapanya. Ia
seperti pria jantan di depan publik. Itu membuat Elanie merasa bangga memiliki
pria yang diingini oleh tiap wanita yang berjalan akan menoleh dua kali untuk
melihat suaminya. Tetapi Elanie hanya dapat memberikan senyum simpul dan
berkata: “Ah, sayang sekali, ini adalah suamiku.” Lalu berjalan meninggalkan
wanita-wanita itu.
“Aku
tidak tahu. Tyra? Karena Tyrannosaurus? Well, itu untuk yang perempuan. Kalau
yang laki-laki… Well, aku belum mendapat pencerahan. Menurutmu, apa nama yang
bagus?” Tanya Justin mendorong pintu toko perlengkapan bayi itu. Baru saja
Elanie ingin membuka mulutnya, Justin sudah terperangah atas apa yang ia lihat
sekarang. Astaga, ia tidak pernah masuk ke dalam toko bayi sebelumnya. Ia
memberikan keponakan mainan dinosaurus terus menerus—terlebih lagi LeBron—dan
itu hanya ada di toko mainan. Tetapi sekarang toko bayi? Sungguh ini kejutan
termanis untuk Justin. Lihatlah pakaian-pakaian mungil ini! Bagaimana bisa para
penjahit membuatnya begitu kecil? Justin menghampiri salah satu gantungan
pakaian bayi yang menjual pakaian pesta untuk bayi-bayi. Justin memasukkan tiga
jarinya ke dalam lengan baju itu lalu tertawa.
“Astaga,
kecil sekali! Apa bayi kita akan muat masuk ke dalam pakaian sekecil ini?”
Tanya Justin tertawa.
“Mereka
lahir tidak langsung sebesar dirimu, Justin! Demi Tuhan, kau sangat konyol.
Mereka akan muat dengan pakaian ini. Tetapi tidak dengan pakaian yang semeriah
ini. Ayo kita ke sana,” ujar Elanie menarik tangan Justin untuk pergi ke daerah
pakaian tidur bayi. Pakaian itu digantung begitu rapi dengan warna yang
berbeda-beda. Dan warna itu adalah warna pelangi. Sungguh, desain interior toko
ini sangat bagus sampai-sampai susunan gantungan pakaian-pakaian bayi sangat
cocok dengan warna toko ini. Kembali, Justin terperangah dengan apa yang ia
lihat.
“Lihat
ini. Sangat kecil. Dan hanya satu tanganku saja yang bisa masuk ke dalam baju
itu, kurasa. Aku takut jika bayi kita tidak muat memakai pakaian ini,”
“Justin,
percaya padaku, pakaian yang cantik ini akan muat untuk bayi kita. Oke? Jangan
takut,” Elanie meyakinkan Justin. Justin hanya mengangguk mengerti, ia pria
penurut. Selalu. Salah satu pramuniaga menghampiri mereka. Ia mengenakan
seragam berwarna biru dengan tanda pengenal yang bertuliskan Stevanny.
“Ada
yang bisa saya bantu, Sir?” Tanya Stevanny ramah.
“Ya,
kami mencari pakaian bayi untuk calon anakku. Anak pertamaku. Ia akan sangat
menakjubkan ketika lahir nanti maka dari itu aku membutuhkan pakaian untuk bayi
kami. Kami tidak tahu anak kami perempuan atau laki-laki tetapi, aku ingin kau
menyiapkan tiap warna dua pasang pakaian sejenis ini. Kau mengerti?” Tanya
Justin dengan tegas. Bibir Elanie terkatup melihat suaminya yang begitu tegas
ketika berbicara dengan pramuniaga itu.
“Ya,
Sir. Ada lagi yang bisa saya bantu?”
“Untuk
sekarang, kami hanya membutuhkan itu. Jika ada yang ingin kuminta, pasti aku
akan memanggilmu,” ucap Justin mengangguk satu kali. Justin menarik tangan
Elanie untuk pergi dari pramuniaga itu ke daerah yang lain. Mereka berjalan
melihat ke sekeliling, sesekali mendongak untuk melihat pakaian-pakaian yang
lain. Mainan-mainan bayi berjajar di salah satu rak. Tetapi bukan itu yang
mereka cari sekarang. Yang mereka cari sekarang ialah desain interior untuk
kamar bayinya serta tempat tidur yang cocok untuk bayi mereka. Lalu Justin
berhenti melangkah ketika ia melihat satu satu ruangan lain yang menjual satu
set tempat tidur dengan bantal, mainan, serta lemari pakaian.
“Oh,
lihatlah Elanie, aku dulu tidur di sana. Well, yang ini lebih bagus. Bukankah
cat di tembok itu cocok dengan tempat tidur ini? Aku ingin membelinya.
Sekarang,”
“Tidak,
ini terlalu berlebihan,”
“Ini
tidak berlebihan. Aku ingin bayi kita merasa spesial. Oke? Ikuti saja apa yang
kubilang. Ini akan terlihat sangat menakjubkan,” ucap Justin bersemangat.
Elanie terlalu mencintai Justin hingga ia tak berani merusak kesenangan Justin
sekarang. Lagi pula, sebenarnya, tidak ada salahnya membeli tempat tidur untuk
bayi mereka. Dan sepertinya Justin tertarik dengan cat ruangan itu. Sangat
cantik dan tidak menunjukkan apakah kamar itu untuk laki-laki atau perempuan. Dan
terlihat sangat modern.
“Baiklah.”
***
“Aku
ingin merubah pikiranku tentang cat tembok untuk kamar bayi kita ini. Aku ingin
kita yang melempar cat-cat yang cerah dengan kuas. Maksudku, kau tahulah,
mencipratinya. Menurutku itu akan berakhir keren. Bagaimana menurutmu?” Tanya
Justin melihat ke sekeliling ruangan kosong yang catnya berwarna putih. Justin
dengan tampannya menggulung lengan kemejanya hingga ke siku-siku hingga pria
itu tampak sangat gagah. Elanie menyilangkan tangannya di depan dadanya—yang
sekarang sudah membesar—sambil memerhatikan Justin yang mendongak. Bulan ke
enam ini tidak membuat Justin lengah untuk tidak mencari sesuatu yang
spektakuler untuk anak pertamanya. Oh, dan berita baru. Elanie dan Justin
ternyata memiliki anak kembar. Sangat menakjubkan ketika Justin mengetahuinya,
ia merasa pakaian yang ia beli sebulan yang lalu itu kurang. Bayi pertama dan
kedua.
Elanie
mengelus perutnya yang besar itu. Pakaiannya sekarang sudah berubah. Ia memakai
pakaian hamil yang tidak memiliki lengan dan berbahan jins. Ia terlihat sangat
modis untuk ibu hamil sepertinya. Justin mengangguk-angguk dan berbicara pada
diri sendiri.
“Ya
benar sekali,” bisik Justin setelah berputar-putar melihat ke sekeliling
ruangan. “Aku akan mengambil cat di bawah,” ucap Justin berjalan menuju Elanie.
Ia menarik pipi Elanie lalu mengecup bibir istrinya. “Aku tidak akan lama,
jangan rindukan aku.” Bisiknya menggoda. Elanie hanya tertawa. Suaminya pergi
dari lantai dua ke lantai pertama. Ya, suaminya sudah membeli berbagai cat
warna untuk mewarnai tembok kamar anaknya. Perlengkapan bayi mereka berada di
ruangan kosong yang lain. Kamar bayi mereka sebenarnya menyatu dengan kamar
mereka—Justin dan Elanie—yang dihubungkan oleh pintu. Kalau-kalau bayi mereka
menangis di tengah malam, Justin dan Elanie hanya akan membuka pintu lalu
masuk ke kamar anak mereka. Sangat
mudah.
Justin
muncul dengan dua cat warna serta koran yang diapit di kedua ketiaknya. Elanie
tertawa melihat penampilan suaminya. Segera saja ia menarik koran yang diapit
ketika Justin. Justin menaruh kedua cat itu di lantai lalu kembali lagi turun
ke lantai satu untuk mengambil sisa cat. Elanie langsung memaparkan koran-koran
itu ke lantai. Ia membentangkannya hingga koran itu menjadi lebih lebar. Ia
sambil berdiri menyusun koran-koran itu ke lantai dengan kakinya. Ia tidak
berani merangkak sekarang. Entah mengapa akhir-akhir ini anak-anaknya
menendang-nendang perutnya terus menerus. Setelah melapisi seluruh lantai,
Justin baru muncul ke atas dengan empat cat yang lain bertumpuk di kedua
tangannya.
“Kau
baru saja bergerak, Elanie. Mengapa kau menyusun koran-koran ini? Aku bisa
melakukannya sendiri,”
“Aku
hanya ingin membantumu, itu tidak akan membuatku keguguran. Jangan panaroid
seperti itu,” gerutu Elanie tidak senang ketika Justin bersikap protektif.
Elanie tahu itu untuk kebaikannya, tetapi tetap saja itu membuat Elanie
kekurangan ruang gerak. Justin menaruh tiap kaleng cat ke atas koran lalu
menyusunnya secara berurutan. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu.
Terdapat dua kuas besar di sana atas salah satu kaleng. Elanie tersenyum, ia
menghampiri Justin.
“Ini
hanya pekerjaan tangan. Tidak akan membuatku keguguran,” ucap Elanie mengambil
salah satu kuas.
“Karena
aku mencintaimu, aku melarangmu melakukan itu. Biar aku yang melakukannya
mengerti, cintaku?” Tanya Justin mengambil kuas itu dari tangan Elanie. Elanie
menahannya hingga Justin tidak bisa merampasnya begitu saja.
“Mengapa
kau begitu egois? Aku juga mau melakukannya. Berhenti melarangku melakukan apa
yang kumau untuk anakku,” ucap Elanie tidak peduli. Elanie langsung mengambil
dua cat yang penutupnya sudah terbuka—warna ungu dan biru—dan membawanya ke
sisi tembok yang lain. Ia sungguh keras kepala. Justin memerhatikan istrinya
yang mengambil cat warna hijau yang belum terbuka ke tempatnya. Setelah itu
Elanie mencelupkan kuas besarnya ke dalam cat biru lalu ia membuat garis di
sepanjang susunan koran itu, membuat batas antara dirinya dengan Justin.
“Jika
kau melewati garis ini, lihat saja nanti. Kau tidak boleh menyentuh bibirku
sampai bayi kita lahir. Maksudku, tiga bulan ke depan. Aku serius, Mr.Bieber,”
ucap Elanie mengancam. Justin terkekeh. Apakah istrinya benar-benar mengatakan
hal itu? Karena Justin ragu bila Elanie bisa tahan tidak mengecup bibir Justin.
“Aku serius!” Elanie menciprati cat pada Justin memakai kuasnya. Kulit
pergelangan Justin sekarang memiliki polkadot berwarna biru.
“Oke,
oke. Aku tidak akan melewati garis itu,” Justin menyerah. Kemejanya akan ia
bakar setelah ini. Elanie membalikkan tubuhnya lalu berlutut. Ia membuka
penutup cat berwarna hijau itu dengan mudah lalu tersenyum sumringah. Ia mulai
mencelupkan kuas ke dalam cat warna hijau lalu menciprati tembok putih dengan
ujung-ujung kuas yang ia kibaskan. Oh, terlihat sangat cantik. Elanie segera
berdiri dan memeluk cat hijau di pinggangnya dan mencelupkan kembali kuas itu
ke dalamnya. Ia merasa sangat bahagia.
Justin
berseru penuh semangat ketika ia juga menciprati tembok bagiannya dengan warna
merah. Ini akan menjadi hari yang menyenangkan. Mereka berdua terus menciprati
tembok dengan warna-warni dengan asal. Anak mereka mungkin akan gila karena
melihat begitu banyak warna di kamarnya. Sesekali Justin melompat sampai catnya
menyentuh langit-langit kamar. Dan seperti biasanya, Justin dengan sifat
kekanak-kanakannya, ia memutar-mutar tubuhnya dengan satu tangan terjulur
memegang kuas hingga cat itu secara tak sengaja mengenai pakaian serta lengan
Elanie. Tetapi Elanie mengabaikan sikap Justin.
Lalu
mereka mulai mewarnai tembok putih yang lain. Jika anak kembar mereka laki-laki
dan perempuan, Justin dan Elanie akan mudah menaruh tempat tidur—yang masih
kekurangan satu—mereka di kedua sisi. Jika perempuan, ia akan tidur di tembok
yang dicat oleh ayahnya. Menit demi menit berlalu, Elanie sudah kelelahan.
Meski sebenarnya ia sudah mencat tembok bagiannya dengan sedikit warna putih.
Begitu juga dengan Justin, ia sudah berkeringat. Ia tidak tahu kalau ia akan
selelah ini. Elanie langsung menelentangkan tubuhnya ke atas koran-koran yang
juga sudah dikotori oleh cat-cat mereka. Justin membalikkan tubuh lalu melihat
istrinya sudah terbaring di sana dengan mata terpejam. Pasti istrinya kelelahan
setelah mencat tembok selama kurang lebih satu jam. Justin langsung berjalan
melewati garis pembatas mereka, lalu berbaring di sebelah Elanie. Well, hanya
kepala mereka yang menempel. Tubuh mereka saling bertolak belakang, seolah-olah
Justin berada di atas dan Elanie di bawah.
“Aku
sudah bilang padamu untuk tidak melewati garis—“ ucapan Elanie terhenti ketika
bibir Justin mulai memagut bibirnya dari atas. Pria itu sudah berkeringat,
tetapi masih tetap wangi. Elanie tidak bisa menolak ciuman maut yang memabukkan
ini. Ia menarik pipi Justin lalu membalas kecupan itu dengan lembut. Justin
memasukkan lidahnya ke dalam mulut Elanie lalu bermain di sana sampai Elanie
harus mendesah. Ini sangat sensual sampai-sampai Elanie terangsang. Tidak,
mereka tidak boleh berakhir di ranjang. Sialan!
***
Pria
itu sebisa mungkin menahan dirinya untuk tidak gugup ketika ia mendorong kursi
roda istrinya menuju ruang persalinan. Air ketuban istrinya pecah sebelum
saatnya. Justin dan Elanie sebenarnya memang ingin datang ke rumah sakit untuk
melihat keadaan Elanie yang akhir-akhir ini merasa kesakitan dan berteriak tiap
malam. Ketika baru setengah perjalanan, paha Elanie dibasahi oleh cairan bening
yang mengalir dengan lancar. Justin panik. Ia ingin menangis ketika melihat
–yang ia pikir air minum Elanie—cairan itu keluar tanpa sebab. Tetapi Elanie
langsung menenagkan Justin yang panik di dalam mobil tadi kalau ini memang
normal terjadi. Hanya saja kurang tepat waktu.
Ketika
sudah berada di ruang persalinan, salah seorang suster dengan ramahnya
menyambut Elanie masuk ke dalam. Suster itu sangat tenang, seolah-olah tidak
akan ada hal berbahaya terjadi. Justin ingin menangis melihat Elanie yang
menahan sakitnya. Dengan pelan, Elanie berdiri dan menaiki tempat tidur
persalinan. Suster itu langsung melakukan pekerjaannya sementara Elanie terus
memohon agar suster itu menghentikan sakit di perutnya. Suster segera melakukan
pekerjaannya. Ia menarik celana dalam Elanie lalu mendorong kedua pahanya ke
atas.
“Dari
skala 1 sampai 10, sesakit apa sekarang?”
“Oh
sialan, 8!” Jerit Elanie. Tepat saat itu juga darah keluar membasahi pakaian
Elanie. Suster itu langsung keluar dalam waktu beberapa detik lalu masuk
kembali bersama dengan seorang bidan dan satu suster yang lain. Justin yang
berada di dekat Elanie tidak berkedip sekalipun. Darah itu keluar dari alat
kelamin istrinya. Dan istrinya menjerit. Justin bingung, mengapa keluar darah?
Selama ini Justin tidak melihat Elanie
mendapat datang bulan. Tetapi kali ini Elanie berteriak, memohon agar
sakitnya menghilang padahal Elanie sudah tak perawan lagi. Jadi, apa masalah
Elanie sekarang? Justin merasa tuli sekarang. Apa pun yang terjadi di ruangan
itu tidak Justin lihat kecuali tangan bidan yang masuk ke dalam kain putih
serta wajah Elanie yang berkeringat secara bergantian. Tangan Justin yang
dipegang oleh Elanie bahkan tak merasa sakit ketika Elanie meremasnya. Hanya
detak jantung Justin saja yang terdengar di telinganya. Butuh beberapa menit
untuk mengeluarkan bayi itu dari perut Elanie. Darah semakin banyak keluar. Senyum
bidan mulai terlihat. Dan saat itu juga seorang bayi keluar dari alat kelamin
istrinya.
“Bayiku.”
Bisik Justin terengah. Justin memerhatikan bayi yang berlumuran darah itu serta
kelihatan lengket sedang digendong bidan itu sambil tersenyum. “Laki-laki. Anak
pertamaku laki-laki.” Elanie tersenyum, menangis terharu. Justin menelan ludah.
Bayi itu menangis kencang membuat Justin ingin memeluknya agar bayi itu
berhenti menangis. Akhirnya, ia sekarang seorang ayah. Baru dua menit mereka
menikmati pemandangan menakjubkan ini, Elanie sudah berteriak. Bidan langsung
memberi pada suster yang berada di sebelahnya untuk dibersihkan. Bayi itu
langsung dibawa keluar.
“Bayi
keduaku! Cepat keluarkan!” Seru Justin bersemangat. Ia melompat-lompat di
tempat, mendukung Elanie agar Elanie dapat bertahan mengeluarkan anak kedua
mereka. Tetapi dengan cepat suster menahannya agar ia berhenti melompat karena
itu mengganggu konsentrasi bidan. Justin langsung diam. Dia pria penurut.
Selalu. Elanie hanya tersenyum gugup melihat suaminya yang mulai bertingkah
seperti anak kecil. Elanie langsung menarik tangan Justin kembali, lalu meremas
tangan itu—yang sekarang Justin rasakan. Justin menggigit bibir dalamnya untuk
menahan teriakannya karena remasan tangan Elanie yang cukup mematikan. Justin
merasa sebentar lagi tangannya akan diamputasi. Kali ini prosesnya lebih cepat.
Bayi keduanya lahir, menangis, dan …perempuan. Justin langsung melihat ke alat
kelamin anaknya, sangking penasarannya. Sungguh sialan, ini sangat menakjubkan!
Justin
menahan nafas. “Anakku.”
Setelahnya,
ia jatuh ditempat.
cepetan di lanjut dong heheheh ;'D
BalasHapusSungguh keren! Smoga slalu bisa menginspirasi dlm hal positif ya. Aku batu baca 2 cerita, lust of love & pure love 😍 plg suka dgn karakter elanie patut ditiru di acung jempol 👍 smoga menghasilkan karya karya keren berikutnya ya.
BalasHapus