Sabtu, 31 Mei 2014

Pure Love Bab 14



            Pasangan itu merasa dunia ini hanya milik berdua. Tidak ada yang mengganggu kehidupan rumah tangga mereka yang kecil ini hingga terpecah belah. Justin terlalu egois untuk memiliki Elanie sebagai istrinya. Terlalu protektif ketika melihat istrinya memasak makan malam untuknya hingga Justin yang memasak makanan—yang pada akhirnya makanannya tak layak makan dan membeli makanan pesan antar ke rumahnya. Justin tidak pernah absen untuk menemani Elanie ke dokter kandungan untuk memeriksa kandungan istrinya yang sekarang berumur 5 bulan. Justin terlalu penasaran untuk mengetahui apakah anaknya laki-laki atau perempuan. Justin tidak pernah bosan pada Elanie.
            Dan hari ini mereka ingin membeli perlengkapan bayi pertama mereka. Justin ingin membuatnya sangat spesial. Meski Elanie tidak begitu ingin anaknya hidup dalam kemewahan hingga membuat anak mereka menjadi anak yang manja saat masih kecil dan tidak sopan ketika anak mereka sudah beranjak remaja. Menurut dokter kandungan mereka, Clarissa, anak mereka seorang perempuan. Tetapi Justin tidak begitu yakin dengan apa yang dikatakan oleh dr.Clarissa. Jadi, siang ini, Justin mengambil cuti untuk membeli perlengkapan bayi yang berwarna merah, kuning, hijau, biru dan ungu. Ia tidak ingin sibuk mencari warna merah muda dan biru muda karena jenis kelamin anak mereka.
            Justin masuk ke dalam salah satu toko perlengkapan bayi yang berada tidak jauh dari parkiran mobilnya. Tangannya yang besar itu memegang tangan Elanie seerat yang ia bisa, tetapi ia berjalan tidak terburu-buru karena ia tahu kalau Elanie membawa mahluk berat di dalam perutnya. Tubuh Elanie kurus tetapi ia tidak pendek, ia cukup tinggi untuk wanita Amerika. Hanya saja, Justin tidak ingin hanya karena istrinya jalan cepat-cepat akan membuat istrinya keguguran. Tetapi dr. Clarissa menyarankan Elanie untuk olahraga demi kesehatannya dan bayi di dalam perut itu. Dan ya, Elanie cukup senang karena ia bisa melakukan saran dari dokternya bersama-sama dengan Justin.
            “Aku tahu ini masih 4 bulan lagi, tapi aku penasaran, menurutmu nama yang cocok bagi anak kita itu apa?” Tanya Elanie tersenyum-senyum seperti orang gila. Ia begitu senang hari ini karena Justin ingin meluangkan waktunya yang sibuk demi dirinya dan bayi yang ada di perutnya. Ini sungguh kemajuan pesat setelah kejadian Elanie pergi dari rumah. Justin memang masih bertingkah di dalam rumah, tetapi ketika sudah berada di luar rumah, bibir yang bisa dikecup oleh Elanie terus terkatup rapat. Dan kadang memberikan senyum pada orang yang menyapanya. Ia seperti pria jantan di depan publik. Itu membuat Elanie merasa bangga memiliki pria yang diingini oleh tiap wanita yang berjalan akan menoleh dua kali untuk melihat suaminya. Tetapi Elanie hanya dapat memberikan senyum simpul dan berkata: “Ah, sayang sekali, ini adalah suamiku.” Lalu berjalan meninggalkan wanita-wanita itu.
            “Aku tidak tahu. Tyra? Karena Tyrannosaurus? Well, itu untuk yang perempuan. Kalau yang laki-laki… Well, aku belum mendapat pencerahan. Menurutmu, apa nama yang bagus?” Tanya Justin mendorong pintu toko perlengkapan bayi itu. Baru saja Elanie ingin membuka mulutnya, Justin sudah terperangah atas apa yang ia lihat sekarang. Astaga, ia tidak pernah masuk ke dalam toko bayi sebelumnya. Ia memberikan keponakan mainan dinosaurus terus menerus—terlebih lagi LeBron—dan itu hanya ada di toko mainan. Tetapi sekarang toko bayi? Sungguh ini kejutan termanis untuk Justin. Lihatlah pakaian-pakaian mungil ini! Bagaimana bisa para penjahit membuatnya begitu kecil? Justin menghampiri salah satu gantungan pakaian bayi yang menjual pakaian pesta untuk bayi-bayi. Justin memasukkan tiga jarinya ke dalam lengan baju itu lalu tertawa.
            “Astaga, kecil sekali! Apa bayi kita akan muat masuk ke dalam pakaian sekecil ini?” Tanya Justin tertawa.
            “Mereka lahir tidak langsung sebesar dirimu, Justin! Demi Tuhan, kau sangat konyol. Mereka akan muat dengan pakaian ini. Tetapi tidak dengan pakaian yang semeriah ini. Ayo kita ke sana,” ujar Elanie menarik tangan Justin untuk pergi ke daerah pakaian tidur bayi. Pakaian itu digantung begitu rapi dengan warna yang berbeda-beda. Dan warna itu adalah warna pelangi. Sungguh, desain interior toko ini sangat bagus sampai-sampai susunan gantungan pakaian-pakaian bayi sangat cocok dengan warna toko ini. Kembali, Justin terperangah dengan apa yang ia lihat.
            “Lihat ini. Sangat kecil. Dan hanya satu tanganku saja yang bisa masuk ke dalam baju itu, kurasa. Aku takut jika bayi kita tidak muat memakai pakaian ini,”
            “Justin, percaya padaku, pakaian yang cantik ini akan muat untuk bayi kita. Oke? Jangan takut,” Elanie meyakinkan Justin. Justin hanya mengangguk mengerti, ia pria penurut. Selalu. Salah satu pramuniaga menghampiri mereka. Ia mengenakan seragam berwarna biru dengan tanda pengenal yang bertuliskan Stevanny.
            “Ada yang bisa saya bantu, Sir?” Tanya Stevanny ramah.
            “Ya, kami mencari pakaian bayi untuk calon anakku. Anak pertamaku. Ia akan sangat menakjubkan ketika lahir nanti maka dari itu aku membutuhkan pakaian untuk bayi kami. Kami tidak tahu anak kami perempuan atau laki-laki tetapi, aku ingin kau menyiapkan tiap warna dua pasang pakaian sejenis ini. Kau mengerti?” Tanya Justin dengan tegas. Bibir Elanie terkatup melihat suaminya yang begitu tegas ketika berbicara dengan pramuniaga itu.
            “Ya, Sir. Ada lagi yang bisa saya bantu?”
            “Untuk sekarang, kami hanya membutuhkan itu. Jika ada yang ingin kuminta, pasti aku akan memanggilmu,” ucap Justin mengangguk satu kali. Justin menarik tangan Elanie untuk pergi dari pramuniaga itu ke daerah yang lain. Mereka berjalan melihat ke sekeliling, sesekali mendongak untuk melihat pakaian-pakaian yang lain. Mainan-mainan bayi berjajar di salah satu rak. Tetapi bukan itu yang mereka cari sekarang. Yang mereka cari sekarang ialah desain interior untuk kamar bayinya serta tempat tidur yang cocok untuk bayi mereka. Lalu Justin berhenti melangkah ketika ia melihat satu satu ruangan lain yang menjual satu set tempat tidur dengan bantal, mainan, serta lemari pakaian.
            “Oh, lihatlah Elanie, aku dulu tidur di sana. Well, yang ini lebih bagus. Bukankah cat di tembok itu cocok dengan tempat tidur ini? Aku ingin membelinya. Sekarang,”
            “Tidak, ini terlalu berlebihan,”
            “Ini tidak berlebihan. Aku ingin bayi kita merasa spesial. Oke? Ikuti saja apa yang kubilang. Ini akan terlihat sangat menakjubkan,” ucap Justin bersemangat. Elanie terlalu mencintai Justin hingga ia tak berani merusak kesenangan Justin sekarang. Lagi pula, sebenarnya, tidak ada salahnya membeli tempat tidur untuk bayi mereka. Dan sepertinya Justin tertarik dengan cat ruangan itu. Sangat cantik dan tidak menunjukkan apakah kamar itu untuk laki-laki atau perempuan. Dan terlihat sangat modern.
            “Baiklah.”

***

            “Aku ingin merubah pikiranku tentang cat tembok untuk kamar bayi kita ini. Aku ingin kita yang melempar cat-cat yang cerah dengan kuas. Maksudku, kau tahulah, mencipratinya. Menurutku itu akan berakhir keren. Bagaimana menurutmu?” Tanya Justin melihat ke sekeliling ruangan kosong yang catnya berwarna putih. Justin dengan tampannya menggulung lengan kemejanya hingga ke siku-siku hingga pria itu tampak sangat gagah. Elanie menyilangkan tangannya di depan dadanya—yang sekarang sudah membesar—sambil memerhatikan Justin yang mendongak. Bulan ke enam ini tidak membuat Justin lengah untuk tidak mencari sesuatu yang spektakuler untuk anak pertamanya. Oh, dan berita baru. Elanie dan Justin ternyata memiliki anak kembar. Sangat menakjubkan ketika Justin mengetahuinya, ia merasa pakaian yang ia beli sebulan yang lalu itu kurang. Bayi pertama dan kedua.
            Elanie mengelus perutnya yang besar itu. Pakaiannya sekarang sudah berubah. Ia memakai pakaian hamil yang tidak memiliki lengan dan berbahan jins. Ia terlihat sangat modis untuk ibu hamil sepertinya. Justin mengangguk-angguk dan berbicara pada diri sendiri.
            “Ya benar sekali,” bisik Justin setelah berputar-putar melihat ke sekeliling ruangan. “Aku akan mengambil cat di bawah,” ucap Justin berjalan menuju Elanie. Ia menarik pipi Elanie lalu mengecup bibir istrinya. “Aku tidak akan lama, jangan rindukan aku.” Bisiknya menggoda. Elanie hanya tertawa. Suaminya pergi dari lantai dua ke lantai pertama. Ya, suaminya sudah membeli berbagai cat warna untuk mewarnai tembok kamar anaknya. Perlengkapan bayi mereka berada di ruangan kosong yang lain. Kamar bayi mereka sebenarnya menyatu dengan kamar mereka—Justin dan Elanie—yang dihubungkan oleh pintu. Kalau-kalau bayi mereka menangis di tengah malam, Justin dan Elanie hanya akan membuka pintu lalu masuk  ke kamar anak mereka. Sangat mudah.
            Justin muncul dengan dua cat warna serta koran yang diapit di kedua ketiaknya. Elanie tertawa melihat penampilan suaminya. Segera saja ia menarik koran yang diapit ketika Justin. Justin menaruh kedua cat itu di lantai lalu kembali lagi turun ke lantai satu untuk mengambil sisa cat. Elanie langsung memaparkan koran-koran itu ke lantai. Ia membentangkannya hingga koran itu menjadi lebih lebar. Ia sambil berdiri menyusun koran-koran itu ke lantai dengan kakinya. Ia tidak berani merangkak sekarang. Entah mengapa akhir-akhir ini anak-anaknya menendang-nendang perutnya terus menerus. Setelah melapisi seluruh lantai, Justin baru muncul ke atas dengan empat cat yang lain bertumpuk di kedua tangannya.
            “Kau baru saja bergerak, Elanie. Mengapa kau menyusun koran-koran ini? Aku bisa melakukannya sendiri,”
            “Aku hanya ingin membantumu, itu tidak akan membuatku keguguran. Jangan panaroid seperti itu,” gerutu Elanie tidak senang ketika Justin bersikap protektif. Elanie tahu itu untuk kebaikannya, tetapi tetap saja itu membuat Elanie kekurangan ruang gerak. Justin menaruh tiap kaleng cat ke atas koran lalu menyusunnya secara berurutan. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu. Terdapat dua kuas besar di sana atas salah satu kaleng. Elanie tersenyum, ia menghampiri Justin.
            “Ini hanya pekerjaan tangan. Tidak akan membuatku keguguran,” ucap Elanie mengambil salah satu kuas.
            “Karena aku mencintaimu, aku melarangmu melakukan itu. Biar aku yang melakukannya mengerti, cintaku?” Tanya Justin mengambil kuas itu dari tangan Elanie. Elanie menahannya hingga Justin tidak bisa merampasnya begitu saja.
            “Mengapa kau begitu egois? Aku juga mau melakukannya. Berhenti melarangku melakukan apa yang kumau untuk anakku,” ucap Elanie tidak peduli. Elanie langsung mengambil dua cat yang penutupnya sudah terbuka—warna ungu dan biru—dan membawanya ke sisi tembok yang lain. Ia sungguh keras kepala. Justin memerhatikan istrinya yang mengambil cat warna hijau yang belum terbuka ke tempatnya. Setelah itu Elanie mencelupkan kuas besarnya ke dalam cat biru lalu ia membuat garis di sepanjang susunan koran itu, membuat batas antara dirinya dengan Justin.
            “Jika kau melewati garis ini, lihat saja nanti. Kau tidak boleh menyentuh bibirku sampai bayi kita lahir. Maksudku, tiga bulan ke depan. Aku serius, Mr.Bieber,” ucap Elanie mengancam. Justin terkekeh. Apakah istrinya benar-benar mengatakan hal itu? Karena Justin ragu bila Elanie bisa tahan tidak mengecup bibir Justin. “Aku serius!” Elanie menciprati cat pada Justin memakai kuasnya. Kulit pergelangan Justin sekarang memiliki polkadot berwarna biru.
            “Oke, oke. Aku tidak akan melewati garis itu,” Justin menyerah. Kemejanya akan ia bakar setelah ini. Elanie membalikkan tubuhnya lalu berlutut. Ia membuka penutup cat berwarna hijau itu dengan mudah lalu tersenyum sumringah. Ia mulai mencelupkan kuas ke dalam cat warna hijau lalu menciprati tembok putih dengan ujung-ujung kuas yang ia kibaskan. Oh, terlihat sangat cantik. Elanie segera berdiri dan memeluk cat hijau di pinggangnya dan mencelupkan kembali kuas itu ke dalamnya. Ia merasa sangat bahagia.
            Justin berseru penuh semangat ketika ia juga menciprati tembok bagiannya dengan warna merah. Ini akan menjadi hari yang menyenangkan. Mereka berdua terus menciprati tembok dengan warna-warni dengan asal. Anak mereka mungkin akan gila karena melihat begitu banyak warna di kamarnya. Sesekali Justin melompat sampai catnya menyentuh langit-langit kamar. Dan seperti biasanya, Justin dengan sifat kekanak-kanakannya, ia memutar-mutar tubuhnya dengan satu tangan terjulur memegang kuas hingga cat itu secara tak sengaja mengenai pakaian serta lengan Elanie. Tetapi Elanie mengabaikan sikap Justin.
            Lalu mereka mulai mewarnai tembok putih yang lain. Jika anak kembar mereka laki-laki dan perempuan, Justin dan Elanie akan mudah menaruh tempat tidur—yang masih kekurangan satu—mereka di kedua sisi. Jika perempuan, ia akan tidur di tembok yang dicat oleh ayahnya. Menit demi menit berlalu, Elanie sudah kelelahan. Meski sebenarnya ia sudah mencat tembok bagiannya dengan sedikit warna putih. Begitu juga dengan Justin, ia sudah berkeringat. Ia tidak tahu kalau ia akan selelah ini. Elanie langsung menelentangkan tubuhnya ke atas koran-koran yang juga sudah dikotori oleh cat-cat mereka. Justin membalikkan tubuh lalu melihat istrinya sudah terbaring di sana dengan mata terpejam. Pasti istrinya kelelahan setelah mencat tembok selama kurang lebih satu jam. Justin langsung berjalan melewati garis pembatas mereka, lalu berbaring di sebelah Elanie. Well, hanya kepala mereka yang menempel. Tubuh mereka saling bertolak belakang, seolah-olah Justin berada di atas dan Elanie di bawah.
            “Aku sudah bilang padamu untuk tidak melewati garis—“ ucapan Elanie terhenti ketika bibir Justin mulai memagut bibirnya dari atas. Pria itu sudah berkeringat, tetapi masih tetap wangi. Elanie tidak bisa menolak ciuman maut yang memabukkan ini. Ia menarik pipi Justin lalu membalas kecupan itu dengan lembut. Justin memasukkan lidahnya ke dalam mulut Elanie lalu bermain di sana sampai Elanie harus mendesah. Ini sangat sensual sampai-sampai Elanie terangsang. Tidak, mereka tidak boleh berakhir di ranjang. Sialan!

***

            Pria itu sebisa mungkin menahan dirinya untuk tidak gugup ketika ia mendorong kursi roda istrinya menuju ruang persalinan. Air ketuban istrinya pecah sebelum saatnya. Justin dan Elanie sebenarnya memang ingin datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan Elanie yang akhir-akhir ini merasa kesakitan dan berteriak tiap malam. Ketika baru setengah perjalanan, paha Elanie dibasahi oleh cairan bening yang mengalir dengan lancar. Justin panik. Ia ingin menangis ketika melihat –yang ia pikir air minum Elanie—cairan itu keluar tanpa sebab. Tetapi Elanie langsung menenagkan Justin yang panik di dalam mobil tadi kalau ini memang normal terjadi. Hanya saja kurang tepat waktu.
            Ketika sudah berada di ruang persalinan, salah seorang suster dengan ramahnya menyambut Elanie masuk ke dalam. Suster itu sangat tenang, seolah-olah tidak akan ada hal berbahaya terjadi. Justin ingin menangis melihat Elanie yang menahan sakitnya. Dengan pelan, Elanie berdiri dan menaiki tempat tidur persalinan. Suster itu langsung melakukan pekerjaannya sementara Elanie terus memohon agar suster itu menghentikan sakit di perutnya. Suster segera melakukan pekerjaannya. Ia menarik celana dalam Elanie lalu mendorong kedua pahanya ke atas.
            “Dari skala 1 sampai 10, sesakit apa sekarang?”
            “Oh sialan, 8!” Jerit Elanie. Tepat saat itu juga darah keluar membasahi pakaian Elanie. Suster itu langsung keluar dalam waktu beberapa detik lalu masuk kembali bersama dengan seorang bidan dan satu suster yang lain. Justin yang berada di dekat Elanie tidak berkedip sekalipun. Darah itu keluar dari alat kelamin istrinya. Dan istrinya menjerit. Justin bingung, mengapa keluar darah? Selama ini Justin tidak melihat Elanie  mendapat datang bulan. Tetapi kali ini Elanie berteriak, memohon agar sakitnya menghilang padahal Elanie sudah tak perawan lagi. Jadi, apa masalah Elanie sekarang? Justin merasa tuli sekarang. Apa pun yang terjadi di ruangan itu tidak Justin lihat kecuali tangan bidan yang masuk ke dalam kain putih serta wajah Elanie yang berkeringat secara bergantian. Tangan Justin yang dipegang oleh Elanie bahkan tak merasa sakit ketika Elanie meremasnya. Hanya detak jantung Justin saja yang terdengar di telinganya. Butuh beberapa menit untuk mengeluarkan bayi itu dari perut Elanie. Darah semakin banyak keluar. Senyum bidan mulai terlihat. Dan saat itu juga seorang bayi keluar dari alat kelamin istrinya.
            “Bayiku.” Bisik Justin terengah. Justin memerhatikan bayi yang berlumuran darah itu serta kelihatan lengket sedang digendong bidan itu sambil tersenyum. “Laki-laki. Anak pertamaku laki-laki.” Elanie tersenyum, menangis terharu. Justin menelan ludah. Bayi itu menangis kencang membuat Justin ingin memeluknya agar bayi itu berhenti menangis. Akhirnya, ia sekarang seorang ayah. Baru dua menit mereka menikmati pemandangan menakjubkan ini, Elanie sudah berteriak. Bidan langsung memberi pada suster yang berada di sebelahnya untuk dibersihkan. Bayi itu langsung dibawa keluar.
            “Bayi keduaku! Cepat keluarkan!” Seru Justin bersemangat. Ia melompat-lompat di tempat, mendukung Elanie agar Elanie dapat bertahan mengeluarkan anak kedua mereka. Tetapi dengan cepat suster menahannya agar ia berhenti melompat karena itu mengganggu konsentrasi bidan. Justin langsung diam. Dia pria penurut. Selalu. Elanie hanya tersenyum gugup melihat suaminya yang mulai bertingkah seperti anak kecil. Elanie langsung menarik tangan Justin kembali, lalu meremas tangan itu—yang sekarang Justin rasakan. Justin menggigit bibir dalamnya untuk menahan teriakannya karena remasan tangan Elanie yang cukup mematikan. Justin merasa sebentar lagi tangannya akan diamputasi. Kali ini prosesnya lebih cepat. Bayi keduanya lahir, menangis, dan …perempuan. Justin langsung melihat ke alat kelamin anaknya, sangking penasarannya. Sungguh sialan, ini sangat menakjubkan!
            Justin menahan nafas. “Anakku.”

            Setelahnya, ia jatuh ditempat.

2 komentar:

  1. cepetan di lanjut dong heheheh ;'D

    BalasHapus
  2. Sungguh keren! Smoga slalu bisa menginspirasi dlm hal positif ya. Aku batu baca 2 cerita, lust of love & pure love 😍 plg suka dgn karakter elanie patut ditiru di acung jempol 👍 smoga menghasilkan karya karya keren berikutnya ya.

    BalasHapus