Selasa, 06 Agustus 2013

Lust of Love Bab 4

***

            “Kau sudah kenyang? Karena kita akan segera mandi,” ujar Justin yang menyuapi Aaron dengan sabar. Dari tadi ia menahan dirinya untuk melupakan Alex sejenak. Alex sedang berada di kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Jam sudah menunjukan pukul 7 malam, Aaron harus segera dimandikan. Namun Aaron yang memang sejak ia berumur 2 tahun sangat begitu lambat untuk mengunyah makanannya. Berada di dalam ruang makan, Justin tidak memakai apa pun selain boxer yang sudah kering yang masih ia pakai. Awalnya Alex ingin menyuapi Aaron karena itu adalah pekerjaannya, tapi Justin ingin mencoba untuk menyuapi anaknya. Tidak pernah terpikirkan kalau Aaron akan lama sekali mengunyah makanannya. Karena tadi pagi, Alex lah yang menyuapi Aaron.
            “Di mana Peepee?” tanya Aaron sambil mengunyah makanannya, tangannya memasukan makanannya yang hampir keluar. Sungguh menggemaskan. Kakinya yang melayang bahkan tidak pernah berhenti bergerak-gerak. Anak lelaki ini memang super aktif. Tidak pernah Justin berpikir ia akan memiliki anak seaktif Aaron, tapi ia tidak dapat mengelak, Aaron adalah anak yang benar-benar menyenangkan dan menggemaskan. Mendengar pertanyaan dari anaknya membuat Justin memejamkan matanya. Membayangkan Alex yang membuka bajunya dengan perlahan dan ia melihatnya dari belakang, melihat bokongnya berisi dan pinggangnya yang ramping. Lalu membalikan tubuhnya pada Justin dan tersenyum nakal padanya, mengajak Justin …lalu berhenti. Imajinasi Justin terhenti saat kaki Aaron tak sengaja menendang lututnya.
            “Sedang berada di kamar blue bird,”
            “Aku menyukainya,” seru Aaron menelan makanannya. Akhirnya. “Lagi,” ujar Aaron membuka mulutnya. Dengan sabar Justin memasukan sesendok makanan untuk Aaron. Ya Tuhan, Justin melenguh dalam hati. Satu sendok sama dengan lima menit. Dan dia baru saja mengunyah lima sendok dari makanannya. Namun Justin berusaha untuk bersabar. Anak ini adalah sumber kehidupannya.
            “Kau menyukainya?” tanya Justin, tersenyum kali ini. Aaron menganggukan kepalanya dengan semangat. “Dia seksi bukan?” tanya Justin, menyesal karena ia bertanya seperti itu pada Aaron. Kembali ia berimajinasi bersama dengan Alex berhubungan badan di dalam kolam renang, melihatnya mendesah-desah di hadapannya, mendongakan kepalanya saat ia mendapatkan pelepasannya. Ya Tuhan. Ia benar-benar menginginkan Alex sekarang. Lalu Justin membuka matanya setelah ia berimajinasi singkat dengan Alex. Aaron mengangguk.
            “Tahu dari mana kau kalau ia seksi?”
            “Karena daddy menyukainya,” ucap Aaron, polos.
            “Apa dia ibu yang baik?” Aaron mengangguk. “Kau sudah kenyang?” tanya Justin, bosan. Sangat.Tapi Aaron menggelengkan kepalanya. Sial!
            “Setelah ini kau akan dimandikan oleh ibu Selena,”
            “Tidak. Aku ingin daddy dan Peepee yang memandikanku,”
            “Kau tidak merindukan ibu Selena? Kau tahu, kau bisa memegang dadanya,” bisik Justin. Memang. Biasanya, jika Aaron ingin tertidur, ia harus memegang dada seorang ibu. Tangannya yang mungil itu harus memegang dada seorang ibu dan memainkan putingnya agar ia cepat tidur. Merasa tertarik, Aaron langsung menganggukan kepalanya. Justin mendongak saat ia melihat Selena yang muncul di mulut pintu ruang makan, memakai pakaian yang benar-benar sengaja ia pakai untuk menggoda Justin. Tapi tidak. Malam ini Justin sedang ingin bermain dengan Alex. Bukan dirinya. Pakaian yang Selena pakaian benar-benar tembus pandang, memang membuat Justin terangsang, tapi mengingat tubuh Alex.
            “Kau ingin ibu Selena yang menyuapimu?” tanya Justin menunduk, menatap pada anaknya. Aaron menganggukan kepalanya, mau-mau saja akan tawaran Justin. Apalagi sebentar lagi ia akan segera tidur dan ia akan memegang dada ibunya yang lumayan empuk untuk ia pegang. Aaron memang menyukai dada seorang wanita, tentu saja. Terlihat sekali Selena senang saat Justin memintanya agar ia menyuapi anak angkatnya.
            “Hey, blue bird,” panggil Selena dengan lembut, menghampiri Aaron. Tangannya mengelus kepala Aron dengan halus dan mengecupnya. “Daddy harus bekerja sayang, biar ibu yang menyuapimu,” ujar Selena memberi tanda pada Justin untuk menyingkir dari tempat duduk. Dengan segera, Justin berdiri dan memberikan piring makanan Aaron pada Selena.
            “Mandikan dia setelah ia makan. Dan keloni dia setelah itu. Ia harus cepat tidur,” ujar Justin dengan tegas pada Selena. Selena mengangguk, mengerti dan terduduk di atas tempat duduk. “Jadi anak yang baik dengan ibumu,” bisik Justin mengecup pipi Aaron dan pergi meninggalkan mereka.

***

            Alex benar-benar terkejut atas kedatangan Justin yang tiba-tiba ke dalam kamarnya. Ia sedang melihat seluruh tubuhnya di depan lemari kaca kamarnya, memperhatikan mengapa Justin dapat terangsang melihatnya. Ia tidak memiliki kelebihan pada dirinya. Dadanya memang pas untuk seukuran tubuhnya. Dan bokongnya ..memang padat-berisi. Bulat. Terlihat sempurna. Ukuran pinggangnya memang kecil, tapi mengapa Justin menyukainya? Ia tidak dapat dikategorikan menjadi wanita yang seksi untuk seorang Justin Bieber. Ia tidak memiliki tubuh yang sama seperti Candice dan Caitlin. Mereka sudah jelas seksi dengan kaki mereka yang jenjang dan dada mereka yang memang besar. Ini benar-benar membuatnya bingung.
            Merasa malu, Alex langsung mengambil handuknya yang ia taruh di atas tempat tidurnya. Menutup seluruh tubuhnya dan menundukan kepalanya, merasa malu karena Justin yang mengintimidasinya. Justin tertawa dalam hati, mengapa wanita ini tampak malu akan dirinya sendiri? Ia cantik. Bahkan bagian bawah Alex tidak sama sekali memiliki bulu-bulu halus. Sempurna seperti bokong bayi. Ia memiliki garis tipis di bagian bawahnya yang membuat Justin selalu berusaha untuk memasukinya kembali, sama seperti kemarin. Justin menyukai dadanya, meski ia tahu Alex tidak seseksi Candice dan Weronika. Tapi setidaknya, tubuh Alex juga menggiurkan untuk dicoba.
            “Apa masalahmu, blue bird?” tanya Justin mendekati Alex. Ia mendongakan kepalanya dan menatap Justin lalu menggelengkan kepalanya. “Kau tidak perlu malu. Aku sudah melihatnya. Pakailah bikinimu kembali,”
            “Untuk apa?”
            “Tentu saja untukku,” ucap Justin menyiratkan pemaksaan di dalamnya. Melihat bikini milik Alex berada di atas tempat tidur, Justin merampasnya dengan cepat lalu ia menciumnya lebih dahulu. Mencium aroma dari Alex yang memabukan. Melihat Justin seperti itu, sungguh membuat Alex ketakutan. Ia seperti melihat vampire yang mendapatkan bercak darah di sebuah pakaian lalu menghirupnya dalam-dalam. Beberapa detik kemudian Justin membuka matanya.
            “Kau ingin aku yang memakaikannya? Aku belum puas berenang denganmu, mommy,” bisik Justin melangkah pada Alex, menarik kasar handuk yang Alex pakai dengan cepat, sungguh Alex terkesiap dengan perbuatan Justin.
            “Apa ini sayang?” bisik Justin menangkup bagian bawahnya dengan seluruh telapak tangan Justin. Merasa kaget, ia menjerit dan menggigit bibirnya untuk menahan jeritannya. Kedua tangannya dengan cepat meraih bahu Justin, matanya terpejam. Nafasnya tercekat.
            “Oh Justin,” bisik Alex tak kuat dengan jari Justin yang menggetarkan bagian bawahnya, membuatnya basah saat itu juga.
            “Itu dia, sekarang pakai,” ujar Justin merasa puas karena cepat membuat Alex mengeluarkan cairannya saat itu juga. Justin memberikan Alex senyum licik saat Alex meraih bikini miliknya, lalu ia mendengus pelan. “Cepatlah, aku ingin berenang sekali lagi denganmu,” paksa Justin yang membuat Alex semakin cepat memakai bikininya. Setelah memakai bikini, Justin meraih handuk Alex dan menutupi tubuhnya dengan handuk tersebut cepat-cepat. Bahkan kedua tangannya harus terhimpit di dalam handuknya.
            “Sungguh frustrasi aku saat kau memakai bikini di dalam kolam renang bersama dengan Aaron. Iri dengan anakku sendiri karena ia dapat memegang tali bikinimu yang seksi, sial. Aku tidak sabar untuk mencoba dirimu,” ujar Justin menggendong Alex di atas bahu kanannya. Seluruh peredaran darah Alex bertuju pada kepalanya. Cukup membuat Alex merasa pusing. Tangan Justin meraih knop pintu kamar Alex dan membukanya.Saat itu juga Justin mendengar suara teriakan Selena yang kesal karena Aaron.
            “Aaron! Sayang, ayo pakai bajumu,” teriak Selena dari dalam kamar Aaron. Justin tersenyum kecil, mendengar istrinya kewalahan memakaikan Aaron pakaian.
            “Kejar aku mommy!” teriak Aaron dari dalam kamar. Justin sudah tahu Aaron sedang berlari-lari di dalam kamarnya, layaknya anak hiperaktif. Padahal, Justin tidak sama sekali memberikan Aaron satu sendok atau lebih gula untuk Aaron. Heran mengapa anaknya bisa seaktif itu. Tapi ia tidak peduli untuk sekarang. Ia ingin mencoba tubuh Alex.
            “Justin, aku pusing,” bisik Alex, tak dapat memukul punggung Justin karena tangannya yang berada di dalam handuk. Sontak Justin menurunkan Alex dan menggendongnya kembali, kali ini Justin menggendongnya dengan kedua tangannya. Seperti Alex tertidur dalam gendongan Justin. Tidak, Justin tidak menatap Alex saat itu juga. Namun, tentu saja, Alex menatap Justin dari bawah sini. Janggutnya begitu tipis, menggiurkan. Jakunnya menonjol di lehernya yang cukup jenjang. Sesekali Alex menelan ludahnya. Bulu mata Justin begitu panjang terlihat dari bawah, sangat lentik. Andai Justin tidak memiliki istri yang banyak, tentu saja Alex bersedia untuk dinikahi oleh Justin. Sayangnya, ia tidak ingin menjadi salah satu dari banyaknya istri Justin.
            Tak sadar, mereka telah sampai di bawah. Berada di sisi kolam renang. Justin menurunkan Alex dan ia berjalan menuju pintu geser, pintu yang menghubungkan pintu luar dan pintu keluarga. Lalu ia mengambil sebuah remote control yang berada  di dalam sebuah guci besar yang bertengger di dekat pintu perbatasan. Ia keluar kembali dan menekan sebuah tombol yang tiba-tiba saja membuat pintu perbatasan rumah dan tamannya tertutup bersama dengan tirai-tirai-nya juga. Sungguh canggih. Alex yang melihatnya hanya dapat melongo, tubuhnya masih berada di dalam bungkusan handuk.
            “Yeah. Kita harus modern,” ujar Justin menekan tombol lain, mengunci pintu dan jendela.
            “Apa yang akan kita lakukan?” tanya Alex, terdengar polos. Lalu Justin melempar remote control-nya ke atas kursi santainya dengan acuh lalu ia menghampiri Alex.
            “Kita akan mendengar desahanmu yang seksi,”
            “Oh, tidak-tidak-tidak. Di luar sini? Apa-apaan!” Alex menolak.
            “Kau tidak bisa menahanku, blue bird. Seluruh pintu telah kututup. Tak akan ada yang lihat. Percaya padaku. Sekalipun itu Selena,”
            “Tidak!”
            “Ya,” ujar Justin yang telah berada di hadapan Alex. Sudah siap-siap untuk membuka handuknya. Ia tidak sabar untuk menyetubuhinya saat ini juga. Lalu ia membuka handuk Alex perlahan-lahan. Alex benar-benar merasa malu. Meski tak dapat ia pungkiri sentuhan Justin memang membuatnya cukup terangsang.
            “Ini dia tubuh sempurna milikku,” ujar Justin mengagumi Alex dari bawah hingga atas. “Sekarang peluk aku lalu lingkarkan kakimu di sekitar pinggangku,” suruh Justin. Tidak ingin membantah karena takut, ia langsung memeluk Justin dan melingkarkan kaki dan tubuh telanjang pada Justin. “Oh yes,” Justin memejamkan matanya, merasakan kenikmatan di perutnya yang sekarang lembab akibat sentuhan dari bagian bawah Alex. Ia berjalan menuju kolam renang dan masuk ke dalamnya. Air yang dingin membasuh tubuh mereka berdua. Namun panas di dalam tubuh mereka masih membara.
            “Alex. Blue bird. Peepee-ku,” kecup Justin pada bahu Alex dengan lembut, ia menggigitnya pelan-pelan namun merangsang Alex. Alex masih memeluk Justin, merasa tidak begitu berat menggendong Alex, Justin melepaskan boxernya perlahan-lahan sekaligus dengan celana dalamnya. Tidak akan ada yang melihat. Semuanya telah tertutup. Gemercik air terdengar saat Justin melangkahkan kakinya menuju sisi kolam renang yang lain. Ia menyandarkan Alex pada tembok bagian dalam kolam dan melihat Alex dengan senyum licik.
            “Merasa malu?”
            “Tentu saja bodoh!” teriak Alex.
            “Bodoh? Kau memanggilku bodoh?” Justin terkejut, jengkel. “Apa ini akan membuktikan kalau aku bodoh?” tanya Justin, sebelum Alex membalas pertanyaannya, Justin telah memagut mulutnya dengan lahap. Seolah-olah Justin akan memakannya. Mata Justin terpejam, begitu juga dengan Alex yang tidak dapat menolak ciuman panas dari Justin. Bunyi cepakan dari ciuman mereka membuat Alex melingkarkan tangannya di sekitar leher Justin, menekankan kepala Justin pada wajahnya.
            “Sekarang kau menyukainya,” ujar Justin melepaskan ciumannya dan tersenyum penuh kemenangan karena ia telah mendapati Alex. “Oh yeah. Kau merasakan itu?” tanya Justin saat ia menaikan tubuhnya sedikit agar ereksinya dapat terasa pada bokong Alex yang telanjang. Alex menganggukan kepalanya, menautkan kedua alisnya secara bersamaan. Ia merasakan kenikmatan dari sentuhan Justin.
            “Ah!” desahnya tiba-tiba saja Justin memasukan perlahan-lahan ereksinya ke dalam dirinya. Sontak Alex memeluk leher Justin dengan cepat, merasakan sakit yang masih melanda dirinya. Miliknya yang sempit benar-benar meremas ereksi Justin yang besar itu. “Aw, Justin!” erang Alex di atas bahu Justin.
            “Tahan, ah sayang, tahan,” erang Justin yang memaksa masuk ereksinya benar-benar tak cukup masuk. Sungguh panas di dalam sini. “Oh yeah, Alex, baby,” desah Justin perlahan-lahan mulai menggerakan tubuhnya ke atas.
            “Oh, Justin, kumohon. Ini –Oh! Tidak, Justin,” Alex tidak dapat menahan rasa nikmat yang diberikan oleh Justin. Kepalanya terdongak ke belakang, mulutnya terbuka namun tidak mengeluarkan suara sama sekali. Ia menahan nafasnya, rambutnya yang cukup panjang tergerai dengan seksinya. Justin yang melihat Alex terdongak benar-benar membuatnya semakin bergairah. Dua buah dada berada di hadapannya. Tak ingin membuang waktu, mulut Justin mencicip puting Alex yang tidak begitu besar berwarna merah muda yang seksi.
            “Mmh,” desah Justin semakin lama semakin menggerakan tubuhnya di dalam kolam renang. Gemercik air kolam renang terdengar seiring gerakan Justin berjalan. “Ini adalah puting ternikmat yang pernah kurasakan, Alex,” desah Justin memagut puting Alex yang lain.
            “Oh Justin,” Alex meremas rambut Justin, kepalanya masih terdongak ke belakang. Ia benar-benar merasakan penuhnya dirinya saat ia dimasuki oleh Justin. Semakin lama gerakan Justin semakin brutal. “Aarrh! Justin, apa yang kau –mmh,” mulut Alex tertutup oleh mulut Justin. Erangannya teredam oleh mulut Justin. Mereka berdua telah berada di dalam titik menuju puncaknya.
            “Mmh, yes. Yeah, mendesahlah sayang,”
            “Oh, Justin. Kumohon, ini ..Arrh!” jeritan Alex benar-benar melengking, tangannya meremas punggung Justin dengan kencang. “Oh! Oh! Berhenti!” tapi Justin tidak melakukan apa yang Alex katakan. Ia terus menggerakan tubuhnya, Alex telah berada di titik puncaknya sekarang.
            “Sekarang sayang! Sekarang!” teriak Justin semakin menggerakan pinggulnya di dalam kolam renang. Mereka berdua meneriakan kenikmatan mereka yang datang secara bersama-sama. Gerakan Justin masih membrutal, kepala Alex mendongak ke belakang dan kedua alisnya bertautan mencoba untuk mengurai kenikmatan yang ia dapatkan.
            “Oh, Alex! Kau yang terhebat,” ujar Justin menghentikan gerakannya. Kepala Justin bersandar pada dada Alex yang putih itu. Ia juga mencoba untuk menarik nafasnya. Malam ini adalah malam yang luar biasa. Angin malam tidak membuat mereka merasa kedinginan. Justru mereka benar-benar kepanasan sekarang.
            “Mari kita keluar dari kolam ini,” ujar Justin dengan lembut.
            “Oh, tunggu. Aku masih lelah.” Bantah Alex, bersandar pada pinggiran kolam. Ia butuh istirahat sejenak.

***

            Lelaki bermata harimau itu tampak begitu perhatian dengan gadis yang baru saja ia setubuhi. Gadis yang kemarin baru saja ia perawani kemarin tampak lelah dengan apa yang dilakukan oleh si Mata Harimau ini. Justin menggendong Alex yang telanjang dengan bikini yang ia pegang di tangannya. Saat berada di kolam renang tadi, Alex tertidur. Menggemaskan saat ia tertidur dalam keadaan telanjang. Namun Justin tahu Alex butuh istirahat sehingga sekarang ia membawa Alex ke tempat tidurnya. Merasa tak enak melihat Alex tidak memakai apa-apa, Justin membuka lemari pakaian Alex. Ternyata wanita ini cepat sekali merapikan pakaiannya. Begitu rapi dan wangi. Matanya mencari-cari di mana pakaian tidurnya lalu ia mendapatkannya. Sebuah pakaian tidur berwarna putih yang tipis memang benar-benar cocok untuknya. Namun malam ini sama dinginnya dengan kemarin. Meski musim dingin kali ini tidak sering menurunkan hujan, hanya saja angin malam yang memang dapat menusuk tulang dalam tubuh. Lalu ia mencari pakaian tidurnya yang lain. Mungkin yang lebih tebal lebih bagus. Sebelumnya, Justin tidak pernah melakukan ini pada siapa pun. Tapi kali ini ia melakukannya. Sebenarnya, maksud Justin membawa Alex ke dalam rumahnya adalah ia ingin terus menerus bersetubuh dengan wanita ini. Ia ingin menyakiti wanita ini sama seperti pelacur lain. Namun ia pikir, belum saatnya Alex mendapatkannya. Tubuhnya yang masih indah itu belum cukup matang untuk disakiti seperti pelacur-pelacur sebelumnya. Terlebih lagi, ia tidak belum ingin menyakitinya karena Aaron pasti membutuhkan Alex. Terlihat dari hari pertama mereka yang begitu dekat dan bersahabat bahkan Aaron ingin dimandikan oleh Alex. Ia tidak ingin anaknya merasa kesepian hanya karena Alex pergi dari hadapannya akibat apa yang ia perbuat.
            Tak peduli, Justin mengambil pakaian Alex dengan asal. Sekarang yang paling penting untuk Alex adalah kehangatan baginya. Justin terduduk di pinggiran tempat tidur Alex. Sejenak ia menatap Alex yang memejamkan matanya, tertidur begitu nyenyak. Terlihat sangat jelas wanita ini kelelahan. Begitu juga dengan Justin. Ia juga merasa kelelahan. Ia membuka handuk yang melilit pada tubuh Alex. Pelan-pelan Justin memakaikan Alex pakaiannya. Tiba-tiba ia terangsang kembali, namun ia menggelengkan kepalanya. Ia harus melihat Aaron sekarang. Dan malam ini ia harus menangani tugas rutinnya tiap hari.
            “Mimpikan aku,” bisik Justin setelah ia memakaikan Alex pakaiannya lalu ia berdiri. Meninggalkan handuk  yang berada di atas tempat tidur Alex. Tidak menyelimutinya sebelum ia keluar. Pintunya tertutup saat Justin keluar dari kamar Alex lalu mata Justin beralih pada kamar Aaron. Masih berisik. Aaron belum sama sekali tidur. Apa yang Selena lakukan di dalam sana?
            I love you. You love me. We are happy family. Suara Selena terdengar di dalam kamar Aaron, sungguh, itu membuat Justin membuka pitnu kamar Aaron dan melihat Aaron yang terbaring di atas tempat tidur. Aaron menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa risih karena ia tidak menyentuh dada ibunya. Ya, Selena tidak tahu menahu tentang ini.
            “Daddy!” rengek Aaron, bangkit dari tempat tidurnya.
            “Apa yang kaulakukan?” tanya Justin, bingung pada Selena yang belum membuat Aaron tertidur.
            “Menyanyikannya sebuah lagu agar ia cepat tertidur,”
            “Apa?” Justin terkejut, setengah mati. “Ya Tuhan. Apa kau tidak tahu apa yang seharusnya kaulakukan?”
            “Kau bilang aku harus mengeloninya sebelum ia tertidur,” Selena merasa bersalah.
            “Astaga,” Justin menggelengkan kepalanya. “Bukan seperti itu, ia membutuhkan dadamu, kautahu. Putingmu agar ia bisa memainkannya, kalau perlu ia harus menyedotnya,”
            “Dadaku?” Selena benar-benar terkejut, matanya bahkan membulat. Justin menggendong Aaron dari atas tempat tidur. Dengan manjanya Aaron langsung memeluk leher ayahnya dan menempatkan kepalanya pada bahu Justin. Justin menggeleng-gelengkan kepalanya, bingung mengapa ia menikahi gadis ini. Sebenarnya, ini juga salahnya. Ia tidak pernah meminta Selena untuk tinggal di rumahnya sehingga Selena tidak tahu bagaimana caranya menjaga Aaron dengan baik. Setidaknya, Selena telah memandikan Aaron meski ia bersusah payah untuk memandikan anak superaktif ini.
            “Aku mau Peepee,” bisik Aaron yang pipinya menyembul di bahu Justin. Mulutnya yang mungil terlihat basah dari jarak jauh, terlihat ia memiliki simpanan air liur yang banyak.
            “Siapa Peepee?” tanya Selena yang masih terduduk di atas tempat tidur Aaron.
            “Itu Alex, ibu Aaron yang baru. Kapan kau akan pulang dari rumah ini?” tanya Justin, mengusir Selena. Ia sedang tidak ingin melihat wanita selain Alex. Termasuk Caitlin dan Candice. Mereka juga bahkan belum pulang. Dan Justin tidak peduli. Sekarang ia sedang mempedulikan Aaron yang harus tidur. Jam sudah menunjukan pukul 8 namun Aaron belum juga tidur. Aaron tidak boleh kekurangan tidur, ia butuh tidur yang cukup.
            “Aku tidak tahu. Sebenarnya, aku datang ke sini karena aku merindukan. Kau tidak mengangkat teleponku. Caitlin bilang kau sibuk, aku tahu. Tapi setidaknya kau memperhatikanku,” rajuk Selena, meminta keadilan dari Justin. Bagaimana pun juga Selena adalah istri Justin.
            “Aku ingin cerai,”
            “Apa itu cerai daddy?” celetuk Aaron, polos.
            “Bukan apa-apa,” bisik Justin. “Pergilah pulang ke Texas malam ini. Aku sedang tidak ingin melihat istri-istriku,” ujar Justin pergi dari hadapan Selena yang melongo akibat perkataan Justin yang masih belum dapat ia uraikan di otaknya. Cerai? Pergilah ke Texas? Apa-apaan! Ia bahkan baru saja berada di rumah Justin selama 6 jam dan Justin memintanya pergi dari rumahnya? Rumahnya juga? Itu gila! Pintu terbanting saat Justin keluar dari kamar Aaron, ia meninggalkan Selena yang masih tak percaya dengan perkataan Justin. Bagaimana mungkin Justin ingin menceriakannya?

***

            “Kau ingin bersamanya?” tanya Justin pada Aaron saat ia berada di dalam kamar Alex. Nafas Alex teratur dan sungguh tenang dalam alam bawah sadarnya. Tentu saja jika Aaron bermain sedikit dengan dadanya, Alex tidak akan terbangun.
            “Kau bisa memegang dadanya juga,” ujar Justin, membujuk Justin. Ia melirik pada jam dinding yang berada di dalam kamar Alex. Sudah jam 8 lewat. Ia harus cepat-cepat turun ke bawah. Aaron yang menggelanyut di samping pinggang Justin bagaikan anak monyet itu menatap Alex dengan seksama. Apa dadanya sama seperti ibu Candice? Ia harap begitu.
            “Mari kita lihat, siapa tahu kau tertarik,” ujar Justin menghampiri Alex. Ia terduduk di sisi tempat tidur dan pelan-pelan ia membuka pakaian Alex sampai dadanya. “Bagaimana dengan itu?” tanya Justin.
            “Mengapa berwarna merah muda? Mommy Candice tidak seperti itu,”
            “Karena itu rasa strawberry,” bisik Justin pada Aaron yang menatap dada Alex dengan polos. Senyuman kecil muncul di wajah Aaron. Ia sungguh tertarik dengan godaan ayahnya. Rasa strawberry, pikirnya begitu. Lalu ia menganggukan kepalanya. Hati Justin tersenyum karena ia merasa pintar sekali merayu anaknya. “Naiklah,” suruh Justin melepaskan Aaron dari gendongannya ke atas tempat tidur. Lalu Aaron merangkak, melewati tubuh Alex dan ia menggigit jari telunjuknya. Merasa malu-malu ingin menyentuh dada ibu barunya. Ia menatap Justin sejenak yang tersenyum padanya lalu Justin mengangguk.
            “Cobalah. Tidak apa-apa,”
            “Bagaimana jika Peepee terbangun, daddy?” tanya Aaron, benar-benar menggemaskan.
            “Tidak. Percaya pada daddy. Ia telah tertidur. Jangan malu-malu. Dia seperti mommy Candice,” rujuk Justin. Aaron melepaskan jari telunjuk yang ia gigit lalu dengan malu-malu ia menyentuh puting Alex yang berwarna merah muda itu. Saat Justin melihatnya, tiba-tiba saja Justin terangsang. Sial! Dia juga ingin menyentuh dada Alex. Tapi ia urungkan niatnya.
            “Nah, sekarang tidurlah. Kau boleh memeluknya,” suruh Justin mengelus kepala Aaron. Seperti cacing kepanasan, Aaron menggeliat di atas tempat tidur, mendekatkan dirinya pada tubuh Alex lalu kakinya ia tempatkan pada perut Alex yang terbuka, polos. Ibu jari dari tangannya yang lain masuk ke dalam mulutnya dan ia mulai memejamkan matanya sambil memainkan puting milik Alex yang tampak menggiurkan bagi Justin. “Daddy mencintaimu,” bisik Justin lalu mencium kening Aaron dengan lembut. Aaron mengangguk lalu ia membuka matanya. Bunyi cepakan dari jempolnya yang terlepas dari mulutnya membuat Justin berbalik melihat Aaron.
            “Daddy,” panggil Aaron, suaranya sungguh kecil.
            “Ya?”
            “Aku ingin memiliki adik,” bisik Aaron. Tersirat dari wajahnya yang polos, Aaron benar-benar menginginkan seorang adik. Mungkin Caitlin dan Candice yang memberitahu Aaron tentang seorang adik. Merasa tercengang, Justin berpikir sejenak. Ia melirik pada Alex. Jika ia memiliki anak dari Alex mungkin itu akan memperbaiki keluargaku. Namun dengan cepat Justin menggelengkan kepalanya. Tidak. Alex belum tentu akan menjadi istriku.
            “Nanti biar daddy bicarakan dengan mommy Caitlin,”
            “Perempuan,” bisik Aaron memelintirkan puting merah muda milik Alex. Sial! Sial! Sial!
            “Tentu saja,” bisik Justin tersenyum kecil. “Sekarang, tidurlah,” kali ini Justin memberikan kelembutan yang sangat lembut dalam nada bicaranya. Kembali Aaron memejamkan matanya dan memasukan jari jempolnya ke dalam mulutnya kembali dengan jari yang lain masih memelintirkan putting Alex. Justin mendesah.

***

            “Mr.Bieber,” dua orang lelaki bertubuh besar menyapa Justin saat para pelayan sudah berbaris membawa nampan makanan bagi para tawanan Justin di bawah. Dua orang lelaki ini yang akan menjaga ruang bawah tanah dari malam hingga pagi-subuh. Sehingga tidak akan ada seorang pun yang dapat keluar dari ruang bawah tanah. Meskipun ada yang mencoba, ia tidak akan dapat lepas dari rumah Justin. Justru Justin akan benar-benar membunuhnya. Menusuk-nusuk tubuhnya, jika bisa. Malam ini Justin sudah siap untuk membakar satu wanita yang tadi siang ia patahkan tulang tangannya. Jordy telah menyiapkan peti mati kayu dengan pintu besi gigi yang akan segera memasukan wanita yang menyumpahi Justin cepat mati.
            “Apa kemarin tidak ada masalah?” tanya Justin, berwibawa.
            “Ya, Mr.Bieber,”
            “Jordy, apa kau telah menyiapkan peti matinya?” tanya Justin memeriksa. Ia tidak sabar untuk melihat wanita yang menyumpahinya tadi mati.
            “Tentu saja, Mr.Bieber,” sahut Jordy di belakang dua orang lelaki bertubuh besar yang lain. Setelah beberapa menit berdiri di depan pintu gudang itu, akhirnya Justin menyentuh kembali gemboknya dan membuka. Jilatan api kebencian menyengat Justin. Bayang-bayang wanita-wanita itu menggoda lelaki lain di saat Justin dalam keadaan mencintainya, kesakitan hatinya harus dibayarkan dengan kematian. Menurutnya itu adil. Pintu terbuka dan kembali Jordy masuk terlebih dahulu. Bau menyengat tercium dari dalam. Tiap malam, dua orang yang akan menjaga ruang bawah tanah ini akan membawa satu per satu wanita itu keluar menuju satu toilet yang terdapat di dalam ruang gudang itu. Hanya satu dan tidak terurus. Tiap bulannya, satu per satu wanita akan mendapatkan satu kain berwarna putih yang tebal untuk menyerap darah dari datang bulannya. Tidak peduli jika itu akan bau, mereka harus memakaikannya. Itu adalah kebaikan Justin. Justin masih memberikan keringanan bagi wanita-wanita kurang ajar ini.
            “Justin, Justin, Justin,” rengekan dari wanita-wanita itu terdengar saat Justin sudah menginjak kakinya ke atas ruang bawah tanah. Bau menyengat tidak Justin pedulikan. Menjijikan. Jordy membukakan sel dari wanita yang tadi siang Justin patahkan tangannya. Terlihat wanita itu terkulai lemas di atas tempat tidur kerasnya dengan tangannya yang sudah tidak dapat ia gerakan.
            “Kau ingin membawaku ke mana?” berontak wanita itu terbangun dari tidurnya. Justin melihatnya dengan angkuh, benci, marah. Seluruh perasaan negatif bersatu dalam satu perasaan. Namun wanita itu tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tidak bisa menyerang Jordy yang telah menggendongnya di atas perut. Sementara itu pelayan-pelayan yang telah masuk telah menjejerkan makanan para tawanan di depan sel mereka. Dua orang pengawal yang lain melipat tangannya di depan dadanya, melihat-lihat para wanita yang telah maju untuk mengambil makanannya.
            “Kalian semua!” teriak Justin, “Apa pun yang kau sumpahkan padaku. Akan berakhir sepertinya!” bentak Justin menunjuk pada wanita yang digendong oleh Jordy. “Peti kematian yang selalu kusiapkan bagi kalian yang telah siap untuk bertemu dengan Tuhan. Atau Lucifer,”
            “Kau Lucifer!” teriak wanita yang digendong itu.
            “Diam, aku tidak berbicara padamu,” ujar Justin dengan tenang. Kembali ia menegakan dadanya yang bidang. “Apa kalian dengar itu?” teriak Justin.
            “Ya, Mr.Bieber,” seru para wanita itu tidak secara bersamaan lalu Justin mengangguk. “Mari kita urusi si berengsek satu ini,”

***

            “Aarrgggh! Aarrgggh! Ya Tuhan!” teriak wanita bertubuh telanjang itu di dalam sebuah peti mati kayu yang terbakar. Begitu juga dengan tubuhnya. Teriakannya tidak akan didengar oleh siapa pun selain Justin dan Jordy. Tentu saja. Ia dibakar dalam sebuah ruangan kedap suara. Khusus untuk membakar seseorang yang dimana tempat itu tidak dapat terbakar. Peti mati itu di tempatkan dalam sebuah tank besar yang berisi dengan minyak tanah lalu terbakar begitu saja di dalam sana. Ia berteriak-teriak, tak dapat menggeliatkan karena tangannya terikat. Ikatan talinya juga ikut terbakar saat itu juga. Kulitnya telah terkelupas secara perlahan-lahan saat api itu terus menyengat tubuhnya.
            “Buang debunya tulang-tulang yang tersisa nanti di laut. Aku tidak ingin melihat dirinya di kawasan rumahku,” ujar Justin keluar dari ruangan itu dengan hati yang gembira. Wanita itu telah tiada. Ia telah meninggal ..di tangan seorang Justin Bieber.

***

            “Ya Tuhan,” Alex terkejut saat ia baru saja mengucek matanya, terbangun dari tidurnya. Melihat bajunya yang tersingkap ke atas dengan tangan kecil yang berada di atasnya benar-benar membuatnya bingung apa yang sedang terjadi. Lalu ia melihat pada Aaron yang tertidur di sebelahnya dengan mulutnya yang mungil terbuka. Jari jempolnya masih tampak mengkilat akibat emutan dari mulutnya sendiri. Kaki Aaron yang mungil berada di atas perut Alex, hangat. Pelan-pelan Alex mengangkat kaki dan tangan Aaron dari tubuhnya. Lalu ia mulai terduduk dan menurunkan pakaiannya.
            “Apa-apaan,” bisik Alex terkejut dua kali karena Justin yang tertidur di sebelah Aaron tampak begitu nyenyak. Tangan Justin yang besar berada di atas perut Aaron yang kecil. Mungkin hanya dengan tangan itu Justin dapat meremukan tubuh Aaron. Tanpa suara, Alex bangkit dari tempat tidur dan melihat dirinya pada kaca besar di lemari pakaiannya. Lalu ia menyingkap bajunya kembali ke atas dan melihat putingnya yang memerah. Ya Tuhan. Apa yang Aaron lakukan? Ia terkejut, melirik pada dua orang lelaki yang tampan sedang tertidur. Dua lelaki yang membuatnya tertawa kemarin. Pemandangan terindah yang pernah ia lihat adalah ..ini.
            Lalu tangannya kembali menurunkan pakaiannya ke bawah. Menutup tubuhnya. Menarik nafas ia berjalan kembali pada tempat tidur dan duduk di tepinya. Pipi Aaron menyembul, air lirunya menetes-netes di atas tempat tidur Alex. Membuat Alex terkekeh kecil karena kelucuan anak kecil ini. Umurnya masih tiga tahun, namun ia terlihat seperti lima tahun. Pintar berbicara. Polos. Dan ..menggemaskan, tentunya. Tiba-tiba saja tangan Justin terangkat dari perut Aaron dan matanya langsung terbuka, terkejut tiba-tiba saja ia terbangun.
            “Ada apa?” kaget Justin masih dengan suaranya yang serak. Terlihat ia masih mengantuk.
            “Selamat pagi, Mr.Bieber,” sapa Alex lembut. Dengan lembut Alex mengelap bibir Aaron dengan jari telunjuknya. Bibirnya benar-benar basah dan memerah.
            “Hey, Alex. Selamat pagi. Ada apa?”
            “Tidak apa-apa,” balas Alex tampak bingung dengan Justin yang bertanya seperti itu. “Mengapa kau tampak berkeringat?” Alex bingung. Beberapa menit Justin berpikir sejenak lalu menarik nafas.

            “Aku baru saja bermimpi menidurimu.” Sahut Justin. Alex mendesah, bosan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar