“Kau
sudah kenyang? Karena kita akan segera mandi,” ujar Justin yang menyuapi Aaron
dengan sabar. Dari tadi ia menahan dirinya untuk melupakan Alex sejenak. Alex
sedang berada di kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Jam sudah menunjukan
pukul 7 malam, Aaron harus segera dimandikan. Namun Aaron yang memang sejak ia
berumur 2 tahun sangat begitu lambat untuk mengunyah makanannya. Berada di
dalam ruang makan, Justin tidak memakai apa pun selain boxer yang sudah kering
yang masih ia pakai. Awalnya Alex ingin menyuapi Aaron karena itu adalah
pekerjaannya, tapi Justin ingin mencoba untuk menyuapi anaknya. Tidak pernah
terpikirkan kalau Aaron akan lama sekali mengunyah makanannya. Karena tadi
pagi, Alex lah yang menyuapi Aaron.
“Di
mana Peepee?” tanya Aaron sambil mengunyah makanannya, tangannya memasukan
makanannya yang hampir keluar. Sungguh menggemaskan. Kakinya yang melayang
bahkan tidak pernah berhenti bergerak-gerak. Anak lelaki ini memang super
aktif. Tidak pernah Justin berpikir ia akan memiliki anak seaktif Aaron, tapi
ia tidak dapat mengelak, Aaron adalah anak yang benar-benar menyenangkan dan
menggemaskan. Mendengar pertanyaan dari anaknya membuat Justin memejamkan
matanya. Membayangkan Alex yang membuka bajunya dengan perlahan dan ia
melihatnya dari belakang, melihat bokongnya berisi dan pinggangnya yang
ramping. Lalu membalikan tubuhnya pada Justin dan tersenyum nakal padanya,
mengajak Justin …lalu berhenti. Imajinasi Justin terhenti saat kaki Aaron tak
sengaja menendang lututnya.
“Sedang
berada di kamar blue bird,”
“Aku
menyukainya,” seru Aaron menelan makanannya. Akhirnya. “Lagi,” ujar Aaron
membuka mulutnya. Dengan sabar Justin memasukan sesendok makanan untuk Aaron.
Ya Tuhan, Justin melenguh dalam hati. Satu sendok sama dengan lima menit. Dan
dia baru saja mengunyah lima sendok dari makanannya. Namun Justin berusaha
untuk bersabar. Anak ini adalah sumber kehidupannya.
“Kau
menyukainya?” tanya Justin, tersenyum kali ini. Aaron menganggukan kepalanya
dengan semangat. “Dia seksi bukan?” tanya Justin, menyesal karena ia bertanya
seperti itu pada Aaron. Kembali ia berimajinasi bersama dengan Alex berhubungan
badan di dalam kolam renang, melihatnya mendesah-desah di hadapannya,
mendongakan kepalanya saat ia mendapatkan pelepasannya. Ya Tuhan. Ia
benar-benar menginginkan Alex sekarang. Lalu Justin membuka matanya setelah ia
berimajinasi singkat dengan Alex. Aaron mengangguk.
“Tahu
dari mana kau kalau ia seksi?”
“Karena
daddy menyukainya,” ucap Aaron, polos.
“Apa
dia ibu yang baik?” Aaron mengangguk. “Kau sudah kenyang?” tanya Justin, bosan.
Sangat.Tapi Aaron menggelengkan kepalanya. Sial!
“Setelah
ini kau akan dimandikan oleh ibu Selena,”
“Tidak.
Aku ingin daddy dan Peepee yang memandikanku,”
“Kau
tidak merindukan ibu Selena? Kau tahu, kau bisa memegang dadanya,” bisik
Justin. Memang. Biasanya, jika Aaron ingin tertidur, ia harus memegang dada
seorang ibu. Tangannya yang mungil itu harus memegang dada seorang ibu dan
memainkan putingnya agar ia cepat tidur. Merasa tertarik, Aaron langsung
menganggukan kepalanya. Justin mendongak saat ia melihat Selena yang muncul di
mulut pintu ruang makan, memakai pakaian yang benar-benar sengaja ia pakai
untuk menggoda Justin. Tapi tidak. Malam ini Justin sedang ingin bermain dengan
Alex. Bukan dirinya. Pakaian yang Selena pakaian benar-benar tembus pandang,
memang membuat Justin terangsang, tapi mengingat tubuh Alex.
“Kau
ingin ibu Selena yang menyuapimu?” tanya Justin menunduk, menatap pada anaknya.
Aaron menganggukan kepalanya, mau-mau saja akan tawaran Justin. Apalagi
sebentar lagi ia akan segera tidur dan ia akan memegang dada ibunya yang
lumayan empuk untuk ia pegang. Aaron memang menyukai dada seorang wanita, tentu
saja. Terlihat sekali Selena senang saat Justin memintanya agar ia menyuapi
anak angkatnya.
“Hey,
blue bird,” panggil Selena dengan lembut, menghampiri Aaron. Tangannya mengelus
kepala Aron dengan halus dan mengecupnya. “Daddy harus bekerja sayang, biar ibu
yang menyuapimu,” ujar Selena memberi tanda pada Justin untuk menyingkir dari
tempat duduk. Dengan segera, Justin berdiri dan memberikan piring makanan Aaron
pada Selena.
“Mandikan
dia setelah ia makan. Dan keloni dia setelah itu. Ia harus cepat tidur,” ujar
Justin dengan tegas pada Selena. Selena mengangguk, mengerti dan terduduk di
atas tempat duduk. “Jadi anak yang baik dengan ibumu,” bisik Justin mengecup
pipi Aaron dan pergi meninggalkan mereka.
***
Alex
benar-benar terkejut atas kedatangan Justin yang tiba-tiba ke dalam kamarnya.
Ia sedang melihat seluruh tubuhnya di depan lemari kaca kamarnya, memperhatikan
mengapa Justin dapat terangsang melihatnya. Ia tidak memiliki kelebihan pada
dirinya. Dadanya memang pas untuk seukuran tubuhnya. Dan bokongnya ..memang
padat-berisi. Bulat. Terlihat sempurna. Ukuran pinggangnya memang kecil, tapi
mengapa Justin menyukainya? Ia tidak dapat dikategorikan menjadi wanita yang
seksi untuk seorang Justin Bieber. Ia tidak memiliki tubuh yang sama seperti
Candice dan Caitlin. Mereka sudah jelas seksi dengan kaki mereka yang jenjang
dan dada mereka yang memang besar. Ini benar-benar membuatnya bingung.
Merasa
malu, Alex langsung mengambil handuknya yang ia taruh di atas tempat tidurnya.
Menutup seluruh tubuhnya dan menundukan kepalanya, merasa malu karena Justin
yang mengintimidasinya. Justin tertawa dalam hati, mengapa wanita ini tampak
malu akan dirinya sendiri? Ia cantik. Bahkan bagian bawah Alex tidak sama
sekali memiliki bulu-bulu halus. Sempurna seperti bokong bayi. Ia memiliki
garis tipis di bagian bawahnya yang membuat Justin selalu berusaha untuk
memasukinya kembali, sama seperti kemarin. Justin menyukai dadanya, meski ia
tahu Alex tidak seseksi Candice dan Weronika. Tapi setidaknya, tubuh Alex juga
menggiurkan untuk dicoba.
“Apa
masalahmu, blue bird?” tanya Justin mendekati Alex. Ia mendongakan kepalanya
dan menatap Justin lalu menggelengkan kepalanya. “Kau tidak perlu malu. Aku
sudah melihatnya. Pakailah bikinimu kembali,”
“Untuk
apa?”
“Tentu
saja untukku,” ucap Justin menyiratkan pemaksaan di dalamnya. Melihat bikini
milik Alex berada di atas tempat tidur, Justin merampasnya dengan cepat lalu ia
menciumnya lebih dahulu. Mencium aroma dari Alex yang memabukan. Melihat Justin
seperti itu, sungguh membuat Alex ketakutan. Ia seperti melihat vampire yang
mendapatkan bercak darah di sebuah pakaian lalu menghirupnya dalam-dalam.
Beberapa detik kemudian Justin membuka matanya.
“Kau
ingin aku yang memakaikannya? Aku belum puas berenang denganmu, mommy,” bisik
Justin melangkah pada Alex, menarik kasar handuk yang Alex pakai dengan cepat,
sungguh Alex terkesiap dengan perbuatan Justin.
“Apa
ini sayang?” bisik Justin menangkup bagian bawahnya dengan seluruh telapak
tangan Justin. Merasa kaget, ia menjerit dan menggigit bibirnya untuk menahan
jeritannya. Kedua tangannya dengan cepat meraih bahu Justin, matanya terpejam.
Nafasnya tercekat.
“Oh
Justin,” bisik Alex tak kuat dengan jari Justin yang menggetarkan bagian
bawahnya, membuatnya basah saat itu juga.
“Itu
dia, sekarang pakai,” ujar Justin merasa puas karena cepat membuat Alex
mengeluarkan cairannya saat itu juga. Justin memberikan Alex senyum licik saat
Alex meraih bikini miliknya, lalu ia mendengus pelan. “Cepatlah, aku ingin
berenang sekali lagi denganmu,” paksa Justin yang membuat Alex semakin cepat
memakai bikininya. Setelah memakai bikini, Justin meraih handuk Alex dan
menutupi tubuhnya dengan handuk tersebut cepat-cepat. Bahkan kedua tangannya
harus terhimpit di dalam handuknya.
“Sungguh
frustrasi aku saat kau memakai bikini di dalam kolam renang bersama dengan
Aaron. Iri dengan anakku sendiri karena ia dapat memegang tali bikinimu yang
seksi, sial. Aku tidak sabar untuk mencoba dirimu,” ujar Justin menggendong
Alex di atas bahu kanannya. Seluruh peredaran darah Alex bertuju pada
kepalanya. Cukup membuat Alex merasa pusing. Tangan Justin meraih knop pintu
kamar Alex dan membukanya.Saat itu juga Justin mendengar suara teriakan Selena
yang kesal karena Aaron.
“Aaron!
Sayang, ayo pakai bajumu,” teriak Selena dari dalam kamar Aaron. Justin
tersenyum kecil, mendengar istrinya kewalahan memakaikan Aaron pakaian.
“Kejar
aku mommy!” teriak Aaron dari dalam kamar. Justin sudah tahu Aaron sedang
berlari-lari di dalam kamarnya, layaknya anak hiperaktif. Padahal, Justin tidak
sama sekali memberikan Aaron satu sendok atau lebih gula untuk Aaron. Heran
mengapa anaknya bisa seaktif itu. Tapi ia tidak peduli untuk sekarang. Ia ingin
mencoba tubuh Alex.
“Justin,
aku pusing,” bisik Alex, tak dapat memukul punggung Justin karena tangannya
yang berada di dalam handuk. Sontak Justin menurunkan Alex dan menggendongnya
kembali, kali ini Justin menggendongnya dengan kedua tangannya. Seperti Alex
tertidur dalam gendongan Justin. Tidak, Justin tidak menatap Alex saat itu
juga. Namun, tentu saja, Alex menatap Justin dari bawah sini. Janggutnya begitu
tipis, menggiurkan. Jakunnya menonjol di lehernya yang cukup jenjang. Sesekali Alex
menelan ludahnya. Bulu mata Justin begitu panjang terlihat dari bawah, sangat
lentik. Andai Justin tidak memiliki istri yang banyak, tentu saja Alex bersedia
untuk dinikahi oleh Justin. Sayangnya, ia tidak ingin menjadi salah satu dari
banyaknya istri Justin.
Tak
sadar, mereka telah sampai di bawah. Berada di sisi kolam renang. Justin
menurunkan Alex dan ia berjalan menuju pintu geser, pintu yang menghubungkan
pintu luar dan pintu keluarga. Lalu ia mengambil sebuah remote control yang
berada di dalam sebuah guci besar yang
bertengger di dekat pintu perbatasan. Ia keluar kembali dan menekan sebuah
tombol yang tiba-tiba saja membuat pintu perbatasan rumah dan tamannya tertutup
bersama dengan tirai-tirai-nya juga. Sungguh canggih. Alex yang melihatnya hanya
dapat melongo, tubuhnya masih berada di dalam bungkusan handuk.
“Yeah.
Kita harus modern,” ujar Justin menekan tombol lain, mengunci pintu dan
jendela.
“Apa
yang akan kita lakukan?” tanya Alex, terdengar polos. Lalu Justin melempar
remote control-nya ke atas kursi santainya dengan acuh lalu ia menghampiri
Alex.
“Kita
akan mendengar desahanmu yang seksi,”
“Oh,
tidak-tidak-tidak. Di luar sini? Apa-apaan!” Alex menolak.
“Kau
tidak bisa menahanku, blue bird. Seluruh pintu telah kututup. Tak akan ada yang
lihat. Percaya padaku. Sekalipun itu Selena,”
“Tidak!”
“Ya,”
ujar Justin yang telah berada di hadapan Alex. Sudah siap-siap untuk membuka
handuknya. Ia tidak sabar untuk menyetubuhinya saat ini juga. Lalu ia membuka
handuk Alex perlahan-lahan. Alex benar-benar merasa malu. Meski tak dapat ia
pungkiri sentuhan Justin memang membuatnya cukup terangsang.
“Ini
dia tubuh sempurna milikku,” ujar Justin mengagumi Alex dari bawah hingga atas.
“Sekarang peluk aku lalu lingkarkan kakimu di sekitar pinggangku,” suruh
Justin. Tidak ingin membantah karena takut, ia langsung memeluk Justin dan
melingkarkan kaki dan tubuh telanjang pada Justin. “Oh yes,” Justin memejamkan
matanya, merasakan kenikmatan di perutnya yang sekarang lembab akibat sentuhan
dari bagian bawah Alex. Ia berjalan menuju kolam renang dan masuk ke dalamnya.
Air yang dingin membasuh tubuh mereka berdua. Namun panas di dalam tubuh mereka
masih membara.
“Alex.
Blue bird. Peepee-ku,” kecup Justin pada bahu Alex dengan lembut, ia
menggigitnya pelan-pelan namun merangsang Alex. Alex masih memeluk Justin,
merasa tidak begitu berat menggendong Alex, Justin melepaskan boxernya
perlahan-lahan sekaligus dengan celana dalamnya. Tidak akan ada yang melihat.
Semuanya telah tertutup. Gemercik air terdengar saat Justin melangkahkan
kakinya menuju sisi kolam renang yang lain. Ia menyandarkan Alex pada tembok
bagian dalam kolam dan melihat Alex dengan senyum licik.
“Merasa
malu?”
“Tentu
saja bodoh!” teriak Alex.
“Bodoh?
Kau memanggilku bodoh?” Justin terkejut, jengkel. “Apa ini akan membuktikan
kalau aku bodoh?” tanya Justin, sebelum Alex membalas pertanyaannya, Justin
telah memagut mulutnya dengan lahap. Seolah-olah Justin akan memakannya. Mata
Justin terpejam, begitu juga dengan Alex yang tidak dapat menolak ciuman panas
dari Justin. Bunyi cepakan dari ciuman mereka membuat Alex melingkarkan
tangannya di sekitar leher Justin, menekankan kepala Justin pada wajahnya.
“Sekarang
kau menyukainya,” ujar Justin melepaskan ciumannya dan tersenyum penuh
kemenangan karena ia telah mendapati Alex. “Oh yeah. Kau merasakan itu?” tanya
Justin saat ia menaikan tubuhnya sedikit agar ereksinya dapat terasa pada
bokong Alex yang telanjang. Alex menganggukan kepalanya, menautkan kedua
alisnya secara bersamaan. Ia merasakan kenikmatan dari sentuhan Justin.
“Ah!”
desahnya tiba-tiba saja Justin memasukan perlahan-lahan ereksinya ke dalam
dirinya. Sontak Alex memeluk leher Justin dengan cepat, merasakan sakit yang
masih melanda dirinya. Miliknya yang sempit benar-benar meremas ereksi Justin
yang besar itu. “Aw, Justin!” erang Alex di atas bahu Justin.
“Tahan,
ah sayang, tahan,” erang Justin yang memaksa masuk ereksinya benar-benar tak
cukup masuk. Sungguh panas di dalam sini. “Oh yeah, Alex, baby,” desah Justin
perlahan-lahan mulai menggerakan tubuhnya ke atas.
“Oh,
Justin, kumohon. Ini –Oh! Tidak, Justin,” Alex tidak dapat menahan rasa nikmat
yang diberikan oleh Justin. Kepalanya terdongak ke belakang, mulutnya terbuka
namun tidak mengeluarkan suara sama sekali. Ia menahan nafasnya, rambutnya yang
cukup panjang tergerai dengan seksinya. Justin yang melihat Alex terdongak
benar-benar membuatnya semakin bergairah. Dua buah dada berada di hadapannya.
Tak ingin membuang waktu, mulut Justin mencicip puting Alex yang tidak begitu
besar berwarna merah muda yang seksi.
“Mmh,”
desah Justin semakin lama semakin menggerakan tubuhnya di dalam kolam renang.
Gemercik air kolam renang terdengar seiring gerakan Justin berjalan. “Ini
adalah puting ternikmat yang pernah kurasakan, Alex,” desah Justin memagut
puting Alex yang lain.
“Oh
Justin,” Alex meremas rambut Justin, kepalanya masih terdongak ke belakang. Ia
benar-benar merasakan penuhnya dirinya saat ia dimasuki oleh Justin. Semakin
lama gerakan Justin semakin brutal. “Aarrh! Justin, apa yang kau –mmh,” mulut
Alex tertutup oleh mulut Justin. Erangannya teredam oleh mulut Justin. Mereka
berdua telah berada di dalam titik menuju puncaknya.
“Mmh,
yes. Yeah, mendesahlah sayang,”
“Oh,
Justin. Kumohon, ini ..Arrh!” jeritan Alex benar-benar melengking, tangannya
meremas punggung Justin dengan kencang. “Oh! Oh! Berhenti!” tapi Justin tidak
melakukan apa yang Alex katakan. Ia terus menggerakan tubuhnya, Alex telah
berada di titik puncaknya sekarang.
“Sekarang
sayang! Sekarang!” teriak Justin semakin menggerakan pinggulnya di dalam kolam
renang. Mereka berdua meneriakan kenikmatan mereka yang datang secara
bersama-sama. Gerakan Justin masih membrutal, kepala Alex mendongak ke belakang
dan kedua alisnya bertautan mencoba untuk mengurai kenikmatan yang ia dapatkan.
“Oh,
Alex! Kau yang terhebat,” ujar Justin menghentikan gerakannya. Kepala Justin
bersandar pada dada Alex yang putih itu. Ia juga mencoba untuk menarik
nafasnya. Malam ini adalah malam yang luar biasa. Angin malam tidak membuat
mereka merasa kedinginan. Justru mereka benar-benar kepanasan sekarang.
“Mari
kita keluar dari kolam ini,” ujar Justin dengan lembut.
“Oh,
tunggu. Aku masih lelah.” Bantah Alex, bersandar pada pinggiran kolam. Ia butuh
istirahat sejenak.
***
Lelaki
bermata harimau itu tampak begitu perhatian dengan gadis yang baru saja ia
setubuhi. Gadis yang kemarin baru saja ia perawani kemarin tampak lelah dengan
apa yang dilakukan oleh si Mata Harimau ini. Justin menggendong Alex yang
telanjang dengan bikini yang ia pegang di tangannya. Saat berada di kolam
renang tadi, Alex tertidur. Menggemaskan saat ia tertidur dalam keadaan
telanjang. Namun Justin tahu Alex butuh istirahat sehingga sekarang ia membawa
Alex ke tempat tidurnya. Merasa tak enak melihat Alex tidak memakai apa-apa,
Justin membuka lemari pakaian Alex. Ternyata wanita ini cepat sekali merapikan
pakaiannya. Begitu rapi dan wangi. Matanya mencari-cari di mana pakaian
tidurnya lalu ia mendapatkannya. Sebuah pakaian tidur berwarna putih yang tipis
memang benar-benar cocok untuknya. Namun malam ini sama dinginnya dengan
kemarin. Meski musim dingin kali ini tidak sering menurunkan hujan, hanya saja
angin malam yang memang dapat menusuk tulang dalam tubuh. Lalu ia mencari
pakaian tidurnya yang lain. Mungkin yang lebih tebal lebih bagus. Sebelumnya,
Justin tidak pernah melakukan ini pada siapa pun. Tapi kali ini ia
melakukannya. Sebenarnya, maksud Justin membawa Alex ke dalam rumahnya adalah
ia ingin terus menerus bersetubuh dengan wanita ini. Ia ingin menyakiti wanita
ini sama seperti pelacur lain. Namun ia pikir, belum saatnya Alex
mendapatkannya. Tubuhnya yang masih indah itu belum cukup matang untuk disakiti
seperti pelacur-pelacur sebelumnya. Terlebih lagi, ia tidak belum ingin
menyakitinya karena Aaron pasti membutuhkan Alex. Terlihat dari hari pertama
mereka yang begitu dekat dan bersahabat bahkan Aaron ingin dimandikan oleh
Alex. Ia tidak ingin anaknya merasa kesepian hanya karena Alex pergi dari
hadapannya akibat apa yang ia perbuat.
Tak
peduli, Justin mengambil pakaian Alex dengan asal. Sekarang yang paling penting
untuk Alex adalah kehangatan baginya. Justin terduduk di pinggiran tempat tidur
Alex. Sejenak ia menatap Alex yang memejamkan matanya, tertidur begitu nyenyak.
Terlihat sangat jelas wanita ini kelelahan. Begitu juga dengan Justin. Ia juga
merasa kelelahan. Ia membuka handuk yang melilit pada tubuh Alex. Pelan-pelan
Justin memakaikan Alex pakaiannya. Tiba-tiba ia terangsang kembali, namun ia
menggelengkan kepalanya. Ia harus melihat Aaron sekarang. Dan malam ini ia
harus menangani tugas rutinnya tiap hari.
“Mimpikan
aku,” bisik Justin setelah ia memakaikan Alex pakaiannya lalu ia berdiri.
Meninggalkan handuk yang berada di atas
tempat tidur Alex. Tidak menyelimutinya sebelum ia keluar. Pintunya tertutup
saat Justin keluar dari kamar Alex lalu mata Justin beralih pada kamar Aaron.
Masih berisik. Aaron belum sama sekali tidur. Apa yang Selena lakukan di dalam
sana?
I love you. You love me. We are happy family.
Suara Selena terdengar di dalam kamar Aaron, sungguh, itu membuat Justin
membuka pitnu kamar Aaron dan melihat Aaron yang terbaring di atas tempat
tidur. Aaron menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa risih karena ia tidak
menyentuh dada ibunya. Ya, Selena tidak tahu menahu tentang ini.
“Daddy!”
rengek Aaron, bangkit dari tempat tidurnya.
“Apa
yang kaulakukan?” tanya Justin, bingung pada Selena yang belum membuat Aaron
tertidur.
“Menyanyikannya
sebuah lagu agar ia cepat tertidur,”
“Apa?”
Justin terkejut, setengah mati. “Ya Tuhan. Apa kau tidak tahu apa yang
seharusnya kaulakukan?”
“Kau
bilang aku harus mengeloninya sebelum ia tertidur,” Selena merasa bersalah.
“Astaga,”
Justin menggelengkan kepalanya. “Bukan seperti itu, ia membutuhkan dadamu,
kautahu. Putingmu agar ia bisa memainkannya, kalau perlu ia harus menyedotnya,”
“Dadaku?”
Selena benar-benar terkejut, matanya bahkan membulat. Justin menggendong Aaron
dari atas tempat tidur. Dengan manjanya Aaron langsung memeluk leher ayahnya
dan menempatkan kepalanya pada bahu Justin. Justin menggeleng-gelengkan
kepalanya, bingung mengapa ia menikahi gadis ini. Sebenarnya, ini juga
salahnya. Ia tidak pernah meminta Selena untuk tinggal di rumahnya sehingga
Selena tidak tahu bagaimana caranya menjaga Aaron dengan baik. Setidaknya,
Selena telah memandikan Aaron meski ia bersusah payah untuk memandikan anak
superaktif ini.
“Aku
mau Peepee,” bisik Aaron yang pipinya menyembul di bahu Justin. Mulutnya yang
mungil terlihat basah dari jarak jauh, terlihat ia memiliki simpanan air liur
yang banyak.
“Siapa
Peepee?” tanya Selena yang masih terduduk di atas tempat tidur Aaron.
“Itu
Alex, ibu Aaron yang baru. Kapan kau akan pulang dari rumah ini?” tanya Justin,
mengusir Selena. Ia sedang tidak ingin melihat wanita selain Alex. Termasuk
Caitlin dan Candice. Mereka juga bahkan belum pulang. Dan Justin tidak peduli.
Sekarang ia sedang mempedulikan Aaron yang harus tidur. Jam sudah menunjukan
pukul 8 namun Aaron belum juga tidur. Aaron tidak boleh kekurangan tidur, ia
butuh tidur yang cukup.
“Aku
tidak tahu. Sebenarnya, aku datang ke sini karena aku merindukan. Kau tidak
mengangkat teleponku. Caitlin bilang kau sibuk, aku tahu. Tapi setidaknya kau
memperhatikanku,” rajuk Selena, meminta keadilan dari Justin. Bagaimana pun
juga Selena adalah istri Justin.
“Aku
ingin cerai,”
“Apa
itu cerai daddy?” celetuk Aaron, polos.
“Bukan
apa-apa,” bisik Justin. “Pergilah pulang ke Texas malam ini. Aku sedang tidak
ingin melihat istri-istriku,” ujar Justin pergi dari hadapan Selena yang
melongo akibat perkataan Justin yang masih belum dapat ia uraikan di otaknya.
Cerai? Pergilah ke Texas? Apa-apaan! Ia bahkan baru saja berada di rumah Justin
selama 6 jam dan Justin memintanya pergi dari rumahnya? Rumahnya juga? Itu
gila! Pintu terbanting saat Justin keluar dari kamar Aaron, ia meninggalkan
Selena yang masih tak percaya dengan perkataan Justin. Bagaimana mungkin Justin
ingin menceriakannya?
***
“Kau
ingin bersamanya?” tanya Justin pada Aaron saat ia berada di dalam kamar Alex.
Nafas Alex teratur dan sungguh tenang dalam alam bawah sadarnya. Tentu saja
jika Aaron bermain sedikit dengan dadanya, Alex tidak akan terbangun.
“Kau
bisa memegang dadanya juga,” ujar Justin, membujuk Justin. Ia melirik pada jam
dinding yang berada di dalam kamar Alex. Sudah jam 8 lewat. Ia harus
cepat-cepat turun ke bawah. Aaron yang menggelanyut di samping pinggang Justin
bagaikan anak monyet itu menatap Alex dengan seksama. Apa dadanya sama seperti
ibu Candice? Ia harap begitu.
“Mari
kita lihat, siapa tahu kau tertarik,” ujar Justin menghampiri Alex. Ia terduduk
di sisi tempat tidur dan pelan-pelan ia membuka pakaian Alex sampai dadanya.
“Bagaimana dengan itu?” tanya Justin.
“Mengapa
berwarna merah muda? Mommy Candice tidak seperti itu,”
“Karena
itu rasa strawberry,” bisik Justin pada Aaron yang menatap dada Alex dengan
polos. Senyuman kecil muncul di wajah Aaron. Ia sungguh tertarik dengan godaan
ayahnya. Rasa strawberry, pikirnya begitu. Lalu ia menganggukan kepalanya. Hati
Justin tersenyum karena ia merasa pintar sekali merayu anaknya. “Naiklah,”
suruh Justin melepaskan Aaron dari gendongannya ke atas tempat tidur. Lalu
Aaron merangkak, melewati tubuh Alex dan ia menggigit jari telunjuknya. Merasa
malu-malu ingin menyentuh dada ibu barunya. Ia menatap Justin sejenak yang tersenyum
padanya lalu Justin mengangguk.
“Cobalah.
Tidak apa-apa,”
“Bagaimana
jika Peepee terbangun, daddy?” tanya Aaron, benar-benar menggemaskan.
“Tidak.
Percaya pada daddy. Ia telah tertidur. Jangan malu-malu. Dia seperti mommy
Candice,” rujuk Justin. Aaron melepaskan jari telunjuk yang ia gigit lalu
dengan malu-malu ia menyentuh puting Alex yang berwarna merah muda itu. Saat
Justin melihatnya, tiba-tiba saja Justin terangsang. Sial! Dia juga ingin
menyentuh dada Alex. Tapi ia urungkan niatnya.
“Nah,
sekarang tidurlah. Kau boleh memeluknya,” suruh Justin mengelus kepala Aaron.
Seperti cacing kepanasan, Aaron menggeliat di atas tempat tidur, mendekatkan
dirinya pada tubuh Alex lalu kakinya ia tempatkan pada perut Alex yang terbuka,
polos. Ibu jari dari tangannya yang lain masuk ke dalam mulutnya dan ia mulai
memejamkan matanya sambil memainkan puting milik Alex yang tampak menggiurkan
bagi Justin. “Daddy mencintaimu,” bisik Justin lalu mencium kening Aaron dengan
lembut. Aaron mengangguk lalu ia membuka matanya. Bunyi cepakan dari jempolnya
yang terlepas dari mulutnya membuat Justin berbalik melihat Aaron.
“Daddy,”
panggil Aaron, suaranya sungguh kecil.
“Ya?”
“Aku
ingin memiliki adik,” bisik Aaron. Tersirat dari wajahnya yang polos, Aaron
benar-benar menginginkan seorang adik. Mungkin Caitlin dan Candice yang
memberitahu Aaron tentang seorang adik. Merasa tercengang, Justin berpikir
sejenak. Ia melirik pada Alex. Jika ia memiliki anak dari Alex mungkin itu akan
memperbaiki keluargaku. Namun dengan cepat Justin menggelengkan kepalanya.
Tidak. Alex belum tentu akan menjadi istriku.
“Nanti
biar daddy bicarakan dengan mommy Caitlin,”
“Perempuan,”
bisik Aaron memelintirkan puting merah muda milik Alex. Sial! Sial! Sial!
“Tentu
saja,” bisik Justin tersenyum kecil. “Sekarang, tidurlah,” kali ini Justin
memberikan kelembutan yang sangat lembut dalam nada bicaranya. Kembali Aaron
memejamkan matanya dan memasukan jari jempolnya ke dalam mulutnya kembali
dengan jari yang lain masih memelintirkan putting Alex. Justin mendesah.
***
“Mr.Bieber,”
dua orang lelaki bertubuh besar menyapa Justin saat para pelayan sudah berbaris
membawa nampan makanan bagi para tawanan Justin di bawah. Dua orang lelaki ini
yang akan menjaga ruang bawah tanah dari malam hingga pagi-subuh. Sehingga
tidak akan ada seorang pun yang dapat keluar dari ruang bawah tanah. Meskipun
ada yang mencoba, ia tidak akan dapat lepas dari rumah Justin. Justru Justin
akan benar-benar membunuhnya. Menusuk-nusuk tubuhnya, jika bisa. Malam ini Justin
sudah siap untuk membakar satu wanita yang tadi siang ia patahkan tulang
tangannya. Jordy telah menyiapkan peti mati kayu dengan pintu besi gigi yang
akan segera memasukan wanita yang menyumpahi Justin cepat mati.
“Apa
kemarin tidak ada masalah?” tanya Justin, berwibawa.
“Ya,
Mr.Bieber,”
“Jordy,
apa kau telah menyiapkan peti matinya?” tanya Justin memeriksa. Ia tidak sabar
untuk melihat wanita yang menyumpahinya tadi mati.
“Tentu
saja, Mr.Bieber,” sahut Jordy di belakang dua orang lelaki bertubuh besar yang
lain. Setelah beberapa menit berdiri di depan pintu gudang itu, akhirnya Justin
menyentuh kembali gemboknya dan membuka. Jilatan api kebencian menyengat
Justin. Bayang-bayang wanita-wanita itu menggoda lelaki lain di saat Justin
dalam keadaan mencintainya, kesakitan hatinya harus dibayarkan dengan kematian.
Menurutnya itu adil. Pintu terbuka dan kembali Jordy masuk terlebih dahulu. Bau
menyengat tercium dari dalam. Tiap malam, dua orang yang akan menjaga ruang
bawah tanah ini akan membawa satu per satu wanita itu keluar menuju satu toilet
yang terdapat di dalam ruang gudang itu. Hanya satu dan tidak terurus. Tiap
bulannya, satu per satu wanita akan mendapatkan satu kain berwarna putih yang
tebal untuk menyerap darah dari datang bulannya. Tidak peduli jika itu akan
bau, mereka harus memakaikannya. Itu adalah kebaikan Justin. Justin masih memberikan
keringanan bagi wanita-wanita kurang ajar ini.
“Justin,
Justin, Justin,” rengekan dari wanita-wanita itu terdengar saat Justin sudah
menginjak kakinya ke atas ruang bawah tanah. Bau menyengat tidak Justin
pedulikan. Menjijikan. Jordy membukakan sel dari wanita yang tadi siang Justin
patahkan tangannya. Terlihat wanita itu terkulai lemas di atas tempat tidur
kerasnya dengan tangannya yang sudah tidak dapat ia gerakan.
“Kau
ingin membawaku ke mana?” berontak wanita itu terbangun dari tidurnya. Justin
melihatnya dengan angkuh, benci, marah. Seluruh perasaan negatif bersatu dalam
satu perasaan. Namun wanita itu tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tidak bisa
menyerang Jordy yang telah menggendongnya di atas perut. Sementara itu
pelayan-pelayan yang telah masuk telah menjejerkan makanan para tawanan di
depan sel mereka. Dua orang pengawal yang lain melipat tangannya di depan
dadanya, melihat-lihat para wanita yang telah maju untuk mengambil makanannya.
“Kalian
semua!” teriak Justin, “Apa pun yang kau sumpahkan padaku. Akan berakhir
sepertinya!” bentak Justin menunjuk pada wanita yang digendong oleh Jordy.
“Peti kematian yang selalu kusiapkan bagi kalian yang telah siap untuk bertemu
dengan Tuhan. Atau Lucifer,”
“Kau
Lucifer!” teriak wanita yang digendong itu.
“Diam,
aku tidak berbicara padamu,” ujar Justin dengan tenang. Kembali ia menegakan
dadanya yang bidang. “Apa kalian dengar itu?” teriak Justin.
“Ya,
Mr.Bieber,” seru para wanita itu tidak secara bersamaan lalu Justin mengangguk.
“Mari kita urusi si berengsek satu ini,”
***
“Aarrgggh!
Aarrgggh! Ya Tuhan!” teriak wanita bertubuh telanjang itu di dalam sebuah peti
mati kayu yang terbakar. Begitu juga dengan tubuhnya. Teriakannya tidak akan
didengar oleh siapa pun selain Justin dan Jordy. Tentu saja. Ia dibakar dalam
sebuah ruangan kedap suara. Khusus untuk membakar seseorang yang dimana tempat
itu tidak dapat terbakar. Peti mati itu di tempatkan dalam sebuah tank besar
yang berisi dengan minyak tanah lalu terbakar begitu saja di dalam sana. Ia
berteriak-teriak, tak dapat menggeliatkan karena tangannya terikat. Ikatan
talinya juga ikut terbakar saat itu juga. Kulitnya telah terkelupas secara
perlahan-lahan saat api itu terus menyengat tubuhnya.
“Buang
debunya tulang-tulang yang tersisa nanti di laut. Aku tidak ingin melihat
dirinya di kawasan rumahku,” ujar Justin keluar dari ruangan itu dengan hati
yang gembira. Wanita itu telah tiada. Ia telah meninggal ..di tangan seorang
Justin Bieber.
***
“Ya
Tuhan,” Alex terkejut saat ia baru saja mengucek matanya, terbangun dari
tidurnya. Melihat bajunya yang tersingkap ke atas dengan tangan kecil yang
berada di atasnya benar-benar membuatnya bingung apa yang sedang terjadi. Lalu
ia melihat pada Aaron yang tertidur di sebelahnya dengan mulutnya yang mungil
terbuka. Jari jempolnya masih tampak mengkilat akibat emutan dari mulutnya
sendiri. Kaki Aaron yang mungil berada di atas perut Alex, hangat. Pelan-pelan
Alex mengangkat kaki dan tangan Aaron dari tubuhnya. Lalu ia mulai terduduk dan
menurunkan pakaiannya.
“Apa-apaan,”
bisik Alex terkejut dua kali karena Justin yang tertidur di sebelah Aaron
tampak begitu nyenyak. Tangan Justin yang besar berada di atas perut Aaron yang
kecil. Mungkin hanya dengan tangan itu Justin dapat meremukan tubuh Aaron.
Tanpa suara, Alex bangkit dari tempat tidur dan melihat dirinya pada kaca besar
di lemari pakaiannya. Lalu ia menyingkap bajunya kembali ke atas dan melihat
putingnya yang memerah. Ya Tuhan. Apa yang Aaron lakukan? Ia terkejut, melirik
pada dua orang lelaki yang tampan sedang tertidur. Dua lelaki yang membuatnya
tertawa kemarin. Pemandangan terindah yang pernah ia lihat adalah ..ini.
Lalu
tangannya kembali menurunkan pakaiannya ke bawah. Menutup tubuhnya. Menarik nafas
ia berjalan kembali pada tempat tidur dan duduk di tepinya. Pipi Aaron
menyembul, air lirunya menetes-netes di atas tempat tidur Alex. Membuat Alex
terkekeh kecil karena kelucuan anak kecil ini. Umurnya masih tiga tahun, namun
ia terlihat seperti lima tahun. Pintar berbicara. Polos. Dan ..menggemaskan,
tentunya. Tiba-tiba saja tangan Justin terangkat dari perut Aaron dan matanya
langsung terbuka, terkejut tiba-tiba saja ia terbangun.
“Ada
apa?” kaget Justin masih dengan suaranya yang serak. Terlihat ia masih
mengantuk.
“Selamat
pagi, Mr.Bieber,” sapa Alex lembut. Dengan lembut Alex mengelap bibir Aaron
dengan jari telunjuknya. Bibirnya benar-benar basah dan memerah.
“Hey,
Alex. Selamat pagi. Ada apa?”
“Tidak
apa-apa,” balas Alex tampak bingung dengan Justin yang bertanya seperti itu.
“Mengapa kau tampak berkeringat?” Alex bingung. Beberapa menit Justin berpikir
sejenak lalu menarik nafas.
“Aku
baru saja bermimpi menidurimu.” Sahut Justin. Alex mendesah, bosan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar