Selasa, 06 Agustus 2013

Lust of Love Bab 5


***

            Ponsel milik si mata biru itu berdering saat ia sedang memandikan Aaron. Justin telah pergi bekerja sejak dua jam yang lalu. Pagi ini Aaron tampak lebih tenang dibanding kemarin. Tangannya yang kecil dengan air liurnya yang sesekali menetes dan ia sedot kembali benar-benar membuatnya sangat polos dan lucu. Mainan bebek kuning yang kecil berbunyi-bunyi saat ia memencetnya dengan tangannya yang mungi. Air hangat penuh busa telah meredam tubuhnya yang mungil di dalam bath-up. Alex yang membawa ponselnya masuk ke dalam toilet itu meraih ponselnya yang ia simpan di atas kloset. Tidak peduli tangannya cukup basah, ia mengangkan panggilan teleponnya. Dari Brad.
            “Hey, Brad,” sapa Alex dengan senang, akhirnya ia dapat mendengar suara sahabatnya kembali.
            “Hey,” suara Brad benar-benar lembut, “bagaimana kabarmu? Maaf kemarin aku tidak menghubungimu sama sekali. Cher membuatku sibuk kemarin. Jadi, bagaimana dengan anak kecil yang kaubilang ingin kau urus itu?”
            “Yeah, menyenangkan. Namanya Aaron. Sedang kumandikan,” ujar Alex. Sebenarnya, Alex ingin memberitahu Brad tentang Justin telah menidurinya. Namun ia urungkan niat itu. Pasti itu dapat memicu Brad menariknya dari rumah Justin. Lagi pula itu adalah masalah pribadinya. Sekalipun Brad adalah sahabatnya. Terdengar dari seberang sana Brad menghembuskan nafasnya. Di sana terdengar begitu sunyi. Dimana sebenarnya Brad berada? Alex berpikir.
            “Siapa itu Peepee?” tanya Aaron yang telah menundukan kepalanya selama beberapa menit dan mendongakan kepalanya. “Daddy?” tanyanya mengangkatnya kedua alisnya tampak ingin tahu. Alex terkekeh dan menggelengkan kepalanya.
            “Bukan, blue bird. Ini teman Peepee. Namanya Brad,” jelas Alex. “Sebenarnya, Brad. Ada apa?” akhirnya Alex bertanya.
            “Well, aku hanya ingin mengingatkanmu tentang pesta dansa itu. Kau telah berjanji bukan?”
            “Tentu saja. Aku akan membuat alarmnya. Aku telah berjanji,”
            “Bagus. Jangan lupakan janjimu. Baik-baik di sana. Aku telah merindukanmu,”
            “Aku juga merindukanmu. Baiklah, aku mencintaimu Brad. Jaga dirimu baik-baik,” Alex dengan segera mematikan ponselnya. Ia tidak ingin Aaron berlama-lama di dalam bath-up. Namun Aaron belum disabuni. “Hey, little boy,” panggil Alex dengan suaranya yang lembut.
            Tangan Aaron benar-benar penasaran dengan bebek ini. Mengapa bebek ini dapat berbunyi? Itu sungguh membuatnya bingung. Tapi dari semua mainan yang ia punya, ia lebih memilih kereta mainan yang dibelikan ayahnya. Pipinya begitu tembab saat ia menundukan kepalanya, lemak pada lehernya terlihat menyembul di antara dada dan dagunya. Setelah Alex memanggilnya, Aaron mendongak dan tersenyum tanpa dosa.
            “Mengapa kau mencintai Brad, Peepee?” tanya Aaron, diam-diam menghanyutkan. Alex yang ingin mengusap tubuh Aaron terlebih dahulu itu terhenti.
            “Well, karena aku mencintainya,”
            “Apa kau mencintai daddy, Peepee?” Alex tercekat dengan pertanyaan Aaron yang benar-benar dewasa. Dari mana anak ini tahu tentang percintaan? Alex terdiam, tidak menjawab.
            “Aku suka dada Peepee. Itu merah muda. Daddy bilang rasanya strawberry. Tapi aku belum mencobanya,” ujar Aaron kembali yang membuat Alex tertawa kecil. Justin bukanlah ayah yang baik sama sekali! Alex menelengkan kepalanya ke salah satu sisi dan mengangkat salah satu alisnya pada Aaron.
            “Dari mana kautahu aku memiliki dada rasa strawberry?”
            “Its daddy,” ujar Aaron tertawa-tawa kecil, seperti anak kecil yang malu-malu ingin memberitahu kesalahannya karena takut dimarahi oleh ibu atau ayahnya. Maka Aaron menyalahkan ayahnya. Tapi memang ayahnyalah yang mengajarkan Aaron yang tidak baik. Namun Alex memakluminya. Sebelumnya, Justin pernah memberitahu pada Alex tentang Aaron harus memegang dada seorang ibu sebelum ia tidur. Tadi pagi ia belum bersiap-siap untuk memberikan dadanya pada Aaron sebelum tidur. Bahkan ia masih terkejut karena putingnya yang berwarna merah muda itu semakin memerah akibat pelintiran dari jari mungil Aaron.
            “Well, aku tidak menjanjikan dadaku untukmu,” ujar Alex mengusap tangan Aaron dengan lembut. Wajah Aaron yang awalnya cerah tiba-tiba saja berubah menjadi suram. Ya Tuhan! Mengapa anak ini sama seperti ayahnya? Dia bahkan baru berumur 3 tahun! Well, tahun ini beranjak 4 tahun.
            “Tapi kau masih dapat memainkannya,” ujar Alex berusaha menyenangkan Aaron. Senyuman kecil Aaron kembali mengembang. Lalu Alex mulai menyirami Aaron dari kepalanya, mata Aaron terpejam dengan turut.
            “You are my mommy, are you Peepee?” tanya Aaron, tampak memohon.
            “Well, daddy said that I am your mom,”
            “Aku ingin memiliki adik,” bisik Aaron mengisap air liurnya, “perempuan,” lanjutnya berbisik.
            “Kau ingin? Well, jika kau memiliki adik perempuan, kau akan menamainya siapa?”
            “Peepee,” bisiknya, polos. Aaron menatap mata biru Alex dengan damai. Baru kali ini Aaron tenang bersama dengan seorang ibu. Bahkan Candice, ibu yang paling ia sukai tidak pernah ia beri ketenangan waktu sesaat. Namun Peepee. Peepee tampak mengerti perasaannya. 
            “Peepee. Well, kau harus memberitahunya pada ibu Candice,”
            “Why always mommy Candice? I don’t like her. I like Peepee, for now,” bisik Aaron menggelengkan kepalanya.
            “Because she is your mom, you little bird,”
            “But you are my mom too,” bibirnya mengerucut.
            “Biar kuberitahu daddy nanti ya sayang. Sekarang kita harus keluar dari bath-up,” ujar Alex menggendong Aaron keluar dari bath-up. Kejadian tadi benar-benar membuat hati Alex meleleh. Sepertinya, ada keinginan terbesar dari Aaron untuk memiliki adik. Sangat, terlihat dari matanya yang berwarna sama seperti Justin. Mata harimau.

***

*Justin Bieber POV*

            Baru saja aku keluar beberapa jam dari rumah namun aku telah merindukan Aaron, anakku. Tadi pagi ia tampak begitu kelelahan dan pendiam. Setelah tadi malam ia meminta padaku untuk membuatkannya adik perempuan. Tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Maksudku, aku tidak tahu istriku yang keberapa harus kuhamilil. Aku tidak ingin memiliki anak dari mereka semua. Sekalipun itu Weronika. Caitlin dan Candice tidak pulang tadi malam. Padahal aku juga ingin membicarakan tentang permasalahan Aaron. Dari semua hal yang ada di dunia ini, Aaron adalah yang paling utama. Tidak, aku tidak bermaksud untuk memanjakannya. Hanya saja, aku berusaha untuk menutupi kenyataan bahwa ia bukanlah anak kandungku. Bibirnya yang mungil dan basah itu selalu membuatku tertawa. Saat mulut itu berucap mengatakan bahwa ia ingin memiliki adik perempuan, itu benar-benar meninju perasaanku. Selama ini aku hanya mempergunakan wanita untuk memuaskan diriku, namun aku tidak ingin memiliki anak dari mereka. Mengingat Aaron membuatku teringat dengan Alex. Saat anakku malu-mlau untuk menyentuh dada Alex yang sangat menggiurkan, aku juga sebenarnya ingin menyentuhnya. Namun aku sadar ada Aaron di depanku. Bahkan saat aku kembali masuk ke dalam kamar Alex dan jari Aaron masih memelintirkan putingnya, aku berusaha untuk menahan diri untuk tidak menyentuhnya juga. Kenyataan bahwa Aaron masih sangat kecil untuk melihat aku menyentuh dada Alex.
            Seluruh bar-ku yang berada di Amerika masih berjalan dengan baik. Meski ada beberapa bar yang memiliki masalah dengan para pengunjung. Jarang sekali aku masuk ke dalam kantor untuk mengurusi permasalahan bar-ku. Semuanya telah kuberikan pada Zayn, teman karibku, yang memang selalu mengerjakan tugas-tugasku. Aku hanya tinggal menerima uangnya. Meski sebenarnya di rumah aku memiliki pekerjaan. Well, aku tidak hanya memiliki bar. Aku juga memiliki restoran bahkan taman bermain. Percayakah kau itu? Yeah, dulu kehidupanku suram dan sekarang aku ingin memperbaikinya.
            Seluruh cita-citaku tercapai. Di saat dulu aku menginginkan sebuah mainan dari ayahku, ia tidak membelikanku satu mainanpun. Aku membuat mainanku sendiri. Menyedihkan. Dan sekarang aku bisa menghasilkan taman bermain. Bukan ingin menyombongkan diri. Tapi aku juga memiliki pabrik mainan yang berada di China. Semua itu adalah mainanku. Dan aku memberikan banyak mainan pada Aaron agar ia tidak merasa kekurangan sama sepertiku dulu. Ibuku membenciku karena aku adalah anak lelaki. Aku adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Seluruh kakak lelaliku disayangi penuh dengan kasih, namun aku tidak. Karena aku tidak terlahir menjadi seorang perempuan. Bahkan ibuku ingin membunuhku saat aku masih kecil, itu kata bibiku. Lalu ia menyumpahi aku mati dan jika aku tidak mati, aku akan memiliki kehidupan yang suram dari kecil hingga aku terpanggil. Tapi kenyataannya, aku telah membuatnya malu. Aku membenci keluargaku. Dan abang-abangku yang seperti bajingan itu selalu menghinaku karena aku tidak terlahir menjadi perempuan. Tapi lihat sekarang! Aku telah menjadi orang terkenal di Amerika! Pemilik dari banyak bar di Amerika! Aku membalas dendamku dengan mempermalukan mereka!
            Ponselku yang kupegang hampir saja kulempar. Aku sedang berada di depan pemakaman ayah dan ibuku. Satu minggu satu kali aku datang ke sini untuk menertawakan mereka dengan kekayaanku. Dengan keberhasilanku. Aku benci mereka sejak aku masih kecil. Bibi Ayreen yang selalu menjagaku, ia yang membuatku bertumbuh dan berhasil dalam kehidupan. Namun ia telah meninggal. Aku hanya memberikan bunga pada Bibi Ayreen dan tawaa untuk orang tuaku. Mataku lalu teralih pada ponselku, kuhubungi Alex.
            Satu nada. Dua nada. Tiga nada. Lalu terangkat.
            “Ya, Mr.Bieber?” suara Alex menyeruak masuk ke dalam telingaku. Kudengar tawaan Aaron yang khas di seberang sana. Aku ingin pulang.
            “Bagaimana Aaron?”
            “Oh, Justin. Kau tidak pernah tahu bagaimana sulitnya aku bertarung dengan ..Ah! Aaron!” Alex berteriak. Teriakan itu membuatku ingin menyetubuhinya. Sialan! Mengapa tiap kali ia mengeluarkan suara, itu tidak terdengar ia berbicara serius padaku. Tapi seperi ia mendesah padaku.
            “Apa yang ia lakukan?”
            “Aku ..Aaron! Kau licik!” teriak Alex, “Aku sedang bermain pedang-pedangan bersama anak iblismu,” teriak Alex lagi, begitu berisik.
            “Kena kau, Peepee!”
            “Aw!” Alex berteriak lalu ia tertawa. “Maaf Justin. Tapi anakmu ini berhasil membunuhku,” ujar Alex tertawa-tawa. Kemudian aku mendengar suara Alex terjatuh ke lantai dan suara Aaron yang berlari lalu tertawa. “Agh!” Alex tercekat.
            “Aaron. Whoa! Kau –“
            “Apa itu daddy? Daddy!” teriak Aaron. Aku tersenyum kecil. Lalu kudengar suara berisik dari ponsel lalu hening. Hanya nafas yang terdengar. “Daddy?” suara Aaron.
            “Hey, blue bird. Apa yang kaulakukan dengan Peepee, sayang?” tanyaku selembut mungkin.
            “Bermain! Daddy, pulanglah! Aku merindukanmu!” seru Aaron sesak nafas.
            “Pelan-pelan, nak. Daddy akan pulang. Mmm ..apa Aaron akan memberikan daddy kejutan?”
            “Apa itu kejutan daddy?” aku menyesal telah bertanya seperti itu pada Aaron. Tentu saja ia belum mengerti apa itu kejutan! Sial. Aku jadi harus menjelaskan padanya. Tapi bagaimana caranya aku menjelaskannya? Sial!
            “Apa kau sudah makan sayang?” tanyaku, mengalihkan topik pembicaraan. “Ah! Aaron!” teriak Alex. Kurasa Aaron baru saja menindih tubuh Alex dengan bokongnya yang mungil itu.
            “Ya, sayur,”
            “Whoa. Anak daddy pintar. Kau menyukai sayurmu?”
            “Bayam. Buatan Peepee. Aku juga makan es krim,” Aaron memberitahuku. Lalu aku tertawa. Jarang sekali anakku memakan sayur.
            “Baiklah. Daddy akan segera pulang sayang. Jangan nakal dengan Peepee,” aku memperingatinya. “Aku mencintaimu,” bisikku. Beberapa detik kemudian aku mematikan ponselku. Ayahku tidak pernah memberitahu pada diriku kalau ia mencintaiku. Kurasa ia tidak mencintaiku. Dan ia juga tidak mengatakan selamat tinggal saat ia meninggal. Aku hanya tinggal bersama dengan keluargaku di Kanada hingga umurku yang ketujuh lalu aku pindah bersama dengan Bibi Ayreen di Atlanta lalu memulai kehidupan baru.

***

*Author POV*

            Alex menggendong Aaron untuk mengelilingi taman milik Justin yang benar-benar luas. Banyak pepohonan yang tumbuh dipinggiran tamannya. Ia tidak sama sekali melihat pada sebuah gudang kayu yang juga berada di pinggiran tembok. Sekalipun ia melihatnya, ia tidak merasa penasaran. Ia hanya ingin melihat keindahannya. Banyak tanaman yang diukir begitu indah dari tangan seorang seniman yang luar biasa cerdas. Ada ayunan dan jungkit-jungkit di sudut taman, Alex berniat untuk pergi ke sana. Kepala Aaron dengan manja bersandar pada pundak Alex. Sebenarnya, mereka tadi sedang bermain pedang-pedangan, namun seorang wanita Latin muncul dengan pakaian tidur yang masih ia pakai. Meminta mereka untuk tidak begitu berisik di pagi hari menuju siang ini. Sehingga sekarang Alex mengajak Aaron untuk berkeliling taman. Tangan Aaron bergelanyut di sekitar leher Alex, meminta pertahanan dari lehernya.
            “Aku tidak menyukai mommy Selena dan Oreo,”
            “Oreo?” Aaron hanya menganggukan kepalanya, namun dengan cepat Alex menangkap perkataan Aaron. Oreo sama dengan Weronika. Perhatian, Alex mengelus kepala Aaron dengan lembut.
            “Mengapa?”
            “Aku juga tidak menyukai mommy Caitlin dan Candice sekarang,”
            “Mengapa Aaron tidak menyukainya?”
            “Mereka tidak memiliki dada berwarna merah muda sepertimu. Daddy menyukai rasa strawberry, aku juga. Aku suka apa yang daddy suka,” ujar Aaron, terdengar begitu menyayangi Justin. Mungkin Justin adalah orang yang selalu mengerti dirinya tiap hari. Meski Aaron tidak tahu apa yang ayahnya lakukan di luar sana. Seberapa kejamnya ayahnya. Dan seberapa suka ayahnya bermain dengan banyak wanita. Andai Aaron sudah besar, tentu saja Aaron akan membenci ayahnya. Alex menempatkan Aaron di atas sebuah ayunan. Lalu Alex mendorong Aaron dari depan. Sontak Aaron memegang tali ayunan yang berada di kedua sisinya.
            “Kau suka apa yang daddy suka?” tanya Alex. Aaron mengangguk lalu matanya membesar.
            “Daddy!” serunya penuh kesenangan. Lalu Alex menghentikan dorongan ayunan Aaron dan membalikan tubuhnya. Melihat Justin yang dengan mesum memainkan matanya pada Alex.
            “Tentu saja blue bird menyukai apa yang daddy suka,”
            “Ya!” seru Aaron merasa senang akibat kedatangan Justin, “Dada Peepee. Aku paling suka dengan dada Peepee,”
            “Karena –“
            “Rasa strawberry!” teriak Aaron memotong ucapan Justin. Alex tertawa dan menggelengakan kepalanya. “Justin!” tegur Alex memukul lengan Justin. Namun Justin hanya mengangkat kedua bahunya dan memandang Alex tanpa rasa bersalah. “Kau mengajarkannya yang tidak-tidak!”
            “Kenapa aku?” tanya Justin merasa tak bersalah.
            “Ya Tuhan. Kau mengajarnya yang tidak-tidak. Ini sungguh ..”
            “Maka ajarkanlah dia yang baik. Kau adalah ibu barunya,”
            “Tapi dia menyukai apa yang kausuka,”
            “Tapi aku tidak bilang aku menyukai dadamu,” ujar Justin melipat tangannya. Alex memutar matanya. Tiba-tiba saja perasaan Alex terhadap Justin berubah. Selalu saja Justin dapat mengelak. Padahal dalam kenyataannya Justin menyukai dada Alex. Kemudian Alex berjalan ke belakang ayunan Aaron dan mendorong ayunannya kembali.
            “Daddy, aku ingin memiliki adik,” seru Aaron, lagi.
            “Peepee, blue bird ingin memiliki adik. Bagimana jika kita membuatnya—“
            “Apa?” Alex membulatkan matanya tak percaya saat Justin menatap matanya penuh dengan arti. Lalu Alex menggelengkan, tak percaya Justin akan berbicara seperti itu di depan anaknya.
            “Aku ingin menamainya Peepee,”
            “Mengapa?”
            “Karena mata Peepee ..” Aaron tidak bisa melanjutkan perkataannya. Ia tidak tahu warna apa yang dimiliki mata Alex. Ia hanya tahu warna cokelat, hijau, dan merah. Justin tidak pernah mengajarkan Aaron tentang warna. Aaron akan sekolah di rumah. Ia tidak ingin bahaya melanda anaknya di sekolah umum. “Aku tidak tahu warna apa,” lanjut Aaron, akhirnya.
            “Itu namanya warna biru sayang,” jelas Justin. “Hey, blue bird. Daddy ingin pergi ke Inggris. Kau ingin ikut?”
            “Inggris? Apa Inggris?” tanya Aaron, polos.
            “Well. Di sana kita bisa bermain ..bersama Peepee juga. Dan bertemu mommy Oreo!” seru Justin mencoba untuk menarik perhatian Aaron. Namun Aaron menggelengkan kepalanya. Tubuhnya maju-mundur akibat ayunan yang masih didorong oleh Alex yang terdiam. Alex terdiam karena ia sedang mengamati Justin. Bagaimana Aaron dapat begitu menyayangi Justin.
            “Aku tidak mau bertemu mommy Oreo,”
            “Mengapa itu?”
            “Apa Peepee ikut?” tanya Aaron. Lalu Justin mengangguk, senyum kecil muncul di wajah Aaron.
            “Well, ayo kita bersiap-siap! Pesawat kita sudah menunggu! Wiuuu!” seru Justin menggendong Aaron dengan cepat dari ayunan yang masih terayun.
            “Aku? Ikut?” kejut Alex. Ia seperti baru saja tersadar dengan apa yang Justin katakan.
            “Oh yeah. Tentu saja kau ikut. Aku harus,” –Justin menggoyang-goyangkan tubuhnya, tanda ia berhubungan badan—“bersama denganmu,” bisik Justin, tersenyum licik. “Tidak ada bantahan.”

***

            Pemandangan London kali ini tampak lebih cerah dibanding kemarin-kemarin. Musim hujan yang menyerang London terjadi hanya pada malam dan sore hari. Pagi ini dengan jalanan yang basah, Justin, Aaron dan Alex baru saja mendarat di bandara pesawat pribadi milik Justin. Alex menuruni tangga pesawat pelan-pelan karena ia menggendong Aaron yang tertidur. Pipi Aaron menyembul di atas bahu Alex, air liurnya sudah membasahi baju Alex namun Alex tidak merasa begitu risih dengan air liur Aaron. Menurutnya itu sesuatu yang manis yang dapat dikeluarkan oleh seorang bayi. Caitlin dan Candice juga ikut. Selena telah pulang ke Mexico karena Justin baru saja memarahinya saat Aaron dan Alex telah berada di dalam mobil untuk berangkat menuju bandara.
            Setelah kaki Alex menginjak aspal, ia mendesah pelan. Matanya menatap pada langit London yang begitu mendung di pagi hari. Tidak begitu cerah. Dari belakang Caitlin dan Candice turun dengan pakaian mereka yang benar-benar modis. Memperlihatkan bentuk tubuh mereka yang memang dapat dikatakan seksi. Sebelum mereka mendarat di bandara London, Alex sedikit cemburu dengan tubuh Caitlin dan Candice. Tubuh Alex kurus, tidak seperti mereka yang begitu berisi dan seksi. Ia tidak sama sekali seksi. Namun mengapa Justin menyukainya? Mungkin karena dia masih perawan dan miliknya masih sempit untuk dipakai. Alex bersyukur karena ia sangat dekat dengan Aaron dalam waktu dua hari. Karena Aaron, ayahnya tidak berani untuk menggerayangi tubuhnya. Sebuah mobil hitam muncul di hadapan mereka. Tanpa pikir panjang, Candice yang berdiri di sebelah Alex langsung membuka pintu mobil bagian depan dan mempersilahkan Alex masuk.
            “Masuklah,”
            “Kurasa tempat duduk di belakang lebih nyaman,”
            “Tapi kau menggendong Aaron. Tidak apa-apa,” ujar Caitlin, menyarankan. Namun Justin muncul dari belakang Alex dan menggelengkan kepalanya.
            “Dia lebih baik duduk paling belakang karena dia menggendong Aaron. Ia butuh tempat yang luas,” ucap Justin menggelengkan kepalanya dan menatap Candice dengan sinis, marah. Lalu Justin membuka pintu belakang dan melipat kursi agar Alex dapat duduk di kursi paling belakang. Pelan-pelan dan penuh perasaan malu, Alex masuk ke dalam mobil. Memegang kepala Aaron agar tidak terjedot sisi pintu mobil. Kemudian Alex terduduk dengan bersahaja lalu membenarkan menelentangkan Aaron dalam gendongannya. Mulut Aaron membunyikan cepakan mulut, tanda seperti ia ingin meminum susu.
            “Apa ia haus?” tanya Caitlin dari depan. Lalu Candice memberikan sebotol susu pada Alex.
            “Kurasa,” bisik Alex, merasa tidak enak dengan dua istri Justin berada di depannya.
            “Apa semuanya sudah benar-benar dibawa?” tanya Justin di depan sana.
            “Kurasa Jordy telah membawa barang-barang kita ke mobil yang lain. Mengapa kau tidak mengajak Selena ikut untuk bertemu dengan Weronika?” tanya Candice, protes.
            “Mengapa kau tiba-tiba membicarakannya? Aku hanya ingin membawa kalian bertiga. Sudahlah, diam,” suruh Justin tiba-tiba perasaannya rusak akibat pertanyaan istrinya yang seksi itu. Alex yang berada di belakang sudah memasukan dot susu pada Aaron yang langsung menyedotnya. Baru beberapa sedotan, tiba-tiba saja Aaron. Sontak Alex melepaskan dot dari mulut Aaron.
            “Mengapa? Ada apa?” tanya Justin yang melihat Alex dari kaca spion. Alex menggelengkan kepalanya. “Mengapa dia menangis?”
            “Aku tidak tahu,”
            “Berikan saja dia dadamu, ia akan tertidur kembali,” saran Candice yang tiba-tiba saja menyeletuk. “Biasanya aku melakukannya agar ia tertidur kembali. Kelihatannya kau dekat sekali dengan Aaron,” senyum Candice, ramah. Tapi, mengeluarkan dada di depan dua wanita dan supir? Alex menelan ludahnya. Tangisan Aaron semakin membesar.
            “Hiks, where is daddy? I want daddy,” sungut Aaron mulai terduduk di atas pangkuan Alex. Matanya langsung mencari-cari di mana ayahnya. Keringat mulai keluar dari kening Aaron, merasa begitu rindu dengan ayahnya.
            “Hey, little boy. Sudah bangun sayang?” tanya Caitlin yang membalikan tubuhnya, memberikan Aaron senyum manis. Namun Aaron sedang berada dalam keadaan yang benar-benar rusak. Ia menginginkan ayahnya. “Oh, sayang. Jangan menangis,” ucap Caitlin lembut. Jari telunjuknya yang panjang itu langsung mengelap pipi Aaron yang basah.
            “Mengapa kau menangis blue bird? Ada apa?” tanya Justin, lebih tegas dari kemarin pada Aaron.
            “Aku mau daddy,” ujar Aaron yang telah menadahkan dagunya di atas sisi kursi dan kedua tangannya ikut memegang atas kursi itu. Saat Aaron berbicara, gelembung air liur terlihat di mulutnya. Sangat menggemaskan. Bulu matanya yang basah itu mengedip dan terkibas dengan lambat. Setelah Aaron merasa tenang karena melihat ayahnya, ia tidak menginginkan ayahnya kembali. Lalu Aaron memiringkan kepalanya sehingga pipinya menyembul.
            “Kita ada di mana?” tanyanya, polos. Alex yang berada di belakang hanya tersenyum dan mengelus punggung Aaron yang berada di atas pangkuannya.
            “Di London sayang,” ucap Candice, membalikan kepalanya.
            “Kita mau ke mana?” tanyanya, kritis.
            “Bertemu mommy Oreo. Tidakkah kau merindukannya, Aaron?” kali ini Caitlin yang bertanya. Polos, Aaron menggelengkan kepalanya dan menatap kosong pada dada mommy Candice yang menyembul. Dada itu adalah dada pertama yang ia sukai sebelum ia bertemu Peepee.
            “Mengapa?”
            “Aku suka Peepee sekarang,” bisik Aaron yang membuat orang-orang di dalam tertawa kecuali Alex. Justin yang berada di depan juga tertawa karena ucapan anaknya. Kenyataannya bahwa Justin dan Aaron memang sama. Mereka juga menyukai orang yang sama. Bedanya adalah Justin menyukai seluruh tubuh Alex sedangkan Aaron menyukai dada Aaron. “Its pink,” lanjutnya lagi tersenyum, air liurnya meleleh.

***

*Alexis Bledel POV*

            Kurasa aku telah gila. Aku pikir begitu. Kurasa aku menyukai lelaki ini. Aku menyukai bos-ku sendiri. Mengapa? Aku tidak tahu. Mungkin karena kebersamaanku bersamanya. Namun otakku kembali berpikir, dia telah memiliki banyak istri. Dan aku tidak ingin menjadi salah satu di antaranya. Rumah di London tampak begitu asri dan tenang. Taman belakangnya besar dengan empat kursi putih besi berada di tengah-tengah taman bersama juga dengan mejanya. Kolam renang yang tidak begitu besar berada di sebelahnya. Kupikir London akan hujan. Namun siang ini tidak. Weronika, istri Justin yang pertama, kelihatan begitu cantik namun ia tidak seramah Caitlin dan Candice. Ia hanya tersenyum singkat padaku saat aku berhadapan dengannya lalu ia langsung menggendong Aaron dari gendonganku setelah itu. Namun Aaron tidak ingin digendong olehnya. Wajar ia tidak menyukaiku karena Aaron tidak ingin digendong olehnya. Sekarang Aaron sedang kugendong dan aku mengajaknya untuk melihat-lihat rumah Justin di London.
            “Mommy, apa itu?” tanya Aaron menunjuk pada sebuah kupu-kupu berwarna biru cantik yang mendarat dengan cantik di atas sebuah bunga berwarna putih. Perlahan-lahan aku berjalan menuju bunga itu untuk melihat kupu-kupu ini lebih dekat.
            “Itu kupu-kupu,” bisikku di telinganya. Aaron menggigit jari telunjuknya lalu kemudian melepaskannya dari mulut dan mencoba untuk memegang kupu-kupu biru ini, namun tiba-tiba saja kupu-kupu itu terbang meninggalkan kami. Melihat itu, Aaron langsung tersenyum dan menatapku malu-malu. Seperti ia berkata padaku “Whoa! Dia pergi? Itu bukan salahku” lalu ia memperlihatkan gigi-giginya yang rapi itu padaku.
            “Dia pergi,” bisik Aaron.
            “Kau menakutinya,” balasku.
            “Peepee,” panggilnya, menatap bunga putih tadi. “I love you,” lalu tangannya yang mungil menarik kepalaku dan mencium pipiku singkat. Air liurnya menempel di sana. Lalu kepalanya bersandar pada bahuku dan tangannya bergelanyut pada leherku, kembali.
            “I’m happy because I have mother like you,”
            “You are?”
            “Hmm,” gumamnya sambil menganggukan kepalanya. “Aaron!” teriak seorang ibu dari belakang sana. Sontak aku membalikan tubuhku dan melihat Weronika memakai celana pendek putih dan baju ungu yang longgar di tubuhnya. Namun Aaron tidak bereaksi apa-apa. Di tangannya, Weronika memegang sebuah mangkok, entah berisikan apa. Aku berjalan pelan menghampirinya sedangkan ia juga menghampiriku.
            “Hey, little boy. Lihat apa yang mommy bawa?”
            “Apa?” tanya Aaron, selalu polos.
            “Puding cokelat! Kesukaanmu,” seru Weronika melompat-lompat kecil. Namun Aaron tidak bereaksi apa-apa, justru ia membalikan kepalanya ke belakang. Aku hanya dapat melipat bibirku ke dalam, menatap Weronika merasa bersalah. Ia menatapku begitu sinis. Sebenarnya, apa masalahnya? Di manakah Justin? Aku tidak bisa menjaga Aaron jika istri-istrinya tidak menyukaiku. Maksudku, istrinya yang tidak menyukaiku.
            “Aku tidak mau. Go away!” usir Aaron dari belakang.
            “Apa yang kaulakukan pada Aaron?” bisik Weronika, jengkel.
            “Apa? Apa yang kulakukan? Aku hanya menjaganya,”
            “Tapi ia tidak pernah menolakku,” kesalnya.
            “Itu bukan salahku. Tanyalah pada Mr.Bieber,” aku mengkerutkan keningku. Bingung dan lucu. Mengapa ia memarahiku? Jika ia ingin dekat bersama dengan Aaron, tinggalkan pekerjaannya dan tinggallah bersama Aaron. Entah mengapa sekarang aku kesal dengan istri-istri Justin. Ini tidak dapat kubiarkan. Aku juga ingin mendapatkan ketenangan dalam pekerjaanku. Pertama, istri Justin yang bernama Selena. Lalu sekarang Weronika. Siapa lagi? Caitlin? Candice? Sial! Kupikir akan sangat menyenangkan merawat Aaron, tapi tidak setelah bertemu dengan istri-istri Justin.

***

*Author POV*

            Alex dan Justin sedang berada di dalam kamar Justin. Justin yang menarik tangan Alex dari kamar Aaron setelah Aaron makan dan tertidur di atas tempat tidurnya. Siang ini, penuh dengan amarah, Justin menceramahi Alex tentang istrinya, Weronika. Weronika tidak menyukai kedatangan Alex terhadap kehidupan Aaron. Wero merasa begitu dijauhkan oleh anak kesayangannya setelah kedatangan Alex. Padahal baru satu minggu saja Wero meninggalkan Aaron dan Aaron tidak pernah menjauhinya diwaktu-waktu sebelumnya. Merasa Weronika adalah istri yang paling ia sayangi, ia meminta Alex untuk mengurangi penjagaannya terhadap Aaron. Tapi Aaron dan dirinya seperti kertas dan lem. Aaron tidak ingin dijauhi oleh Alex. Bahkan saat tertidur, Weronika menawarkan diri untuk mengeloni Aaron. Tapi dengan marah, Aaron menolak Weronika. Ibu Oreo yang dulu ia sayangi. Tapi sekarang ia menyayangi Peepee. Peepee lebih lembut dibanding semua ibu yang pernah ia kenal. Bagaimana mungkin Alex bisa mengurangi kadar penjagaan Aaron? Justin sengaja mengunci pintu kamarnya. Ia berpikir, setelah ia memarahi Alex, ia akan menyetubuhi wanita ini. Alex terduduk di atas tempat tidur Justin dan menundukan kepalanya. Mengapa ia yang disalahkan? Entah mengapa perasaannya sedih saat Justin memarahinya. Ini bukanlah salahnya. Ini memang sudah berjalan alami. Semua ini sesuai dengan Aaron. Jika Aaron memang ingin menjauhi Alex, maka semua itu dapat berjalan dengan baik. Sial! Justin tidak mengerti perasaan anaknya.
            “Dengar, aku mencintai Weronika dan aku ingin apa yang ia mau terjadi. Tolonglah aku kali ini untuk sedikit menjauhi Aaron. Weronika sudah merindukan anaknya juga,”
            “Akan kucoba,” bisik Alex, akhirnya. Senyum Justin mengembang setelah Alex berkata seperti itu. Namun hati Alex sakit karena ucapan Justin, ia harus menerima kenyataan bahwa Justin mencintai Weronika. Jadi, untuk apa ia menyukai Justin? Justin tidak menyukainya, tentu saja. Tubuhnya hanya dipergunakan untuk kebutuhan gairahnya. Tidak lebih. Dan seharusnya Alex sadar akan kenyataan itu. “Tapi bagaimana jika Aaron masih tidak ingin bersama dengan Weronika?”
            “Pft. Percaya padaku. Kau saja baru bertemu dengan Aaron selama dua hari. Ia anak yang baik, ia penurut. Jadi, kehilanganmu tidak akan berpengaruh bagi anak kecil sepertinya,” jelas Justin, tampak terdengar begitu memaksa apa yang ia katakan. “Sekarang, bukalah bajumu. Aku ingin memakaimu kembali,”
            “Justin, aku bukan pelacurmu,” protes Alex, mengkerutkan keningnya dan menautkan alisnya.
            “Oh, jelas kau pelacurku,” Justin menghampiri Alex dan mulai menyentuh bahu Alex. Namun Alex menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin disamakan kembali sama dengan wanita-wanita yang lain. Ia bukan wanita murahan. Bahkan hanya Justin yang menyentuh tubuhnya. Ia tidak bisa selamanya melakukan seperti ini bersama dengan Justin. Ia menyukai Justin dan Justin harus mengetahuinya, namun ia rasa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk memberitahu Justin. Tentu saja Alex cepat menyukai Justin! Setelah apa yang Justin selama tiga hari ini dengannya, Justin lelaki yang tampan dan penggoda. Apalagi ia seorang lelaki penyayang anak, tentu saja Alex menyukainya.
            “Tidak, ini bukan pekerjaanku. Aku tidak semurah itu,”
            “Ada apa denganmu Alex? Kau tidak suka aku menegurmu seperti tadi?”
            “Apa? Setelah apa yang kaukatakan? Aku tidak tahu kau memiliki otak, tapi kurasa kau memang tidak memilikinya. Aku bukan wanita murahan seperti istri-istrimu. Termasuk Weronika!” Setelah kata-kata itu meluncur dari mulut Alex, Justin menampar pipi mulus Alex dengan keras. Bahkan sampai wajah Alex berpaling ke bawah. Rambutnya tiba-tiba saja berantakan. Tentu saja Justin marah! Alex telah kelewatan. Apa-apaan ia menghina istri yang paling ia cintai adalah wanita murahan!
            “Apa-apaan! Ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan istri-istriku, you bitch!” hina Justin mendorong bahu Alex ke atas tempat tidur. Tidak pernah diperlakukan seperti ini, wanita bermata biru itu menangis. Namun tidak terisak. Seumur hidupnya, ia tidak pernah ditampar oleh siapa pun dan Justin adalah orang yang pertama –lagi—yang telah membuatnya merasakan sesuatu yang baru. “Mulutmu memang lancang sekali, kau pelacur. Ini harus dijaga dengan baik,” ujar Justin menindih tubuh Alex dan menepuk-nepuk bibir Alex yang bergetar.
            “Apa yang akan kaulakukan?”
            “Biasa jika aku sedang marah pada seseorang,” Justin berpikir sejenak, “aku memukulnya.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar