***
Mata
harimau itu melebar saat ia benar-benar melihat air mata wanita yang berada di
hadapannya mengalir secara perlahan ke atas tempat tidur. Pipinya yang putih
memerah akibat tamparan yang ia buat. Tidak pernah sekalipun Justin merasa
bersalah kepada seseorang yang ia sakiti. Bahkan yang ia bunuh. Tapi melihat
wanita ini menangis hatinya mencair. Tubuhnya menindih wanita ini dengan berat
badannya yang cukup berat. Alex menutup matanya tidak ingin melihat Justin. Ia
tahu ia akan disakiti oleh Justin. Rasanya ia ingin memberontak, tapi ia
memiliki tubuh yang mungil. Ia tidak memiliki kekuatan untuk lelaki yang
memiliki tangan besar seperti Justin yang jika memegang perut Aaron saja,
Justin dapat meretakan tulang rusuk Aaron hanya dengan meremasnya. Namun tangan
Justin sudah gatal untuk memukul Alex. Setelah apa yang dikatakan Peepee Aaron
ini menghina Weronika, istri yang paling Justin sayangi, sangat memicu tangan
Justin untuk memukul bokongnya. Baiklah. Mungkin hanya bokongnya saja. Tidak
lebih, itu tidak akan menyakitkan.
“Jika
kau ..” suara Alex tersendat karena isakannya, “Jika kau memukulku, aku tidak
akan pernah bertemu denganmu lagi, Mr.Bieber,” ia berusaha berbicara setegas
mungkin.
“Oh?
Kau berani? Ingat apa yang kukatakan sejak awal? Hidupmu tidak akan tenang,
Peepee my baby,” balas Justin yang membuat bulu roma Alex merinding. Sial!
Mengapa rasanya sulit sekali untuk melawan seorang Justin Bieber?
“Ingin
menarik perkataan yang kaukatakan? Jika ya, aku tidak akan memukulmu. Kita akan
langsung bermain,” bisik Justin, menggoda sekaligus mengancam. Alex
menggelengkan kepalanya dan menggigit bibir bawahnya. Merasa tidak dapat
bernafas karena tindihan dari tubuh Justin. Alex belum menjawab ucapan Justin
membuat Justin tidak sabar. Ia menarik kedua kaki Alex agar melingkar di
sekitar pinggang Justin. Nafsu Justin benar-benar mengalahkan akal sehatnya dan
perasaannya. Ia butuh ini. Ia butuh pelepasan dari wanita ini sekarang juga.
Tangannya yang kasar mengelus paha Alex yang terekspos, cantik, dan putih.
Yeah. Alex memakai baju terusan selutut berbahan katun dengan corak
bunga-bungaan, tubuhnya bergetar dan sengatan nafsu pun menyalakan tubuhnya.
“Beritahu
aku!” teriak Justin, memukul paha Alex hingga tanda tangan Justin memerah di
pahanya, Alex menggigit bibirnya dan air matanya kembali mengalir.
“Justin,
jika ia bukan murahan, ia tidak mungkin ingin diduakan bahkan entah diberapakan
dengan istrimu yang lain, tapi ia mau. Ia mau diperlakukan seperti ini.
Kenyataan bahwa semua istrimu murahan adalah benar, tapi kau tidak
menerimanya,” Alex mengutarakan perasaannya. Mata Justin melebar, terkejut
dengan ucapan Alex yang menyentuh hatinya. Tapi kembali lagi dengan mulut Alex
yang terbuka, memaksa Justin ingin memasukan lidahnya yang panas ke dalamnya. Tidak
membalas, Justin menyatukan mulutnya dengan mulut Alex. Tidak terima dengan apa
yang Justin lakukan, Alex memukul punggung Justin dengan keras, Justin tertawa
dalam ciumannya. Tanpa aba-aba, kembali Justin memukul paha Alex yang lain. Dan
kembali juga tanda tangan Justin memerah di pahanya membuat Alex mengerang di
dalam mulut Justin. Air matanya mengalir. Ini namanya perkosaan.
“Daddy!
Peepee! Daddy! Peepee!” terdengar tangisan Aaron yang menggedor-gedor pintu
kamar Justin.
“Aaron,
daddy sedang tidur sayang,” terdengar suara Weronika dari luar sana.
“No!
I want Peepee! Hiks! Peepee!” berontak Aaron yang menangis di luar sana. Justin
yang mendengar tangisan Aaron dari luar langsung melepaskan ciumannya dari
mulut Alex.
“Ini
belum selesai sayang. Lain kali, aku akan membuat seluruh tubuhmu memerah,”
bisik Justin mengecup hidung Alex yang basah. Alex menarik nafasnya, merasa
terselamatkan karena Aaron yang datang menggedor pintu secara brutal dengan
tangannya yang kecil. Tidak ingin dilihat menangis oleh Aaron, Alex menghapus
air matanya dengan cepat dan berusaha untuk tidak marah pada Justin yang
mengaca di depan kaca lemarinya. Justin juga tidak ingin anaknya melihat
dirinya hancur berantakan setelah keluar dari kamar bersama Peepee.
“Aaron!”
Weronika membentak Aaron dengan kencang. Suara hening terdengar, membuat hati
Justin tersengat. Tidak pernah ada satu pun istri yang dapat membentak Aaron.
Setelah Alex menghina Weronika membuatnya marah, ditambah lagi dengan Weronika
yang memarahi anaknya yang ia cintai dari semua orang yang ia kenal, amarahnya
semakin membara bagaikan api yang membakar wanita yang ia bunuh hidup-hidup.
“Fuck this!”
“Daddy!”
teriak Aaron yang tangisannya semakin membesar di luar sana. Tanpa berpikir
panjang lagi Justin memutar kunci pintu dan membuka pintunya. Melihat Aaron
yang menangis ditahan dengan tangannya yang dipegang kencang oleh Weronika yang
wajahnya memerah. Terlihat sekali Weronika marah pada Aaron. Wajar saja
Weronika marah pada anaknya, tidak pernah Aaron melawannya. Tapi setelah Alex
datang, semuanya tampak berubah. Justin juga tidak pernah memberitahu
kedatangan penjaga anak untuk Aaron. Justin juga melakukannya spontan. Karena
keinginannya untuk memiliki tubuh Alex membuatnya tanpa berpikir panjang
mengancam Alex untuk tinggal di rumahnya agar Alex dapat dipakai secara
cuma-cuma tanpa harus membayar.
“Daddy!”
teriak Aaron yang langsung memeluk kaki Justin dengan tangannya yang mungil.
Langsung saja Justin menggendong Aaron. Matanya menatap Weronika tak percaya dengan
apa yang baru saja Wero lakukan. Alex muncul dari belakang dengan rambut yang
sudah rapi tanpa memperlihatkan kesakitannya terhadap Justin yang telah memukul
pahanya. Untunglah ia memakai baju terusan sampai selutut sehingga pahanya yang
memerah tidak begitu terlihat. “Peepee,” bisik Aaron yang kepalanya menghadap
ke belakang. Namun Aaron tidak tersenyum, bibir bawahnya menyembul cemberut
karena baru saja diteriaki oleh mommy Oreo. Ia mengedipkan matanya, bulu
matanya tampak begitu basah karena tangisannya. Alex merasa bersalah karena ia
telah meninggalkan Aaron di dalam kamarnya. Padahal sebelumnya Aaron bilang
padanya untuk tidak pergi kemana-mana. Tapi ayahnya telah menariknya untuk
masuk ke dalam kamarnya –Justin.
“Blue
bird,” Alex berbisik dari belakang dan tersenyum manis.
“Aku
mau dengan Peepee,” ujar Aaron dengan suaranya yang parau. Tanpa berpikir
panjang, Justin langsung membalikan tubuhnya dan memberikan Aaron pada Alex.
“Don’t go,” bisik Aaron memeluk leher Alex dengan suaranya yang masih parau.
“Ayo
kita tidur lagi,”
“Tidak,”
Aaron menggelengkan kepalanya. “Nanti kau meninggalkanku lagi,” lanjutnya.
Weronika yang melipat tangannya di depan dadanya merasa terhina karena Aaron
lebih memilih Alex yang baru mengenalnya selama tiga hari seperti telah
mengenal Aaron selama 3 tahun. Justin membalikan tubuhnya kembali, menatap
dingin pada Weronika.
“Sepertinya
ada yang ingin kau katakan Mrs.Bieber. Ayo,” ajak Justin menarik punggung
Weronika untuk menjauh dari depan pintu kamar Justin. Sedangkan Alex terdiam di
mulut pintu melihat Justin yang menyentuh punggung Weronika tampak begitu
dekat. Tapi ia berpikir, untuk apa ia merasa sakit hati hanya karena melihat
seperti itu? Tidak ada gunanya.
“Mommy,”
panggil Blue bird dalam gendongan di pinggangnya, “apa yang kaulakukan dengan
daddy?” tanya Aaron yang membuat Alex terkesiap.
“Well,
daddy sedang membicarakan blue bird tentang adikmu,”
“Hmm,”
“Kau
ingin memiliki adik perempuan bukan?”
“Hmm,”
gumam Aaron, “Aku ingin makan es krim,” Aaron mengganti topik, tidak begitu
peduli lagi dengan masalah adik yang ia minta pada ayahnya. Untunglah. Alex
bersyukur.
***
“Angsa!
Itu angsa!” teriak Aaron bersemangat saat sore ini mereka berjalan-jalan di
tengah-tengah taman nasional di Inggris. Angsa putih, hitam dan cokelat tampak
berenang-renang di atas danau berwarna hijau dengan daun teratai yang juga
mengambang di atasnya. Untuk yang pertama kalinya, Alex keluar dari benua
Amerika dan rasanya sangat luar biasa. Karena Alex adalah wanita yang
sanguine-melankolis, ia tidak begitu dendam terhadap Justin. Ia melupakan
kejadian tadi, namun ia tidak akan berhenti berhati-hati dari Justin. Aaron
adalah satu-satunya jalan yang dapat membuat Justin berhenti melakukan aksi
kejahatannya. Aaron tertawa-tawa gemas melihat angsa yang memasukan kepalanya
ke dalam danau lalu mengeluarkannya kembali. Lehernya begitu panjang dan tampak
begitu elastic. Justin dan Caitlin sedang berjalan bersama-sama sambil
membicarakan sesuatu sedangkan Candice sedang mengambil gambar dengan kamera
yang ia bawa.
“Blue
bird! Lihat ke sini! Biar mommy foto dirimu yang tampan,” seru Candice pada
Aaron yang kebetulan seekor angsa menghampirinya di pinggiran danau. Merasa
takut-takut, Aaron sedikit menjauh dari angsa, wajahnya melihat angsa dari
jarak dengan ngeri lalu membalikan tubuhnya pada ibunya yang sudah mengarahkan
kamera padanya.
“Ke
sini Peepee,” tarik Aaron pada tangan Alex agar Alex berjongkok di sebelahnya.
Sontak Alex langsung terjongkok di belakang Aaron dan menempatkan dagunya pada
bahu Aaron yang mungil. Aaron tersenyum dengan manis dan mencoba untuk membuat
tanda “Peace” pada kamera. Lalu kilatan kamera muncul saat Candice menekan
tombol pada kameranya. “Aku ingin lihat! Aku ingin lihat!” teriak Aaron berlari
pada Candice dan menarik-narik baju Candice untuk berjongkok.
“Biar
daddy lihat,” ujar Justin yang tiba-tiba saja meraih kamera yang Candice pegang
namun tidak menarik ke atas. Merasa belum melihat fotonya, Aaron mendekatkan
diri pada ayahnya dan memegang tangan Justin.
“Woo,
lihat ini. Lelaki tampan dengan ibunya yang cantik. Apa Peepee cantik, blue
bird?” tanya Justin, melirik pada Alex yang berada di hadapannya.
“Ya!
Gigiku!” tunjuk Aaron tertawa geli melihat giginya yang terpampang jelas pada
layar kamera. “Peepee! Lihat gigiku,” ujar Aaron yang mendorong tangan Justin
untuk memperlihatkan layar kamera pada Peepee-nya. Alex lalu melihat fotonya
bersama dengan Aaron, terlihat gigi Aaron yang memang terlihat di dalam kamera
dengan senyumnya yang lebar.
“Uh!
Mengapa gigimu banyak sekali, blue bird? Peepee tidak punya gigi sebanyak itu,”
ujar Alex menggoda Aaron. Langsung saja Aaron cemberut dan memukul pelan lengan
Alex dengan tangannya yang mungil. “Baiklah, baiklah. Aaron memiliki gigi yang
bagus. Peepee menyukai,” pasrah Alex yang membuat Aaron langsung tersenyum
lagi.
“Foto
aku lagi daddy! Foto aku!” teriak Aaron meraih leher Alex, memeluknya lalu
mencium pipi Alex dengan lembut. “I love you Peepee,” bisik Aaron. Tidak. Tapi
Justin tidak mengambil foto mereka. Justin yang berjongkok melihat keduanya
yang terlihat sangat dekat. Sebenarnya, apa yang Alex lakukan pada Aaron?
Untunglah Weronika tidak ikut karena ia memiliki pekerjaan yang harus ia
kerjakan. Yeah. Sebagai model pakaian dan majalah. Merasa lama sekali tidak diambil foto, Aaron
melepaskan bibirnya dari pipi Alex dan memberikan wajah bersungut pada Justin.
“Mengapa
daddy tidak mengambil fotonya?” rajuk Aaron menggoyang-goyangkan kakinya,
manja. Justin tertawa.
“Baiklah,
baiklah. Ayo, siap?” tanya Justin. Buru-buru Aaron kembali memeluk leher Alex
dan mencium pipinya. “Tiga!” teriak Justin lalu menekan tombol kameranya.
Beberapa detik kemudian Aaron melepaskan bibirnya dari pipi Alex.
“Aku
ingin lihat! Aku ingin lihat!” lari Aaron berteriak ke arah Justin. Tangannya
yang mungil langsung memegang tangan Justin dan mengarahkan layar kamera
padanya. Perlahan-lahan senyumnya yang manis mulai mengembang saat melihat
fotonya bersama Alex. “Peepee, lihat! Aku menciummu!” serunya begitu senang.
“Ya,
kau terlihat begitu tampan. Hmm, dasar kau setan kecil! Mencium mommy
sembarangan. Daddy cemburu, kau tahu,” gumam Justin melirik pada Alex. Alex
hanya terdiam dan menggigit pipi bagian dalamnya saat Justin memberikan tatapan
nakal penuh arti pada Alex. Tidak! Tidak! Alex bukanlah wanita murahan. Ia tahu
apa yang harus ia lakukan jika Justin menatapnya nakal. Ingat Brad! Ya, ingat Brad!
Dengan adanya Brad dalam bayangannya, itu membuatnya melupakan tatapan Justin
yang nakal dan tidak akan membuatnya terangsang dan menginginkan Justin lagi.
“Ayo,
daddy! Aku ingin mengambil gambarmu dengan Peepee,” ujar Aaron mengambil kamera
dari tangan ayahnya. Justin tertawa kecil melihat tingkah anaknya yang
benar-benar aktif sekali. Tangan Aaron telah memegang kamera Candice dengan
hati-hati. Caitlin sedang berbicara dengan panggilan telepon yang ia terima
sehingga ia tidak begitu memperhatikan keluarga kecilnya sedang
bersenang-senang. Candice dari belakang Aaron berjaga-jaga. Ia melihat layar
kamera, melihat Aaron yang mengarahkan kamera itu pada Justin dan Alex yang
telah jongkok bersebelahan. Justin meraih pinggang Alex dan meremasnya sedikit,
membuat Alex terkesiap.
“Ada
apa Peepee? Peepee diam,” suruh Aaron fokus pada kamera yang ia pegang. “Tekan
yang ini sayang,” ujar Candice menunjuk tombol kanan-atas kamera pada Aaron.
Lalu Aaron mengangguk. Bibirnya mengerucut, begitu serius dengan apa yang akan
ia lakukan. Justin menempelkan pipinya bersama dengan pipi Alex yang baru saja
dicium oleh Aaron. Dapat Justin rasakan air liur Aaron yang membekas di sana.
Membuat pipi mereka melengket.
“Blue
bird, pipi daddy sudah sakit sayang,” ujar Justin yang sengaja menekankan
pipinya pada pipi Alex. “Tunggu daddy,” ujar Aaron yang matanya menatap orang
tuanya di layar kamera.
“Cium
Peepee daddy!” suruh Aaron.
“Oh
yeah. I would love to,” seringai Justin melepaskan pipinya dari pipi Alex lalu
mencium pipi Alex. Diam-diam Justin mengeluarkan lidahnya sedikit dan menjilat
pipi Alex. Tubuh Alex bergetar. Jari Aaron yang mungil menekan tombol
kanan-atas dan kilatan cahaya terlihat. Setelah ia membidik foto ayah dan
ibunya, Aaron langsung melihat hasilnya. Candice ikut melihat hasil pengambilan
gambar dari anaknya dan tersenyum. Anak ini benar-benar menggemaskan dan
pintar. Jarinya sungguh mungil memegang kameranya.
“Maaf
dengan kejadian tadi siang,” bisik Justin di telinga Alex. Justin tidak pernah
meminta maaf sebelumnya. Itu sama saja ia menjatuhkan harga dirinya sendiri.
Tapi sekarang. Ia membisikan kata maaf pada Alex tentang kejadian tadi siang.
Dan itu adalah kejadian yang sangat luar biasa. “Maafkan aku,” bisiknya lagi
lalu mencium pipi Alex singkat. Mata Alex lalu bertemu dengan mata Justin
setelah Alex menoleh padanya. Pupil mata Justin begitu hitam, membuat Alex
masuk ke dalamnya. Alex tidak dapat membaca pikiran Justin. Mengapa rasanya
sulit sekali untuk melihat siapa Justin Bieber itu? Justin adalah orang yang
susah ditebak. Ia temperamental. Egois namun penyayang anak-anak. Tadi siang ia
baru saja memukul Alex dan sekarang ia meminta maaf. Bahkan seperti merajuk dan
bersungut padanya.
“Alex,”
bisik Justin. “Maafkan aku?”
“Aku
tidak tahu,”
“Well,
aku tidak akan pernah memukulmu lagi. Aku berjanji,” ujar Justin. “Pegang
kata-kataku,” lanjut Justin memutuskan keputusan yang bulat. Kejadian tadi
siang benar-benar tidak dapat Justin lakukan lagi pada Alex. Melihat Alex
menangis membuat dirinya rapuh. Seakan-akan ia ikut menangis. Justin tidak
pernah seperti itu sebelumnya. Pukulannya terhadap Alex tidak seberapa dengan
pukulannya pada pelacur-pelacurnya. Justin menampar, memukul bokong mereka
sampai memerah, bahkan meninju mereka jika Justin sedang berada dalam keadaan
kesal. Lalu berakhir dengan wajah yang membiru. Tapi rasanya Justin tak sampai
hati untuk melakukan kekerasan terhadap Alex. Sangat terlihat dari wajah Alex,
ia tidak pernah dipukul sebelumnya. Biasanya, jika istri-istrinya diperlakukan
seperti itu, mereka menjadi semakin nakal. Namun Alex? Ia menangis.
“Aku
akan mencoba untuk mempercayainya,” bisik Alex.
“Daddy,”
teriak Aaron setelah ia selesai melihat foto-foto yang lain dari kamera mommy
Candice, ia telah bosan, membuat Justin dan Alex mendongakan kepala mereka
melihat pada Aaron. “Aku ingin makan!” serunya menarik-narik kaos Justin. Anak
ini memang lahap sekali makan! Pantas pipinya dan lemak di bawah dagunya
berkumpul.
***
Justin
terduduk di ujung tempat meja makan yang cukup panjang. Weronika duduk di ujung
tempat meja makan yang lain dan memakan makanannya dengan wajah yang muram.
Candice dan Caitlin duduk berhadapan dengan Weronika di sebelah mereka.
Sedangkan Alex duduk di sebelah Candice dan Aaron duduk di sebelah Alex dan Justin.
Kaki Aaron dari tadi tidak bisa diam. Sambil mengunyahnya ia terus bertanya
hal-hal yang sebenarnya membuat para orang tua merasa bosan. Mereka sedang
makan malam bersama, padahal tadi Aaron baru saja memakan taco yang dibelikan
ayahnya. Dan Alex masih dapat memberikan kesempatan kedua bagi Justin. Mungkin,
Justin akan memegang kata-katanya. Well, Justin memang selalu memegang
perkataannya jika ia berjanji.
“Daddy,”
“Ya
sayang?”
“I
don’t like mommy Oreo,” ujar Aaron tanpa berpikir Weronika berada di tempat
yang sama dengannya. Tapi memang. Untuk apa seorang anak kecil seperti Aaron
berpikir?
“Ya,
dan mengapa itu?”
“Karena
aku menyukai Peepee sekarang,” ujar Aaron yang membuat Candice dan Caitlin
tertawa.
“Oh
sayang, kau telah mengatakannya itu berkali-kali,” ucap Caitlin, lembut dan
terkekeh. Namun Weronika tidak tertawa. Ia menatap Justin dan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Matanya begitu tajam saat melihat Justin
langsung pada matanya. Tidak pernah Wero merasa begitu marah. Batas amarahnya telah
melewati kepalanya. Lalu ia membanting garpu dan pisau yang ia pegang, berdiri
dari tempat duduknya dan menarik nafas dalam-dalam.
“Apa
wanita jalang ini dapat pergi dari hadapanku? Aku tidak suka melihatnya di
sini,”
“Weronika!”
“Astaga,
Weronika! Aaron ada di hadapanmu,” ujar Candice tidak habis pikir Weronika akan
berbicara kotor di depan Aaron. “Apa itu jalang daddy?” tanya Aaron, polos.
Aaron bahkan tidak sama sekali sadar ibunya sedang marah pada Peepee-nya.
“Mrs.Bieber!”
Justin marah, namun ia berteriak. Ia tidak ingin berteriak dan membentak di
depan Aaron. Alex terdiam dan menelan ludah. Astaga, mengapa sekarang terlihat
begitu rumit? Caitlin dan Candice bahkan tidak merasa risih akan kedatangan
Aaron.
“Daddy,
apa itu jalang?” tanya Aaron menarik-narik kaos Justin yang berwarna putih itu.
“Bukan apa-apa sayang,” bisik Justin lembut pada Aaron. Lalu Justin berdiri,
menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengapa istrinya yang pertama ini tidak dapat
menerima kedatangan Alex? Semua ini bukan tentang Weronika. Tapi semua ini
tentang Alex, Aaron dan dirinya sendiri. Jika Aaron senang, maka Justin akan
senang. Bahkan saat Justin meminta maaf pada Alex, semuanya terlihat begitu
jelas. Ia tidak akan menyakiti Alex untuk Aaron. Jika ia menyakiti Alex maka Aaron
akan mempertanyakan luka-luka yang akan didapati oleh Alex lalu bersedih. Dan
yang lebih sulit lagi jika Alex pergi dari rumah Justin. Mungkin tiap hari
Aaron akan menangis.
“Kurasa
kita harus berbicara tentang ini dua kali, Mrs.Bieber,” tegas Justin menarik
tangan Weronika untuk pergi dari ruang makan.
“Fuck
you, bitch!” ujar Weronika pada Alex.
“Weronika
Bieber!” teriak Justin tidak percaya Weronika akan berbicara seperti itu pada
Alex di depan Aaron. Ya Tuhan. Aaron hanya mengunyah makanannya dan menatap
mommy Oreo dengan polos. Bahkan masih bisa-bisanya Aaron tertawa dan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu Justin dan Wero menghilang dari ruang
makan.
“Maaf
dengan Weronika. Pasti ia memiliki masalah dengan pekerjaannya,” ujar Candice,
mewakili Weronika meminta maaf.
“Tidak
apa-apa. Aku mewajarinya,”
“Peepee,
whats fuck you, bitch?” tanya Aaron, polos. Dan inilah. Inilah mengapa semua
ibu-ibu tidak menyukai seseorang berbicara kotor di depan anak kecil. Mereka
pasti akan bertanya. Alex menarik nafasnya dan mengelus kepala Aaron dengan
lembut.
“Bukan
apa-apa,” bisiknya, tersenyum.
“Mengapa
semuanya selalu ‘bukan apa-apa?’” tanya Aaron, bingung. Tadi ayahnya bilang
bukan apa-apa. Dan sekarang Peepee berkata padanya, bukan apa-apa juga. Lalu,
sebenarnya, apa yang bukan apa-apa? Aaron tidak mau berpikir panjang. Ia
kembali menguyah makanannya dengan bibirnya yang memerah.
“Aku
tahu! Tapi tidak seharusnya kau berteriak seperti itu pada ..” samar-samar
suara Justin yang berteriak di ruangan lain terdengar hingga ruang dapur.
“Daddy
kenapa?” tanya Aaron. Anak ini benar-benar kritis akan sesuatu.
“Bukan
apa-apa.” kembali kata-kata itu yang terlontar.
***
Mata
Aaron terpejam penuh dengan damai saat tangannya terus memelintir puting milik
Alex dari balik gaun tidur putih tipisnya. Ia menghisap ibu jarinya di
tangannya yang lain. Begitu juga dengan Alex yang meringkuk di sebelah Aaron,
tangannya yang cukup besar bagi tubuh Aaron itu mengelus kepala Aaron yang
memiliki rambut cokelat tipis. Di London, mereka lebih tenang dibanding
Atlanta. Tidak pernah Alex merasa sedamai ini seumur hidupnya. Menemani Aaron
tidur untuk yang kedua kalinya, tapi kali ini ia tahu Aaron memegang putingnya.
Namun Alex tidak merasa keberatan, ia juga telah berjanji pada Aaron untuk
memberikan putingnya tiap kali Aaron ingin tidur malam.
Keadaan
Alex masih berada di antara sadar dan tidur. Lampu kamar tidak Alex matikan,
Aaron takut dengan kegelapan. Mungkin ini karena kebiasaan Justin tidak
mematikan kamar Aaron sejak Aaron masih berumur beberapa bulan. Saat ingin
terlelap dalam tidurnya, pintu kamar Aaron terbuka pelan-pelan. “Mmm,” gumam
Aaron yang ternyata mendengar suara pintu terbuka. Kepalanya sedikit bergoyang
namun ia masih menghisap jarinya. Alex tidak mendengarnya, ia benar-benar
mengantuk sekarang.
“Peepee,”
sebuah bisikan terdengar dari seorang lelaki cabul yang muncul di balik pintu
kamar Aaron. Namun Alex tidak menggubris bisikan itu, masih berada dalam
tidurnya. “Peepee,” kembali bisikan itu terdengar. Merasa terpanggil dan
ganjal, mata Alex perlahan-lahan terbuka. Alex yang memunggungi si pemanggil
itu berbalik sehingga tangan Aaron yang memegang dadanya terlepas dari dalam
pakaiannya. Lalu ia bersandar pada salah satu siku-sikunya, “Hai,” sapa Justin,
tersenyum bagaikan setan.
“Oh,
apa yang kaulakukan Justin?” sungut Alex, mengadahkan kepalanya ke belakang,
rambutnya yang cukup panjang itu tergerai. Uh, sial! Rasanya Justin ingin
menjambak rambut itu saat mereka melakukan hubungan badan nanti.
“Peepee,
aku juga butuh dirimu,”
“Apa?
Apa maksudmu? Aku sedang sibuk menjaga anakmu,”
“Oh,
dia sudah tertidur. Aku hanya butuh 20 menit,” ajak Justin, menuntut dan
memohon. “Ayolah,” sungutnya seperti anak kecil.
“Justin
–“
“Apa
aku harus menarik tanganmu agar kau mau keluar dari kamar ini? Cepatlah!
Semuanya sudah tertidur,” ujar Justin masih berada di mulut pintu. Alex
mendesah dan pelan-pelan ia bangkit dari tempat tidur. Setelah bangkit dari
tempat tidur, tangannya menarik selimut tebal di bawah kaki mungil Aaron dan
menutupi tubuh Aaron agar Aaron merasa hangat. “Cepatlah,” Justin sungguh tidak
sabaran, namun hatinya benar-benar tersenyum karena respon Alex.
***
“Jangan
takut-takut Peepee, mommy monster tidak ada di sini. Tapi jangan buat suara apa
pun sebelum kita pergi sampai ke kamar,” bisik Justin menarik tangan Alex
sambil menempatkan jari telunjuknya di depan mulutnya, tanda diam untuk Alex.
Tapi Alex memanglah gadis polos yang disekolahkan dalam sekolah khatolik yang
tidak mengerti apa maksud Justin. Bahkan di umurnya yang 22 ini ia tidak begitu
mengerti maksud Justin malam-malam seperti ini dibangunkan itu untuk apa.
Apalagi dengan ucapan Justin ‘Jangan takut-takut Peepee’. Itu seperi
mengisyaratkan sesuatu kejutan yang akan Alex dapatkan. Yeah. Kejutan dari
seorang Justin Bieber yang akan membuatnya berteriak-teriak keras di dalam
kamarnya dua menit dari sekarang. Tangan Justin yang besar itu mulai menyentuh
knop pintu kamarnya dan membukanya. Jantung Alex berdetak dengan kencang saat
pintu kamar Justin terbuka, kakinya melangkah masuk, membawa tubuhnya ke dalam
kamar dengan penerangan yang remang-remang. Justin tersenyum kecil saat Alex
masuk, kemudian tangannya mengunci pintu kamarnya dari dalam. “Akhirnya,” bisik
Justin.
“Hey,
Peepee my baby,” panggil Justin menarik tangan Alex dari belakang, Alex
berbalik dan bibirnya bertemu dengan bibir Justin saat itu juga. Tanpa
basa-basi, Justin menahan kepala Alex dengan kedua kepalanya, mencium bibir
Alex begitu keras dan dalam. Awalnya Alex terkejut dengan kelakuan Justin yang
tiba-tiba –Demi Tuhan! Mereka bahkan baru melakukannya sebanyak dua
kali—mencium bibirnya, namun beberapa detik setelah ia merasakan lidah Justin
yang menyentuh giginya matanya mulai terpejam. Mulai menikmati permainan
Justin. Tak ingin kalah, Alex juga memainkan lidahnya ke dalam mulut Justin.
Rasa kantuk yang awalnya ia rasakan sekarang pudar bergantikan dengan gairah
yang membuncah dalam perutnya dan dirinya. Lalu berhenti. Justin menarik bibirnya
dari bibir Alex dengan nafas yang tersenggal-senggal. Beberapa detik setelah ia
mengatasi pernafasannya, Justin tersenyum dan menatap Alex dengan tatapan tak
percaya.
“Whoa,
Alex. Aku tidak tahu kau begitu buas malam ini,” ujar Justin, masih tak percaya.
Alex tidak menjawab, ia diam-diam tersipu dan menggigit bagian dalam pipinya.
“Ada
apa sayang? Kau ingin melanjutkan apa yang kita hentikan tadi siang?” tanya
Justin, merasa pertanyaannya tak terjawab.
“Apa?
Kau ingin memukulku?”
“Oh,
bukan yang itu sayang. Yang lainnya,” bisik Justin mengelus pipi Alex dengan
lembut. Rambut Alex yang sudah hancur karena tangan Justin yang meremas
rambutnya membuat Justin semakin bergairah akibat keseksian yang tersembunyi
dibalik rambutnya. Alex memang tidak ingin menjadi seperti pelacur-pelacur yang
lain –karena memang dia bukanlah pelacur. Justin memperlakukan pelacurnya tidak
semena-mena, maka bisa dikatakan Alex bukanlah pelacur Justin. Sejak awal Alex
memang bukanlah pelacur Justin. Ia seorang wanita yang selalu bisa membuat
Justin bergairah kapan pun dan di mana pun. Bahkan sesekali Justin menyesali
perbuatan yang ia lakukan karena telah meminta Alex tinggal bersamanya. Itu
membuatnya sulit sekali untuk mendapatkan Alex. Terlebih lagi ternyata dia
memiliki saingan cilik yang tak lain dan tak bukan adalah anaknya sendiri.
Tentu saja Justin harus mengalah dari Aaron. Ia lebih mencintai Aaron dibanding
ia mencintai dirinya sendiri. Tapi bagaimana pun juga Alex adalah wanita yang
normal. Ia juga menginginkan Justin dan tentu saja ia tidak ingin dipukul oleh
seseorang. Bahkan seumur hidupnya, ia tidak dipukul seseorang. Dan malam ini,
Justin harus membuktikan perkataannya tadi sore. Tentang ia tidak akan memukul
Alex lagi. Demi Aaron.
“Apa
yang kaupikirkan?” tanya Justin, merasakan keheningan selama beberapa menit.
Alex tidak berpikir apa-apa. Ia hanya terdiam melihat ketampanan Justin yang
bahkan ia tidak dapat mendekskrepsikan wajahnya yang tampan. “Kita tidak
memiliki waktu yang lama, Mrs.Bieber,” ujar Justin mendorong tubuh Alex pada
tembok putih dan menghimpit tubuhnya. Alex tersentak, bukan karena dorongan
Justin. Tapi panggilan Justin. Mrs.Bieber. Gaun putih tipis yang Alex pakai,
ditarik oleh tangan besar milik Justin hingga pinggangnya.
“Uh,”
Justin mendesakan ereksinya yang berada di balik celananya pada belahan celana
dalam Alex. Alex mengerang pelan dan memegang pundak Justin karena kakinya
tiba-tiba saja melemas. “Alex,” bisik Justin menempatkan kepalanya pada bahu
Alex.
“Mari
kita lihat apa blue bird-ku telah siap,” bisik Justin, menyeringai. Salah satu
tangannya menurunkan tali celana dalam Alex lalu Justin kembali menarik
kepalanya dan tersenyum pada Alex.
“Ah,
mengapa tampaknya kau selalu siap untukku, ini yang kusukai darimu. Mrs.Bieber,”
bisik Justin menyelipkan jarinya ke belahan bagian bawah Alex. Alex merintih
pelan dan memejamkan matanya. Justin menggesek-gesekan jarinya dengan lembut di
dalam sana hingga cairan yang Alex hasilkan semakin menderas di bawah sana.
Merasa ada yang mengganjal, Justin tidak berpikir lagi, ia berjongkok di bawah
Alex dan merobek celana dalam milik Alex.
“Oh
Justin! Mengapa kau merobeknya?”
“Kau
tahu apa? Aku lebih memilih kau tidak memakainya jika kau selalu berada di
rumah. Karena jika aku pulang dari tempat kerjaku, aku akan langsung memakaimu
tanpa harus membukanya,”
“Tapi
mengapa harus –ah! Tidak Justin, ya Tuhan! Kakiku,” erang Alex mendorong kepala
Justin saat kepalanya mulai berada di antara kedua kakinya dan mencium bagian
bawahnya. Alex benar-benar tersentak. Kaki Alex melemas saat lidah Justin
melesak ke dalam tubuhnya dan bermain di dalam sana. Justin seperti benar-benar
memakan diri Alex dengan mulutnya yang terampil. Tidak ingin Alex merosot
jatuh, Justin menarik salah satu kaki Alex dan menaruhnya ke atas bahu Justin.
Membuat bagian bawahnya lebih terbuka.
“Ahah,
ah! Justin, ini berlebihan ahah,” Alex terisak dalam tangisannya. Ia tidak
menangis, sebenarnya, hanya saja ia
terisak karena siksaan kenikmatan yang Justin berikan padanya. “Mmh,”
gumam Justin, hidungnya juga ikut tenggelam di dalamnya. Lidahnya keluar masuk
di dalam sana. “Oh Justin!” desah Alex menarik kepala Justin semakin masuk ke
dalam tubuhnya. Ia ingin pelepasannya segera agar ia dapat lepas dari siksaan
kenikmatan ini.
“Oh
yeah, sebentar lagi –ah—sebentar lagi,” bisik Justin menyeringai di sela-sela
permainan mulutnya. “Oh ini dia,” ujar Justin mengisap sesuatu yang kecil
muncul di bagian bawah Alex. Alex menjerit dan semakin mendorong kepala Justin
ke dalam. Saat itu juga mengalir cairan bening hampir putih yang masuk ke dalam
mulut Justin.
“Mmh,”
gumam Justin menjilat seluruhnya. “Oh yeah,” desahnya melepaskan kepalanya dari
antara kaki Alex. “Giliranku,” bisik Justin.
“Peepee!”
terdengar suara tangisan Aaron dari kamarnya. “Peepee!” teriaknya lagi.
“Sial,
sial, sial! Mengapa aku harus cemburu dengan anakku sendiri? Sial!” sumpah
Justin merasa kesal karena ia tidak mendapatkan bagiannya. Alex tidak peduli
dengan Justin. Yang terpenting sekarang adalah nafasnya dan kakinya yang
sebenarnya benar-benar lemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar