Selasa, 06 Agustus 2013

Lust of Love Bab 6


***

            Mata harimau itu melebar saat ia benar-benar melihat air mata wanita yang berada di hadapannya mengalir secara perlahan ke atas tempat tidur. Pipinya yang putih memerah akibat tamparan yang ia buat. Tidak pernah sekalipun Justin merasa bersalah kepada seseorang yang ia sakiti. Bahkan yang ia bunuh. Tapi melihat wanita ini menangis hatinya mencair. Tubuhnya menindih wanita ini dengan berat badannya yang cukup berat. Alex menutup matanya tidak ingin melihat Justin. Ia tahu ia akan disakiti oleh Justin. Rasanya ia ingin memberontak, tapi ia memiliki tubuh yang mungil. Ia tidak memiliki kekuatan untuk lelaki yang memiliki tangan besar seperti Justin yang jika memegang perut Aaron saja, Justin dapat meretakan tulang rusuk Aaron hanya dengan meremasnya. Namun tangan Justin sudah gatal untuk memukul Alex. Setelah apa yang dikatakan Peepee Aaron ini menghina Weronika, istri yang paling Justin sayangi, sangat memicu tangan Justin untuk memukul bokongnya. Baiklah. Mungkin hanya bokongnya saja. Tidak lebih, itu tidak akan menyakitkan.
            “Jika kau ..” suara Alex tersendat karena isakannya, “Jika kau memukulku, aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi, Mr.Bieber,” ia berusaha berbicara setegas mungkin.
            “Oh? Kau berani? Ingat apa yang kukatakan sejak awal? Hidupmu tidak akan tenang, Peepee my baby,” balas Justin yang membuat bulu roma Alex merinding. Sial! Mengapa rasanya sulit sekali untuk melawan seorang Justin Bieber?
            “Ingin menarik perkataan yang kaukatakan? Jika ya, aku tidak akan memukulmu. Kita akan langsung bermain,” bisik Justin, menggoda sekaligus mengancam. Alex menggelengkan kepalanya dan menggigit bibir bawahnya. Merasa tidak dapat bernafas karena tindihan dari tubuh Justin. Alex belum menjawab ucapan Justin membuat Justin tidak sabar. Ia menarik kedua kaki Alex agar melingkar di sekitar pinggang Justin. Nafsu Justin benar-benar mengalahkan akal sehatnya dan perasaannya. Ia butuh ini. Ia butuh pelepasan dari wanita ini sekarang juga. Tangannya yang kasar mengelus paha Alex yang terekspos, cantik, dan putih. Yeah. Alex memakai baju terusan selutut berbahan katun dengan corak bunga-bungaan, tubuhnya bergetar dan sengatan nafsu pun menyalakan tubuhnya.
            “Beritahu aku!” teriak Justin, memukul paha Alex hingga tanda tangan Justin memerah di pahanya, Alex menggigit bibirnya dan air matanya kembali mengalir.
            “Justin, jika ia bukan murahan, ia tidak mungkin ingin diduakan bahkan entah diberapakan dengan istrimu yang lain, tapi ia mau. Ia mau diperlakukan seperti ini. Kenyataan bahwa semua istrimu murahan adalah benar, tapi kau tidak menerimanya,” Alex mengutarakan perasaannya. Mata Justin melebar, terkejut dengan ucapan Alex yang menyentuh hatinya. Tapi kembali lagi dengan mulut Alex yang terbuka, memaksa Justin ingin memasukan lidahnya yang panas ke dalamnya. Tidak membalas, Justin menyatukan mulutnya dengan mulut Alex. Tidak terima dengan apa yang Justin lakukan, Alex memukul punggung Justin dengan keras, Justin tertawa dalam ciumannya. Tanpa aba-aba, kembali Justin memukul paha Alex yang lain. Dan kembali juga tanda tangan Justin memerah di pahanya membuat Alex mengerang di dalam mulut Justin. Air matanya mengalir. Ini namanya perkosaan.
            “Daddy! Peepee! Daddy! Peepee!” terdengar tangisan Aaron yang menggedor-gedor pintu kamar Justin.
            “Aaron, daddy sedang tidur sayang,” terdengar suara Weronika dari luar sana.
            “No! I want Peepee! Hiks! Peepee!” berontak Aaron yang menangis di luar sana. Justin yang mendengar tangisan Aaron dari luar langsung melepaskan ciumannya dari mulut Alex.
            “Ini belum selesai sayang. Lain kali, aku akan membuat seluruh tubuhmu memerah,” bisik Justin mengecup hidung Alex yang basah. Alex menarik nafasnya, merasa terselamatkan karena Aaron yang datang menggedor pintu secara brutal dengan tangannya yang kecil. Tidak ingin dilihat menangis oleh Aaron, Alex menghapus air matanya dengan cepat dan berusaha untuk tidak marah pada Justin yang mengaca di depan kaca lemarinya. Justin juga tidak ingin anaknya melihat dirinya hancur berantakan setelah keluar dari kamar bersama Peepee.
            “Aaron!” Weronika membentak Aaron dengan kencang. Suara hening terdengar, membuat hati Justin tersengat. Tidak pernah ada satu pun istri yang dapat membentak Aaron. Setelah Alex menghina Weronika membuatnya marah, ditambah lagi dengan Weronika yang memarahi anaknya yang ia cintai dari semua orang yang ia kenal, amarahnya semakin membara bagaikan api yang membakar wanita yang ia bunuh hidup-hidup. “Fuck this!”
            “Daddy!” teriak Aaron yang tangisannya semakin membesar di luar sana. Tanpa berpikir panjang lagi Justin memutar kunci pintu dan membuka pintunya. Melihat Aaron yang menangis ditahan dengan tangannya yang dipegang kencang oleh Weronika yang wajahnya memerah. Terlihat sekali Weronika marah pada Aaron. Wajar saja Weronika marah pada anaknya, tidak pernah Aaron melawannya. Tapi setelah Alex datang, semuanya tampak berubah. Justin juga tidak pernah memberitahu kedatangan penjaga anak untuk Aaron. Justin juga melakukannya spontan. Karena keinginannya untuk memiliki tubuh Alex membuatnya tanpa berpikir panjang mengancam Alex untuk tinggal di rumahnya agar Alex dapat dipakai secara cuma-cuma tanpa harus membayar.
            “Daddy!” teriak Aaron yang langsung memeluk kaki Justin dengan tangannya yang mungil. Langsung saja Justin menggendong Aaron. Matanya menatap Weronika tak percaya dengan apa yang baru saja Wero lakukan. Alex muncul dari belakang dengan rambut yang sudah rapi tanpa memperlihatkan kesakitannya terhadap Justin yang telah memukul pahanya. Untunglah ia memakai baju terusan sampai selutut sehingga pahanya yang memerah tidak begitu terlihat. “Peepee,” bisik Aaron yang kepalanya menghadap ke belakang. Namun Aaron tidak tersenyum, bibir bawahnya menyembul cemberut karena baru saja diteriaki oleh mommy Oreo. Ia mengedipkan matanya, bulu matanya tampak begitu basah karena tangisannya. Alex merasa bersalah karena ia telah meninggalkan Aaron di dalam kamarnya. Padahal sebelumnya Aaron bilang padanya untuk tidak pergi kemana-mana. Tapi ayahnya telah menariknya untuk masuk ke dalam kamarnya –Justin.
            “Blue bird,” Alex berbisik dari belakang dan tersenyum manis.
            “Aku mau dengan Peepee,” ujar Aaron dengan suaranya yang parau. Tanpa berpikir panjang, Justin langsung membalikan tubuhnya dan memberikan Aaron pada Alex. “Don’t go,” bisik Aaron memeluk leher Alex dengan suaranya yang masih parau.
            “Ayo kita tidur lagi,”
            “Tidak,” Aaron menggelengkan kepalanya. “Nanti kau meninggalkanku lagi,” lanjutnya. Weronika yang melipat tangannya di depan dadanya merasa terhina karena Aaron lebih memilih Alex yang baru mengenalnya selama tiga hari seperti telah mengenal Aaron selama 3 tahun. Justin membalikan tubuhnya kembali, menatap dingin pada Weronika.
            “Sepertinya ada yang ingin kau katakan Mrs.Bieber. Ayo,” ajak Justin menarik punggung Weronika untuk menjauh dari depan pintu kamar Justin. Sedangkan Alex terdiam di mulut pintu melihat Justin yang menyentuh punggung Weronika tampak begitu dekat. Tapi ia berpikir, untuk apa ia merasa sakit hati hanya karena melihat seperti itu? Tidak ada gunanya.
            “Mommy,” panggil Blue bird dalam gendongan di pinggangnya, “apa yang kaulakukan dengan daddy?” tanya Aaron yang membuat Alex terkesiap.
            “Well, daddy sedang membicarakan blue bird tentang adikmu,”
            “Hmm,”
            “Kau ingin memiliki adik perempuan bukan?”
            “Hmm,” gumam Aaron, “Aku ingin makan es krim,” Aaron mengganti topik, tidak begitu peduli lagi dengan masalah adik yang ia minta pada ayahnya. Untunglah. Alex bersyukur.

***

            “Angsa! Itu angsa!” teriak Aaron bersemangat saat sore ini mereka berjalan-jalan di tengah-tengah taman nasional di Inggris. Angsa putih, hitam dan cokelat tampak berenang-renang di atas danau berwarna hijau dengan daun teratai yang juga mengambang di atasnya. Untuk yang pertama kalinya, Alex keluar dari benua Amerika dan rasanya sangat luar biasa. Karena Alex adalah wanita yang sanguine-melankolis, ia tidak begitu dendam terhadap Justin. Ia melupakan kejadian tadi, namun ia tidak akan berhenti berhati-hati dari Justin. Aaron adalah satu-satunya jalan yang dapat membuat Justin berhenti melakukan aksi kejahatannya. Aaron tertawa-tawa gemas melihat angsa yang memasukan kepalanya ke dalam danau lalu mengeluarkannya kembali. Lehernya begitu panjang dan tampak begitu elastic. Justin dan Caitlin sedang berjalan bersama-sama sambil membicarakan sesuatu sedangkan Candice sedang mengambil gambar dengan kamera yang ia bawa.
            “Blue bird! Lihat ke sini! Biar mommy foto dirimu yang tampan,” seru Candice pada Aaron yang kebetulan seekor angsa menghampirinya di pinggiran danau. Merasa takut-takut, Aaron sedikit menjauh dari angsa, wajahnya melihat angsa dari jarak dengan ngeri lalu membalikan tubuhnya pada ibunya yang sudah mengarahkan kamera padanya.
            “Ke sini Peepee,” tarik Aaron pada tangan Alex agar Alex berjongkok di sebelahnya. Sontak Alex langsung terjongkok di belakang Aaron dan menempatkan dagunya pada bahu Aaron yang mungil. Aaron tersenyum dengan manis dan mencoba untuk membuat tanda “Peace” pada kamera. Lalu kilatan kamera muncul saat Candice menekan tombol pada kameranya. “Aku ingin lihat! Aku ingin lihat!” teriak Aaron berlari pada Candice dan menarik-narik baju Candice untuk berjongkok.
            “Biar daddy lihat,” ujar Justin yang tiba-tiba saja meraih kamera yang Candice pegang namun tidak menarik ke atas. Merasa belum melihat fotonya, Aaron mendekatkan diri pada ayahnya dan memegang tangan Justin.
            “Woo, lihat ini. Lelaki tampan dengan ibunya yang cantik. Apa Peepee cantik, blue bird?” tanya Justin, melirik pada Alex yang berada di hadapannya.
            “Ya! Gigiku!” tunjuk Aaron tertawa geli melihat giginya yang terpampang jelas pada layar kamera. “Peepee! Lihat gigiku,” ujar Aaron yang mendorong tangan Justin untuk memperlihatkan layar kamera pada Peepee-nya. Alex lalu melihat fotonya bersama dengan Aaron, terlihat gigi Aaron yang memang terlihat di dalam kamera dengan senyumnya yang lebar.
            “Uh! Mengapa gigimu banyak sekali, blue bird? Peepee tidak punya gigi sebanyak itu,” ujar Alex menggoda Aaron. Langsung saja Aaron cemberut dan memukul pelan lengan Alex dengan tangannya yang mungil. “Baiklah, baiklah. Aaron memiliki gigi yang bagus. Peepee menyukai,” pasrah Alex yang membuat Aaron langsung tersenyum lagi.
            “Foto aku lagi daddy! Foto aku!” teriak Aaron meraih leher Alex, memeluknya lalu mencium pipi Alex dengan lembut. “I love you Peepee,” bisik Aaron. Tidak. Tapi Justin tidak mengambil foto mereka. Justin yang berjongkok melihat keduanya yang terlihat sangat dekat. Sebenarnya, apa yang Alex lakukan pada Aaron? Untunglah Weronika tidak ikut karena ia memiliki pekerjaan yang harus ia kerjakan. Yeah. Sebagai model pakaian dan majalah.  Merasa lama sekali tidak diambil foto, Aaron melepaskan bibirnya dari pipi Alex dan memberikan wajah bersungut pada Justin.
            “Mengapa daddy tidak mengambil fotonya?” rajuk Aaron menggoyang-goyangkan kakinya, manja. Justin tertawa.
            “Baiklah, baiklah. Ayo, siap?” tanya Justin. Buru-buru Aaron kembali memeluk leher Alex dan mencium pipinya. “Tiga!” teriak Justin lalu menekan tombol kameranya. Beberapa detik kemudian Aaron melepaskan bibirnya dari pipi Alex.
            “Aku ingin lihat! Aku ingin lihat!” lari Aaron berteriak ke arah Justin. Tangannya yang mungil langsung memegang tangan Justin dan mengarahkan layar kamera padanya. Perlahan-lahan senyumnya yang manis mulai mengembang saat melihat fotonya bersama Alex. “Peepee, lihat! Aku menciummu!” serunya begitu senang.
            “Ya, kau terlihat begitu tampan. Hmm, dasar kau setan kecil! Mencium mommy sembarangan. Daddy cemburu, kau tahu,” gumam Justin melirik pada Alex. Alex hanya terdiam dan menggigit pipi bagian dalamnya saat Justin memberikan tatapan nakal penuh arti pada Alex. Tidak! Tidak! Alex bukanlah wanita murahan. Ia tahu apa yang harus ia lakukan jika Justin menatapnya nakal. Ingat Brad! Ya, ingat Brad! Dengan adanya Brad dalam bayangannya, itu membuatnya melupakan tatapan Justin yang nakal dan tidak akan membuatnya terangsang dan menginginkan Justin lagi.
            “Ayo, daddy! Aku ingin mengambil gambarmu dengan Peepee,” ujar Aaron mengambil kamera dari tangan ayahnya. Justin tertawa kecil melihat tingkah anaknya yang benar-benar aktif sekali. Tangan Aaron telah memegang kamera Candice dengan hati-hati. Caitlin sedang berbicara dengan panggilan telepon yang ia terima sehingga ia tidak begitu memperhatikan keluarga kecilnya sedang bersenang-senang. Candice dari belakang Aaron berjaga-jaga. Ia melihat layar kamera, melihat Aaron yang mengarahkan kamera itu pada Justin dan Alex yang telah jongkok bersebelahan. Justin meraih pinggang Alex dan meremasnya sedikit, membuat Alex terkesiap.
            “Ada apa Peepee? Peepee diam,” suruh Aaron fokus pada kamera yang ia pegang. “Tekan yang ini sayang,” ujar Candice menunjuk tombol kanan-atas kamera pada Aaron. Lalu Aaron mengangguk. Bibirnya mengerucut, begitu serius dengan apa yang akan ia lakukan. Justin menempelkan pipinya bersama dengan pipi Alex yang baru saja dicium oleh Aaron. Dapat Justin rasakan air liur Aaron yang membekas di sana. Membuat pipi mereka melengket.
            “Blue bird, pipi daddy sudah sakit sayang,” ujar Justin yang sengaja menekankan pipinya pada pipi Alex. “Tunggu daddy,” ujar Aaron yang matanya menatap orang tuanya di layar kamera.
            “Cium Peepee daddy!” suruh Aaron.
            “Oh yeah. I would love to,” seringai Justin melepaskan pipinya dari pipi Alex lalu mencium pipi Alex. Diam-diam Justin mengeluarkan lidahnya sedikit dan menjilat pipi Alex. Tubuh Alex bergetar. Jari Aaron yang mungil menekan tombol kanan-atas dan kilatan cahaya terlihat. Setelah ia membidik foto ayah dan ibunya, Aaron langsung melihat hasilnya. Candice ikut melihat hasil pengambilan gambar dari anaknya dan tersenyum. Anak ini benar-benar menggemaskan dan pintar. Jarinya sungguh mungil memegang kameranya.
            “Maaf dengan kejadian tadi siang,” bisik Justin di telinga Alex. Justin tidak pernah meminta maaf sebelumnya. Itu sama saja ia menjatuhkan harga dirinya sendiri. Tapi sekarang. Ia membisikan kata maaf pada Alex tentang kejadian tadi siang. Dan itu adalah kejadian yang sangat luar biasa. “Maafkan aku,” bisiknya lagi lalu mencium pipi Alex singkat. Mata Alex lalu bertemu dengan mata Justin setelah Alex menoleh padanya. Pupil mata Justin begitu hitam, membuat Alex masuk ke dalamnya. Alex tidak dapat membaca pikiran Justin. Mengapa rasanya sulit sekali untuk melihat siapa Justin Bieber itu? Justin adalah orang yang susah ditebak. Ia temperamental. Egois namun penyayang anak-anak. Tadi siang ia baru saja memukul Alex dan sekarang ia meminta maaf. Bahkan seperti merajuk dan bersungut padanya.
            “Alex,” bisik Justin. “Maafkan aku?”
            “Aku tidak tahu,”
            “Well, aku tidak akan pernah memukulmu lagi. Aku berjanji,” ujar Justin. “Pegang kata-kataku,” lanjut Justin memutuskan keputusan yang bulat. Kejadian tadi siang benar-benar tidak dapat Justin lakukan lagi pada Alex. Melihat Alex menangis membuat dirinya rapuh. Seakan-akan ia ikut menangis. Justin tidak pernah seperti itu sebelumnya. Pukulannya terhadap Alex tidak seberapa dengan pukulannya pada pelacur-pelacurnya. Justin menampar, memukul bokong mereka sampai memerah, bahkan meninju mereka jika Justin sedang berada dalam keadaan kesal. Lalu berakhir dengan wajah yang membiru. Tapi rasanya Justin tak sampai hati untuk melakukan kekerasan terhadap Alex. Sangat terlihat dari wajah Alex, ia tidak pernah dipukul sebelumnya. Biasanya, jika istri-istrinya diperlakukan seperti itu, mereka menjadi semakin nakal. Namun Alex? Ia menangis.
            “Aku akan mencoba untuk mempercayainya,” bisik Alex.
            “Daddy,” teriak Aaron setelah ia selesai melihat foto-foto yang lain dari kamera mommy Candice, ia telah bosan, membuat Justin dan Alex mendongakan kepala mereka melihat pada Aaron. “Aku ingin makan!” serunya menarik-narik kaos Justin. Anak ini memang lahap sekali makan! Pantas pipinya dan lemak di bawah dagunya berkumpul.

***

            Justin terduduk di ujung tempat meja makan yang cukup panjang. Weronika duduk di ujung tempat meja makan yang lain dan memakan makanannya dengan wajah yang muram. Candice dan Caitlin duduk berhadapan dengan Weronika di sebelah mereka. Sedangkan Alex duduk di sebelah Candice dan Aaron duduk di sebelah Alex dan Justin. Kaki Aaron dari tadi tidak bisa diam. Sambil mengunyahnya ia terus bertanya hal-hal yang sebenarnya membuat para orang tua merasa bosan. Mereka sedang makan malam bersama, padahal tadi Aaron baru saja memakan taco yang dibelikan ayahnya. Dan Alex masih dapat memberikan kesempatan kedua bagi Justin. Mungkin, Justin akan memegang kata-katanya. Well, Justin memang selalu memegang perkataannya jika ia berjanji.
            “Daddy,”
            “Ya sayang?”
            “I don’t like mommy Oreo,” ujar Aaron tanpa berpikir Weronika berada di tempat yang sama dengannya. Tapi memang. Untuk apa seorang anak kecil seperti Aaron berpikir?
            “Ya, dan mengapa itu?”
            “Karena aku menyukai Peepee sekarang,” ujar Aaron yang membuat Candice dan Caitlin tertawa.
            “Oh sayang, kau telah mengatakannya itu berkali-kali,” ucap Caitlin, lembut dan terkekeh. Namun Weronika tidak tertawa. Ia menatap Justin dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Matanya begitu tajam saat melihat Justin langsung pada matanya. Tidak pernah Wero merasa begitu marah. Batas amarahnya telah melewati kepalanya. Lalu ia membanting garpu dan pisau yang ia pegang, berdiri dari tempat duduknya dan menarik nafas dalam-dalam.
            “Apa wanita jalang ini dapat pergi dari hadapanku? Aku tidak suka melihatnya di sini,”
            “Weronika!”
            “Astaga, Weronika! Aaron ada di hadapanmu,” ujar Candice tidak habis pikir Weronika akan berbicara kotor di depan Aaron. “Apa itu jalang daddy?” tanya Aaron, polos. Aaron bahkan tidak sama sekali sadar ibunya sedang marah pada Peepee-nya.
            “Mrs.Bieber!” Justin marah, namun ia berteriak. Ia tidak ingin berteriak dan membentak di depan Aaron. Alex terdiam dan menelan ludah. Astaga, mengapa sekarang terlihat begitu rumit? Caitlin dan Candice bahkan tidak merasa risih akan kedatangan Aaron.
            “Daddy, apa itu jalang?” tanya Aaron menarik-narik kaos Justin yang berwarna putih itu. “Bukan apa-apa sayang,” bisik Justin lembut pada Aaron. Lalu Justin berdiri, menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengapa istrinya yang pertama ini tidak dapat menerima kedatangan Alex? Semua ini bukan tentang Weronika. Tapi semua ini tentang Alex, Aaron dan dirinya sendiri. Jika Aaron senang, maka Justin akan senang. Bahkan saat Justin meminta maaf pada Alex, semuanya terlihat begitu jelas. Ia tidak akan menyakiti Alex untuk Aaron. Jika ia menyakiti Alex maka Aaron akan mempertanyakan luka-luka yang akan didapati oleh Alex lalu bersedih. Dan yang lebih sulit lagi jika Alex pergi dari rumah Justin. Mungkin tiap hari Aaron akan menangis.
            “Kurasa kita harus berbicara tentang ini dua kali, Mrs.Bieber,” tegas Justin menarik tangan Weronika untuk pergi dari ruang makan.
            “Fuck you, bitch!” ujar Weronika pada Alex.
            “Weronika Bieber!” teriak Justin tidak percaya Weronika akan berbicara seperti itu pada Alex di depan Aaron. Ya Tuhan. Aaron hanya mengunyah makanannya dan menatap mommy Oreo dengan polos. Bahkan masih bisa-bisanya Aaron tertawa dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu Justin dan Wero menghilang dari ruang makan.
            “Maaf dengan Weronika. Pasti ia memiliki masalah dengan pekerjaannya,” ujar Candice, mewakili Weronika meminta maaf.
            “Tidak apa-apa. Aku mewajarinya,”
            “Peepee, whats fuck you, bitch?” tanya Aaron, polos. Dan inilah. Inilah mengapa semua ibu-ibu tidak menyukai seseorang berbicara kotor di depan anak kecil. Mereka pasti akan bertanya. Alex menarik nafasnya dan mengelus kepala Aaron dengan lembut.
            “Bukan apa-apa,” bisiknya, tersenyum.
            “Mengapa semuanya selalu ‘bukan apa-apa?’” tanya Aaron, bingung. Tadi ayahnya bilang bukan apa-apa. Dan sekarang Peepee berkata padanya, bukan apa-apa juga. Lalu, sebenarnya, apa yang bukan apa-apa? Aaron tidak mau berpikir panjang. Ia kembali menguyah makanannya dengan bibirnya yang memerah.
            “Aku tahu! Tapi tidak seharusnya kau berteriak seperti itu pada ..” samar-samar suara Justin yang berteriak di ruangan lain terdengar hingga ruang dapur.
            “Daddy kenapa?” tanya Aaron. Anak ini benar-benar kritis akan sesuatu.
            “Bukan apa-apa.” kembali kata-kata itu yang terlontar.
***

            Mata Aaron terpejam penuh dengan damai saat tangannya terus memelintir puting milik Alex dari balik gaun tidur putih tipisnya. Ia menghisap ibu jarinya di tangannya yang lain. Begitu juga dengan Alex yang meringkuk di sebelah Aaron, tangannya yang cukup besar bagi tubuh Aaron itu mengelus kepala Aaron yang memiliki rambut cokelat tipis. Di London, mereka lebih tenang dibanding Atlanta. Tidak pernah Alex merasa sedamai ini seumur hidupnya. Menemani Aaron tidur untuk yang kedua kalinya, tapi kali ini ia tahu Aaron memegang putingnya. Namun Alex tidak merasa keberatan, ia juga telah berjanji pada Aaron untuk memberikan putingnya tiap kali Aaron ingin tidur malam.
            Keadaan Alex masih berada di antara sadar dan tidur. Lampu kamar tidak Alex matikan, Aaron takut dengan kegelapan. Mungkin ini karena kebiasaan Justin tidak mematikan kamar Aaron sejak Aaron masih berumur beberapa bulan. Saat ingin terlelap dalam tidurnya, pintu kamar Aaron terbuka pelan-pelan. “Mmm,” gumam Aaron yang ternyata mendengar suara pintu terbuka. Kepalanya sedikit bergoyang namun ia masih menghisap jarinya. Alex tidak mendengarnya, ia benar-benar mengantuk sekarang.
            “Peepee,” sebuah bisikan terdengar dari seorang lelaki cabul yang muncul di balik pintu kamar Aaron. Namun Alex tidak menggubris bisikan itu, masih berada dalam tidurnya. “Peepee,” kembali bisikan itu terdengar. Merasa terpanggil dan ganjal, mata Alex perlahan-lahan terbuka. Alex yang memunggungi si pemanggil itu berbalik sehingga tangan Aaron yang memegang dadanya terlepas dari dalam pakaiannya. Lalu ia bersandar pada salah satu siku-sikunya, “Hai,” sapa Justin, tersenyum bagaikan setan.
            “Oh, apa yang kaulakukan Justin?” sungut Alex, mengadahkan kepalanya ke belakang, rambutnya yang cukup panjang itu tergerai. Uh, sial! Rasanya Justin ingin menjambak rambut itu saat mereka melakukan hubungan badan nanti.
            “Peepee, aku juga butuh dirimu,”
            “Apa? Apa maksudmu? Aku sedang sibuk menjaga anakmu,”
            “Oh, dia sudah tertidur. Aku hanya butuh 20 menit,” ajak Justin, menuntut dan memohon. “Ayolah,” sungutnya seperti anak kecil.
            “Justin –“
            “Apa aku harus menarik tanganmu agar kau mau keluar dari kamar ini? Cepatlah! Semuanya sudah tertidur,” ujar Justin masih berada di mulut pintu. Alex mendesah dan pelan-pelan ia bangkit dari tempat tidur. Setelah bangkit dari tempat tidur, tangannya menarik selimut tebal di bawah kaki mungil Aaron dan menutupi tubuh Aaron agar Aaron merasa hangat. “Cepatlah,” Justin sungguh tidak sabaran, namun hatinya benar-benar tersenyum karena respon Alex.

***

            “Jangan takut-takut Peepee, mommy monster tidak ada di sini. Tapi jangan buat suara apa pun sebelum kita pergi sampai ke kamar,” bisik Justin menarik tangan Alex sambil menempatkan jari telunjuknya di depan mulutnya, tanda diam untuk Alex. Tapi Alex memanglah gadis polos yang disekolahkan dalam sekolah khatolik yang tidak mengerti apa maksud Justin. Bahkan di umurnya yang 22 ini ia tidak begitu mengerti maksud Justin malam-malam seperti ini dibangunkan itu untuk apa. Apalagi dengan ucapan Justin ‘Jangan takut-takut Peepee’. Itu seperi mengisyaratkan sesuatu kejutan yang akan Alex dapatkan. Yeah. Kejutan dari seorang Justin Bieber yang akan membuatnya berteriak-teriak keras di dalam kamarnya dua menit dari sekarang. Tangan Justin yang besar itu mulai menyentuh knop pintu kamarnya dan membukanya. Jantung Alex berdetak dengan kencang saat pintu kamar Justin terbuka, kakinya melangkah masuk, membawa tubuhnya ke dalam kamar dengan penerangan yang remang-remang. Justin tersenyum kecil saat Alex masuk, kemudian tangannya mengunci pintu kamarnya dari dalam. “Akhirnya,” bisik Justin.
            “Hey, Peepee my baby,” panggil Justin menarik tangan Alex dari belakang, Alex berbalik dan bibirnya bertemu dengan bibir Justin saat itu juga. Tanpa basa-basi, Justin menahan kepala Alex dengan kedua kepalanya, mencium bibir Alex begitu keras dan dalam. Awalnya Alex terkejut dengan kelakuan Justin yang tiba-tiba –Demi Tuhan! Mereka bahkan baru melakukannya sebanyak dua kali—mencium bibirnya, namun beberapa detik setelah ia merasakan lidah Justin yang menyentuh giginya matanya mulai terpejam. Mulai menikmati permainan Justin. Tak ingin kalah, Alex juga memainkan lidahnya ke dalam mulut Justin. Rasa kantuk yang awalnya ia rasakan sekarang pudar bergantikan dengan gairah yang membuncah dalam perutnya dan dirinya. Lalu berhenti. Justin menarik bibirnya dari bibir Alex dengan nafas yang tersenggal-senggal. Beberapa detik setelah ia mengatasi pernafasannya, Justin tersenyum dan menatap Alex dengan tatapan tak percaya.
            “Whoa, Alex. Aku tidak tahu kau begitu buas malam ini,” ujar Justin, masih tak percaya. Alex tidak menjawab, ia diam-diam tersipu dan menggigit bagian dalam pipinya.
            “Ada apa sayang? Kau ingin melanjutkan apa yang kita hentikan tadi siang?” tanya Justin, merasa pertanyaannya tak terjawab.
            “Apa? Kau ingin memukulku?”
            “Oh, bukan yang itu sayang. Yang lainnya,” bisik Justin mengelus pipi Alex dengan lembut. Rambut Alex yang sudah hancur karena tangan Justin yang meremas rambutnya membuat Justin semakin bergairah akibat keseksian yang tersembunyi dibalik rambutnya. Alex memang tidak ingin menjadi seperti pelacur-pelacur yang lain –karena memang dia bukanlah pelacur. Justin memperlakukan pelacurnya tidak semena-mena, maka bisa dikatakan Alex bukanlah pelacur Justin. Sejak awal Alex memang bukanlah pelacur Justin. Ia seorang wanita yang selalu bisa membuat Justin bergairah kapan pun dan di mana pun. Bahkan sesekali Justin menyesali perbuatan yang ia lakukan karena telah meminta Alex tinggal bersamanya. Itu membuatnya sulit sekali untuk mendapatkan Alex. Terlebih lagi ternyata dia memiliki saingan cilik yang tak lain dan tak bukan adalah anaknya sendiri. Tentu saja Justin harus mengalah dari Aaron. Ia lebih mencintai Aaron dibanding ia mencintai dirinya sendiri. Tapi bagaimana pun juga Alex adalah wanita yang normal. Ia juga menginginkan Justin dan tentu saja ia tidak ingin dipukul oleh seseorang. Bahkan seumur hidupnya, ia tidak dipukul seseorang. Dan malam ini, Justin harus membuktikan perkataannya tadi sore. Tentang ia tidak akan memukul Alex lagi. Demi Aaron.
            “Apa yang kaupikirkan?” tanya Justin, merasakan keheningan selama beberapa menit. Alex tidak berpikir apa-apa. Ia hanya terdiam melihat ketampanan Justin yang bahkan ia tidak dapat mendekskrepsikan wajahnya yang tampan. “Kita tidak memiliki waktu yang lama, Mrs.Bieber,” ujar Justin mendorong tubuh Alex pada tembok putih dan menghimpit tubuhnya. Alex tersentak, bukan karena dorongan Justin. Tapi panggilan Justin. Mrs.Bieber. Gaun putih tipis yang Alex pakai, ditarik oleh tangan besar milik Justin hingga pinggangnya.
            “Uh,” Justin mendesakan ereksinya yang berada di balik celananya pada belahan celana dalam Alex. Alex mengerang pelan dan memegang pundak Justin karena kakinya tiba-tiba saja melemas. “Alex,” bisik Justin menempatkan kepalanya pada bahu Alex.
            “Mari kita lihat apa blue bird-ku telah siap,” bisik Justin, menyeringai. Salah satu tangannya menurunkan tali celana dalam Alex lalu Justin kembali menarik kepalanya dan tersenyum pada Alex.
            “Ah, mengapa tampaknya kau selalu siap untukku, ini yang kusukai darimu. Mrs.Bieber,” bisik Justin menyelipkan jarinya ke belahan bagian bawah Alex. Alex merintih pelan dan memejamkan matanya. Justin menggesek-gesekan jarinya dengan lembut di dalam sana hingga cairan yang Alex hasilkan semakin menderas di bawah sana. Merasa ada yang mengganjal, Justin tidak berpikir lagi, ia berjongkok di bawah Alex dan merobek celana dalam milik Alex.
            “Oh Justin! Mengapa kau merobeknya?”
            “Kau tahu apa? Aku lebih memilih kau tidak memakainya jika kau selalu berada di rumah. Karena jika aku pulang dari tempat kerjaku, aku akan langsung memakaimu tanpa harus membukanya,”
            “Tapi mengapa harus –ah! Tidak Justin, ya Tuhan! Kakiku,” erang Alex mendorong kepala Justin saat kepalanya mulai berada di antara kedua kakinya dan mencium bagian bawahnya. Alex benar-benar tersentak. Kaki Alex melemas saat lidah Justin melesak ke dalam tubuhnya dan bermain di dalam sana. Justin seperti benar-benar memakan diri Alex dengan mulutnya yang terampil. Tidak ingin Alex merosot jatuh, Justin menarik salah satu kaki Alex dan menaruhnya ke atas bahu Justin. Membuat bagian bawahnya lebih terbuka.
            “Ahah, ah! Justin, ini berlebihan ahah,” Alex terisak dalam tangisannya. Ia tidak menangis, sebenarnya, hanya saja ia  terisak karena siksaan kenikmatan yang Justin berikan padanya. “Mmh,” gumam Justin, hidungnya juga ikut tenggelam di dalamnya. Lidahnya keluar masuk di dalam sana. “Oh Justin!” desah Alex menarik kepala Justin semakin masuk ke dalam tubuhnya. Ia ingin pelepasannya segera agar ia dapat lepas dari siksaan kenikmatan ini.
            “Oh yeah, sebentar lagi –ah—sebentar lagi,” bisik Justin menyeringai di sela-sela permainan mulutnya. “Oh ini dia,” ujar Justin mengisap sesuatu yang kecil muncul di bagian bawah Alex. Alex menjerit dan semakin mendorong kepala Justin ke dalam. Saat itu juga mengalir cairan bening hampir putih yang masuk ke dalam mulut Justin.
            “Mmh,” gumam Justin menjilat seluruhnya. “Oh yeah,” desahnya melepaskan kepalanya dari antara kaki Alex. “Giliranku,” bisik Justin.
            “Peepee!” terdengar suara tangisan Aaron dari kamarnya. “Peepee!” teriaknya lagi.
            “Sial, sial, sial! Mengapa aku harus cemburu dengan anakku sendiri? Sial!” sumpah Justin merasa kesal karena ia tidak mendapatkan bagiannya. Alex tidak peduli dengan Justin. Yang terpenting sekarang adalah nafasnya dan kakinya yang sebenarnya benar-benar lemas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar