Minggu, 05 Oktober 2014

Doomed Bab 6









CHAPTER SIX

Christopher memindahkan kepingan Ottello yang berwarna hitam dan membalikkan kepingan putih milik Java. Christopher menggigit bibir bawahnya sambil menatap licik pada paman Java. Christopher sudah sering bermain Ottello bersama ibunya, maka dari itu Christopher sudah hebat dalam bermain Ottello. Sayangnya, Jumat malam itu, Christopher tak ingin bermain dengan ibunya dan menjadikan paman Java sebagai lawannya. Sejak hari Kamis, ia sudah membuat perjanjian, ia tidak akan berbicara dengan ibunya jika ibunya tetap tidak mengizinkan Christopher bertemu dengan paman Justin. Bagaimana mungkin Christopher mau berbicara dengan Taylor? Christopher sudah berjanji pada paman Justin kalau ia akan bermain dengan paman Justin hari Sabtu besok.
Java ikut menggigit bibirnya dan menatap Christopher seolah-olah mereka sedang mengincar satu sama lain. Java menganggukkan kepalanya pada Christopher, tanda sekarang adalah gilirannya. Christopher menempatkan jari telunjuknya di bawah dagunya dan sambil mengerucutkan bibirnya, ia mengubah kepingan putih menjadi kepingan berwarna hitam. Lalu ia memberikan senyum puas pada Java.
“Giliranmu, paman Java,” ucap Christopher. Kepala mereka berdua menoleh ke arah pintu ketika pintu kamar Christopher terbuka tiba-tiba. Kepala Taylor tiba-tiba muncul dari balik pintu dan matanya langsung menatap Christopher. Java melirik Christopher dari ekor matanya, ia menahan tawa ketika melihat ekspresi Christopher yang tampaknya tak suka melihat ibunya datang ke kamar saat mereka sedang bermain.
“Hey, kalian,” ucap Taylor melangkah masuk ke dalam kamar Christopher. Di kedua tangannya sudah terdapat segelas susu dan setoples kue cokelat. Makanan kesukaan Christopher. Well, Christopher memang menyukai semua makanan kecuali makanan pedas. “Lihat apa yang Mommy bawakan untuk paman Java,”
“Kue!” Seru Java seperti anak kecil dan memang ia berniat membuat Christopher cemburu padanya. Java bangkit dari atas tempat tidur lalu mengambil toples berisi kue cokelat itu dari tangan Taylor. Christopher berusaha terlihat biasa-biasa saja dengan apa yang dibawa oleh ibunya. Tetapi sesungguhnya, Christopher sangat menginginkan kue cokelat yang dicelup ke dalam susu vanila itu! Oh, ya ampun, paman Java sudah memakan kue cokelatnya. Christopher menelan ludahnya namun ia memalingkan kepalanya dari pemandangan yang akan membuatnya menyerah begitu saja pada ibunya.
“Oh ayolah, paman Java. Sekarang giliranmu,” sungut Christopher menarik-narik tangan Java yang sedang duduk di pinggiran tempat tidurnya. Tetapi Java sedang sibuk-sibuknya memakan kue cokelat bersama dengan Taylor, jadi ia mengabaikan Christopher begitu saja. Taylor mengambil sekeping kue cokelat dan mencelupkanny ke dalam susu vanila lalu memakannya begitu saja. Christopher memerhatikan keduanya, terutama pada kue dan susu itu. Sungguh, ia sangat tergiur. Anak itu menjadi jengkel dengan ulah ibu dan paman Java. Mengapa mereka membuat ekpresi wajah seperti itu?
“Taylor, serius, kue ini sangat lezat!” Seru Java mengembus nafas panjang, wajahnya kelihatan begitu menikmati kue itu.
“Betul, bukan? Well, sebenarnya ini kue kesukaan Christopher. Tetapi karena ia sedang membuat aksi mogok bicara denganku makanya aku memberikannya untukmu,” ucap Taylor melirik Christopher yang sekarang mengerucutkan bibirnya. Air mata Christopher berkumpul begitu saja di pelupuk matanya. Mengapa ibunya melakukan ini padanya? Christopher juga ingin kue itu! Dan mengapa ibunya lebih menyayangi paman Java dibanding Christopher? Ini tidak boleh terjadi! Paman Java tak boleh mengambil ibunya dari tangan Christopher! Tiba-tiba saja Christopher berdiri di atas tempat tidurnya lalu ia mendorong paman Java agar pergi dari atas tempat tidurnya.
Segera anak itu memeluk Taylor (dan hampir saja membuat susu dalam gelas itu tumpah). Taylor memberi gelas itu pada Java lalu membalas pelukan Christopher. Anak itu sudah menangis sampai air matanya tertumpah menetes di baju Taylor. Tangan Christopher yang kecil memeluk leher Taylor dan menyembunyikan wajahnya di balik leher Taylor.
“Oh sayang, kau tidak perlu menangis seperti ini,” ucap Taylor lembut. Ia memberikan bisikan-bisikan lembut pada anaknya sambil mengelus kepala Christopher. Anak itu masih menangis dalam pelukannya dan merasa bersalah karena telah memusuhi ibunya sendiri. Christopher tidak akan bertemu dengan paman Justin jika itu yang diinginkan ibunya.
“Aku tidak akan bertemu dengan paman Justin,” ujar Christopher masih terisak. “Aku tidak akan bertemu dengan paman Justin, Mommy,” ujar Christopher lagi. Taylor mengedipkan mata sebelahnya pada Java, tanda mereka berhasil telah membuat hati Christopher luluh. Meski cara mereka begitu kotor, tetapi tetap saja, jika itu berhubungan dengan Justin yang ingin bertemu dengan Christopher, Taylor akan melakukan apa saja. Cukup sudah pria itu berbicara dengan Christopher dua hari yang lalu.
Setelah beberapa saat menangis, akhirnya tangisan itu terhenti. Christopher menarik diri dari pelukan ibunya dan menatap ibunya. Taylor tersenyum lembut, ia menghapus air mata Christopher dan mengelap matanya dengan ibu jarinya. Sungguh sangat menyedihkan melihat anaknya menangis sambil bulu matanya yang lentik itu basah.  Taylor mengecup bibir Christopher dan mengelus kepala anaknya.
“Kau tidak mau bertemu dengan paman Justin? Mengapa?” Tanya Taylor berpura-pura heran. Christopher dengan bibir basah yang mengerucut berbicara dengan suara pelan.
“Aku tidak mau Mommy lebih menyayangi paman Java. Jadi, aku memenuhi permintaan Mommy supaya Mommy lebih menyayangiku dibanding paman Java,” ucap Christopher cemberut dan bibirnya menipis. Bibir Taylor ikut menipis lalu ia kembali memeluk anaknya.
“Oh, sayang, Mommy tidak akan menyayangi orang lain selain kau,” ujar Taylor menarik tubuh Christopher lalu ia mengambil gelas susu itu dari tangan Java. Sedari tadi Java memerhatikan adegan itu sambil memakan kue cokelat Christopher sampai hanya tersisa setengah toples. “Java!” Tegur Taylor tak habis pikir. Tetapi Java hanya terkekeh pelan dan menyodorkan toples itu pada Christopher.
“Ini punyamu. Maaf aku sudah menghabiskannya setengah,” ucap Java benar-benar menyesal. Christopher merampas toples itu dengan kasar dan memeluknya seolah-olah itu adalah mainan kesayangannya. Tetapi Christopher tak mengatakan apa-apa, ia justru mengambil sekeping kue cokelat dan mencelupkannya ke dalam susu yang dipegang oleh ibunya. Java bangkit dari tempat tidur Christopher lalu berbisik sesuatu di telinga Taylor.
Taylor hanya mengangguk fokus. Ia kemudian duduk di sebelah Christopher, matanya menatap tangan Christopher yang memegang kue itu. Wajah Taylor terlihat terkejut mendengar bisikan Java. Benarkah Taylor telah melakukan sesuatu yang fatal? Java keluar dari kamar Christopher dengan raut wajah tak senang. Apa masalah Java?

***

Justin mengerang keras. Sungguh, hari ini ia sangat sial! Mengapa Emma tidak memberitahunya sejak dua hari yang lalu kalau Emma ingin bertemu dengan sahabatnya di Atlanta sebelum bertemu dengan Christopher? Justin tentu tidak bisa melarang Emma pergi bersama sahabatnya. Mereka baru mengenal satu sama lain selama 5 hari dan seharusnya, Sabtu ini, mereka menghabiskan waktu bersama dengan Christopher. Dan sialnya, Emma ingin Justin bertemu dengan Christopher meski Emma tak ikut bersama-sama dengan Justin. Bukankah hari Sabtu ini adalah hari tersialnya?
Emma sudah siap dengan pakaian ketat yang ia pakai. Gaun putih bercorak garis tak teratur yang ketat di atas lutut telah terpasang di tubuhnya dan paha putihnya terlihat begitu menggiurkan. Justin dan Emma tentu saja sudah bersetubuh sejak Kamis malam kemarin. Dan begitu juga tadi malam ketika mereka telah sampai di Atlanta. Well, meski permainan Emma tak sebagus Taylor, tetap saja Justin tertarik padanya dan harus mendapatkan Emma sampai ke pelaminan. Justin masih dengan boxer hitam hitam yang ia pakai dan setengah berbaring lesu di atas tempat tidur. Ia memerhatikan Emma yang berjalan ke sana kemari mengenakan sepatu tumit tinggi sehingga langkahnya terus terdengar.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Berarti sekarang ia sudah harus bersiap-siap ke rumah Taylor. Justin akan bertemu dengan macan betina itu. Dan Justin berharap, Java tidak ada di rumah lamanya. Semoga saja Taylor tidak mempersulit keadaan seperti beberapa hari yang lalu. Dan semoga wanita itu kerasukan malaikat sehingga Justin tidak akan sulit mengajak Christopher bersama-sama tanpa adanya Taylor. Meski harapan-harapan itu sangat mustahil terkabulkan, tetapi Justin akan berusaha membuat hati Taylor luluh.
Berlari dari pikirannya, Emma sudah selesai mendandani dirinya. Wanita itu mendekati Justin lalu membungkuk untuk mengecup bibir Justin, tangan kanannya mengelus pipi Justin. “Jaga Chrisotpher baik-baik, oke? Oh, jangan lupa beri dia hadiah yang kubelikan untuknya. Tetapi jangan semuanya, kita masih memiliki hari Minggu untuk bertemu dengannya. Oke?”
“Ya,” ucap Justin mendesah pelan. “Mengapa kau harus pergi di saat-saat ini? Bukankah aku yang lebih dulu memintamu untuk pergi di hari Sabtu?”
Emma memasang wajah menyesalnya. “Aku tahu, Justin. Aku minta maaf, tetapi aku sudah berjanji pada Joanne akan bertemu dengannya hari ini. Sebagai gantinya, aku akan pulang cepat agar kita bisa mandi bersama. Oke?” Tanya Emma mengecup bibir Justin satu kali lagi. Justin hanya bisa mengangguk pasrah dan menjatuhkan seluruh punggungnya ke atas tempat tidur. Emma berjalan meninggalkan Justin, suara langkah kakinya semakin jauh.
“Hati-hati, Emma!” Teriak Justin dari dalam kamar. Yah, kamar hotel itu sangat besar sehingga Justin harus mengeraskan suaranya. Emma meneriakkan sesuatu, tetapi Justin tidak begitu mendengarnya. Justin mengembus nafas cepat. Lalu, apa selanjutnya? Justin menepuk keningnya dan berguling ke samping. Haruskah ia bertemu dengan Christopher? Anak itu sangat cerewet, berbeda dengan ibunya yang pendiam. Justin mengerang keras, lagi. Ia bangkit dari tempat tidur untuk segera mengganti pakaiannya. Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala Justin. Ia tersenyum licik.
“Ah, Almonde! Kau sangat cerdas!” Seru Justin kegirangan.

***

Taylor sedang sibuk-sibuknya memasak makan siang untuk Christopher. Yah, kebiasaannya setiap hari Sabtu sebelum mereka pergi jalan-jalan ke taman. Sementara Christopher sedang memasang puzzle di ruang tamu. Ibunya memberikan puzzle 100 keping dan Christopher menyukainya, meski susah. Tetapi untungnya, paman Java datang sebagai penyelamat Christopher. Sudah 1/4 puzzle terpasang sesuai dengan gambar di sampul kotaknya. Sebuah gambar dua boneka beruang yang saling memperebutkan hati. Meski tadi malam Christopher sempat memusuhi paman Java, tetapi sekarang mereka sudah berbaikan lagi. Itu karena Java berjanji tidak akan mengambil ibunya dari Christopher.
Pikiran Taylor tak karuan. Ia memikirkan apa yang dikatakan Java tadi malam tentang keegoisan Taylor. Tentu saja! Seharusnya Taylor membiarkan Christopher bertemu dengan Justin agar Christopher tak terus merasa bersalah terhadap keduanya. Bagaimana jika Justin datang sore ini? Apa yang harus Christopher katakan pada Justin? Dan bagaimana jika Taylor mengusir Justin dan Christopher merasa bersalah pada Justin? Ini semua tentang Christopher! Bukan tentang keegoisan antara Justin dan Taylor. Mereka berdua lebih mementingkan perasaan mereka dibanding kebahagiaan Christopher. Tanpa sadar, bibir bawah Taylor telah tersembunyi di balik gigi atasnya. Taylor ragu kalau Justin akan datang sore ini untuk bermain dengan Christopher.
Pintu bel rumah Taylor berbunyi. Christopher menoleh ke arah pintu lalu bangkit dari gayanya bertelungkup di atas karpet. Java berdiri untuk membuka pintu itu. Christopher tidak ingin tahu siapa yang datang atau pergi hari ini karena ia benar-benar tidak begitu senang dengan hari Sabtu. Ia tidak akan bertemu dengan paman Justin demi ibunya. Ia tidak ingin ibunya lebih menyayangi paman Java. Tidak! Itu tidak boleh terjadi.
“Hey, Java,” sapa Justin tidak ingin bertengkar. “Aku ingin bertemu Christopher. Apa dia ada di rumah?” Tanya Justin tak dapat melihat ke dalam rumah karena pintunya hanya terbuka setengah dan tubuh Java telah menutupi pandangannya.
“Christopher bilang ia tidak ingin bertemu denganmu,” ucap Java serius. Salah satu Justin terangkat, bingung akan apa yang diberitahu Java. Christopher tak ingin bertemu dengannya tiba-tiba seperti ini? Sangat membingungkan! Anak itu sanagat ingin akrab dengan Justin tiap kali mereka bertemu dengan sekarang Christopher tak ingin bertemu dengan Justin? Mustahil, tidak mungkin Christopher bilang seperti itu! Pasti ini ulah Taylor.
“Aku ingin bertemu dengan Taylor jika begitu,” ucap Justin tegas. Java menoleh ke belakang ketika ia mendengar Taylor berteriak dari dalam. “Dia ada di dalam. Panggilkan dia untukku, tolong,”
Java menoleh kembali. “Dia sedang sibuk,” ucap Java. “Kau tidak perlu bertemu keduanya. Sampai jumpa di neraka, Justin,” lanjut Java menutup pintu rumahnya. Tangan Justin menahan pintu rumah itu sebelum tertutup. Java membukanya kembali namun kali ini ia keluar dari rumah. Dari dalam, Christopher melihat pintu rumahnya tertutup dari luar. Oh, apa yang terjadi dengan paman Java? Apa paman Java diculik? Christopher bangkit dari duduknya dan berlari cepat menuju pintu.
Taylor baru saja makan siang mereka di atas meja. Ia penasaran Java bertemu dengan siapa. Saat ia keluar dari dapur, ia melihat Christopher yang berlari menuju pintu dan membuka pintu itu. Mata Taylor membulat begitu saja, ia berlari secepat yang ia bisa. Tangannya dengan cekatan menggendong Christopher sebelum Christopher benar-benar keluar dari rumah. Namun Justin telah mendorong pintu rumahnya hingga terbuka lebar. Java tak begitu tangkas ketika Justin bergerak begitu cepat.
“Apa yang kaulakukan di sini?” Tanya Taylor dengan wajah penuh kekesalan. Christopher memerhatikan wajah Justin, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa. Java mundur satu langkah agar ia berdiri sejajar  dengan Taylor. Tangannya dengan posesif merangkul pundak Taylor. Justin dapat mencium aroma makanan dari dalam. Apakah Taylor baru saja memasak makan siang? Setahu Justin, selama ia menikah dengan Taylor, wanita ini memang pintar memasak. Ah, sudahlah lama sekali Justin tak merasakan makanan buatan Taylor.
Christopher mengedipkan matanya berkali-kali. Uh, rasanya ia ingin sekali digendong oleh paman Justin karena sebelumnya, ia tak pernah digendong oleh paman Justin.
“Aku ingin bertemu dengan anakku sendiri, Taylor. Apa itu sesuatu yang ilegal? Apa kau akan mengadiliku di pengadilan? Apa kau akan menangkapku bersama dengan para detektif? Oh ayolah, Taylor, aku hanya ingin bertemu dengan Christopher,”
“Ia tidak mau pergi bermain denganmu,” ucap Taylor tegas, ia menatap Justin tajam. Mata Justin membesar, ia menarik nafas tajam. Salah satu tangannya mengelus rahang atas lalu ke rahang bawah. Justin tak sanggup menghadapi Taylor yang keras kepala ini. Ingin sekali ia menculik Christopher dan mengurusnya daripada ia harus membiarkan Christopher bersama dengan kepala penjaga penjara.
“Itu apa?” Tanya Christopher menunjuk tas besar yang dipegang oleh Justin. “Mom, itu apa?” Bisik Christopher meski semuanya dapat mendengar suara Christopher.
“Itu..”
“Ini hadiah untukmu dari Emma,” ucap Justin mengeluarkan hadiahnya. Sebuah kotak mainan besar berisi robot-robotan besar keluaran terbaru (mainan yang sering keluar di iklan televisi akhir-akhir ini). Mulut Christopher terbuka lebar berbentuk huruf ‘O’. Emma? Siapa Emma? Christopher tak begitu peduli siapa yang membelikannya tetapi sungguh, ia ingin sekali memegang mainan itu. Tiba-tiba Java berbisik sesuatu di telinga Taylor.
Haruskah Taylor membiarkan Christopher bermain dengan Justin dan ..Emma? Mata Taylor menatap wajah Justin terus menerus. Mengingat wajah itu yang pernah ia kagumi selama ia mencintai Justin (dan ia masih bertanya pada diri sendiri, apakah ia masih mencintai Justin?). Dan pria itu sekarang bersama dengan wanita lain dan tampak sangat bahagia bersama dengan wanita itu. Bahkan Justin berani bertemu dengan Christopher hanya untuk mendapatkan wanita itu. Emma. Taylor penasaran dengan wajah wanita itu. Apa yang membuat Justin tertarik padanya? Taylor memalingkan wajahnya dari Justin.
Java berbisik kembali di telinga Taylor, kali ini lebih lama. Taylor menarik nafas panjang. Matanya terpejam selama beberapa saat lalu ia membukanya kembali. Christopher tak mengatakan apa-apa meski dalam hati ia menjerit-jerit ingin sekali bermain dengan mainan yang dibelikan Emma, siapa pun wanita itu.
“Hey, mengapa kita berdiam dan berbisik-bisikan seperti ini? Jadi, apa keputusanmu Taylor? Kau mengizinkanku bermain dengan Christopher atau tidak? Tampaknya Christopher sangat ingin bermain denganku,” ujar Justin tak sabar. Taylor menarik nafas dalam-dalam, untuk yang kesekian kalinya. Ia memang memerlukan oksigen tiap kali ia mendapati Justin berhadapan dengannya.
“Aku akan mengizinkanmu..” suara seruan dari mulut Justin menghentikan ucapan Taylor. “Bermain bersama Christopher asalkan kau tidak membawanya kemana pun selain di taman kota. Aku tak peduli apa yang orang katakan tetapi aku akan memanggil polisi untuk melacak keberadaan anakku..”
“Kau tidak perlu berlebihan seperti itu, Taylor. Tentu aku akan mengembalikan anak kita,” ucap Justin terdengar menjijikan. Ya, ucapannya begitu lembut seperti pria yang sedang merayu wanitanya. Dan itu memang apa yang sedang Justin lakukan sekarang. Christopher bersungut dalam pelukan ibunya.
“Tetapi aku ingin Mommy ikut bersama kami,” sungut Christopher manja. Java berbisik kembali di telinga Taylor. Entah bagaimana bisa Java melakukannya, tetapi Taylor mengangguk kepalanya. “Ya! Betul sekali, Mommy! Ayo kita makan siang dan pergi ke taman!” Seru Christopher girang, seperti yang dilakukan Ayahnya sebelum Justin datang ke rumahnya.

***

Taylor membiarkan Justin dan Christopher bermain dengan burung-burung yang mengurumuni mereka karena mereka memberikan remah-remah roti. Tidak banyak yang Taylor lakukan di taman kota, ia hanya duduk di atas kursi dan memerhatikan keduanya sedang bermain. Dan Rebecca mengirim Taylor pesan singkat tentang kasus pembunuhan yang sedang mereka selidiki, memberitahu Taylor perkembangannya.
Sesekali Justin mengelus rambut Christopher dan mengecup pipi anak itu. Seharusnya Justin melakukan hal itu sejak Christopher lahir. Taylor menegakkan cara duduknya. Ia ingin melangkahkan kakinya tetapi ia tidak tahu harus kemana. Kepalanya berbalik ke belakang, melihat keadaan sekitar. Kita tidak tahu kapan musibah akan datang. Karena tak jarang Taylor menemukan orang tak tahu diri sedang bercumbu di tengah taman kota di depan anak kecil atau pencuri tas ibu-ibu atau pemerkosa yang menyamar seperti orang biasa. Mereka itu berkeliaran dimana-mana dan Taylor selalu berhati-hati.
Jantung Taylor berdegup kencang saat ia membalikkan kepalanya dan mendapati wajah Justin sudah berhadapan dengannya. Segera Justin menarik wajahnya dan terkekeh pelan karena melihat air wajah Taylor yang ketakutan. Pria itu duduk di sebelah Taylor lalu merogoh kantong celana jins yang ia pakai. Justin tampak lebih muda mengenakan celana jins hitam dan kaos putih namun ketat di bagian lengannya sehingga otot-otot tangannya kelihatan.
“Ini untukmu,” ucap Justin menyodorkan sebuah kotak kecil. “Aku membelinya di sebuah toko sebelum pergi ke rumahmu. Bukan berarti apa-apa,” lanjut Justin. Taylor tak mengambilnya, ia hanya menatap kotak itu.
“Aku tidak mengingikan sogokan atau apa pun darimu,” tegas Taylor memandang Christopher yang sedang mengelus salah satu burung yang mendarat di depannya. Anak itu sangat menyukai hewan. Justin mendecak tak suka.
“Ayolah, kubilang ini bukan berarti apa-apa. Aku hanya ingin memberikan ini untukmu. Mungkin untuk kenang-kenangan. Kita tidak tahu kapan kita bertemu Tuhan,” ucap Justin asal namun pria itu tertawa akan ucapannya. Taylor tertawa mengejek.
“Seperti kau akan pergi ke surga saja,” ujarnya sarkastis. “Aku dan kau akan bertemu di neraka karena telah membuat kehidupan Christopher rusak seperti ini, oke?” Taylor menoleh kepalanya pada Justin. Pria itu hanya terus tersenyum, ia menelengkan kepalanya ke salah satu sisi. Ia menggeleng-gelengkan kepala dan heran mengapa Taylor tak berubah sama sekali. Wajah Taylor masih kelihatan muda dan rambutnya masih tertata rapi. Dan bibirnya yang sensual meminta untuk dikecup oleh Justin. Tak ada yang berubah selain keberadaan Christopher.
“Kau tahu apa? Kau masih sangat cantik seperti pertama kali kita bertemu,” ucap Justin. Tangan Justin jatuh ke atas paha Taylor. “Aku merindukan permainan kita di ranjang.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar