Sabtu, 09 Agustus 2014

Pure Love Epilog



EPILOG

            “Justin!” Seru Elanie untuk yang kesekian kalinya ketika Justin terus memainkan anak mereka seperti mainan. Ya, dua bayi mereka baru saja menginjak umur 7 bulan. Mereka berdua baru saja bisa duduk dan itu membuat Justin begitu senang. Elanie baru saja meninggalkan kedua anak itu bersama dengan ayahnya selama ia mandi dan sekarang anak-anaknya yang lucu sudah terlumuri oleh krim susu dan jeruk di sekujur tubuh mereka di atas meja dapur. Elanie dapat memaklumi bila anak-anaknya lebih kotor dibanding suaminya. Tetapi di sini, sekarang, di hari ulang tahun pernikahan Robert dan istrinya, Justin telah mengotori dirinya dengan krim keju di sekitar rambutnya dan kulit jeruk yang tipis di sekitar pipinya—bekas dari emutan kedua anaknya.
            “Bukan aku,” ucap Justin terpaku di tempat. “Ini salah mereka berdua,” tuduh Justin pada dua anak bayinya yang tidak mengerti apa-apa. Sebentar lagi, dalam waktu 2 jam, mereka akan menyelenggarakan acara ulang tahun pernikahan Robert dan istrinya—maka dari itu Elanie memakai gaun cantik sekarang—dan Justin bersama anak-anak kembali kotor? Bagaimana bisa? Elanie ingin menangis di tempat. Kedua anak mereka yang terduduk di atas meja itu masih memain-mainkan jeruk yang tak mereka makan dan krim susu yang tertumpah.
            “Bagaimana bisa ini menjadi salah mereka berdua?” Tanya Elanie berseru kesal. “Aku hanya meninggalkanmu dan mereka untuk mandi sebentar, lalu kau mengubahnya menjadi seperti ini? Ini bencana, Justin,”
            “Sungguh, Elanie, ini bukan salahku. Mereka yang memintanya. Aku sebagai ayah yang baik tidak ingin melihat mereka menangis,” ucap Justin dengan jantung yang mulai berdetak kencang. Kedua anak kembar mereka menatapi Justin lalu tersenyum dengan dua gigi mereka yang telah tumbuh. Lucu sekali.
            “Aku tidak mau tahu, untuk sekarang, mereka bukan anakku. Kau yang memandikan mereka karena aku sudah memandikan mereka,” ucap Elanie mengangkat kedua tangannya.
            “Apa? Aku memandikan mereka? Oh, ayolah, Elanie. Kau tidak mau anak kita mati di dalam air karena tenggelam di dalam bak mandi, bukan?” Tanya Justin bersungut. Mendengar ucapan itu membuat Elanie berpikir dua kali. Ya, ia tidak ingin mengambil risiko kedua anak mereka berakhir di dalam rumah sakit. Elanie terdiam di tempat lalu ia menggeleng kepala frustrasi. “Aku hanya akan membantu menyiram mereka,”
            “Tetapi aku sudah berpakaian seperti ini, Justin,” ujar Elanie menautkan kedua alisnya. Justin menatap Elanie dengan tatapan nakal lalu dengan gaya maskulinnya dan suara beratnya, Justin berkata sebuah kalimat yang membuat seluruh tubuh Elanie menegang.
            “Aku lebih senang kau tidak mengenakan apa-apa, sayangku,” ucap Justin tersenyum miring. Elanie mengerjap-kerjapkan matanya berkali-kali, terpana akan apa yang Justin baru saja Justin katakan. Kedua anak kembar mereka terdiam menatap Justin. Dari ekor mata, Justin melirik ke arah anak kembarnya, curiga jika kedua anaknya mengerti apa yang ia baru saja ia katakan. Tidak ingin berdiri lama di tempat, Elanie menepuk tangannya sehingga kedua anak kembarnya menatap Elanie.
            “Ayo, gendong anakmu ke kamar mandi dan akan kuajarkan kau memandikan mereka,” ucap Elanie tidak menatap Justin karena ia tidak ingin melihat mata Justin yang memelas. Dengan lesu Justin menggendong kedua anaknya yang berat itu dengan kedua tangannya lalu berjalan menuju Elanie. “Ya, betul sekali, sayangku. Kita ke kamar mandi mereka,”
            “Untuk apa memiliki penjaga anak jika mereka tidak diperintahkan untuk memandikan anak-anak,” gerutu Justin kesal. Meski Elanie mendengar apa yang Justin bilang di belakangnya, ia mendiamkan Justin. Malah ia ingin tertawa. Ya, memang Justin belum pernah memandikan kedua anak mereka. Justin yang memberikan nama kedua anaknya tanpa bantuan Elanie, dan Elanie tidak memiliki masalah dengan hal itu. Anak laki-laki mereka bernama Michael Bieber sementara anak perempuannya bernama Michelle Bieber. Mereka berjalan ke lantai dua menuju kamar mandi si kembar. Michael dan Michelle menyandarkan kepala mereka di pundak ayahnya dan dengan baiknya, Michael menghapus kulit jeruk dari pipi ayahnya dan melemparkannya sembarang.
            “Terima kasih, teman,” ucap Justin, namun ia masih dengan suasana hati tak senang. Ah, mengapa ia yang harus memandikan kedua anaknya? Ia tidak ingin menyentuh tubuh kedua anaknya. Bukankah itu namanya pelecehan terhadap anak? Robert memberitahu Justin biasanya tangan seorang ayah tak cocok memandikan bayi karena tidak lembut seperti milik sang ibu. Justin takut bila kedua anaknya menangis. Bagaimana jika sampoo yang Justin berikan di kepala mereka masuk ke dalam mata? Bagaimana jika tiba-tiba Michael memberontak dan menciprati mata Justin dengan air sabun? Begitu banyak terkaan negatif dalam pikiran Justin sampai-sampai ia tak sadar kalau ia sudah sampai di kamar mandi.
            Elanie menyalakan keran air panas untuk memenuhi bak mandi si kembar sambil lalu ia melirik Justin yang masih mengendong anak mereka di kedua pinggangnya. Tetapi tetap saja Justin memerlihatkan wajah tak sukanya pada Elanie. Sungguh, Elanie tak kuasa untuk menahan tawanya. Wajah Justin benar-benar dilumuri oleh krim susu dan kulit jeruk. Terutama di daerah rambutnya yang acak-acakan itu. Dan mereka bertiga hanya memiliki waktu 2 jam untuk membersihkan tubuh mereka kembali. Padahal Michael dan Michelle sudah dipakaikan baju rapi untuk acara pernikahan orangtuanya.
            Tangan Elanie mematikan keran air panas dan menyalakan air dingin untuk membuatnya menjadi air hangat. Justin mendecak di mulut pintu namun ia tidak sama sekali berusaha untuk melihat Elanie. Ia terlalu kesal untuk melihat istrinya. Ia mau-mau saja disuruh mandi dibanding harus memandikan kedua anaknya. Tiba-tiba ide konyol menyeruak masuk di otak Justin yang semakin lama semakin kotor.
            “Aku punya ide,” ujar Justin ketika Elanie baru saja mematikan keran air karena air sudah memenuhi setengah bak. “Bagaimana jika aku memandikan mereka berdua sementara kau menyiapkan aku air hangat di kamar mandi kita?”
            “Tidak, Justin. Kau tidak punya waktu untuk berendam di kamar mandi. Kita punya acara spesial hari ini. Kau tidak ingin Robert dan istrinya kecewa karena kita tidak datang, bukan?” Tanya Elanie mengambil peralatan mandi anak-anaknya. Justin tidak menjawab pertanyaan Elanie. Ia menurunkan kedua anak mereka ke atas lantai kamar mandi, membuat mereka berdua terduduk di sana lalu ia jongkok untuk melepaskan pakaian mereka satu per satu. Michael kembali mengambil kulit jeruk yang berada di rambut ayahnya lalu memain-mainkannya.
            “Terima kasih lagi, teman. Terutama karena sudah menjadi kotor,” gerutu Justin melirik Elanie tanpa mendongakkan kepala. “Mari kita buka celanamu,” ucap Justin mendorong dada anaknya yang sudah telanjang itu sehingga Michael berbaring di atas lantai dengan bajunya sebagai alas. Elanie hanya memerhatikan perlakuan Justin dan bagaimana cara Justin membuka pakaian anak mereka. Dan caranya benar-benar …aneh. Seharusnya pakaian kedua anaknya di buka di atas tempat tidur.
            Tidak ingin menyakiti kaki anaknya, Justin perlahan-lahan membuat retsleting celana yang dipakai Michael lalu menariknya dengan pelan. Begitu celananya sudah lepas, Justin melepaskan pampers Michael hingga kemaluan anaknya kelihatan.
            “Uh, punyamu kecil sekali,” ucap Justin mengejek anaknya sendiri, lalu ia tertawa sendiri. Elanie menggeleng-geleng kepalanya. “Akan kumaklumi karena kau masih kecil,”
            “Sudah, masukkan ia ke dalam bak mandi. Airnya sebentar lagi akan dingin dan kau juga harus mandi,” ujar Elanie tak ingin berlama-lama di kamar mandi. Dengan patuh, Justin menggendong anak laki-lakinya dan memasukkan ke dalam bak mandi. Michael duduk di dalam bak lalu ia tertawa senang karena ia dapat bermain air.
            “Sekarang kau nona kecil. Kau sangat cantik seperti ibumu,” ucap Justin berbicara asal. Justin mendorong dada anak perempuannya hingga ia berbaring di atas lantai lalu membuka retsleting belakangnya. “Sulit sekali membuka pakaianmu,” gerutu Justin memutar tubuh anak perempuannya kembali dan menariknya agar ia dapat duduk. Dan lalu Justin melepaskan gaun itu dari tubuh Michelle.
            “Meski dari tadi caramu salah, aku tetap menghargainya,” komentar Elanie membuat Justin mendongak menatap istrinya dengan tatapan tak suka. “Mau tunggu apa lagi? Ayo masukkan ia ke dalam bak mandi,”
            “Untung saja sore ini kita pergi ke acara ulang tahun pernikahan Robert. Jika tidak, sudah dari tadi aku menerkammu di atas ranjang,” ujar Justin sambil memasukkan Michelle ke dalam bak mandi. Tidak banyak bicara lagi, Elanie memberikan sabun dan sampoo anak-anak mereka. “Aku tidak ingin mencuci rambut mereka. Bagaimana jika mereka menangis?”
            “Tidak akan. Percaya padaku, mereka senang jika rambut mereka harum,” ujar Elanie. Justin menghela nafas panjang. Ia terjongkok di depan bak mandi lalu menyabuni anak mereka satu per satu. “Pelan-pelan pada Michelle,”
            “Semoga kulitnya tak terkelupas,” bisik Justin tak terdengar Elanie. Justin terus menggosok ketiak Michael, lalu leher dan paha anaknya. Lalu, dari sisi mana Justin tidak dapat memandikan anak mereka? Ia tampak mahir dalam memandikan mereka berdua. Sebuah gelas besar yang berada di sisi bak mandi mereka digunakan sebagai gayung untuk menyiram rambut Michael dan Michelle. Justin menyiram rambut Michael terlebih dahulu lalu Michelle. Mereka berdua kelihatan tak dapat bernafas untuk sesaat.
            “Lap wajah mereka dengan telapak tanganmu,” perintah Elanie memberi instruksi. Justin mengikuti apa yang Elanie katakan. Ia mengelap wajah kedua anaknya dengan telapak tangan kemudian mencuci rambut merek satu per satu.
            “Aku tidak mau tahu, Elanie, kau harus memandikanku karena aku sudah memandikan mereka,” ucap Justin serius. Elanie menggeleng kepalanya, ia tidak mungkin memandikan Justin. Pria itu sudah dewasa, lagi pula, mereka juga harus bersiap-siap pergi ke acara ulang tahun pernikahan Robert dan istrinya. “Jika kita masih memiliki sisa waktu kira-kira 10 menit nanti, kukira itu patut dimanfaatkan.”
            Justin menatap Elanie yang ternyata istrinya sedang menggigit bibir bawahnya. “Kusimpulkan itu jawaban, ya.”

***

            Nafas mereka saling memburu. Dada mereka naik-turun tak beraturan. Bulir-bulit keringat membasahi tubuh mereka hingga kulit mereka terlihat mengilap. Justin menjatuhkan tubuhnya ke samping tubuh Elanie. Mereka baru saja menyelesaikan ronde ke-2 untuk Justin. Yang dimana Elanie terus mendapatkan pelepasan berkali-kali sementara Justin hanya mendapat dua kali. Namun bukan hanya hal itu yang membuat mereka puas. Tetapi karena mereka melakukannya berlandaskan cinta, bukan kepuasan. Elanie masih berusaha untuk menenangkan dirinya. Ia merasa seluruh tulangnya saling putus hingga ia tak dapat menggerakan tangan atau kakinya.
            Setelah beberapa menit menenangkan diri masing-masing, Justin menarik tubuh Elanie agar menempel dengan tubuhnya lalu memeluknya dengan erat. Hadiah termanis yang diberikan oleh keluarga Elanie dan orangtuanya. Jika ia tahu akan berakhir seperti ini, Justin sudah pasti akan melakukan pernikahan itu sejak ia masih kecil. Ia tidak tahu kalau menikah bersama Elanie akan senyaman ini. Perbuatannya yang lalu-lalu telah ia sesali dan takkan ia ulangi kembali. Ia tidak ingin Elanie lari darinya. Kebahagiaan utamanya sudah berada dalam genggamannya. Ia takkan pernah melepaskannya untuk yang kedua kalinya.
            Justin menempatkan dagunya di atas kepala Elanie, sementara pipi Elanie menempel dengan dada Justin yang telanjang. Elanie menarik selimut yang berada di bawah kaki mereka hingga menyembunyi setengah tubuh mereka.
            “Masih ingat dengan mainan-mainanmu, Justin?” Tanya Elanie mengingat kembali awal-awal pernikahan mereka. Dimana Justin lebih memilih dinosaurus mereka. Bahkan Elanie masih dapat mengingat hari dimana mereka harus mengambil foto untuk pra-nikah mereka. Justin masih memiliki dendam dengan teman lamanya karena dulu temannya pernah merusakkan mainan dinosaurus kesukaannya. Begitu konyol dan tak masuk akal. Bagaimana bisa seorang dewasa seperti Justin masih menyenangi permainan dinosaurus? Tetapi Justin pasti bukan satu-satunya di dunia ini.
            “Ya, aku sudah tidak menyukai mereka lagi,” ucap Justin memainkan rambut Elanie. “Karena aku sudah memilikimu. Dan aku sadar aku sudah dewasa dan telah menjadi seorang ayah,”
            “Yeah,” Elanie setuju. “Tapi apa kau tidak sadar? Kau mencintaiku karena kepolosanmu. Kau mencintaiku karena aku murni milikmu. Seperti tidak ada syarat untuk kupenuhi agar kau mencintaiku,”
            “Aku senang aku tidak seperti kakak-kakakku yang harus berprasangka pada istri-istrinya bersama orang lain. Aku tidak pernah berpikir kau akan berselingkuh dariku—kecuali saat kupikir ternyata kau selingkuh dan ternyata yang kudapati adalah kakakmu—karena aku tahu, kau wanita sabar yang tidak mungkin melirik pria lain,” ucap Justin kali ini mengelus punggung telanjang Elanie. “Atau apa selama ini kau melirik pria lain?” Goda Justin.
            “Oh, ayolah Justin. Kau tahu Denver hanya teman biasa,”
            “Tetapi aku akan tetap mengawasinya,” ucap Justin seperti memiliki dendam terhadap teman Elanie. “Dan yah, memang aku mencintai karena kau memang menjadi dirimu sendiri. Maksudku, mengapa aku harus jatuh cinta dengan seseorang yang harus memenuhi syaratku? Cinta itu mengalir dengan sendirinya dan datang seperti pencuri.
            “Aku tahu kau mengikuti ayat Alkitab,” ucap Elanie memukul dada Justin. Elanie mendongakkan kepalanya hingga wajah mereka hanya berjarak 3 inchi. “Tetapi aku bahagia karena kau menjadi suamiku, meski kau terlalu polos untuk pria berumur 29 tahun sepertimu. Aku bahagia kau menjadi ayah dari anak-anakku karena sifat kalian yang hampir sama. Aku bahagia karena kau dapat mencintaiku tanpa syarat apa pun. Aku bahagia memilikimu, Justin. Dan sekarang aku tahu mengapa Tuhan mencintai anak-anak kecil. Itu karena Ia tahu, anak-anak akan mencintaiNya tanpa syarat apa pun dan tulus hati. Layaknya kau yang begitu polos untuk mencintaiku.”
            “Oke, itu dalam sekali, Elanie,” ucap Justin tersenyum manis. “Well, untungnya kau yang menjadi istriku, bukan Eline. Aku merasa seperti pria paling bahagia di dunia, kau tahu,”
            “Kau pikir begitu?”

            “Ya, mengapa aku tidak akan berpikir begitu?” Tanya Justin bermain kata. Elanie hanya terkekeh pelan kemudian bibir mereka menyatu dan tubuh mereka melebur menjadi satu. “Aku mencintaimu, Elanie.”












. . . .

Okesip. Semoga kalian suka. Maap lama ya.

4 komentar:

  1. baru ngepoin ceritanya, asli deh kocak bgt justin disini, ceritanya juga seru beda dari yg lain pokonya, the best bgt deh tulisan2 lo😍

    BalasHapus
  2. Keren banget.. salut sama perjuangan elanie..
    Teep setia disamping justin walaupun justin kelewat polos.. tapi.dari situlah cinta mereka datang dan diuji.. good job elanie :)
    Justin juga.. polosnya kevangetan.. tapi untung dia masih bisa jaga wibawa didunia luar.. kalo gak? Kan kasian. Gak cuma jadi bahan cemoohan saudara tapi juga orang luar
    Salut deh sama.authornya

    BalasHapus
  3. Ini kerenn sumapahh,ngakak kocak banget karena justinnya polos banget yawlohh,wkkwkw ini dipost di wattpad ga ka? Bagus banget loh ceritanya lain daripada yang lain😂😂

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus