***
“Siapa?” Grace bertanya penuh rasa
ingin tahu pada Aaron yang memakan pancake milik Juber yang tidak dimakan oleh
Juber. Juber sudah tertidur di atas karpet ruang bermainnya. Aaron dan Grace dua
hari terakhir ini semakin dekat lebih dari pada biasanya. Membuat tanda besar
bagi Alexis, namun Alexis tidak ingin berpikiran negatif pada dua anaknya.
Aaron bersandar di tembok dengan satu kaki terujulur sedangkan kakinya yang
lain ia tekuk. Satu tangannya bersandar di ujung lututnya yang memegang pancake
itu. “Kath lagi?” Tanya Grace dengan nada suara tidak suka. Grace terduduk di
sebelah Juber dengan kaki menyilang. Piyama tidur berwarna ungu sudah menempel
di tubuhnya, membuat Grace terlihat sangat manis. Aaron suka mlihat Grace
memakai piyama seperti itu karena tubuh Grace terbentuk dengan sempurna. Aaron
mengamati-amati tubuh Grace sekarang, salah satu ujung bibirnya terangkat,
memberikan senyum menggoda untuk Grace hingga Grace terkesiap.
“Hei, kau sadar apa yang kaulakukan
padaku?” Tanya Grace malu-malu. Aaron tertawa lalu ia mendesah pelan. Lalu ia
berbicara ke topik pembicaraan sebelumnya.
“Yeah, dia ingin mengembalikan
pakaianmu katanya,”
“Benar, pakaianku masih ada di
tangannya. Apa kau bertemu dengannya dua hari ini?” Tanya Grace. Aaron
menggelengkan kepalanya. Ada sedikit rasa ingin bertemu Kath dalam diri Aaron.
Kemarin-kemarin Aaron hanya ingin memberi ruang bagi Kath untuk bernafas dan
juga waktu berpikir untuk Aaron tentang kalimat ‘jika kita bersama situasi
menjadi salah’ yang tidak masuk akal itu.
“Tidak. Ia marah padaku dengan suatu
alasan yang tidak ingin ia beritahu,”
“Aneh,” Grace mendecak. “Hey,
Aaron,” Grace mencondongkan tubuhnya ke depan. Aaron mendongak, melihat Grace
yang sudah menempatkan dua tangannya di karpet sehingga sekarang belahan dada
adiknya terlihat. Sialan benar! Apa yang Grace lakukan sekarang? Aaron tahu
Grace pasti tidak sadar dengan gerakannya yang seperti ini. Aaron sering
melihat Grace bergaya seperti ini, tetapi tidak dengan pakaian yang bagian dada
terpotong begitu rendah. Pasti sangat
lembut untuk disentuh. Aaron menggelengkan kepalanya. Tidak, tidak, tidak. Ia
tidak boleh berhubungan badan dengan adiknya.
“Apa?” Tanya Aaron sedikit gemetar.
“Kau kan sebentar lagi akan ulang
tahun, kau ingin hadiah apa?” Tanya Grace masih dengan posisinya. Pemandangan
ini benar-benar mengganggu Aaron.
“Kau,” jawab Aaron asal. Grace
tertawa malu dengan ucapan kakaknya itu lalu ia mulai duduk tegak kembali.
Aaron mengatakan kata makian dalam hatinya saat pemandangan itu hilang. Padahal
pemandangan itu sangat enak untuk dilihat. Aaron mendesah pelan karena
kekecewaannya.
“Aku serius. Hadiah apa yang kau
mau?” Tanya Grace mencubit-cubit pipi Juber. Pipi itu tidak dapat dicubit jika
Juber bangun. Jadi kesempatan Grace benar-benar besar sekarang untuk mencubit
pipi Juber. Aaron tidak tahu hadiah apa yang ia mau. Ia hanya ingin mendapatkan
cuti untuk beberapa hari dan berjalan-jalan bersama dengan adiknya. Bekerja
membuat waktunya dan Juber terkikis seiring berjalannya waktu. Bahkan Juber
sekarang lebih memilih Alexis dibanding Aaron. Padahal Aaron adalah ayahnya.
Atau mungkin Alexis memang pintar memikat hati anak laki-laki seumuran Juber
karena sikapnya yang lembut.
“Well, kau pikir sendiri. Bukan
hadiah bila aku memberitahu padamu apa yang kuinginkan. Apa pun yang kauberi,
pasti aku akan terima,” ucap Aaron mengangkat kedua bahunya. Grace melangkahi
tubuh Juber lalu mendekati wajah Aaron, berakhir dengan kecupan bibir pada
bibir Aaron. Aaron tersentak akan kecupan adiknya, kedua alisnya terangkat.
“Hadiah pembuka, kau bisa membuka
hadiah utamanya nanti saat kau ulang tahun.” Grace bangkit dari karpet,
meninggalkan Aaron di ruang bermain Juber. Kau
bisa membuka hadiah utamanya nanti saat kau ulang tahun. Oke, tetapi
pemikiran untuk membuka pakaian Grace di hari ulang tahunnya akan menjadi kado
pertama yang akan ia buka. Aaron hanya terkekeh memikirkan hal itu. Pancakenya
sudah habis, ia bangkit dari karpet lalu menggendong Juber untuk dibawa ke
kamarnya.
Setidaknya kecupan itu bisa membuat
hati Aaron berbunga-bunga sekarang. Mungkin malam ini ia akan bermimpi indah.
***
Kath sudah berada di depan pintu
ruangan Aaron. Sebenarnya ia sudah dipersilahkan untuk masuk, namun tangannya
tak kunjung menyentuh gagang pintu ruangan Aaron. Setelah mengumpul kekuatan
untuk bertemu dengan Aaron, ia mendorong pintu itu. Tangannya sudah memegang
sebuah tas berisi pakaian Grace yang bersih. Saat masuk, Aaron sedang
menghubungi seseorang. Tangan Aaron mencari-cari sesuatu di sela-sela buku lalu
setelah ia mendapatkan apa yang ia cari, ia tarik keluar barang itu. Hanya
sebuah kartu yang terselip di sana. Aaron mengatakan selamat tinggal pada lawan
bicaranya lalu memberikan senyum pada Kath.
“Halo, Kath. Senang bertemu denganmu
kembali,” ucap Aaron dengan sopan. Kath menggelengkan kepalanya. Tidak. Tidak
dengan godaan Aaron kali ini. Ia harus menjauh dari Aaron apa pun itu
alasannya. Ia butuh pemandu sorak agar dirinya tak goyah dari godaan iblis di
hadapannya.
“Aku datang ke sini hanya untuk
mengembalikan pakaian adikmu. Katakan terima kasih padanya,” ucap Kath
buru-buru. Ia menyodorkan tas itu pada Aaron. Namun Aaron tidak mengambilnya
dari tangan Kath, jadi Kath langsung menaruhnya ke atas sofa yang ada di dalam
ruangan itu. “Selamat siang, Mr.Bieber,” Kath membalikkan tubuhnya untuk
meninggalkan ruangan ini. Tangan Aaron menahannya hingga ia berbalik.
“Mengapa terburu-buru? Kita bisa
makan siang bersama di sini. Aku sudah memesan makanan untukmu dan aku.
Duduklah di sofa,” ajak Aaron dengan suara yang tetap terjaga, tetap tenang.
Kath menyentakkan tangannya dari genggaman Aaron dengan kasar. Setelah apa yang
Aaron perbuat padanya? Kath tidak akan menerima tawaran ini. Ia sudah terlanjur
sakit hati untuk menerima kenyataan bahwa Aaron tidak memiliki perasaan yang
sama dengannya.
“Tidak, terima kasih, Mr.Bieber. Aku
bisa makan di luar,” Kath berusaha untuk menjaga kesopanannya. Tangan Aaron
kembali mencengkeram lengannya, kali ini lebih kuat sampai Kath kesakitan.
“Mr.Bieber, lepaskan aku,”
“Tidak, sebelum kau makan bersama
denganku. Makanan akan datang sebentar lagi,”
“Aku tidak peduli,” Kath menatap
mata Aaron. Mata Aaron menyala-nyala, kesal pada Kath. Aaron hanya ingin
berbicara dengan Kath, mengapa Kath bisa berubah secepat ini? Atau mungkin,
mengapa wanita bisa berubah secepat ini? Wanita-wanita yang Aaron kenal selama
ini sangatlah menyulitkan. Bahkan Alice pun pernah menyulitkan Aaron. Tatapan
mata Aaron melunak begitu saja ketika ia melihat Kath yang terlihat ketakutan.
Tidak, Aaron tidak bermaksud untuk menakut-nakuti Kath. Ia hanya ingin makan
bersama dan berbicara.
“Kath, kita bisa makan bersama dan
berbicara, kumohon,” kata terakhir yang tidak bisa Kath tolak muncul begitu
saja pada kalimat itu. Untuk yang kedua kalinya, Kath tidak percaya dengan apa
yang ia lakukan. Lalu ia mengangguk. Aaron langsung menarik tangan Kath menuju
sofa untuk dua orang sampai mereka duduk bersama-sama. Kath bersandar agar
terlihat lebih santai dan Aaron menyukainya. “Aku tidak bermaksud
menakut-nakutimu,”
“Aku harap makanan itu cepat datang
agar aku bisa kembali ke kantor,”
“Kau tidak perlu buru-buru seperti
itu. Kurasa Mr.Smith akan mengerti. Jika tidak, well, kau tahu apa yang akan
terjadi. Aku bisa mengancam kau,” ucap Aaron menggoda Kath. Kath hanya memutar
bola matanya, tidak begitu mengambil hati akan ucapan yang dikatakan Aaron.
“Terserah apa katamu,” Kath membuang
wajah dari Aaron.
“Hey, sebenarnya, aku ingin tahu
masalah apa yang kita alami sekarang. Mengapa tiba-tiba kau bersikap seperti
ini padaku? Aku hanya tidak mengerti. Kau seperti berusaha menjauh dariku,”
Aaron berucap langsung pada intinya. Seperti Justin, ayahnya yang tidak suka
berbasa-basi.
“Karena menurutku menjauhimu adalah
langkah yang bagus,”
“Well, aku tidak ingin kau jauh
dariku, sebenarnya,” Aaron mendecak, lalu Aaron menggigit bibir bawahnya
bersamaan ketika Kath menoleh padanya. Sialan betul Aaron! Apa-apaan yang
sedang ia lakukan? Menggigit bibir untuk membuat Kath meleleh? Jika benar, cara
itu benar-benar ampuh. Saat bibir bawah itu kembali menyembul, Aaron malah
terlihat lebih seksi. “Aku ingin kita berteman, itu saja. Maksudku, teman yang
bisa diajak untuk berhubungan badan,”
Kath terkesiap, tak percaya dengan
kejujuran yang berlebihan itu. “Wow. Aaron, mengapa kau bisa begitu hebat? Aku
juga ingin mempunyai teman yang bisa diajak untuk berhubungan badan,” ucap Kath
sarkastik. Aaron hanya tertawa dengan ucapan sarkasme itu.
“Tidak, aku serius, Kath. Kupikir
kau menyukai apa yang terjadi dua hari yang lalu di kamar,”
“Yeah, aku menyukainya, itu sangat
luar biasa. Tetapi, Aaron, dengar. Aku bukan pelacur yang bisa kautiduri kapan
saja. Jika kau ingin berteman denganku, kau bisa melakukannya. Aku ingin menjadi
temanmu. Namun permintaanmu benar-benar aneh, aku tidak pernah memiliki
hubungan seperti itu. Aku berterima kasih padamu atas malam yang luar biasa
itu, bukan berarti kau bisa meniduriku kapan saja. Kau tampan, kaya, kita
berdua tahu itu. Aku menyukaimu, jujur saja. Te—“ ucapan itu terhenti begitu
saja saat mulut Aaron menyentuh mulut Kath. Kath langsung memukul-mukul pundak
Aaron agar ciuman itu lepas. Tangan Aaron menahan kepala Kath agar bibir mereka
tetap bersatu. Bahkan Aaron mulai melumat bibir bawahnya. Kath masih tidak
membalas sampai Aaron menyerah.
“Aku tidak mengerti kau tidak
membalas kecupanku. Tapi saat kau marah, kau membuatku bergairah,” ucap Aaron
tenang. Rambut Kath acak-acakan karena tangan Aaron tadi.
“Keluargamu tampaknya menanggapku
sebagai pelacur. Mengapa kau tidak sadar tentang itu Aaron? Kau tidak mengerti
betapa menyedihkannya diriku saat Jonathan berkata seperti itu saat sarapan,”
“Ia pasti tidak bermaksud berucap
seperti itu padamu, Kath,” ucap Aaon menelan ludahnya. Wanita ini sangat sulit
untuk dijinakkan. Ternyata Kath lebih menantang dibanding wanita-wanita yang
pernah Aaron temui. Kath menggelengkan kepalanya lalu menampar pipi Aaron. Oh,
sialan, tamparan itu semakin membuat Aaron bergairah. Sangat panas dan liar.
“Lupakanlah makan siang ini,” Kath
bangkit dari sofa. Kath membenarkan pakaiannya terlebih dahulu. Pintu ruang
kerja Aaron terbuka. Muncul seorang gadis yang memakai blazer biru dengan
rambut tersanggul. Dua pasang mata harimau itu membulat ketika melihat Kath
berada di ruang kerja Aaron sedang membenarkan pakaiannya dan rambutnya
acak-acakan. Mulut Kath terbuka berbentuk huruf O, lalu ia menggeleng-gelengkan
kepalanya. Kath tidak ingin dianggap sebagai pelacur yang baru saja bercinta
dengan Aaron di ruang kerjanya. Tidak!
“Apa-apaan?” Grace mengucapkan kata
kotor, tak percaya. “Sulit dipercaya. Kapan-kapan, Aaron, carilah tempat yang
lebih sempurna dibanding kantor. Ini sangat murahan.” Terlambat. Sial.
***
Justin tampaknya harus bersabar
melihat istrinya dan Juber bermain air di kolam renang. Matahari kali ini terik
namun udara terasa sejuk. Juber tampak sangat bahagia saat kakinya sudah
tercelup ke dalam kolam renang. Justin tidak ikut berenang karena jika Justin
ikut berenang, maka Alexis yang akan naik ke atas dan mengganti pakaian. Justin
lebih memilih melihat pemandangan indah dibanding ia harus berenang bersama
dengan Juber. Pertengkarannya semalam belum mereka selesaikan. Bahkan tadi
malam mereka tidak berdekatan, mereka menjaga jarak di atas tempat tidur.
Tetapi paginya, Justin sudah memeluk Alexis begitu erat. Alexis masih marah
atas sikap Justin yang berlebihan kemarin sore. Alexis tidak memiliki teman
karena Justin yang selalu bersikap protektif. Bahkan teman wanita sekalipun, ia
tak punya. Hanya Juber-lah yang menjadi temannya selama ini.
Justin hanya duduk di tepi kolam
dengan kaki yang tercelup di dalamnya. Matanya menyipit tiap kali Alexis
melirik padanya. Ia bermaksud ingin menggoda Alexis, tetapi hasilnya nihil.
Alexis kembali membuang wajahnya bahkan menjaga jarak dari Justin bersama
dengan Juber. Juber memakai pelampung berwarna biru di kedua lengannya. Ia
berusaha untuk berenang, malah ia meminta Alexis untuk tidak memegangnya.
Alexis hanya memakai bikini berwarna merah muda. Meski sudah berumur, tubuh
Alexis tetap terjaga karena tiap harinya ia membersihkan rumah, menjaga Juber,
itu sudah termasuk olahraga baginya. Bahkan mengajak Juber keluar dari rumah
sambil berjalan kaki sebentar di sore hari. Itu salah satu alasan mengapa
Justin tidak bisa berpaling dari Alexis. Alexis terlalu seksi untuk umurnya
sekarang. Mungkin hanya lemak di daerah perut karena hamil sebanyak 3 kali.
Berbeda dengan Justin yang tidak memiliki lemak sama sekali. Tubuhnya masih
terlihat bugar dan seksi. Mungkin hanya janggut yang tumbuh dapat membuat
Justin kelihatan tua –ia selalu mencukur janggutnya. Justin hanya memakai
boxer, ia bertelanjang dada untuk menggoda Alexis.
Juber berenang menuju Justin sambil
tertawa-tawa karena begitu susahnya ia menggerakkan kaki dan tangannya. Justin
terpaksa turun ke dalam kolam agar ia dapat menarik tangan Juber. Alexis mulai
naik ke daratan, meninggalkan Juber dan Justin di dalam kolam.
“Ya Tuhan, Juber! Peepee tidak mau
berenang denganmu!” Teriak Justin menangkap Alexis dengan suaranya. Langsung
saja Juber yang berada dalam pegangan Justin menoleh ke belakang untuk melihat
Alexis. Alexis sudah berdiri di pinggir kolam, terdiam dengan wajah kesal
karena cara Justin yang murahan. Juber memasang wajah memelas pada Alexis agar
Alexis kembali masuk ke dalam kolam. Bibir yang mungil itu cemberut, kedua
alisnya bertaut memohon. Kepala Alexis tergeleng namun ia mulai terduduk di
sisi kolam renang dan menceburkan tubuhnya ke dalam kolam. Senyuman Juber
kembali terlihat, membuat Justin menang. “Terima kasih, bung. Aku sangat
mencintaimu,” ucap Justin mencium kepala Juber yang basah. Alexis berenang ke
arah Justin dan Juber, setelah sampai, ia mengambil Juber dari tangan Justin
tanpa melihat pada Justin.
“Hey, baby, kenapa tidak tersenyum? Hebatnya saat kau tidak tersenyum,
kau masih terlihat cantik,” goda Justin mengelus dagu Alexis hingga Alexis
harus membuang wajahnya dari Justin. “Sayang, aku minta maaf atas apa yang
kuperbuat kemarin. Aku hanya tidak percaya kau akan bertemu dengannya. Kau tahu
aku bagaimana jika sudah melihatmu bersama dengan seorang lelaki,” ucap Justin
berjalan ke belakang tubuh Alexis, tanganya mulai menyentuh pinggang Alexis
yang ramping.
“Oke, Peepee mau melihat kau berenang
dari sini sampai sana. Oke, Kalau kau berhasil, Peepee akan beri permen
untukmu. Bagaimana?” Tanya Alexis yang membuat Justin merasa terabaikan. Juber
menganggukkan kepalanya lalu ia mendorong tangan Alexis yang memegang
pinggangnya. Ia mulai berenang ke seberang tempat mereka berdiri. Setelah Juber
mulai memunggungi Alexis dan Justin, Alex langsung membalikkan tubuhnya,
menarik leher Justin dan mengecup bibirnya keras. Hati Justin berbunga-bunga
karena perlakuan istrinya yang agresif. Bibir mereka saling bertautan, lidah
Justin menggelitik lidah Alexis hingga Alexis terpaksa harus mendesah. Tangan
Justin yang sudah berada di pinggul Alex mulai turun ke bawah. Lalu ia meraup
dua bongkahan yang seksi itu dengan tangannya, Justin meremasnya sampai Alexis
harus mengerang dalam mulutnya.
“Tidak di sini. Nanti malam,” ucap
Alexis melepaskan ciumannya. Nafasnya dan Justin terengah-engah karena ciuman
panas itu. Senyum Justin mengembang karena akhirnya, setelah selama beberapa
minggu mereka tidak bermain di atas ranjang, akhirnya istrinya yang kali ini
mengajaknya. Hari ini mungkin adalah hari terbaik Justin di bulan ini.
“Dengan mulutmu?” Tanya Justin masih
meremas bokong Alexis. Alexis memejamkan mata sebentar lalu membukanya lagi.
Mata biru yang cantik itu terlihat lagi.
“Okay jika kau mau bermain dengan
mulutku juga. Tidak apa-apa! Tidak apa-apa,” ujar Alexis dengan nada kesal.
Justin tertawa namun Alexis langsung memukul dadanya yang keras. “Dengar,
kemarin aku hanya tidak secara tak sengaja bertemu dengan Brad. Aku
merindukannya. Kau tahu dia adalah sahabat lamaku. Aku tidak pernah bermaksud
berselingkuh darimu Bagaimana bisa aku berselingkuh darimu? Kau tahu aku adalah
milikmu. Jadi, jangan bereaksi berlebihan seperti kemarin. Aku tidak suka itu.
Aku memaafkanmu, kali ini,” ucap Alexis menatap mata Justin dalam-dalam. Justin
selalu senang melihat istrinya menegurnya seperti ini. Keras dan tegas, namun
seksi dalam waktu bersamaan. Entah bagaimana Alexis bisa melakukannya, tapi ia
memang melakukannya pada Justin. Justin menundukkan kepalanya kembali, namun
saat ia baru saja ingin mengecup bibir Alexis, Juber memanggilnya. Kejadiannya
benar-benar sama ketika Aaron masih kecil. Saat mereka sedang berenang bersama
lalu Justin ingin mengecup bibirnya, Aaron memanggil. Menggagalkan Justin untuk
mengecup Alexis. Sungguh sial.
***
Kath memejamkan matanya ketika Grace
sudah menghinanya sebagai seorang pelacur yang baru saja tidur dengan kakaknya.
Aaron bangkit dari sofa lalu memegang lengan Kath begitu erat. Grace tampaknya
tidak percaya dengan apa yang kakaknya lakukan. Bukankah kakaknya jatuh cinta
pada Grace? Dan mengapa ia masih berusaha untuk mendapatkan Kath? Apa ini
sebuah lelucon? Kath menarik lengannya dengan genggaman Aaron sekuat mungkin
lalu ia siku-sikunya meninju dada Aaron hingga Aaron mengerang. Grace terkesiap
melihat kakaknya tersakiti. Ia semakin tidak suka dengan sikap Kath yang tidak
tahu diri. Sudah dibayar oleh kakaknya siang ini, ia malah memukul dada Aaron.
Kath menatap Grace. Matanya
berkaca-kaca karena sekarang ia berhadapan dengan wanita yang dicintai oleh
Aaron. Grace melangkah menuju Kath lalu ia menampar pipi Kath sekencang
mungkin.
“Apa-apaan yang kaulakukan?” Aaron
berjalan mendekati Grace lalu menarik kedua tangannya agar menjauh dari Kath.
“Tidak seperti ini. Kath …” Aaron tidak dapat melanjutkan kata-katanya saat ia
melihat pipi Kath berderai dengan air mata. Pasti tamparan Grace sangat
menyakitkan sampai berbunyi nyaring tadi. Kath mendongakkan kepalanya lalu ia
memberi jari tengahnya pada Grace dan Aaron hingga Aaron mendesah tak percaya.
“Tanda terima kasihku,” ucap Kath
tajam. Ia melangkah keluar dari ruangan Aaron sambil menghapus air matanya.
Setidaknya jari tengah itu sudah bisa membuat Aaron tidak percaya dengan apa
yang dilakukan Kath. Kath merasa puas. Entah mengapa tamparan Grace tidak
terasa sakit. Ia menangis karena ia merasa dirinya begitu rendah. Namun itu
berubah seketika saat ia memberi jari tengahnya pada dua kakak beradik itu.
Aaron bahkan tidak mengejar Kath yang sudah mencapai lift. Ia terlalu sibuk
untuk menenangkan Grace yang sekarang memukul-mukul dadanya. Grace memang bisa
dibilang bukan seorang wanita yang cukup kuat untuk memukul laki-laki seperti
Aaron. Kecuali Kath. Saat ia meninju dada Aaron dengan siku-sikunya, rasanya
seperti pisau menusuk dadanya.
“Kau bilang kau mencintaiku!” Grace
menangis, ia tidak menjerit.
“Aku memang mencintaimu, Grace!”
Aaron memegang kedua siku-siku Grace. Membuat Grace berhenti memukul dadanya.
Ia menutup wajahn dengan telapak tangannya, ia menyandarkan keningnya pada dada
Aaron. Membuat Aaron meraup kepalanya, lalu mengelus-elus rambutnya dengan
lembut. “Tetapi kita tidak bisa menjadi sepasangan kekasih. Kau tahu itu. Kita
hanya bisa melewati waktu bersama-sama seperti kakak beradik. Aku butuh seorang
wanita yang bisa menjadi penggantimu karena aku tahu, sedalamnya cintaku
padamu, Mom tidak akan pernah merestuinya. Mom adalah wanita pertama yang
kucintai, aku tidak ingin melihatnya menangis. Kuharap kau mengerti keadaan
kita, Grace,”
“Aku mencintaimu selama 4 tahun. Apa
itu tidak membuktikan betapa aku mencintaimu?” Grace mendongakkan kepalanya.
Matanya basah dan berair. Kedua ibu jari Aaron mengelap air matanya, lalu
menggelengkan kepala. Tangisan Grace memecah. Ia bahkan baru mendapatkan
kebahagiaan sebenarnya selama 2 hari bersama dengan Aaron! Mengapa Aaron bisa
merusaknya bersama dengan wanita sialan itu? Dan jari tengah …well, jari tengah
itu cukup berhasil membuat Grace terkejut karena ketidaksopanannya terhadap
Aaron. Aaron mengecup keningnya dengan mata terpejam.
“Aku tahu itu. Aku tahu. Kita
bertumbuh bersama, Grace. Aku pernah mencintaimu sampai aku bertemu dengan
Alice. Lalu aku jatuh cinta lagi padamu sejak dua tahun yang lalu. Sulit
rasanya untuk mengetahui kau mencintaiku karena kau tampak baik-baik saja
sedangkan aku tidak. Dan terlebih lagi, Mom selalu mengawasiku seperti elang,”
Aaron menghela nafas. “Kau cantik. Cerdas. Periang. Kau tampak sempurna di
mataku. Bukan berarti kita bisa bersama sebagai sepasang suami istri,”
“Tidak dengan Kath. Ia …aku tidak
menyukainya. Sialan, aku tidak percaya Dad akan mengadopsimu sebagai anaknya.
Karenanya aku tidak bisa berpacaran denganmu,” ucap Grace menatap mata yang
sama dengan warna matanya. Terlihat dari mata Aaron, ia tampak sangat sedih.
Kehilangan. Dan seperti haus akan sesuatu yang Grace tahu sendiri, ia tidak
akan bisa memenuhinya. Apa ini waktu yang tepat untuk merelakan Aaron dan
mencari pria lain? Grace menggelengkan kepalanya, tidak. Bukan sekarang
saatnya. Aaron juga mencintainya. Setidaknya mereka harus mencobanya selama
beberapa bulan tanpa sepengetahuan ibu atau ayahnya –dan Grace tahu ayahnya
tidak apa-apa jika mereka berpacaran. Justin tidak pernah ambil pusing dengan
siapa mereka berpasangan. Bahkan kakak beradik seperti mereka karena mereka
memang bukan saudara kandung.
“Kau masih denganku, Grace?” Aaron
menyadarkan Grace dari lamunannya. Kakaknya dari tadi mengoceh namun ia tidak
mendengarnya. Grace berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Aaron,
membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi dari kantor. Punggung Grace menghilang
dari pandangan Aaron saat pintu itu tertutup. Aaron tidak ingin membuat
kekacauan di depan sekretarisnya yang cukup banyak bicara itu. Ia hanya bisa
memaki-maki dalam hati, memukul udara karena kesal. Jadi siapa yang harus
pilih? Kath yang memberinya jari tengah? Atau Grace yang masih menahannya agar
ia tidak berpacaran dengan siapa pun?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar