***
“Michael!” Kath membuka pintu
rumahnya dan langsung memeluk tubuh Michael seerat mungkin. “Ya Tuhan, aku
sangat merindukanmu! Mengapa kau tidak memberitahu padaku kalau kau akan
singgah ke sini? Aku pasti akan menyiapkan makan malam, masuklah,” Kath
mengajak Michael masuk ke dalam. Pria bermata biru dengan rambut rapi sampai
kerah kemeja berjalan masuk ke dalam rumah Kath. Ia mengenakan pakaian kerja.
Sepertinya dia tidak langsung pulang ke apartemennya. Michael, anak Brad, sudah
menginjak umurnya yang ke-22. Sebentar lagi ia akan lulus kuliah. Ia menyukai
Kath sebagai kakaknya. Karena selama ini ia adalah anak tunggal. Ternyata
Michael membawa teman gadisnya yang disembunyikan oleh Michael. Michael menarik
tangan teman gadisnya itu untuk ikut masuk ke dalam rumah Kath. Rambut pirang
panjang sampai dadanya dengan raut wajah polos muncul begitu saja, ia
menundukkan kepala dengan malu-malu. Kath tersenyum, ia menutup pintu.
“Kath, ini temanku, Kyra,” Michael
memperkenalkan teman barunya. “Kyra, ini kakakku, Kath. Well, bukan kakak
kandung, tapi ia sudah bagaikan kakak bagiku. Dia baik, kau tidak perlu
malu-malu,” ucap Michael membuat Kyra mendongakkan kepalanya.
“Hai, Kyra! Kau sangat cantik,
senang bertemu denganmu,” Kath memeluk Kyra singkat lalu berucap kembali,
“Kuberitahu saja, Michael menyukaimu. Karena gadis-gadis yang ia bawa padaku
adalah gadis-gadis yang ia sukai. Oke, kau adalah gadis pertama yang ia bawa
padaku. Duduklah,” ajak Kath sangat ramah. Malam ini Kath tidak tampak seperti
memiliki masalah tadi siang. Kath tidak menangis. Justru ia merasa puas karena
ia berhasil menjauh dari Aaron. Ciuman di kantor itu, ia tidak membalasnya.
Lalu ia menampar Aaron dan memberi jari tengah pada keduanya, bukankah itu
sangat menyenangkan? Mungkin dengan Kath melakukan itu, Aaron sadar kalau Kath
tidak ingin didekati lagi olehnya. Michael memutar bola matanya, ia menyuruh
Kyra duduk di atas sofa Kath sedangkan ia ingin mengambil minuman soda di
kulkas Kath.
“Bagaimana kalian berdua bisa
bertemu?” Kath duduk di sebelah Kyra, ia menyandarkan siku-siku di sisi sofa,
kepalanya ditopang oleh telapak tangannya. “Ia pria baik-baik, jangan menolak
jika ia mengajakmu untuk minum-minum karena jika ia melakukan itu padamu,
berarti dia menyukaimu, percaya padaku,” ucap Kath meyakinkan Kyra, ia
mengedipkan mata sebelahnya membuat Kyra cekikikan karena tingkah Kath yang
lucu.
“Aku satu kantor dengannya. Ia
sangat manis. Aku bawahannya, jadi ia sering meminta bantuan padaku jadi kami
memiliki waktu yang banyak untuk bersama. Aku senang bertemu dengannya. Ia
hanya sangat …manis,” Kyra mengangkat kedua bahunya karena malu-malu. Gadis ini
sepantaran Michael, pantas saja Michael menyukainya.
“Apa yang dia katakan padamu, Kyra?”
Tanya Michael muncul membawa dua soda. Salah satunya sudah ia minum dan yang
lain ia berikan pada Kyra. Michael meminum sodanya.
“Aku bilang kau adalah pria
baik-baik,” Kath angkat bicara. Ia mengangkat salah satu kakinya ke atas sofa
lalu membuang wajah dari Michael agar ia bisa menahan tawanya. Kyra ikut
terkikik karena Kath yang menahan tawa. “Serius, aku hanya bilang kau adalah
pria baik-baik,” Kath mendongak kembali dengan pipi yang memerah.
“Jadi, kenapa kalian tertawa?”
“Entahlah,” Kath mengedik bahu. “Ada
yang mau makan? Aku bisa memesan pizza sekarang,” ucap Kath bangkit dari sofa.
Ia mengambil telepon rumah yang tak memiliki kabel penghubung lalu menekan
nomor telepon restoran pizza tanpa menunggu jawaban Michael ataupun Kyra. Kath
berjalan dari ruang tamu menuju kamarnya untuk memesan pizza. Michael tidak
tahu apa yang terjadi dengan Kath hari ini karena Kath tampak sangat bahagia.
Ia duduk di sebelah Kyra, namun baru beberapa detik bokongnya merasakan
kenikmatan, tiba-tiba bel pintu terdengar. Michael menggerutu, ia berjalan
menuju pintu lalu membukanya tanpa melihat dari kaca bulat di tengah-tengah
pintu itu. Dua pasang mata harimau sekarang menatap Michael dengan tatapan
dingin. Pria itu memakai jas sepanjang lutut berwarna hitam, syal berwarna
cokelat gelap yang panjang serta serta kemeja putih di bagian dalamnya. Pria
itu tidak memakai topi atau apa pun lagi untuk mempercantik dirinya. Michael
bersandar di pinggiran pintu sambil meminum sodanya.
“Ada yang bisa kubantu?” Tanya
Michael, santai.
“Siapa kau? Mengapa kau berada di
rumah Kath?” Tanya pria itu dengan suara berat. Leher Michael tertarik beberapa
senti ke belakang. Bingung karena tiba-tiba pria ini bertanya seperti itu.
Bukankah seharusnya Michael yang bertanya seperti itu padanya? Untuk apa pria
itu datang ke rumah Kath? “Apa Kath ada di rumah?”
“Aku tidak akan memberitahumu dia
ada di rumah atau tidak. Beritahu aku terlebih dahulu siapa dirimu,” ucap
Michael kembali meminum sodanya. Pria bermata harimau itu kesal dengan tingkah
bocah ini. Tangannya gatal ingin meninju wajah Michale yang tidak lebih tampan
darinya. Dan mengapa bocah ini berada di dalam rumah Kath? Apa ini adalah pacar
Kath? Begitu banyak pertanyaan yang menjatuhi pikiran pria bertubuh tinggi ini.
Apa bocah ini baru saja meniduri Kath? Pikiran negatif memaksa masuk ke dalam
otaknya. Membuat kepalanya tergeleng agar ia tidak berpikir seperti itu. “Hey,
kau mengerti bahasaku? Siapa kau? Siapa kau? Siapa kau?” Tanya Michael
menggunakan bahasa Prancis dan Spanyol.
“Aku Aaron, rekan kerjanya,” ucap
pria bermata harimau itu, Aaron. “Apa sekarang aku boleh masuk?” Tanya Aaron
tidak ingin membuang-buang waktunya.
“Tunggu sebentar,” Michael
mengangkat tangannya yang memegang soda itu. Pintunya masih menutupi isi rumah
Kath, Michael hanya membuka pintu itu seukuran tubuh Michael. Michael
menolehkan kepalanya ke dalam rumah lalu berteriak. “Kath, ada seseorang yang
ingin bertemu denganmu. Apa dia boleh masuk?”
“Tentu saja aku boleh masuk!” ujar
Aaron gemas karena bocah ini tampak menyebalkan. Michael menoleh kembali pada
Aaron, ia terkekeh mendengar ucapan Aaron dengan salah satu ujung bibir Michael
terangkat, mencemooh Aaron. Terdengar suara Kath berteriak dari dalam membuat
Michael menertawakan Aaron. “Apa? Apa yang dia katakan?”
“Ia bilang kau harus tunggu di luar
sampai ia muncul. Omong-omong, kenapa kau datang ke sini? Kau kan hanya rekan
bisnisnya, jadi kau bisa membicarakannya di kantor,”
“Bukan urusanmu,” Aaron berucap
sedingin es. Sedetik kemudian, Kath muncul. Ia menarik pintunya lebih lebar
sambil meminta Michael untuk pergi dari pintu. Saat Kath melihat tamunya, raut
wajah yang awalnya bahagia berubah begitu saja menjadi kesal. “Hai, Kath,”
“Apa-apaan yang kaulakukan di sini?”
Tanya Kath menggunakan kata kotor agar Aaron merasa tidak suka padanya. Melihat
dari gerak-gerik Kath, Aaron tahu betul apa yang sedang Kath lakukan. Ia ingin
membuat Aaron menjauh darinya menggunakan cara yang tidak sopan. Entah mengapa
Aaron malah makin menyukai Kath. “Jika bukan urusan bisnis, aku tidak ingin
membicarakannya,”
“Aku hanya ingin meminta maaf atas
sikapku yang benar-benar konyol di kantor tadi. Seharusnya aku tidak
menciummu,” ucap Aaron menyesal. Kath memutar bola matanya, tidak suka dengan
akting sialan ini.
“Menjauhlah dariku Aaron,” ucap Kath
dengan kata kotor sambil tangannya mulai menutup pintu rumahnya. Tidak secepat
itu, Aaron langsung menahannya lalu menarik tangan Kath agar Kath keluar dari
rumahnya. Kath menjerit, namun jeritannya lenyap begitu saja dari dalam rumah
karena sekarang ia sudah berada di luar. Aaron memegang salah satu tangannya,
mencengkeramnya sekuat tenaga sampai-sampai Kath meringis kesakitan. Apa pria
ini sudah gila? Kath menarik-narik tangannya dari cengkeraman Aaron, tapi ia
tak bisa. “Lepaskan aku Aaron!”
“Sebenarnya, apa maumu? Aku tahu kau
menginginkanku! Begitu juga aku yang menginginkanmu. Jadi, apa masalahmu
sekarang?” Tanya Aaron kesal.
“Omong kosong,” Kath terkekeh karena
ucapan Aaron yang penuh dusta itu. Tidak mungkin Aaron menyatakan cinta pada
Grace kalau ia menginginkan Kath. Itu tidak masuk akal dan Aaron benar-benar
memainkan perasaan Kath.”Masalahnya adalah kau mencintai adikmu sendiri,
mengerti? Sekarang lepaskan aku!” bentak Kath menarik tangannya, kali ini
berhasil. Aaron terkejut dengan ucapan Kath. Sebelum Kath kembali menyentuh
tangannya pada gagang pintu, Aaron menyentuh tangannya.
“Bagaimana bisa kau tahu?” Tanya
Aaron dengan kedua alis bertaut.
“Menurutmu bagaimana bisa aku tahu
itu? Enyahlah,” Kath menyentakkan tangannya dari genggaman Aaron. Aaron terdiam
sejenak, saat Kath baru membuka pintunya, ia menarik tangan Kath lagi untuk
yang kesekian kalinya sampai Kath harus menjerit. “Sialan! Sudah kubilang
berkali-kali menjauh dariku!” Bentak Kath. Pintu terbuka lebar begitu saja.
Muncul Michael dengan raut wajah kesal. Ia menatap Aaron seolah-olah Aaron
adalah pengganggu. Well, memang Aaron adalah pengganggu bagi Kath.
“Hey, menjauhlah dari Kath!” ucap Michael
dengan suara mengancam. Ia mendorong tubuh Aaron hingga tangan Aaron terlepas
dari Kath. “Dia bilang menjauhlah darinya! Kau ingin dia menggunakkan bahasa
apa?”
“Sudah, Michael,” Kath menyentuh
bahu Michael agar tidak terjadi perkelahian.
“Siapa kau? Pacarnya?” Aaron malah
mendorong bahu Michael hingga Michael mundur beberapa langkah masuk kembali ke
rumah. Namun langsung Michael berlari mendorong Aaron sampai-sampai tubuh Aaron
menabrak tembok abu-abu di belakangnya. Michael meninju pipi Aaron berkali-kali,
namun itu tidak berlangsung lama karena Aaron memukul perut Michael hingga air
ludah muncrat dari mulut Michael. Michael mengerang. Lalu tangan Aaron menarik
kemeja Michael, kali ini Aaron yang meninju wajah Michael sekuat mungkin.
Bahkan sampai hidung Michael berdarah. Aaron melempar tubuh Michael ke atas
lantai, Michael langsung tersungkur di bawah kaki Kath. “Kau ingin berkelahi
huh?” Amarah sudah meliputi tubuh Aaron.
“Cukup Aaron!” Kath menarik Michael,
ia berusaha menyeret-nyeret Michael dari Aaron. Aaron menendang kaki Michael
untuk yang terakhir kalinya. “Aaron!” bentak Kath melotot padanya.
“Mengapa kau membelanya? Pacar
barumu?” Tanya Aaron tidak dapat menghilang nada mencemooh dari suaranya. Kath
menggeleng-geleng kepala, tak percaya mengapa Aaron menganggapnya begitu
murahan.
“Bukan urusanmu. Enyahlah dari
hadapanku! Kau brengsek!” Hina Kath menarik Michael. Kyra muncul dari belakang,
ia ikut menarik tubuh Michael ke dalam rumah. Aaron masih terdiam di tempat
dengan nafas terengah-engah. Buku-buku tangannya sudah berlumuran darah
Michael. Aaron kurang yakin tentang pria itu adalah kekasih Kath karena
kedatangan seorang gadis dari dalam rumah Kath yang menarik tubuh Michael juga.
Dan gadis itu kelihatan sepantaran dengan Michael. Jadi, siapa pria ini di mata
Kath? Pintu mulai tertutup. “Selamat malam, Aaron.”
“Kath!” Pintu sudah tertutup dan
terkunci. Aaron memukul pintu rumah Kath sekencang mungkin. Ia kesal pada
dirinya sendiri. Kath menolaknya. Itu berarti adalah tantangan bagi Aaron.
Tantangan yang mungkin akan menyenangkan. Aaron harus mendapatkan Kath!
***
Alexis mengecup bibir Juber singkat
saat balita itu baru saja terlelap di atas tempat tidur ayahnya. Aaron belum
kembali dari kantor, atau mungkin ia memiliki urusan lain, tetapi Aaron sudah
berjanji untuk menjadi Juber malam ini. Itu semua karena ia memiliki masalah
lain di dalam kamar dengan Justin yang sudah menunggunya di luar. Ia mengelus
rambut tipis Juber dan berlalu begitu saja dari hadapan balita itu. Di mulut
pintu kamar Aaron, terlihat Justin sudah bersandar di sana tidak mengenakan
atasan. Sekarang tatonya kelihatan, sengaja agar Alexis bergairah. Memang
benar, cara itu berhasil membuat Alexis senyum malu-malu karena Justin yang
selalu menggodanya. Alexis mengangkat jari telunjuknya ke mulutnya, memberitahu
Justin untuk tidak bersuara. Karena jika monster kecil itu terbangun, acara
malam ini akan gagal. Justin meraup pinggang Alexis saat wanita itu berdiri
satu langkah darinya. Ia mengecup pipi Alexis yang memerah sambil menarik
Alexis untuk keluar. Tangan Alexis menarik gagang pintu lalu menutupnya sepelan
mungkin agar tak bersuara. Grace sudah berada di kamarnya, ia tidak pulang
bersama Aaron.
Bibir Justin mulai mengecup rahang
bawah Alexis dengan lembut sambil terus berjalan menuju kamar mereka. Tangan
Justin yang panjang dan besar itu mulai meremas bokong istrinya dengan lembut
sampai-sampai Alexis harus menyembunyikan desahannya ke dalam leher Justin.
Justin membuka pintu kamarnya, ia mendorong Alexis ke dalam, lalu pintu
tertutup. Di situlah harimau jantan yang benar-benar bergairah menjinakkan
harimau betinanya di dalam kamar. Ia mengunci pintu kamar, menarik kepala
Alexis lalu menyatukan mulutnya dengan Alexis. Lidah mereka saling menggelitik,
membelai, dan bertukar saliva. Alexis melingkarkan lengannya pada leher Justin
lalu memanjat tubuh Justin hingga Justin harus menahan bokongnya yang masih
padat dan kenyal. Kedua kaki Alexis melingkar di sekitar pinggang Justin yang
keras, kepalanya menekan-nekan mulut Justin agar ciuman mereka semakin dalam.
Justin menggigit bibir bawah Alexis, membuat Alexis mendongak ke belakang
sehingga bibirnya tertarik, terlihat sangat seksi.
“Sialnya kau masih memakai pakaian.
Tidak adil,” gerutu Justin melempar tubuh Alexis ke atas tempat tidur. Gaun
tidur tipis berwarna putih yang dikenakan Alexis benar-benar membuat Justin
gila karena selama hampir 4 jam, ia harus menunggu untuk tidak merobek pakaian
Alexis. Ia segera membuka gaun itu dari tubuh Alexis, melemparnya ke lantai
lalu langsung meremas buah dada yang sekarang semakin besar. Alexis mendesah,
namun itu tidak berlangsung lama, ia langsung mendorong dada Justin. Memutar
tubuhnya dengan tubuh Justin di atas tempat tidur. Sehingga sekarang Alexis
berada di atas tubuh Justin. Hanya celana dalam dan bra yang menempel di tubuh
Alexis sekarang. Wanita itu sekarang sudah benar-benar basah. Bahkan cairannya
sudah tercetak di celana dalamnya yang bewarna putih polos.
“Mengapa kau sangat seksi?” Geram
Justin mengelus paha Alexis yang mengangkangi perutnya. Alexis langsung memukul
tangan itu hingga Justin menarik tangannya.
“Jangan sentuh aku! Biarkan aku
melakukan apa yang harus kulakukan. Kau hanya harus diam dan melihat. Nikmati,”
bisik Alexis menggoda Justin. Ia mengecup singkat bibir Justin lalu memundurkan
bokongnya ke belakang sedikit hingga ia benar-benar menduduki bagian yang
menonjol di sana.
“Aku tidak bisa tidak menyentuh
tubuhmu! Sial, Alex!” Alexis mulai memaju-mundurkan bokongnya di sana, menyiksa
Justin dengan kenikmatan. Alexis menekan-nekan bagian bawahnya ke tonjolan itu
dengan lembut. Membuat dirinya semakin basah dan bergairah. Ia memejamkan
matanya, kepalanya mendongak ke belakang, mengerang karena ia juga mendapatkan
kenikmatan ini. Tangan Justin mulai menyentuh bokong Alexis kali ini, namun itu
tidak berlangsung lama karena Alexis membuka matanya. Ia mencondongkan tubuhnya
pada Justin, membuat wajahnya dekat dengan wajah Justin. “Aku tak bisa
menyentuhmu sayang, kau sangat seksi,”
“Kau sentuh aku maka semuanya akan
rusak,” Alexis mengancam. Ia menjilat bibir Justin dengan lidahnya. Ia
menggerak-gerakkannya begitu cepat di atas bibir Justin hingga Justin terpaksa
harus mengangkat pinggulnya agar bagian bawahnya dapat menyentuh bokong Alexis
kembali. “Apa ini?” Tanya Alexis dengan tangan yang menjulur ke belakang.
Menyentuh bagian bawah Justin yang sudah benar-benar menonjol di bawah celana
hitam pendek yang Justin pakai. Alexis meremasnya dengan lembut membuat Justin
mengerang. “Kau sentuh aku lagi, kau tidak akan mendapatkannya,” ancam Alexis,
lagi. Alexis segera bangkit dari atas tubuh Justin. Ia merangkak mundur ke
bawah sambil menarik celana Justin bersamaan dengan celana dalamnya. Justin
melirik ke bawah, melihat istrinya yang menjilat bibirnya sendiri ketika
melihat kejantanan Justin yang sekarang terlihat. Namun matanya lebih mengarah
pada buah dada Alexis yang menggantung dengan indahnya. Dan gilanya, masih
tertutup dengan bra berwarna putih.
“Sial, Alexis! Fuck!” geram Justin ketika tangan Alexis mulai menyentuh
kejantanannya. Tangan itu terasa sangat lembut. Ia memijat sebentar kejantanan
Justin tanpa menjilatnya atau menciumnya. Membuat Justin tersiksa, nyaris gila
atas perlakuan Alexis. Tangan itu naik turun di sepanjang kejantanan Justin, ia
menatap Justin dengan tatapan menggoda. Salah satu ujung bibirnya tertarik ke
atas, ekspresi menggoda itu membuat Justin ingin meremas buah dada yang lembut
itu. “Cium aku!” Pinta Justin menggoyangkan pinggulnya ke atas satu kali. Alexis
terkejut, ia terkekeh karena suaminya tak sabaran.
Dengan
sikap menggoda, Alexis mengecup puncak kejantanan Justin hingga tubuh Justin
menegang.
“Maksudmu seperti itu?” Terasa
sangat basah dan nikmat.
“Jangan bermain-main denganku
–Alexis Bieber!” Erang Justin mendongakkan kepalanya ketika mulut itu mulai
mengulum kejantanan Justin. Mulut itu mulai mengapit kejantanan itu dari atas
sampai setengahnya karena milik Justin terlalu panjang untuknya. Bahkan mulut
Alexis yang kecil itu rasanya tak cukup untuk menampung seluruhnya. Tangan
Alexis ikut menggenggam kejantanan Justin dari bawah sampai atas, mengikuti
mulutnya. Membuat Justin memegang kepala Alexis agar mulut itu semakin masuk ke
dalam. Kejantanan itu sekarang berlumuran saliva dan semakin membengkak. Alexis
melepaskan mulutnya dari kejantanan itu, hingga menghasilkan bunyi ‘pop’ yang
seksi. Tangannya tak lepas dari kejantanan Justin, namun bukan hanya itu yang
Justin inginkan, ia menginginkan mulut Alexis menyelimuti kejantannya lagi.
“Kau menyukainya?” Tanya Alexis,
mempermainkan gairah Justin. Justin melirik ke bawah, melihat istrinya yang
sekarang mulutnya terlihat mengilap. Sekarang dia bukan gadis perawan yang
harus Justin ajarkan bagaimana caranya bercinta. Dia sekarang seperti ratu di atas
ranjang. Justin bangga dengan Alexis yang semakin hebat. Lidah itu mulai
menjilat kilat kejantanan Justin, membuat Justin kembali menegang. Alexis tidak
perlu jawaban Justin sekarang, ia ingin mengganggu Justin. Alexis mulai
mengulum kembali kejantanan itu. Giginya tentu saja tidak menyentuh kejantanan
Justin, ia sudah tahu bagaimana caranya membuat Justin kenikmatan. Kepala itu
naik-turun dengan cepat.
“Oh, Alex, lebih dalam lagi,” paksa
Justin menekan-nekan kepala Alexis hingga Alexis sedikit tersedak. Kedua tangan
Alexis sekarang memegang paha Justin sehingga sekarang hanya mulutnya yang
menyentuh kejantanan Justin. Justin memegang pundak Alexis, ia meremasnya
hingga Alexis sedikit kesakitan. Justin mulai menggerakkan pinggulnya ke arah
mulut Alexis, seperti menyetubuhi mulut Alexis. Alexis tidak tersedak sekarang
meski Justin sudah menggoyangkan pinggulnya, ia sudah tahu bagaimana
mengatasinya. Mulutnya semakin mengapit kejantanan Justin hingga Justin tidak
tahan lagi. Ia langsung menarik kepala Alexis ke atas agar ia dapat mencium
Alexis. Namun Alexis menahannya, ia membuang muka, mencium-cium perut Justin
terlebih dahulu. Perut itu sudah berkeringat. Begitu juga dengan tubuh Alexis
yang mengilap karena keringat yang telah membasuh tubuhnya. Lidah Alexis
menjilat perutnya sampai dada Justin yang keras. Lalu melewati lehernya dan
berakhir di dagunya. Alexis tersenyum saat wajahnya berhadapan dengan wajah
Justin.
“Kau selalu membuatku ingin keluar
sebelum saatnya. Kau ingin aku cepat selesai sementara kau belum mendapatkan
apa pun?”
“Aku senang melihatmu kenikmatan.
Bagiku itu sangat …lucu,”
“Lucu?” Tanya Justin mengangkat
kedua alisnya, tidak mengerti mengapa istrinya menganggap hal itu lucu. Alexis
menganggukkan kepalanya, ia mengecup bibir Justin. “Sekarang boleh aku
menyentuhmu?” Tanya Justin mengelus-elus pinggang Alexis yang melengkung ke
bawah sehingga bokongnya sekarang terlihat menggugah selera.
“Tentu saja. Aku milikmu, kau tahu
itu,” Alexis mengangguk satu kali. Lalu matanya langsung terpejam saat
jari-jari Justin mulai menyentuh celana dalamnya yang basah dari bawah.
Sentuhan dari celana dalam selalu berhasil membuat Alexis merasa sangat
bergairah. Entahlah, menurutnya itu sangat seksi dan intens. Justin tersenyum
karena istrinya merasakan kenikmatan hanya karena jarinya yang baru menyentuh
celana dalamnya. Pelan-pelan jari itu mulai mengelus-elus bagian tengahnya,
membelahnya, menggelitiki bagian terintim dari tubuh Alexis. Kedua tangan
Alexis sudah menyentuh pundak Justin, meremasnya karena merasakan kenikmatan
ini. Sudah 20 tahun, tetapi mengapa Justin masih mahir membuat Alexis cepat
mendapatkan kenikmatan? Well, mereka berdua tahu, Alexis mudah tunduk di bawah
sentuhan Justin dan kalah begitu saja. Bokong Alexis bergoyang-goyang, mengikuti
irama sentuhan Justin yang masih menyentuh dari
celana dalam putihnya.
“Ah, Justin, aku akan …sebentar
lagi,” Alexis menundukkan kepalanya hingga lehernya tak kelihatan sekarang.
Bibir bawah ia gigit untuk menahan kenikmatan yang sebentar lagi akan ia
dapatkan. Tangan itu semakin cepat menggesek-gesek bagian bawah Alexis karena
begitu licinnya, celana dalam yang awalnya terasa menghambat sekarang terasa
seperti jari Justin yang menggeseknya. Bagian bawah Alexis sudah
berdenyut-denyut dan sebentar lagi akan meledak, namun baru saja akan
mendapatkan kenikmatannya, Justin melepaskan jarinya dari celana dalam Alexis.
Tangannya beralih ke bokong Alexis lalu meremasnya. Jari-jarinya mulai
melepaskan celana dalam Alexis, menurunkannya hingga menggantung di pahanya.
“Sialan kau!” Alexis memaki Justin
karena tidak membiarkan dirinya mendapatkan kenikmatan.
“Aku senang menggodamu, kau tahu,”
ucap Justin tersenyum licik. “Aku tahu aku bajingan, kau sudah berkata seperti
itu hampir seumur hidupmu sejak kita menikah. Menurutku itu suatu pujian,”
lanjut Justin santai. Ia menarik dagu Alexis, bibirnya menempel pada bibir
Alexis. Mulutnya mulai mengulum mulut Alexis, lidahnya kembali melesak masuk ke
dalam mulut satu sama lain. Alexis menggerakkan tubuhnya agar bangkit dari
tubuh Justin tanpa melepaskan ciuman mereka. Celana dalamnya ia lepaskan, lalu
ia kembali mengangkangi Justin. Bagian bawah Alexis terlihat mengilap, basah,
dan sangat menggiurkan. Justin menelan ludahnya lalu ciuman mereka lepas begitu
saja.
“Kau tahu apa yang harus
kaulakukan,” ucap Justin dengan salah satu tangan menyentuh bokong Alexis,
sedangkan yang satunya lagi memegang kejantanannya agar bisa masuk ke dalam
tubuh Alexis. Alexis menurunkan tubuhnya ke bawah, melesakkan kejantanan Justin
ke tubuhnya, membuat ia mendongak. Ia mendesah pelan.
“Kau benar-benar memenuhiku,” desah
Alexis menundukkan kepalanya kali ini. Mata birunya terlihat menatap Justin
dengan tatapan tajam, benci karena ia harus melewati bagian-bagian yang begitu
nikmat. Rasanya seperti membunuh Alexis secara perlahan dengan cara yang
nikmat. Justin tersenyum sampai gigi-giginya terlihat, senyum puas. Bunyi ‘pop’
yang basah terdengar ketika seluruh kejantanan Justin masuk sepenuhnya dalam
tubuh Alexis.
“Yeah,” bisik Justin puas. “Diam,”
perintah Justin. Alexis mengikuti apa yang Justin katakan. Detik setelahnya,
pinggul Justin mulai bergerak-gerak secara perlahan ke atas, menusuk Alexis
hingga Alexis harus menahan erangannya agar tidak membangunkan Juber di
sebelah. Tangan Alexis ditopangkan di atas dada Justin, matanya terpejam,
mulutnya terbuka tanpa suara. Hanya desahan tertahan tiap kali kejantanan
Justin melesak masuk ke dalam tubuhnya. Lalu menariknya. Tiap inchi kejantanan
Justin yang menggesek tubuh Alexis membuat Alexis bergetar. Kedua pahanya
bergetar tiap kali merasakan gesekan itu. Mulanya gerakan pinggul Justin
pelan-pelan, namun semakin lama semakin kencang. Hingga Alexis harus
tersentak-sentak ke atas. Buah dadanya yang masih tertutup bra itu naik turun
dengan lugas di depan mata Justin.
“Berhenti,” Alexis memohon.
“Berhenti, ya Tuhan,” desah Alexis tidak tahan lagi. “Justin,” desah Alexis
meremas pundak Justin hingga kuku-kukunya tertancap di pundak Justin. Membuat
Justin terasa nyeri karena remasan Alexis. Rasa itu menghilang saat Justin
merasakan kejantanannya terus diremas lebih ketat lagi. Sangat nikmat.
“Kau ingin aku berhenti?” Tanya
Justin semakin keras memasuki Alexis.
“Ya, oh, Justin! Kau menyiksaku,”
isak Alexis dengan mata mulai berair. Kenikmatan ini terlalu berlebihan. Ini
harus segera dihentikan sebelum Alexis mati karena berhubungan badan dengan
suaminya sendiri. “Justin, kumohon berhenti—“
“Demi Tuhan,”
“Ah!” Alexis tersentak ke atas saat
Justin menyentak begitu kencang hingga benar-benar menyentuh Alexis sampai
perut. Mulut Alexis terbuka menjadi huruf O, namun tak keluar erangan. Hanya
desahan-desahan lemah serta isakan-isakan memohon pada Justin untuk
menghentikan gerakan yang menyiksa ini. “Justin, berhenti,”
“Tidak,” Justin menggelengkan
kepalanya. Ia gila jika ia menghentikan gerakan pinggulnya karena sebentar lagi
ia akan mencapai kenikmatan. Remasan bagian bawah Alexis membuktikan bahwa
sebentar lagi Alexis akan mencapai kenikmatan. Kepala Alexis terdongak ke
belakang, ia menangis karena merasakan gesekan-gesekan yang membuainya. “Sebentar
lagi …”
“Hentikan!” Alexis memohon. Ia mulai
menunduk, mencium leher Justin dan menangis di sana. “Oh,” desahan ‘oh’ terus
terdengar di telinga Justin berulang-ulang seirama dengan hentakan pinggul
Justin. Tangan Alexis mulai meremas ujung bantal –ia sudah tidak menyentuh
pundak Justin—hingga kuku-kukunya memutih. Beberapa detik setelahnya, tubuhnya
meledak. Alexis menjerit, ia memasukkan kepalanya semakin dalam ke sela leher
Justin. Tubuhnya naik turun di atas tubuh Justin karena kenikmatan yang ia
dapat. Membuat Justin ikut merasakan kenikmatannya. Pinggul Alexis tak bisa
diam selama mereka mendapatkan kenikmatan mereka. Sampai akhirnya bokongnya
berhenti bergerak.
“Alexis,” desah Justin. “Bagus,
sayang. Kau yang paling hebat.” Puji Justin mengelus kepala Alexis dengan
lembut. Istrinya tidak bisa mengatakan apa pun atau menggerakkan tubuhnya
sekarang. Ia terlalu lemah untuk melakukan apa pun. Tubuh mereka sama-sama berkeringat.
Hanya nafas mereka yang saling bersahut-sahutan. Seluruh tenaga Alexis rasanya
terkuras habis oleh Justin. Ia terlelap
beberapa menit setelahnya di atas tubuh Justin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar