Senin, 14 April 2014

Touching Fire's Water Bab 10



***


            “Michael!” Kath membuka pintu rumahnya dan langsung memeluk tubuh Michael seerat mungkin. “Ya Tuhan, aku sangat merindukanmu! Mengapa kau tidak memberitahu padaku kalau kau akan singgah ke sini? Aku pasti akan menyiapkan makan malam, masuklah,” Kath mengajak Michael masuk ke dalam. Pria bermata biru dengan rambut rapi sampai kerah kemeja berjalan masuk ke dalam rumah Kath. Ia mengenakan pakaian kerja. Sepertinya dia tidak langsung pulang ke apartemennya. Michael, anak Brad, sudah menginjak umurnya yang ke-22. Sebentar lagi ia akan lulus kuliah. Ia menyukai Kath sebagai kakaknya. Karena selama ini ia adalah anak tunggal. Ternyata Michael membawa teman gadisnya yang disembunyikan oleh Michael. Michael menarik tangan teman gadisnya itu untuk ikut masuk ke dalam rumah Kath. Rambut pirang panjang sampai dadanya dengan raut wajah polos muncul begitu saja, ia menundukkan kepala dengan malu-malu. Kath tersenyum, ia menutup pintu.
            “Kath, ini temanku, Kyra,” Michael memperkenalkan teman barunya. “Kyra, ini kakakku, Kath. Well, bukan kakak kandung, tapi ia sudah bagaikan kakak bagiku. Dia baik, kau tidak perlu malu-malu,” ucap Michael membuat Kyra mendongakkan kepalanya.
            “Hai, Kyra! Kau sangat cantik, senang bertemu denganmu,” Kath memeluk Kyra singkat lalu berucap kembali, “Kuberitahu saja, Michael menyukaimu. Karena gadis-gadis yang ia bawa padaku adalah gadis-gadis yang ia sukai. Oke, kau adalah gadis pertama yang ia bawa padaku. Duduklah,” ajak Kath sangat ramah. Malam ini Kath tidak tampak seperti memiliki masalah tadi siang. Kath tidak menangis. Justru ia merasa puas karena ia berhasil menjauh dari Aaron. Ciuman di kantor itu, ia tidak membalasnya. Lalu ia menampar Aaron dan memberi jari tengah pada keduanya, bukankah itu sangat menyenangkan? Mungkin dengan Kath melakukan itu, Aaron sadar kalau Kath tidak ingin didekati lagi olehnya. Michael memutar bola matanya, ia menyuruh Kyra duduk di atas sofa Kath sedangkan ia ingin mengambil minuman soda di kulkas Kath.
            “Bagaimana kalian berdua bisa bertemu?” Kath duduk di sebelah Kyra, ia menyandarkan siku-siku di sisi sofa, kepalanya ditopang oleh telapak tangannya. “Ia pria baik-baik, jangan menolak jika ia mengajakmu untuk minum-minum karena jika ia melakukan itu padamu, berarti dia menyukaimu, percaya padaku,” ucap Kath meyakinkan Kyra, ia mengedipkan mata sebelahnya membuat Kyra cekikikan karena tingkah Kath yang lucu.
            “Aku satu kantor dengannya. Ia sangat manis. Aku bawahannya, jadi ia sering meminta bantuan padaku jadi kami memiliki waktu yang banyak untuk bersama. Aku senang bertemu dengannya. Ia hanya sangat …manis,” Kyra mengangkat kedua bahunya karena malu-malu. Gadis ini sepantaran Michael, pantas saja Michael menyukainya.
            “Apa yang dia katakan padamu, Kyra?” Tanya Michael muncul membawa dua soda. Salah satunya sudah ia minum dan yang lain ia berikan pada Kyra. Michael meminum sodanya.
            “Aku bilang kau adalah pria baik-baik,” Kath angkat bicara. Ia mengangkat salah satu kakinya ke atas sofa lalu membuang wajah dari Michael agar ia bisa menahan tawanya. Kyra ikut terkikik karena Kath yang menahan tawa. “Serius, aku hanya bilang kau adalah pria baik-baik,” Kath mendongak kembali dengan pipi yang memerah.
            “Jadi, kenapa kalian tertawa?”
            “Entahlah,” Kath mengedik bahu. “Ada yang mau makan? Aku bisa memesan pizza sekarang,” ucap Kath bangkit dari sofa. Ia mengambil telepon rumah yang tak memiliki kabel penghubung lalu menekan nomor telepon restoran pizza tanpa menunggu jawaban Michael ataupun Kyra. Kath berjalan dari ruang tamu menuju kamarnya untuk memesan pizza. Michael tidak tahu apa yang terjadi dengan Kath hari ini karena Kath tampak sangat bahagia. Ia duduk di sebelah Kyra, namun baru beberapa detik bokongnya merasakan kenikmatan, tiba-tiba bel pintu terdengar. Michael menggerutu, ia berjalan menuju pintu lalu membukanya tanpa melihat dari kaca bulat di tengah-tengah pintu itu. Dua pasang mata harimau sekarang menatap Michael dengan tatapan dingin. Pria itu memakai jas sepanjang lutut berwarna hitam, syal berwarna cokelat gelap yang panjang serta serta kemeja putih di bagian dalamnya. Pria itu tidak memakai topi atau apa pun lagi untuk mempercantik dirinya. Michael bersandar di pinggiran pintu sambil meminum sodanya.
            “Ada yang bisa kubantu?” Tanya Michael, santai.
            “Siapa kau? Mengapa kau berada di rumah Kath?” Tanya pria itu dengan suara berat. Leher Michael tertarik beberapa senti ke belakang. Bingung karena tiba-tiba pria ini bertanya seperti itu. Bukankah seharusnya Michael yang bertanya seperti itu padanya? Untuk apa pria itu datang ke rumah Kath? “Apa Kath ada di rumah?”
            “Aku tidak akan memberitahumu dia ada di rumah atau tidak. Beritahu aku terlebih dahulu siapa dirimu,” ucap Michael kembali meminum sodanya. Pria bermata harimau itu kesal dengan tingkah bocah ini. Tangannya gatal ingin meninju wajah Michale yang tidak lebih tampan darinya. Dan mengapa bocah ini berada di dalam rumah Kath? Apa ini adalah pacar Kath? Begitu banyak pertanyaan yang menjatuhi pikiran pria bertubuh tinggi ini. Apa bocah ini baru saja meniduri Kath? Pikiran negatif memaksa masuk ke dalam otaknya. Membuat kepalanya tergeleng agar ia tidak berpikir seperti itu. “Hey, kau mengerti bahasaku? Siapa kau? Siapa kau? Siapa kau?” Tanya Michael menggunakan bahasa Prancis dan Spanyol.
            “Aku Aaron, rekan kerjanya,” ucap pria bermata harimau itu, Aaron. “Apa sekarang aku boleh masuk?” Tanya Aaron tidak ingin membuang-buang waktunya.
            “Tunggu sebentar,” Michael mengangkat tangannya yang memegang soda itu. Pintunya masih menutupi isi rumah Kath, Michael hanya membuka pintu itu seukuran tubuh Michael. Michael menolehkan kepalanya ke dalam rumah lalu berteriak. “Kath, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Apa dia boleh masuk?”
            “Tentu saja aku boleh masuk!” ujar Aaron gemas karena bocah ini tampak menyebalkan. Michael menoleh kembali pada Aaron, ia terkekeh mendengar ucapan Aaron dengan salah satu ujung bibir Michael terangkat, mencemooh Aaron. Terdengar suara Kath berteriak dari dalam membuat Michael menertawakan Aaron. “Apa? Apa yang dia katakan?”
            “Ia bilang kau harus tunggu di luar sampai ia muncul. Omong-omong, kenapa kau datang ke sini? Kau kan hanya rekan bisnisnya, jadi kau bisa membicarakannya di kantor,”
            “Bukan urusanmu,” Aaron berucap sedingin es. Sedetik kemudian, Kath muncul. Ia menarik pintunya lebih lebar sambil meminta Michael untuk pergi dari pintu. Saat Kath melihat tamunya, raut wajah yang awalnya bahagia berubah begitu saja menjadi kesal. “Hai, Kath,”
            “Apa-apaan yang kaulakukan di sini?” Tanya Kath menggunakan kata kotor agar Aaron merasa tidak suka padanya. Melihat dari gerak-gerik Kath, Aaron tahu betul apa yang sedang Kath lakukan. Ia ingin membuat Aaron menjauh darinya menggunakan cara yang tidak sopan. Entah mengapa Aaron malah makin menyukai Kath. “Jika bukan urusan bisnis, aku tidak ingin membicarakannya,”
            “Aku hanya ingin meminta maaf atas sikapku yang benar-benar konyol di kantor tadi. Seharusnya aku tidak menciummu,” ucap Aaron menyesal. Kath memutar bola matanya, tidak suka dengan akting sialan ini.
            “Menjauhlah dariku Aaron,” ucap Kath dengan kata kotor sambil tangannya mulai menutup pintu rumahnya. Tidak secepat itu, Aaron langsung menahannya lalu menarik tangan Kath agar Kath keluar dari rumahnya. Kath menjerit, namun jeritannya lenyap begitu saja dari dalam rumah karena sekarang ia sudah berada di luar. Aaron memegang salah satu tangannya, mencengkeramnya sekuat tenaga sampai-sampai Kath meringis kesakitan. Apa pria ini sudah gila? Kath menarik-narik tangannya dari cengkeraman Aaron, tapi ia tak bisa. “Lepaskan aku Aaron!”
            “Sebenarnya, apa maumu? Aku tahu kau menginginkanku! Begitu juga aku yang menginginkanmu. Jadi, apa masalahmu sekarang?” Tanya Aaron kesal.
            “Omong kosong,” Kath terkekeh karena ucapan Aaron yang penuh dusta itu. Tidak mungkin Aaron menyatakan cinta pada Grace kalau ia menginginkan Kath. Itu tidak masuk akal dan Aaron benar-benar memainkan perasaan Kath.”Masalahnya adalah kau mencintai adikmu sendiri, mengerti? Sekarang lepaskan aku!” bentak Kath menarik tangannya, kali ini berhasil. Aaron terkejut dengan ucapan Kath. Sebelum Kath kembali menyentuh tangannya pada gagang pintu, Aaron menyentuh tangannya.
            “Bagaimana bisa kau tahu?” Tanya Aaron dengan kedua alis bertaut.
            “Menurutmu bagaimana bisa aku tahu itu? Enyahlah,” Kath menyentakkan tangannya dari genggaman Aaron. Aaron terdiam sejenak, saat Kath baru membuka pintunya, ia menarik tangan Kath lagi untuk yang kesekian kalinya sampai Kath harus menjerit. “Sialan! Sudah kubilang berkali-kali menjauh dariku!” Bentak Kath. Pintu terbuka lebar begitu saja. Muncul Michael dengan raut wajah kesal. Ia menatap Aaron seolah-olah Aaron adalah pengganggu. Well, memang Aaron adalah pengganggu bagi Kath.
            “Hey, menjauhlah dari Kath!” ucap Michael dengan suara mengancam. Ia mendorong tubuh Aaron hingga tangan Aaron terlepas dari Kath. “Dia bilang menjauhlah darinya! Kau ingin dia menggunakkan bahasa apa?”
            “Sudah, Michael,” Kath menyentuh bahu Michael agar tidak terjadi perkelahian.
            “Siapa kau? Pacarnya?” Aaron malah mendorong bahu Michael hingga Michael mundur beberapa langkah masuk kembali ke rumah. Namun langsung Michael berlari mendorong Aaron sampai-sampai tubuh Aaron menabrak tembok abu-abu di belakangnya. Michael meninju pipi Aaron berkali-kali, namun itu tidak berlangsung lama karena Aaron memukul perut Michael hingga air ludah muncrat dari mulut Michael. Michael mengerang. Lalu tangan Aaron menarik kemeja Michael, kali ini Aaron yang meninju wajah Michael sekuat mungkin. Bahkan sampai hidung Michael berdarah. Aaron melempar tubuh Michael ke atas lantai, Michael langsung tersungkur di bawah kaki Kath. “Kau ingin berkelahi huh?” Amarah sudah meliputi tubuh Aaron.
            “Cukup Aaron!” Kath menarik Michael, ia berusaha menyeret-nyeret Michael dari Aaron. Aaron menendang kaki Michael untuk yang terakhir kalinya. “Aaron!” bentak Kath melotot padanya.
            “Mengapa kau membelanya? Pacar barumu?” Tanya Aaron tidak dapat menghilang nada mencemooh dari suaranya. Kath menggeleng-geleng kepala, tak percaya mengapa Aaron menganggapnya begitu murahan.
            “Bukan urusanmu. Enyahlah dari hadapanku! Kau brengsek!” Hina Kath menarik Michael. Kyra muncul dari belakang, ia ikut menarik tubuh Michael ke dalam rumah. Aaron masih terdiam di tempat dengan nafas terengah-engah. Buku-buku tangannya sudah berlumuran darah Michael. Aaron kurang yakin tentang pria itu adalah kekasih Kath karena kedatangan seorang gadis dari dalam rumah Kath yang menarik tubuh Michael juga. Dan gadis itu kelihatan sepantaran dengan Michael. Jadi, siapa pria ini di mata Kath? Pintu mulai tertutup. “Selamat malam, Aaron.”
            “Kath!” Pintu sudah tertutup dan terkunci. Aaron memukul pintu rumah Kath sekencang mungkin. Ia kesal pada dirinya sendiri. Kath menolaknya. Itu berarti adalah tantangan bagi Aaron. Tantangan yang mungkin akan menyenangkan. Aaron harus mendapatkan Kath!

***

            Alexis mengecup bibir Juber singkat saat balita itu baru saja terlelap di atas tempat tidur ayahnya. Aaron belum kembali dari kantor, atau mungkin ia memiliki urusan lain, tetapi Aaron sudah berjanji untuk menjadi Juber malam ini. Itu semua karena ia memiliki masalah lain di dalam kamar dengan Justin yang sudah menunggunya di luar. Ia mengelus rambut tipis Juber dan berlalu begitu saja dari hadapan balita itu. Di mulut pintu kamar Aaron, terlihat Justin sudah bersandar di sana tidak mengenakan atasan. Sekarang tatonya kelihatan, sengaja agar Alexis bergairah. Memang benar, cara itu berhasil membuat Alexis senyum malu-malu karena Justin yang selalu menggodanya. Alexis mengangkat jari telunjuknya ke mulutnya, memberitahu Justin untuk tidak bersuara. Karena jika monster kecil itu terbangun, acara malam ini akan gagal. Justin meraup pinggang Alexis saat wanita itu berdiri satu langkah darinya. Ia mengecup pipi Alexis yang memerah sambil menarik Alexis untuk keluar. Tangan Alexis menarik gagang pintu lalu menutupnya sepelan mungkin agar tak bersuara. Grace sudah berada di kamarnya, ia tidak pulang bersama Aaron.
            Bibir Justin mulai mengecup rahang bawah Alexis dengan lembut sambil terus berjalan menuju kamar mereka. Tangan Justin yang panjang dan besar itu mulai meremas bokong istrinya dengan lembut sampai-sampai Alexis harus menyembunyikan desahannya ke dalam leher Justin. Justin membuka pintu kamarnya, ia mendorong Alexis ke dalam, lalu pintu tertutup. Di situlah harimau jantan yang benar-benar bergairah menjinakkan harimau betinanya di dalam kamar. Ia mengunci pintu kamar, menarik kepala Alexis lalu menyatukan mulutnya dengan Alexis. Lidah mereka saling menggelitik, membelai, dan bertukar saliva. Alexis melingkarkan lengannya pada leher Justin lalu memanjat tubuh Justin hingga Justin harus menahan bokongnya yang masih padat dan kenyal. Kedua kaki Alexis melingkar di sekitar pinggang Justin yang keras, kepalanya menekan-nekan mulut Justin agar ciuman mereka semakin dalam. Justin menggigit bibir bawah Alexis, membuat Alexis mendongak ke belakang sehingga bibirnya tertarik, terlihat sangat seksi.
            “Sialnya kau masih memakai pakaian. Tidak adil,” gerutu Justin melempar tubuh Alexis ke atas tempat tidur. Gaun tidur tipis berwarna putih yang dikenakan Alexis benar-benar membuat Justin gila karena selama hampir 4 jam, ia harus menunggu untuk tidak merobek pakaian Alexis. Ia segera membuka gaun itu dari tubuh Alexis, melemparnya ke lantai lalu langsung meremas buah dada yang sekarang semakin besar. Alexis mendesah, namun itu tidak berlangsung lama, ia langsung mendorong dada Justin. Memutar tubuhnya dengan tubuh Justin di atas tempat tidur. Sehingga sekarang Alexis berada di atas tubuh Justin. Hanya celana dalam dan bra yang menempel di tubuh Alexis sekarang. Wanita itu sekarang sudah benar-benar basah. Bahkan cairannya sudah tercetak di celana dalamnya yang bewarna putih polos.
            “Mengapa kau sangat seksi?” Geram Justin mengelus paha Alexis yang mengangkangi perutnya. Alexis langsung memukul tangan itu hingga Justin menarik tangannya.
            “Jangan sentuh aku! Biarkan aku melakukan apa yang harus kulakukan. Kau hanya harus diam dan melihat. Nikmati,” bisik Alexis menggoda Justin. Ia mengecup singkat bibir Justin lalu memundurkan bokongnya ke belakang sedikit hingga ia benar-benar menduduki bagian yang menonjol di sana.
            “Aku tidak bisa tidak menyentuh tubuhmu! Sial, Alex!” Alexis mulai memaju-mundurkan bokongnya di sana, menyiksa Justin dengan kenikmatan. Alexis menekan-nekan bagian bawahnya ke tonjolan itu dengan lembut. Membuat dirinya semakin basah dan bergairah. Ia memejamkan matanya, kepalanya mendongak ke belakang, mengerang karena ia juga mendapatkan kenikmatan ini. Tangan Justin mulai menyentuh bokong Alexis kali ini, namun itu tidak berlangsung lama karena Alexis membuka matanya. Ia mencondongkan tubuhnya pada Justin, membuat wajahnya dekat dengan wajah Justin. “Aku tak bisa menyentuhmu sayang, kau sangat seksi,”
            “Kau sentuh aku maka semuanya akan rusak,” Alexis mengancam. Ia menjilat bibir Justin dengan lidahnya. Ia menggerak-gerakkannya begitu cepat di atas bibir Justin hingga Justin terpaksa harus mengangkat pinggulnya agar bagian bawahnya dapat menyentuh bokong Alexis kembali. “Apa ini?” Tanya Alexis dengan tangan yang menjulur ke belakang. Menyentuh bagian bawah Justin yang sudah benar-benar menonjol di bawah celana hitam pendek yang Justin pakai. Alexis meremasnya dengan lembut membuat Justin mengerang. “Kau sentuh aku lagi, kau tidak akan mendapatkannya,” ancam Alexis, lagi. Alexis segera bangkit dari atas tubuh Justin. Ia merangkak mundur ke bawah sambil menarik celana Justin bersamaan dengan celana dalamnya. Justin melirik ke bawah, melihat istrinya yang menjilat bibirnya sendiri ketika melihat kejantanan Justin yang sekarang terlihat. Namun matanya lebih mengarah pada buah dada Alexis yang menggantung dengan indahnya. Dan gilanya, masih tertutup dengan bra berwarna putih.
            “Sial, Alexis! Fuck!” geram Justin ketika tangan Alexis mulai menyentuh kejantanannya. Tangan itu terasa sangat lembut. Ia memijat sebentar kejantanan Justin tanpa menjilatnya atau menciumnya. Membuat Justin tersiksa, nyaris gila atas perlakuan Alexis. Tangan itu naik turun di sepanjang kejantanan Justin, ia menatap Justin dengan tatapan menggoda. Salah satu ujung bibirnya tertarik ke atas, ekspresi menggoda itu membuat Justin ingin meremas buah dada yang lembut itu. “Cium aku!” Pinta Justin menggoyangkan pinggulnya ke atas satu kali. Alexis terkejut, ia terkekeh karena suaminya tak sabaran.
Dengan sikap menggoda, Alexis mengecup puncak kejantanan Justin hingga tubuh Justin menegang.
            “Maksudmu seperti itu?” Terasa sangat basah dan nikmat.
            “Jangan bermain-main denganku –Alexis Bieber!” Erang Justin mendongakkan kepalanya ketika mulut itu mulai mengulum kejantanan Justin. Mulut itu mulai mengapit kejantanan itu dari atas sampai setengahnya karena milik Justin terlalu panjang untuknya. Bahkan mulut Alexis yang kecil itu rasanya tak cukup untuk menampung seluruhnya. Tangan Alexis ikut menggenggam kejantanan Justin dari bawah sampai atas, mengikuti mulutnya. Membuat Justin memegang kepala Alexis agar mulut itu semakin masuk ke dalam. Kejantanan itu sekarang berlumuran saliva dan semakin membengkak. Alexis melepaskan mulutnya dari kejantanan itu, hingga menghasilkan bunyi ‘pop’ yang seksi. Tangannya tak lepas dari kejantanan Justin, namun bukan hanya itu yang Justin inginkan, ia menginginkan mulut Alexis menyelimuti kejantannya lagi.
            “Kau menyukainya?” Tanya Alexis, mempermainkan gairah Justin. Justin melirik ke bawah, melihat istrinya yang sekarang mulutnya terlihat mengilap. Sekarang dia bukan gadis perawan yang harus Justin ajarkan bagaimana caranya bercinta. Dia sekarang seperti ratu di atas ranjang. Justin bangga dengan Alexis yang semakin hebat. Lidah itu mulai menjilat kilat kejantanan Justin, membuat Justin kembali menegang. Alexis tidak perlu jawaban Justin sekarang, ia ingin mengganggu Justin. Alexis mulai mengulum kembali kejantanan itu. Giginya tentu saja tidak menyentuh kejantanan Justin, ia sudah tahu bagaimana caranya membuat Justin kenikmatan. Kepala itu naik-turun dengan cepat.
            “Oh, Alex, lebih dalam lagi,” paksa Justin menekan-nekan kepala Alexis hingga Alexis sedikit tersedak. Kedua tangan Alexis sekarang memegang paha Justin sehingga sekarang hanya mulutnya yang menyentuh kejantanan Justin. Justin memegang pundak Alexis, ia meremasnya hingga Alexis sedikit kesakitan. Justin mulai menggerakkan pinggulnya ke arah mulut Alexis, seperti menyetubuhi mulut Alexis. Alexis tidak tersedak sekarang meski Justin sudah menggoyangkan pinggulnya, ia sudah tahu bagaimana mengatasinya. Mulutnya semakin mengapit kejantanan Justin hingga Justin tidak tahan lagi. Ia langsung menarik kepala Alexis ke atas agar ia dapat mencium Alexis. Namun Alexis menahannya, ia membuang muka, mencium-cium perut Justin terlebih dahulu. Perut itu sudah berkeringat. Begitu juga dengan tubuh Alexis yang mengilap karena keringat yang telah membasuh tubuhnya. Lidah Alexis menjilat perutnya sampai dada Justin yang keras. Lalu melewati lehernya dan berakhir di dagunya. Alexis tersenyum saat wajahnya berhadapan dengan wajah Justin.
            “Kau selalu membuatku ingin keluar sebelum saatnya. Kau ingin aku cepat selesai sementara kau belum mendapatkan apa pun?”
            “Aku senang melihatmu kenikmatan. Bagiku itu sangat …lucu,”
            “Lucu?” Tanya Justin mengangkat kedua alisnya, tidak mengerti mengapa istrinya menganggap hal itu lucu. Alexis menganggukkan kepalanya, ia mengecup bibir Justin. “Sekarang boleh aku menyentuhmu?” Tanya Justin mengelus-elus pinggang Alexis yang melengkung ke bawah sehingga bokongnya sekarang terlihat menggugah selera.
            “Tentu saja. Aku milikmu, kau tahu itu,” Alexis mengangguk satu kali. Lalu matanya langsung terpejam saat jari-jari Justin mulai menyentuh celana dalamnya yang basah dari bawah. Sentuhan dari celana dalam selalu berhasil membuat Alexis merasa sangat bergairah. Entahlah, menurutnya itu sangat seksi dan intens. Justin tersenyum karena istrinya merasakan kenikmatan hanya karena jarinya yang baru menyentuh celana dalamnya. Pelan-pelan jari itu mulai mengelus-elus bagian tengahnya, membelahnya, menggelitiki bagian terintim dari tubuh Alexis. Kedua tangan Alexis sudah menyentuh pundak Justin, meremasnya karena merasakan kenikmatan ini. Sudah 20 tahun, tetapi mengapa Justin masih mahir membuat Alexis cepat mendapatkan kenikmatan? Well, mereka berdua tahu, Alexis mudah tunduk di bawah sentuhan Justin dan kalah begitu saja. Bokong Alexis bergoyang-goyang, mengikuti irama sentuhan Justin yang masih menyentuh dari  celana dalam putihnya.
            “Ah, Justin, aku akan …sebentar lagi,” Alexis menundukkan kepalanya hingga lehernya tak kelihatan sekarang. Bibir bawah ia gigit untuk menahan kenikmatan yang sebentar lagi akan ia dapatkan. Tangan itu semakin cepat menggesek-gesek bagian bawah Alexis karena begitu licinnya, celana dalam yang awalnya terasa menghambat sekarang terasa seperti jari Justin yang menggeseknya. Bagian bawah Alexis sudah berdenyut-denyut dan sebentar lagi akan meledak, namun baru saja akan mendapatkan kenikmatannya, Justin melepaskan jarinya dari celana dalam Alexis. Tangannya beralih ke bokong Alexis lalu meremasnya. Jari-jarinya mulai melepaskan celana dalam Alexis, menurunkannya hingga menggantung di pahanya.
            “Sialan kau!” Alexis memaki Justin karena tidak membiarkan dirinya mendapatkan kenikmatan.
            “Aku senang menggodamu, kau tahu,” ucap Justin tersenyum licik. “Aku tahu aku bajingan, kau sudah berkata seperti itu hampir seumur hidupmu sejak kita menikah. Menurutku itu suatu pujian,” lanjut Justin santai. Ia menarik dagu Alexis, bibirnya menempel pada bibir Alexis. Mulutnya mulai mengulum mulut Alexis, lidahnya kembali melesak masuk ke dalam mulut satu sama lain. Alexis menggerakkan tubuhnya agar bangkit dari tubuh Justin tanpa melepaskan ciuman mereka. Celana dalamnya ia lepaskan, lalu ia kembali mengangkangi Justin. Bagian bawah Alexis terlihat mengilap, basah, dan sangat menggiurkan. Justin menelan ludahnya lalu ciuman mereka lepas begitu saja.
            “Kau tahu apa yang harus kaulakukan,” ucap Justin dengan salah satu tangan menyentuh bokong Alexis, sedangkan yang satunya lagi memegang kejantanannya agar bisa masuk ke dalam tubuh Alexis. Alexis menurunkan tubuhnya ke bawah, melesakkan kejantanan Justin ke tubuhnya, membuat ia mendongak. Ia mendesah pelan.
            “Kau benar-benar memenuhiku,” desah Alexis menundukkan kepalanya kali ini. Mata birunya terlihat menatap Justin dengan tatapan tajam, benci karena ia harus melewati bagian-bagian yang begitu nikmat. Rasanya seperti membunuh Alexis secara perlahan dengan cara yang nikmat. Justin tersenyum sampai gigi-giginya terlihat, senyum puas. Bunyi ‘pop’ yang basah terdengar ketika seluruh kejantanan Justin masuk sepenuhnya dalam tubuh Alexis.
            “Yeah,” bisik Justin puas. “Diam,” perintah Justin. Alexis mengikuti apa yang Justin katakan. Detik setelahnya, pinggul Justin mulai bergerak-gerak secara perlahan ke atas, menusuk Alexis hingga Alexis harus menahan erangannya agar tidak membangunkan Juber di sebelah. Tangan Alexis ditopangkan di atas dada Justin, matanya terpejam, mulutnya terbuka tanpa suara. Hanya desahan tertahan tiap kali kejantanan Justin melesak masuk ke dalam tubuhnya. Lalu menariknya. Tiap inchi kejantanan Justin yang menggesek tubuh Alexis membuat Alexis bergetar. Kedua pahanya bergetar tiap kali merasakan gesekan itu. Mulanya gerakan pinggul Justin pelan-pelan, namun semakin lama semakin kencang. Hingga Alexis harus tersentak-sentak ke atas. Buah dadanya yang masih tertutup bra itu naik turun dengan lugas di depan mata Justin.
            “Berhenti,” Alexis memohon. “Berhenti, ya Tuhan,” desah Alexis tidak tahan lagi. “Justin,” desah Alexis meremas pundak Justin hingga kuku-kukunya tertancap di pundak Justin. Membuat Justin terasa nyeri karena remasan Alexis. Rasa itu menghilang saat Justin merasakan kejantanannya terus diremas lebih ketat lagi. Sangat nikmat.
            “Kau ingin aku berhenti?” Tanya Justin semakin keras memasuki Alexis.
            “Ya, oh, Justin! Kau menyiksaku,” isak Alexis dengan mata mulai berair. Kenikmatan ini terlalu berlebihan. Ini harus segera dihentikan sebelum Alexis mati karena berhubungan badan dengan suaminya sendiri. “Justin, kumohon berhenti—“
            “Demi Tuhan,”
            “Ah!” Alexis tersentak ke atas saat Justin menyentak begitu kencang hingga benar-benar menyentuh Alexis sampai perut. Mulut Alexis terbuka menjadi huruf O, namun tak keluar erangan. Hanya desahan-desahan lemah serta isakan-isakan memohon pada Justin untuk menghentikan gerakan yang menyiksa ini. “Justin, berhenti,”
            “Tidak,” Justin menggelengkan kepalanya. Ia gila jika ia menghentikan gerakan pinggulnya karena sebentar lagi ia akan mencapai kenikmatan. Remasan bagian bawah Alexis membuktikan bahwa sebentar lagi Alexis akan mencapai kenikmatan. Kepala Alexis terdongak ke belakang, ia menangis karena merasakan gesekan-gesekan yang membuainya. “Sebentar lagi …”
            “Hentikan!” Alexis memohon. Ia mulai menunduk, mencium leher Justin dan menangis di sana. “Oh,” desahan ‘oh’ terus terdengar di telinga Justin berulang-ulang seirama dengan hentakan pinggul Justin. Tangan Alexis mulai meremas ujung bantal –ia sudah tidak menyentuh pundak Justin—hingga kuku-kukunya memutih. Beberapa detik setelahnya, tubuhnya meledak. Alexis menjerit, ia memasukkan kepalanya semakin dalam ke sela leher Justin. Tubuhnya naik turun di atas tubuh Justin karena kenikmatan yang ia dapat. Membuat Justin ikut merasakan kenikmatannya. Pinggul Alexis tak bisa diam selama mereka mendapatkan kenikmatan mereka. Sampai akhirnya bokongnya berhenti bergerak.
            “Alexis,” desah Justin. “Bagus, sayang. Kau yang paling hebat.” Puji Justin mengelus kepala Alexis dengan lembut. Istrinya tidak bisa mengatakan apa pun atau menggerakkan tubuhnya sekarang. Ia terlalu lemah untuk melakukan apa pun. Tubuh mereka sama-sama berkeringat. Hanya nafas mereka yang saling bersahut-sahutan. Seluruh tenaga Alexis rasanya terkuras habis oleh Justin.  Ia terlelap beberapa menit setelahnya di atas tubuh Justin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar