Senin, 14 April 2014

Touching Fire's Water Bab 8



***


            Alexis dan Juber tampaknya sedang bersenang-senang di dalam Mall. Terlebih lagi Juber yang memang dari dulu menyukai Mall. Apalagi jika ia sudah melihat toko mainan dan arena permainan, kakinya tidak bisa berlari menuju dua tempat itu. Apalagi Alexis yang selalu memanjakannya tidak dapat menolak permintaan Juber. Namun kali ini Juber menahan diri karena sebelum ia pergi ke Mall bersama dengan Alex, Alex sudah meminta janji pada Juber untuk tidak bermain ke arena permainan. Dan Juber hanya mengangguk polos karena imbalannya adalah pancake kesukaannya. Ia lebih memiliki pancake dibanding permainan. Alexis bingung harus membeli kado seperti apa untuk anaknya. Tampaknya Aaron sudah memiliki segala yang Aaron butuhkan. Alexis masuk ke dalam toko pakaian pria yang bermerek. Kali ini ia menggendong Juber agar Juber tidak tiba-tiba saja lari dan menghilang.
            Seorang pramuniaga mulai mendekati Alexis dengan keramahannya. Alexis melihat belahan dada yang terekspos secara gratis dari pramuniaga ini. Well, pantas saja toko pakaian ini laku karena pramuniaganya pun menggiurkan. Alexis menyelipkan rambutnya ke belakang telinga lalu ia tersenyum.
            “Well, aku ke sini ingin membeli hadiah untuk anakku yang sebentar lagi akan berumur 27 tahun. Menurutmu, hadiah apa yang cocok untuknya yang ada di toko ini?” Tanya Alex menahan tangan Juber yang sudah ingin memukul wajahnya. Anak ini memang tidak bisa menahan tangannya jika wajah nenek atau kakeknya sudah dekat dengan tangannya.
            “Tunggu sebentar, Ma’am, aku akan mencari yang tepat,” ucap pramuniaga itu meninggalkan Alexis di tempat. Alex mulai berjalan masuk lebih dalam lagi untuk mencari-cari apa yang disukai oleh Aaron. Tangannya mulai menggeser-geserkan kemeja yang digantung di gantungan. Warna biru, hitam, merah muda, ungu, hijau dan warna lain ada di gantungan ini. Sampai ia menabrak seseorang, ia langsung meminta maaf, spontan.
            “Ya Tuhan, apa kau baik-baik saja?” Suara seorang pria terdengar di telinganya. Suara yang pernah ia kenali sebelumnya. Namun ia tidak tahu siapa orang itu. Alexis mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dengan pria itu lalu ia mendongakkan kepalanya. Sepasang mata biru menatap Alexis dengan tatapan ragu-ragu. “Apa kau baik-baik saja?” Tanya pria itu sekali lagi.
            “Yeah, tentu saja. Aku baik-baik saja, terima kasih,” jantung Alexis masih berdegup kencang karena ia sedang menggendong Juber, lalu ada seseorang yang ia tabrak dan ia takut Juber terluka bila Juber jatuh. Namun saat ia menatap pria itu, ia seperti pernah melihat siapa pria ini. Ia kurang yakin dengan siapa yang ia lihat. Pria itu juga begitu. Ia seperti pernah melihat wanita ini sebelumnya, namun saat ia benar-benar melihat mata wanita itu, ia tahu sekarang siapa yang ada di hadapannya.
            “Apa kau Alexis? Alexis Bieber?” Tanya pria itu. Leher Alex tertarik ke belakang untuk beberapa senti, bingung mengapa pria ini bisa mengenalnya. “Apa kau masih ingat aku? Aku Brad! Brad Knight!” Seru pria itu menyebutkan namanya. Mata Alexis membulat begitu saja ketika ia akhirnya sadar bahwa Brad, sahabatnya dulu, yang ada di hadapannya.
            “Ya Tuhan, Brad! Demi Tuhan aku tidak percaya akhirnya kita bertemu kembali,” seru Alexis lalu memeluk Brad singkat. “Bagaimana kabarmu? Ya Tuhan, aku sangat merindukanmu. Kau ternyata berjanggut sekarang,” Alexis masih tidak percaya.
            “Well, dunia sempit. Aku juga merindukanmu. Sudah lama sekali aku tidak menerima kabar darimu. Omong-omong, siapa anak kecil yang lucu ini?” Tanya Brad mencubit pipi Juber. Juber langsun memukul punggung tangan Brad karena Juber memang tidak suka jika pipinya dicubit seperti itu. “Oh, dia sangat garang,” Brad tertawa.
            “Dia tidak suka jika pipinya dicubit, Brad. Bagaimana kalau kita berbicara di café?” Tanya Alex mengajak.
            “Kurasa itu ide yang bagus.” Alexis meninggalkan toko itu bersamaan dengan pramuniaga yang baru saja ingin menghampirinya. Mungkin hari ini bukan hari yang bagus untuk pramuniaga itu. Ia menggerutu melihat wanita yang menggendong anak kecil dan pria bertubuh tinggi itu karena telah meninggalkannya begitu saja.


***

            Alexis dan Brad menceritakan kisah hidup mereka selama 20 tahun lebih. Brad tidak dapat mengunjungi Alexis atau menghubungi Alexis karena ia benar-benar tidak bisa mendapatkan berita dari Alexis. Berbeda dengan Alexis. Ia tidak dapat mengunjungi Brad karena Brad berada di Rusia dan ia tidak tahu kalau Brad pindah kembali ke Altanta. Dan bahkan alasan utamanya bukan itu. Itu karena suami Alexis adalah pria yang pencemburu. Justin tidak senang jika ia mendapati Alexis bersama dengan pria lain. Bahkan sampai sekarang masih tetap seperti itu.
            “Jadi, bagaimana dengan Aaron?” Tanya Brad menyesap kopinya yang sebentar lagi akan habis.
            “Dia …dia baik-baik saja. Hanya saja, akhir-akhir ini aku tidak mengerti jalan pikirannya,” Alexis menggeleng-gelengkan kepalanya. Juber sudah tertidur di atas tubuhnya dengan posisi tengkurap. Air liurnya dari tadi menetes-netes di atas tisu yang sudah disiapkan Alexis di atas bahunya. Brad mengangkat salah satu alisnya.
            “Kupikir dia sedang dekat dengan seorang gadis,” Brad teringat akan Kath yang mengatakan padanya kalau ia sedang dekat dengan Aaron. Raut wajah Alexis bingung, bagaimana Brad bisa tahu?
            “Well, yeah, memang benar. Dunia ini memang sempit. Namanya Kath. Ia datang kemarin ke rumahku dan menginap. Ia adalah anak yang benar-benar manis. Apa kau mengenalnya?” Tanya Alexis.
            “Tentu saja. Ia anak dari temanku yang lain. Kath sungguh mengagumkan jika kau mengenalnya lebih jauh. Jadi, mengapa kau tidak mengerti jalan pikiran anakmu itu?” Brad kembali meminum kopinya, kali ini ia habiskan. Saat Alexis ingin menjawab pertanyaan Brad, sebuah tangan menyentuh pundak Alexis yang tidak ditumpangi kepala Juber.
            “Karena pikirannya tak sejalan dengan Aaron,” suara berat dari Justin terdengar di telinga Alexis. Lalu Alex melirik jam tangan yang ia pakai. Sudah jam 5 lewat. Sungguh sialan. “Kurasa waktu istriku sudah habis denganmu. Dia harus pulang,”
            “Suatu kehormatan bisa bertemu denganmu lagi, Mr.Bieber,”
            “Tentu saja,” Justin bersikap acuh. “Pulang sekarang.” Perintah Justin dengan suara yang benar-benar dingin  Alexis berdiri, ia tidak bisa membantah ucapan Justin jika tatapan Justin terhadap Brad sudah seperti ini membunuh sahabat lamanya.
            “Terima kasih, Brad,” ucap Alexis mengucapkan selamat tinggal. Ia keluar dari café itu bersama dengan Justin. “Ya Tuhan, Justin! Aku tidak suka ditarik seperti ini!” ujar Alexis tidak suka, ia menyentakkan tangannya dari genggaman tangan Justin.
            “Well, aku tidak suka kau mengingkari janjimu dan meminum kopi bersama dengan si sialan Brad itu!” Mata Justin menyala-menyala akibat cemburu.  

***


            Tidak terjadi percakapan antara Justin dan Alexis selama perjalanan menuju pulang. Alexis tahu dengan jelas kalau Justin melacak ponselnya untuk mengetahui dimana keberadaan Alexis. Juber sudah berkutat dengan pancake yang tadi dibelikan oleh Alexis sebelum pulang dari Mall. Kali ini Juber diberikan dua pancake karena sudah menjaga sikapnya di Mall. Justin hanya menggoda Juber di dalam mobil, mengabaikan Alexis yang telah menyakiti hatinya. Entah mengapa tiap kali Justin melihat Alexis dengan pria lain, tangan Justin begitu gatal ingin meninju wajah pria yang mendekat dengan istrinya. Inilah salah satu resiko memiliki wanita cantik seperti Alexis, pasti ada saja pria-pria lain ingin mengambil Alexis dari tangan Justin. Itu tidak masuk akal. Meski Justin cukup bangga karena ia telah memiliki Alexis, bukan berarti pria lain boleh mendekati istrinya. Terlebih lagi, Brad. Untuk apa pria itu datang lagi ke dalam kehidupan mereka? Bukankah dia seharusnya berada di Rusia dan menjauh dari Alexis? Tiba-tiba saja ia datang dan bertemu dengan Alexis. Bahkan mereka minum kopi bersama. Justin diam-diam berpikiran negatif kalau selama ini Alexis bertemu dengan Brad diam-diam. Atau bahkan melakukan hal yang lebih dari pada pertemuan. Namun Justin langsung menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin istrinya akan berselingkuh.
            Justin tahu dirinya tampan, kaya, apa yang ia mau pasti ia dapatkan, dan tentunya ia pria yang dipuja-puja oleh para wanita. Alexis tentu saja tidak akan berlari dari Justin semudah itu jika Justin harus dibandingkan dengan Brad. Alexis melirik suaminya yang menyetir di sampingnya. Rahangnya masih menegang seperti ketika Justin melihat Brad. Sudah berkali-kali mereka membicarakan tentang hal seperti ini. Tapi Alexis pikir, mungkin suaminya masih belum mengerti apa arti dari “kepercayaan”. Jika Justin percaya Alexis tidak akan meninggalkannya, sudah pasti Justin tidak akan semarah ini. Karena kemana pun Alexis pergi, Alexis adalah milik Justin. Alexis pun sadar betul dengan statusnya sebagai seorang Mrs.Bieber. Meski kesal dengan tingkah suaminya, jika Alexis tidak mengalah, sudah pasti ia tidak akan berbicara dengan Justin selama yang Justin bisa. Tangannya mulai menyentuh pundak Justin.
            “Hey,” bisik Alexis berusaha tersenyum. “Aku hanya tidak sengaja bertemu dengannya saat aku mencari hadiah untuk Aaron. Well, aku tak sengaja menabraknya di toko baju pria. Awalnya aku pikir dia—“
            “Aku tidak ingin mendengar penjelasan apa pun,” ucap Justin tanpa menoleh melihat Alexis. Alex mengangkat salah satu alisnya. Biasanya dengan cara mengelus pundak suaminya akan berhasil. Mengapa sekarang tidak? Apakah sebesar ini rasa cemburunya jika Alexis bersama dengan pria seperti Brad? Atau karena Brad adalah sahabat lama Alexis dapat mempengaruhi rasa cemburu Justin? Alexis menarik tangannya dari pundak Justin lalu terdiam. Baiklah jika suaminya bersikap seperti itu. Setidaknya Alexis sudah membuka suara terlebih dahulu. Lihat saja nanti, Justin akan menyesal dengan apa yang ia perbuat pada Alexis. Juber yang berada di pangkuan Alexis mulai bersandar di atas tubuh Alexis sambil tangannya memegang setengah potong pancake yang sudah diberi sirup maple yang tidak menetes. Matanya memerhatikan jalanan, sesekali ia menoleh pada kakeknya.
            “Hey, bung! Hidupmu sepertinya tidak ada masalah. Memakan pancake, tidur di atas tubuh wanita. Bagaimana bisa kau hidup begitu damai?” Justin menoleh pada Juber yang menoleh padanya sekarang. Juber tidak mengerti apa yang kakeknya katakan. Ia berpikir kakeknya mungkin sedikit sinting.
            “Aku tidak mengerti,” bisik Juber kembali menggigit pancake.
            Justin menghela nafas panjang. “Nanti saat kau jatuh cinta pada wanita, kau pasti akan merasakan yang namanya cemburu. Apalagi saat pacarmu nanti ketahuan bersama seorang pria. Pasti rasanya kau ingin meninju wajah pria itu,” Justin tidak menoleh pada Juber atau Alexis. Alexis hanya memutar bola matanya, sindiran Justin tidak sama sekali bagus. Alexis hanya mengelus rambut Juber yang mulai panjang ini. Aaron bilang jangan memotong rambut Juber sampai panjangnya sama seperti Aaron. Agar mereka terlihat sangat mirip. Alexis terima-terima saja apa yang Aaron katakan. Juber adalah anak Aaron.
            “Tapi Juber, kadang kalau kau melihat wanitamu di masa depan nanti bersama dengan sahabat lamanya sendiri, jangan berpikiran negatif. Kalau kau percaya dengan pacarmu, pasti kau tidak akan berpikir kalau dia berselingkuh. Cintai dia sebagaimana mestinya,” Alexis angkat bicara yang membuat Justin terkekeh. Siku-siku kiri Justin bersandar di kaca dengan tangan kanan yang menyetir. Jari-jari tangan kirinya mengelus dagunya. Lidahnya bermain di dalam mulut. Lucu sekali apa yang diucapkan oleh istrinya. Juber hanya terdiam. Ia kesal karena tidak mengerti apa yang kakek dan neneknya ucapakan. Bukankah seharusnya mereka berbicara tentang Spiderman atau Batman? Atau Hulk? Juber hanya mengisap jari telunjuknya yang basah karena sirup maple.
            “Itu artinya kau memang mencintai pacarmu kalau kau cemburu, Juber,”
            “Tapi jangan sampai kau menarik-narik tangan kekasihmu kalau kau cemburu. Peepee beritahu, rasanya akan sakit jika tangan kekasihmu ditarik-tarik. Apalagi kau akan bertumbuh sama seperti ayahmu. Kau akan menjadi pria yang kuat,”
            “Kau tahu apa yang harus kaulakukan, Juber. Tarik tangannya, bawa di ke dalam mobil, lalu bawa ia pulang ke rumah dan bercinta dengannya. Agar ia tahu kalau ia adalah milikmu. Hanya kau yang boleh menyentuhnya,”
            “Jangan pernah berpikir pacarmu pernah bercinta dengan orang lain saat kau masih memilikinya. Biasanya wanita itu setia, Juber. Percaya pada, Peepee. Kau akan menyesal jika kau berpikir negatif pada pacarmu. Seharusnya kau berbicara baik-baik pada teman pacarmu kalau kau adalah pacarnya dan pacarmu adalah milikmu. Bukan milik bersama. Bukan bersikap seperti orang brengsek,”
            “Tapi dari semuanya, Juber, kau harus bercinta dengannya malam itu juga agar hubungan kalian membaik. Agar pacarmu tahu jelas dia adalah milikmu,”
            “Peepee yakin pacarmu akan menolak bercinta. Lebih baik kau meminta maaf atas apa yang kau telah perbuat setelah menarik tangannya atau mendiamkannya selama di dalam mobil. Itu lebih bijak dibanding bercinta,”
            “Well, kalau kau bercinta dengan cukup baik seperti aku, pacarmu pasti tidak akan meminta putus. Jadi dengarkan saja apa yang kukatakan. Bagaimana bung?”
            “Hentikan!” Juber marah kali ini. Bibirnya cemberut karena kakek dan neneknya banyak bicara. Ia tidak suka jika apa yang orang dewasa katakan tidak dapat ia mengerti. Apalagi jika orang dewasa itu berbicara dengannya. Justin tertawa mendengar teriakan Juber. Sekarang ia sudah melihat diri Aaron dalam diri Juber. Sungguh lucu jika Juber marah. Apalagi bila bibirnya cemberut seperti itu. Matanya pasti akan terpejam sebentar, seolah-olah Juber berpikir kata-kata yang tepat untuk diucapkan. “Hentikan, Peepee. Kau mau pancake?” Juber mendongakkan kepalanya, ia menyodorkan sisa pancakenya pada Alexis.
            “Tentu saja, sayang.”
            “Aku tidak diberi. Terima kasih, bung atas segalanya.” Justin mengangguk-angguk tak terima karena cucunya yang selama ini ia pakaian popok lebih memilih istrinya! Rasa cemburu ini sungguh tak wajar. Padahal Justin ingin sekali Juber lebih menyayanginya dibanding Juber menyanyangi Alexis. Tidak adil. Justin lebih banyak mengalami kesusahan saat bersama dengan Juber. Namun Justin tahu apa penyebab Juber lebih memilih Alexis dibanding Justin. Alexis memilih buah dada yang menggiurkan dan cocok untuk Juber mainkan –meski Juber tidak pernah melakukan itu—sedangkan Justin hanya memiliki tato yang membuat Juber sedikit tertarik padanya. Ironis.


***

            Kath tidak percaya kalau Aaron tidak akan menghubunginya seharian penuh. Pria itu benar-benar seorang bajingan. Kath menggeleng-gelengkan kepalanya. Kali ini ia tidak menangis lagi. Setelah seharian penuh pekerjaan sudah mengalihkan perhatiannya, itu cukup membantu Kath agar tidak berpikir tentang Aaron lagi. Tetapi sepulangnya, bayang-bayang Aaron bersama Grace muncul di benaknya. Bagaimana mungkin kakak beradik itu bisa saling jatuh cinta? Bukankah mereka sedarah? Paman Brad datang malamnya ke rumah Kath membawa kopi yang masih hangat dari kedai kopi. Kath hanya bersandar di sofa, menonton acara televisi yang tidak menarik, sedangkan paman Brad sedang mencari makanan di dalam kulkas. Jika paman Brad mengajak Michael ke rumahnya sekarang, pasti malam ini akan lebih baik lagi.
            Paman Brad kembali dengan beberapa bagle di atas piring. Bagle yang baru saja Kath bawa pulang ke rumah dan disimpan di dalam kulkas. Paman Brad duduk di sebelahnya, ikut menonton televisi. Setelah menggigit bagle itu, paman Brad mengambil kopi yang dipegang Kath lalu meminumnya seteguk dan mengembalikannya kembali pada Kath.
            “Ew,” Kath merasa jijik. “Kau bisa meminumnya,” Kath memberikan kopi itu kembali pada paman Brad. Tetapi karena tangan paman Brad penuh, ia menaruhnya ke atas sofanya di sebelah paman Brad. Setelah menelan makanannya, paman Brad menoleh pada Kath lalu tersenyum.
            “Hari ini aku bertemu dengan ibu Aaron. Kau mengenalnya?” Tanya paman Brad menggigit bagle itu kembali. Kath cukup tidak percaya dengan apa yang dibicarakan oleh paman Brad. Bagaimana bisa mereka bertemu dan apakah mereka berbicara? Tentu saja mereka berbicara! Maksudnya, bagaimana bisa paman Brad mengetahui siapa ibu Aaron? Kath mendesah lemah. Ia tidak tahu mengapa akhir-akhir ini topik pembicaraan yang muncul selalu saja Aaron. Adakah hal yang tidak bersangkutan dengan Aaron? Pria itu bajingan. Kath tidak ingin mendekati Aaron lagi. Harapan-harapannya sudah hilang setelah Kath mengetahui perasaan Aaron yang sebenarnya. Sialnya, ia harus menghubungi Aaron malam ini lagi untuk memberitahu dimana Kath harus memberi pakaian Grace kembali. Sial, sial, sial.
            “Bagaimana kau bisa tahu siapa ibu Aaron? Dua hari yang lalu aku pergi ke rumahnya,”
            “Tentu saj akau mengenal ibu Aaron. Dulu dia sahabatku. Namanya Alexis Bledel, sebelum menikah dengan Mr.Bieber. Tadi kita minum kopi bersama. Tetapi, suaminya tiba-tiba saja datang. Dari dulu sampai sekarang suaminya membenciku, entah kenapa,”
            “Jadi, tujuan membicarakan hal yang berhubungan dengan Aaron apa?”       
            “Ibunya menyukaimu, kau tahu. Dia bilang kau anak yang manis. Well, dia belum melihat kau sebelumnya. Jika dia mengenalmu, pasti dia tidak percaya betapa hebatnya dirimu,” puji paman Brad sambil mengunyah makanannya. Raut wajah paman Brad berubah setelah ia sadar kalau Kath tidak bersemangat membicarakan tentang Aaron. Bukankah seharusnya membicarakan Aaron adalah hal yang menyenangkan bagi Kath? “Apa yang terjadi denganmu dan Aaron?”
            “Pft,” Kath memutar bola mata. “Aku tidak ingin membicarakan Aaron untuk sekarang. Apa pun yang berhubungan dengannya, kumohon jangan bicarakan denganku. Jika paman mau tidur di kamar sebelah, tidurlah. Aku lelah,” ucap Kath bangkit dari sofa. Ia berjalan menuju kamarnya sendiri, meninggalkan paman Brad sendirian di ruang tamu.
            Kath belum meminta maaf pada ibunya atas ucapannya kemarin. Ibunya sudah menghubunginya seharian di kantor, seharian, namun Kath tidak menjawabnya. Ia tahu apa yang akan terjadi jika ia berbicara dengan ibunya. Ia akan menangis di dalam ruangan itu karena menyesal atas ungkapannya yang benar-benar tidak masuk akal meski fakta. Kath sudah menganggap Selena sebagai ibu kandungnya, hanya saja, dengan berbicara seperti itu adalah senjata ampuhnya agar Selena menutup mulutnya. Kath mengunci pintu kamarnya lalu ia membuang tubuhnya ke atas ranjang. Tubuhnya terguncang akibat per tempat tidurnya, lalu ia mendesah. Haruskah ia menghubungi Aaron? Pakaian Grace sudah siap di atas tempat duduk meja kerjanya dalam keadaan bersih. Kath tidak suka jika barang orang lain berada di rumahnya. Maksudnya setelah ia meminjamnya, ia harus mengembalikannya pada Grace.
            Tubuhnya berguling lalu merangkak ke arah meja kerjanya. Tempat dimana ponselnya ia taruh. Dengan masih berada di atas tempat tidur, ia menjulurkan tangannya sepanjang mungkin agar ujung-ujung jarinya dapat menyentuh ujung ponselnya. Setelah ia berhasil, ia langsung meraihnya lalu kembali berguling ke tengah-tengah tempat tidur. Lucu ketika kau sedang kesal pada seorang pria dan tidak ingin membicarakannya namun sekarang kau malah menghubunginya untuk bertanya dimana kau bisa mengembalikan pakaian orang lain. Kath tidak peduli bagaimana suasana hatinya sekarang. Ini bukan tentang rasa saki hatinya terhadap Aaron yang akan ia bicarakan. Hanya pakaian Grace, setelah itu selesai. Tidak mungkin Kath datang ke rumah Aaron sesuka hatinya, penjagaan di rumah Aaron cukup ketat. Yang boleh masuk hanyalah orang-orang yang diizinkan oleh Mr. dan Mrs.Bieber. Kath mulai menekan nama Aaron dalam kontaknya. Lalu suara nada terdengar. Satu nada. Dua nada. Namun tidak terangkat. Setelah dua kali ia menghubungi Aaron, akhirnya Aaron mengangkatnya.
            “Kath, maaf aku baru mengangkatnya. Aku dari kamar mandi, ada apa?” Tanya Aaron dengan nafas yang memburu. Dari ucapan Aaron, keadaannya tampak baik-baik saja. Tidak adil ketika Kath harus merasa sakit hati dan Aaron baik-baik saja. Kath melipat bibirnya beberapa saat lalu mulutnya terbuka.
            “Aku ingin mengembalikan pakaian Grace. Dimana menurutmu aku bisa memberikannya? Maksudku, apa aku langsung ke rumahmu saja?” Tanya Kath berusaha untuk tidak terdengar sakit hati. Terdengar Aaron tersenyum di ujung sana. Namun ternyata suara seorang perempuan terdengar. Tentu saja itu adalah suara dari Grace. Kath ingin meninju wajahnya. Namun sekali lagi, Kath akan menjauhi Aaron. Harus. Aaron menggumamkan sesuatu pada Grace lalu berbicara pada Kath.
            “Kau bisa datang ke perusahaanku besok saat makan siang. Aku pasti berada di ruanganku. Sampai bertemu!” Aaron langsung menutup telepon Kath. Aaron tahu kalau Kath mengetahui dimana perusahaannya berada. Tentu saja, bagaimana mungkin perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan lain tidak tahu dimana perusahaan yang bekerja sama dengannya? Kath menurunkan ponsel itu dari telinganya lalu mengembuskan nafas panjang. Aaron bukan milik Kath. Jadi tidak apa-apa bila Aaron dan Grace berdekatan. Lagi pula, siapa Kath dihadapan Aaron? Kath tidak akan menyesal dengan kejadian dua hari yang lalu bersama dengan Aaron. Menurutnya, hubungan badannya saat itu benar-benar luar biasa. Setidaknya, memang luar biasa.
            Matanya perih terasa terbakar. Air mata mulai mengumpul lalu menetes ke samping sampai menyentuh telinganya. Kath ingin menjauhi Aaron, namun perasaannya masih pada Aaron. Bagaimana bisa ia melupakan hal yang paling menyenangkan bersama dengan Aaron dua hari yang lalu itu? Sialan. Kath harus mencari pria baru yang lebih baik daripada Aaron secepat mungkin agar perasaan ini cepat-cepat hilang. Yang perlu ia lakukan sekarang hanyalah tidur dan melupakan segalanya. Setidaknya hanya itu yang ia dapat lakukan untuk saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar