***
Alexis dan Juber tampaknya sedang
bersenang-senang di dalam Mall. Terlebih lagi Juber yang memang dari dulu
menyukai Mall. Apalagi jika ia sudah melihat toko mainan dan arena permainan,
kakinya tidak bisa berlari menuju dua tempat itu. Apalagi Alexis yang selalu
memanjakannya tidak dapat menolak permintaan Juber. Namun kali ini Juber
menahan diri karena sebelum ia pergi ke Mall bersama dengan Alex, Alex sudah
meminta janji pada Juber untuk tidak bermain ke arena permainan. Dan Juber
hanya mengangguk polos karena imbalannya adalah pancake kesukaannya. Ia lebih
memiliki pancake dibanding permainan. Alexis bingung harus membeli kado seperti
apa untuk anaknya. Tampaknya Aaron sudah memiliki segala yang Aaron butuhkan.
Alexis masuk ke dalam toko pakaian pria yang bermerek. Kali ini ia menggendong
Juber agar Juber tidak tiba-tiba saja lari dan menghilang.
Seorang pramuniaga mulai mendekati
Alexis dengan keramahannya. Alexis melihat belahan dada yang terekspos secara
gratis dari pramuniaga ini. Well, pantas saja toko pakaian ini laku karena
pramuniaganya pun menggiurkan. Alexis menyelipkan rambutnya ke belakang telinga
lalu ia tersenyum.
“Well, aku ke sini ingin membeli
hadiah untuk anakku yang sebentar lagi akan berumur 27 tahun. Menurutmu, hadiah
apa yang cocok untuknya yang ada di toko ini?” Tanya Alex menahan tangan Juber
yang sudah ingin memukul wajahnya. Anak ini memang tidak bisa menahan tangannya
jika wajah nenek atau kakeknya sudah dekat dengan tangannya.
“Tunggu sebentar, Ma’am, aku akan
mencari yang tepat,” ucap pramuniaga itu meninggalkan Alexis di tempat. Alex
mulai berjalan masuk lebih dalam lagi untuk mencari-cari apa yang disukai oleh
Aaron. Tangannya mulai menggeser-geserkan kemeja yang digantung di gantungan.
Warna biru, hitam, merah muda, ungu, hijau dan warna lain ada di gantungan ini.
Sampai ia menabrak seseorang, ia langsung meminta maaf, spontan.
“Ya Tuhan, apa kau baik-baik saja?”
Suara seorang pria terdengar di telinganya. Suara yang pernah ia kenali
sebelumnya. Namun ia tidak tahu siapa orang itu. Alexis mundur beberapa langkah
untuk menjaga jarak dengan pria itu lalu ia mendongakkan kepalanya. Sepasang
mata biru menatap Alexis dengan tatapan ragu-ragu. “Apa kau baik-baik saja?”
Tanya pria itu sekali lagi.
“Yeah, tentu saja. Aku baik-baik
saja, terima kasih,” jantung Alexis masih berdegup kencang karena ia sedang
menggendong Juber, lalu ada seseorang yang ia tabrak dan ia takut Juber terluka
bila Juber jatuh. Namun saat ia menatap pria itu, ia seperti pernah melihat
siapa pria ini. Ia kurang yakin dengan siapa yang ia lihat. Pria itu juga
begitu. Ia seperti pernah melihat wanita ini sebelumnya, namun saat ia
benar-benar melihat mata wanita itu, ia tahu sekarang siapa yang ada di
hadapannya.
“Apa kau Alexis? Alexis Bieber?”
Tanya pria itu. Leher Alex tertarik ke belakang untuk beberapa senti, bingung
mengapa pria ini bisa mengenalnya. “Apa kau masih ingat aku? Aku Brad! Brad
Knight!” Seru pria itu menyebutkan namanya. Mata Alexis membulat begitu saja
ketika ia akhirnya sadar bahwa Brad, sahabatnya dulu, yang ada di hadapannya.
“Ya Tuhan, Brad! Demi Tuhan aku
tidak percaya akhirnya kita bertemu kembali,” seru Alexis lalu memeluk Brad
singkat. “Bagaimana kabarmu? Ya Tuhan, aku sangat merindukanmu. Kau ternyata
berjanggut sekarang,” Alexis masih tidak percaya.
“Well, dunia sempit. Aku juga
merindukanmu. Sudah lama sekali aku tidak menerima kabar darimu. Omong-omong,
siapa anak kecil yang lucu ini?” Tanya Brad mencubit pipi Juber. Juber langsun
memukul punggung tangan Brad karena Juber memang tidak suka jika pipinya
dicubit seperti itu. “Oh, dia sangat garang,” Brad tertawa.
“Dia tidak suka jika pipinya
dicubit, Brad. Bagaimana kalau kita berbicara di café?” Tanya Alex mengajak.
“Kurasa itu ide yang bagus.” Alexis
meninggalkan toko itu bersamaan dengan pramuniaga yang baru saja ingin
menghampirinya. Mungkin hari ini bukan hari yang bagus untuk pramuniaga itu. Ia
menggerutu melihat wanita yang menggendong anak kecil dan pria bertubuh tinggi
itu karena telah meninggalkannya begitu saja.
***
Alexis dan Brad menceritakan kisah
hidup mereka selama 20 tahun lebih. Brad tidak dapat mengunjungi Alexis atau
menghubungi Alexis karena ia benar-benar tidak bisa mendapatkan berita dari
Alexis. Berbeda dengan Alexis. Ia tidak dapat mengunjungi Brad karena Brad
berada di Rusia dan ia tidak tahu kalau Brad pindah kembali ke Altanta. Dan
bahkan alasan utamanya bukan itu. Itu karena suami Alexis adalah pria yang
pencemburu. Justin tidak senang jika ia mendapati Alexis bersama dengan pria
lain. Bahkan sampai sekarang masih tetap seperti itu.
“Jadi, bagaimana dengan Aaron?”
Tanya Brad menyesap kopinya yang sebentar lagi akan habis.
“Dia …dia baik-baik saja. Hanya
saja, akhir-akhir ini aku tidak mengerti jalan pikirannya,” Alexis
menggeleng-gelengkan kepalanya. Juber sudah tertidur di atas tubuhnya dengan
posisi tengkurap. Air liurnya dari tadi menetes-netes di atas tisu yang sudah
disiapkan Alexis di atas bahunya. Brad mengangkat salah satu alisnya.
“Kupikir dia sedang dekat dengan
seorang gadis,” Brad teringat akan Kath yang mengatakan padanya kalau ia sedang
dekat dengan Aaron. Raut wajah Alexis bingung, bagaimana Brad bisa tahu?
“Well, yeah, memang benar. Dunia ini
memang sempit. Namanya Kath. Ia datang kemarin ke rumahku dan menginap. Ia
adalah anak yang benar-benar manis. Apa kau mengenalnya?” Tanya Alexis.
“Tentu saja. Ia anak dari temanku
yang lain. Kath sungguh mengagumkan jika kau mengenalnya lebih jauh. Jadi,
mengapa kau tidak mengerti jalan pikiran anakmu itu?” Brad kembali meminum kopinya,
kali ini ia habiskan. Saat Alexis ingin menjawab pertanyaan Brad, sebuah tangan
menyentuh pundak Alexis yang tidak ditumpangi kepala Juber.
“Karena pikirannya tak sejalan
dengan Aaron,” suara berat dari Justin terdengar di telinga Alexis. Lalu Alex
melirik jam tangan yang ia pakai. Sudah jam 5 lewat. Sungguh sialan. “Kurasa
waktu istriku sudah habis denganmu. Dia harus pulang,”
“Suatu kehormatan bisa bertemu
denganmu lagi, Mr.Bieber,”
“Tentu saja,” Justin bersikap acuh.
“Pulang sekarang.” Perintah Justin dengan suara yang benar-benar dingin Alexis berdiri, ia tidak bisa membantah
ucapan Justin jika tatapan Justin terhadap Brad sudah seperti ini membunuh
sahabat lamanya.
“Terima kasih, Brad,” ucap Alexis
mengucapkan selamat tinggal. Ia keluar dari café itu bersama dengan Justin. “Ya
Tuhan, Justin! Aku tidak suka ditarik seperti ini!” ujar Alexis tidak suka, ia
menyentakkan tangannya dari genggaman tangan Justin.
“Well, aku tidak suka kau mengingkari
janjimu dan meminum kopi bersama dengan si sialan Brad itu!” Mata Justin
menyala-menyala akibat cemburu.
***
Tidak terjadi percakapan antara
Justin dan Alexis selama perjalanan menuju pulang. Alexis tahu dengan jelas
kalau Justin melacak ponselnya untuk mengetahui dimana keberadaan Alexis. Juber
sudah berkutat dengan pancake yang tadi dibelikan oleh Alexis sebelum pulang
dari Mall. Kali ini Juber diberikan dua pancake karena sudah menjaga sikapnya
di Mall. Justin hanya menggoda Juber di dalam mobil, mengabaikan Alexis yang
telah menyakiti hatinya. Entah mengapa tiap kali Justin melihat Alexis dengan
pria lain, tangan Justin begitu gatal ingin meninju wajah pria yang mendekat
dengan istrinya. Inilah salah satu resiko memiliki wanita cantik seperti
Alexis, pasti ada saja pria-pria lain ingin mengambil Alexis dari tangan
Justin. Itu tidak masuk akal. Meski Justin cukup bangga karena ia telah
memiliki Alexis, bukan berarti pria lain boleh mendekati istrinya. Terlebih
lagi, Brad. Untuk apa pria itu datang lagi ke dalam kehidupan mereka? Bukankah
dia seharusnya berada di Rusia dan menjauh dari Alexis? Tiba-tiba saja ia
datang dan bertemu dengan Alexis. Bahkan mereka minum kopi bersama. Justin
diam-diam berpikiran negatif kalau selama ini Alexis bertemu dengan Brad
diam-diam. Atau bahkan melakukan hal yang lebih dari pada pertemuan. Namun
Justin langsung menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin istrinya akan
berselingkuh.
Justin tahu dirinya tampan, kaya,
apa yang ia mau pasti ia dapatkan, dan tentunya ia pria yang dipuja-puja oleh
para wanita. Alexis tentu saja tidak akan berlari dari Justin semudah itu jika
Justin harus dibandingkan dengan Brad. Alexis melirik suaminya yang menyetir di
sampingnya. Rahangnya masih menegang seperti ketika Justin melihat Brad. Sudah
berkali-kali mereka membicarakan tentang hal seperti ini. Tapi Alexis pikir,
mungkin suaminya masih belum mengerti apa arti dari “kepercayaan”. Jika Justin
percaya Alexis tidak akan meninggalkannya, sudah pasti Justin tidak akan
semarah ini. Karena kemana pun Alexis pergi, Alexis adalah milik Justin. Alexis
pun sadar betul dengan statusnya sebagai seorang Mrs.Bieber. Meski kesal dengan
tingkah suaminya, jika Alexis tidak mengalah, sudah pasti ia tidak akan
berbicara dengan Justin selama yang Justin bisa. Tangannya mulai menyentuh
pundak Justin.
“Hey,” bisik Alexis berusaha
tersenyum. “Aku hanya tidak sengaja bertemu dengannya saat aku mencari hadiah
untuk Aaron. Well, aku tak sengaja menabraknya di toko baju pria. Awalnya aku
pikir dia—“
“Aku tidak ingin mendengar
penjelasan apa pun,” ucap Justin tanpa menoleh melihat Alexis. Alex mengangkat
salah satu alisnya. Biasanya dengan cara mengelus pundak suaminya akan
berhasil. Mengapa sekarang tidak? Apakah sebesar ini rasa cemburunya jika
Alexis bersama dengan pria seperti Brad? Atau karena Brad adalah sahabat lama
Alexis dapat mempengaruhi rasa cemburu Justin? Alexis menarik tangannya dari
pundak Justin lalu terdiam. Baiklah jika suaminya bersikap seperti itu.
Setidaknya Alexis sudah membuka suara terlebih dahulu. Lihat saja nanti, Justin
akan menyesal dengan apa yang ia perbuat pada Alexis. Juber yang berada di
pangkuan Alexis mulai bersandar di atas tubuh Alexis sambil tangannya memegang
setengah potong pancake yang sudah diberi sirup maple yang tidak menetes.
Matanya memerhatikan jalanan, sesekali ia menoleh pada kakeknya.
“Hey, bung! Hidupmu sepertinya tidak
ada masalah. Memakan pancake, tidur di atas tubuh wanita. Bagaimana bisa kau
hidup begitu damai?” Justin menoleh pada Juber yang menoleh padanya sekarang.
Juber tidak mengerti apa yang kakeknya katakan. Ia berpikir kakeknya mungkin
sedikit sinting.
“Aku tidak mengerti,” bisik Juber
kembali menggigit pancake.
Justin menghela nafas panjang.
“Nanti saat kau jatuh cinta pada wanita, kau pasti akan merasakan yang namanya
cemburu. Apalagi saat pacarmu nanti ketahuan bersama seorang pria. Pasti
rasanya kau ingin meninju wajah pria itu,” Justin tidak menoleh pada Juber atau
Alexis. Alexis hanya memutar bola matanya, sindiran Justin tidak sama sekali
bagus. Alexis hanya mengelus rambut Juber yang mulai panjang ini. Aaron bilang
jangan memotong rambut Juber sampai panjangnya sama seperti Aaron. Agar mereka
terlihat sangat mirip. Alexis terima-terima saja apa yang Aaron katakan. Juber
adalah anak Aaron.
“Tapi Juber, kadang kalau kau
melihat wanitamu di masa depan nanti bersama dengan sahabat lamanya sendiri,
jangan berpikiran negatif. Kalau kau percaya dengan pacarmu, pasti kau tidak
akan berpikir kalau dia berselingkuh. Cintai dia sebagaimana mestinya,” Alexis
angkat bicara yang membuat Justin terkekeh. Siku-siku kiri Justin bersandar di
kaca dengan tangan kanan yang menyetir. Jari-jari tangan kirinya mengelus
dagunya. Lidahnya bermain di dalam mulut. Lucu sekali apa yang diucapkan oleh
istrinya. Juber hanya terdiam. Ia kesal karena tidak mengerti apa yang kakek
dan neneknya ucapakan. Bukankah seharusnya mereka berbicara tentang Spiderman
atau Batman? Atau Hulk? Juber hanya mengisap jari telunjuknya yang basah karena
sirup maple.
“Itu artinya kau memang mencintai
pacarmu kalau kau cemburu, Juber,”
“Tapi jangan sampai kau
menarik-narik tangan kekasihmu kalau kau cemburu. Peepee beritahu, rasanya akan
sakit jika tangan kekasihmu ditarik-tarik. Apalagi kau akan bertumbuh sama
seperti ayahmu. Kau akan menjadi pria yang kuat,”
“Kau tahu apa yang harus kaulakukan,
Juber. Tarik tangannya, bawa di ke dalam mobil, lalu bawa ia pulang ke rumah
dan bercinta dengannya. Agar ia tahu kalau ia adalah milikmu. Hanya kau yang
boleh menyentuhnya,”
“Jangan pernah berpikir pacarmu
pernah bercinta dengan orang lain saat kau masih memilikinya. Biasanya wanita
itu setia, Juber. Percaya pada, Peepee. Kau akan menyesal jika kau berpikir
negatif pada pacarmu. Seharusnya kau berbicara baik-baik pada teman pacarmu
kalau kau adalah pacarnya dan pacarmu adalah milikmu. Bukan milik bersama.
Bukan bersikap seperti orang brengsek,”
“Tapi dari semuanya, Juber, kau
harus bercinta dengannya malam itu juga agar hubungan kalian membaik. Agar
pacarmu tahu jelas dia adalah milikmu,”
“Peepee yakin pacarmu akan menolak
bercinta. Lebih baik kau meminta maaf atas apa yang kau telah perbuat setelah
menarik tangannya atau mendiamkannya selama di dalam mobil. Itu lebih bijak
dibanding bercinta,”
“Well, kalau kau bercinta dengan
cukup baik seperti aku, pacarmu pasti tidak akan meminta putus. Jadi dengarkan
saja apa yang kukatakan. Bagaimana bung?”
“Hentikan!” Juber marah kali ini.
Bibirnya cemberut karena kakek dan neneknya banyak bicara. Ia tidak suka jika
apa yang orang dewasa katakan tidak dapat ia mengerti. Apalagi jika orang
dewasa itu berbicara dengannya. Justin tertawa mendengar teriakan Juber.
Sekarang ia sudah melihat diri Aaron dalam diri Juber. Sungguh lucu jika Juber
marah. Apalagi bila bibirnya cemberut seperti itu. Matanya pasti akan terpejam
sebentar, seolah-olah Juber berpikir kata-kata yang tepat untuk diucapkan.
“Hentikan, Peepee. Kau mau pancake?” Juber mendongakkan kepalanya, ia
menyodorkan sisa pancakenya pada Alexis.
“Tentu saja, sayang.”
“Aku tidak diberi. Terima kasih,
bung atas segalanya.” Justin mengangguk-angguk tak terima karena cucunya yang
selama ini ia pakaian popok lebih memilih istrinya! Rasa cemburu ini sungguh
tak wajar. Padahal Justin ingin sekali Juber lebih menyayanginya dibanding
Juber menyanyangi Alexis. Tidak adil. Justin lebih banyak mengalami kesusahan
saat bersama dengan Juber. Namun Justin tahu apa penyebab Juber lebih memilih
Alexis dibanding Justin. Alexis memilih buah dada yang menggiurkan dan cocok
untuk Juber mainkan –meski Juber tidak pernah melakukan itu—sedangkan Justin
hanya memiliki tato yang membuat Juber sedikit tertarik padanya. Ironis.
***
Kath tidak percaya kalau Aaron tidak
akan menghubunginya seharian penuh. Pria itu benar-benar seorang bajingan. Kath
menggeleng-gelengkan kepalanya. Kali ini ia tidak menangis lagi. Setelah
seharian penuh pekerjaan sudah mengalihkan perhatiannya, itu cukup membantu
Kath agar tidak berpikir tentang Aaron lagi. Tetapi sepulangnya, bayang-bayang
Aaron bersama Grace muncul di benaknya. Bagaimana mungkin kakak beradik itu
bisa saling jatuh cinta? Bukankah mereka sedarah? Paman Brad datang malamnya ke
rumah Kath membawa kopi yang masih hangat dari kedai kopi. Kath hanya bersandar
di sofa, menonton acara televisi yang tidak menarik, sedangkan paman Brad
sedang mencari makanan di dalam kulkas. Jika paman Brad mengajak Michael ke
rumahnya sekarang, pasti malam ini akan lebih baik lagi.
Paman Brad kembali dengan beberapa
bagle di atas piring. Bagle yang baru saja Kath bawa pulang ke rumah dan
disimpan di dalam kulkas. Paman Brad duduk di sebelahnya, ikut menonton
televisi. Setelah menggigit bagle itu, paman Brad mengambil kopi yang dipegang
Kath lalu meminumnya seteguk dan mengembalikannya kembali pada Kath.
“Ew,” Kath merasa jijik. “Kau bisa
meminumnya,” Kath memberikan kopi itu kembali pada paman Brad. Tetapi karena
tangan paman Brad penuh, ia menaruhnya ke atas sofanya di sebelah paman Brad.
Setelah menelan makanannya, paman Brad menoleh pada Kath lalu tersenyum.
“Hari ini aku bertemu dengan ibu
Aaron. Kau mengenalnya?” Tanya paman Brad menggigit bagle itu kembali. Kath
cukup tidak percaya dengan apa yang dibicarakan oleh paman Brad. Bagaimana bisa
mereka bertemu dan apakah mereka berbicara? Tentu saja mereka berbicara!
Maksudnya, bagaimana bisa paman Brad mengetahui siapa ibu Aaron? Kath mendesah
lemah. Ia tidak tahu mengapa akhir-akhir ini topik pembicaraan yang muncul
selalu saja Aaron. Adakah hal yang tidak bersangkutan dengan Aaron? Pria itu
bajingan. Kath tidak ingin mendekati Aaron lagi. Harapan-harapannya sudah
hilang setelah Kath mengetahui perasaan Aaron yang sebenarnya. Sialnya, ia
harus menghubungi Aaron malam ini lagi untuk memberitahu dimana Kath harus
memberi pakaian Grace kembali. Sial, sial, sial.
“Bagaimana kau bisa tahu siapa ibu
Aaron? Dua hari yang lalu aku pergi ke rumahnya,”
“Tentu saj akau mengenal ibu Aaron.
Dulu dia sahabatku. Namanya Alexis Bledel, sebelum menikah dengan Mr.Bieber.
Tadi kita minum kopi bersama. Tetapi, suaminya tiba-tiba saja datang. Dari dulu
sampai sekarang suaminya membenciku, entah kenapa,”
“Jadi, tujuan membicarakan hal yang
berhubungan dengan Aaron apa?”
“Ibunya menyukaimu, kau tahu. Dia
bilang kau anak yang manis. Well, dia belum melihat kau sebelumnya. Jika dia
mengenalmu, pasti dia tidak percaya betapa hebatnya dirimu,” puji paman Brad
sambil mengunyah makanannya. Raut wajah paman Brad berubah setelah ia sadar kalau
Kath tidak bersemangat membicarakan tentang Aaron. Bukankah seharusnya
membicarakan Aaron adalah hal yang menyenangkan bagi Kath? “Apa yang terjadi
denganmu dan Aaron?”
“Pft,” Kath memutar bola mata. “Aku
tidak ingin membicarakan Aaron untuk sekarang. Apa pun yang berhubungan
dengannya, kumohon jangan bicarakan denganku. Jika paman mau tidur di kamar
sebelah, tidurlah. Aku lelah,” ucap Kath bangkit dari sofa. Ia berjalan menuju
kamarnya sendiri, meninggalkan paman Brad sendirian di ruang tamu.
Kath belum meminta maaf pada ibunya
atas ucapannya kemarin. Ibunya sudah menghubunginya seharian di kantor,
seharian, namun Kath tidak menjawabnya. Ia tahu apa yang akan terjadi jika ia
berbicara dengan ibunya. Ia akan menangis di dalam ruangan itu karena menyesal
atas ungkapannya yang benar-benar tidak masuk akal meski fakta. Kath sudah
menganggap Selena sebagai ibu kandungnya, hanya saja, dengan berbicara seperti
itu adalah senjata ampuhnya agar Selena menutup mulutnya. Kath mengunci pintu
kamarnya lalu ia membuang tubuhnya ke atas ranjang. Tubuhnya terguncang akibat
per tempat tidurnya, lalu ia mendesah. Haruskah ia menghubungi Aaron? Pakaian
Grace sudah siap di atas tempat duduk meja kerjanya dalam keadaan bersih. Kath
tidak suka jika barang orang lain berada di rumahnya. Maksudnya setelah ia
meminjamnya, ia harus mengembalikannya pada Grace.
Tubuhnya berguling lalu merangkak ke
arah meja kerjanya. Tempat dimana ponselnya ia taruh. Dengan masih berada di
atas tempat tidur, ia menjulurkan tangannya sepanjang mungkin agar ujung-ujung
jarinya dapat menyentuh ujung ponselnya. Setelah ia berhasil, ia langsung
meraihnya lalu kembali berguling ke tengah-tengah tempat tidur. Lucu ketika kau
sedang kesal pada seorang pria dan tidak ingin membicarakannya namun sekarang
kau malah menghubunginya untuk bertanya dimana kau bisa mengembalikan pakaian
orang lain. Kath tidak peduli bagaimana suasana hatinya sekarang. Ini bukan
tentang rasa saki hatinya terhadap Aaron yang akan ia bicarakan. Hanya pakaian
Grace, setelah itu selesai. Tidak mungkin Kath datang ke rumah Aaron sesuka
hatinya, penjagaan di rumah Aaron cukup ketat. Yang boleh masuk hanyalah
orang-orang yang diizinkan oleh Mr. dan Mrs.Bieber. Kath mulai menekan nama
Aaron dalam kontaknya. Lalu suara nada terdengar. Satu nada. Dua nada. Namun
tidak terangkat. Setelah dua kali ia menghubungi Aaron, akhirnya Aaron
mengangkatnya.
“Kath, maaf aku baru mengangkatnya.
Aku dari kamar mandi, ada apa?” Tanya Aaron dengan nafas yang memburu. Dari
ucapan Aaron, keadaannya tampak baik-baik saja. Tidak adil ketika Kath harus
merasa sakit hati dan Aaron baik-baik saja. Kath melipat bibirnya beberapa saat
lalu mulutnya terbuka.
“Aku ingin mengembalikan pakaian
Grace. Dimana menurutmu aku bisa memberikannya? Maksudku, apa aku langsung ke
rumahmu saja?” Tanya Kath berusaha untuk tidak terdengar sakit hati. Terdengar
Aaron tersenyum di ujung sana. Namun ternyata suara seorang perempuan
terdengar. Tentu saja itu adalah suara dari Grace. Kath ingin meninju wajahnya.
Namun sekali lagi, Kath akan menjauhi Aaron. Harus. Aaron menggumamkan sesuatu
pada Grace lalu berbicara pada Kath.
“Kau bisa datang ke perusahaanku
besok saat makan siang. Aku pasti berada di ruanganku. Sampai bertemu!” Aaron
langsung menutup telepon Kath. Aaron tahu kalau Kath mengetahui dimana
perusahaannya berada. Tentu saja, bagaimana mungkin perusahaan yang bekerja
sama dengan perusahaan lain tidak tahu dimana perusahaan yang bekerja sama
dengannya? Kath menurunkan ponsel itu dari telinganya lalu mengembuskan nafas
panjang. Aaron bukan milik Kath. Jadi tidak apa-apa bila Aaron dan Grace
berdekatan. Lagi pula, siapa Kath dihadapan Aaron? Kath tidak akan menyesal
dengan kejadian dua hari yang lalu bersama dengan Aaron. Menurutnya, hubungan
badannya saat itu benar-benar luar biasa. Setidaknya, memang luar biasa.
Matanya perih terasa terbakar. Air
mata mulai mengumpul lalu menetes ke samping sampai menyentuh telinganya. Kath
ingin menjauhi Aaron, namun perasaannya masih pada Aaron. Bagaimana bisa ia
melupakan hal yang paling menyenangkan bersama dengan Aaron dua hari yang lalu
itu? Sialan. Kath harus mencari pria baru yang lebih baik daripada Aaron
secepat mungkin agar perasaan ini cepat-cepat hilang. Yang perlu ia lakukan
sekarang hanyalah tidur dan melupakan segalanya. Setidaknya hanya itu yang ia
dapat lakukan untuk saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar