***
Seperti apa yang Selena katakan, ada
sebuah mobil yang sudah disiapkan di vila keluarga Bieber. Sebuah mobil kosong
yang pintunya tak terkunci. Aaron yang mengemudikan mobilnya sedangkan Kath
duduk di sebelahnya dengan raut wajah kecewa dan sedih. Ia tidak mengatakan
apa-apa, namun ia mulai mengetik sebuah pesan singkat pada ibunya. Hanya Kath,
Alexis, Grace, Brad dan Michael yang ikut pergi keluar dari vila. Sedangkan
Juber dan yang lain ditinggalkan di vila bersama dengan Zeith dan anaknya agar
tetap aman di sana. Alexis gugup, sungguh gugup. Apa yang Selena lakukan pada
suaminya? Seberapa seringpun Justin menyakiti Alexis, Alexis masih tetap
mencintainya. Bagaimana pun juga mereka bertumbuh bersama-sama, membangun rumah
tangga sebaik mungkin sampai sekarang dengan baik. Mereka saling jatuh cinta
tiap harinya meski pertengkaran mereka menjadi sedikit hambatan dalam hubungan
mereka, namun itu tidak membuat mereka berhenti mencintai satu sama lain.
Alexis memegang tiga kalung yang diberikan Justin di hari ulang tahunnya.
Memang tiga-tiganya selalu Alexis kenakan karena Justin yang memintanya. Ia
merasa Justin masih berada di sisinya. Alexis berharap, suaminya tidak
tersakiti atau pun bayangan yang lebih parah dari itu.
Kath tidak berani menatap Aaron.
Tatapan Aaron terhadap Kath sekarang sudah berubah menjadi tatapan tidak suka,
belum menyentuh benci. Aaron tidak mungkin tidak menyukai Kath hanya karena ibu
Kath adalah mantan istri dari ayahnya. Tetapi karena Kath berbohong pada Aaron
atas rencana penculikan ayahnya. Mungkin sekarang ayahnya sekarang sudah babak
belur dan bahkan tak bernyawa. Kath tidak tahu. Beberapa saat kemudian ada
balasan dari ibu Selena. Kath membacanya sebentar lalu mendongak pada Aaron.
“Ke rumah ayahku, aku akan
memberitahu jalannya,” ucap Kath menarik nafas dalam-dalam.
“Aku bisa saja menembakmu di tempat,
Kath, sekarang jika aku tahu ayahku terbunuh karena ibumu. Aku sudah membawa
pistol, sebenarnya. Demi Tuhan, Kath, kau pintar sekali berakting! Oke, aku
memang menyukaimu, Kath. Itu hanya karena aku ingin melupakan Grace! Namun
kenyataannya adalah hubungan ini tidak berhasil. Aku ingin sekali kau kembali
padaku saat kau memutuskan untuk menjauhiku—“
“Aaron, kumohon, berhenti. Aku
mengerti apa yang kaukatakan. Aku tahu kau tidak ingin bersamaku. Oke, aku
mencintaimu. Berhentilah berbicara, kau sangat benar-benar membunuhku!” ucap
Kath gemas sambil mengangkat kedua lututnya lalu memeluknya. Ia menahan air
matanya agar tak menetes. Kath menyembunyikan wajahnya ke dalam sela lututnya.
Alexis hanya memerhatikan Kath yang benar-benar tersakiti hatinya. Alexis tahu
benar perasaan itu. Grace terdiam di kursi paling belakang bersama Michael, ia
mengabaikan apa yang Aaron katakan. “Aku berjanji, jika kau sudah menemukan
ayahmu dengan masih dalam keadaan hidup dan aku terbukti tidak tahu menahu
tentang ini, aku akan pergi dari Atlanta agar hidupmu lebih damai. Jangan
membatalkan perjanjian antara kau dan Mr.Smith, aku tidak ingin membuatnya
kecewa.”
“Terserah. Pergilah, aku tidak
peduli.” Aaron tidak menatap Kath sekalipun.
***
Selena tertawa mencemooh Justin yang
terduduk seperti orang bodoh di kursi besi yang menahan kedua tangannya agar
tidak dapat bergerak. Kakinya pun tidak dapat digerakkan karena dikunci.
Pipinya sudah membiru, salah satu sudut bibirnya sudah berdarah. Ia sudah
tersakiti sekarang. Selena hanya tinggal menunggu Alexis dan Aaron yang akan
datang sebentar lagi. Selena tidak bodoh, tentu saja. Ia sudah menempatkan tiga
orang bawahannya untuk menetap di vila dan memata-matai siapa yang ikut menuju
rumahnya. Suami Selena tidak ada di rumahnya sekarang, ia sedang pergi keluar
negeri, kebetulan. Ternyata Alexis ingin anaknya aman di vila, well, jika
begitu anak-anaknya tidak aman karena tiga orang itu akan segera membunuh mereka
setelah Selena menghabisi Justin, Alexis, Aaron dan Grace. Atau bisa dikatakan,
seluruh anggota keluarga Bieber. Ruang bawah tanah yang diberi penerangan
seadanya membuat ruangan ini remang-remang.
Justin menggelengkan kepalanya lalu
meludahi Selena untuk yang kesekian kalinya. Namun itu malah membuat Selena
tertawa. “Kau meludahiku satu kali lagi, istrimu akan mati dengan ini.” Ucap
Selena memegang sebuah pistol di tangannya. Tidak peduli dengan ancaman Selena,
Justin langsung meludahi Selena hingga mengenai pakaian Selena di pundaknya.
Tamparan langsung melayang di pipi Justin yang sudah membiru itu, Justin
mengerang. Tiba-tiba bunyi walkie talkie
Selena terdengar. Bawahan Selena memberitahunya kalau Alexis dan gerombolannya
sudah datang.
“Bawa Alexis, Aaron, Grace dan Kath
ke dalam. Sekarang.” Balas Selena tegas.
“Jangan pernah sekali-kali kau
menyentuh istriku atau bahkan putriku!” Ancam Justin. Selena mengabaikan ucapan
Justin, ia menganggap apa yang Justin katakan hanyalah omong kosong yang tidak
akan pernah bisa terjadi. Selena tentu akan menyentuh Alexis bahkan Grace.
Pintu ruang bawah tanah terbuka, muncul Aaron yang dengan gagahnya berjalan ke
arah Selena.
“Dimana ayahku?” Tanya Aaron yang
senjatanya sudah dipegang oleh Kath karena jika ada pemeriksaan di luar sana.
Jika Kath yang memegang, itu tidak akan menjadi masalah karena Kath adalah anak
Selena. Meski awalnya penjaga ingin memberikan pistol pada Kath, namun Kath
sudah memperlihatkan pistol yang ia bawa. Wajah Aaron mulai kelihatan.
“Dimana Alexis?” Tanya Selena dengan
suara yang lantang, ia mengabaikan Aaron. Segera saja Alexis muncul, wajahnya
kelihatan sekarang. Wajahnya pucat, tubuhnya menggigil karena ketakutan, namun
sebisa mungkin Alexis menutupinya. Selena tersenyum karena akhirnya musuh
bebuyutannya muncul. Jika Alexis tidak masuk ke dalam kehidupan Justin, pasti
sekarang Selena masih bersama-sama dengan Justin. “Kath, kau tahu apa yang
harus kaulakukan sayang,” ucap Selena dengan lembut. Segera saja Kath
menodongkan pistol yang ia pegang ke kepala Aaron.
“Mundur!” Ujar Kath dengan keras
pada tiga orang di belakang Kath.
“Kath!” Michael dan Brad tidak
percaya dengan apa yang Kath lakukan pada Aaron. Aaron sudah mengangkat kedua
tangannya ke udara. Apa yang Aaron tebak sudah sangat benar, semuanya sudah
terpampang dengan jelas. Kath memang bekerja sama dengan ibunya.
“Jangan melangkah ke arahku satu
kalipun atau bajingan ini akan kutembak sekarang juga,” ujar Kath tajam. Selena
tersenyum kagum pada anaknya. Meski sebenarnya Selena tidak cukup mengerti
mengapa Kath ingin membunuh Aaron. Kath sebenarnya tidak tahu menahu tentang
masalah ini, namun ternyata anaknya pintar berimprovisasi. Atau mungkin Kath
tahu apa yang Selena ingin lakukan pada keluarga Bieber entah bagaimana anaknya
mengetahui rencana ini. Yang jelas Selena menyukainya.
“Biar kuberikan alasan mengapa aku
harus membunuh kalian ..Mmm, berempat,” ucap Selena. “Dulu, aku sangat
mencintai pria ini!” Bentak Selena menodongkan pistol ke arah Justin. Alexis
langsung melangkah satu kali dan pistol itu mulai ditodongkan padanya, membuat
Alexis berhenti melangkah. “Sampai akhirnya wanita gila ini muncul ke dalam
kehidupan Justin. Ia menceraikanku begitu saja! Aku tidak ingin mempunyai anak
karena Aaron yang bertingkah seperti anak gila dulu—Kath kau boleh menembaknya
kapan saja sayang—lalu Justin tidak memberikan berita apa pun lagi padaku! Ia
mengabaikanku. Ia pernah menyiksaku seperti selir-selirnya. Dan rasanya sangat
sakit. Aku berdoa pada Tuhan agar aku bisa bertemu dengan keluarga Bieber
kembali lalu membalas dendamku yang sudah kusimpan lama sekali. Akhirnya, Ia
mengabulkan doaku,”
“Selena kita bisa membicarakannya,”
Justin berucap dengan hati-hati. Pistol langsung Selena todongkan pada kepala
Justin. “Selena, aku dulu mencintaimu,”
“Pembual! Diam kau. Aku sudah tidak
ingin mendengar apa pun lagi! Aku membencimu, Justin. Demi Tuhan aku
membencimu. Dan aku membencimu, Alexis,”
“Jangan salahkan Alexis, ini
salahku,”
“Kau membelanya! Lihat? Kau masih
bisa membelanya!” Air mata Selena mulai menetes. Kath mendesah bosan karena
ibunya yang lama sekali berbicara. Rasanya Kath sudah tidak sabar ingin
menembak Aaron.
“Bisakah kita menembak dua bajingan
ini terlebih dahulu? Aku sudah tak sabar,” ucap Kath menarik nafas dalam-dalam.
Selena tertawa sebentar, ia menyeka air mata lalu mengangguk-anggukkan
kepalanya.
“Yeah, kau benar sayang,” ucap
Selena. “Tunggu sebentar. Di hitungan ketiga,” Selena benar-benar menempatkan
pistol itu pada kepala Justin. Jarinya sudah menyentuh pelatuk pistol, begitu
juga dengan Kath yang sudah menempatkan pistol itu pada kepala Aaron. Tubuh
Aaron menegang, matanya terpejam. “Satu,”
“Selena kita benar-benar bisa
membicarakannya,” ucap Alexis membujuk.
“Dua,” bisik Kath.
“Selena!” Justin berteriak panik.
Jari Selena mulai menekan pelatuk itu pada Justin.
“Tidak! Selena!” Alexis berlari ke
arah Selena lalu Kath memutar tubuhnya ke arah Selena dan bunyi kedua pistol
menembak itu terdengar. Salah satu pistol itu mengenai tepat sasarannya, tetapi
yang lain tidak mengenai sasarannya. Semua orang terkesiap, kecuali yang
tertembak.
“Tidak!” Aaron berteriak dengan air
mata yang menetes, wajahnya memerah.
***
Mata Justin terbuka, matanya
memerah, air matanya mengalir dengan deras. Tidak ada yang menduga Selena akan
menembak istrinya. Seketika itu juga ia berteriak histeris dan ia
menggoyang-goyangkan tubuhnya seperti orang gila di rumah sakit jiwa yang ingin
keluar dari kekangan. Ia berteriak-teriak memanggil nama Alexis hingga wajahnya
memerah. Keringatnya sudah membasahi pipinya. Apa yang baru saja terjadi adalah
hal yang paling tidak pernah Justin duga. Istrinya baru saja tertembak oleh
iblis yang sekarang terkulai lemah di atas lantai karena Kath berhasil menembak
lututnya. Air mata Justin terus mengalir di pipinya, apa pun yang telah ia
perbuat akhir-akhir ini adalah penyesalan tanpa akhir. Ia tidak akan pernah
memaafkannya. Grace berlari pergi ke arah Selena, mencari-cari kunci agar kursi
itu dapat membuka kekangan mereka dari tangan dan kaki ayahnya. Kath terjatuh
ke belakang, kepalanya pening, sebelum kepalanya membentur lantai kotor itu,
Brad dengan sigap menangkap tubuh Kath. Gadis itu tampaknya mengambil tindakan
yang bagus agar ibunya tak bisa berjalan lagi.
Berbeda dengan wanita tua yang telah
terkapar di atas paha Aaron. Dadanya berdarah akibat tembakan dari Selena yang
tepat sasaran. Matanya masih terbuka, meski hanya setengahnya. Nafasnya
tersengal-sengal, tangannya tak bisa ia gerakan kembali. Grace baru saja
melepaskan ayahnya dari jeratan kursi sialan itu. Segera saja Justin
menghampiri istrinya yang sebentar lagi takkan bernyawa lagi. Disentuhnya
pundak Alexis lalu menaruh punggung istrinya di atas paha Justin.
“Tidak, sayang, jangan pergi,”
Justin menangis dengan sedihnya. Hatinya benar-benar sakit sekarang.
Penglihatan Alexis mulai buram akibat kekurangan darah. Darahnya menetes-netes
di ujung bajunya yang sudah basah karena darah yang tak berhenti mengalir.
Tangan Justin menyentuh dada istrinya, meraba darahnya yang semakin lama
semakin banyak keluar. “Aku di sini. Tolong katakan padaku kau akan tetap
bersamaku. Kita akan tetap bersama-sama,”
“Grace, hubungi ambulance,” perintah
Aaron berusaha untuk menjaga ketenangannya meski wajahnya sudah memerah akibat
amarah yang meluap-luap. “Michael, kau hubungi polisi. Sekarang!” Bentak Aaron
tak menatap pada siapa pun kecuali ibunya yang tersenyum. Ibunya masih bisa
tersenyum di saat semuanya sedang menangis! Malaikat jenis apa ibunya ini?
Mengapa bisa-bisanya iblis seperti Justin mendapatkan malaikat yang baik nan
lembut hatinya? Sebisa mungkin Alexis menelan ludahnya.
“Aku tidak …akan …pergi,” bisik
Alexis terbata-bata. Tangannya tak bisa digerakkan padahal Alexis ingin sekali
menghapus air yang membasahi pipi Justin. “Jangan menangis, aku tetap di sini,”
“Aku tahu, kau akan bertahan.
Maafkan aku, Alexis. Aku mencintaimu, demi Tuhan, aku mencintaimu,” ucap Justin
yang air matanya menetes kembali hingga mengenai pakaian Alexis yang bersimbah
darah. Alexis tidak tertawa, ia hanya tersenyum. Wajahnya sekarang sudah
benar-benar pucat. Matanya terpejam selama beberapa detik lalu terbuka kembali.
“Aku tahu,” bisik Alexis. “Janji
padaku untuk tetap berada di sisi anak-anak dan menjaganya, terlebih lagi
Juber. Bilang padanya aku akan tidur dalam waktu yang lama. Katakan pada mereka
semua aku mencintai mereka. Khususnya kau, sayang. Sekarang relakan dan biarkan
aku pergi maka kau akan hidup bahagia. Hitung satu sampai sepuluh agar seluruh
kesalahanku padamu terhapuskan. Begitupun dengan kesalahanmu padaku. Dan jika
kau tidak mencapai hitungan ke sepuluh lalu aku sudah pergi, itu berarti kau
mencintaiku,” ucap Alexis tersengal-sengal, ia mencari nafas.
“Tidak!” Justin menggelengkan
kepalanya. Mulutnya sudah basah karena air mata serta saliva, tidak ada waktu
untuk mengeringkan bibir sekarang!
“Justin, kumohon,” pinta Alexis yang
kali ini tangannya sebisa mungkin ia angkat lalu menyentuh pipi Justin. Telapak
tangan yang dilapisi dengan darah itu mulai mengelus pipi Justin hingga wajah
Justin kotor karena darahnya. Justin memejamkan matanya sejenak lalu mata
harimau itu terlihat. Alexis tersenyum. Mungkin inilah akhir hidupnya yang
bahagia. Setidaknya ia meninggal karena ia berusaha untuk menemukan suaminya
dan menyelamatkannya. Seperti inilah kali pertama Alexis jatuh cinta pada pria
ini. Mata harimau yang memikat serta mendominan itu menyentuh hingga hatinya.
Membuat Alexis selama bertahun-tahun hidup bersama dengan Justin. Dan diakhir
hidupnya, ia masih bisa melihat mata harimau yang sama seperti 20 tahun lebih
yang lalu. Pengakhiran hidup yang sempurna. Justin sudah menghitung sampai 4.
Aaron tidak ingin melihat ibunya yang sebentar lagi akan pergi. Ia sudah
berkutat dengan ibu Kath yang pingsan karena lututnya yang tertembak. Tangannya
tidak menyentuh sama sekali tubuh Selena, bahkan bajunya.
“Tujuh,” bisik Justin mulai panik,
suaranya membesar ketika ia melihat mata Alexis terpejam. “Alexis-ku sayang?
Kau dengar aku?” Tanya Justin dengan lembut. Ia melihat dada Alexis dan
perutnya yang bergerak. Entah bagaimana bisa Justin merasakannya, Justin merasa
roh yang berada dalam tubuh Alexis terangkat begitu saja dalam bentuk angin
yang berdebu putih.
“Tidak, Alexis. Kau masih dengar aku
sayang?” Justin menggoyang-goyangkan tubuh istrinya. Tangannya menyentuh dada
Alexis yang berdarah, ia tidak dapat merasakan detak jantungnya. Tidak ada
nafas yang mengembus lagi. “Tidak! Alexis, sayangku, jangan pergi! Jangan
tinggalkan aku sendiri! Aku mencintaimu!” Justin berteriak histeris, wajahnya
kembali memerah. Bibirnya mulai mengecup kening Alexis lalu bibirnya
berkali-kali. Berharap dengan cara seperti itu akan membangunkan kembali
istrinya. Namun tidak berhasil. Tidak ada nafas yang mengembus dari hidung
Alexis ataupun mulut Alexis yang seharusnya sekarang menyebut nama Justin.
“Sialan kau Alexis! Jangan
tinggalkan aku,” ujar Justin marah, kesal, serta menangis dalam waktu yang
bersamaan. Bagaimana tidak? Seseorang yang sudah menjadi belahan jiwanya,
setengah jiwanya, dan pemilik seluruh hatinya sekarang sudah pergi
meninggalkannya begitu jauh! Mungkin sekarang Justin akan lebih memilih untuk
menembak kepalanya sekarang. Dan siapa yang akan menjadi pendampingnya ketika
ia tidur nanti? Bahkan hari terakhir ia tidur bersama Alexis, ia tidak memeluk
Alexis! Ia tidak dapat merasakan kehangatan istrinya! Terakhir kali yang Justin
perbuat pada Alexis adalah menyakiti hatinya! Penyesalan ini tidak akan pernah
berakhir bagi Justin. “Aku mencintaimu,” Justin terisak. Ia menempatkan
keningnya pada kening Alexis.
Kath sudah tak sadarkan diri karena
lelah, terlebih lagi ia sudah menembak ibunya sendiri. Grace menangis melihat
ibunya yang sudah tiada. Ia menatap ke langit-langit ruangan agar air matanya
tak mengalir lagi. Berbeda dengan Aaron yang benar-benar tak berani menatap
ayah dan ibunya, ia menangis dalam hati. Kepalanya juga mendongak ke atas,
menatapi langit-langit dengan mata yang memerah, ia tidak bisa menahan sesak di
dadanya sekarang. Brad dan Michael ikut menangis karena Alexis harus pergi
sekarang karena ditembak. Aaron bangkit dari tempatnya terjongkok, lalu ia
membalikkan tubuhnya. Ia melihat Kath sudah terbaring di atas paha Michael
dengan wajah pucat bahkan seperti tak bernyawa. Mantan kekasihnya ini baru saja
berusaha untuk menyelamatkan ayahnya dan ibunya –meski gagal—dengan cara
menembak ibunya sendiri. Kath tidak memilih untuk menembak Aaron.
Seluruh tubuh Aaron terasa panas dan
rasanya sebentar lagi ia akan gila karena telah menuduh Kath yang tidak-tidak.
Kath tidak bekerja sama dengan ibunya. Jika memang Kath membenci Aaron, sudah
pasti sekarang Aaron tak bernyawa. Kath lebih memilih keluarga Bieber dibanding
ibunya sendiri, bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Aaron merasa dirinya bodoh.
Saat Aaron mendekati Kath, suara bukaan pinta ruang bawah tanah terdengar lalu
suara dari pistol yang sudah siap juga terdengar. Polisi sudah datang.
“Sialan.”
***
“Oh, hey adik kecil. Adikmu perempuan
sayang,” suara suster begitu ramah pada Aaron. Lalu Aaron berlari cepat ke arah
Justin dan Justin menangkapnya, menggendongnya. Mata Aaron melebar saat ia
melihat adik perempuannya yang sedang membuka mata dengan air mata yang
membasahi sekitar matanya. Sungguh manis. Ia memiliki mata sama seperti mata
ayahnya. Cantik. Anugerah. Cinta. Lembut. Ya Tuhan! Aaron tidak percaya ia akan
memiliki adik seperti ini. Dia sungguh cantik.
“Grace. Aku memiliki adik daddy!”
seru Aaron dengan senang.
“Ciumlah kalau kau memang
menyayanginya,” suruh Justin. Sontak mulut Aaron mengerucut dan mencium kepala
botak adiknya dengan penuh sayang. “Aku menyayangi Grace. Adikku,” bisik Aaron
tersenyum manis.
“Well, daddy dan mommy juga
menyayangimu. Apa kau menyayangi kami?” Justin bertanya.
“Aku lebih menyayangi mommy!” seru
Aaron langsung memajukan kepalanya dan mencium bibir ibunya yang berwarna merah
muda. Alex terlihat terberkati. Sangat terberkati. Keluarga yang sempurna.
Keluarga kecil yang sempurna lebih tepatnya.
“Kau tidak ingin mencium daddy?
Padahal daddy juga menyayangimu,” tanya Justin merasa cemburu. Namun dengan cepat
Aaron menggeleng-gelengkan kepalanya.
Justin memerhatikan video kelahiran
Grace. Ternyata sikapnya yang cemburuan memang sudah ada sejak Grace lahir.
Justin menonton video-video kelahiran anak-anaknya bersama dengan Juber yang
bersandar di sebelahnya. Juber terus menanyakan keberadaan Alexis pada Justin.
Alexis berada di rumah sakit sekarang sedangkan Justin berada di rumahnya.
Hanya berdua dengan si kecil, Juber. Aaron dan Grace harus mengurus urusan
pemakaman ibunya.
“Oh
Tuhan! Anak kembar!” Justin berseru dengan gembiranya ketika ia melihat anak
keduanya lahir. Dan kali ini perempuan yang lahir. Aaron tertawa ketika
merekamnya, suaranya benar-benar berbanding terbalik dengan suara ketika Grace
lahir. Alexis terlihat sangat lelah, ia dibanjiri oleh keringat. Justin
memegang tangannya. Lalu mereka berciuman selama beberapa detik. Wajah bahagia
dipancarkan oleh Justin. Sekarang ia terlihat lebih terberkati.
“Mozess,
aku mau anak laki-laki kembar pertamaku Mozess,”
“Apa
pun yang kauinginkan, sayang,” ucap Justin mengecup kening Alexis. “Entah
mengapa aku jadi ingin memiliki anak lebih banyak lagi,”
“Tidak
terima kasih, Justin. Aku tidak ingin melahirkan lagi. Rumah kita sudah
dipenuhi oleh tangisan anak-anak. Halo, Jonathan. Kau tampak tampan hari ini,”
ujar Alexis ketika Jonathan yang masih berumur 6 tahun itu muncul. Ia naik ke
atas ranjang Alexis lalu duduk di sisi tempat tidurnya. “Kau punya adik. Apa
kau senang?”Tanya Alexis dengan suara lembut. Jonathan tersenyum sambil
kepalanya terangguk-angguk.
“Kuharap
si kembar kali ini lebih memilih aku daripada kau,” ucap Justin kelihatan masih
cemburu. Aaron dan Jonathan lebih memilih Alexis dibanding Justin. Hanya Grace
yang memilih Justin.
“Berhenti,
Justin.” Alexis memutar bola matanya lalu ia terkekeh pelan. Senyum malaikat
itu muncul kembali di wajah Alexis.
Justin merindukan senyum manis,
tulus dan berharga itu dari Alexis. Sekarang ia sudah tidak dapat melihatnya
lagi. Senyum itu sekarang sudah hilang. Justin hanya bisa membayangkannya sekarang.
Bagaimana ia bisa melewati hari-harinya? Apa dia akan melihat video-video ini
sampai ia tolol dan otaknya hangus? Juber ikut tertawa ketika ia melihat Grace
yang terpeleset ketika video bermain perang-perangan air di taman belakang
mulai diputar. Grace menangis dan Aaron langsung menghampirinya dan membantu
Grace untuk tetap berdiri. Sekarang Justin bisa melihatnya dengan jelas dari
video ini. Mulai dari tatapan inilah Aaron mencintai Grace. Dari perhatiannya
yang kelihatan melenceng.
“Kau
baik-baik saja?” Tanya Aaron dengan suara beratnya.
“Bagaimana
bisa aku baik-baik saja? Bokongku sekarang sepertinya akan menjadi tiga!” Jerit
Grace terisak. Lalu ia bangkit dari rerumputan yang basah serta licin itu
dengan kaki yang terpincang-pincang. Suara Justin terdengar tertawa mendengar
ucapan Grace.
“Dimana
Mom?” Tanya Justin bingung karena awalnya Alexis ada bermain dengan mereka.
“Aku
di sini sayang,” panggilan Alexis membuat Justin terbuai. “Apa-apaan yang…?”
Terlihat wajah Alexis terkejut karena melihat Grace yang menangis.
“Ia
terjatuh,” ucap Aaron yang menjawab.
Juber menggeliat di sebelah Justin.
Ia merasa tidak tenang karena tidak ada pelukan Alexis yang biasanya
menghangatkan tubuhnya. Tubuh Justin sangat keras dan tidak enak untuk dijadikan
sandaran. Sebenarnya kemana neneknya pergi? Kenapa Juber tidak bisa menemukan
neneknya? Kakek bilang, neneknya sedang bersama Tuhan agar tidurnya nyenyak.
Juber jadi penasaran, ia juga ingin bertemu dengan Tuhan dan merasakan seberapa
enaknya dekat dengan Tuhan hingga neneknya bisa tidur begitu nyenyak.
“Dimana, Peepee? Aku ingin
memeluknya,” ucap Juber merasa bosan.
“Grandpa sudah bilang padamu, Peepee
sedang tidur lama. Kau tidak akan bertemu dengannya untuk sekarang ini.
Sekarang, tidurlah,”
“Tidak mau,” Juber membuang wajah
dari Justin. “Aku mau Peepee.”
“Peepee tidak ada sayang,” ucap
Justin putus asa. Air matanya mulai mengumpul. “Dia sudah tidak ada sekarang,”
“Peepee itu ada! Grandpa bilang dia
sedang tidur. Berarti Peepee ada, ayo ke kamar!” Ajak Juber untuk keluar dari
ruangan yang belum pernah ia masuki. Well, bioskop mini sebenarnya. “Ayo
Grandpa!”
“Tidak sayang, tidak ada Peepee di
sana,” ucap Justin tidak menggerakkan tubuhnya. Juber sudah turun dari kursi,
ia menarik-narik tangan Justin agar Justin cepat berdiri.
“Ayo
Daddy! Oh, ya Tuhan!” Suara Alexis berteriak ketika ia melihat Justin dan si
kembar terjatuh ke dalam kolam renang. Alexis tertawa terbahak-bahak karena ia
yang merekam adegan itu. Untungnya ia tidak ikut ditarik ke dalam kolam renang.
Justin melihat video itu. Suara tawa itu tidak akan pernah ia dengar lagi.
Suara yang akan selalu ia rindukan seumur hidupnya.
“Juber,” Justin mulai menggendong
Juber. Ia menempatkan Juber di atas tubuhnya lalu memeluknya begitu erat. Juber
memukul-mukul dada Justin agar lepas dari pelukan kakeknya. “Oh, apa kau tidak
kasihan melihat Grandpa yang sedang sedih ini? Grandpa sedang menangis,” ucap
Justin memang menitikan air mata. Seketika itu juga Juber berhenti memukul dada
Justin. Ia mulai menatap Justin yang matanya berair.
“Jangan menangis Grandpa, ayo kita
cari Peepee,” ucap Juber perhatian sekarang, ia mengelap air mata Justin di
kantong mata Justin. Anak ini sangat manis, Justin benar-benar mencintai cucu
pertamanya. “Grandpa cengeng!”
“Grandpa tahu. Tapi Peepee sedang
tidur, Juber. Kita jangan ganggu. Lebih baik kita tidur di sini sambil dikeloni
video-video ini,” ucap Justin berusaha menahan air matanya, namun malah
mengalir kembali. Memori Alexis tertembak masih segar di otaknya. Ia menarik
nafas dalam-dalam. Juber mengangkat kedua bahunya lalu ia akhirnya bersandar di
dada kakeknya. “Ya sudah,”
“Oh, aku mencintaimu—Alexis.” Justin
memejamkan mata, air mata menetes melewati sudut matanya lalu jatuh begitu saja
bahunya.
***
Kath lepas dari tersangka utama
dalam usaha penculikan dan pembunuhan. Selena masuk ke dalam penjara dengan
keadaan kaki kanan yang sudah tak bisa digunakan lagi. Justin masih waras,
meski sesekali ia masih merasakan keberadaan Alexis di sisinya. Istrinya tampak
sangat cantik dalam peti mati pagi ini. Namun sekarang tertutup begitu saja
ketika istrinya akan dibawa ke pemakaman. Sekarang keluarga Bieber sedang
menghadapi masa-masa yang benar-benar berat bagi kehidupan mereka. Khususnya
Justin dan Aaron. Grace menangis dalam pelukan Michael. Justin memakai kacamata
agar matanya yang sembab dan masih memerah itu tak kelihatan. Begitupun dengan
Aaron. Jonathan menangis sejadi-jadinya ketika ia tahu bahwa ibunya meninggal.
Juber kelihatan bingung karena ayah dan kakeknya memberitahu pada Juber kalau
Alexis sedang tidur. Dalam jangka waktu yang panjang.
Kath sudah berhadapan dengan Aaron.
Ia juga mengenakan kacamata hitam dengan sarung tangan putih. Ia tidak sama
sekali melirik pada Aaron. Ia datang ke pemakaman ini karena ia menyayangi
Alexis. Satu-satunya orang yang memercayai Kath beberapa jam sebelum terjadi
pembunuhan itu adalah Alexis. Dia percaya pada Kath dan bahkan ia masih
menginginkan Kath menjadi ibu bagi Juber. Pendeta baru saja memeluk Justin agar
Justin tetap tabah lalu ia pergi dari hadapan Justin. Satu per satu manusia
mulai pergi kecuali keluarga Bieber dan Kath. 7 orang berhadapan dengan 1
orang.
“Mr.Bieber, aku sungguh turut
berduka atas meninggalnya Mrs.Bieber,” ucap Kath. “Aku harus pergi. Ada
penerbangan yang menanti kedatanganku 1 jam lagi,” katanya berlalu dari hadapan
Justin. Justin hanya mengangguk sedangkan Aaron dan Jonathan memerhatikan Kath
yang mulai menjauh dari mereka.
“Tunggu!” Jonathan berteriak. Kath
menghentikan langkahannya, Jonathan berlari melewati makam-makam lalu berakhir
memeluk Kath. “Apa pun kesalahanku padamu, kumohon maafkan aku. Terima kasih
karena telah berusaha untuk menyelamatkan ayahku, aku menyayangimu,” ucapan
manis yang keluar dari mulut Jonathan benar-benar berarti bagi Kath. Kath
membalas pelukan Jonathan sambil mengelus pundak remaja itu.
“Kau tidak memiliki kesalahan apa
pun padaku. Tapi aku harus pergi, ada penerbangan yang menungguku,” ucap Kath
melepaskan pelukan Aaron.
“Kau bisa menjadi ibu dari Juber dan
istri bagi kakakku, aku setuju denganmu. Kau bisa kembali pada keluargaku kapan
saja,” ujar Jonathan menghapus air matanya. Kath hanya mengangguk lalu ia
membalikkan tubuhnya, meninggalkan keluarga Bieber. Beberapa langkah lagi, Kath
akan mencapai pintu gerbang pemakaman, namun tangannya sudah ditahan oleh
seseorang.
“Kath,” suara Aaron yang lembut itu
memanggilnya. “Kemana kau akan pergi?” Tanya Aaron hati-hati. Kath membalikkan
tubuhnya, ia tidak tersenyum. Wajahnya datar.
“Afrika. Di malam ulang tahunmu,
ketika kau berdansa dan aku berbicara dengan ibumu, aku membicarakan suatu hal
yang membuatku termotivasi untuk pergi ke sana. Ibumu ingin sekali pergi ke
Afrika, namun ayahmu tidak pernah menyetujuinya. Dan aku akan pergi ke sana
karenanya dan anak-anak yang membutuhkan di Afrika sana,”
“Yeah, ibuku benar-benar ingin pergi
ke Afrika. Aku juga melarangnya,”
“Berarti kau cukup bodoh. Ia ingin
membantu anak-anak kekurangan di Afrika, kalian adalah pengusaha kaya raya yang
uangnya seolah-olah tidak akan habis. Namun kau malah menolaknya. Tapi itu
sudah tidak penting lagi. Sekarang, aku yang pergi. Mewakili ibumu. Sampai
jumpa, Aaron,” ucap Kath melepaskan pegangan tangan Aaron dari tangannya.
“Maafkan aku atas
kesalahan-kesalahanku padamu. A-aku akan memberikan ruang untukmu untuk
berpikir satu kali lagi untuk menerimaku kembali,”
“Sampai jumpa, Aaron,” Kath
mengabaikan tawaran itu.
“Sampai jumpa, Kath.” Setelahnya,
wanita itu benar-benar pergi dari hadapan Aaron.
“Kau membiarkannya pergi?” Tanya
Justin ketika ia ingin memasuki mobil yang akan ia kendarai. Juber sudah berada
di dalam mobil kursi paling depan. Kursi yang seharusnya menjadi tempat Alexis
tiap saat. Sekarang ia sudah tidak ada. Sudah tidak wanita yang ia cintai yang
akan menduduki kursi itu lagi. Aaron mengangguk. Segera saja Justin memukul
kepala belakang Aaron hingga Aaron mengerang. “Kau bodoh! Dia itu mencintaimu,
tapi kau malah membiarkannya pergi. Kau masih memiliki waktu 40 menit untuk
mengejarnya,”
“Aku rasa ia tidak akan menerimaku
lagi,” ucap Aaron putus asa.
“Kau belum mencobanya! Untuk apa kau
mencari gadis lain saat yang tepat sudah ada di hadapanmu? Bodoh sekali. Aku
yang akan mengantar Michael pulang, kau pergilah ke bandara. Temui dia!” ujar
keras pada Aaron.
“Dad yakin?”
“Apa Dad selama ini salah tentang
wanita, Aaron?”
***
Aaron berlari-lari melewati
orang-orang yang berada di dalam bandara. Ia melihat jadwal penerbangan Kath.
Satu kali panggilan lagi maka pesawat itu akan pergi ke Afrika. Langsung saja
Aaron berlari kembali menuju gerbang penerbangan Kath. Orang-orang melihat
Aaron dengan raut wajah keheranan. Aaron melepaskan sepatu, kaos kaki,
ponselnya saat melewati pemeriksaan lalu ia kembali berlari mennuju gerbang
penerbangan. Peringatan terakhir sudah diberitakan, pesawat akan lepas landas.
Saat Aaron sudah berada di depan para pegawai yang menerima tiket pesawat itu,
Aaron dihentikan.
“Tiket?” Tanya pegawai pria itu
dengan ramah.
“A-aku ..aku tidak mempunyai tiket.
Tapi aku mencari pacarku. Kath. Kath Bloodworth. Ia baru saja masuk ke dalam
pesawat ini,”
“Kami mohon maaf, tapi pesawat akan
lepas landas beberapa menit lagi,”
“Tidak! Biarkan aku masuk!” Ujar
Aaron berusaha melewati dua penjaga pria itu. Ia ditahan lalu dengan sabarnya
pegawai pria itu memperingati Aaron untuk tidak berani-berani melangkah masuk
ke dalam lorong. “Sialan! Pacarku ada di dalam sana,”
“Kami mohon maaf, sir,” ucap pegawai
itu sekali lagi. Aaron mulai melihat pesawat yang mundur ke belakang
menjauhinya dari kaca. Lalu pesawat itu mulai melaju melewati jalur lepas
landas. Aaron ikut berlari sepanjang lorong sambil meneriaki nama Kath.
“Kath!” Pesawat itu masih terus
melaju dengan lambat. Laju pesawat itu semakin lama semakin cepat dan Aaron
berhenti di ujung lorong, ia hanya bisa melihat pesawat dari balik kaca. Lalu
roda pesawat itu tidak menyentuh jalur landasan lagi dan mulai terbang di
udara.
“Kath!” Aaron berteriak putus asa. Sepasang mata
harimau itu menatap pesawat itu dengan tatapan kecewa. Ia tidak akan bisa
bertemu dengan Kath lagi. Tidak akan pernah bisa lagi. Kath sudah pergi.
“Bodoh!” Aaron mukul kaca jendela dengan kencang.
“Aaron?” Suara Kath terdengar dari
belakang tubuhnya. “Apa yang kaulakukan?”
Ketika Aaron membalikkan tubuhnya,
ia melihat sesosok Kath muncul di hadapannya mengenakan pakaian yang sama
ketika di pemakaman tadi. Terlihat sangat cantik, tetap sama, dan tetap kurus.
Awalnya Aaron berpikir bahwa ini hanyalah halusinasinya saja, sampai akhirnya
Kath menyentuh lengannya.
“Aku meninggalkan penting di rumah
sehingga aku membatalkan kepergian hari ini. Apa yang kaulakukan di sini?
Mencariku?” Tanya Kath terkekeh.
“Kath?” Aaron masih tidak percaya
lalu dengan segera Aaron menarik tangan Kath. Tubuhnya bersentuhan, begitupun
dengan bibir mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar