Senin, 14 April 2014

Touching Fire's Water Bab 17 - End



***



            Seperti apa yang Selena katakan, ada sebuah mobil yang sudah disiapkan di vila keluarga Bieber. Sebuah mobil kosong yang pintunya tak terkunci. Aaron yang mengemudikan mobilnya sedangkan Kath duduk di sebelahnya dengan raut wajah kecewa dan sedih. Ia tidak mengatakan apa-apa, namun ia mulai mengetik sebuah pesan singkat pada ibunya. Hanya Kath, Alexis, Grace, Brad dan Michael yang ikut pergi keluar dari vila. Sedangkan Juber dan yang lain ditinggalkan di vila bersama dengan Zeith dan anaknya agar tetap aman di sana. Alexis gugup, sungguh gugup. Apa yang Selena lakukan pada suaminya? Seberapa seringpun Justin menyakiti Alexis, Alexis masih tetap mencintainya. Bagaimana pun juga mereka bertumbuh bersama-sama, membangun rumah tangga sebaik mungkin sampai sekarang dengan baik. Mereka saling jatuh cinta tiap harinya meski pertengkaran mereka menjadi sedikit hambatan dalam hubungan mereka, namun itu tidak membuat mereka berhenti mencintai satu sama lain. Alexis memegang tiga kalung yang diberikan Justin di hari ulang tahunnya. Memang tiga-tiganya selalu Alexis kenakan karena Justin yang memintanya. Ia merasa Justin masih berada di sisinya. Alexis berharap, suaminya tidak tersakiti atau pun bayangan yang lebih parah dari itu.
            Kath tidak berani menatap Aaron. Tatapan Aaron terhadap Kath sekarang sudah berubah menjadi tatapan tidak suka, belum menyentuh benci. Aaron tidak mungkin tidak menyukai Kath hanya karena ibu Kath adalah mantan istri dari ayahnya. Tetapi karena Kath berbohong pada Aaron atas rencana penculikan ayahnya. Mungkin sekarang ayahnya sekarang sudah babak belur dan bahkan tak bernyawa. Kath tidak tahu. Beberapa saat kemudian ada balasan dari ibu Selena. Kath membacanya sebentar lalu mendongak pada Aaron.
            “Ke rumah ayahku, aku akan memberitahu jalannya,” ucap Kath menarik nafas dalam-dalam.
            “Aku bisa saja menembakmu di tempat, Kath, sekarang jika aku tahu ayahku terbunuh karena ibumu. Aku sudah membawa pistol, sebenarnya. Demi Tuhan, Kath, kau pintar sekali berakting! Oke, aku memang menyukaimu, Kath. Itu hanya karena aku ingin melupakan Grace! Namun kenyataannya adalah hubungan ini tidak berhasil. Aku ingin sekali kau kembali padaku saat kau memutuskan untuk menjauhiku—“
            “Aaron, kumohon, berhenti. Aku mengerti apa yang kaukatakan. Aku tahu kau tidak ingin bersamaku. Oke, aku mencintaimu. Berhentilah berbicara, kau sangat benar-benar membunuhku!” ucap Kath gemas sambil mengangkat kedua lututnya lalu memeluknya. Ia menahan air matanya agar tak menetes. Kath menyembunyikan wajahnya ke dalam sela lututnya. Alexis hanya memerhatikan Kath yang benar-benar tersakiti hatinya. Alexis tahu benar perasaan itu. Grace terdiam di kursi paling belakang bersama Michael, ia mengabaikan apa yang Aaron katakan. “Aku berjanji, jika kau sudah menemukan ayahmu dengan masih dalam keadaan hidup dan aku terbukti tidak tahu menahu tentang ini, aku akan pergi dari Atlanta agar hidupmu lebih damai. Jangan membatalkan perjanjian antara kau dan Mr.Smith, aku tidak ingin membuatnya kecewa.”
            “Terserah. Pergilah, aku tidak peduli.” Aaron tidak menatap Kath sekalipun.


***


            Selena tertawa mencemooh Justin yang terduduk seperti orang bodoh di kursi besi yang menahan kedua tangannya agar tidak dapat bergerak. Kakinya pun tidak dapat digerakkan karena dikunci. Pipinya sudah membiru, salah satu sudut bibirnya sudah berdarah. Ia sudah tersakiti sekarang. Selena hanya tinggal menunggu Alexis dan Aaron yang akan datang sebentar lagi. Selena tidak bodoh, tentu saja. Ia sudah menempatkan tiga orang bawahannya untuk menetap di vila dan memata-matai siapa yang ikut menuju rumahnya. Suami Selena tidak ada di rumahnya sekarang, ia sedang pergi keluar negeri, kebetulan. Ternyata Alexis ingin anaknya aman di vila, well, jika begitu anak-anaknya tidak aman karena tiga orang itu akan segera membunuh mereka setelah Selena menghabisi Justin, Alexis, Aaron dan Grace. Atau bisa dikatakan, seluruh anggota keluarga Bieber. Ruang bawah tanah yang diberi penerangan seadanya membuat ruangan ini remang-remang.
            Justin menggelengkan kepalanya lalu meludahi Selena untuk yang kesekian kalinya. Namun itu malah membuat Selena tertawa. “Kau meludahiku satu kali lagi, istrimu akan mati dengan ini.” Ucap Selena memegang sebuah pistol di tangannya. Tidak peduli dengan ancaman Selena, Justin langsung meludahi Selena hingga mengenai pakaian Selena di pundaknya. Tamparan langsung melayang di pipi Justin yang sudah membiru itu, Justin mengerang. Tiba-tiba bunyi walkie talkie Selena terdengar. Bawahan Selena memberitahunya kalau Alexis dan gerombolannya sudah datang.
            “Bawa Alexis, Aaron, Grace dan Kath ke dalam. Sekarang.” Balas Selena tegas.
            “Jangan pernah sekali-kali kau menyentuh istriku atau bahkan putriku!” Ancam Justin. Selena mengabaikan ucapan Justin, ia menganggap apa yang Justin katakan hanyalah omong kosong yang tidak akan pernah bisa terjadi. Selena tentu akan menyentuh Alexis bahkan Grace. Pintu ruang bawah tanah terbuka, muncul Aaron yang dengan gagahnya berjalan ke arah Selena.
            “Dimana ayahku?” Tanya Aaron yang senjatanya sudah dipegang oleh Kath karena jika ada pemeriksaan di luar sana. Jika Kath yang memegang, itu tidak akan menjadi masalah karena Kath adalah anak Selena. Meski awalnya penjaga ingin memberikan pistol pada Kath, namun Kath sudah memperlihatkan pistol yang ia bawa. Wajah Aaron mulai kelihatan.
            “Dimana Alexis?” Tanya Selena dengan suara yang lantang, ia mengabaikan Aaron. Segera saja Alexis muncul, wajahnya kelihatan sekarang. Wajahnya pucat, tubuhnya menggigil karena ketakutan, namun sebisa mungkin Alexis menutupinya. Selena tersenyum karena akhirnya musuh bebuyutannya muncul. Jika Alexis tidak masuk ke dalam kehidupan Justin, pasti sekarang Selena masih bersama-sama dengan Justin. “Kath, kau tahu apa yang harus kaulakukan sayang,” ucap Selena dengan lembut. Segera saja Kath menodongkan pistol yang ia pegang ke kepala Aaron.
            “Mundur!” Ujar Kath dengan keras pada tiga orang di belakang Kath.
            “Kath!” Michael dan Brad tidak percaya dengan apa yang Kath lakukan pada Aaron. Aaron sudah mengangkat kedua tangannya ke udara. Apa yang Aaron tebak sudah sangat benar, semuanya sudah terpampang dengan jelas. Kath memang bekerja sama dengan ibunya.
            “Jangan melangkah ke arahku satu kalipun atau bajingan ini akan kutembak sekarang juga,” ujar Kath tajam. Selena tersenyum kagum pada anaknya. Meski sebenarnya Selena tidak cukup mengerti mengapa Kath ingin membunuh Aaron. Kath sebenarnya tidak tahu menahu tentang masalah ini, namun ternyata anaknya pintar berimprovisasi. Atau mungkin Kath tahu apa yang Selena ingin lakukan pada keluarga Bieber entah bagaimana anaknya mengetahui rencana ini. Yang jelas Selena menyukainya.
            “Biar kuberikan alasan mengapa aku harus membunuh kalian ..Mmm, berempat,” ucap Selena. “Dulu, aku sangat mencintai pria ini!” Bentak Selena menodongkan pistol ke arah Justin. Alexis langsung melangkah satu kali dan pistol itu mulai ditodongkan padanya, membuat Alexis berhenti melangkah. “Sampai akhirnya wanita gila ini muncul ke dalam kehidupan Justin. Ia menceraikanku begitu saja! Aku tidak ingin mempunyai anak karena Aaron yang bertingkah seperti anak gila dulu—Kath kau boleh menembaknya kapan saja sayang—lalu Justin tidak memberikan berita apa pun lagi padaku! Ia mengabaikanku. Ia pernah menyiksaku seperti selir-selirnya. Dan rasanya sangat sakit. Aku berdoa pada Tuhan agar aku bisa bertemu dengan keluarga Bieber kembali lalu membalas dendamku yang sudah kusimpan lama sekali. Akhirnya, Ia mengabulkan doaku,”
            “Selena kita bisa membicarakannya,” Justin berucap dengan hati-hati. Pistol langsung Selena todongkan pada kepala Justin. “Selena, aku dulu mencintaimu,”
            “Pembual! Diam kau. Aku sudah tidak ingin mendengar apa pun lagi! Aku membencimu, Justin. Demi Tuhan aku membencimu. Dan aku membencimu, Alexis,”
            “Jangan salahkan Alexis, ini salahku,”
            “Kau membelanya! Lihat? Kau masih bisa membelanya!” Air mata Selena mulai menetes. Kath mendesah bosan karena ibunya yang lama sekali berbicara. Rasanya Kath sudah tidak sabar ingin menembak Aaron.
            “Bisakah kita menembak dua bajingan ini terlebih dahulu? Aku sudah tak sabar,” ucap Kath menarik nafas dalam-dalam. Selena tertawa sebentar, ia menyeka air mata lalu mengangguk-anggukkan kepalanya.
            “Yeah, kau benar sayang,” ucap Selena. “Tunggu sebentar. Di hitungan ketiga,” Selena benar-benar menempatkan pistol itu pada kepala Justin. Jarinya sudah menyentuh pelatuk pistol, begitu juga dengan Kath yang sudah menempatkan pistol itu pada kepala Aaron. Tubuh Aaron menegang, matanya terpejam. “Satu,”
            “Selena kita benar-benar bisa membicarakannya,” ucap Alexis membujuk.
            “Dua,” bisik Kath.
            “Selena!” Justin berteriak panik. Jari Selena mulai menekan pelatuk itu pada Justin.
            “Tidak! Selena!” Alexis berlari ke arah Selena lalu Kath memutar tubuhnya ke arah Selena dan bunyi kedua pistol menembak itu terdengar. Salah satu pistol itu mengenai tepat sasarannya, tetapi yang lain tidak mengenai sasarannya. Semua orang terkesiap, kecuali yang tertembak.
            “Tidak!” Aaron berteriak dengan air mata yang menetes, wajahnya memerah.

***


            Mata Justin terbuka, matanya memerah, air matanya mengalir dengan deras. Tidak ada yang menduga Selena akan menembak istrinya. Seketika itu juga ia berteriak histeris dan ia menggoyang-goyangkan tubuhnya seperti orang gila di rumah sakit jiwa yang ingin keluar dari kekangan. Ia berteriak-teriak memanggil nama Alexis hingga wajahnya memerah. Keringatnya sudah membasahi pipinya. Apa yang baru saja terjadi adalah hal yang paling tidak pernah Justin duga. Istrinya baru saja tertembak oleh iblis yang sekarang terkulai lemah di atas lantai karena Kath berhasil menembak lututnya. Air mata Justin terus mengalir di pipinya, apa pun yang telah ia perbuat akhir-akhir ini adalah penyesalan tanpa akhir. Ia tidak akan pernah memaafkannya. Grace berlari pergi ke arah Selena, mencari-cari kunci agar kursi itu dapat membuka kekangan mereka dari tangan dan kaki ayahnya. Kath terjatuh ke belakang, kepalanya pening, sebelum kepalanya membentur lantai kotor itu, Brad dengan sigap menangkap tubuh Kath. Gadis itu tampaknya mengambil tindakan yang bagus agar ibunya tak bisa berjalan lagi.
            Berbeda dengan wanita tua yang telah terkapar di atas paha Aaron. Dadanya berdarah akibat tembakan dari Selena yang tepat sasaran. Matanya masih terbuka, meski hanya setengahnya. Nafasnya tersengal-sengal, tangannya tak bisa ia gerakan kembali. Grace baru saja melepaskan ayahnya dari jeratan kursi sialan itu. Segera saja Justin menghampiri istrinya yang sebentar lagi takkan bernyawa lagi. Disentuhnya pundak Alexis lalu menaruh punggung istrinya di atas paha Justin.
            “Tidak, sayang, jangan pergi,” Justin menangis dengan sedihnya. Hatinya benar-benar sakit sekarang. Penglihatan Alexis mulai buram akibat kekurangan darah. Darahnya menetes-netes di ujung bajunya yang sudah basah karena darah yang tak berhenti mengalir. Tangan Justin menyentuh dada istrinya, meraba darahnya yang semakin lama semakin banyak keluar. “Aku di sini. Tolong katakan padaku kau akan tetap bersamaku. Kita akan tetap bersama-sama,”
            “Grace, hubungi ambulance,” perintah Aaron berusaha untuk menjaga ketenangannya meski wajahnya sudah memerah akibat amarah yang meluap-luap. “Michael, kau hubungi polisi. Sekarang!” Bentak Aaron tak menatap pada siapa pun kecuali ibunya yang tersenyum. Ibunya masih bisa tersenyum di saat semuanya sedang menangis! Malaikat jenis apa ibunya ini? Mengapa bisa-bisanya iblis seperti Justin mendapatkan malaikat yang baik nan lembut hatinya? Sebisa mungkin Alexis menelan ludahnya.
            “Aku tidak …akan …pergi,” bisik Alexis terbata-bata. Tangannya tak bisa digerakkan padahal Alexis ingin sekali menghapus air yang membasahi pipi Justin. “Jangan menangis, aku tetap di sini,”
            “Aku tahu, kau akan bertahan. Maafkan aku, Alexis. Aku mencintaimu, demi Tuhan, aku mencintaimu,” ucap Justin yang air matanya menetes kembali hingga mengenai pakaian Alexis yang bersimbah darah. Alexis tidak tertawa, ia hanya tersenyum. Wajahnya sekarang sudah benar-benar pucat. Matanya terpejam selama beberapa detik lalu terbuka kembali.
            “Aku tahu,” bisik Alexis. “Janji padaku untuk tetap berada di sisi anak-anak dan menjaganya, terlebih lagi Juber. Bilang padanya aku akan tidur dalam waktu yang lama. Katakan pada mereka semua aku mencintai mereka. Khususnya kau, sayang. Sekarang relakan dan biarkan aku pergi maka kau akan hidup bahagia. Hitung satu sampai sepuluh agar seluruh kesalahanku padamu terhapuskan. Begitupun dengan kesalahanmu padaku. Dan jika kau tidak mencapai hitungan ke sepuluh lalu aku sudah pergi, itu berarti kau mencintaiku,” ucap Alexis tersengal-sengal, ia mencari nafas.
            “Tidak!” Justin menggelengkan kepalanya. Mulutnya sudah basah karena air mata serta saliva, tidak ada waktu untuk mengeringkan bibir sekarang!
            “Justin, kumohon,” pinta Alexis yang kali ini tangannya sebisa mungkin ia angkat lalu menyentuh pipi Justin. Telapak tangan yang dilapisi dengan darah itu mulai mengelus pipi Justin hingga wajah Justin kotor karena darahnya. Justin memejamkan matanya sejenak lalu mata harimau itu terlihat. Alexis tersenyum. Mungkin inilah akhir hidupnya yang bahagia. Setidaknya ia meninggal karena ia berusaha untuk menemukan suaminya dan menyelamatkannya. Seperti inilah kali pertama Alexis jatuh cinta pada pria ini. Mata harimau yang memikat serta mendominan itu menyentuh hingga hatinya. Membuat Alexis selama bertahun-tahun hidup bersama dengan Justin. Dan diakhir hidupnya, ia masih bisa melihat mata harimau yang sama seperti 20 tahun lebih yang lalu. Pengakhiran hidup yang sempurna. Justin sudah menghitung sampai 4. Aaron tidak ingin melihat ibunya yang sebentar lagi akan pergi. Ia sudah berkutat dengan ibu Kath yang pingsan karena lututnya yang tertembak. Tangannya tidak menyentuh sama sekali tubuh Selena, bahkan bajunya.
            “Tujuh,” bisik Justin mulai panik, suaranya membesar ketika ia melihat mata Alexis terpejam. “Alexis-ku sayang? Kau dengar aku?” Tanya Justin dengan lembut. Ia melihat dada Alexis dan perutnya yang bergerak. Entah bagaimana bisa Justin merasakannya, Justin merasa roh yang berada dalam tubuh Alexis terangkat begitu saja dalam bentuk angin yang berdebu putih.
            “Tidak, Alexis. Kau masih dengar aku sayang?” Justin menggoyang-goyangkan tubuh istrinya. Tangannya menyentuh dada Alexis yang berdarah, ia tidak dapat merasakan detak jantungnya. Tidak ada nafas yang mengembus lagi. “Tidak! Alexis, sayangku, jangan pergi! Jangan tinggalkan aku sendiri! Aku mencintaimu!” Justin berteriak histeris, wajahnya kembali memerah. Bibirnya mulai mengecup kening Alexis lalu bibirnya berkali-kali. Berharap dengan cara seperti itu akan membangunkan kembali istrinya. Namun tidak berhasil. Tidak ada nafas yang mengembus dari hidung Alexis ataupun mulut Alexis yang seharusnya sekarang menyebut nama Justin.
            “Sialan kau Alexis! Jangan tinggalkan aku,” ujar Justin marah, kesal, serta menangis dalam waktu yang bersamaan. Bagaimana tidak? Seseorang yang sudah menjadi belahan jiwanya, setengah jiwanya, dan pemilik seluruh hatinya sekarang sudah pergi meninggalkannya begitu jauh! Mungkin sekarang Justin akan lebih memilih untuk menembak kepalanya sekarang. Dan siapa yang akan menjadi pendampingnya ketika ia tidur nanti? Bahkan hari terakhir ia tidur bersama Alexis, ia tidak memeluk Alexis! Ia tidak dapat merasakan kehangatan istrinya! Terakhir kali yang Justin perbuat pada Alexis adalah menyakiti hatinya! Penyesalan ini tidak akan pernah berakhir bagi Justin. “Aku mencintaimu,” Justin terisak. Ia menempatkan keningnya pada kening Alexis.
            Kath sudah tak sadarkan diri karena lelah, terlebih lagi ia sudah menembak ibunya sendiri. Grace menangis melihat ibunya yang sudah tiada. Ia menatap ke langit-langit ruangan agar air matanya tak mengalir lagi. Berbeda dengan Aaron yang benar-benar tak berani menatap ayah dan ibunya, ia menangis dalam hati. Kepalanya juga mendongak ke atas, menatapi langit-langit dengan mata yang memerah, ia tidak bisa menahan sesak di dadanya sekarang. Brad dan Michael ikut menangis karena Alexis harus pergi sekarang karena ditembak. Aaron bangkit dari tempatnya terjongkok, lalu ia membalikkan tubuhnya. Ia melihat Kath sudah terbaring di atas paha Michael dengan wajah pucat bahkan seperti tak bernyawa. Mantan kekasihnya ini baru saja berusaha untuk menyelamatkan ayahnya dan ibunya –meski gagal—dengan cara menembak ibunya sendiri. Kath tidak memilih untuk menembak Aaron.
            Seluruh tubuh Aaron terasa panas dan rasanya sebentar lagi ia akan gila karena telah menuduh Kath yang tidak-tidak. Kath tidak bekerja sama dengan ibunya. Jika memang Kath membenci Aaron, sudah pasti sekarang Aaron tak bernyawa. Kath lebih memilih keluarga Bieber dibanding ibunya sendiri, bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Aaron merasa dirinya bodoh. Saat Aaron mendekati Kath, suara bukaan pinta ruang bawah tanah terdengar lalu suara dari pistol yang sudah siap juga terdengar. Polisi sudah datang.
            “Sialan.”


***


            “Oh, hey adik kecil. Adikmu perempuan sayang,” suara suster begitu ramah pada Aaron. Lalu Aaron berlari cepat ke arah Justin dan Justin menangkapnya, menggendongnya. Mata Aaron melebar saat ia melihat adik perempuannya yang sedang membuka mata dengan air mata yang membasahi sekitar matanya. Sungguh manis. Ia memiliki mata sama seperti mata ayahnya. Cantik. Anugerah. Cinta. Lembut. Ya Tuhan! Aaron tidak percaya ia akan memiliki adik seperti ini. Dia sungguh cantik.
            “Grace. Aku memiliki adik daddy!” seru Aaron dengan senang.
            “Ciumlah kalau kau memang menyayanginya,” suruh Justin. Sontak mulut Aaron mengerucut dan mencium kepala botak adiknya dengan penuh sayang. “Aku menyayangi Grace. Adikku,” bisik Aaron tersenyum manis.
            “Well, daddy dan mommy juga menyayangimu. Apa kau menyayangi kami?” Justin bertanya.
            “Aku lebih menyayangi mommy!” seru Aaron langsung memajukan kepalanya dan mencium bibir ibunya yang berwarna merah muda. Alex terlihat terberkati. Sangat terberkati. Keluarga yang sempurna. Keluarga kecil yang sempurna lebih tepatnya.
            “Kau tidak ingin mencium daddy? Padahal daddy juga menyayangimu,” tanya Justin merasa cemburu. Namun dengan cepat Aaron menggeleng-gelengkan kepalanya.
            Justin memerhatikan video kelahiran Grace. Ternyata sikapnya yang cemburuan memang sudah ada sejak Grace lahir. Justin menonton video-video kelahiran anak-anaknya bersama dengan Juber yang bersandar di sebelahnya. Juber terus menanyakan keberadaan Alexis pada Justin. Alexis berada di rumah sakit sekarang sedangkan Justin berada di rumahnya. Hanya berdua dengan si kecil, Juber. Aaron dan Grace harus mengurus urusan pemakaman ibunya.
            “Oh Tuhan! Anak kembar!” Justin berseru dengan gembiranya ketika ia melihat anak keduanya lahir. Dan kali ini perempuan yang lahir. Aaron tertawa ketika merekamnya, suaranya benar-benar berbanding terbalik dengan suara ketika Grace lahir. Alexis terlihat sangat lelah, ia dibanjiri oleh keringat. Justin memegang tangannya. Lalu mereka berciuman selama beberapa detik. Wajah bahagia dipancarkan oleh Justin. Sekarang ia terlihat lebih terberkati.
            “Mozess, aku mau anak laki-laki kembar pertamaku Mozess,”
            “Apa pun yang kauinginkan, sayang,” ucap Justin mengecup kening Alexis. “Entah mengapa aku jadi ingin memiliki anak lebih banyak lagi,”
            “Tidak terima kasih, Justin. Aku tidak ingin melahirkan lagi. Rumah kita sudah dipenuhi oleh tangisan anak-anak. Halo, Jonathan. Kau tampak tampan hari ini,” ujar Alexis ketika Jonathan yang masih berumur 6 tahun itu muncul. Ia naik ke atas ranjang Alexis lalu duduk di sisi tempat tidurnya. “Kau punya adik. Apa kau senang?”Tanya Alexis dengan suara lembut. Jonathan tersenyum sambil kepalanya terangguk-angguk.
            “Kuharap si kembar kali ini lebih memilih aku daripada kau,” ucap Justin kelihatan masih cemburu. Aaron dan Jonathan lebih memilih Alexis dibanding Justin. Hanya Grace yang memilih Justin.
            “Berhenti, Justin.” Alexis memutar bola matanya lalu ia terkekeh pelan. Senyum malaikat itu muncul kembali di wajah Alexis.
            Justin merindukan senyum manis, tulus dan berharga itu dari Alexis. Sekarang ia sudah tidak dapat melihatnya lagi. Senyum itu sekarang sudah hilang. Justin hanya bisa membayangkannya sekarang. Bagaimana ia bisa melewati hari-harinya? Apa dia akan melihat video-video ini sampai ia tolol dan otaknya hangus? Juber ikut tertawa ketika ia melihat Grace yang terpeleset ketika video bermain perang-perangan air di taman belakang mulai diputar. Grace menangis dan Aaron langsung menghampirinya dan membantu Grace untuk tetap berdiri. Sekarang Justin bisa melihatnya dengan jelas dari video ini. Mulai dari tatapan inilah Aaron mencintai Grace. Dari perhatiannya yang kelihatan melenceng.
            “Kau baik-baik saja?” Tanya Aaron dengan suara beratnya.
            “Bagaimana bisa aku baik-baik saja? Bokongku sekarang sepertinya akan menjadi tiga!” Jerit Grace terisak. Lalu ia bangkit dari rerumputan yang basah serta licin itu dengan kaki yang terpincang-pincang. Suara Justin terdengar tertawa mendengar ucapan Grace.
            “Dimana Mom?” Tanya Justin bingung karena awalnya Alexis ada bermain dengan mereka.
            “Aku di sini sayang,” panggilan Alexis membuat Justin terbuai. “Apa-apaan yang…?” Terlihat wajah Alexis terkejut karena melihat Grace yang menangis.
            “Ia terjatuh,” ucap Aaron yang menjawab.
            Juber menggeliat di sebelah Justin. Ia merasa tidak tenang karena tidak ada pelukan Alexis yang biasanya menghangatkan tubuhnya. Tubuh Justin sangat keras dan tidak enak untuk dijadikan sandaran. Sebenarnya kemana neneknya pergi? Kenapa Juber tidak bisa menemukan neneknya? Kakek bilang, neneknya sedang bersama Tuhan agar tidurnya nyenyak. Juber jadi penasaran, ia juga ingin bertemu dengan Tuhan dan merasakan seberapa enaknya dekat dengan Tuhan hingga neneknya bisa tidur begitu nyenyak.
            “Dimana, Peepee? Aku ingin memeluknya,” ucap Juber merasa bosan.
            “Grandpa sudah bilang padamu, Peepee sedang tidur lama. Kau tidak akan bertemu dengannya untuk sekarang ini. Sekarang, tidurlah,”
            “Tidak mau,” Juber membuang wajah dari Justin. “Aku mau Peepee.”
            “Peepee tidak ada sayang,” ucap Justin putus asa. Air matanya mulai mengumpul. “Dia sudah tidak ada sekarang,”
            “Peepee itu ada! Grandpa bilang dia sedang tidur. Berarti Peepee ada, ayo ke kamar!” Ajak Juber untuk keluar dari ruangan yang belum pernah ia masuki. Well, bioskop mini sebenarnya. “Ayo Grandpa!”
            “Tidak sayang, tidak ada Peepee di sana,” ucap Justin tidak menggerakkan tubuhnya. Juber sudah turun dari kursi, ia menarik-narik tangan Justin agar Justin cepat berdiri.
            “Ayo Daddy! Oh, ya Tuhan!” Suara Alexis berteriak ketika ia melihat Justin dan si kembar terjatuh ke dalam kolam renang. Alexis tertawa terbahak-bahak karena ia yang merekam adegan itu. Untungnya ia tidak ikut ditarik ke dalam kolam renang. Justin melihat video itu. Suara tawa itu tidak akan pernah ia dengar lagi. Suara yang akan selalu ia rindukan seumur hidupnya.
            “Juber,” Justin mulai menggendong Juber. Ia menempatkan Juber di atas tubuhnya lalu memeluknya begitu erat. Juber memukul-mukul dada Justin agar lepas dari pelukan kakeknya. “Oh, apa kau tidak kasihan melihat Grandpa yang sedang sedih ini? Grandpa sedang menangis,” ucap Justin memang menitikan air mata. Seketika itu juga Juber berhenti memukul dada Justin. Ia mulai menatap Justin yang matanya berair.
            “Jangan menangis Grandpa, ayo kita cari Peepee,” ucap Juber perhatian sekarang, ia mengelap air mata Justin di kantong mata Justin. Anak ini sangat manis, Justin benar-benar mencintai cucu pertamanya. “Grandpa cengeng!”
            “Grandpa tahu. Tapi Peepee sedang tidur, Juber. Kita jangan ganggu. Lebih baik kita tidur di sini sambil dikeloni video-video ini,” ucap Justin berusaha menahan air matanya, namun malah mengalir kembali. Memori Alexis tertembak masih segar di otaknya. Ia menarik nafas dalam-dalam. Juber mengangkat kedua bahunya lalu ia akhirnya bersandar di dada kakeknya. “Ya sudah,”
            “Oh, aku mencintaimu—Alexis.” Justin memejamkan mata, air mata menetes melewati sudut matanya lalu jatuh begitu saja bahunya.


***


            Kath lepas dari tersangka utama dalam usaha penculikan dan pembunuhan. Selena masuk ke dalam penjara dengan keadaan kaki kanan yang sudah tak bisa digunakan lagi. Justin masih waras, meski sesekali ia masih merasakan keberadaan Alexis di sisinya. Istrinya tampak sangat cantik dalam peti mati pagi ini. Namun sekarang tertutup begitu saja ketika istrinya akan dibawa ke pemakaman. Sekarang keluarga Bieber sedang menghadapi masa-masa yang benar-benar berat bagi kehidupan mereka. Khususnya Justin dan Aaron. Grace menangis dalam pelukan Michael. Justin memakai kacamata agar matanya yang sembab dan masih memerah itu tak kelihatan. Begitupun dengan Aaron. Jonathan menangis sejadi-jadinya ketika ia tahu bahwa ibunya meninggal. Juber kelihatan bingung karena ayah dan kakeknya memberitahu pada Juber kalau Alexis sedang tidur. Dalam jangka waktu yang panjang.
            Kath sudah berhadapan dengan Aaron. Ia juga mengenakan kacamata hitam dengan sarung tangan putih. Ia tidak sama sekali melirik pada Aaron. Ia datang ke pemakaman ini karena ia menyayangi Alexis. Satu-satunya orang yang memercayai Kath beberapa jam sebelum terjadi pembunuhan itu adalah Alexis. Dia percaya pada Kath dan bahkan ia masih menginginkan Kath menjadi ibu bagi Juber. Pendeta baru saja memeluk Justin agar Justin tetap tabah lalu ia pergi dari hadapan Justin. Satu per satu manusia mulai pergi kecuali keluarga Bieber dan Kath. 7 orang berhadapan dengan 1 orang.
            “Mr.Bieber, aku sungguh turut berduka atas meninggalnya Mrs.Bieber,” ucap Kath. “Aku harus pergi. Ada penerbangan yang menanti kedatanganku 1 jam lagi,” katanya berlalu dari hadapan Justin. Justin hanya mengangguk sedangkan Aaron dan Jonathan memerhatikan Kath yang mulai menjauh dari mereka.
            “Tunggu!” Jonathan berteriak. Kath menghentikan langkahannya, Jonathan berlari melewati makam-makam lalu berakhir memeluk Kath. “Apa pun kesalahanku padamu, kumohon maafkan aku. Terima kasih karena telah berusaha untuk menyelamatkan ayahku, aku menyayangimu,” ucapan manis yang keluar dari mulut Jonathan benar-benar berarti bagi Kath. Kath membalas pelukan Jonathan sambil mengelus pundak remaja itu.
            “Kau tidak memiliki kesalahan apa pun padaku. Tapi aku harus pergi, ada penerbangan yang menungguku,” ucap Kath melepaskan pelukan Aaron.
            “Kau bisa menjadi ibu dari Juber dan istri bagi kakakku, aku setuju denganmu. Kau bisa kembali pada keluargaku kapan saja,” ujar Jonathan menghapus air matanya. Kath hanya mengangguk lalu ia membalikkan tubuhnya, meninggalkan keluarga Bieber. Beberapa langkah lagi, Kath akan mencapai pintu gerbang pemakaman, namun tangannya sudah ditahan oleh seseorang.
            “Kath,” suara Aaron yang lembut itu memanggilnya. “Kemana kau akan pergi?” Tanya Aaron hati-hati. Kath membalikkan tubuhnya, ia tidak tersenyum. Wajahnya datar.
            “Afrika. Di malam ulang tahunmu, ketika kau berdansa dan aku berbicara dengan ibumu, aku membicarakan suatu hal yang membuatku termotivasi untuk pergi ke sana. Ibumu ingin sekali pergi ke Afrika, namun ayahmu tidak pernah menyetujuinya. Dan aku akan pergi ke sana karenanya dan anak-anak yang membutuhkan di Afrika sana,”
            “Yeah, ibuku benar-benar ingin pergi ke Afrika. Aku juga melarangnya,”
            “Berarti kau cukup bodoh. Ia ingin membantu anak-anak kekurangan di Afrika, kalian adalah pengusaha kaya raya yang uangnya seolah-olah tidak akan habis. Namun kau malah menolaknya. Tapi itu sudah tidak penting lagi. Sekarang, aku yang pergi. Mewakili ibumu. Sampai jumpa, Aaron,” ucap Kath melepaskan pegangan tangan Aaron dari tangannya.
            “Maafkan aku atas kesalahan-kesalahanku padamu. A-aku akan memberikan ruang untukmu untuk berpikir satu kali lagi untuk menerimaku kembali,”
            “Sampai jumpa, Aaron,” Kath mengabaikan tawaran itu.
            “Sampai jumpa, Kath.” Setelahnya, wanita itu benar-benar pergi dari hadapan Aaron.

            “Kau membiarkannya pergi?” Tanya Justin ketika ia ingin memasuki mobil yang akan ia kendarai. Juber sudah berada di dalam mobil kursi paling depan. Kursi yang seharusnya menjadi tempat Alexis tiap saat. Sekarang ia sudah tidak ada. Sudah tidak wanita yang ia cintai yang akan menduduki kursi itu lagi. Aaron mengangguk. Segera saja Justin memukul kepala belakang Aaron hingga Aaron mengerang. “Kau bodoh! Dia itu mencintaimu, tapi kau malah membiarkannya pergi. Kau masih memiliki waktu 40 menit untuk mengejarnya,”
            “Aku rasa ia tidak akan menerimaku lagi,” ucap Aaron putus asa.
            “Kau belum mencobanya! Untuk apa kau mencari gadis lain saat yang tepat sudah ada di hadapanmu? Bodoh sekali. Aku yang akan mengantar Michael pulang, kau pergilah ke bandara. Temui dia!” ujar keras pada Aaron.
            “Dad yakin?”
            “Apa Dad selama ini salah tentang wanita, Aaron?”


***


            Aaron berlari-lari melewati orang-orang yang berada di dalam bandara. Ia melihat jadwal penerbangan Kath. Satu kali panggilan lagi maka pesawat itu akan pergi ke Afrika. Langsung saja Aaron berlari kembali menuju gerbang penerbangan Kath. Orang-orang melihat Aaron dengan raut wajah keheranan. Aaron melepaskan sepatu, kaos kaki, ponselnya saat melewati pemeriksaan lalu ia kembali berlari mennuju gerbang penerbangan. Peringatan terakhir sudah diberitakan, pesawat akan lepas landas. Saat Aaron sudah berada di depan para pegawai yang menerima tiket pesawat itu, Aaron dihentikan.
            “Tiket?” Tanya pegawai pria itu dengan ramah.
            “A-aku ..aku tidak mempunyai tiket. Tapi aku mencari pacarku. Kath. Kath Bloodworth. Ia baru saja masuk ke dalam pesawat ini,”
            “Kami mohon maaf, tapi pesawat akan lepas landas beberapa menit lagi,”
            “Tidak! Biarkan aku masuk!” Ujar Aaron berusaha melewati dua penjaga pria itu. Ia ditahan lalu dengan sabarnya pegawai pria itu memperingati Aaron untuk tidak berani-berani melangkah masuk ke dalam lorong. “Sialan! Pacarku ada di dalam sana,”
            “Kami mohon maaf, sir,” ucap pegawai itu sekali lagi. Aaron mulai melihat pesawat yang mundur ke belakang menjauhinya dari kaca. Lalu pesawat itu mulai melaju melewati jalur lepas landas. Aaron ikut berlari sepanjang lorong sambil meneriaki nama Kath.
            “Kath!” Pesawat itu masih terus melaju dengan lambat. Laju pesawat itu semakin lama semakin cepat dan Aaron berhenti di ujung lorong, ia hanya bisa melihat pesawat dari balik kaca. Lalu roda pesawat itu tidak menyentuh jalur landasan lagi dan mulai terbang di udara.
            “Kath!”  Aaron berteriak putus asa. Sepasang mata harimau itu menatap pesawat itu dengan tatapan kecewa. Ia tidak akan bisa bertemu dengan Kath lagi. Tidak akan pernah bisa lagi. Kath sudah pergi. “Bodoh!” Aaron mukul kaca jendela dengan kencang.
            “Aaron?” Suara Kath terdengar dari belakang tubuhnya. “Apa yang kaulakukan?”
            Ketika Aaron membalikkan tubuhnya, ia melihat sesosok Kath muncul di hadapannya mengenakan pakaian yang sama ketika di pemakaman tadi. Terlihat sangat cantik, tetap sama, dan tetap kurus. Awalnya Aaron berpikir bahwa ini hanyalah halusinasinya saja, sampai akhirnya Kath menyentuh lengannya.
            “Aku meninggalkan penting di rumah sehingga aku membatalkan kepergian hari ini. Apa yang kaulakukan di sini? Mencariku?” Tanya Kath terkekeh.
            “Kath?” Aaron masih tidak percaya lalu dengan segera Aaron menarik tangan Kath. Tubuhnya bersentuhan, begitupun dengan bibir mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar