***
Grace terdiam di depan televisi
ruang keluarga lantai bawah. Moon dan Mozzy sedang belajar di depan televisi,
tengkurap di atas karpet sambil memegang sebuah pensil di tangan mereka. Justin
dan Alexis sedang berusaha memakaikan Juber pakaian. Anak kecil yang satu itu
tampaknya tidak pernah mau memakai pakaian jika sudah berurusan dengan
kakeknya. Ia senang menggoda dan membuatk kakeknya lelah. Ia berlari-lari di
sekitar ruang makan. Kaki kecilnya itu berlari mengelilingi meja makan sampai
akhirnya ia tersandung oleh kakinya sendiri. Perutnya yang tidak tertutupi
pakaianpun menyentuh lantai yang dingin, kepalanya terbentur lantai sampai
akhirnya ia menangis. Justin dari belakang panik setengah mati. Ia menggendong
Juber dari lantai lalu mengelus-elus kepalanya yang terbentur itu sambil
mengecup-kecupinya. Alexis yang baru saja turun dari lantai dua ikut panik saat
mendengar suara cucunya menangis dari ruang makan.
“Apa-apaan yang terjadi?” Alexis
bertanya berusaha untuk tenang. Juber menangis dalam gendongan Justin dengan
wajah yang merah. Tangannya yang mungil itu malah menggaruk-garuk kepalanya
yang sakit. Ia berkata ‘sakit’ dalam gumaman yang tak jelas. Justin dengan
bodohnya hanya mengecup-kecup pipi Juber agar cepat tenang. Tentu saja usaha itu
tidak akan berhasil. “Oh, sayang, yang mana yang sakit? Apa yang dilakukan
Grandpa Bieber padamu? Oh, jangan menangis, jangan menangis,” Alexis mulai
mengambil Juber dari gendongan Justin. Anak itu hanya memakai popok. Justin
sedang berusaha memakaikannya celana dan Alexis baru saja mengambil atasan
Juber dari lantai dua. Namun usaha mereka memakaikan pakaian pada anak lucu ini
malah berakhir sedih. Tangisannya benar-benar mengundang orang lain yang
melihatnya cemberut.
“Di sini,” tangis Juber menunjuk
kepalanya yang sakit. “Di sini,” tunjuknya ke daerah yang lain. Alexis
mengelus-elus kepalanya dengan lembut, berusaha untuk menenangkannya. “Di
sini,” ucap Juber kembali menunjuk kepala daerah belakang yang lain.
“Semuanya saja Juber,” gerutu Justin
karena cucunya sepertinya melawak.
“Justin!” Alexis memelototi suaminya
yang tidak bisa tidak mengambil suatu hal dengan serius. Justin hanya
mengangguk-anggukkan kepalanya, ia berjalan meninggalkan Juber dan Alexis di
ruang makan. Sepertinya ia harus menangani masalah anaknya yang lain. Grace.
Dua hari terakhir ia tampak pendiam, tak banyak bicara, tidak seperti biasanya.
Saat berada di ruang keluarga, ia melihat Grace yang menonton acara televisi
dengan ekspresi datar. Jonathan berada di sebelahnya, bersandar di atas bahu
Grace, tidak seperti biasanya. Tangisan Juber dari ruang makan berangsur-angsur
berhenti. Sepertinya Justin sudah tidak bisa meragukan kehebatan Alexis dalam
masalah anak-anak. Istrinya sudah seperti ahli.
Grace menatap Justin yang memegang
celana Juber di tangan kirinya. Justin mengangguk pada Grace, seperti bertemu
dengan temannya. Grace tidak bisa tidak tertawa dengan tingkah ayahnya yang
selalu berusaha tetap terlihat muda. Padahal umur ayahnya sudah setengah abad.
Justin ikut tertawa ketika Grace tertawa, entah apa yang Justin tertawakan,
yang jelas lucu.
“Bisa kita naik ke atas Grace? Dad
ingin membicarakan suatu hal padamu, hanya kita ber…tiga. Mom akan naik
sebentar lagi. Bukan masalah besar, tenang saja,” ucap Justin memutar-mutar
celana Juber. Baru beberapa putaran, tiba-tiba saja celana itu sudah tidak ada
di tangannya karena Alexis yang merebutnya. Juber sudah tenang, matanya masih
berair. Dan sekarang anak kecil itu sudah memakai atasannya. Justin cukup
jengkel karena ia tidak pernah bisa tidak tenang memakaikan Juber celana atau
baju. Jantung Grace berdegup kencang ketika ayahnya ingin membicarakan suatu
hal padanya. Pasti penting, pikir
Grace bangkit dari sofa. Membuat Jonathan yang bersandar di bahunya jatuh ke
atas sofa dengan indah. Anak remaja itu langsung berbaring sambil terus
menonton televisi. Justin, Alexis dan Grace naik ke lantai dua. Grace tahu
sebentar lagi ia akan disuruh bertanggungjawab atas hal yang bahkan Grace tidak
tahu apa ia melakukannya atau tidak.
Justin dan Grace duduk di atas sofa
keluarga lantai dua sedangkan Alexis di atas karpet karena ia harus memakaikan
Juber celana. Grace mendesah, ia mengembuskan nafas ke atas hingga poni di
keningnya berkibas.
“Ada apa?” Tanya Grace mengangkat
dua kakinya, memeluk lutut. Juber langsung memeluk Alexis dan duduk di atas
paha Alexis, ingin tidur dalam pelukan neneknya. Alexis tersenyum pada Justin
agar Justin yang berbicara pada Grace.
“Kita berdua sudah tahu dengan
hubunganmu dan Aaron,” ucap Justin dengan gaya kebapakan yang ia miliki. Grace
tertawa meledak, ia menyelipkan kepalanya ke dalam sela lututnya yang bersatu
itu. Lalu kembali mendongak dengan wajah yang sudah memerah. “Grace, Dad tidak
bermain-main. Kita berdua sudah tahu kalian berdua …saling jatuh cinta.” Tangan
Justin ditempatkan di ujung lutut Grace. Tawa Grace langsung berhenti begitu
saja. Kedua alisnya menyatu, ia memberikan raut wajah bingung. Tentu saja ia
tidak ingin memberitahu hubungan mereka sekarang seperti apa! Setelah mereka
saling menyatakan cinta sama lain, sudah jelas hubungan mereka sudah berubah
meski status tetap mengatakan mereka adalah adik kakak.
“Grace, sebentar lagi Aaron akan
berumur 27 tahun. Dia sudah dewasa. Kau juga sudah dewasa. Kalian berdua juga
tahu, bahkan semua rekan kerja Dad tahu, kalian berdua adalah kakak beradik.
Dad tahu Aaron bukan anak kandung dari Dad atau Mom. Dia anak angkat. Tetapi ia
tetap menjadi anak pertama dalam keluarga Bieber. Dad sebenarnya biasa-biasa
saja dengan hubungan kalian, tidak apa-apa jika kalian berdua saling mencintai.
Dad tahu kalian berdua adalah manusia yang bisa jatuh cinta. Tetapi apa yang
bisa Dad lakukan kalau Mom tidak menyetujuinya?” Justin melirik pada Alexis
yang melotot. Bukan ini dialog yang seharusnya mereka katakan pada Grace!
Mereka berdua sudah latihan bagaimana berbicara di depan Grace tentang
meluruskan hubungannya dengan Aaron. Alexis mendesah, tangannya mengelus kepala
Juber.
“Grace,” Alexis menelan ludahnya. “Di
dunia bukan hanya Aaron pria yang bisa kaucintai. Kau mungkin hanya belum
bertemu dengan jodohmu yang sebenarnya. Mungkin karena kau berpikir kalau kau
dan Aaron tidak memiliki hubungan darah, kalian berdua bisa berhubungan seperti
sepasang kekasih. Kenyataannya adalah tidak. Mom tidak akan pernah bisa membenarkan
hal itu. Mom tahu kau cinta pada kakakmu sendiri dan kakakmu juga mencintaimu,
hanya saja …Mom ....tidak…” ucap Alexis terhenti. Ia tidak bisa melanjutkannya.
Ia terlalu sedih untuk memikirkan mengapa keluarganya tidak normal. Tidak
pernah normal. Bahkan Alexis sempat berpikir, apakah ini karena gen dari Justin
yang tidak normal? Ia hanya bercanda dalam hal itu. Justin mendesah, ia juga
bingung bagaimana cara untuk membicarakan hal ini baik-baik pada putri
pertamanya.
“Dad, Mom, aku mengerti. Aku selalu
mengerti dengan apa yang kalian ucapkan. Masalahnya adalah apakah kalian pernah
jatuh cinta pada seseorang selama 4 tahun dan tidak pernah tahu apakah ia
memiliki perasaan yang sama padamu atau tidak? Atau mungkin kalian bisa katakan
kalau cinta kalian digantung begitu saja? Aaron begitu perhatian padaku.
Perhatiannya berbeda. Ia seperti orang asing yang berusaha membuatku jatuh
cinta padanya dan membuat sebuah hubungan khusus dengannya. Lalu akhirnya aku
tahu dia juga mencintaiku. Namun saat wanita itu datang ke dalam hidup Aaron,”
“Siapa?” Tanya Justin tidak bisa
menahan diri.
“Kath. Ia menyatakan cinta padaku di
saat yang tidak tepat! Mengapa ia memilih menyatakan cinta pada saat ia sedang
dekat dengan seorang wanita? Mengapa tidak sejak ia jatuh cinta padaku saja?
Dan mengapa harus Kath? Mengapa harus wanita itu yang ia pilih? Jonathan juga
tidak menyukainya karena ia tidak sama seperti Alice,”
“Grace, kakakmu sedang berusaha
untuk menyangkal kalau dia tidak mencintaimu. Dia ingin mencari seorang wanita
yang bisa ia cintai, tetapi bukan dirimu. Karena ia tahu, sebarapa lamapun ia
mempertahankan cintanya padamu, kalian tidak akan pernah bisa bersama. Kalian
sudah berada dalam keluarga yang sama sejak kalian masih kecil. Kalian
bertumbuh bersama-sama. Sampai akhirnya kalian lebih memilih untuk memiliki
hubungan yang menyimpang. Bagaimana mungkin Mom bisa menerima itu? Biarkan
Aaron mendapatkan kekasih, Grace,” ucap Alexis menelan ludahnya, kedua alisnya
bertaut prihatin pada anaknya sendiri. Grace berdiri kesal.
“Mengapa kalian tidak sedikitpun
peduli dengan perasaanku? Aku juga ingin bisa merasakan cinta darinya! Pria di
luar sana tidak sama sepertinya. Aku benci dengan keadaan dimana aku harus
mendapati diriku sebagai adiknya. Aku benci saat Mom selalu berkata kalau aku
dan ia tidak pernah bisa bersatu! Mengapa dulu aku tidak bisa bersama dengan
orang yang kucintai sedangkan ia bisa? Mengapa ia bisa memukul mantan pacarku
dulu dan aku tidak bisa? Mengapa orang-orang berpikir, akulah yang jahat di sini!
Semua ini karena Aaron! Ia yang awalnya menghancurkan hubunganku dan membuatku
jatuh cinta padanya, namun ternyata…ternyata…” Grace tidak bisa berkata-kata
lagi. Air matanya sudah mengalir. Ia tidak berteriak, tetapi ia berbicara keras
pada mereka berdua. Suara langkahan dari bawah terdengar naik ke atas. Lalu
berhenti. Pria yang sedang mereka bicarakan muncul begitu saja dengan raut
wajah panik. Grace menoleh pada Aaron, ia menatap pria itu. “Ternyata ia
mencintai Alice! Tidak pernah ada kata adil dalam hubunganku dengan Aaron!
Kalian …kalian yang tidak pernah mengerti!” kali ini Grace membentak. Ia
berjalan meninggalkan keduanya. Mata Alexis berkaca-kaca karena ucapan Grace.
“Grace!” Aaron memanggilnya.
“Dan yang lebih parah lagi, kalian
lebih membela Kath dibanding aku. Dalam masalah ini, akulah yang menjadi
korbannya!” Teriak Grace sebelum ia menghilang dari tembok. Pintu kamarnya
terbanting begitu saja. Alexis tersentak lalu ia menghela nafas.
“Apa-apaan yang kalian katakan pada
Grace?” Aaron kali ini yang marah.
“Dad hanya ingin membicarakan
tentang hubungan kalian berdua baik-baik padanya. Mom tidak ingin kalian berdua
…kau tahu sendiri,” Justin mengedik bahu. Aaron mengalihkan penglihatannya pada
Alexis yang menyandarkan pipinya di atas kepala Juber yang sudah tertidur dalam
pelukannya. Setelah itu Alexis mendongak karena ia tahu Aaron sedang
menatapnya.
“Mom hanya tidak ingin kalian
bersama. Itu terasa salah,” bisiknya dengan suara lemah.
“Tetapi tidak dengan menyerang Grace
secara langsung! Kita berempat bisa membicarakannya. Dia pasti sudah
membenciku,” Aaron menggelengkan kepalanya. “Apa yang Mom katakan padanya?”
“Aaron, jangan membentak Mom,”
Justin memperingati Aaron. Yeah, Justin tidak pernah senang melihat anaknya
atau orang lain berani-berani memarahi istrinya. Namun Justin tidak bergerak
dari tempatnya, ia hanya memerhatikan. Justin hanya melakukan apa yang harus ia
lakukan jika anaknya sudah kelewatan.
“Mom,” suara Aaron sekarang lebih
kecil. “Aku sedang berusaha untuk tidak mencintai Grace melewati Kath. Tidak
bisakah kau memberikan aku waktu sebentar? Kau tidak perlu berbicara pada
Grace, aku tidak ingin melihatnya lebih tersakiti lagi. Ia sudah pasti
membenciku,”
“Lalu, dimana Kath sekarang? Apa kau
sudah mendapatkannya? Tidak. Karena kau terlalu sibuk untuk memerhatikan Grace.
Mom… Mom hanya ingin istirahat sebentar untuk menjernihkan pikiran,” ucap
Alexis bangkit dari tempatnya, ia berjalan menuju kamar. Meninggalkan Justin
dan Aaron di ruang keluarga. Justin mendesah sambil menggeleng-gelengkan
kepala.
“Kurasa bukan aku saja yang bingung
dengan pemikiran wanita, bung.” Ucap Justin mengangguk-angguk kali ini.
***
Kath membuka matanya saat matahari
mulai masuk melalui kaca jendela yang tirainya telah terbuka. Ia mengerang
sebentar, rambutnya menutupi wajahnya yang cantik. Mengapa tirai kamarnya
terbuka? Bukankah tiap malam ia selalu menutupnya? Siapa yang masuk ke dalam
kamarnya? Ia mengerang kata umpatan saat ia terpaksa harus bangun pagi saat
hari Minggu. Demi Tuhan ia tidak suka bangun pagi di hari Minggu. Kath merengek
karena ia mendengar suara-suara ribut dari luar kamarnya. Apa-apaan yang
terjadi semalam? Bukankah ia hanya tinggal sendirian selama dua hari ini? Well,
sejak ia membuat mata Aaron basah dan memerah, ia tidak mengundang siapa pun
untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia butuh waktu sendirian dan berpikir apakah ia
harus pergi ke perayaan ulang tahun Aaron atau tidak. Ia belum mengambil
keputusan sama sekali. Suara bukaan pintu kamarnya terdengar, membuat ia membalikkan
tubuhnya yang memunggungi pintu.
Ia melihat ibunya muncul dengan
pakaian rapi. Gaun berwarna putih tipis dengan ukiran yang tidak bisa Kath
mengerti, rambut ibunya terlihat sangat mengilap seperti biasanya. Ibunya
membuka pintu lemarinya dan sebuah koper yang ditaruh di bawah pakaian-pakaian
gantungnya. Ia mengerang sebentar lalu mengucek matanya agar ia dapat melihat
dengan jelas apa yang ibunya lakukan. Pikirannya masih belum menyatu dengan
dunia, jadi ia mengembuskan nafas singkat. Ia telentang, menatap langit-langit
lalu menyingkirkan rambut yang menutup wajahnya. Ia kembali mengembus nafas
singkat.
“Mom apa yang kaulakukan?” Tanyanya
tanpa mengalihkan pandangannya pada langit-langit kamarnya. Terdengar suara
gantungan baju yang saling bertabrakan, lalu suara baju lipat yang diambil dari
lemari. Suara laci lemari tempat celana dalam dan branya. Apa-apaan yang ibunya
lakukan? Ia tidak ingin pergi kemana-mana. Dan ia tidak bisa pergi liburan
untuk sekarang karena ia masih memiliki banyak kerjaan di kantor besok.
Akhirnya ia mulai menghadap ke arah ibunya yang terjongkok di depan sebuah
koper yang tidak begitu besar, ia sedang merapikan pakaian Kath. “Mom, kita mau
pergi kemana?” Tanya Kath, mendesah.
“Ulang tahun Aaron! Kita akan
menginap di vila selama 4 hari. Mom dan Aaron sudah memberitahu pada Mr.Smith
kalau kau tidak akan bisa bekerja selama 4 hari untuk minggu ini. Jadi, cepat
bangun dan mandilah. Kita akan berada di rumahnya 1 jam lagi. Kita berangkat
dengan Michael dan paman Brad.” Ibunya berucap dengan santai. Kath dengan sigap
terduduk di atas ranjang, raut wajahnya terkejut, lalu ia memukul-mukul wajah
dengan telapak tangannya. Apa-apaan yang baru saja ibunya katakan? Pergi ke
ulang tahun bersama dengan Michael dan paman Brad? Tidak, tidak, tidak! Kath
beranjak dari tempat tidurnya, telapak tangan kanannya menyentuh kening dan
tangan kirinya memegang pinggang.
‘Tidak, Mom. Itu sangat salah. Kita
tidak bisa membawa paman Brad dan Michael! Apa Mom gila? Michael baru-baru ini
berkelahi dengan Aaron! Aku tidak ingin hal itu terjadi lagi. Itu tidak masuk
akal dan bodoh. Mom, berhentilah merapikan pakaianku,” tukas Kath ikut
berjongkok di sebelah ibunya lalu mengambil pakaian-pakaiannya yang sudah
terlipat. Tangan Selena langsung menahan tangan Kath agar Kath berhenti
melakukan itu.
“Berhenti, Kath. Mereka harus ikut.
Mom sudah membicarakannya dengan Aaron. Jadi, diamlah, mandi, dan kita akan
pergi. Jangan buat Mom marah padamu, Kath,”
“Aku belum membeli hadiah untuk
Aaron! Bagaimana mungkin aku datang ke perayaan ulang tahunnya dan aku tidak
membawakan hadiah? Aku pasti akan sangat malu,” ucap Kath terduduk di atas
lantai hangat dan bersandar di sisi tempat tidurnya. Ia memeluk perut dan
memasang wajah cemberut pada Selena. Selena terkekeh dengan tingkah anaknya
yang satu ini. Aaron tentu tidak akan meminta hadiah dari Kath. Well, Aaron
berkata pada Selena, kalau Selena membawa Kath pada hari ulang tahunnya, maka
itu adalah hadiah terindah dalam hidupnya. Jadi, Kath adalah hadiah terbaik
untuk Aaron. Sekarang anaknya harus segera mandi karena Aaron pasti menunggu.
Selena sudah berjanji pada Aaron untuk membawa Kath padanya. Tangan Selena
menyentuh pundak anaknya lalu mengelusnya dengan lembut.
“Jangan khawatir. Kau hanya perlu
mandi sekarang dan Mom akan menyiapkan pakaian yang bagus untukmu. Cepat!”
Perintah Selena memukul-mukul paha anaknya agar cepat bangkit dari lantai. Kath
hanya mengiktui apa yang dikatakan ibunya. Mungkin yang ia perlukan sekarang
bukanlah hadiah untuk Aaron. Tetapi keberanian untuk bertemu Aaron.
***
Aaron menunggu kedatangan Kath
selama lebih dari 1 jam di depan rumahnya. Grace belum keluar dari dalam rumah
sejak Aaron sudah berada di halaman. Alexis sedang sibuk merapikan Justin kecil
dan si kembar di kamar si kembar. Justin sudah siap, tentu saja, dengan jas
berwarna abu-abu dan dasi bergari-garis miring berwarna abu-abu putih. Ia
tampak muda dan tampan dengan setelan itu. Bahkan Justin dan Aaron terlihat
seperti kakak beradik. Aaron hanya mengenakan kaos berwarna putih serta jas
berwarna hitam dengan bawahan mengenakan celana jins. Kelihatan dari penampilan
mereka berdua, di sini bukanlah Aaron yang berulang tahun. Tetapi Justin,
karena Justin kelihatan lebih rapi. Hanya saja, Justin bersikap santai. Sedangkan Aaron dari tadi
melirik jam tangan yang ia pakai. Sudah jam 9. Perjalanan menuju vila
membutuhkan waktu kurang lebih 8 jam. Well, vila yang berada dataran tinggi itu
tampaknya bisa menjadi tempat yang sejuk. Dan yah, tentu saja vila itu milik
dari seorang Justin Bieber yang ia bangun sesudah menikah dengan Alexis.
Justin bersandar di pintu mobil
Range Rover kesayangannya yang biasanya ia pakai untuk mengantar-jemput
anak-anaknya ke dan dari sekolah. Pria itu tampaknya masih bisa bersabar untuk
istrinya yang dari tadi belum keluar dari rumah. Aaron belum melihat Grace hari
ini. Ucapan selamat ulang tahun pertama meluncur dari mulut Alexis. Selalu.
Setiap tahunnya. Tidak pernah tidak, entah kenapa. Dan itu merupakan suatu
awalan yang baru memulai kehidupan Aaron diumur Aaron yang bertambah satu tahun
itu. Dan yang kedua adalah Justin, ayahnya. Lalu Jonathan. Grace sering menjadi
yang terakhir. Aaron menunggu pesan singkat dari Selena atau Kath –meski ia
belum terlalu yakin Kath akan mengiriminya pesan singkat—agar memberitahunya
apakah mereka sudah dijalan atau sudah siap. Justin mengamat-amati anaknya yang
berdiri di tengah-tengah halaman rumahnya yang besar dan sesekali anaknya itu
melirik jam tangan atau ponselnya. Justin tahu betul siapa yang Aaron ingin
temui. Kath, itulah yang Aaron katakan pada Alexis kemarin kalau ia berharap
Kath datang di hari ulang tahunnya. Bukan apa-apa, tetapi Justin ingin melihat
perang dunia ke-3 antara Kath dan Grace. Sepertinya akan menjadi seru. Meski
tentunya Aaron akan mendukung anaknya jika sekali-kali Kath menyakiti Grace.
Well, Jusitn hanya membela siapa yang tidak bersalah. Jika anaknya bersalah,
tentu saja ia akan menegur Grace.
Orang yang ada di pikiran Justin
muncul begitu saja dari balik pintu rumahnya yang besar. Grace tampak cantik
seperti biasanya. Ia tidak memakai gaun karena acara ulang tahun Aaron diadakan
pada malam hari. Grace menarik sebuah koper dengan tangan kirinya. Ia memakai
celana jins berwarna hitam yang membentuk kakinya yang ramping. Kaos berwarna
ungu yang mencetak tubuhnya dengan jelas dan sebuah cardigan hitam yang cocok
dipasangkan dengan pakaiannya sekarang. Tetapi entah mengapa, anak Justin yang
satu ini tampak sangat bersinar. Rambutnya dibuat bergelombang tergerai panjang
sama seperti ibunya ketika ia masih muda. Sangat sulit dipercaya Justin
memiliki anak secantik ini. Bahkan ia tidak pernah berpikir kalau spesies
Bieber akan semenawan ini. Aaron yang baru saja menempelkan ponsel ke
telinganya teralihkan perhatiannya begitu saja saat matanya melihat adiknya
berjalan ke arahnya. Meski bergaya biasa saja, ia terlihat spesial pagi ini.
“Hai, chieke,” sapa Justin yang
masih bersandar di mobil. Ia mengedipkan salah satu matanya pada Grace,
menggoda anaknya sendiri hanya untuk bermain-main. Grace malah balas menggoda
ayahnya, ia mengedipkan salah satu mata pada ayahnya. “Ada waktu luang malam
ini?” Tanya Justin malah semakin menjadi-jadi pada anaknya. Grace tertawa, ia
melewati Aaron yang berada di depannya.
“Menjijikan, Dad. Menjijikan,” gumam
Grace menggelengkan kepalanya. Justin tertawa, ia bangkit dari sandaran pintu
mobil lalu membantu Grace untuk memasukkan kopernya ke dalam bagasi. “Dia
sedang menghubungi siapa?” Tanya Grace melirik pada Aaron yang berbicara lewat
telepon. Mereka bahkan hanya berjarak sekitar 10 langkah. Justin membuka
bagasi, ia mengikuti siapa yang dilihat oleh Grace.
“Entahlah, Kath mungkin,” ucap
Justin menarik koper yang dipegang Grace. Raut wajah Grace berubah begitu saja.
Ia melemas sekaligus marah karena ia harus bertemu dengan Kath, lagi. Mengapa
oh mengapa ia harus bertemu dengan Kath—bahkan di hari ulang tahun kakaknya?
Tidak mungkin. Ia hanya mendecak kesal, bersandar di sisi mobil sambil menatapi
kakaknya dengan tatapan marah. “Jangan khawatir. Kurasa kau akan baik-baik
saja,”
“Dad tidak tahu bagaimana rasanya
bertemu dengan orang yang Dad benci. Aku tidak percaya Aaron benar-benar
melakukannya, Dad! Dia sudah tahu perasaanku dan dia mencoba untuk
menyakitiku!” Seru Grace tertahan serta gemas. Justin menutup pintu bagasi
sambil tertawa lalu tangannya menepuk-nepuk pundak Grace.
“Ini salah satu proses untuk menjadi
seorang yang dewasa. Kau harus bisa menahan diri dalam hal-hal yang tidak
kausukai, maksudnya, kau tidak mengenal Kath sebaik Aaron mengenalnya. Anggap
saja ini sebagai pembelajaran.” Justin berucap dengan gayanya yang kebapakan,
lalu ia menoleh ke arah jalan aspal menuju pintu gerbangnya. Sebuah mobil hitam
muncul begitu saja dengan pintu kaca film yang membuat Justin tidak bisa
melihat siapa saja yang berada di dalam. Hanya bagian kaca depan yang terlihat
transparan. Ia melihat Kath menyetir bersama dengan seorang pria yang duduk di
sebelahnya. Justin melirik Aaron yang tersenyum sumringah. Saat mobil itu
berhenti, Aaron menghampiri mobil yang berhenti di depan garasi mobil yang
kosong. Ia berlari dengan anggun, kakinya yang panjang terlihat sangat seksi—di
mata para wanita.
Grace membuang wajah dari mobil itu.
Ia menatap Justin sambil mendesah. “Aku tidak ingin satu mobil dengan Aaron,”
“Siapa yang bilang kau akan satu
mobil dengan Aaron? Kau akan satu mobil denganku. Lagi pula, aku tidak ingin
kalian saling menjambak rambut di dalam mobil sementara Aaron menyetir mobil.
Bukan apa-apa, tapi aku juga ingin melihat kalian saling menjambak rambut.
Sepertinya akan seru,”
“Dad, kau sangat tidak membantu,”
Grace memutar bola matanya. Ia melirik ke arah Aaron yang sekarang telah
memeluk ibu Kath lalu beralih pada Kath yang berada di sebelah ibunya. “Aku
akan masuk mobil lebih dulu,” tukas Grace membuka pintu mobil yang tidak
terkunci.
Alexis, Juber dan si kembar muncul
dari balik pintu rumah. Celana jins hitam, kaos berwarna putih serta kemeja
kotak-kotak berwarna biru membuat Alexis tampak lebih muda. Inilah perbedaan
Justin dan Alexis dalam masalah berpakaian. Justin selalu terlihat berkelas
sedangkan Alexis terlihat sepreti anak muda yang baru saja pulang dari kampus.
Si kembar sudah siap dengan pakaian kembar mereka, mungkin hanya warna pakaian
mereka yang berbeda. Nah, Juber sudah sama seperti dengan Justin yang memakai
rompi berwarna cokelat muda serta celana panjang dan dasi pita berwarna merah
di lehernya. Sangat rapi dan berkelas seperti Justin. Alexis tersenyum pada
Justin yang pelan-pelan melangkah ke arahnya. Justin segera merangkul leher Alexis
lalu mengecup bibir istrinya.
“Kau selalu cantik setiap saat. Aku
tidak tahu kenapa. Bahkan dalam balutan seperti ini kau tetap terlihat seperti
Alexis Bieber kesukaanku,” ucap Justin memuji istrinya. Aaron berjalan ke arah
ibunya sambil menggiring Kath dan Selena di belakang tubuh. Alexis menyelipkan
sejumput rambutnya ke belakang telinga lalu tersenyum pada Kath. Sedetik
kemudian tubuhnya membeku.
“Mom, ini ibu Kath, Selena. Selena,
ini ibuku,” ucap Aaron memperkenalkan ibunya pada Selena. Selena hanya
memberikan senyumnya sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Alexis
masih tidak melakukan apa pun, bahkan senyum Justin yang tadinya mengembang
berangsur-angsur surut saat ia melihat Selena, mantan istrinya sedang berdiri
di hadapannya. Ketegangan terjadi di antara mereka berlima. Kath sendiri
bingung apa yang terjadi dengan ibu Aaron yang ramah padanya namun sekarang
kelihatan bingung harus berbuat apa.
“Mom, apa kau baik-baik saja?” Aaron
bertanya, khawatir. Selena menarik tangannya dengan senyum ragu-ragu, atau
mungkin malu. Alexis mengalihkan pandangannya pada Aaron lalu mengangguk.
“Yeah, Mom baik-baik saja,” ucap
Alexis menelan ludahnya.
“Tentu saja ibumu tidak baik-baik
saja, Aaron. Apa-apaan yang kaulakukan di sini Selena?” Tanya Justin dengan
raut wajah dingin pada Selena. Dengan sigap, Kath memegang tangan ibunya. Kath
menarik lehernya kepalanya ke belakang, terkejut dengan ucapan Justin yang
diselingi kata kotor. Dan bagaimana bisa Justin mengenal Selena? Kath
benar-benar bingung. Bukan hanya Kath saja, Aaron pun bingung dengan apa yang
terjadi. Kapan ayahnya bertemu dengan Selena? Mengapa ia sudah mengenal ibu
Kath sebelum Aaron? Kejadian ini belum bisa dicerna oleh otak Aaron. Selena
menundukkan kepalanya dengan pipi memerah, ternyata mantan suaminya masih
mengingatnya. Betapa hebatnya ingatan Justin.
“Dad, apa yang terjadi?” Tanya Aaron
mulai merasa ada yang tidak beres. Alexis memegang tangan Justin dengan erat,
ia menatap Justin penuh arti. Ia tidak ingin merusak hari ulang tahun anaknya
hanya karena ibu Kath dulu adalah mantan istri dari ayah Aaron. Justin
memejamkan matanya untuk beberapa saat lalu menggelengkan kepalanya. “Dimana
Jonathan?”
“Aku di sini,” Jonathan muncul dari
belakang Justin dan Alexis. Ia mengenakan jaket dengan dalaman kaos yang
bergaris-garis putih-biru. Syukurlah Aaron tidak begitu mementingkan apa yang
baru saja terjadi. Well, Aaron tidak ingin memikirkan apa yang terjadi antara
ayahnya dan Selena. Yang paling penting sekarang adalah ia berulang tahun dan
sekarang ia memiliki Kath di sebelahnya. Jonathan menatap Kath yang berdiri di
sebelah kakaknya dan seorang wanita di sebelah Kath yang belum pernah ia lihat
sebelumnya lalu ia hanya menganggukkan kepalanya, berlaku sopan.
“Kurasa kita bisa berangkat
sekarang. Dimana Grace? Aku tidak melihatnya,” ucap Aaron memutar-mutar
tubuhnya, mencari Grace. Lalu ia melihat Grace yang terduduk di dalam mobil
ayahnya dengan sebuah headphone yang
sudah menempel di kepalanya. Ia bahkan tidak melirik ke arah sini. “Oke,
semuanya sudah siap. Ayo kita pergi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar