Senin, 14 April 2014

Touching Fire's Water Bab 12



***


            Grace terdiam di depan televisi ruang keluarga lantai bawah. Moon dan Mozzy sedang belajar di depan televisi, tengkurap di atas karpet sambil memegang sebuah pensil di tangan mereka. Justin dan Alexis sedang berusaha memakaikan Juber pakaian. Anak kecil yang satu itu tampaknya tidak pernah mau memakai pakaian jika sudah berurusan dengan kakeknya. Ia senang menggoda dan membuatk kakeknya lelah. Ia berlari-lari di sekitar ruang makan. Kaki kecilnya itu berlari mengelilingi meja makan sampai akhirnya ia tersandung oleh kakinya sendiri. Perutnya yang tidak tertutupi pakaianpun menyentuh lantai yang dingin, kepalanya terbentur lantai sampai akhirnya ia menangis. Justin dari belakang panik setengah mati. Ia menggendong Juber dari lantai lalu mengelus-elus kepalanya yang terbentur itu sambil mengecup-kecupinya. Alexis yang baru saja turun dari lantai dua ikut panik saat mendengar suara cucunya menangis dari ruang makan.
            “Apa-apaan yang terjadi?” Alexis bertanya berusaha untuk tenang. Juber menangis dalam gendongan Justin dengan wajah yang merah. Tangannya yang mungil itu malah menggaruk-garuk kepalanya yang sakit. Ia berkata ‘sakit’ dalam gumaman yang tak jelas. Justin dengan bodohnya hanya mengecup-kecup pipi Juber agar cepat tenang. Tentu saja usaha itu tidak akan berhasil. “Oh, sayang, yang mana yang sakit? Apa yang dilakukan Grandpa Bieber padamu? Oh, jangan menangis, jangan menangis,” Alexis mulai mengambil Juber dari gendongan Justin. Anak itu hanya memakai popok. Justin sedang berusaha memakaikannya celana dan Alexis baru saja mengambil atasan Juber dari lantai dua. Namun usaha mereka memakaikan pakaian pada anak lucu ini malah berakhir sedih. Tangisannya benar-benar mengundang orang lain yang melihatnya cemberut.
            “Di sini,” tangis Juber menunjuk kepalanya yang sakit. “Di sini,” tunjuknya ke daerah yang lain. Alexis mengelus-elus kepalanya dengan lembut, berusaha untuk menenangkannya. “Di sini,” ucap Juber kembali menunjuk kepala daerah belakang yang lain.
            “Semuanya saja Juber,” gerutu Justin karena cucunya sepertinya melawak.
            “Justin!” Alexis memelototi suaminya yang tidak bisa tidak mengambil suatu hal dengan serius. Justin hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, ia berjalan meninggalkan Juber dan Alexis di ruang makan. Sepertinya ia harus menangani masalah anaknya yang lain. Grace. Dua hari terakhir ia tampak pendiam, tak banyak bicara, tidak seperti biasanya. Saat berada di ruang keluarga, ia melihat Grace yang menonton acara televisi dengan ekspresi datar. Jonathan berada di sebelahnya, bersandar di atas bahu Grace, tidak seperti biasanya. Tangisan Juber dari ruang makan berangsur-angsur berhenti. Sepertinya Justin sudah tidak bisa meragukan kehebatan Alexis dalam masalah anak-anak. Istrinya sudah seperti ahli.
            Grace menatap Justin yang memegang celana Juber di tangan kirinya. Justin mengangguk pada Grace, seperti bertemu dengan temannya. Grace tidak bisa tidak tertawa dengan tingkah ayahnya yang selalu berusaha tetap terlihat muda. Padahal umur ayahnya sudah setengah abad. Justin ikut tertawa ketika Grace tertawa, entah apa yang Justin tertawakan, yang jelas lucu.
            “Bisa kita naik ke atas Grace? Dad ingin membicarakan suatu hal padamu, hanya kita ber…tiga. Mom akan naik sebentar lagi. Bukan masalah besar, tenang saja,” ucap Justin memutar-mutar celana Juber. Baru beberapa putaran, tiba-tiba saja celana itu sudah tidak ada di tangannya karena Alexis yang merebutnya. Juber sudah tenang, matanya masih berair. Dan sekarang anak kecil itu sudah memakai atasannya. Justin cukup jengkel karena ia tidak pernah bisa tidak tenang memakaikan Juber celana atau baju. Jantung Grace berdegup kencang ketika ayahnya ingin membicarakan suatu hal padanya. Pasti penting, pikir Grace bangkit dari sofa. Membuat Jonathan yang bersandar di bahunya jatuh ke atas sofa dengan indah. Anak remaja itu langsung berbaring sambil terus menonton televisi. Justin, Alexis dan Grace naik ke lantai dua. Grace tahu sebentar lagi ia akan disuruh bertanggungjawab atas hal yang bahkan Grace tidak tahu apa ia melakukannya atau tidak.
            Justin dan Grace duduk di atas sofa keluarga lantai dua sedangkan Alexis di atas karpet karena ia harus memakaikan Juber celana. Grace mendesah, ia mengembuskan nafas ke atas hingga poni di keningnya berkibas.
            “Ada apa?” Tanya Grace mengangkat dua kakinya, memeluk lutut. Juber langsung memeluk Alexis dan duduk di atas paha Alexis, ingin tidur dalam pelukan neneknya. Alexis tersenyum pada Justin agar Justin yang berbicara pada Grace.
            “Kita berdua sudah tahu dengan hubunganmu dan Aaron,” ucap Justin dengan gaya kebapakan yang ia miliki. Grace tertawa meledak, ia menyelipkan kepalanya ke dalam sela lututnya yang bersatu itu. Lalu kembali mendongak dengan wajah yang sudah memerah. “Grace, Dad tidak bermain-main. Kita berdua sudah tahu kalian berdua …saling jatuh cinta.” Tangan Justin ditempatkan di ujung lutut Grace. Tawa Grace langsung berhenti begitu saja. Kedua alisnya menyatu, ia memberikan raut wajah bingung. Tentu saja ia tidak ingin memberitahu hubungan mereka sekarang seperti apa! Setelah mereka saling menyatakan cinta sama lain, sudah jelas hubungan mereka sudah berubah meski status tetap mengatakan mereka adalah adik kakak.
            “Grace, sebentar lagi Aaron akan berumur 27 tahun. Dia sudah dewasa. Kau juga sudah dewasa. Kalian berdua juga tahu, bahkan semua rekan kerja Dad tahu, kalian berdua adalah kakak beradik. Dad tahu Aaron bukan anak kandung dari Dad atau Mom. Dia anak angkat. Tetapi ia tetap menjadi anak pertama dalam keluarga Bieber. Dad sebenarnya biasa-biasa saja dengan hubungan kalian, tidak apa-apa jika kalian berdua saling mencintai. Dad tahu kalian berdua adalah manusia yang bisa jatuh cinta. Tetapi apa yang bisa Dad lakukan kalau Mom tidak menyetujuinya?” Justin melirik pada Alexis yang melotot. Bukan ini dialog yang seharusnya mereka katakan pada Grace! Mereka berdua sudah latihan bagaimana berbicara di depan Grace tentang meluruskan hubungannya dengan Aaron. Alexis mendesah, tangannya mengelus kepala Juber.
            “Grace,” Alexis menelan ludahnya. “Di dunia bukan hanya Aaron pria yang bisa kaucintai. Kau mungkin hanya belum bertemu dengan jodohmu yang sebenarnya. Mungkin karena kau berpikir kalau kau dan Aaron tidak memiliki hubungan darah, kalian berdua bisa berhubungan seperti sepasang kekasih. Kenyataannya adalah tidak. Mom tidak akan pernah bisa membenarkan hal itu. Mom tahu kau cinta pada kakakmu sendiri dan kakakmu juga mencintaimu, hanya saja …Mom ....tidak…” ucap Alexis terhenti. Ia tidak bisa melanjutkannya. Ia terlalu sedih untuk memikirkan mengapa keluarganya tidak normal. Tidak pernah normal. Bahkan Alexis sempat berpikir, apakah ini karena gen dari Justin yang tidak normal? Ia hanya bercanda dalam hal itu. Justin mendesah, ia juga bingung bagaimana cara untuk membicarakan hal ini baik-baik pada putri pertamanya.
            “Dad, Mom, aku mengerti. Aku selalu mengerti dengan apa yang kalian ucapkan. Masalahnya adalah apakah kalian pernah jatuh cinta pada seseorang selama 4 tahun dan tidak pernah tahu apakah ia memiliki perasaan yang sama padamu atau tidak? Atau mungkin kalian bisa katakan kalau cinta kalian digantung begitu saja? Aaron begitu perhatian padaku. Perhatiannya berbeda. Ia seperti orang asing yang berusaha membuatku jatuh cinta padanya dan membuat sebuah hubungan khusus dengannya. Lalu akhirnya aku tahu dia juga mencintaiku. Namun saat wanita itu datang ke dalam hidup Aaron,”
            “Siapa?” Tanya Justin tidak bisa menahan diri.
            “Kath. Ia menyatakan cinta padaku di saat yang tidak tepat! Mengapa ia memilih menyatakan cinta pada saat ia sedang dekat dengan seorang wanita? Mengapa tidak sejak ia jatuh cinta padaku saja? Dan mengapa harus Kath? Mengapa harus wanita itu yang ia pilih? Jonathan juga tidak menyukainya karena ia tidak sama seperti Alice,”
            “Grace, kakakmu sedang berusaha untuk menyangkal kalau dia tidak mencintaimu. Dia ingin mencari seorang wanita yang bisa ia cintai, tetapi bukan dirimu. Karena ia tahu, sebarapa lamapun ia mempertahankan cintanya padamu, kalian tidak akan pernah bisa bersama. Kalian sudah berada dalam keluarga yang sama sejak kalian masih kecil. Kalian bertumbuh bersama-sama. Sampai akhirnya kalian lebih memilih untuk memiliki hubungan yang menyimpang. Bagaimana mungkin Mom bisa menerima itu? Biarkan Aaron mendapatkan kekasih, Grace,” ucap Alexis menelan ludahnya, kedua alisnya bertaut prihatin pada anaknya sendiri. Grace berdiri kesal.
            “Mengapa kalian tidak sedikitpun peduli dengan perasaanku? Aku juga ingin bisa merasakan cinta darinya! Pria di luar sana tidak sama sepertinya. Aku benci dengan keadaan dimana aku harus mendapati diriku sebagai adiknya. Aku benci saat Mom selalu berkata kalau aku dan ia tidak pernah bisa bersatu! Mengapa dulu aku tidak bisa bersama dengan orang yang kucintai sedangkan ia bisa? Mengapa ia bisa memukul mantan pacarku dulu dan aku tidak bisa? Mengapa orang-orang berpikir, akulah yang jahat di sini! Semua ini karena Aaron! Ia yang awalnya menghancurkan hubunganku dan membuatku jatuh cinta padanya, namun ternyata…ternyata…” Grace tidak bisa berkata-kata lagi. Air matanya sudah mengalir. Ia tidak berteriak, tetapi ia berbicara keras pada mereka berdua. Suara langkahan dari bawah terdengar naik ke atas. Lalu berhenti. Pria yang sedang mereka bicarakan muncul begitu saja dengan raut wajah panik. Grace menoleh pada Aaron, ia menatap pria itu. “Ternyata ia mencintai Alice! Tidak pernah ada kata adil dalam hubunganku dengan Aaron! Kalian …kalian yang tidak pernah mengerti!” kali ini Grace membentak. Ia berjalan meninggalkan keduanya. Mata Alexis berkaca-kaca karena ucapan Grace.
            “Grace!” Aaron memanggilnya.
            “Dan yang lebih parah lagi, kalian lebih membela Kath dibanding aku. Dalam masalah ini, akulah yang menjadi korbannya!” Teriak Grace sebelum ia menghilang dari tembok. Pintu kamarnya terbanting begitu saja. Alexis tersentak lalu ia menghela nafas.
            “Apa-apaan yang kalian katakan pada Grace?” Aaron kali ini yang marah.
            “Dad hanya ingin membicarakan tentang hubungan kalian berdua baik-baik padanya. Mom tidak ingin kalian berdua …kau tahu sendiri,” Justin mengedik bahu. Aaron mengalihkan penglihatannya pada Alexis yang menyandarkan pipinya di atas kepala Juber yang sudah tertidur dalam pelukannya. Setelah itu Alexis mendongak karena ia tahu Aaron sedang menatapnya.
            “Mom hanya tidak ingin kalian bersama. Itu terasa salah,” bisiknya dengan suara lemah.
            “Tetapi tidak dengan menyerang Grace secara langsung! Kita berempat bisa membicarakannya. Dia pasti sudah membenciku,” Aaron menggelengkan kepalanya. “Apa yang Mom katakan padanya?”
            “Aaron, jangan membentak Mom,” Justin memperingati Aaron. Yeah, Justin tidak pernah senang melihat anaknya atau orang lain berani-berani memarahi istrinya. Namun Justin tidak bergerak dari tempatnya, ia hanya memerhatikan. Justin hanya melakukan apa yang harus ia lakukan jika anaknya sudah kelewatan.
            “Mom,” suara Aaron sekarang lebih kecil. “Aku sedang berusaha untuk tidak mencintai Grace melewati Kath. Tidak bisakah kau memberikan aku waktu sebentar? Kau tidak perlu berbicara pada Grace, aku tidak ingin melihatnya lebih tersakiti lagi. Ia sudah pasti membenciku,”
            “Lalu, dimana Kath sekarang? Apa kau sudah mendapatkannya? Tidak. Karena kau terlalu sibuk untuk memerhatikan Grace. Mom… Mom hanya ingin istirahat sebentar untuk menjernihkan pikiran,” ucap Alexis bangkit dari tempatnya, ia berjalan menuju kamar. Meninggalkan Justin dan Aaron di ruang keluarga. Justin mendesah sambil menggeleng-gelengkan kepala.
            “Kurasa bukan aku saja yang bingung dengan pemikiran wanita, bung.” Ucap Justin mengangguk-angguk kali ini.

***


            Kath membuka matanya saat matahari mulai masuk melalui kaca jendela yang tirainya telah terbuka. Ia mengerang sebentar, rambutnya menutupi wajahnya yang cantik. Mengapa tirai kamarnya terbuka? Bukankah tiap malam ia selalu menutupnya? Siapa yang masuk ke dalam kamarnya? Ia mengerang kata umpatan saat ia terpaksa harus bangun pagi saat hari Minggu. Demi Tuhan ia tidak suka bangun pagi di hari Minggu. Kath merengek karena ia mendengar suara-suara ribut dari luar kamarnya. Apa-apaan yang terjadi semalam? Bukankah ia hanya tinggal sendirian selama dua hari ini? Well, sejak ia membuat mata Aaron basah dan memerah, ia tidak mengundang siapa pun untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia butuh waktu sendirian dan berpikir apakah ia harus pergi ke perayaan ulang tahun Aaron atau tidak. Ia belum mengambil keputusan sama sekali. Suara bukaan pintu kamarnya terdengar, membuat ia membalikkan tubuhnya yang memunggungi pintu.
            Ia melihat ibunya muncul dengan pakaian rapi. Gaun berwarna putih tipis dengan ukiran yang tidak bisa Kath mengerti, rambut ibunya terlihat sangat mengilap seperti biasanya. Ibunya membuka pintu lemarinya dan sebuah koper yang ditaruh di bawah pakaian-pakaian gantungnya. Ia mengerang sebentar lalu mengucek matanya agar ia dapat melihat dengan jelas apa yang ibunya lakukan. Pikirannya masih belum menyatu dengan dunia, jadi ia mengembuskan nafas singkat. Ia telentang, menatap langit-langit lalu menyingkirkan rambut yang menutup wajahnya. Ia kembali mengembus nafas singkat.
            “Mom apa yang kaulakukan?” Tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya pada langit-langit kamarnya. Terdengar suara gantungan baju yang saling bertabrakan, lalu suara baju lipat yang diambil dari lemari. Suara laci lemari tempat celana dalam dan branya. Apa-apaan yang ibunya lakukan? Ia tidak ingin pergi kemana-mana. Dan ia tidak bisa pergi liburan untuk sekarang karena ia masih memiliki banyak kerjaan di kantor besok. Akhirnya ia mulai menghadap ke arah ibunya yang terjongkok di depan sebuah koper yang tidak begitu besar, ia sedang merapikan pakaian Kath. “Mom, kita mau pergi kemana?” Tanya Kath, mendesah.
            “Ulang tahun Aaron! Kita akan menginap di vila selama 4 hari. Mom dan Aaron sudah memberitahu pada Mr.Smith kalau kau tidak akan bisa bekerja selama 4 hari untuk minggu ini. Jadi, cepat bangun dan mandilah. Kita akan berada di rumahnya 1 jam lagi. Kita berangkat dengan Michael dan paman Brad.” Ibunya berucap dengan santai. Kath dengan sigap terduduk di atas ranjang, raut wajahnya terkejut, lalu ia memukul-mukul wajah dengan telapak tangannya. Apa-apaan yang baru saja ibunya katakan? Pergi ke ulang tahun bersama dengan Michael dan paman Brad? Tidak, tidak, tidak! Kath beranjak dari tempat tidurnya, telapak tangan kanannya menyentuh kening dan tangan kirinya memegang pinggang.
            ‘Tidak, Mom. Itu sangat salah. Kita tidak bisa membawa paman Brad dan Michael! Apa Mom gila? Michael baru-baru ini berkelahi dengan Aaron! Aku tidak ingin hal itu terjadi lagi. Itu tidak masuk akal dan bodoh. Mom, berhentilah merapikan pakaianku,” tukas Kath ikut berjongkok di sebelah ibunya lalu mengambil pakaian-pakaiannya yang sudah terlipat. Tangan Selena langsung menahan tangan Kath agar Kath berhenti melakukan itu.
            “Berhenti, Kath. Mereka harus ikut. Mom sudah membicarakannya dengan Aaron. Jadi, diamlah, mandi, dan kita akan pergi. Jangan buat Mom marah padamu, Kath,”
            “Aku belum membeli hadiah untuk Aaron! Bagaimana mungkin aku datang ke perayaan ulang tahunnya dan aku tidak membawakan hadiah? Aku pasti akan sangat malu,” ucap Kath terduduk di atas lantai hangat dan bersandar di sisi tempat tidurnya. Ia memeluk perut dan memasang wajah cemberut pada Selena. Selena terkekeh dengan tingkah anaknya yang satu ini. Aaron tentu tidak akan meminta hadiah dari Kath. Well, Aaron berkata pada Selena, kalau Selena membawa Kath pada hari ulang tahunnya, maka itu adalah hadiah terindah dalam hidupnya. Jadi, Kath adalah hadiah terbaik untuk Aaron. Sekarang anaknya harus segera mandi karena Aaron pasti menunggu. Selena sudah berjanji pada Aaron untuk membawa Kath padanya. Tangan Selena menyentuh pundak anaknya lalu mengelusnya dengan lembut.
            “Jangan khawatir. Kau hanya perlu mandi sekarang dan Mom akan menyiapkan pakaian yang bagus untukmu. Cepat!” Perintah Selena memukul-mukul paha anaknya agar cepat bangkit dari lantai. Kath hanya mengiktui apa yang dikatakan ibunya. Mungkin yang ia perlukan sekarang bukanlah hadiah untuk Aaron. Tetapi keberanian untuk bertemu Aaron.


***

            Aaron menunggu kedatangan Kath selama lebih dari 1 jam di depan rumahnya. Grace belum keluar dari dalam rumah sejak Aaron sudah berada di halaman. Alexis sedang sibuk merapikan Justin kecil dan si kembar di kamar si kembar. Justin sudah siap, tentu saja, dengan jas berwarna abu-abu dan dasi bergari-garis miring berwarna abu-abu putih. Ia tampak muda dan tampan dengan setelan itu. Bahkan Justin dan Aaron terlihat seperti kakak beradik. Aaron hanya mengenakan kaos berwarna putih serta jas berwarna hitam dengan bawahan mengenakan celana jins. Kelihatan dari penampilan mereka berdua, di sini bukanlah Aaron yang berulang tahun. Tetapi Justin, karena Justin kelihatan lebih rapi. Hanya saja, Justin  bersikap santai. Sedangkan Aaron dari tadi melirik jam tangan yang ia pakai. Sudah jam 9. Perjalanan menuju vila membutuhkan waktu kurang lebih 8 jam. Well, vila yang berada dataran tinggi itu tampaknya bisa menjadi tempat yang sejuk. Dan yah, tentu saja vila itu milik dari seorang Justin Bieber yang ia bangun sesudah menikah dengan Alexis.
            Justin bersandar di pintu mobil Range Rover kesayangannya yang biasanya ia pakai untuk mengantar-jemput anak-anaknya ke dan dari sekolah. Pria itu tampaknya masih bisa bersabar untuk istrinya yang dari tadi belum keluar dari rumah. Aaron belum melihat Grace hari ini. Ucapan selamat ulang tahun pertama meluncur dari mulut Alexis. Selalu. Setiap tahunnya. Tidak pernah tidak, entah kenapa. Dan itu merupakan suatu awalan yang baru memulai kehidupan Aaron diumur Aaron yang bertambah satu tahun itu. Dan yang kedua adalah Justin, ayahnya. Lalu Jonathan. Grace sering menjadi yang terakhir. Aaron menunggu pesan singkat dari Selena atau Kath –meski ia belum terlalu yakin Kath akan mengiriminya pesan singkat—agar memberitahunya apakah mereka sudah dijalan atau sudah siap. Justin mengamat-amati anaknya yang berdiri di tengah-tengah halaman rumahnya yang besar dan sesekali anaknya itu melirik jam tangan atau ponselnya. Justin tahu betul siapa yang Aaron ingin temui. Kath, itulah yang Aaron katakan pada Alexis kemarin kalau ia berharap Kath datang di hari ulang tahunnya. Bukan apa-apa, tetapi Justin ingin melihat perang dunia ke-3 antara Kath dan Grace. Sepertinya akan menjadi seru. Meski tentunya Aaron akan mendukung anaknya jika sekali-kali Kath menyakiti Grace. Well, Jusitn hanya membela siapa yang tidak bersalah. Jika anaknya bersalah, tentu saja ia akan menegur Grace.
            Orang yang ada di pikiran Justin muncul begitu saja dari balik pintu rumahnya yang besar. Grace tampak cantik seperti biasanya. Ia tidak memakai gaun karena acara ulang tahun Aaron diadakan pada malam hari. Grace menarik sebuah koper dengan tangan kirinya. Ia memakai celana jins berwarna hitam yang membentuk kakinya yang ramping. Kaos berwarna ungu yang mencetak tubuhnya dengan jelas dan sebuah cardigan hitam yang cocok dipasangkan dengan pakaiannya sekarang. Tetapi entah mengapa, anak Justin yang satu ini tampak sangat bersinar. Rambutnya dibuat bergelombang tergerai panjang sama seperti ibunya ketika ia masih muda. Sangat sulit dipercaya Justin memiliki anak secantik ini. Bahkan ia tidak pernah berpikir kalau spesies Bieber akan semenawan ini. Aaron yang baru saja menempelkan ponsel ke telinganya teralihkan perhatiannya begitu saja saat matanya melihat adiknya berjalan ke arahnya. Meski bergaya biasa saja, ia terlihat spesial pagi ini.
            “Hai, chieke,” sapa Justin yang masih bersandar di mobil. Ia mengedipkan salah satu matanya pada Grace, menggoda anaknya sendiri hanya untuk bermain-main. Grace malah balas menggoda ayahnya, ia mengedipkan salah satu mata pada ayahnya. “Ada waktu luang malam ini?” Tanya Justin malah semakin menjadi-jadi pada anaknya. Grace tertawa, ia melewati Aaron yang berada di depannya.
            “Menjijikan, Dad. Menjijikan,” gumam Grace menggelengkan kepalanya. Justin tertawa, ia bangkit dari sandaran pintu mobil lalu membantu Grace untuk memasukkan kopernya ke dalam bagasi. “Dia sedang menghubungi siapa?” Tanya Grace melirik pada Aaron yang berbicara lewat telepon. Mereka bahkan hanya berjarak sekitar 10 langkah. Justin membuka bagasi, ia mengikuti siapa yang dilihat oleh Grace.
            “Entahlah, Kath mungkin,” ucap Justin menarik koper yang dipegang Grace. Raut wajah Grace berubah begitu saja. Ia melemas sekaligus marah karena ia harus bertemu dengan Kath, lagi. Mengapa oh mengapa ia harus bertemu dengan Kath—bahkan di hari ulang tahun kakaknya? Tidak mungkin. Ia hanya mendecak kesal, bersandar di sisi mobil sambil menatapi kakaknya dengan tatapan marah. “Jangan khawatir. Kurasa kau akan baik-baik saja,”
            “Dad tidak tahu bagaimana rasanya bertemu dengan orang yang Dad benci. Aku tidak percaya Aaron benar-benar melakukannya, Dad! Dia sudah tahu perasaanku dan dia mencoba untuk menyakitiku!” Seru Grace tertahan serta gemas. Justin menutup pintu bagasi sambil tertawa lalu tangannya menepuk-nepuk pundak Grace.
            “Ini salah satu proses untuk menjadi seorang yang dewasa. Kau harus bisa menahan diri dalam hal-hal yang tidak kausukai, maksudnya, kau tidak mengenal Kath sebaik Aaron mengenalnya. Anggap saja ini sebagai pembelajaran.” Justin berucap dengan gayanya yang kebapakan, lalu ia menoleh ke arah jalan aspal menuju pintu gerbangnya. Sebuah mobil hitam muncul begitu saja dengan pintu kaca film yang membuat Justin tidak bisa melihat siapa saja yang berada di dalam. Hanya bagian kaca depan yang terlihat transparan. Ia melihat Kath menyetir bersama dengan seorang pria yang duduk di sebelahnya. Justin melirik Aaron yang tersenyum sumringah. Saat mobil itu berhenti, Aaron menghampiri mobil yang berhenti di depan garasi mobil yang kosong. Ia berlari dengan anggun, kakinya yang panjang terlihat sangat seksi—di mata para wanita.
            Grace membuang wajah dari mobil itu. Ia menatap Justin sambil mendesah. “Aku tidak ingin satu mobil dengan Aaron,”
            “Siapa yang bilang kau akan satu mobil dengan Aaron? Kau akan satu mobil denganku. Lagi pula, aku tidak ingin kalian saling menjambak rambut di dalam mobil sementara Aaron menyetir mobil. Bukan apa-apa, tapi aku juga ingin melihat kalian saling menjambak rambut. Sepertinya akan seru,”
            “Dad, kau sangat tidak membantu,” Grace memutar bola matanya. Ia melirik ke arah Aaron yang sekarang telah memeluk ibu Kath lalu beralih pada Kath yang berada di sebelah ibunya. “Aku akan masuk mobil lebih dulu,” tukas Grace membuka pintu mobil yang tidak terkunci.

            Alexis, Juber dan si kembar muncul dari balik pintu rumah. Celana jins hitam, kaos berwarna putih serta kemeja kotak-kotak berwarna biru membuat Alexis tampak lebih muda. Inilah perbedaan Justin dan Alexis dalam masalah berpakaian. Justin selalu terlihat berkelas sedangkan Alexis terlihat sepreti anak muda yang baru saja pulang dari kampus. Si kembar sudah siap dengan pakaian kembar mereka, mungkin hanya warna pakaian mereka yang berbeda. Nah, Juber sudah sama seperti dengan Justin yang memakai rompi berwarna cokelat muda serta celana panjang dan dasi pita berwarna merah di lehernya. Sangat rapi dan berkelas seperti Justin. Alexis tersenyum pada Justin yang pelan-pelan melangkah ke arahnya. Justin segera merangkul leher Alexis lalu mengecup bibir istrinya.
            “Kau selalu cantik setiap saat. Aku tidak tahu kenapa. Bahkan dalam balutan seperti ini kau tetap terlihat seperti Alexis Bieber kesukaanku,” ucap Justin memuji istrinya. Aaron berjalan ke arah ibunya sambil menggiring Kath dan Selena di belakang tubuh. Alexis menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga lalu tersenyum pada Kath. Sedetik kemudian tubuhnya membeku.
            “Mom, ini ibu Kath, Selena. Selena, ini ibuku,” ucap Aaron memperkenalkan ibunya pada Selena. Selena hanya memberikan senyumnya sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Alexis masih tidak melakukan apa pun, bahkan senyum Justin yang tadinya mengembang berangsur-angsur surut saat ia melihat Selena, mantan istrinya sedang berdiri di hadapannya. Ketegangan terjadi di antara mereka berlima. Kath sendiri bingung apa yang terjadi dengan ibu Aaron yang ramah padanya namun sekarang kelihatan bingung harus berbuat apa.
            “Mom, apa kau baik-baik saja?” Aaron bertanya, khawatir. Selena menarik tangannya dengan senyum ragu-ragu, atau mungkin malu. Alexis mengalihkan pandangannya pada Aaron lalu mengangguk.
            “Yeah, Mom baik-baik saja,” ucap Alexis menelan ludahnya.
            “Tentu saja ibumu tidak baik-baik saja, Aaron. Apa-apaan yang kaulakukan di sini Selena?” Tanya Justin dengan raut wajah dingin pada Selena. Dengan sigap, Kath memegang tangan ibunya. Kath menarik lehernya kepalanya ke belakang, terkejut dengan ucapan Justin yang diselingi kata kotor. Dan bagaimana bisa Justin mengenal Selena? Kath benar-benar bingung. Bukan hanya Kath saja, Aaron pun bingung dengan apa yang terjadi. Kapan ayahnya bertemu dengan Selena? Mengapa ia sudah mengenal ibu Kath sebelum Aaron? Kejadian ini belum bisa dicerna oleh otak Aaron. Selena menundukkan kepalanya dengan pipi memerah, ternyata mantan suaminya masih mengingatnya. Betapa hebatnya ingatan Justin.
            “Dad, apa yang terjadi?” Tanya Aaron mulai merasa ada yang tidak beres. Alexis memegang tangan Justin dengan erat, ia menatap Justin penuh arti. Ia tidak ingin merusak hari ulang tahun anaknya hanya karena ibu Kath dulu adalah mantan istri dari ayah Aaron. Justin memejamkan matanya untuk beberapa saat lalu menggelengkan kepalanya. “Dimana Jonathan?”
            “Aku di sini,” Jonathan muncul dari belakang Justin dan Alexis. Ia mengenakan jaket dengan dalaman kaos yang bergaris-garis putih-biru. Syukurlah Aaron tidak begitu mementingkan apa yang baru saja terjadi. Well, Aaron tidak ingin memikirkan apa yang terjadi antara ayahnya dan Selena. Yang paling penting sekarang adalah ia berulang tahun dan sekarang ia memiliki Kath di sebelahnya. Jonathan menatap Kath yang berdiri di sebelah kakaknya dan seorang wanita di sebelah Kath yang belum pernah ia lihat sebelumnya lalu ia hanya menganggukkan kepalanya, berlaku sopan.
            “Kurasa kita bisa berangkat sekarang. Dimana Grace? Aku tidak melihatnya,” ucap Aaron memutar-mutar tubuhnya, mencari Grace. Lalu ia melihat Grace yang terduduk di dalam mobil ayahnya dengan sebuah headphone yang sudah menempel di kepalanya. Ia bahkan tidak melirik ke arah sini. “Oke, semuanya sudah siap. Ayo kita pergi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar