Minggu, 22 Desember 2013

Cerpen: Mr.Bieber Sucks Part 5 - End



*****


Justin meminta supir Bus untuk berhenti di sebuah Supermarket. Aku tidak tahu ia akan membeli apa. Yang pasti sekarang, bus ini berhenti di depan Supermarket dan aku hanya bisa berdoa. Berdoa bahwa Justin harus selamat diluar sana. Karena, aku yakin. Pasti banyak sekali fans diluar sana. Kenny dan Justin masuk  sambil membawa 1 kantung kertas belanjaan. Well, inilah Amerika. Seperti yang kalian tahu, kita cinta alam. Jadi, harus memakai kantung kertas dan bukan kantung plastic karena plastic susah sekali diurai. Butuh beratus tahun untuk menghancurkannya. Kulihat Kenny melihatku sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Apa dia sudah tahu kalau aku hamil?! Tapi kemudian Kenny tersenyum padaku. Dasar Hitam Baik Hati. Aku menyayanginya.

“Bubu,” panggil Justin sambil tangannya menyuruhku untuk masuk ke dalam kamarnya. Aku berdiri sedangkan bus sudah berjalan kembali. Kulihat wajah Justin terlihat begitu serius. Untung saja, Nicki dan Carly juga para kru sedang tertidur. Well, sekarang tengah malam. Maksudku sudah jam 2 malam. Aku masuk ke dalam kamar Justin dan melihat Justin tersenyum lalu ia memamerkan susu hamil yang ia pegang dengan dua tangannya dan mendekatkannya pada dada kanannya. Seperti iklan susu hamil. Yeah, Justin cocok menjadi bintang iklan susu hamil. Aku tertawa kecil.

“Ini air panas, nah. Kau buat sendiri, untuk bayi kita,” ucap Justin mendekatkan dirinya pada diriku dan lalu mengelus pundakku. Ia menatap mataku lalu bibirku dan seperti itu terus secara bergantian. Dan lalu ia mengelus perutku yang membuatku sedikit bergetar geli.

“Dia belum menjadi bayi Justin, ini baru beberapa hari yang lalu,” ucapku protes. Justin hanya memutarkan bola matanya dan mengangguk-angguk. Oh, aku benci susu. Tapi, apa memang aku harus minum susu?! Baiklah, tidak apa-apa. Untuk janin ini. Tapi ini kan baru beberapa hari?! Untuk apa aku minum susu? Aku tidak mau.

“Bagaimana rasanya dipegang tangan oleh Zayn?” tanya Justin yang mulai kelihatannya ingin bertengkar denganku. Ia memperlihatkan wajah dingin sekarang. Astaga, kapan ia akan segera normal?! Aku tidak menjawabnya. Aku bahkan tidak berani.


*****

Aku sedang berjalan-jalan bersama Harry di taman Hotel yang besar sekali dan indah. Justin harus latihan koreografi bersama Ryan dan beberapa dancers jadi aku dan Harry lebih baik berjalan-jalan. Ia memegang tanganku dengan erat dan daritadi ia terus menanyakkan hal-hal yang bersangkutan dengan diriku dan hidupku. Kadang aku bosan untuk menjawab pertanyaannya. Tapi, sebagai perempuan yang baik ..aku menjawabnya.

“Eh, Nicki bilang kau hamil. Apa benar?” tanya Harry yang membuatku tersentak. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku secara spontan.

“Tapi waktu di Bus, aku melihatmu dan Justin …Dan aku yakin itu bukan untuk yang pertama kalinya,” ucap Harry kembali menerka dan itu benar. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku lagi. Tentu saja aku tidak mau memberitahunya. Ini masih harus dirahasiakan. Kemudian, dia mengangguk-angguk percaya.

“Harry, aku juga yakin kau sering melakukan itu,” ucapku dengan tawaan renyah. Harry ikut tertawa dan memetik setangkai bunga. Ih! Padahal sudah ada peringatan untuk tidak memetik bunga.

“Haha, yayaya ..Kau benar. Tapi itu dulu, tidak sama seperti sekarang,” ucapnya tersenyum. Berarti dulu dia sering bermain dengan perempuan di sekolahnya. Iiih, bahaya juga jika kita berteman dengan Harry. Apalagi jika kalian seksi. Aku tidak bisa membayangkannya lagi.

“Kenapa bisa seperti itu?” tanyaku lagi. Ia berhenti melangkah, aku juga berhenti melangkah. Dia menatap mataku dalam-dalam sambil tersenyum dengan manis.

“Sejak Scooter memperlihatkan fotomu dan aku mulai berpikir untuk mendapatkanmu,” ucap Harry yang membuatku tersentak. Aku tidak bisa bernapas. Tolong bangunkan aku jika aku hanya bermimpi.


****

Justin sedang mengadakan Meet N’ Greet di  Kanada. Yeah, aku sedang berada di Kanada sekarang. Saskatoon. Well, menurutku orang Saskatoon itu orang-orang aneh karena cara berpikir mereka yang lebih mengedepankan ‘Maize’ , aku bahkan tidak tahu apa itu ‘Maize’. Oh yeah, Maize itu jagung. Well, seperti yang kalian sudah tahu, banyak sekali wanita-wanita yang datang untuk bertemu dengan Justin. Begitu juga dengan anak kecil dan tak jarang Justin mencium mereka. Dan itu manis. Aku sungguh tidak rela jika Justin harus kehilangan mereka hanya karena diriku yang hamil. Astaga, air mataku terjatuh begitu saja.

Aku sedang berada di dalam bus, dan seperti biasa. Scooter memberikan benda canggih itu. Jadi aku bisa melihat Justin yang sedang tersenyum bahagia. Tiba-tiba pintu bus terbuka saat para kru sedang berada diluar sana. Bus ini gelap sekali jadi aku tidak tahu siapa yang datang. Eh, Harry. Oh yeah, Harry. Dia ..Dia menyukaiku. Dan aku tidak tahu harus berbuat apa padanya. Maksudku, aku tidak memang benar-benar tidak tahu.

“Hei, sedang melihat Justin?” tanya Harry duduk di sebelahku. Aku hanya mengangguk tanpa melihat Harry. Dan aku melihat Justin menggendong seorang anak bayi yang kelihatannya masih berumur beberapa bulan dan itu manis sekali. Aku memegang perutku.

“Kau hamil,” ucap Harry yang melihatku memegang perut. Aku menoleh ke arahnya dan memasangkan wajah Tidak. Kemudian Harry memegang perut. Aku menggelengkan kepalaku. Tapi Harry mendiamkanku. Dia malah mendorong tubuhku ke sisi Bus. Well, seperti yang kalian tahu kalau aku duduk paling belakang sudut. Ia menindih tubuhku dan menatapku dalam-dalam, mata hijaunya benar-benar indah. Eh, aku tidak bisa melakukan ini. Tapi ia sudah menempelkan bibirnya pada bibirku.  Aku sudah tahu itu.

“Harry, tidak,” ucapku mendorong tubuhnya lalu mengelap mulutku. Astaga, aku pasti membuat hatinya sakit. Dia menatapku dengan tatapan Aku Minta Maaf.  Aku menganggukkan kepalaku. Aku sungguh takut kalau tiba-tiba ada seseorang yang datang dan memergokiku berciuman dengan Harry. Mungkin para fans Harry akan membunuhku. Astaga, kenapa aku harus hidup dikalangan para Artis? Bunuh aku saja.


****

Aku sedang berjalan bersama para kru untuk masuk ke dalam sebuah Kebun Binatang dan Justin yang memintanya. Katanya dia butuh kesegaran meski ia tahu kalau ia pasti akan bertemu dengan fans-nya. Aku mengerat jaket dari The North Face milik Justin karena udara di Kanada memang benar-benar dingin. Tapi daritadi Justin mengabaikan diriku yang berjalan sendiri. Di belakang para kru. Well, sebenarnya Justin tidak mengabaikanku tapi ia sedang membuat video yang akan disimpan di Laptop-nya. Daritadi Nicki dan Carly bersikap begitu genit dengan Justin dan aku akui kalau aku benar-benar ingin membunuh mereka. Aku berjalan dengan wajah yang datar sambil sesekali melihat binatang-binatang disini.

Udara dingin benar-benar tidak cocok untukku. Aku ingin cepat-cepat musim panas. Tiba-tiba Zayn merangkulku setelah tadi aku liat berhenti melangkah sejenak dan lalu saat aku melewatinya ia merangkulku.

“Kedinginan ‘huh?” tanya Zayn padaku. Aku hanya menganggukkan kepalaku.

“Zayn, hari ini kita akan latihan. Kau tahu itu bukan?” tanyaku padanya. Ia hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum padaku. Kulihat Justin berbalik ke belakang dan melihatiku dengan Zayn dengan tatapan dingin. Tuhan, semoga ia tidak marah. Aku dan Zayn hanya sekedar teman. Tapi kenapa aku berbicara seperti itu? Justin saja tidak pernah mengungkapkan perasannya terhadapku.

Selama perjalanan, aku selalu tertawa dengan Zayn. Well, Zayn adalah orang yang menyenangkan untuk diajak berbicara. Dan orang yang manis. Tapi, kesenanganku selalu saja sirna saat melihat Justin yang terlihat begitu tidak suka dengan Zayn. Aku bahkan tidak mengerti dengannya sekarang.


***

“LALU APA MAKSUDNYA IA MERANGKUL DIRIMU HAH?!” tanya Justin membentakku saat aku dan Justin sedang berada di kamar Hotel. Ia begitu marah saat di kebun binatang tadi. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan mengeluarkan air mata perih. Air mata kesedihan hatiku. Aku menunduk. Tiba-tiba saja menarik daguku ke atas dengan kasar. Astaga, dia kasar sekali.

“Jawab, kau bodoh!” ucap Justin membentak lagi. Aku tidak tahu dan tidak menyangka kalau Justin akan marah seperti ini padaku. Aku memejamkan mataku.

“Lihat aku. LIHAT AKU!” bentak Justin. Aku membuka mataku dan air mataku mengalir begitu saja. Aku menatap Justin dengan wajah yang sangat-sangat kecewa.

“Jadi kau berpikir aku tidak peduli denganmu? Ha? Aku sungguh kecewa, sangat kecewa,” ucap Justin yang melepaskan tangannya yang daritadi memegang daguku. Kemudian dia mengacak-acak rambutnya hingga berantakan. Tapi tetap saja ia terlihat tampan. Astaga, kenapa disaat yang seperti ini aku masih bisa memuji Justin?

“Tapi Justin, aku hanya dirangkul olehnya. Memangnya kenapa?” tanyaku bingung. Justin menatapku dengan tatapan iblis. Kulihat tangan Justin ingin menamparku. Tapi Justin langsung saja mengepalkan tangannya dan meninju kasur ini. Aku tahu ia marah sekali. Nafasnya naik-turun tak beraturan.

“KAU SEDANG HAMIL! ANAKKU! APA KAU TIDAK MENGERTI? AKU MENCINTAIMU BODOH!” teriak Justin menatapku dengan mata yang berapi-api. Aku tersentak. Air mataku terjatuh kembali. Tidak sakit. Tapi bahagia. Hening sejenak. Nafas Justin masih begitu terdengar ditelingaku. Justin mulai menegapkan tubuhnya dan menatapku.

Tiba-tiba tangan Justin menarik wajahku dan ia langsung menempelkan kepalaku tepat di dadanya. Dan lalu ia memelukku. Aku tidak menangis lagi. Jantungnya begitu terasa di kepalaku. Berdetak lebih kencang daripada biasanya. Justin mengambil nafas dalam-dalam lalu membuangnya.

“Aku benar-benar mencintaimu,” ucap Justin dengan suara yang melemah. Aku menganggukkan kepalaku. Aku dicintai Justin. Aku benar-benar merasa bahagia. Cintaku terbalaskan. Ini sungguh menakjubkan. Banyak wanita diluar sana yang mencintai Justin, bahkan mereka lebih mencintai Justin dibanding aku mencintai Justin. Kurasa, tapi Justin mencintaiku. Itu sebuah ..keajaiban. Kemudian, Justin menarik tanganku untuk berdiri. Wajahku sudah berhadapan dengan wajahnya yang terlihat begitu memerah. Dan lalu ia menempelkan bibirnya pada bibirku.

“Maaf aku telah membentakmu, itu karena aku mencintaimu, aku terlalu cemburu,” ucap Justin mengecup bibirku berkali-kali. Aku mengerti, Justin.


****

Justin merangkul tubuhku terus menerus selama perjalanan untuk pergi ke tempat konser selanjutnya. Aku tidak tahu di mana. Well, aku tidak bertanya. Sebenarnya tadi Zayn ingin berbicara padaku, tapi dengan sewotnya Justin menyingkirkan Zayn. Kurang baik. Aku tahu dia mencintaiku, tapi apakah harus berlebihan seperti itu?

“Just, bagaimana jika aku mati?” tanyaku berbisik. Dan kurasa tidak akan ada yang mendengarkannya karena semuanya sibuk berbicara dengan oranglain. Aku dan Justin duduk di ..kurasa kalian tahu di mana. Justin yang merangkul leherku menarik nafasnya dengan panjang.

“Jangan berbicara seperti itu,” ucap Justin tidak suka. Aku menganggukkan kepalaku sambil menatap jalan raya. Banyak sekali orang yang berada di dalam mobil menatap Bus ini. Tentu saja. BIEBER. Tulisan disamping Bus ini.

“Tapi, kemungkinan besar aku akan meninggal karena kehamilan ini,” ucapku dengan suara yang semakin mengecil. Justin memegang dadaku. Bukan ‘dada’ku yang lain. Tepat di tengah.

“Percaya, itu akan menjadi anak kita yang pertama,” ucap Justin berbisik tepat ditelingaku. Hampir tidak terdengar. Aku hanya mengangguk percaya. Tapi aku benar-benar takut jika aku akan meninggal nanti.

Bus melaju dengan kencang. Hari mulai sore, mengingatkanku pada saat pertama kali aku bekerja pada Justin. Aku begitu menyendiri.  Tapi tidak untuk sekarang, ada Justin yang akan selalu menemaniku.


****

3 bulan berlalu begitu cepatnya. Sekarang aku dan kru Bieber, juga Justin sedang berada di Eropa. Atau lebih tepatnya di London, Inggris. Perutku semakin lama semakin kelihatan menimbul. Aku selalu memakai jaket walau banyak yang bertanya mengapa. Aku dan Justin masih merahasiakannya. Justin masih belum berani. Begitu juga denganku. Dan aku sekarang sering meminum susu secara diam-diam. Di kamar Justin. Untung saja Justin mengingatkan semuanya untuk tidak masuk ke dalam kamarnya yang berada di dalam bus. Dan sekarang Justin sedang berada di salah satu stasiun radio London. Banyak sekali pertanyaan yang terlontar untuk Justin yang kadang membuat Justin bingung menjawabnya.

“Apa kau pernah bercinta?” tanya Albert, pembawa acara radio ini. Kurasa Justin tersentak. Aku sedang tidak berada di studio-nya. Aku sedang berada di parkiran sambil menyandarkan tubuhku pada bus. Aku mendengarkannya lewat ponsel.

“Uh, aku bahkan tidak mengerti apa yang kau bicarakan,” ucap Justin tertawa. Aku hanya tersenyum-senyum mendengarkannya. Albert sangat penasaran kurasa karena dia memaksa Justin untuk mengatakan yang sebenarnya.

“Okay, baiklah. Aku tidak pernah melakukannya,” ucap Justin begitu gemas dan tertawa kembali. Suara tepuk tangan terdengar di sana. Padahal tidak perlu diberi tepuk tangan. Itu sangat berlebihan. Menurutku. Aku tertawa.

“Hei,” sapa seseorang yang tiba-tiba mengejutkanku. Huh, astaga! Aku hampir mati dibuatnya. Kulihat Zayn muncul dengan rambutnya yang berjambul itu. Keren. Tapi lebih keren Justin.

“Oh, hei Zayn,” sapaku melepaskan ear-phone yang kukenakan. Aku menatapnya diantara remang-remang ini. Aku tidak begitu menyukai kondisi ini.

Aku menatap mata Zayn bercahaya. Aneh. Ia hampir sama seperti Justin. Matanya berubah warna terus menerus dan itu sangat indah. Well, tidak seperti mata yang lain. Kalau boleh, aku ingin meminta seliter warna mereka dan memasukkannya ke dalam mataku agar ada keajaiban di sana. Tiba-tiba saja Zayn menarik retsleting jaketku. Aku tersentak. Dengan cepat aku menyingkirkan tangannya dan menarik retsletingku ke atas. Dia tertawa sejenak. Aku bingung apa yang sedang ia lakukan sekarang.

“Kenapa?” tanya Zayn dengan tatapan menyelidik dan masih terkekeh. Aku gugup. Apa dia memang sudah tahu kalau aku itu hamil? Tapi jaket ini masih bisa menutupi bulatnya perutku. Lagipula ini masih 3 bulan.

“Dingin,” jawabku sekenanya. Kemudian dia melangkahkan kakinya untuk maju satu langkah dan lalu ia menatapiku dari bawah hingga atas. Astaga, apa dia memang sudah benar-benar tahu kalau aku hamil? Kalau ya, kuharap ia tidak memberitahu siapa-siapa. Ini untuk Justin. Bukan untukku. Aku tidak peduli jika aku harus mati karena kehamilan ini.

“Kenapa kau gugup sekali? Aku hanya bertanya, haha,” tawa Zayn renyah. Aku bahkan tidak ikut tertawa. Karena memang aku gugup. Well, aku terlalu ketakutan. Bahkan dengan lelaki yang baru saja aku kenal selama 3 bulan ini. Tapi tidak apa-apa bukan jika kita hanya ketakutan? Karena semuanya bisa terjadi di dunia ini. Kecuali untuk pohon  tauge yang tingginya 200 meter. Itu tidak mungkin. Mungkin kalian bisa beritahu aku tentang hal-hal yang tak bisa terjadi di dunia ini.

Perasaanku benar-benar sama seperti saat Nicki bertanya-tanya pada Justin tentang tubuhku yang semakin lama semakin besar. Well tidak besar. Setidaknya lebih besar daripada sebelumnya. Tapi Justin selalu menjawab dengan sekenanya. Setelah kejadian dia memarahiku, ia terlalu protectif terhadapku. Aku bahkan tidak nyaman dengan ini tapi anehnya itu membuatku semakin mencintainya. Dan, memang seharusnya aku mencintai lebih lagi. Kurasa wawancara di radio sudah selesai setelah aku melihat Kenny yang muncul begitu saja. Aku tersenyum padanya dan meninggalkan Zayn yang masih terdiam bagaikan orang bodoh. Dia tampan, tapi kalau otaknya lama berjalan?! Jangan pernah memacari orang yang otaknya lama berjalan kecuali jika kau sabar. Aku mulai naik bus setelah aku melihat Justin yang berjalan dengan cool-nya dan tersenyum pada para paparazzi. Untung saja paparazzi tadi tidak melihatku dengan Zayn. Jika ya, uh ..kurasa kalian tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Justin mengamuk dan fans Zayn mengamuk. Hidup itu sulit, maka jangan menambahkan kesulitan di dalamnya. Jadi, lebih baik aku menjalaninya tanpa mengeluh. Tapi kurasa aku harus mencobanya.


***


“Sudah, Justin. Jangan menyangkal,” ucap Nicki dengan ketusnya saat ia mendapatkan aku sedang membuka baju di dalam kamar Justin dan ia melihat perutku yang sudah berbentuk. Dan itu adalah tindakan teraneh yang pernah aku alami. Maksudku, aku sedang berada di dalam kamar bus Justin. Dan membuka baju lalu Nicki datang padahal Justin tidak mengizinkan oranglain masuk selain diriku?! Oh astaga, itu benar-benar memalukan. Dan lagi, Justin ada di kamar saat itu. Dan sekarang aku dan Justin sedang dihakimi oleh Nicki, Ibu Justin, Scooter dan Ryan.

Daritadi Justin menyangkal semua perkataan Nicki tentang kehamilanku. Sedangkan aku hanya bisa tertunduk diam. Ibu Justin hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya daritadi dan menatapku dengan tatapan kecewa. Mungkin ia berpikir, ia tak habis pikir karena anaknya telah menghamili anak dari seorang pecandu Narkoba. Maksudku, orangtuaku kan pecandu Narkoba. Dan pastinya ia benar-benar kecewa. Sedangkan Scooter sudah berkali-kali menyuruh Nicki untuk diam. Dan aku? Aku sekarang tidak memakai jaket. Sehingga perutku begitu terlihat berbentuk.

“Kita tidak mungkin memberitahu para fans Justin,” ucap Ryan. Aku mendongakkan kepalaku. Karenaku, semuanya menjadi seperti ini. Karena aku dan Justin, lebih tepatnya.

“Kita harus,” ucap Scooter menyela. Jantung berdetak lebih kencang daripada biasanya. Aku memegang tangan Justin yang sudah berkeringat daritadi. Aku memegang perutku.

“Maksudmu?” tanya Justin yang angkat bicara. Kulihat Scooter menganggukkan kepalanya kepada Ibu Justin. Dan ibu Justin menganggukkan kepalanya.

“Kita harus memberitahu para fans-mu. Aku tahu itu berat, tapi jika kita rahasiakan ini terus menerus. Apa yang akan dikatakan para public nanti? Ketidakjujuran dari seorang Justin Bieber? Fans sejati, tidak akan pernah meninggalkanmu, Bieber,” ucap Scooter terdengar ..bijaksana?! Tidak. Dia tidak bijaksana. Justin menelan ludahnya dengan begitu susah. Dan lalu ibu Justin mendekatiku dan berbisik.

“Aku tahu itu berat, maafkan anakku,” ucap Ibu Justin meminta maaf. Aku bahkan tidak mengerti. Seharusnya aku yang meminta maaf secara teknis. Karena memang aku yang hamil. Well, seharusnya aku dan Justin yang meminta maaf. Ibu Justin tersenyum padaku. Nicki terlihat begitu kesal dengan Scooter. Ia merasa kurang jika ia tidak melihatku menderita. Maksudku, aku yakin dalam hatinya yang paling dalam ..ia ingin aku mati atau dibenci oleh semua orang –paling minimal itu. Scooter meninggalkan ruangan latihan vokalku dan Justin. Well, kita sudah kembali di Atlanta. Dan seharusnya kita pergi ke Asia. Maksudku, walau seharusnya minggu depan, kita kan bisa bersenang-senang lebih dahulu nanti di Jepang. Aku tahu Justin menyukai Jepang. Nicki mendengus kesal sambil keluar dari ruangan ini sedangkan Ryan, dia seperti orang tolol saja. Hanya terdiam dan melipat tangannya di depan dada dan lalu meninggalkan tempat ini.

Hening.

Kulihat Justin sedang mengetik sesuatu melalui ponselnya. Aku membacanya. ‘Sekalipun aku menghamili anak orang, aku tahu kalian tetap mencintaiku’ dan ia menyebarkannya melalui jejaring social Twitter.  Oh yeah, kerjaan yang bagus Justin. Aku harap Scooter bahagia karena ini. Aku kasihan dengan Justin. Justin mematikan ponselnya. Dan lalu ia menatapku dengan raut wajah yang datar. Aku kasihan. Justin menarik wajahku agar ia dapat menciumku. Bunyi cepakan ciuman kita begitu terdengar.

“Aku tidak ingin kehilangan mereka, aku juga tidak ingin kehilangan dirimu,” ucap Justin merangkulku. Air mata Justin mulai terjatuh dan mengenai tanganku. Aku hanya dapat mengusap dadanya dengan lembut. Berusaha membuatnya  tenang.


****

Benar saja. Reaksi para fans Justin begitu memukau. Seluruh fans Justin begitu kesal. 1 juta pengikut Justin berkurang begitu saja dan menjadi benci karena diriku. Aku benar-benar merasa bersalah. Tapi dari 28 juta fans Justin mendukungku dan ada yang biasa-biasa saja menanggapinya. Intinya, Justin beruntung telah memiliki fans sejati seperti mereka. Padahal aku dan Justin telah membuat kesalahan yang benar-benar fatal.

Dan sekarang, aku sedang melihat Justin yang sedang latihan sambil 50 orang fans Justin datang 3 hari sebelum konser Justin di Madison Square ini. Aku hanya dapat berdiri bersama Harry yang memegang tanganku di samping panggung. Aku lihat Justin berinteraksi dengan para fans-nya.

“Ada yang ingin bertanya?” tanya Justin. Para fans Justin mengangkat tangannya dan Justin memilih 1 orang anak yang berumur sekitar 13 tahun itu. Dia perempuan dan rambutnya benar-benar bergelombang juga panjang. Aku sampai terpukai hanya karena melihat itu.

“Di mana wanita yang kau hamili?” tanya perempuan itu yang membuatku tertegun. Justin terdiam sejenak. Kemudian ia melihat ke arahku dan memanggilku untuk muncul di depan para fans Justin. Aku siap untuk ditusuk. Siapa tahu mereka handal dalam mencoblos sesuatu dengan pisau. Well, aku terlalu parno sekarang. Aku melepaskan pegangan tangan Harry dan berjalan menuju Justin.

“Whoa, dia cantik sekali,” ucap salah seorang dari mereka.

“Aku ingin sekali memiliki rambut sepanjangnya, indah sekali,”

“Astaga! Aku ingin memiliki dress yang ia pakai,”

Pujian-pujian mulai terdengar di telingaku. Aku hanya bisa tersenyum manis kepada mereka semua. Justin merangkulku dengan erat dan lalu menarik daguku dan mencium bibirku di depan mereka. Astaga, apa harus seperti itu? Itu pasti membuat mereka cemburu. Ew! Salah satu dari mereka begitu jijik melihat adegan tadi. Justin tertawa

“Eww,” ucap Justin seperti wanita yang manja. Seperti mengejek mereka. Dan lalu fans Justin tertawa-tawa tidak jelas. Kebersamaan bersama para fans Justin memang menyenangkan.

“Aku ingin bertanya, dia sudah berapa bulan?” tanya seorang wanita muda yang kira-kira seumur dengan kami. Dia cantik, rambutnya juga pirang. Aku suka rambut pirang.

“Sekitar 5 bulan. Jika anakku sudah lahir, aku janji akan memamerkan dia pada kalian,” ucap Justin tertawa. Aku hanya dapat mengigit bibirku untuk tertawa. Aku masih malu sekarang. Di depan para fans Justin dalam keadaan hamil? Oh c’mon. Selena Gomez yang artis saja pernah ingin dibunuh padahal ia baik-baik saja. Dan aku? Hamil anak dari Justin Bieber. Jadi, kemungkinan besar ..itu sangat tidak mungkin.

***


Aku tidak tahu apa yang sekarang terjadi. Aku seperti buta sekarang. Celana yang kupakai basah. Justin mendorongku dengan kursi roda untuk masuk ke dalam ruang persalinan. Aku tidak tahu kalau aku akan melahirkan. Meski seharusnya aku melahirkan 1 minggu lagi. Diluar sana –di parkiran Rumah Sakit- banyak sekali yang mendukungku. Fans Justin. Aku tidak tahu mengapa mereka mendukungku. Atau karena aku akan melahirkan kloning Justin? Sehingga mereka bisa jatuh cinta dengan anak Justin nanti?! Aku tidak tahu. Yang pasti sekarang, aku ingin sekali mengeluarkan anak ini dari perutku. Aku hanya bisa menarik nafasku dan membuangnya secara cepat. Perutku sudah besar sekali.  Ibu Justin ikut berlari dari belakang sedangkan aku terus memegang perutku dan berusaha untuk tidak merasakan sakit ini. Air ketubanku sudah pecah sejak 10 menit yang lalu. Dan aku belum pernah belajar pernafasan. Padahal dulu, 3 bulan yang lalu, aku dan Justin pernah datang ke dokter kandungan, dan katanya aku harus latihan pernafasan. Agar saat melahirkan nanti aku bisa mengatur nafasku dengan baik. Tapi aku selalu menolak ajakkan Justin.

Pintu ruang bersalin telah terbuka. Aku melihat kosong sekali tempat ini. Dengan kuatnya, Justin mengangkat tubuhku untuk naik ke atas tempat tidur. Ia menaikkan kasur ini sehingga aku terduduk. Sungguh perhatian. Aku terus mengatur nafasku. Justin memegang tanganku dengan erat tapi sedetik kemudian dia mengambil ponsel yang berada di saku celananya. Hebatnya, ia mengetik di jejaring social Twitter. Dan menyebarkan berita bahwa aku akan melahirkan. Hebat sekali!

“Arrh! Justin, kau hebat sekali,” ucapku yang hampir saja juling karena tidak kuat menahan rasa sakit ini. Ibu Justin menatapku dengan senyuman dibibirnya. Aku tidak tahu apa aku harus tersenyum karena kenyataannya adalah aku memang tidak bisa tersenyum sekarang.

“Yeah, memang aku hebat,” ucap Justin tersenyum padaku. Uh! Aku ingin sekali menarik bibirnya.Tiba-tiba pintu ruanganku terbuka dan mendapati Scooter yang terlihat tergesa-gesa dengan cakaran diwajahnya. Astaga, dia kenapa? Keringat mulai mengucur dikeningku. Huh, ini sudah memakai alat pendingin tapi tetap saja aku berkeringat.

“Scoot, kau kenapa?” tanya Justin dengan suara yang tenang. Astaga! Aku ingin mati sekarang. Aku meremas kasur ini dengan kencang. Ibu Justin menghampiriku dengan mengelap keringatku dengan tissue yang ia pegang. Aku tersenyum padanya, ia hanya mengangguk. Seperti ia mengatakan ‘Kau Pasti Bisa’. Aku hanya mengangguk.

“OH MY GOD! Di mana bidan tolol itu?! Ini benar-benar sakit!” teriakku seperti suara beruang. Justin dan Scooter terdiam sedangkan Ibu Justin pergi keluar dari ruang bersalin. Kurasa ia ingin memanggil Bidan. Aku ingin muntah sekarang.

Well, okay. Aku akan bercerita sebentar kepada kalian mengapa aku bisa melahirkan sekarang. Jadi, beberapa bulan yang lalu. Astaga! Ini sakit sekali. Saat umur kandunganku mulai menginjak 4 bulan. Ibu Justin dan para kru termasuk Scooter curiga dengan diriku dan Justin. Well, jadi sekarang. Kurasa kalian sudah AH! Astaga! Aku ingin mati saja. Kurasa kalian sudah tahu maksudku apa. Aku dan Justin sudah memberitahu semua kejadian ini dan menjelaskan secara rinci kepada Ibu Justin dan Scooter. Dan Justin, huh ..Ia memberitahu semuanya kepada para Beliebers-nya. Tangisan, dan kekesalan tentunya melanda rasa para fans Justin. Aku bahkan diancam agar dibunuh secepat mungkin. Well, untuk beberapa fans Justin. Tapi, sebagian besar ..mereka merelakan Justin bersamaku. Jadi, semua bayang-bayang burukku terhadap fans Justin harus dihapuskan.. Dan Harry juga Zayn benar-benar kecewa denganku. Walau sebenarnya, mereka mencoba untuk bercinta denganku. Oh, astaga! Aku baru sadar kalau kehidupanku benar-benar rumit. Maka Ahh..Astaga. Aku butuh bidan sekarang. Maksudku, baiklah. Aku bertele-tele. Kurasa kalian sudah tahu maksudku apa. Aku bahkan sudah memberitahunya kepada kalian.
Tiba-tiba seorang bidan masuk dengan tangannya yang sudah dilapisi dengan sarung tangan karet juga masker. Ia langsung menarik tubuhku ke depan dan memakaikanku baju pasien. Dan lalu ia memeloroti celana biasa yang kupakai dengan santainya. Di depan Scooter dan Ibu Justin. Aku tidak peduli dengan Justin. Ia sudah pernah melihatnya. Untung saja baju pasien ini panjang. Aku mulai mengatur nafasku.

“Okay, keadaanmu sekarang. Dari skala 1-10, berapa?” tanya Bidan ini padaku.

“8, kurasa,” ucapku dengan nafas yang tergesa-gesa. Dia menganggukkan kepalanya dan mulai melihat-lihat bagian bawahku dengan teliti dan lalu …Ahhh.. Aku ingin mati sekarang.

“Tarik nafasmu dalam-dalam, yeah. Seperti itu, lalu dorong!” ucapnya menyemangatiku. Dengan sekuat tenaga aku mengeluarkan bayi ini. Ini lebih sakit daripada saat aku dicueki oleh Justin. Okay, selamat tinggal.



*****

Aku tidak tahu aku sedang berada dimana sekarang. Jantungku berdetak lebih kencang daripada biasanya. Aku merasakan darahku semakin lama semakin berkurang. Bisikkan-bisikkan mulai terdengar ditelingaku setelah aku sadar sekarang bahwa aku sedang tak sadarkan diri. Aku ingin mati. Suara Justin mulai terdengar samar-samar ditelingaku. Isak tangis ..Tunggu dulu. Isak tangis?! Isak tangis Justin mulai terdengar ditelingaku juga. Pegangan tangannya begitu erat ditanganku tapi aku mati rasa sekarang. Dan lalu mulai merasa tanganku seperti ditusuk sesuatu tapi aku merasakan ada sesuatu yang mengalir ditubuhku. Aku mulai membuka mataku perlahan. Penglihatanku benar-benar buram lalu aku menutup mataku kembali dan lalu aku membukanya lagi. Eh ..darahku sudah tidak mengalir lagi. Tapi aku merasakan bibirku begitu basah. Justin mencium bibirku.

“Bubu,” ucapnya mengecup bibirku berkali-kali. Aku tidak meninggal. Setelah aku sadar bahwa aku memang tidak meninggal. Aku salah satu diantara semua anak muda yang hidup. Well, umurku sudah menginjak 19 tahun, bulan lalu. Aku menutup mataku kembali dan masih bisa mendengar apa-apa ditempat ini.

“Aku tidak ingin kehilangan dirimu, karena senyummu mengawali hariku,” ucap Justin disaat-saat yang tidak tepat. Ia berbisik padaku. Aku tidak memberikan reaksi apapun karena tubuhku benar-benar lemas dan seperti ..tulang-tulang hilang begitu saja.

“Mrs. Bieber,” ucap Justin lagi. Aku mulai tersenyum.


----

Tangisanku memecah begitu saja saat aku diperhadapkan kepada anak bayiku dan Justin. Aku tidak percaya bahwa aku baru saja melakukannya. Justin tersenyum sambil memberikan bayi kami. Dia seorang perempuan. Ah, lucu sekali. Dan ini mirip sekali dengan diriku dan Justin. Kain putih telah membedong anak kami. Kemudian Justin mengatur kamera yang ia pegang sekarang. Aku bahkan tidak tahu mengapa tiba-tiba ia memegang kamera itu. Kemudian aku tersenyum sambil menghadap ke arah kamera itu dan *BLITZ* Kilatan cahaya mulai terlihat. Membuat mataku tidak stabil sekarang.

“Sekarang, Bubu. Aku ingin bertanya,” ucap Justin menatapku dan mulai berlutut di depan tempat tidurku. Aku bahkan benar-benar bingung apa yang sedang ia lakukan sekarang. Aku menanggukkan kepalaku.

“Voulez-vous devenir ma femme?” tanya Justin dalam bahasa Perancis. Well aku tahu artinya apa. Aku menganggukkan kepalaku. Mencintai-dicintai. Saling melengkapi. Persamaan. Perbedaan. Semuanya. Aku menerima Justin menjadi suamiku. Aku tahu ia mencintaiku dan aku mencintainya. Ia berdiri dan menarik kepalaku. Ia tersenyum lalu mencium bibirku.

“Je T’aime.” ucap Justin menutup segala lembaran terakhir dari kehidupanku yang lama. Aku membuka lembaran kehidupanku yang baru. Aku selalu mencintaimu Justin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar