Minggu, 22 Desember 2013

Cerpen: Mr.Bieber Sucks Part 2


****

Bus ini masih terus berjalan menuju Kansas City dan itu masih jauh. Aku terduduk di kursi belakang bus ini sambil menekukkan kakiku dan menatapi kendaraan yang berlalu lalang. Sedangkan Justin sedang tertawa-tawa bersama para kru. Dan mereka bernyanyi-nyanyi lagu dari seorang Belieber yang saat natal tahun, Belieber itu berikan pada Justin. Lirik-nya memang lucu sekali. Tapi itu sama sekali tidak bisa membuat tertawa. Sesekali Justin melirikku sambil tertawa-tawa. Aku masih tidak ingin berbicara dengan Justin. Aku ingin meminta maaf tapi aku malu. Jadi lebih baik aku diam.

“Hei, tunggu-tunggu. Kau masih ingat saat aku memukul bokong Bubu?” tanya Justin dengan suara yang besar. Aku tidak melihatnya, aku masih melihat jalanan ini. Aku sedang tidak bersemangat. Kenny, Alfredo dan yang lainnya mengiyakan pertanyaaan Justin.

“Sebenarnya, rasanya itu kenyal sekali seperti milik Nicki Minaj! Hahahaha!!!” tawa Justin menggelegar. Itu sangat lucu Bieber. Sangat lucu. Yeah, bagimu. Para kru ikut tertawa mendengarnya.  Aku masih terdiam tapi aku bisa merasakan kalau Justin dan kru melihatku.

“Ssst, Wero sedang marah. Jadi, diam,” ucap Kenny membuat bus ini tiba-tiba hening, “Ia sedang datang bulan, hahaahahaha!” tawa Kenny kembali. Hahaha, lucu sekali Kenny. Aku tertawa dalam hati, tawa paksa. Para kru ikut tertawa senang karena ejekkan-ejekkan dari Bieber dan Kenny. Mungkin sebentar lagi Alfredo atau Ryan.

“Wero! Kau kenapa?” tanya Kenny yang membuatku melihatnya. Aku menggelengkan kepalaku dan tidak sama sekali tersenyum padanya. “Apa kau belum mengganti pembalutmu karena habis?! Hahahaha!” tawa Kenny lagi. Semua kru kembali tertawa terkecuali Justin yang melihatku dengan mata penuh rasa bersalah. Aku rasa itu hanya perasaanku. Aku memalingkan wajahku dan kembali menatap jalan raya ini.


****

“Kau mau?” tanya Justin menawarkan permen kesukaannya padaku saat para kru sedang tertidur. Justin sudah terduduk di sebelahku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan menarik selimut yang aku pakai sejak 1 jam yang lalu.

“Aku minta maaf soal tadi,” ucap Justin padaku. Aku mengangguk tanpa menatapnya. Tapi tiba-tiba Justin menarik daguku agar aku bisa melihatnya.

“Iya Justin, aku terima permintaan maafmu,” jawabku dengan terpaksa. Aku menyingkirkan tangan Justin dan melihat mata Justin yang begitu terang karena lampu bus ini. Matanya berubah menjadi warna emas. Justin tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. Kemudian ia kembali memasukan permen kesukaannya itu pada mulutnya.

“Bubu, apa aku terdengar gila jika aku memacari Nicki Minaj? Maksudku, dia kan tidak memiliki pacar,” ucap Justin yang membuatku ingin mati sekarang juga. Justin dan Nicki Minaj berbeda umur sekitar 11 tahun. Dan itu memang terdengar gila. Bunuh aku sekarang. Aku menggelengkan kepalaku. Tentu saja.

“Haha, aku hanya bercanda. Aku hanya fanatik, aku sungguh menyukainya,” ucap Justin kembali bercerita. Aku menganggukkan kepalaku. Yeah, aku tahu itu Justin. Tapi jangan berlebihan sampai kau ingin berpacaran dengan Justin.

“Bubu, apa kau pernah membayangkan bagaimana rasanya dicium oleh seorang Justin Bieber?” tanya Justin kembali dengan pertanyaan konyolnya. Aku menggelengkan kepalaku. Tidaklah! Aku tidak pernah membayangkan kepalaku. Justin menganggukkan kepalanya. Lalu ia menarik tanganku untuk berdiri saat ia juga berdiri.

“Temani aku tidur di kamarku,” ucap Justin menyuruhku. Aku hanya menganggukkan kepalaku. Memang, bus ini hampir sama seperti rumah. Tapi di bus ini hanya membuat kamar untuk Justin. *ceklek* Justin membuka pintunya sambil masih memegang tanganku. Aku ikut masuk ke dalam kamar Justin. Untuk yang ke sekian kalinya aku masuk ke dalam kamar ini. Kemudian Justin menutup pintunya dan menguncinya. Memang, kami pernah tidur 1 ranjang di bus ini dan harus dikunci pintunya. Karena katanya, Justin merasa tidak nyaman jika pintu kamarnya tidak dikunci. Dan itu hanya omong kosong. Biasanya juga ia tidak mengunci pintu kamarnya karena yang menutup pintu kamarnya biasanya adalah ibu Justin.

Aku mulai membaringkan tubuhku dengan santainya. Kulihat Justin membuka kaus yang ia pakai sambil terus mengunyah permen yang ia makan. Dan lalu ia menjatuhkan dirinya di kasur ini. Ia lalu mengambil ponsel yang ia taruh di bawah bantal.

“Bubu, coba kau dengar. Suaraku seksi sekali,” ucap Justin saat ia menyalakan rekaman melalui ponselnya. Kemudian aku mendengar dia berbicara di sana. Sendiri. Seperti. Orang. Gila. Hei, aku Justin. Well, ini suaraku yang seksi. Apa kau suka? Yeah, ahh .. Seperti itu. Kau dengar? Ini untuk Nicki Minaj. Aku ingin sekali dia berada di ranjangku sekarang, aaahh, ucap Justin dengan desahan yang ia buat-buat. Dan memang terdengar seksi. Tapi aku hanya tertawa renyah mendengarnya karena ini tidak sama sekali lucu. Karena ini untuk Nicki Minaj, bukan untuk para fans-nya.

“Itu sama sekali tidak seksi, suaramu seperti kucing terjepit pintu,” ucapku dengan nada bicara yang datar. Tiba-tiba Justin mematikan ponselnya lalu menatapku dengan tatapan dingin.

“Itu seksi,” ucap Justin memaksa. Aku menggelengkan kepalaku. Itu seksi, memang. Tapi tentu saja aku tidak mau jujur.

“Justin, dengar. Suara seksi bukan seperti itu! Astaga, itu bahkan seperti suara tikus yang dilindas oleh kereta api, ckit! Kira-kira seperti itu,” ucapku mengejeknya lagi. Ia menggelengkan kepalanya dan menatapku dengan bosan.

“Itu seksi, kau sama sekali tidak seru, sudah sana keluar!” ucap Justin dengan ketusnya. Sudah kubilang pada kalian kalau Justin itu benar-benar labil. Tadi dia yang mengajakku untuk tidur di kamarnya, sekarang dia mengusirku hanya karena aku tidak bilang bahwa suaranya tidak seksi?! Oh c’mon. Bisa kalian beritahu aku sekarang Justin berumur 18 tahun? Karena kupikir Justin masih berumur 12 tahun.

Dengan senyuman yang sumringah aku bangkit dari tempat tidur Justin lalu melangkahkan kakiku untuk keluar dari kamar.

“Eh, jangan. Tidur lagi, sini,” ucap Justin yang membuatku ingin mencekik lehernya lagi. Ia menepuk-nepuk kasurnya. Aku hanya dapat memutar bola mataku lalu kembali terduduk di kasur Justin. Ini sungguh menyebalkan. Aku meladeni seorang yang berumur 18 tahun tapi ia masih labil? Oh c’mon, aku hanya terpaksa.

“Bubu, coba buka mulutmu,” ucap Justin menyuruhku. Aku membuka mulutku besar-besar. Dan lalu AK!! Gila! Justin Iblis! Ia melempar permen bulat yang ia pegang daritadi ke mulutku dan aku tersedak.  Kulihat Justin tertawa-tawa dengan girangnya sedangkan aku kesakitan. Aku mulai memasukkan permen itu dengan terpaksa sehingga tenggorokanku terasa ada yang mengganjal. Kemudian aku mencekik Justin!

“Oh, oh! Astaga! Arrkk, nanti Belieber-ku menangis jika aku meninggal! Ark! Stop!” ucap Justin tertawa diantara kesakitannya lalu memukul-mukul lenganku.


****


“Astaga, Carly! Apa kabarmu?” tanya Justin saat kami turun dari bus dan bertemu dengan Carly Rae Jepsen yang akan menemani Justin juga di Kansas City. Kami baru saja sampai di Hotel. Justin memeluk Carly dengan eratnya kemudian melepaskannya dan berbincang-bincang tidak jelas. Oh yeah, hari ini akan banyak artis yang akan berkolaborasi dengan Justin. Mulai dari Carly, Ludacris, Wiz Khaliva dan masih banyak lagi, oh yeah! Nicki Minaj juga ada. Intinya besok malam adalah malam yang akan melelahkan.

“Effronté!” ucap Justin pada tertawa-tawa dengan Carly. Dia berbicara kotor. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku dan melihat Kenny yang susah payah membawa 2 koper besar milik Justin. Dengan cepat aku menghampiri Kenny yang berada di bagasi Bus. Aku mengambil salah satu koper Justin yang Kenny pegang.

“Biar aku yang bawa,” ucapku tersenyum. Kenny mengangguk dan tersenyum. Dasar si Hitam Baik Hati. Dengan cepat aku melangkahkan kakiku menuju Hotel. Hhh, siang ini aku harus melatih vokal Justin lagi.


****

Aku menunggu Justin di kamarnya. Dia lama sekali pergi. Katanya tadi dia hanya ingin pergi ke kamar ibunya. Tapi ini sudah lebih dari 1 jam. *ceklek* Pintu kamar Justin terbuka dan melihat Justin yang tertawa-tawa tak jelas. Aku hanya memutarkan bola mataku karena kesal telah menunggunya. Aku juga harus mengurusi diriku. Di sini bukan hanya Justin yang dipentingkan.

“Cepat Justin,” ucapku malas. Kemudian Justin berjalan dengan cepat menuju tempat tidur dan melemparkan tubuhnya sehingga kasur ini bergoyang-goyang. Eh!? Tapi, kenapa wangi Justin seperti wangi anggur? Ini sungguh tidak lucu. Kenapa bisa-bisanya ia mabuk saat ia seharusnya latihan? Dan besok adalah hari di mana ia harus konser. Aku ingin menampar Justin. Ini sudah yang ketiga kalinya ia mabuk sebelum latihan. Bahkan aku menampar Justin saat itu, dan kalian tahu apa reaksi Justin? Ia hanya tertawa-tawa. Bahkan ia mau ditampar lagi.

“Justin, kau mabuk?” tanyaku menyelidiki. Ia menganggukkan kepalanya sambil masih tersenyum-senyum dan menutup matanya. Aku ingin mencolok matanya.

“Yeah, tapi aku masih sadar. Ayo kita latihan,” ucap Justin membuka matanya dan ia langsung duduk bersandar di kepala tempat tidur. Ia menatapku dengan senyuman manis tapi matanya sayu. Aku tidak mau mengajarnya jika ia dalam keadaan seperti ini. Aku berdiri dari tempat tidur Justin. Aku kesal. Aku menunggu Justin selama 1 jam dan dia datang dalam keadaan mabuk? Bunuh saja aku sekarang.

“Mau ke mana?” tanya Justin yang membuat langkahanku terhenti. Aku ingin menampar dia.

“Keluar,” ucapku dengan dingin. Tapi tiba-tiba saja Justin berdiri dan menarik tanganku lalu BRUK! Kami berdua jatuh di ranjang.  Dan sekarang …Justin berada di atas tubuhku dan itu sungguh berat.

Aku bisa merasakan hembusan nafas Justin yang berbau anggur. Aku tidak suka bau ini. Aku benci jika seorang lelaki mabuk karena ayahku dan ibuku adalah pemabuk tingkat kakap. Kudengar deru nafas Justin yang begitu berat. Ia mengelus kepalaku dengan lembut.

“Kau benar-benar cantik,” ucap Justin memujiku. Aku tidak tersanjung karena seperti yang kalian ketahui adalah Justin sedang mabuk. Jadi dia sedang tidak sadar apa yang sedang ia katakan. Ia memejamkan matanya sejenak lalu mendekati bibirnya padaku bibirku. *cup* Ia mencium bibirku dengan ..lembut? Justin adalah orang kedua yang mencium bibirku. Aku ikut meresapi ciuman ini. Kulingkarkan tanganku pada leher Justin dan meremas rambutnya dengan lembut.


****

Aku menangis. Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi sekarang. Rasanya aku sudah kotor sekali. Kulihat Justin yang menunduk di atas kasurnya sambil melihatku menangis. Aku menarik selimutku untuk menutupi tubuhku yang polos ini. Aku disetubuhi oleh Justin. Dan ini benar-benar diluar dugaanku. Aku bahkan sudah bersusah payah untuk menjaga keperawananku dari semua orang, termasuk Justin. Tapi kenapa aku bisa hanyut dalam 1 kecupan saja dan berakhir seperti ini?! Kulihat Justin terdiam. Ini sudah pagi dan nanti malam ia harus konser. Aku tidak tahu apa aku akan melihatnya bernyanyi atau tidak. Karena aku benar-benar terpukul sekarang. Mungkin aku hanya akan terdiam di bus. Mungkin.

“Bubu, aku sungguh minta maaf,” ucapJustin untuk yang kesekian kalinya. Aku bosan mendengarkan kata-kata itu. Aku bahkan tidak ingin mendengar suaranya untuk sekarang. Aku ingin memutuskan telingaku sekarang.

“Sudahlah, Just. Ini semua sudah terjadi, jadi kita tidak bisa melakukan apa-apalagi,” ucapku dengan bijaksana. Dan memang ini semua sudah terjadi. Tidak mungkin aku bisa mengubahnya lagi. Aku tidak mungkin bisa mengubah diriku agar aku menjadi perawan lagi. Itu sungguh ajaib.


----

Aku terduduk sendiri di dalam bus dan berusaha untuk melupakan kejadian tadi sambil melihat video Jutstin melalui telivisi kecil, maksudku apa yaa.. uh susah sekali untuk dijelaskan. Yang pasti ini seperti televisi, Scooter yang memberinya padaku untuk melihat Justin melalui benda canggih ini. Dan uh, ini terjadi dengan sangat-sangat cepat dan diluar dugaan. Aku bahkan tidak berpikir bahwa Justin akan melakukan itu padaku. Aku pikir itu hanya sekilas ciuman sayang, tapi yang ada ia malah menyetubuhi diriku dengan nafsu. Aku sungguh-sungguh menjaga keperawananku untuk suamiku. Tapi kenapa harus Justin? Aku sungguh tidak kuat untuk melewati apa yang baru saja terjadi. Dan aku berharap, aku tidak hamil. Aku hanya bisa berdoa sekarang. Dan aku tidak ingin reputasi Justin menurun hanya karena diriku.

Aku bisa mendengar teriakkan-teriakkan dari para fans Justin sekarang. Suara kegirangan mereka saat bertemu Justin. Aku sungguh beruntung karena aku bisa bertemu dengan Justin setiap hari tanpa harus membayar. Malah Justin yang membayarku. Dan untuk para fans Justin, mereka bahkan harus membayarnya. Apalagi pasti banyak fans yang tidak dapat bertemu Justin dan kecewa. Aku tidak ingin mereka yang telah kecewa karena tidak bisa bertemu dengan Justin dan mereka mendapatkan kabar kalau aku hamil dari anak seorang Justin Bieber, itu pasti akan menyakiti hati mereka. Jadi, aku berharap aku tidak hamil. Dan aku yakin itu. Aku tidak sedang dalam masa subur sekarang.

“Well, aku ingin bertanya padamu. Apa kau akan marah jika aku menghamili seorang wanita yang belum menjadi istriku?” tanya Justin kepada salah satu penggemar Justin yang disuruh naik ke atas panggung. Kenapa Justin bertanya hal konyol seperti itu? Itu tidak sama sekali lucu.

“Aku akan membunuhnya,” ucap wanita itu dengan tangisannya. Astaga! Betapa besarnya cintanya pada Justin sehingga ia akan membunuh wanita yang Justin hamili.

“Sekalipun ia adalah fansku?” tanya Justin lagi. Wanita itu tertawa sambil menangis lalu menganggukkan kepalanya. Justin tertawa pelan lalu memeluk wanita ini dengan erat dan lalu ia menyanyikan lagu Be Alright. Lagu yang sangat-sangat aku suka. Astaga, kenapa lagu ini pas sekali dengan keadaanku sekarang?! *ceklek* Tiba-tiba saja pintu bus terbuka dan aku melihat Kenny si Hitam Baik Hati itu datang. Ia langsung duduk di sebelahku.

“Kenapa kau tidak melihat Justin?” tanya Kenny. Aku menggelengkan kepalaku.

“Aku hanya merasa pusing sedikit, jadi lebih baik aku di bus saja,” jawabku berbohong. Kenny tertawa renyah dan aku mulai berpikir bahwa ia sudah tertular oleh virus gila Justin. Ia merangkulku dengan erat. Kemudian, aku dan Kenny melihat Justin yang sudah bernyanyi lagu lain. Thought Of You. Salah satu lagu yang aku benci. Aku tidak menyukai lagu ini karena suara Justin yang benar-benar cempreng saat menyanyikan lagu ini.

“Apa kau yakin?” tanya Kenny lagi. Aku hanya mengangguk kepalaku. Aku hanya butuh Justin, dia yang  bisa membuatku tertawa lagi, ucapku dalam hati. Tapi itu memang kenyataannya.


****

“Aku sungguh minta maaf,” ucap Justin berbisik ditelingaku saat bus ini berjalan. Ia memelukku didepan para kru dan Nicki Minaj dan juga Carly. Sesekali Carly melihatku dengan tatapan dingin. Sama seperti Nicki Minaj. Dan kali ini Justin tidak malu lagi untuk dekat denganku. Aku hanya dapat menyandarkan kepalaku pada bahu Justin.

“Tidak apa-apa,” ucapku dengan berat hati. Justin mengusap kepalaku. Kali ini bus tidak seramai kemarin. Kali ini semuanya kelelahan dan hening. Dan Justin sedang tidak bersemangat. Justin adalah pemeran utama di bus dan di mana saja. Jadi, jika pemeran utama ini sedang tidak bergairah untuk bermain, suasana tidak akan seru.

“Hei, Justin. Kenapa kau bertanya seperti itu kepada Belieber-mu?” tanya Nicki Minaj tiba-tiba. Ia yang duduk 2 baris dari kursiku berbalik dan melihat Justin dengan baju ketat yang pakai. Justin tertawa kecil. Aku sudah beritahu kalian kalau Justin itu gila. Jadi, tadi Kenny telah terserang virus gila Justin.

“Ah, tidak ak—“

“Apa kau baru saja menghamili wanita yang berada di sebelahmu?” tanya Nicki Minaj menatapku dengan senyuman ejek. Tiba-tiba saja kepala-kepala muncul dari kursi mereka. Maksudku, para kru berbalik ke belakang dan menatapku dengan tatapan menyelidik. Apalagi Ryan, matanya membulat seperti kaget. Ini semua karena Nicki.

“Justin?”

“Justin, apa benar?”

“Justin, Astaga!”

“Oh, man. Kau benar-benar sedang dalam masalah,”

Para kru mengomentari pertanyaan Nicki dan Justin sama sekali belum menjawab. Justin menggelengkan kepalanya lalu tertawa.

“Aku tidak mungkin menghamilinya. Aku tidak menyukainya, tapi kalau denganmu aku baru mau,” ucap Justin tertawa sambil menunjuk Nicki Minaj. Nicki Minaj hanya tertawa senang karena Justin menggodanya. Aku hanya dapat memejamkan mataku dan hanya dapat menyumpahkan sumpah serapah padanya. Sudah tua tapi masih mau sama yang muda. Ish! Menjijikkan.

Para kru mulai terduduk kembali. Tetapi tidak denga Ryan. Ia masih menatap diriku dengan Justin dengan tatapan menyelidik.

“Cheyenne! Kami datang! Whoa!” teriak Justin begitu keras. Aku hanya menggelengkan kepalaku. Kulihat Nicki berdiri dari tempat duduknya. Kulihat bokongnya besar sekali. Astaga! Justin tersenyum dengan lebarnya dan dengan jelajatannya Justin melihat bokong Nicki. Nicki berjalan ke depan Bus sehingga bokongnya terlihat dengan jelas.

“Itu benar-benar seksi,” ucap Justin memuji dan berbisik. Aku memukul celana bagian tengah Justin.

“Oh!” desah Justin kesakitan dan memegang celananya. Kulihat Nicki berbalik dan tertawa melihat Justin yang kesakitan. Kurasa ia merasa kalau Justin memegang celananya karena terangsang. Iuh! Aku ingin muntah.



*****

Aku dan Justin masuk ke dalam kamar Justin, tentunya di dalam Bus. Nicki dan Carly sudah tertidur dengan nyenyaknya di kursi mereka. Sedangkan Justin baru saja mengunci pintu kamarnya. Aku mendesah lelah setelah selama 1 jam Justin terus bercerita tentang perasaannya tadi saat konser. Aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur Justin kemudian aku memperbaiki cara dudukku. Aku bersandar.

“Well, Bubu. Hhh, aku masih tidak bisa melupakan kejadian kemarin,” ucap Justin masih berdiri. Ia memasukkan kedua tangannya pada kantung celana jeans-nya dan menatapku dari bawah hingga atas. Ia melipat bibirnya. Kurasa ia gugup. Aku tertawa pelan meski sebenarnya aku tidak ingin tertawa. Aku hanya ingin menutupi kesedihanku. Aku tidak ingin membuat Justin merasa bersalah terus menerus seperti ini. Aku hanya diam, tidak ingin menjawab pertanyaan Justin. Kemudian Justin terduduk di sisi tempat tidur.

Sebenarnya, jika aku bukan bekerja menjadi pelatih vokal, aku sudah berhenti saat itu juga. Maksudku saat aku dan Justin telah melakukan hal itu. Tapi aku rela meninggalkan semuanya demi mendapatkan uang. Aku meninggalkan kuliahku, orangtuaku yang berada di rehabilitas, sahabat-sahabatku dan segalanya hanya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Aku tidak bisa langsung berhenti dari pekerjaan ini. Sungguh berat jika aku harus meninggalkan pekerjaan ini. Apalagi sikap Justin yang lucu, yang selalu membuatku tertawa ..membuatku merasa tidak kesepian.

“Bubu, kenapa kau diam?” tanya Justin menatapku dengan tatapan iba. Astaga! Aku kasihan sekali melihatnya. Aku tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Meski sebenarnya aku ingin menangis sekarang. Aku telah kehilangan ..well, mungkin kalian sudah tahu apa maksudku.

“Justin, sudah. Sekalipun kau meminta maaf atau bersujud di depan kakiku, itu tidak akan mengubah segalanya. Aku tidak akan hamil,” ucapku dengan senyuman dan berharap Justin akan merasa tenang. Justin menggelengkan kepalanya.

“Bagaimana bisa kau tahu itu? Aku tahu kau akan hamil,” ucap Justin terlihat begitu yakin. Tahu dari mana dia? Aku tidak mungkin hamil. Aku tidak sedang berada dalam masa subur dan berarti itu tidak mungkin. Kemungkinannya hanya kecil, dan itu tidak akan terjadi.

“Justin, aku yang merasakannya. Jadi sudah. Aku bosan jika kau terus membicarakan ini,” ucapku dengan nada yang malas. Justin hanya dapat menganggukkan kepalanya lalu tersenyum padaku. Kemudian, ia berbaring di sebelahku dan menggaruk-garuk kepalanya. Kurasa ia minta dielus.

Dengan lembut, aku mengelus kepala Justin dengan penuh perasaan. Cepat saja Justin tertidur. Ia sudah memejamkan matanya dan terlihat begitu hanyut dalam alamnnya sendiri.

“Bubu, aku tahu kau berpikir kalau aku cepat tidur. Tapi, apa kau bisa meminta Nicki untuk mengelus kepalaku? Aku rasa aku akan lebih cepat tidur,” ucap Justin membuka sebelah matanya. Aku langsung menjambak rambut Justin dengan kasar. Dia memang suka menggoda.

“Kau ada-ada saja,” ucapku terkekeh.

“Aku serius,” ucap Justin mulai serius. Baiklah, untuk apa aku masuk ke dalam kamar ini? Aku tidak mengelus kepala Justin lagi dan berniat untuk beranjak dari kamar Justin.

Tapi tiba-tiba Justin menahan tanganku.

“Ehm, Bubu. Tidak jadi. Lebih baik kau saja, kasihan nanti Nicki kelelahan hanya karenaku,” ucap Justin yang membuatku tersinggung. Jadi selama ini ia berpikir kalau aku tidak lelah jika mengelus kepalanya? Oh, mungkin dia pikir tanganku terbuat dari baja yang kuat, jadi tidak lelah. Aku mulai membaringkan tubuhku di samping Justin kemudian Justin memeluk tubuhku. Ia menaruh kakinya di atas kakiku. Kemudian, ia menaruh tangan kirinya pada pinggangku. Dan aku bisa rasakan benjolan dari celana Justin. Astaga!

“Justin, kenapa tiba-tiba celanamu menyembul?” tanyaku. Kudengar Justin tertawa kecil.

“Eheh, itu tadi ..Kau tahu maksudku kan. Itu karena Nicki, aku masih membayangkan bokongnya,” ucap Justin dengan pikiran kotornya dan tersenyum dengan polosnya. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan berharap Justin tidak melakukan hal yang lebih dari ini. Karena aku tidak mau kejadian itu terulang kembali. Itu sudah cukup. Mungkin Justin bukan ciuman pertamaku, tapi dia yang memerawaniku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar