Minggu, 22 Desember 2013

Cerpen: Mr.Bieber Sucks Part 1



“Justin, aku serius,” ucapku jenuh saat Justin terus menerus bermain-main saat aku sedang mengajarkannya menjadi penyanyi yang baik. Mama Jan tidak bisa mengajar Justin lagi karena ia sudah terlalu tua dan tidak bisa pergi keliling dunia sekarang. Kulihat Justin tertawa-tawa.

“Tapi sungguh aku tidak bermaksud untuk bermain-main, aku hanya membayangkannya dan itu sangat lucu. Okay, okay. Mari kita mulai lagi, ah,” ucap Justin menghapus air matanya karena ia terlalu senang tertawa dan terlalu lama tertawa. Ia kembali duduk ke kursi dan berhadapan denganku. Kemudian wajahnya berubah menjadi serius. Well, aku adalah guru vokal Justin selama Believe Tour-nya nanti.

“Coba kau ambil kunci E supaya lebih tinggi lagi. Kau sanggup?” tanyaku padanya. Ia menganggukkan kepalanya lalu menarik nafasnya. Kemudian, dia mengeluarkan suaranya dengan nada E tinggi. Aku mendengarkannya secara saksama. Uh, tidak cocok untuk lagu Out Of Town Girl-nya. Itu terlalu tinggi baginya. Meski bagi wanita sebenarnya itu tidak begitu tinggi.

“Tidak, aku tidak bisa. Itu terlalu tinggi,” ucap Justin saat ia selesai berteriak, “Aku hanya bisa kunci D, itu juga sudah tinggi. Tapi apa kau serius akan mengaransemen Out Of Town Girl menjadi lagu akustik? Itu sangat tidak cocok,” ucap Justin protes. Ia mengambil air minum yang berada di depannya. Aku mengangguk. Memang benar katanya, lagu Out Of Town Girl itu adalah lagu jenis dance. Ia menggelengkan kepalanya.

“Bagaimana jika aku menyanyikan lagu Taylor Swift nanti malam?” tanya Justin yang membuatku bingung. Aku ingin sekali menamparnya. Bagaimana bisa ia menyanyikan lagu Taylor Swift sedang ia harus berkolaborasi dengan artis lain dengan lagu yang bukan miliknya. Mungkin ia ingin pita suara dia putus. Aku hanya dapat memutarkan kedua bola mataku.

Weronika James Mamot. Well, itu nama lengkapku. Biasanya Justin memanggilku dengan ‘Bubu’ dan itu adalah panggilan terkonyol yang pernah kudengar. Karena ..itu sama sekali tidak mendekati nama lengkapku. Dan aku seumuran dengan Justin. Tapi astaga, Justin itu benar-benar seperti anak kecil. Lebih baik aku mengajar anak kecil yang belum tahu menyanyi daripada harus mengajar Justin. Tapi, tidak apa-apa. Gaji-ku melebihi dari cukup. Dan aku kurang begitu suka dengan sifat Justin yang bisa kubilang ‘munafik’. Jika aku dan dia hanya berdua dalam 1 ruangan, kami bisa dibilang dekat. Tapi jika sudah ada oranglain di dekat kami, aku dan Justin tidak berbicara lagi. Baru 1 minggu ini aku melatih vokal Justin dan kami sudah sangat dekat, dia sahabatku. Suaranya memang terdengar begitu seksi. Tapi tetap saja cempreng! Makanya, aku ingin suaranya lebih bagus daripada biasanya.

Seperti hari ini. Aku dan Justin terlihat dekat dalam satu ruangan yang hening sekali. Hanya ada aku dan Justin. Kadang, ada senangnya juga mengajar Justin. Kadang juga tidak. Karena Justin itu sangat-sangat labil. Sebentar sedih dan beberapa menit kemudian dia senang. Padahal umurnya sudah menginjak 18 tahun.


****

Aku terus menatapi para fans dari Justin Bieber yang terus menerus berteriak kegirangan. Sedangkan Justin melambaikan tangannya melalui kaca lalu ia mencium kaca bus kami. Yeah, bus. Kami akan pergi ke Las Vegas untuk konser lagi. Teriakan para fans Justin berteriak saat Justin sengaja membuka kaus pakaiannya dan terlihatlah tubuh Justin yang tidak begitu kekar dengan tatto Mahkota di dadanya.

“Just, kau ingin mereka mati ditempat hanya karena melihatmu setengah telanjang?” tegurku dengan suara yang tenang. Aku duduk paling belakang dan Justin berada barisan kedua dari kursi. Ia melihatiku dengan tatapan dingin. Aku tidak peduli. Aku sudah bilang pada kalian, ini tempat terbuka. Justin mana mau mendengarkan ucapanku.

“Justin?” panggil ibunya dengan suara lembut dan menatap Justin dengan tatapan Pakai Bajumu Lagi. Sedetik kemudian Justin memakai bajunya kembali dan aku hanya tersenyum menang sekarang. Justin menatapku dengan tatapan jenuh. Asal kalian ketahui, aku sering sekali melihat Justin yang selalu memuji dirinya sendiri saat ia sedang berkaca didepan cermin. Dan itu benar-benar menjijikkan.

Aku memejamkan mataku dengan tenang saat Bus kami sudah keluar dari Atlanta. Gila! Sebelum kami konser di Las Vegas, kami harus berhenti untuk mengadakan konser kecil-kecilan agar tidak jenuh saat diperjalanan. Scooter bilang bahwa Justin itu harus lebih dekat lagi dengan fans-nya. Jadi, kita tidak memakai pesawat untuk pergi ke Las Vegas. Dan itu adalah hal terburuk yang pernah kudengar. Aku akan melatih vokal Justin setiap hari. Dan itu benar-benar ..menyedihkan.

“Bubu, bangun! Aku ingin tidur dibelakang, kau pindah ke depan,” ucap Justin membangunkan. Aku ingin sekali menampar anak ini. Sejak kapan ia suka duduk dibelakang Bus? Ini sungguh menyedihkan. Dengan malas aku berdiri dari tempat dudukku. Dan PLAK! Justin memukul bokong dengan tidak sopan. Aku langsung berbalik dan mencekik leher Justin.

“Bok—ong mu bagus sekali! Aaarrk, sakit. Ohok!” jerit Justin tertawa-tawa saat aku mencekiknya. Para kru di dalam bus tertawa-tawa saat Justin membuat lelucon yang sungguh tidak bagus. Aku menghargai orang yang sopan, tapi aku tidak akan pernah menghargai orang yang bersikap tidak senonoh seperti tadi. Justin berusaha untuk melepaskan cekikkan tanganku pada lehernya. Tenaganya kuat sekali. Dengan terpaksa aku melepaskan cekikkanku pada leher Jutsin. BAM! Dengan cepat aku memukul celana bagian tengah Justin. Kurasa kalian tahu maksudku apa. Dan dia meringis kesakitan. Sampai-sampai jeritannya tak terdengar ditelingaku. Kru di dalam bus hanya dapat mengeluarkan ‘Whoa, Man. Itu menyakitkan,’. Justin hanya dapat memegang celananya itu dengan raut wajah yang benar-benar sakit.
Kulihat ibu Justin hanya tertawa-tawa. Dan itu bagus.

Aku berjalan ke tempat Justin tadi lalu duduk di sana. Kutekuk kembali kakiku dan berusaha untuk tidur. Kemarin adalah hari terlelah yang pernah aku lewati. Kupejamkan mataku untuk menikmati perjalanan ini.


----

Kubuka mataku perlahan-lahan. Bus kami berhenti di sebuah Hotel Indianapolis. Hotel bintang 100 kurasa. Karena parkirannya saja sudah besar sekali. Para kru sibuk untuk keluar dari bus. Karena mereka banyak sekali. Sambil menunggu mereka keluar, aku baru sadar. Justin sedang tertidur di sebelahku. Dan itu sangat ..aneh. Kenapa daritadi aku tidak sadar kalau daritadi kepala Justin berada dipundakku? Tapi tidak apa-apa. Kasihan dia. Dia pemeran utama dalam konser dan pasti ia lelah sekali. Kenny adalah orang terakhir yang keluar dari bus.

“Just, bangun. Kita sudah sampai dihotel,” ucapku dengan suara yang lembut. Dengan cepat Justin membuka matanya dan menstabilkan penglihatannya. Kemudian ia mengucek matanya dengan pelan dan menarik nafasnya.

“Oh, kita sudah sampai,” ucap Justin berdiri dari tempat duduk dan berjalan untuk keluar. Dengan cepat aku berdiri juga dan menyusul Justin dari belakang. Eh! Langkahanku terhenti saat Justin berhenti tepat di mulut pintu bus. Pertama-tama ia melihat-lihat sekitar parkiran yang sepi ini. Aku bingung. Tapi tiba-tiba saja Justin menutup pintu bus. Aku mulai panik.

“Just, kenapa kau tutup?” tanyaku dengan suara yang bergetar. Aku mulai melangkah mundur saat Justin berbalik dan melihatku dengan tatapan ..nakal? Oh, ini tidak mungkin..

“Well, hh.. Bubu. Kita hanya akan melakukan hal yang menyenangkan. Sebentar saja,” ucap Justin mulai mendekatiku. Aku menggelengkan kepalaku. Eh! Astaga! Aku hampir terjatuh saat kakiku tersandung pada kursi bus. Untung saja Justin menangkapku dengan refleks. Aku memejamkan mataku saat Justin belum menarikku untuk berdiri. Hembusan nafasnya menerpa wajahku dengan hangat.

“Bubu,” panggil Justin dengan suara berbisik. Astaga! Seksi sekali.

“Kau berpikir kalau aku akan mencium bibirmu, ya?” tanya Justin dengan tawanya yang begitu terdengar ditelingaku. Dengan cepat Justin menarikku untuk berdiri dengan tegap.

“Aku hanya sengaja untuk membuatmu gugup, jangan harap aku akan menyukaimu, haha,” tawa Justin melengos pergi dari hadapanku lalu pergi keluar dari bus. Ish! Sungguh menyebalkan sekali lelaki ini. Aku berjalan mengikutinya dari belakang dan melihatnya masih cengengesan dengan senangnya. Aku benar-benar malu. Sungguh, aku ..Ah! Ingin sekali aku tampar dia tadi. Kenapa aku menutup mataku?! Itu adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukan!


---

“Bubu, apa kau sudah tidur?” tanya Justin yang tiba-tiba saja membuka pintu kamarku. Ia mulai memperlihatkan kepalanya. Uh! Ingin sekali aku menjepit lehernya dipintu itu dan melihatnya menjerit kesakitan sambil lidahnya keluar. Aku kesal sekali dengannya. Dan pertanyaan bodoh yang ia lontarkan untuk dijawab adalah ..Bagaimana bisa aku tertidur sekarang sedangkan selama diperjalanan aku tertidur?! Bodoh!

Justin mulai masuk ke dalam kamarku lalu ia langsung duduk di kasurku.


***

“Itu yang itu, jangan! Bukan! Bukan!” jerit Justin saat aku berusaha untuk mengambilkan topi miliknya yang berada di atas lemari. Ini lemari tinggi sekali. Dan kalian tahu apa? Topi-topi milik Justin rata-rata berwarna ungu. Dan dari tadi Justin hanya menunjuk-nunjuk dari sofa yang berjarak 2 meter dari tempatku berdiri. Justin tidak bisa mengambil topi ini karena ia sedang ditata rias oleh penata rias. Aku tidak tahu siapa nama penata rias itu. Aku terus menunjuk-nunjuk sambil bertanya ‘yang ini?’.

“Yang ini?” tanyaku saat aku menunjuk topi berwarna hitam dengan tulisan NY yang berwarna putih. Tanganku sudah minta dipotong sekarang. Aku memutar bola mataku, ia lama sekali menjawab.

“Yang ini,” ucap Justin yang sudah mengambil topi-nya sendiri. Dan kalian tahu topi itu ia ambil dari mana? Di meja dekat lemari topi ini. Aku benar-benar ingin membunuh Justin. Aku mendengus kesal. Dan DUK! Kutendang tulang kering Justin yang sebelah kanan. Ia langsung menjerit kesakitan dan melempar topi yang ia pegang padaku.

“Ssst! Apa kau sudah hilang otakmu? Ini ..Oh, astaga! Aduh, sakit sekali!” jerit Justin yang mulai terjatuh dan terduduk lalu memegang kaki yang tadi kutendang. Wajahnya benar-benar kesakitan. Hhh, dengan malas aku terjongkok dan menatap Justin.

“Baiklah, aku minta maaf,” ucapku dengan malas. Tapi Justin masih meringis kesakitan. Aku menyentuh kaki Justin dengan pelan.

“Jangan!” jerit Justin yang membuatku terkejut, “Jangan, oh astaga! Aku akan menerima permintaanmu jika kau ikut bernyanyi dipanggung,” ucapnya lagi. Aku membulatkan mataku dan mulai berdiri. Aku tidak mau bernyanyi dipanggung. Bisa-bisa aku ditusuk oleh salah satu fans Justin dengan pisau. Siapa tahu kan?!

“Tap—“

“Oh, astaga! Berdarah! Berdarah! Oh, pasti berdarah! Ah,” ucap Justin mulai tertidur di lantai. Ia pura-pura pingsan. Aku hanya bisa tertawa renyah melihat tingkah konyolnya ini.

“Begini, aku tidak mungkin ikut tampil dipanggun nanti, tapi nanti malam aku akan datang ke kamarmu dan mengusap rambutmu? Bagaimana?” tanyaku dengan tawaran yang menggugah pikiran Justin. Justin membuka satu matanya padaku. Well, Justin itu suka sekali jika kepalanya diusap, karena itu akan membuatnya cepat tertidur dengan lelap.

“Apa tidak ada pilihan lain?” tanya Justin padaku. Aku menggelengkan kepalaku. Dengan malas Justin berdiri dan menatapku.

“Baiklah, tapi kau harus janji?” tanya Justin memberikan jari kelingkingnya padaku. Aku mengangguk. Dasar, Justin! Sungguh, lelaki ini benar-benar lucu.


----

“Malam yang begitu menguras tenaga,” ucap Justin menyandarkan tubuhnya. Aku hanya berdiri sambil menggeleng-gelengkan kepalaku. Bagaimana bisa dia bilang lelah kalau ia hanya menyanyikan 5 lagu dalam 1 konser kecil? Itu benar-benar berlebihan. Well, walau hanya 2 lagu dance yang ia nyanyikan. Ibu Justin tersenyum melihat Justin lalu menghampiri Justin dan mencium keningnya. Dasar anak mama! Aku bahkan tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh ibuku sejak umurku menginjak 10 tahun. Dan Justin? Oh God. Bunuh aku.

“Jangan mom. Kau mempermalukanku,” sungut Justin menghapus ciuman dari ibunya. Ibu Justin hanya menggeleng-gelengkan kepalanya lalu keluar dari tempat konser ini. Kami harus kembali lagi ke Hotel.

“Tarik akuuu,” ucap Justin dengan manjanya. Dengan malas aku menarik tangan Justin agar ia berdiri. Dan lalu aku langsung berjalan untuk keluar dari tempat ini. Aku harus menebus janjiku padanya. Aku rasa hari ini ia akan tertidur dengan sangat lelap.


Kulihat Scooter sedang menghitung para kru yang masuk ke dalam Bus. Tentu saja. Siapa tahu ada yang ketinggalan naik Bus?! Kemudian aku menaiki Bus yang sama dengan Justin. Tentunya. Kulihat Kenny, si Besar itu sedang tertawa-tawa dengan kru yang lainnya. Aku langsung menjatuhkan bokongku di kursi belakang.

“Aku lelah sekali,” ucap Justin dengan lesu dan berjalan menuju kursi dekat ibunya. Dengan penuh kasih sayang, ibu Justin memeluk Justin dengan erat.


****

“Astaga, Justin! Kau berat sekali,” ucapku menggendong Justin. Aku sungguh dan benar-benar kesal dengan Kenny. Kenapa harus aku yang menggendong Justin? Aku ini perempuan. Dan Scooter, kenapa ia menyuruhku untuk menggendong Justin? Dia kan bisa. Astaga! Ini benar-benar konyol.

“Astaga, Nicki Minaj,” ucap Justin mengigau. Betapa hebatnya Justin mengigau tentang Nicki Minaj si Seksi itu sedangkan aku menderita karena tubuhnya yang berat ini? Memang ia terlihat begitu kurus. Tapi, kalian harus mencoba untuk menggendong Justin. Ini sungguh berat dan kakiku sebentar lagi akan patah dan minta diamputasi.

Aku membuka pintu kamar Justin lalu dengan cepat aku berlari dan melempar tubuhnya pada kasur. Oh, yeah. Ini lebih baik. Ada baiknya juga aku menggendong Justin, aku berkeringat. Aku bisa diet jika setiap hari aku seperti ini terus. Aku berniat untuk keluar dari kamar Justin. Kulangkahkan kakiku pelan-pelan agar tidak kedengaran sampai telinga Justin. Aku malas harus mengusap-usap kepala Justin.

“Kau tahu, Bubu? Mengendap-endap dari seorang Justin Bieber itu sungguh tidak akan berhasil. Bieber itu mempunyai telinga di mana saja,” ucap Justin yang berhasil membuat jantungku ingin keluar dari tubuhku. Sungguh aku terkejut. Aku berbalik dengan senyuman yang manis.

“Well, bukan begitu maksudku Justin tapi –“

“Tapi aku hanya tidak ingin menepati janjiku? Ayo, ayo. Aku sudah siap Bubu, ini, ini. Kepalaku,” ucap Justin menepuk-nepuk tangannya lalu menunjuk-nunjuk kepalanya dan membenarkan cara tidurnya. Dengan langkah yang malas, aku berjalan ke arah Justin lalu duduk di sebelahnya.

Kusentuh tanganku pada kepala Justin dan merasakan kelembutan dari rambutnya. Aku memejamkan mataku sambil mencoba untuk santai. Well, maksudku agar aku tidak mudah lelah. Justin tersenyum-senyum sambil memejamkan matanya.

“Oh yeah, itu benar-benar enak,” ucap Justin mendesah keenakan. Aku hanya dapat mendengus kesal. Tapi tiba-tiba saja Justin mengelus pahaku dengan lembut. Aku hanya mendiamkannya. Ini sudah sering terjadi. Ia sedang menggodaku. Bukan menggoda dalam hal yang ‘kotor’ tapi ia memang suka menggodaku. Rasanya kehidupannya itu membosankan jika dia tidak mengganggu sehari saja.

“Bubu, aku suka dengan Nicki Minaj,” ucap Justin untuk yang kesekian kalinya. Aku sudah tahu itu. Aku sudah tahu. Kenapa ia puas dengan apa yang sudah terjadi dalam hidupnya? Maksudku, ia sudah berkolaborasi dengan Nicki Minaj dan sudah melihat Nicki Minaj secara langsung.

“Kau tahu kenapa? Karena –“

“Ia memiliki bokong dan dada yang besar, iya Justin. Aku sudah tahu itu,” ucapku mendesah bosan. Tentu saja. Ia selalu tersenyum-senyum jika ia membicarakan tentang Nicki Minaj. Aku membuka mataku dan melihat Justin yang sudah menaikkan kaus putih yang ia pakai. Sehingga tubuhnya terlihat. Dasar tukang pamer! Dada tidak sixpack saja sudah bangga.

“Itu kau tahu, tidak seperti kau yang ..Uhh, kau bahkan seperti tidak mempunyai bokong,” ucap Justin mengejekku lalu ia tertawa dengan suaranya yang cempreng.

“Lalu apa maksudmu kemarin?” tanyaku berhenti mengusap kepala Justin.

“Itu aku hanya membuat lelucon. Tidak mungkin aku memujimu, itu sesuatu yang ajaib,” ucap Justin tertawa kembali. Okay baiklah! Aku sudah selesai. Dengan cepat aku berdiri dari dudukku dan mulai melangkahkan kakiku untuk keluar dari kamar Justin. Tiba-tiba Justin melemparkan kausnya padaku. BRAK! Aku membanting pintu kamar Justin. Besok aku akan lelah, jadi aku harus istirahat sekarang.


****

Aku tersenyum senang saat aku melihat Scooter menyuruh Justin untuk meminum jus sayur. Yang aku tahu adalah sebenarnya Justin sudah harus terbiasa, tapi kenapa sampai sekarang ia harus menutup hidungnya hanya untuk meminum jus sayur? Itu kan baik untuk kesehatan dan suaranya.

“Kau senang, huh?” tanya Justin saat ia sudah selesai meminum jus itu. Aku yang melipat tanganku di dada hanya dapat mengangguk dan tertawa. Aku melihat Justin yang menatapku dengan tatapan Aku Akan Balas Dendam. Oh, terima kasih Tuhan! Aku yakin pasti hari ini Justin tidak akan mendengarkanku saat nanti latihan.

Aku dan Justin mulai masuk ke dalam ruangan kecil di dalam Bus ini. Huh, aku membuang nafasku pelan-pelan saat Scooter yang berada di belakangku menutup pintunya. Aku melihat Justin yang menatapku dengan rasa bosan.

“Baiklah, sekarang kita akan pergi ke Kansas City, yeee,” ucapku mencairkan suasana dan bertepuk tangan. Tapi Justin terus memperlihatkan wajah datarnya padaku. Okay, baiklah sekarang keadaannya berubah menjadi sangat aneh.


****

Aku dan Justin terus terdiam di ruangan ini. Bus ini masih berjalan, aku bisa merasakannya. Justin melipat tangannya di dadanya lalu ia masih menatapku dari bawah hingga atas. Ini sudah berlangsung selama 10 menit dan ini sungguh membosankan. Justin menarik nafasnya lalu membuangnya.

“Kau tahu apa? Mungkin kita sudah bersahabat sejak 2 tahun lalu, tapi kau baru saja 1 minggu kerja denganku. Dan sikapmu seperti itu? Itu sungguh tidak lucu,” ucap Justin angkat bicara. Ia terlihat begitu serius dan marah. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku, tidak berani melihatnya lagi. Ini untuk pertama kalinya Justin marah denganku. Maksudku selama 1 minggu ini ia tidak pernah marah denganku dan baru kali ini ia memarahi. Dan soal aku bersahabat dengan Justin, memang sudah sejak 2 tahun yang lalu.

“Kau tidak pernah bisa merasakan rasanya minum jus sayur. Asal kau tahu ya, Bubu, aku sungguh benci dengan orang-orang yang menertawaiku saat aku meminum jus itu. Apa kau pernah lihat Scooter atau Usher atau bahkan Mom tertawa saat aku meminum jus itu?” tanya Justin panjang lebar. Well, memang kru Justin atau Scooter tidak pernah menertawai Justin saat Justin sedang meminum jus sayur. Tapi aku kan temannya, tentu saja lucu melihatnya tersiksa seperti itu. Aku menggelengkan kepalaku.

“Lihat aku,” ucap Justin dengan dingin. Aku mendongakkan kepalaku dan melihatnya tanpa senyuman diwajahnya. Ini sungguh mengerikan. Biasanya kita akan bercerita-cerita atau bahkan kita akan tertawa saat latihan vokal.

“Ini untukmu,” ucap Justin yang aku bahkan tidak tahu kapan jus sayur yang sekarang Justin pegang berada ditangannya. Ia memberikannya padaku. Dengan terpaksa aku mengambil gelas itu dan mencium aromanya. Astaga, Tuhan! Aku rela dipecat jika aku tidak meminum jus ini. Aku menarik nafasku lalu meminum jus ini. Kemudian, cairan ini melewati tenggorokanku. Aku ingin muntah. Dengan cepat aku memuntahkan semuanya. Aku bahkan langsung menaruh gelas ini di atas meja. Aku langsung mengelap mulutku dan menatap Justin yang masih saja melihatku dengan tatapan dingin.

“Bagaimana?” tanya Justin padaku. Aku mengangguk. Memang rasanya tidak enak. Rasanya itu seperti ..telur yang belum dimasak dicampur dengan ikan tuna kaleng, minyak sayur, brokoli, dan uuh.. sungguh tidak enak.

“Aku minta maaf,” ucapku memohon. Justin kemudian menyunggingkan senyuman sinisnya padaku lalu menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak mau latihan vokal,” ucap Justin padaku lalu ia berdiri dari tempat duduknya dan melangkahi muntahanku lalu ia keluar dari ruangan ini.

Aku mulai duduk di tempat Justin tadi dan melihat Justin yang menutup pintu ruangan ini. Aku benar-benar bersalah sekarang. Seharusnya aku tidak menertawakan Justin. Astaga, tapi ..uh, memang ini semua salahku. Justin tidak mau latihan vokal hari ini. Dan itu sangat tidak menyenangkan. Aku mulai membaringkan tubuhku di atas kursi panjang tapi berbentuk bundar ini. Aku mulai memejamkan mataku. Ingin rasanya aku memanggil Justin. Tapi aku tahu pasti ia benar-benar marah. Entah kenapa air mataku jatuh begitu saja. Hari ini memang tidak menyenangkan. Dan aku sendiri yang merusaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar