“Justin, aku serius,” ucapku
jenuh saat Justin terus menerus bermain-main saat aku sedang mengajarkannya
menjadi penyanyi yang baik. Mama Jan tidak bisa mengajar Justin lagi karena ia
sudah terlalu tua dan tidak bisa pergi keliling dunia sekarang. Kulihat Justin
tertawa-tawa.
“Tapi sungguh aku tidak bermaksud
untuk bermain-main, aku hanya membayangkannya dan itu sangat lucu. Okay, okay.
Mari kita mulai lagi, ah,” ucap Justin menghapus air matanya karena ia terlalu
senang tertawa dan terlalu lama tertawa. Ia kembali duduk ke kursi dan
berhadapan denganku. Kemudian wajahnya berubah menjadi serius. Well, aku adalah
guru vokal Justin selama Believe Tour-nya nanti.
“Coba kau ambil kunci E supaya
lebih tinggi lagi. Kau sanggup?” tanyaku padanya. Ia menganggukkan kepalanya
lalu menarik nafasnya. Kemudian, dia mengeluarkan suaranya dengan nada E
tinggi. Aku mendengarkannya secara saksama. Uh, tidak cocok untuk lagu Out Of
Town Girl-nya. Itu terlalu tinggi baginya. Meski bagi wanita sebenarnya itu
tidak begitu tinggi.
“Tidak, aku tidak bisa. Itu
terlalu tinggi,” ucap Justin saat ia selesai berteriak, “Aku hanya bisa kunci
D, itu juga sudah tinggi. Tapi apa kau serius akan mengaransemen Out Of Town
Girl menjadi lagu akustik? Itu sangat tidak cocok,” ucap Justin protes. Ia
mengambil air minum yang berada di depannya. Aku mengangguk. Memang benar
katanya, lagu Out Of Town Girl itu adalah lagu jenis dance. Ia menggelengkan kepalanya.
“Bagaimana jika aku menyanyikan
lagu Taylor Swift nanti malam?” tanya Justin yang membuatku bingung. Aku ingin
sekali menamparnya. Bagaimana bisa ia menyanyikan lagu Taylor Swift sedang ia
harus berkolaborasi dengan artis lain dengan lagu yang bukan miliknya. Mungkin
ia ingin pita suara dia putus. Aku hanya dapat memutarkan kedua bola mataku.
Weronika James Mamot. Well, itu
nama lengkapku. Biasanya Justin memanggilku dengan ‘Bubu’ dan itu adalah
panggilan terkonyol yang pernah kudengar. Karena ..itu sama sekali tidak
mendekati nama lengkapku. Dan aku seumuran dengan Justin. Tapi astaga, Justin
itu benar-benar seperti anak kecil. Lebih baik aku mengajar anak kecil yang
belum tahu menyanyi daripada harus mengajar Justin. Tapi, tidak apa-apa.
Gaji-ku melebihi dari cukup. Dan aku kurang begitu suka dengan sifat Justin
yang bisa kubilang ‘munafik’. Jika aku dan dia hanya berdua dalam 1 ruangan,
kami bisa dibilang dekat. Tapi jika sudah ada oranglain di dekat kami, aku dan
Justin tidak berbicara lagi. Baru 1 minggu ini aku melatih vokal Justin dan
kami sudah sangat dekat, dia sahabatku. Suaranya memang terdengar begitu seksi.
Tapi tetap saja cempreng! Makanya, aku ingin suaranya lebih bagus daripada
biasanya.
Seperti hari ini. Aku dan Justin
terlihat dekat dalam satu ruangan yang hening sekali. Hanya ada aku dan Justin.
Kadang, ada senangnya juga mengajar Justin. Kadang juga tidak. Karena Justin
itu sangat-sangat labil. Sebentar sedih dan beberapa menit kemudian dia senang.
Padahal umurnya sudah menginjak 18 tahun.
****
Aku terus menatapi para fans dari
Justin Bieber yang terus menerus berteriak kegirangan. Sedangkan Justin
melambaikan tangannya melalui kaca lalu ia mencium kaca bus kami. Yeah, bus.
Kami akan pergi ke Las Vegas untuk konser lagi. Teriakan para fans Justin berteriak
saat Justin sengaja membuka kaus pakaiannya dan terlihatlah tubuh Justin yang
tidak begitu kekar dengan tatto Mahkota di dadanya.
“Just, kau ingin mereka mati
ditempat hanya karena melihatmu setengah telanjang?” tegurku dengan suara yang
tenang. Aku duduk paling belakang dan Justin berada barisan kedua dari kursi. Ia
melihatiku dengan tatapan dingin. Aku tidak peduli. Aku sudah bilang pada
kalian, ini tempat terbuka. Justin mana mau mendengarkan ucapanku.
“Justin?” panggil ibunya dengan
suara lembut dan menatap Justin dengan tatapan Pakai Bajumu Lagi. Sedetik kemudian
Justin memakai bajunya kembali dan aku hanya tersenyum menang sekarang. Justin
menatapku dengan tatapan jenuh. Asal kalian ketahui, aku sering sekali melihat
Justin yang selalu memuji dirinya sendiri saat ia sedang berkaca didepan
cermin. Dan itu benar-benar menjijikkan.
Aku memejamkan mataku dengan
tenang saat Bus kami sudah keluar dari Atlanta. Gila! Sebelum kami konser di
Las Vegas, kami harus berhenti untuk mengadakan konser kecil-kecilan agar tidak
jenuh saat diperjalanan. Scooter bilang bahwa Justin itu harus lebih dekat lagi
dengan fans-nya. Jadi, kita tidak memakai pesawat untuk pergi ke Las Vegas. Dan
itu adalah hal terburuk yang pernah kudengar. Aku akan melatih vokal Justin
setiap hari. Dan itu benar-benar ..menyedihkan.
“Bubu, bangun! Aku ingin tidur
dibelakang, kau pindah ke depan,” ucap Justin membangunkan. Aku ingin sekali
menampar anak ini. Sejak kapan ia suka duduk dibelakang Bus? Ini sungguh
menyedihkan. Dengan malas aku berdiri dari tempat dudukku. Dan PLAK! Justin
memukul bokong dengan tidak sopan. Aku langsung berbalik dan mencekik leher
Justin.
“Bok—ong mu bagus sekali! Aaarrk,
sakit. Ohok!” jerit Justin tertawa-tawa saat aku mencekiknya. Para kru di dalam
bus tertawa-tawa saat Justin membuat lelucon yang sungguh tidak bagus. Aku menghargai
orang yang sopan, tapi aku tidak akan pernah menghargai orang yang bersikap
tidak senonoh seperti tadi. Justin berusaha untuk melepaskan cekikkan tanganku
pada lehernya. Tenaganya kuat sekali. Dengan terpaksa aku melepaskan cekikkanku
pada leher Jutsin. BAM! Dengan cepat aku memukul celana bagian tengah Justin.
Kurasa kalian tahu maksudku apa. Dan dia meringis kesakitan. Sampai-sampai
jeritannya tak terdengar ditelingaku. Kru di dalam bus hanya dapat mengeluarkan
‘Whoa, Man. Itu menyakitkan,’. Justin hanya dapat memegang celananya itu dengan
raut wajah yang benar-benar sakit.
Kulihat ibu Justin hanya
tertawa-tawa. Dan itu bagus.
Aku berjalan ke tempat Justin
tadi lalu duduk di sana. Kutekuk kembali kakiku dan berusaha untuk tidur.
Kemarin adalah hari terlelah yang pernah aku lewati. Kupejamkan mataku untuk
menikmati perjalanan ini.
----
Kubuka mataku perlahan-lahan. Bus
kami berhenti di sebuah Hotel Indianapolis. Hotel bintang 100 kurasa. Karena
parkirannya saja sudah besar sekali. Para kru sibuk untuk keluar dari bus.
Karena mereka banyak sekali. Sambil menunggu mereka keluar, aku baru sadar.
Justin sedang tertidur di sebelahku. Dan itu sangat ..aneh. Kenapa daritadi aku
tidak sadar kalau daritadi kepala Justin berada dipundakku? Tapi tidak apa-apa.
Kasihan dia. Dia pemeran utama dalam konser dan pasti ia lelah sekali. Kenny
adalah orang terakhir yang keluar dari bus.
“Just, bangun. Kita sudah sampai
dihotel,” ucapku dengan suara yang lembut. Dengan cepat Justin membuka matanya
dan menstabilkan penglihatannya. Kemudian ia mengucek matanya dengan pelan dan
menarik nafasnya.
“Oh, kita sudah sampai,” ucap
Justin berdiri dari tempat duduk dan berjalan untuk keluar. Dengan cepat aku
berdiri juga dan menyusul Justin dari belakang. Eh! Langkahanku terhenti saat
Justin berhenti tepat di mulut pintu bus. Pertama-tama ia melihat-lihat sekitar
parkiran yang sepi ini. Aku bingung. Tapi tiba-tiba saja Justin menutup pintu
bus. Aku mulai panik.
“Just, kenapa kau tutup?” tanyaku
dengan suara yang bergetar. Aku mulai melangkah mundur saat Justin berbalik dan
melihatku dengan tatapan ..nakal? Oh, ini tidak mungkin..
“Well, hh.. Bubu. Kita hanya akan
melakukan hal yang menyenangkan. Sebentar saja,” ucap Justin mulai mendekatiku.
Aku menggelengkan kepalaku. Eh! Astaga! Aku hampir terjatuh saat kakiku
tersandung pada kursi bus. Untung saja Justin menangkapku dengan refleks. Aku
memejamkan mataku saat Justin belum menarikku untuk berdiri. Hembusan nafasnya
menerpa wajahku dengan hangat.
“Bubu,” panggil Justin dengan
suara berbisik. Astaga! Seksi sekali.
“Kau berpikir kalau aku akan
mencium bibirmu, ya?” tanya Justin dengan tawanya yang begitu terdengar
ditelingaku. Dengan cepat Justin menarikku untuk berdiri dengan tegap.
“Aku hanya sengaja untuk
membuatmu gugup, jangan harap aku akan menyukaimu, haha,” tawa Justin melengos
pergi dari hadapanku lalu pergi keluar dari bus. Ish! Sungguh menyebalkan
sekali lelaki ini. Aku berjalan mengikutinya dari belakang dan melihatnya masih
cengengesan dengan senangnya. Aku benar-benar malu. Sungguh, aku ..Ah! Ingin
sekali aku tampar dia tadi. Kenapa aku menutup mataku?! Itu adalah hal terbodoh
yang pernah aku lakukan!
---
“Bubu, apa kau sudah tidur?”
tanya Justin yang tiba-tiba saja membuka pintu kamarku. Ia mulai memperlihatkan
kepalanya. Uh! Ingin sekali aku menjepit lehernya dipintu itu dan melihatnya
menjerit kesakitan sambil lidahnya keluar. Aku kesal sekali dengannya. Dan
pertanyaan bodoh yang ia lontarkan untuk dijawab adalah ..Bagaimana bisa aku
tertidur sekarang sedangkan selama diperjalanan aku tertidur?! Bodoh!
Justin mulai masuk ke dalam
kamarku lalu ia langsung duduk di kasurku.
***
“Itu yang itu, jangan! Bukan!
Bukan!” jerit Justin saat aku berusaha untuk mengambilkan topi miliknya yang
berada di atas lemari. Ini lemari tinggi sekali. Dan kalian tahu apa? Topi-topi
milik Justin rata-rata berwarna ungu. Dan dari tadi Justin hanya
menunjuk-nunjuk dari sofa yang berjarak 2 meter dari tempatku berdiri. Justin
tidak bisa mengambil topi ini karena ia sedang ditata rias oleh penata rias.
Aku tidak tahu siapa nama penata rias itu. Aku terus menunjuk-nunjuk sambil
bertanya ‘yang ini?’.
“Yang ini?” tanyaku saat aku
menunjuk topi berwarna hitam dengan tulisan NY yang berwarna putih. Tanganku
sudah minta dipotong sekarang. Aku memutar bola mataku, ia lama sekali
menjawab.
“Yang ini,” ucap Justin yang
sudah mengambil topi-nya sendiri. Dan kalian tahu topi itu ia ambil dari mana?
Di meja dekat lemari topi ini. Aku benar-benar ingin membunuh Justin. Aku
mendengus kesal. Dan DUK! Kutendang tulang kering Justin yang sebelah kanan. Ia
langsung menjerit kesakitan dan melempar topi yang ia pegang padaku.
“Ssst! Apa kau sudah hilang
otakmu? Ini ..Oh, astaga! Aduh, sakit sekali!” jerit Justin yang mulai terjatuh
dan terduduk lalu memegang kaki yang tadi kutendang. Wajahnya benar-benar
kesakitan. Hhh, dengan malas aku terjongkok dan menatap Justin.
“Baiklah, aku minta maaf,” ucapku
dengan malas. Tapi Justin masih meringis kesakitan. Aku menyentuh kaki Justin
dengan pelan.
“Jangan!” jerit Justin yang
membuatku terkejut, “Jangan, oh astaga! Aku akan menerima permintaanmu jika kau
ikut bernyanyi dipanggung,” ucapnya lagi. Aku membulatkan mataku dan mulai
berdiri. Aku tidak mau bernyanyi dipanggung. Bisa-bisa aku ditusuk oleh salah
satu fans Justin dengan pisau. Siapa tahu kan?!
“Tap—“
“Oh, astaga! Berdarah! Berdarah!
Oh, pasti berdarah! Ah,” ucap Justin mulai tertidur di lantai. Ia pura-pura
pingsan. Aku hanya bisa tertawa renyah melihat tingkah konyolnya ini.
“Begini, aku tidak mungkin ikut
tampil dipanggun nanti, tapi nanti malam aku akan datang ke kamarmu dan
mengusap rambutmu? Bagaimana?” tanyaku dengan tawaran yang menggugah pikiran
Justin. Justin membuka satu matanya padaku. Well, Justin itu suka sekali jika
kepalanya diusap, karena itu akan membuatnya cepat tertidur dengan lelap.
“Apa tidak ada pilihan lain?”
tanya Justin padaku. Aku menggelengkan kepalaku. Dengan malas Justin berdiri
dan menatapku.
“Baiklah, tapi kau harus janji?”
tanya Justin memberikan jari kelingkingnya padaku. Aku mengangguk. Dasar,
Justin! Sungguh, lelaki ini benar-benar lucu.
----
“Malam yang begitu menguras
tenaga,” ucap Justin menyandarkan tubuhnya. Aku hanya berdiri sambil
menggeleng-gelengkan kepalaku. Bagaimana bisa dia bilang lelah kalau ia hanya
menyanyikan 5 lagu dalam 1 konser kecil? Itu benar-benar berlebihan. Well, walau
hanya 2 lagu dance yang ia nyanyikan.
Ibu Justin tersenyum melihat Justin lalu menghampiri Justin dan mencium
keningnya. Dasar anak mama! Aku bahkan tidak pernah diperlakukan seperti itu
oleh ibuku sejak umurku menginjak 10 tahun. Dan Justin? Oh God. Bunuh aku.
“Jangan mom. Kau
mempermalukanku,” sungut Justin menghapus ciuman dari ibunya. Ibu Justin hanya
menggeleng-gelengkan kepalanya lalu keluar dari tempat konser ini. Kami harus
kembali lagi ke Hotel.
“Tarik akuuu,” ucap Justin dengan
manjanya. Dengan malas aku menarik tangan Justin agar ia berdiri. Dan lalu aku
langsung berjalan untuk keluar dari tempat ini. Aku harus menebus janjiku
padanya. Aku rasa hari ini ia akan tertidur dengan sangat lelap.
Kulihat Scooter sedang menghitung
para kru yang masuk ke dalam Bus. Tentu saja. Siapa tahu ada yang ketinggalan
naik Bus?! Kemudian aku menaiki Bus yang sama dengan Justin. Tentunya. Kulihat
Kenny, si Besar itu sedang tertawa-tawa dengan kru yang lainnya. Aku langsung
menjatuhkan bokongku di kursi belakang.
“Aku lelah sekali,” ucap Justin
dengan lesu dan berjalan menuju kursi dekat ibunya. Dengan penuh kasih sayang,
ibu Justin memeluk Justin dengan erat.
****
“Astaga, Justin! Kau berat
sekali,” ucapku menggendong Justin. Aku sungguh dan benar-benar kesal dengan
Kenny. Kenapa harus aku yang menggendong Justin? Aku ini perempuan. Dan
Scooter, kenapa ia menyuruhku untuk menggendong Justin? Dia kan bisa. Astaga!
Ini benar-benar konyol.
“Astaga, Nicki Minaj,” ucap
Justin mengigau. Betapa hebatnya Justin mengigau tentang Nicki Minaj si Seksi
itu sedangkan aku menderita karena tubuhnya yang berat ini? Memang ia terlihat
begitu kurus. Tapi, kalian harus mencoba untuk menggendong Justin. Ini sungguh
berat dan kakiku sebentar lagi akan patah dan minta diamputasi.
Aku membuka pintu kamar Justin
lalu dengan cepat aku berlari dan melempar tubuhnya pada kasur. Oh, yeah. Ini
lebih baik. Ada baiknya juga aku menggendong Justin, aku berkeringat. Aku bisa
diet jika setiap hari aku seperti ini terus. Aku berniat untuk keluar dari
kamar Justin. Kulangkahkan kakiku pelan-pelan agar tidak kedengaran sampai
telinga Justin. Aku malas harus mengusap-usap kepala Justin.
“Kau tahu, Bubu? Mengendap-endap
dari seorang Justin Bieber itu sungguh tidak akan berhasil. Bieber itu mempunyai
telinga di mana saja,” ucap Justin yang berhasil membuat jantungku ingin keluar
dari tubuhku. Sungguh aku terkejut. Aku berbalik dengan senyuman yang manis.
“Well, bukan begitu maksudku
Justin tapi –“
“Tapi aku hanya tidak ingin
menepati janjiku? Ayo, ayo. Aku sudah siap Bubu, ini, ini. Kepalaku,” ucap
Justin menepuk-nepuk tangannya lalu menunjuk-nunjuk kepalanya dan membenarkan
cara tidurnya. Dengan langkah yang malas, aku berjalan ke arah Justin lalu
duduk di sebelahnya.
Kusentuh tanganku pada kepala
Justin dan merasakan kelembutan dari rambutnya. Aku memejamkan mataku sambil
mencoba untuk santai. Well, maksudku agar aku tidak mudah lelah. Justin
tersenyum-senyum sambil memejamkan matanya.
“Oh yeah, itu benar-benar enak,”
ucap Justin mendesah keenakan. Aku hanya dapat mendengus kesal. Tapi tiba-tiba
saja Justin mengelus pahaku dengan lembut. Aku hanya mendiamkannya. Ini sudah
sering terjadi. Ia sedang menggodaku. Bukan menggoda dalam hal yang ‘kotor’
tapi ia memang suka menggodaku. Rasanya kehidupannya itu membosankan jika dia
tidak mengganggu sehari saja.
“Bubu, aku suka dengan Nicki
Minaj,” ucap Justin untuk yang kesekian kalinya. Aku sudah tahu itu. Aku sudah
tahu. Kenapa ia puas dengan apa yang sudah terjadi dalam hidupnya? Maksudku, ia
sudah berkolaborasi dengan Nicki Minaj dan sudah melihat Nicki Minaj secara
langsung.
“Kau tahu kenapa? Karena –“
“Ia memiliki bokong dan dada yang
besar, iya Justin. Aku sudah tahu itu,” ucapku mendesah bosan. Tentu saja. Ia
selalu tersenyum-senyum jika ia membicarakan tentang Nicki Minaj. Aku membuka
mataku dan melihat Justin yang sudah menaikkan kaus putih yang ia pakai.
Sehingga tubuhnya terlihat. Dasar tukang pamer! Dada tidak sixpack saja sudah
bangga.
“Itu kau tahu, tidak seperti kau
yang ..Uhh, kau bahkan seperti tidak mempunyai bokong,” ucap Justin mengejekku
lalu ia tertawa dengan suaranya yang cempreng.
“Lalu apa maksudmu kemarin?”
tanyaku berhenti mengusap kepala Justin.
“Itu aku hanya membuat lelucon.
Tidak mungkin aku memujimu, itu sesuatu yang ajaib,” ucap Justin tertawa
kembali. Okay baiklah! Aku sudah selesai. Dengan cepat aku berdiri dari dudukku
dan mulai melangkahkan kakiku untuk keluar dari kamar Justin. Tiba-tiba Justin
melemparkan kausnya padaku. BRAK! Aku membanting pintu kamar Justin. Besok aku
akan lelah, jadi aku harus istirahat sekarang.
****
Aku tersenyum senang saat aku
melihat Scooter menyuruh Justin untuk meminum jus sayur. Yang aku tahu adalah
sebenarnya Justin sudah harus terbiasa, tapi kenapa sampai sekarang ia harus menutup
hidungnya hanya untuk meminum jus sayur? Itu kan baik untuk kesehatan dan
suaranya.
“Kau senang, huh?” tanya Justin saat
ia sudah selesai meminum jus itu. Aku yang melipat tanganku di dada hanya dapat
mengangguk dan tertawa. Aku melihat Justin yang menatapku dengan tatapan Aku
Akan Balas Dendam. Oh, terima kasih Tuhan! Aku yakin pasti hari ini Justin
tidak akan mendengarkanku saat nanti latihan.
Aku dan Justin mulai masuk ke
dalam ruangan kecil di dalam Bus ini. Huh, aku membuang nafasku pelan-pelan
saat Scooter yang berada di belakangku menutup pintunya. Aku melihat Justin
yang menatapku dengan rasa bosan.
“Baiklah, sekarang kita akan
pergi ke Kansas City, yeee,” ucapku mencairkan suasana dan bertepuk tangan.
Tapi Justin terus memperlihatkan wajah datarnya padaku. Okay, baiklah sekarang
keadaannya berubah menjadi sangat aneh.
****
Aku dan Justin terus terdiam di
ruangan ini. Bus ini masih berjalan, aku bisa merasakannya. Justin melipat
tangannya di dadanya lalu ia masih menatapku dari bawah hingga atas. Ini sudah
berlangsung selama 10 menit dan ini sungguh membosankan. Justin menarik
nafasnya lalu membuangnya.
“Kau tahu apa? Mungkin kita sudah
bersahabat sejak 2 tahun lalu, tapi kau baru saja 1 minggu kerja denganku. Dan
sikapmu seperti itu? Itu sungguh tidak lucu,” ucap Justin angkat bicara. Ia
terlihat begitu serius dan marah. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku, tidak
berani melihatnya lagi. Ini untuk pertama kalinya Justin marah denganku.
Maksudku selama 1 minggu ini ia tidak pernah marah denganku dan baru kali ini
ia memarahi. Dan soal aku bersahabat dengan Justin, memang sudah sejak 2 tahun
yang lalu.
“Kau tidak pernah bisa merasakan
rasanya minum jus sayur. Asal kau tahu ya, Bubu, aku sungguh benci dengan
orang-orang yang menertawaiku saat aku meminum jus itu. Apa kau pernah lihat
Scooter atau Usher atau bahkan Mom tertawa saat aku meminum jus itu?” tanya
Justin panjang lebar. Well, memang kru Justin atau Scooter tidak pernah
menertawai Justin saat Justin sedang meminum jus sayur. Tapi aku kan temannya,
tentu saja lucu melihatnya tersiksa seperti itu. Aku menggelengkan kepalaku.
“Lihat aku,” ucap Justin dengan
dingin. Aku mendongakkan kepalaku dan melihatnya tanpa senyuman diwajahnya. Ini
sungguh mengerikan. Biasanya kita akan bercerita-cerita atau bahkan kita akan
tertawa saat latihan vokal.
“Ini untukmu,” ucap Justin yang
aku bahkan tidak tahu kapan jus sayur yang sekarang Justin pegang berada
ditangannya. Ia memberikannya padaku. Dengan terpaksa aku mengambil gelas itu
dan mencium aromanya. Astaga, Tuhan! Aku rela dipecat jika aku tidak meminum
jus ini. Aku menarik nafasku lalu meminum jus ini. Kemudian, cairan ini
melewati tenggorokanku. Aku ingin muntah. Dengan cepat aku memuntahkan
semuanya. Aku bahkan langsung menaruh gelas ini di atas meja. Aku langsung
mengelap mulutku dan menatap Justin yang masih saja melihatku dengan tatapan
dingin.
“Bagaimana?” tanya Justin padaku.
Aku mengangguk. Memang rasanya tidak enak. Rasanya itu seperti ..telur yang
belum dimasak dicampur dengan ikan tuna kaleng, minyak sayur, brokoli, dan
uuh.. sungguh tidak enak.
“Aku minta maaf,” ucapku memohon.
Justin kemudian menyunggingkan senyuman sinisnya padaku lalu menggelengkan
kepalanya.
“Aku tidak mau latihan vokal,”
ucap Justin padaku lalu ia berdiri dari tempat duduknya dan melangkahi
muntahanku lalu ia keluar dari ruangan ini.
Aku mulai duduk di tempat Justin
tadi dan melihat Justin yang menutup pintu ruangan ini. Aku benar-benar
bersalah sekarang. Seharusnya aku tidak menertawakan Justin. Astaga, tapi ..uh,
memang ini semua salahku. Justin tidak mau latihan vokal hari ini. Dan itu
sangat tidak menyenangkan. Aku mulai membaringkan tubuhku di atas kursi panjang
tapi berbentuk bundar ini. Aku mulai memejamkan mataku. Ingin rasanya aku
memanggil Justin. Tapi aku tahu pasti ia benar-benar marah. Entah kenapa air
mataku jatuh begitu saja. Hari ini memang tidak menyenangkan. Dan aku sendiri
yang merusaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar