Jumat, 26 Juli 2013

Sinopsis Rolling the Camera

          

***

*Alexis Bledel POV*

Justin Bieber Akui Theo Calvancanti Sebagai Kekasihnya

            Dengan penuh rasa ingin tahu, aku membaca artikel yang menarik ini. Astaga, benarkah Justin Bieber seorang yang gay? Mengapa aku tidak pernah menyadarinya? Itu sangat menjijikan. Aku membaca satu baris, dua baris, lalu seterusnya. Justin tampak tidak ingin menyembunyikan hubungan asmaranya bersama Theo Calvancanti. Ia mengungkapkan pada Forbes beberapa hari yang lalu “Aku tidak pernah menutup-nutupi hubunganku dengan siapa pun. Sangat menyenangkan untuk memberitahu hubunganku dengan penggemarku,” ujarnya. Aku benar-benar terkikik saat membaca berita ini. Benarkah Justin Bieber seorang gay? Karena aku tidak pernah melihatnya begitu mesra bersama seorang lelaki. Astaga, dia pintar sekali menutupi hubungannya yang gay ini. Well, aku tidak pernah menyukainya dari dulu. Meski aku tahu, ia seorang aktor yang sangat berbakat. Bahkan ia bisa bernyanyi. Wajahnya tampan pula. Tapi sayang, gadis-gadis di luar sana yang menyukai Justin harus iri pada Theo Calvancanti karena hubungan mereka. Oh, astaga, berita ini pasti sangat menggemparkan dunia perfilman. Dan aku ..aku sangat senang sekali!
            Astaga, aku senang sekali. Kau tahu karena apa? Karena reputasi Justin Bieber akan menurun! Well, kau tahu, aku juga seorang aktris. Beberapa bulan yang lalu, aku pernah bertemu dengan Justin di sebuah studio salah satu stasiun televisi. Well, jika dilihat secara langsung dia memang tampan. Tapi gila, dia sombong sekali. Tersenyum padaku saja tidak. Saat itu kami akan berakting di sebuah acara komedi. Dan kalian tahu apa yang tiba-tiba saja terjadi? Dia mencium bibirku! Sialan, kurang ajar! Aku menamparnya saat itu dan itu membuat penonton di studio tertawa. Mungkin mereka berpikir kalau itu adalah salah satu adegan yang akan kami mainkan. Padahal bukan! Itu hanya improvisasi. Bahkan sang pengambil gambar terkejut dengan apa yang Justin lakukan padaku. Tapi hebatnya Justin adalah dia mudah berimprovisasi. Saat aku menamparnya, ia malah melucu. Sialan, bibirku terasa gatal sekarang. Aku telah dicium oleh lelaki gay! GAY!
            Kusentuh bibirku dengan jari-jariku. Bulu romaku berdiri, merinding karena mengingat ia pernah menciumku.
            “Alex, ada apa?” tanya ibuku yang tiba-tiba saja muncul dari dapur. Aku yang sedang sibuk dengan pikiranku sendiri, terperanjat begitu saja. Dengan linglung aku menatap ibuku, kutarik tanganku dari bibirku.
            “Oh, tidak apa-apa, Mom. Hanya saja, coba Mom lihat ini,” ucapku memberikan surat kabar yang kupegang dan memberikannya pada ibuku. Sofa yang dari tadi kududuki sudah sangat panas, jadi aku pikir aku harus bangkit dari sofa ini sebelum sofa ini akan terbakar. Ibuku mengambil surat kabar itu setelah aku berdiri dari sofa dan ia membaca halaman pertama.
            “Oh astaga,” gumam ibuku terkejut, terlihat dari raut wajahnya. Ia menyukai Justin Bieber juga. Ish, aku jadi berpikiran kalau nama Justin Bieber itu adalah nama kotor. Tubuhku menggigil dan aku memejamkan mataku. Kuusap lenganku agar tubuhku yang merinding ini sedikit rileks. Kemudian aku mengedipkan mataku agar aku bisa membuka mataku.
            Setelah bersantai ria di pagi hari dalam pangkuan sofa, aku memutuskan untuk mencicipi pancake buatan ibuku yang dari tadi sudah menggugah seleraku untuk sarapan. Kuhantar kakiku menuju dapur dan melihat setumpuk pancake yang terlihat sangat ..lezat. Mataku berbinar-binar saat aku menyentuhnya, ibuku menggumam lagi di ruang tamu. Lucu sekali. Ibuku adalah salah satu wanita yang harus cemburu pada lelaki yang sangat (tidak) beruntung telah memiliki Justin.  Untung aku bukan salah satu dari mereka. 
            “Alexis, Mom tidak percaya ini benar-benar terjadi pada Justin. Astaga, Mom bisa seharian memikirkannya hanya karena dia gay,” ujar ibuku menghampiriku dengan surat kabar yang masih berada di tangannya. Ia menatapku dengan raut wajah pucat. Astaga, ibuku bereaksi secara berlebihan. Seharusnya ibuku senang! Karena impianku agar reputasi Justin Bieber menurun sedang terjadi. Astaga, ini seperti dendam yang terjadi tanpa perencanaan. Jadi aku tidak perlu bersusah payah untuk mencari seorang gadis untuk menggoda Justin Bieber dan bercinta dengannya sehingga Justin Bieber digossipkan sebagai seorang lelaki berengsek! Ini lebih baik. Lebih dari yang kuharapkan.
            “Mom. Mom tidak perlu memikirkan hal bodoh ini. Itu urusan mereka. Dan mereka tidak akan peduli dengan apa yang kita bicarakan. Sekarang, aku hanya ingin memuji pancake yang Mom buat. Ini sangat lezat,” ujarku menggigit potong pancake terakhirku. Sudah selesai. Aku hanya butuh dua potong pancake. Ini karena aku terlalu kenyang karena kesenangan di pagi hari, ditambah dengan pancake buatan ibuku membuatku semakin kenyang. Aku bangkit dari kursi sarapan dan berjalan keluar dari dapur.
            Oh, baiklah, aku harus bertemu dengan manajerku. Apa yang akan kulakukan hari ini? Aku sangat berharap aku bisa bertemu dengan Sam Sullivan. Dia seorang aktor baru yang sangat tampan. Dan dia akan muncul dalam serial televisi yang dimana aku menjadi pemeran utama di sana. Oh, aku berharap naskahnya ada adegan ciuman bersama dengan Sam. Itu akan membuat hariku semakin menyenangkan!


****

            “E. L James?” aku ternganga saat aku melihat seorang penulis sehebat sepanjang masa berada di depanku. Dan ..tersenyum padaku! Tubuhku menegang. Apa yang akan ia lakukan padaku? Apa yang ingin ia bicarakan padaku? Aku butuh pegangan sekarang karena aku sangat terguncang. Mengapa ini terlihat seperti hanya bayangan? Apa aku sedang bermimpi? Oh, aku sangat jatuh cinta dengan bukunya yang berjudul Fifty Shades itu. Gila, itu adalah novel terkeren yang pernah kubaca. Sialan, aku pernah dengar rumor bahwa novel itu akan dijadikan film. Apa aku akan ditawarkan untuk memainkan peran Anastasia Steele di dalam film itu? Oh, tidak. Aku akan sangat dengan senang hati menerimanya. Tapi, sebelum itu aku harus tahu siapa yang akan menjadi lawan mainku.
            “Halo, Alexis. Senang bertemu denganmu,” ujarnya dengan suaranya yang khas keibu-ibuan. Astaga, aku sedang berbicara dengan E. L James. Dengan ramah, aku menjulurkan tanganku untuk menjabat tangannya.
            “Kami datang ke sini karena kami ingin membicarakan sesuatu padamu,” ujarnya sambil menunjukan dua orang lelaki di belakangnya. Sialan, Dravin tidak memberitahuku kalau hari ini aku akan bertemu dengan E. L James di tempat syutingku. Secara mendadak pula. Kutatapi Dravin –manajerku- dengan tatapan Kurang Ajar! Tapi ia hanya mengangkat kedua bahunya dan tersenyum ragu-ragu padaku.
            “Lewat sini,” ujar Dravin mengajak kami untuk pergi ke ruang tamu. Well, untung saja aku sedang syuting di sebuah rumah. Jadi kita tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencari tempat yang nyaman untuk berbicara.

            Kami semua terduduk di atas 3 sofa yang terdapat di ruang tamu dengan satu meja yang berada di tengah-tengah. Lelaki berambut putih keabu-abuan itu menatapku dengan sebuah senyuman. Ia memegang sebuah koper dan membukanya. Entah itu apa, aku tidak bisa melihat apa isinya karena terhalang oleh penutup koper itu. Beberapa detik kemudian, ia membalikan koper itu. Gila! U.A.N.G. Uang itu banyak sekali. Apa yang akan ia lakukan dengan uang itu?
            “Kau bisa panggil aku Mr. Toubdeaux. Miss Bledel, kami ingin menawarkan pekerjaan padamu,” ujar lelaki lain yang memakai sweeter berwarna abu-abu itu. E. L James terhimpit di antara kedua lelaki tua itu dengan wajahnya yang tak pernah lepas dari senyuman.
            “Ya, tentu saja. Apa itu?” aku berusaha menjawabnya dengan se-profesional mungkin. Kutegakan tubuhku untuk bersiap-siap dengan apa yang akan ia katakan.
            “Ini adalah sebuah kontrak kerja. Kami ingin Anda memainkan peran untuk Anastasia Steele dalam film Fifty Shades of Grey. Di sini kami ingin bertanya beberapa hal pada Anda,” ujar Mr. Toubdeaux padaku. Kuanggukan kepalaku dan merapatkan bibirku. Sialan, ia membuatku tegang.
            “Apa kau pernah membaca novel Fifty Shades?” Kuanggukan kepalaku satu kali.
            “Bagus. Apa kau yakin kau bisa memainkan peran Anastasia Steele?”
            “Kurasa aku pantas untuk memainkan peran ini,” ujarku dengan penuh keyakinan.
            “Mengapa?”
            “Karena aku mampu membuat karakter Anastasia lebih hidup dalam film ini. Aku sangat cocok memerankan Anastasia Steele,” ucapku dengan optimis. 
            “Kau diterima. Silahkan tanda tangan di sini,” Mr. Toubdeaux menyodorkan kertas kontrakan itu. Tanpa membaca, aku menanda tangani surat kontrakan ini. Aku akan memainkan peran Anastasia Steele.


****


*Justin Bieber POV*

            Aku tersenyum dengan sumringah saat aku melihat lelaki yang sangat kucintai sedang tertidur tenang di atas kasur. Astaga, dia sangat tampan dan aku sangat mencintainya. Aku tidak peduli apa yang akan dikatakan orang tentang hubunganku dengannya. Dia sempurna bagiku dan tidak ada yang bisa menghentikanku untuk tidak mencintainya. Rasanya aku ingin kembali lagi ke atas tempat tidur itu dan tidur bersamanya. Tapi aku tidak bisa. Aku harus pergi ke tempat syuting sekarang. Hari ini aku memiliki jadwal yang sangat padat.  Dan ah, aku jadi ingat berita kemarin. Surat kabar telah mengumbarkan hubunganku dengan Theo. Dan, ya, aku merasa senang dan lega. Setidaknya, aku tidak akan merasa terintimidasi dengan pernyataan-pernyataan Theo yang mengatakan kalau ia malu karena aku berpacaran dengannya. Tentu saja aku tidak malu padanya!
            Dan hari ini aku harus bertemu dengan orang-orang penting. Sialan.
            Kutatapi cermin yang berada di depanku. Tanganku dengan terampil merapikan dasi merah yang kupakai. Tanganku menyelipkan dasi merah ini ke dalam jas abu-abu-ku. Mataku menatap diriku sendiri dari bawah kaki sampai pada ujung rambutku. Sempurna. Aku sudah siap bekerja. Kurasa Theo akan sangat senang jika aku meninggalkan kecupan pada keningnya.
            Kubalikan tubuhku dan berjalan, melangkah menuju lelaki yang sangat kucintai ini. Nafasnya teratur. Matanya tertutup dengan nyamannya. Kudekatkan bibirku pada keningnya. Lalu bibirnya.
            “Selamat pagi, Theo,” aku menyapanya saat ia terbangun dari tidurnya. Senyuman melengkung pada wajahnya yang tampan, membuatku semakin jatuh cinta padanya.
            “Selamat pagi, sayang,” ia menyapaku dan meregangkan otot-ototnya.
            “Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. Makanlah. Aku harus pergi bekerja,” ujarku kembali membenarkan jas-ku.
            “Ya, tentu saja. Semoga berhasil,” ucapnya mendoakanku. Kuanggukan kepalaku dan berjalan keluar dari kamar. Baiklah, aku harus bekerja sekarang.
            “Aku mencintaimu!” aku berteriak dari luar.
            “Aku juga mencintaimu, sayang!” ia membalas teriakanku. Baiklah, itu adalah semangat pagiku dan aku tidak boleh merusaknya. Hari ini aku harus terlihat sempurna di depan sutradara.


****

            “E.. E. L James?” aku tergagap saat aku melihat seorang penulis terhebat sepanjang masa. Sialan, apakah benar itu dia? Karena aku sangat menyukai karyanya yang berjudul Fifty Shades itu. Theo yang menyarankanku untuk membaca novel itu. Sebenarnya aku tidak suka membaca novel, tapi karena Theo yang memintaku jadi lebih baik aku menurutinya. Dan ternyata memang novel itu sangat mengagumkan. Aku bahkan mencari tahu siapa penulisnya. Dan sekarang, penulis novel itu sedang berdiri di depanku dengan dua lelaki tua di belakangnya.Astaga.
            “Ya, dan kau Justin Bieber, bukan?” ujarnya dengan penuh rasa kedekatan. Astaga, ini benar-benar menyenangkan. Aku ingin marah pada Advis –asistenku- ia tidak memberitahuku dengan siapa aku akan bertemu. Ternyata aku bertemu dengan E. L James. Sialan.
            “Ya, senang bertemu denganmu,”
            “Aku juga. Aku dan teman-teman ingin memberitahu sesuatu padamu,” ujarnya padaku.
            “Ayo, kita harus pergi ke tempat yang lebih nyaman,” Advis yang berada di sebelahku mengajak kami berjalan menuju tenda berwarna orange ini. Ini tempat peristirahatanku jika sedang diberikan istirahat syuting.  Kami masuk ke dalam dan terduduk di atas 5 kursi di sana. Kebetulan sekali.
            Aku duduk berdampingan bersama Advis, sedangkan E. L James terhimpit di antara dua lelaki tua itu. Lelaki yang memakai topi hitam dengan rambut putih keabu-abuannya itu memegang sebuah koper. Ia membukanya dan langsung memperlihatkan isinya padaku. Whoa! Uang itu banyak sekali. Sialan, apa yang akan mereka lakukan pada uang itu? Oh, aku tahu. Pasti mereka akan menawarkan sebuah peran padaku. Aku tidak dapat menahan senyumanku.           
            “Aku ingin bertanya beberapa hal padamu,” ujar lelaki yang memegang koper itu, “panggil aku James,” tambahnya. Aku menganggukan kepalaku.
            “Aku ingin kau memerankan Christian Grey dalam Fifty Shades of Grey. Apa sebelumnya kau pernah membaca buku itu?” tanyanya.
            “Tentu saja. Siapa yang tidak tahu buku sehebat itu?” ujarku dengan penuh rara percaya diri. Penulis Fifty Shades itu tersenyum padaku, memerah. Oh, aku baru saja menggodanya.
            “Mengapa kau bisa memerankan Christian Grey? Mengapa?” tanya James lagi padaku.
            “Karena aku cocok untuk memainkan peran itu. Omong-omong, siapa yang akan memerankan Anastasia Steele?” tanyaku dengan penuh rasa ketetarikan.
            “Alexis Bledel. Kau tahu dia bukan? Dia sudah menerima kerja kontrak ini. Dan apa kau ingin menandatangani kontrak kerja ini?” tanya James memberikan sebuah kertas padaku. Aku tersenyum miring pada mereka.
            “Laters Baby,” aku menggoda mereka semua dan mengambil pulpen yang berada di kantong jas-ku lalu tanpa berpikir panjang aku menandatangani kontrak kerja ini. Itu uang yang banyak dan aku tidak bisa menolaknya. Sialan, Alexis Bledel? Ah, itu bukan masalah.
            Aku akan memerankan Christian Grey. Laters Baby.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar