***
*Alexis Bledel POV*
Justin Bieber Akui Theo
Calvancanti Sebagai Kekasihnya
Dengan
penuh rasa ingin tahu, aku membaca artikel yang menarik ini. Astaga, benarkah
Justin Bieber seorang yang gay? Mengapa aku tidak pernah menyadarinya? Itu sangat
menjijikan. Aku membaca satu baris, dua baris, lalu seterusnya. Justin tampak tidak ingin menyembunyikan
hubungan asmaranya bersama Theo Calvancanti. Ia mengungkapkan pada Forbes
beberapa hari yang lalu “Aku tidak pernah menutup-nutupi hubunganku dengan
siapa pun. Sangat menyenangkan untuk memberitahu hubunganku dengan penggemarku,”
ujarnya. Aku benar-benar terkikik saat membaca berita ini. Benarkah Justin
Bieber seorang gay? Karena aku tidak pernah melihatnya begitu mesra bersama
seorang lelaki. Astaga, dia pintar sekali menutupi hubungannya yang gay ini.
Well, aku tidak pernah menyukainya dari dulu. Meski aku tahu, ia seorang aktor
yang sangat berbakat. Bahkan ia bisa bernyanyi. Wajahnya tampan pula. Tapi
sayang, gadis-gadis di luar sana yang menyukai Justin harus iri pada Theo
Calvancanti karena hubungan mereka. Oh, astaga, berita ini pasti sangat
menggemparkan dunia perfilman. Dan aku ..aku sangat senang sekali!
Astaga,
aku senang sekali. Kau tahu karena apa? Karena reputasi Justin Bieber akan menurun!
Well, kau tahu, aku juga seorang aktris. Beberapa bulan yang lalu, aku pernah
bertemu dengan Justin di sebuah studio salah satu stasiun televisi. Well, jika
dilihat secara langsung dia memang tampan. Tapi gila, dia sombong sekali.
Tersenyum padaku saja tidak. Saat itu kami akan berakting di sebuah acara
komedi. Dan kalian tahu apa yang tiba-tiba saja terjadi? Dia mencium bibirku!
Sialan, kurang ajar! Aku menamparnya saat itu dan itu membuat penonton di
studio tertawa. Mungkin mereka berpikir kalau itu adalah salah satu adegan yang
akan kami mainkan. Padahal bukan! Itu hanya improvisasi. Bahkan sang pengambil
gambar terkejut dengan apa yang Justin lakukan padaku. Tapi hebatnya Justin
adalah dia mudah berimprovisasi. Saat aku menamparnya, ia malah melucu. Sialan,
bibirku terasa gatal sekarang. Aku telah dicium oleh lelaki gay! GAY!
Kusentuh
bibirku dengan jari-jariku. Bulu romaku berdiri, merinding karena mengingat ia
pernah menciumku.
“Alex,
ada apa?” tanya ibuku yang tiba-tiba saja muncul dari dapur. Aku yang sedang
sibuk dengan pikiranku sendiri, terperanjat begitu saja. Dengan linglung aku
menatap ibuku, kutarik tanganku dari bibirku.
“Oh,
tidak apa-apa, Mom. Hanya saja, coba Mom lihat ini,” ucapku memberikan surat
kabar yang kupegang dan memberikannya pada ibuku. Sofa yang dari tadi kududuki
sudah sangat panas, jadi aku pikir aku harus bangkit dari sofa ini sebelum sofa
ini akan terbakar. Ibuku mengambil surat kabar itu setelah aku berdiri dari
sofa dan ia membaca halaman pertama.
“Oh
astaga,” gumam ibuku terkejut, terlihat dari raut wajahnya. Ia menyukai Justin
Bieber juga. Ish, aku jadi berpikiran kalau nama Justin Bieber itu adalah nama
kotor. Tubuhku menggigil dan aku memejamkan mataku. Kuusap lenganku agar
tubuhku yang merinding ini sedikit rileks. Kemudian aku mengedipkan mataku agar
aku bisa membuka mataku.
Setelah
bersantai ria di pagi hari dalam pangkuan sofa, aku memutuskan untuk mencicipi
pancake buatan ibuku yang dari tadi sudah menggugah seleraku untuk sarapan.
Kuhantar kakiku menuju dapur dan melihat setumpuk pancake yang terlihat sangat
..lezat. Mataku berbinar-binar saat aku menyentuhnya, ibuku menggumam lagi di
ruang tamu. Lucu sekali. Ibuku adalah salah satu wanita yang harus cemburu pada
lelaki yang sangat (tidak) beruntung telah memiliki Justin. Untung aku bukan salah satu dari mereka.
“Alexis,
Mom tidak percaya ini benar-benar terjadi pada Justin. Astaga, Mom bisa
seharian memikirkannya hanya karena dia gay,” ujar ibuku menghampiriku dengan
surat kabar yang masih berada di tangannya. Ia menatapku dengan raut wajah
pucat. Astaga, ibuku bereaksi secara berlebihan. Seharusnya ibuku senang!
Karena impianku agar reputasi Justin Bieber menurun sedang terjadi. Astaga, ini
seperti dendam yang terjadi tanpa perencanaan. Jadi aku tidak perlu bersusah
payah untuk mencari seorang gadis untuk menggoda Justin Bieber dan bercinta
dengannya sehingga Justin Bieber digossipkan sebagai seorang lelaki berengsek!
Ini lebih baik. Lebih dari yang kuharapkan.
“Mom.
Mom tidak perlu memikirkan hal bodoh ini. Itu urusan mereka. Dan mereka tidak
akan peduli dengan apa yang kita bicarakan. Sekarang, aku hanya ingin memuji
pancake yang Mom buat. Ini sangat lezat,” ujarku menggigit potong pancake
terakhirku. Sudah selesai. Aku hanya butuh dua potong pancake. Ini karena aku
terlalu kenyang karena kesenangan di pagi hari, ditambah dengan pancake buatan
ibuku membuatku semakin kenyang. Aku bangkit dari kursi sarapan dan berjalan
keluar dari dapur.
Oh,
baiklah, aku harus bertemu dengan manajerku. Apa yang akan kulakukan hari ini?
Aku sangat berharap aku bisa bertemu dengan Sam Sullivan. Dia seorang aktor
baru yang sangat tampan. Dan dia akan muncul dalam serial televisi yang dimana
aku menjadi pemeran utama di sana. Oh, aku berharap naskahnya ada adegan ciuman
bersama dengan Sam. Itu akan membuat hariku semakin menyenangkan!
****
“E.
L James?” aku ternganga saat aku melihat seorang penulis sehebat sepanjang masa
berada di depanku. Dan ..tersenyum padaku! Tubuhku menegang. Apa yang akan ia
lakukan padaku? Apa yang ingin ia bicarakan padaku? Aku butuh pegangan sekarang
karena aku sangat terguncang. Mengapa ini terlihat seperti hanya bayangan? Apa
aku sedang bermimpi? Oh, aku sangat jatuh cinta dengan bukunya yang berjudul
Fifty Shades itu. Gila, itu adalah novel terkeren yang pernah kubaca. Sialan,
aku pernah dengar rumor bahwa novel itu akan dijadikan film. Apa aku akan
ditawarkan untuk memainkan peran Anastasia Steele di dalam film itu? Oh, tidak.
Aku akan sangat dengan senang hati menerimanya. Tapi, sebelum itu aku harus
tahu siapa yang akan menjadi lawan mainku.
“Halo,
Alexis. Senang bertemu denganmu,” ujarnya dengan suaranya yang khas
keibu-ibuan. Astaga, aku sedang berbicara dengan E. L James. Dengan ramah, aku
menjulurkan tanganku untuk menjabat tangannya.
“Kami
datang ke sini karena kami ingin membicarakan sesuatu padamu,” ujarnya sambil
menunjukan dua orang lelaki di belakangnya. Sialan, Dravin tidak memberitahuku
kalau hari ini aku akan bertemu dengan E. L James di tempat syutingku. Secara
mendadak pula. Kutatapi Dravin –manajerku- dengan tatapan Kurang Ajar! Tapi ia
hanya mengangkat kedua bahunya dan tersenyum ragu-ragu padaku.
“Lewat
sini,” ujar Dravin mengajak kami untuk pergi ke ruang tamu. Well, untung saja
aku sedang syuting di sebuah rumah. Jadi kita tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk mencari tempat yang nyaman untuk berbicara.
Kami
semua terduduk di atas 3 sofa yang terdapat di ruang tamu dengan satu meja yang
berada di tengah-tengah. Lelaki berambut putih keabu-abuan itu menatapku dengan
sebuah senyuman. Ia memegang sebuah koper dan membukanya. Entah itu apa, aku
tidak bisa melihat apa isinya karena terhalang oleh penutup koper itu. Beberapa
detik kemudian, ia membalikan koper itu. Gila! U.A.N.G. Uang itu banyak sekali.
Apa yang akan ia lakukan dengan uang itu?
“Kau
bisa panggil aku Mr. Toubdeaux. Miss Bledel, kami ingin menawarkan pekerjaan
padamu,” ujar lelaki lain yang memakai sweeter berwarna abu-abu itu. E. L James
terhimpit di antara kedua lelaki tua itu dengan wajahnya yang tak pernah lepas
dari senyuman.
“Ya,
tentu saja. Apa itu?” aku berusaha menjawabnya dengan se-profesional mungkin.
Kutegakan tubuhku untuk bersiap-siap dengan apa yang akan ia katakan.
“Ini
adalah sebuah kontrak kerja. Kami ingin Anda memainkan peran untuk Anastasia
Steele dalam film Fifty Shades of Grey. Di sini kami ingin bertanya beberapa
hal pada Anda,” ujar Mr. Toubdeaux padaku. Kuanggukan kepalaku dan merapatkan
bibirku. Sialan, ia membuatku tegang.
“Apa
kau pernah membaca novel Fifty Shades?” Kuanggukan kepalaku satu kali.
“Bagus.
Apa kau yakin kau bisa memainkan peran Anastasia Steele?”
“Kurasa
aku pantas untuk memainkan peran ini,” ujarku dengan penuh keyakinan.
“Mengapa?”
“Karena
aku mampu membuat karakter Anastasia lebih hidup dalam film ini. Aku sangat
cocok memerankan Anastasia Steele,” ucapku dengan optimis.
“Kau
diterima. Silahkan tanda tangan di sini,” Mr. Toubdeaux menyodorkan kertas
kontrakan itu. Tanpa membaca, aku menanda tangani surat kontrakan ini. Aku akan
memainkan peran Anastasia Steele.
****
*Justin Bieber POV*
Aku
tersenyum dengan sumringah saat aku melihat lelaki yang sangat kucintai sedang
tertidur tenang di atas kasur. Astaga, dia sangat tampan dan aku sangat
mencintainya. Aku tidak peduli apa yang akan dikatakan orang tentang hubunganku
dengannya. Dia sempurna bagiku dan tidak ada yang bisa menghentikanku untuk
tidak mencintainya. Rasanya aku ingin kembali lagi ke atas tempat tidur itu dan
tidur bersamanya. Tapi aku tidak bisa. Aku harus pergi ke tempat syuting
sekarang. Hari ini aku memiliki jadwal yang sangat padat. Dan ah, aku jadi ingat berita kemarin. Surat
kabar telah mengumbarkan hubunganku dengan Theo. Dan, ya, aku merasa senang dan
lega. Setidaknya, aku tidak akan merasa terintimidasi dengan
pernyataan-pernyataan Theo yang mengatakan kalau ia malu karena aku berpacaran
dengannya. Tentu saja aku tidak malu padanya!
Dan
hari ini aku harus bertemu dengan orang-orang penting. Sialan.
Kutatapi
cermin yang berada di depanku. Tanganku dengan terampil merapikan dasi merah
yang kupakai. Tanganku menyelipkan dasi merah ini ke dalam jas abu-abu-ku.
Mataku menatap diriku sendiri dari bawah kaki sampai pada ujung rambutku.
Sempurna. Aku sudah siap bekerja. Kurasa Theo akan sangat senang jika aku
meninggalkan kecupan pada keningnya.
Kubalikan
tubuhku dan berjalan, melangkah menuju lelaki yang sangat kucintai ini.
Nafasnya teratur. Matanya tertutup dengan nyamannya. Kudekatkan bibirku pada
keningnya. Lalu bibirnya.
“Selamat
pagi, Theo,” aku menyapanya saat ia terbangun dari tidurnya. Senyuman
melengkung pada wajahnya yang tampan, membuatku semakin jatuh cinta padanya.
“Selamat
pagi, sayang,” ia menyapaku dan meregangkan otot-ototnya.
“Aku
sudah menyiapkan sarapan untukmu. Makanlah. Aku harus pergi bekerja,” ujarku
kembali membenarkan jas-ku.
“Ya,
tentu saja. Semoga berhasil,” ucapnya mendoakanku. Kuanggukan kepalaku dan
berjalan keluar dari kamar. Baiklah, aku harus bekerja sekarang.
“Aku
mencintaimu!” aku berteriak dari luar.
“Aku
juga mencintaimu, sayang!” ia membalas teriakanku. Baiklah, itu adalah semangat
pagiku dan aku tidak boleh merusaknya. Hari ini aku harus terlihat sempurna di
depan sutradara.
****
“E..
E. L James?” aku tergagap saat aku melihat seorang penulis terhebat sepanjang
masa. Sialan, apakah benar itu dia? Karena aku sangat menyukai karyanya yang
berjudul Fifty Shades itu. Theo yang menyarankanku untuk membaca novel itu.
Sebenarnya aku tidak suka membaca novel, tapi karena Theo yang memintaku jadi
lebih baik aku menurutinya. Dan ternyata memang novel itu sangat mengagumkan.
Aku bahkan mencari tahu siapa penulisnya. Dan sekarang, penulis novel itu
sedang berdiri di depanku dengan dua lelaki tua di belakangnya.Astaga.
“Ya,
dan kau Justin Bieber, bukan?” ujarnya dengan penuh rasa kedekatan. Astaga, ini
benar-benar menyenangkan. Aku ingin marah pada Advis –asistenku- ia tidak
memberitahuku dengan siapa aku akan bertemu. Ternyata aku bertemu dengan E. L
James. Sialan.
“Ya,
senang bertemu denganmu,”
“Aku
juga. Aku dan teman-teman ingin memberitahu sesuatu padamu,” ujarnya padaku.
“Ayo,
kita harus pergi ke tempat yang lebih nyaman,” Advis yang berada di sebelahku
mengajak kami berjalan menuju tenda berwarna orange ini. Ini tempat
peristirahatanku jika sedang diberikan istirahat syuting. Kami masuk ke dalam dan terduduk di atas 5
kursi di sana. Kebetulan sekali.
Aku
duduk berdampingan bersama Advis, sedangkan E. L James terhimpit di antara dua
lelaki tua itu. Lelaki yang memakai topi hitam dengan rambut putih
keabu-abuannya itu memegang sebuah koper. Ia membukanya dan langsung
memperlihatkan isinya padaku. Whoa! Uang itu banyak sekali. Sialan, apa yang
akan mereka lakukan pada uang itu? Oh, aku tahu. Pasti mereka akan menawarkan
sebuah peran padaku. Aku tidak dapat menahan senyumanku.
“Aku
ingin bertanya beberapa hal padamu,” ujar lelaki yang memegang koper itu,
“panggil aku James,” tambahnya. Aku menganggukan kepalaku.
“Aku
ingin kau memerankan Christian Grey dalam Fifty Shades of Grey. Apa sebelumnya
kau pernah membaca buku itu?” tanyanya.
“Tentu
saja. Siapa yang tidak tahu buku sehebat itu?” ujarku dengan penuh rara percaya
diri. Penulis Fifty Shades itu tersenyum padaku, memerah. Oh, aku baru saja
menggodanya.
“Mengapa
kau bisa memerankan Christian Grey? Mengapa?” tanya James lagi padaku.
“Karena
aku cocok untuk memainkan peran itu. Omong-omong, siapa yang akan memerankan
Anastasia Steele?” tanyaku dengan penuh rasa ketetarikan.
“Alexis
Bledel. Kau tahu dia bukan? Dia sudah menerima kerja kontrak ini. Dan apa kau
ingin menandatangani kontrak kerja ini?” tanya James memberikan sebuah kertas
padaku. Aku tersenyum miring pada mereka.
“Laters
Baby,” aku menggoda mereka semua dan mengambil pulpen yang berada di kantong
jas-ku lalu tanpa berpikir panjang aku menandatangani kontrak kerja ini. Itu
uang yang banyak dan aku tidak bisa menolaknya. Sialan, Alexis Bledel? Ah, itu
bukan masalah.
Aku
akan memerankan Christian Grey. Laters Baby.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar