CHAPTER SIX
“Kau bajingan kotor!” adalah
kata-kata yang keluar dari mulut Grisell begitu ia menampar pipi Justin dengan
tangan kirinya. Mildred terkesiap mendengar kata-kata itu keluar dari mulut
seorang perempuan. Bridget, satu-satunya wanita yang memiliki rambut pirang di
keluarga Moore, berusaha agar tidak muntah mendengar sebutan itu untuk
kakaknya. Bahkan seumur hidupnya, tidak ada seorang pun yang berani menghina
Lord Moore. Tapi bibir mungil itu berhasil meluncurkan sebutan itu dengan indah
dan sempurna. Terutama tamparannya. Bridget penasaran bagaimana rasanya
menampar kakaknya atau bagaimana perasaan kakaknya saat ditampar.
Hope hampir melompat di tempatnya
saat Grisell menginjak kaki Lord Moore yang dilindungi sepatu hitam
mengkilatnya. “Miss Parnell,” desis Lord Moore menipiskan bibirnya, menahan
rasa sakit saat hak sepatu Grisell menginjak kakinya. Bukannya merasa bersalah,
Grisell mengangkat roknya dengan kedua tangan lalu memalingkan tubuh dari Lord
Moore, ia berlari keluar dari ruang duduk. Lord Moore harus mengakui meski
Grisell mempunyai tubuh yang mungil, kekuatan menginjak kakinya cukup
membuatnya terdiam di tempat.
“Aku akan menanganinya,” ucap
Benjamin segera. Mildred mengangguk setuju karena sejauh yang ia tahu, Benjamin
sangat ahli menenangkan seorang wanita—itu salah satu alasan mengapa ia
menerima lamaran Benjamin. Dan suaminya bukan tipe pria yang suka berselingkuh,
bahkan saat sedang digoda. Pria bertubuh hampir setinggi Lord Moore pergi
keluar dari ruang duduk, mencari-cari kemana Grisell pergi. Sementara Benjamin
pergi mencari Grisell, Mildred menatap kakak laki-lakinya yang membungkuk
membuka sepatunya. Sepertinya niat Grisell untuk menyakiti Lord Moore berhasil.
Kakinya bengkak berwarna merah dengan sebuah goresan tipis sebagai hiasannya. Mildred
tak kasihan pada kakaknya karena menurutnya Lord Moore pantas mendapat siksaan
itu.
Mildred mengangkat kepalanya,
menatap pada adik pertamanya yang berambut pirang. Bridget adik pertamanya yang
pendiam dan penurut sangat berbeda dengan adik terakhirnya, Hope, yang periang
dan selalu ramah pada siapa pun. Sementara kakaknya, Mildred hampir tak
mengenali pria yang sedang kesakitan itu. Padahal baru 1 minggu ia meninggalkan
kakaknya sendirian di Cheshire, ternyata Miss Parnell berhasil mengubahnya dalam
hitungan hari. Lord Moore tak pernah menyinggung pekerjaan kotor siapa pun dan
pelakunya. Bisa dikatakan Lord Moore selalu bersikap netral terhadap apa pun
dan berpandangan terbuka. Tapi ia tidak menemukan itu malam ini. Sangat
mengecewakan.
“Ambilkan es batu dan kain,
Bridget,” ucap Mildred seperti Ibu mereka dulu. Oh ya, Mildred benar-benar
gambaran lebih sempurna, dibanding Henrietta, sebagai wanita terhormat Inggris.
Bridget segera keluar dari ruang duduk untuk mengambil permintaan kakaknya,
meninggalkan ketiga orang itu. “Dan panggil dokter Collins datang untuk
memeriksa kaki Lord Moore, Hope,” lanjut Mildred melangkah mendekati Lord
Moore, ia membantu kakaknya melangkah menuju sofa terdekat. Hope mengangguk
mengerti, ia berjalan keluar dari ruang duduk sehingga hanya tersisa dua orang
di sana.
“Aku tidak butuh dokter, sialan!”
Lord Moore mendesis nyeri merasakan kakinya berdenyut-denyut. Grisell Parnell
sepertinya pemecah rekor pertama dalam hal menyakiti Lord Moore. Bisa saja
tulang kaki Lord Moore retak hingga ia memerlukan tongkat untuk berjalan, meski
kemungkinan itu sangat kecil. Mildred membaringkan kakaknya di sofa panjang
dengan dua bantal sebagai penyangga kepalanya. Sejak kematian Ibu mereka,
Mildred menjadi pengurus rumah tangga keluarga Moore. Ia seperti ratu di rumah
itu sementara Cornelius kaki tangannya.
Mildred mengangkat kedua kaki Lord
Moore ke atas sandaran tangan sofa, lalu membuka sepatunya yang masih
menyangkut di kakinya yang lain. Ia memerhatikan kaki yang diinjak Grisell lalu
seulas senyuman muncul menghias wajahnya yang seputih piring porselen kebanggaan
mendiang Ibu mereka. Melihat senyum senang adiknya, Lord Moore mengerut kening
bingung sekaligus kesal.
“Apa aku menghiburmu, Lady Paston?”
Tanya Lord Moore. Mildred mengangguk kepala, terlalu jujur. “Senang akhirnya
bisa menghibur adikku sendiri.”
“Aku senang ia melakukan itu,” ucap
Mildred menatap kakaknya dengan wajah jahil. “Kau pantas mendapatkannya. Sudah
lama sekali aku ingin tahu kelemahanmu. Kupikir Lady Clopton, karena kulihat
kalian begitu jatuh cinta. Tapi saat Miss Parnell menampar, memakimu dan
menginjak kakimu… dia kelemahanmu,”
“Apa kau mabuk, Lady Paston? Asal
kau tahu saja, dia wanita yang diinginkan Ayah untukku. Tapi kelemahanku? Yang
benar saja,”
“Aku sudah tahu dia pelacur saat kau
menyebut namanya karena teman-teman Benjamin pernah menyebut nama Miss Parnell,
salah satu temannya yang mesum membicarakan hal-hal pria waktu itu. Tapi dia
kelihatan seperti wanita terhormat saat masuk ke ruang duduk. Dan kau berhasil
merusak usahanya menjadi wanita terhormat. Sifat agresifnya muncul begitu kau
terang-terangan menyebutnya pelacur, semua wanita pasti akan tersinggung saat
mereka dihina sekalipun mereka memang seperti itu. Dan, bukan berarti dia tidak
tepat untukmu,”
“Kau menyarankanku merusak
reputasiku hanya untuk seorang wanita seperti Miss Parnell, itukah saranmu?”
Tanya Lord Moore menekuk siku-sikunya lalu mengangkat pergelangan tangannya ke
atas matanya yang terpejam. “Maka, tidak terima ka—sialan jangan sentuh di
situ!” Desis Lord Moore saat tangan Mildred sengaja menyentuh kakinya yang
bengkak. Mildred mengedik bahu, tak peduli omong kosong yang keluar dari mulut
kakaknya. Bridget kembali dengan mangkuk alumunium yang besar berisi es batu
dan kain kering di atasnya.
“Sebenarnya, apa masalahmu dengan
Miss Parnell?” Tanya Mildred mengambil mangkuk itu dari tangan Bridget. Adiknya
duduk bersimpuh di sebelah kursi Lord Moore namun matanya memerhatikan tangan
kakaknya yang mengambil beberapa es batu lalu menaruhnya ke atas kain kering
itu dan membungkusnya. Kain itu lalu ditaruh di atas kaki Lord Moore. Pria itu
mendesis begitu kakinya yang terluka ditekan dengan kain dingin dan basah itu.
Sekarang ia malah kelihatan seperti pria lemah. Lord Moore memaki dirinya
sendiri, merasa seperti perempuan lemah di bawah bantuan adik-adiknya. Tidak
ada jawaban bagi Mildred.
Ia memikirkan dimana Grisell
sekarang. Jika wanita itu berniat kabur dari rumahnya berarti ia gagal memenuhi
permintaan Ayahnya. Lord Moore merasa menyesal telah mempermalukan Grisell di
depan keluarganya sendiri, seharusnya ia tak melakukan itu. Oh, begitu banyak
kata ‘seharusnya’ saat ia memperlakukan Grisell. Wanita muda itu sangat sulit
ditebak alur pikirannya, biasanya Lord Moore mudah mengetahui reaksi wanita
saat berhadapan dengannya. Meski bahasa tubuh Grisell sangat transparan, itu
tidak cukup memberitahunya apa yang ada di pikiran Grisell.
Benjamin juga merasa begitu saat ia
menemukan Grisell berdiri di tengah-tengah taman. Angin malam membuat gaunnya
yang tipis berterbangan, yang menyeramkan, gaun itu berwarna putih sehingga di
tengah taman dengan pencahayaan yang kurang, Grisell terlihat seperti hantu
yang memunggunginya. Ia berjalan mendekati Grisell dengan hati-hati karena ia
tidak ingin mengejutkan wanita itu. Seluruh bulu roma Benjamin berdiri
mendengar isak tangis Grisell. Tinggal kepala kecil itu berbalik dengan wajah
menyeramkan, maka Benjamin tidak akan pernah masuk ke Moore House lagi.
Saat tangan Benjamin menyentuh
pundak Grisell, wanita itu tersentak dan berbalik. Air mata Grisell membasahi
mata biru dan pipinya. Pipinya memerah, bawah hidungnya basah dan pundaknya
terangkat-angkat saat ia terisak. Ya Tuhan, Benjamin tidak pernah bertemu
dengan Grisell Parnell yang dibicarakan teman-temannya dan sekarang ia sedang
berhadapan sendirian dengan wanita itu. Tak perlu berpikir lagi, Benjamin
mengeluarkan saputangan dari kantong bagian dalam jaketnya. Grisell tanpa
malu-malu mengambil saputangan itu lalu mengelap air matanya dan membersit
hidung lalu mengangkat wajahnya menghadap Benjamin.
“Apa kau juga akan menyebutku
pelacur?” Tanya Grisell dengan suara parau.
“Tidak, Miss Parnell, tidak,” tukas
Benjamin cepat-cepat. Sekarang ia tahu mengapa teman-temannya pernah
membicarakan Grisell. Wajah wanita itu tidak bisa dilupakan, terutama karena
rambutnya yang berwarna cokelat madu itu dan bibir mungil yang kelihatan manis.
Tak heran wanita ini bisa menjadi pelacur yang dikenal di London. Tapi wajahnya
mengingatkan Benjamin pada seseorang, namun ia juga tidak yakin siapa orang
itu.
“Ap-apa kau suami Mildred?”
“Oh, maaf atas kelancanganku, Miss
Parnell. Perkenalkan, aku Benjamin Paston, aku seorang viscount di Cheshire. Tanahku bersebelahan dengan tanah keluarga
Moore. Apakah kau mau memaafkan kelancanganku?”
“Kau tidak perlu memperlakukanku
berlebihan seperti itu, My Lord,” ucap Grisell sambil membersihkan hidungnya.
Lalu ia menarik nafas panjang. “Aku hanya pelacur,”
“Oh, tidak, tidak, Miss Parnell. Kau
bukan lagi seorang pelacur. Apakah Lord Moore sudah memberitahu alasan mengapa
ia membawamu ke sini?” Tanya Benjamin menarik perhatian Grisell. Kedua alisnya
terangkat lalu ia menggeleng kepala singkat. Benjamin mendesah, ingin memukul
Lord Moore karena bodoh tidak memberitahu alasannya pada Grisell! Merasa tak
perlu mengajak Benjamin, Grisell menyelipkan tangannya ke lengan Benjamin lalu
berjalan sehingga mau tak mau pria itu ikut berjalan.
“Apakah kau tahu tujuannya, My Lord?
Jika ya, tolong beritahu aku,” pinta Grisell menarik ingus. Tiba-tiba timbul
pertanyaan dari otak Benjamin dan seketika ia penasaran. Mengapa Ayah Lord
Moore menginginkan Grisell menjadi pasangan Lord Moore? Apakah Ayah Lord Moore
tahu bahwa Grisell bekerja sebagai pelacur? Saat mendengar Grisell berdeham
sebentar, ia tersadar lalu menjawab.
“Kurasa bukan hakku memberitahumu,
Miss Parnell.”
“Aku tidak ingin berbicara dengan
Lord-mu itu sampai ia benar-benar meminta maaf. Kau dan aku tahu bahwa ia
seorang earl dan pria yang begitu
berwibawa dan sangat membosankan. Tapi bukan berarti ia mempermalukanku seperti
itu pada keluarganya—kau juga. Mengapa kau justru datang padaku, bukankah
berbicara dengan pelacur sepertiku akan merusak reputasimu sebagai viscount?” Tanya Grisell mendongak.
Tidak, Grisell tidak sama sekali ingin merayu pria itu, terutama karena pria
itu telah memiliki istri yang tidak lain dan tidak bukan adalah Mildred, adik
Lord Moore. Grisell penasaran apa yang terjadi pada Lord Moore sekarang. Ia
berharap pria itu tidak bisa berjalan!
Andai ia lebih tinggi lagi dan tidak
sekurus ini, pasti ia akan mencekik Lord Moore sekuat tenaganya. Sepertinya
malam ini Grisell harus pergi ke kamar Lord Moore lalu mencekiknya saat pria
itu tidur. Ide cemerlang! Sayangnya, ia tidak tahu dimana letak kamar Lord
Moore. Grisell menggigit bibir bawahnya.
“Oh, tentu saja tidak, Miss Parnell.
Saat season diadakan, orang-orang
akan tahu siapa dirimu,” ucap Benjamin tersenyum. Kulit Benjamin putih, tidak
sama seperti Lord Moore yang lebih berwarna. Sebenarnya, apa pekerjaan
Benjamin? Grisell berusaha tak menanyakannya.
“Akan sangat menyenangkan bila kau
membicarakan tentang pernikahanmu. Berapa lama kau sudah dengan Lady Paston?”
“Hampir 1 tahun,” sahut Benjamin
melirik Moore House. Cornelius sedang berada di teras, menceramahi Mr.Phee,
kucing peliharaan Hope. Tapi Benjamin tidak menyadari bahwa ia sedang diawasi
oleh Lord Moore dari ruang kerjanya. Pria itu berdiri di dekat jendela dengan
tirai terbuka sedikit sehingga pria itu dapat melihat Benjamin berjalan-jalan
dengan Grisell. Lord Moore tak menyukai pemandangan yang ia lihat sekarang.
Meski ia tidak melihat tanda-tanda Benjamin merayu Grisell, hatinya tetap
gelisah.
Kakinya sudah diperban dan tidak
diizinkan memakai sepatu untuk sementara sampai bengkaknya mengempis. Ia hampir
membentak adik-adiknya untuk menyingkir saat ia berjalan menuju kantornya tanpa
sepatu. Sebenarnya niat ia pergi ke ruang kerjanya ingin mengambil novel yang
dibaca Grisell tadi siang. Tapi matanya melirik jendela yang tirainya terbuka
sedikit. Ia melihat wanita mungil yang memakai gaun putih tipis sedang
berjalan-jalan dengan pria yang lebih pendek darinya memakai setelan khas
aristokrat. Hatinya tiba-tiba memanas. Novel yang dipegangnya hampir rusak saat
ia meremasnya.
Lord Moore ingin meminta maaf pada
Grisell dengan bantuan membaca setelah makan malam nanti. Tapi tampaknya wanita
itu sedang menghabiskan waktu menyenangkan bersama Benjamin. Ia melihat Grisell
tertawa bebas bersama pria itu saat Benjamin mengatakan sesuatu yang pastinya
sangat menghibur Grisell. Tidak, Lord Moore tidak bisa menahan perasaan ini. Ia
merasa gelisah dan ingin meninju seseorang. Dan orang yang ingin ia pukul
adalah adik iparnya sendiri! Sial, apa yang merasuki diri Lord Moore? Ia
menggeleng-geleng kepala, berusaha mengembalikan akal sehatnya. Apakah ini efek
dari injakan kaki Grisell?
Lord Moore melempar novel yang ia
pegang ke atas mejanya lagi lalu melangkah dengan telanjang kaki keluar dari
ruang kerjanya. Sekarang rumahnya sudah tak sesunyi kemarin. Hope dan Cornelius
sedang membujuk Mr. Phee mengeluarkan kunci kamar Cornelius dari
mulutnya—pantas saja Cornelius mengejar Mr. Phee, tapi apakah mungkin kunci itu
tak tertelan? Lord Moore tak memedulikan kedua orang itu saat melewatinya
menuju pintu keluar teras. Mildred sedang berbicara pada pelayan dapur untuk memberitahu
koki agar segera menyiapkan makan malam. Sementara Bridget sedang berbicara
bersama dr.Collins yang sudah lanjut usia.
Tampaknya tidak ada yang menyadari
kehadirannya. Lord Moore keluar dari Moore House, melewati pintu yang
menghubungkan teras rumah. Ia melihat Benjamin sedang mengangkat kedua
tangannya dengan wajah serius, Grisell mengangguk serius juga. Lalu tiba-tiba
Grisell mengangkat tangannya, menggelitik Benjamin hingga pria itu tertawa
menjauh dari Grisell. Apa-apaan yang ia lakukan bersama Grisell? Benjamin tidak
sama sekali kelihatan seperti pria bangsawan. Tapi alasan utama mengapa Lord
Moore tak menyukai kebersamaan mereka karena Grisell tertawa bukan karenanya.
Orang-orang bodoh pun tahu sikap
sang earl sangat membingungkan.
Terutama saat kaki telanjang itu menjejakkan kaki ke atas rumput yang selalu
dipangkas agar tak bertumbuh liar. Benjamin menegang saat ia melihat dari jarak
jauh Lord Moore mendatanginya dengan wajah yang tak bersahabat sementara Grisell
masih berlari ke arahnya untuk bermain dengan pria itu dan tampaknya Grisell
menyadari perubahan reaksi Benjamin yang berhenti berlari dan menatap ke
belakang punggungnya. Senyum Grisell menghilang saat ia mendapati Lord Moore
datang menghampirinya. Penuh antisipasi, Grisell melangkah mundur menjaga jarak
dengan Lord Moore. Pria itu menatap Benjamin dengan tatapan yang dapat menyuruh
matahari terbit saat itu juga.
“Lord Paston, jika kau tidak
keberatan meninggalkan kami berdua,” ucap Lord Moore meminta izin, meski Lord
Moore tahu ia tidak memerlukan izin adik iparnya. Tanpa diminta dua kali,
Benjamin pergi dari hadapan mereka, meninggalkan Grisell yang hendak
menghentikannya. Grisell menatap punggung Benjamin yang semakin menjauh menuju
Moore House, melewati jalan setapak. Mata Grisell beralih menatap Lord Moore
yang berjarak 2 meter darinya, cukup dekat bagi Lord Moore untuk melangkah satu
kali dan menangkap Grisell. Tapi ia tidak melakukan itu.
“Apa yang kauinginkan?” Tanya
Grisell ketus. Matanya melirik kaki Lord Moore yang tak memakai sepatu, ia
terkesiap saat melihat bengkak di kaki sebelah kirinya.
“Lord Paston sudah memiliki istri
dan istrinya adalah adikku. Jangan sampai kau membuatku ingin meninjunya karena
telah merayumu,” ucap Lord Moore dengan suara tenang sekaligus tegas. Mata
Grisell membulat tak percaya.
“Tapi aku tak merayunya dan dia
tidak merayuku! Demi Tuhan, apa kau bahkan mempunyai otak, Lord Moore?” Grisell
murka, benar-benar murka. Mengapa tidak ada percakapan yang membuat mereka
bersahabat? Bibir Lord Moore berubah menjadi garis tipis, berusaha menahan
keinginannya menggunakan kata-kata yang tak ia saring seperti sebelumnya. Pria
itu menarik nafas dalam-dalam, matanya terpejam lalu terbuka kembali. Dua bola
matanya lebih gelap, dalam, dan… misterius. Grisell melangkah mundur saat dua
mata itu mengintimidasi untuk pertama kalinya.
“Miss Parnell, maafkan ucapanku
sebelumnya di ruang duduk. Aku tak bermaksud mempermalukanmu di depan
keluargaku,” ucap Lord Moore kelihatan tulus. Tapi Grisell tidak akan tertipu
oleh wajah itu! Grisell melipat kedua tangannya di depan memberi tatapan
menantang seperti kemarin.
“Tidak, aku tidak memaafkanmu,” ujar
wanita mungil itu melirik Lord Moore. Pria itu meringis pelan saat pria itu
melangkah mendekat. “Jangan mengambil satu langkah lagi atau aku akan
berteriak.” Grisell mengangkat satu tangan, memberi tanda peringatan. Lord
Moore mengangguk patuh dan mereka tak sadar bahwa mereka sedang diperhatikan
oleh banyak pasang mata di teras. Mildred memeluk Benjamin di dekat anak
tangga, Cornelius menggendong Mr.Phee sementara Hope beruaha membuka mulut
kucinnya meski matanya tertuju pada dua orang yang sedang menjaga jarak itu.
“Lalu apa yang kau inginkan, Miss
Parnell, agar aku mendapat maaf darimu?” Lord Moore membujuk. Penawaran itu
cukup menarik Grisell. Dengan matang-matang, Grisell memikirkan apa yang ia
inginkan lalu ia mendeklarasikannya.
“Aku ingin belajar di luar Moore
House sampai season dimulai.
Maksudku, aku ingin menjelajahi Cheshire sambil belajar bersama Miss Gillbride.
Hanya itu,”
“Kau tidak ingin belajar membaca
bersamaku sebagai tambahannya?”
“Terlambat,” ucap Grisell menggeleng
kepala. Sebenarnya, tawaran itu sangat menggiurkan Grisell. Ia ingin membaca
sekaligus menghabiskan waktu bersama Lord Moore. Namun melihat percakapan
mereka yang berlangsung selama dua hari ini sepertinya tak pernah berjalan
mulus, tampaknya itu bukan ide yang bagus. Pasti mereka berdebat, meski hal itu
tidak penting. Mungkin pergi keluar akan membuat Grisell lebih tenang
menghadapi Lord Moore.
Pria itu mengangguk pasrah. “Jika
itu yang kauinginkan, mulai besok kau boleh belajar di luar Moore House. Tapi
akan didampingi dua pengawal, apa kau mengerti?”
“Dua pengawal? Aku mempunyai
pengawal?”
“Tentu saja. Melihat tubuhmu yang
kecil dan Miss Gillbride yang sepertinya tak bisa menjaga dirimu di luar sana,
kau jelas membutuhkan pengawal.” Lord Moore berucap, kemudian pria itu kembali
meringis. Grisell melirik kakinya yang bengkak itu, menatapnya dengan tatapan menyesal
tapi itu tidak akan mempengaruhi penolakan Grisell.
“Sepakat.” Lord Moore mengangguk
kemudian ia berbalik, meninggalkan Grisell. Baru beberapa detik ia melangkah,
Lord Moore membalikkan tubuhnya, bertanya ragu pada wanita berambut cokelat
madu yang mematung itu.
“Kau masih tidak mau belajar membaca
bersamaku?”
“Tidak!”
***
Pagi itu Grisell dan Miss Gillbride
berangkat menuju estat Welshing Park yang tak jauh dari Moore House. Grisell
ingin menjelajahi dan mengenal Welshing Park, terutama orang-orang yang menyewa
tanah Lord Moore. Ia meminta kusir berhenti di rumah pertama Welshing Park
kemudian berencana berjalan kaki untuk menelusuri estat itu. Ia berjalan
bersama Miss Gillbride sambil guru itu menceramahi Grisell bahwa perbuatannya
tadi malam sangat tidak menunjukkan rasa hormat pada tuan rumah. Grisell ingin
membantah Miss Gillbride, tapi dia tidak ingin Miss Gillbride semakin lama
menceramahinya. Mungkin umur mereka hanya terpaut 6 tahun, jika dilihat
bagaimana Miss Gillbride berbicara.
Grisell memakai bonnet di kepalanya
agar cahaya matahari tak menyilaukan penglihatannya dan angin tak merusak
riasan rambutnya. Pagi itu tampak beberapa orang wanita bersuami berjalan
memegang keranjang berisi sayur, daging dan ikan. Tampaknya mereka baru pulang
dari pasar Cheshire yang tak jauh dari Welshing Park. Miss Gillbride mengatakan
bahwa Grisell tak seharusnya berbicara dengan siapa pun yang belum
diperkenalkan padanya. Orang yang boleh berbicara dengan Grisell hanyalah
orang-orang yang telah diperkenalkan oleh kerabatnya. Atau jika dipersingkat,
Grisell tidak boleh berkenalan secara pribadi dengan orang asing. Dua pengawal
laki-laki bertubuh besar berdiri di belakang kedua wanita itu sambil melihat
keadaan di sekeliling mereka.
Beberapa pria tua sedang menyapu
dedaunan yang jatuh di jalan estat tanpa melirik Grisell sama sekali saat
Grisell melewati mereka. Mungkin ia membutuhkan Lord Moore untuk berkenalan
dengan orang-orang di sini. Saat ia berangkat dari Moore House, ia tidak
mendapati siapa pun di rumah dan ia mengira, mungkin orang-orang masih
tertidur. Termasuk Lord Moore. Tapi tampaknya perkiraannya ternyata salah. Pria
itu justru sedang berbicara dengan seorang pria bertubuh gempal, berkumis lebat
dan memakai pakaian kotor. Tampaknya orang itu baru saja bermain dengan tanah.
Lord Moore sekarang kelihatan seperti tiang saat berhadapan dengan pria itu.
Tapi Grisell tak pernah melihat sisi Lord Moore yang satu ini.
Ia mendengar nada suara pria itu
berwibawa, tenang, dan mengendalikan segalanya. Bahkan sesekali pria itu
tersenyum dan membuat canda yang membuat pria bertubuh gempal itu tertawa.
Grisell berbalik ke belakang saat Miss Gillbride masih menceramahinya.
“…kurasa kau harus—“
“Miss Gillbride, haruskah kita
kembali lagi ke Moore House atau pasar?” Tanya Grisell. Ia sedang berusaha tak
berbicara dengan Lord Moore dan sedikit mungkin melibatkan diri dalam
percakapan dengan pria itu.
“Apakah ada yang salah, Miss
Parnell?”
“Selamat pagi, ladies.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar