Minggu, 11 Januari 2015

Lucky Slut Bab 4

CHAPTER FOUR

            Henrietta tak pernah mendengar kata-kata sevulgar itu seumur hidupnya! Bahkan kakaknya yang mesum sekalipun tidak berani berkata-kata segamblang itu. Perasaannya diliputi rasa cemburu, marah, jengkel dan ingin mencekik orang. Henrietta berusaha berpikir tenang, mungkin Tuhan memang sedang mencobainya. Apakah Grisell alasan mengapa Justin memutuskannya? Sulit dipercaya Justin lebih memilih seorang pelacur dibanding Henrietta. Namun lagi-lagi Henrietta harus berpikir jernih dan tak meninggikan suaranya. Tidak, tidak mungkin Justin memilih pilihan murahan seperti itu. Mengapa Justin harus menjalin cinta dengan seorang pelacur yang pasti akan merusak reputasinya dibanding dapat menjalin cinta dengan Henrietta yang sudah jelas-jelas adalah anak dari Lord Clopton—pria yang berteman dengan Ayah Justin?
            “Lord Moore tidak akan melakukan hal serendah itu, Miss Parnell. Aku mengenalnya lebih jauh daripada kau! Seharusnya aku sudah menduga kau akan mengatakan kebohongan untuk merusak reputasi Lord Moore,” ujar Henrietta berusaha tidak menjambak rambut Grisell yang tergerai namun dihiasi bunga-bunga di sekitar kepalanya, seperi taman kecil yang indah. Henrietta mengalihkan pandangannya pada Lord Moore lalu berkata dengan tegas. “Dengan segala hormat, My Lord, kurasa tidak akan dianggap bagus bila kau tetap memelihara Miss Parnell di rumahmu.”
            “Memelihara katamu? Aku jelas lebih tahu Lord Moore dibanding dirimu, Lady Clopton. Apa kau pernah merasakan kejantanannya? Oh, demi Tuhan rasanya sangat nikmat saat—“
            “Cukup, Miss Parnell,” Justin memotong ucapan Grisell secepat mungkin lalu mendorong lengan Grisell akan mundur ke belakang. Henrietta tak pernah mendengar kata ‘kejantanan’ keluar dari mulut seorang wanita! Dan orang Inggris mana pun tahu bahwa membicarakan organ tubuh sendiri atau lawan jenis sangat tak pantas dibicarakan. Tapi lihatlah apa yang pelacur itu baru katakan! Henrietta bisa menjerit saat itu juga dan berlari menjambak rambut Grisell. Namun kedatangan Cornelius yang tiba-tiba menghentikannya.
            Pria berkumis itu membungkuk memberi hormat pada ketiganya, lalu ia tersenyum ramah pada Henrietta. “Merupakan kejutan menyegarkan atas kedatanganmu, Lady Clopton. Apakah ada yang bisa kubantu?” Tanya Cornelius memberi senyum tipis. Jika Cornelius tidak datang saat itu juga, Justin tahu, ia pasti akan menyeret-nyeret Grisell pergi dari hadapan Henrietta dan memukul bokong wanita muda itu. Justin bisa melihat bagaimana tangan kecil Grisell mengepal begitu Henrietta berbicara pada Justin seolah-olah Grisell adalah binatang. Memelihara. Justin tidak setuju dengan kata itu juga, terlalu kasar bagi Grisell yang sensitif. Justin cepat-cepat menjawab meski pertanyaan bukan ditujukan padanya.
            “Tentu saja, Cornelius. Bisakah kau mengantar Lady Clopton ke kereta kudanya? Aku harus berbicara dengan Miss Parnell mengenai beberapa hal,” ucap Justin pada kepala pelayannya itu, lalu ia beralih pada Henrietta. “Aku akan datang sore nanti ke rumahmu,”
            “Kau tidak perlu mengantarku ke kereta kudaku, Cornelius. Dan kau tidak perlu datang ke rumahku, Lord Moore, semua yang kulihat sudah menjelaskan segalanya. Selamat pagi,” ucap Henrietta membungkuk sopan, lalu menegakkan punggungnya. Dagunya terangkat ke atas seperti para putri bangsawan lainnya. Rasanya Grisell ingin meludah melihat kesombongan mereka dalam berpakaian, bergerak, bahkan bernafas! Cornelius tetap mengikuti Henrietta dari belakang, meninggalkan Justin dan Grisell di tempat.
            Setelah mereka menghilang dari pandangan, Justin menunduk menatap Grisell marah. “Bukankah kau seharusnya bersama pengajar pribadimu, Miss Parnell?” Tanya Justin mengerutkan kening. Melihat kerutan kening itu, Grisell menjijit mengangkat tangannya lalu mengelus-elus kening itu sampai kerutan Justin menghilang. Sentuhan lembut dari tangan Grisell sempat menghilangkan kewarasan Justin dan mulai berpikir untuk menarik wanita itu pergi ke ruang kerjanya lalu menidurinya di atas tempat tidur. Demi Tuhan, jangan sampai itu terjadi! Justin memegang pergelangan tangan Grisell, menahannya.
            “Tidak ada pertemuan dengan orang asing lagi sebelum kau benar-benar tahu tata krama, Miss Parnell. Dan jangan menyentuhku sesukamu, aku tak menyukainya,” sebab keinginan primitifku akan muncul. Kebohongan itu sepertinya termakan oleh Grisell yang menarik paksa pergelangan tangannya, merasa kesal karena nada suara Justin mengancam. Kedua alis hitam kecokelatan Grisell hampir menyatu.
            “Aku tak mendapati Henrietta menarik selain perhiasannya. Dan kau suka kusentuh, Lord Moore,” ucap Grisell yakin dan mengalihkan topik pembicaraan. Justin tak dapat berkata-kata lagi. Mengapa Tuhan menciptakan wanita yang bisa begitu menarik seperti Grisell tapi juga dapat begitu menjengkelkan? Justin tidak pernah terhibur seperti ini seumur hidupnya. Kedatangan Grisell dalam hidupnya benar-benar membuatnya ingin cepat menguburkan diri dan memberi gelarnya pada kerabat terdekatnya. Siapa pun itu asal ia tidak bertemu dengan Grisell lagi. Karena mulut Justin tertutup rapat, Grisell akhirnya membuka mulut lagi.
            “Beruntung aku menyelamatkanmu dari wanita itu, Lord Moore. Aku tahu kau tidak menyukainya. Kau memang kelihatan tertarik padanya, tapi aku tahu kau lebih menginginkanku,” ucap Grisell percaya diri. Siapa pun menginginkan Grisell Parnell, demi Tuhan! Siapa yang tidak? Tapi wanita ini sangat menjengkelkan Justin. Andai saja Grisell sedikit bersikap seperti seorang wanita terhormat, pasti Justin akan memperlakukannya lebih baik daripada ini. Dan sialan, dimana pengajar pribadi Grisell? Bukankah seharusnya ia sudah ada Moore House 30 menit yang lalu? Keterlambatan ini benar-benar tak bisa ditoleransi. Justin berniat akan mengganti pengajar pribadi yang baru.
            “Kau bahkan tidak tahu apa yang kaukatakan, Miss Parnell. Dan sepertinya kau tidak akan mendapat guru pribadimu hari ini—sekalipun ia muncul, aku tidak akan memberi kesempatan keduanya baginya. Aku akan mencari yang baru,”
            “Aku tahu apa yang kukatakan dan aku akan membuktikannya padamu,” ucap Grisell, lalu ia melanjutkan. “Kau memang senang bersikap kejam pada semua orang ya?”
            “Aku hanya menunjukkan ketegasanku pada orang-orang yang bekerja untukku. Dan untukmu. Dia tidak akan kuterima apa pun alasannya,”
            Namun saat pemikiran itu muncul di benaknya, pengajar pribadi Grisell muncul tergopoh-gopoh di ruang tamu dengan wajah memerah. Tinggi wanita itu setelinga Justin, tingginya melebih rata-rata tinggi wanita Inggris, dengan rambut hitam yang sama seperti milik Henrietta namun wajah wanita itu tampak bersahabat. Senyum penuh penyesalan tampak di wajahnya yang putih. Hidungnya mancung—bahkan besar—namun matanya bulat besar sehingga membuat wanita itu sangat menarik. Apakah wanita Inggris memang menarik seperti Henrietta dan guru pribadi Grisell? Beberapa helai rambut guru itu menempel di keningnya karena keringat. Pagi seperti ini ia berkeringat? Padahal udara Cheshire saat itu sejuk.
            Guru pribadi Grisell menyimpan dua tas di dekat permadani hijau ruang tamu lalu ia melangkah mendekati keduanya. Ia membungkuk memberi hormat lalu ia mengambil nafas dalam-dalam. “Maafkan keterlambatanku, My Lord. Kereta kudaku mendapat masalah saat perjalanan menuju Moore House. Dan kusir kudaku tampaknya tak begitu cekatan memperbaikinya.” Guru pribadi itu menjelaskan. Grisell dapat melihat wanita itu memang kesusahan. Keringat di keningnya membuktikan betapa resahnya wanita itu. Jika Grisell membiarkan Justin memecat wanita ini hanya karena keterlambatan yang tidak diperbuat olehnya sendiri, Grisell tidak akan menerima guru pribadi lain selain wanita ini. Tampak wanita ini lebih tua daripadanya, tapi Grisell yakin, guru pribadinya akan menyenangkan.
            “Miss Gillbride—“
            “Oh, sangat menyenangkan mendapatkanmu di sini, Miss Gillbride!” Tukas Grisell cepat-cepat memotong ucapan Justin. Grisell hanya perlu mendengarkan nama wanita itu sebelum Justin mengatakan niatnya untuk memecat guru pribadinya. “Kami baru saja membicarakanmu. Aku suka kau, ayo kita mulai belajar,” ucap Grisell girang. Memang Grisell tak senang akan gagasan ia harus belajar menjadi seorang Lady Membosankan, tapi melihat keramahan Miss Gillbride berhasil membuat Grisell ingin belajar. Yah, memang bukan belajar alasan utama Grisell ingin mempertahankan Miss Gillbride, tapi karena Miss Gilbride wanita pertama yang tidak akan menjadi pelayan tapi juga tidak akan menjadi temannya. Cukup untuk berbincang-bincang bebas dengan Miss Gilbride.
            Miss Gillbride menatap Grisell dengan tatapan skeptis. Wanita muda inikah yang akan ia ajar? Bagaimana mungkin? Lord Moore memang tidak memberitahu berapa umur anak asuh yang akan ia ajar, tapi tidak juga memberitahu apakah ia benar-benar dibutuhkan—namun ia mendapat jemputan dari Moore House kemarin malam saat kusir berkata bahwa Lord Moore telah datang dan memang membutuhkan bantuannya. Tapi, wanita muda ini?
            “Maaf, Miss, aku kurang yakin bahwa Anda yang akan kuajar.”
            “Dialah yang akan kauajar, Miss Gillbride. Biar kuperkenalkan kalian berdua,” ucap Justin ingin memperjelas. Justin sadar Grisell menyukai pengajar baru ini dan sungguh perbuatan yang sangat jahat jika ia memecat Miss Gillbride dan menyakiti perasaan Grisell. Mungkin jika ingin dipersingkat, Justin ingin Grisell belajar cepat dengan orang yang disenanginya dan tak perlu mendengar keluh kesah Grisell. “Miss Parnell, perkenalkan guru pribadi barumu, Laurence Gillbride. Dan Miss Gillbride, perkenalkan murid barumu, Grisell Parnell. Jasamu akan sangat berharga sampai kau berhasil membuatnya menjadi seorang Lady sebelum season dimulai,”
            “Senang bertemu denganmu, Miss Parnell,” ucap Laurence lalu membungkuk. Grisell mengangguk dua kali. Karena Grisell tak memberi respon akhirnya Laurence memberitahunya. “Bila ada seseorang yang mengatakan ‘senang bertemu denganmu’ maka Anda akan mengatakan ‘senang bertemu denganmu juga’ dan Anda akan menyebut gelarnya lalu membungkuk.”
            “Oh, senang bertemu denganmu juga Miss Gillbride,” ucap Grisell buru-buru lalu ia membungkuk seperti yang dilakukan Laurence. Guru pribadi Grisell menatap Justin takut-takut.
            “My Lord, bukankah season akan dimulai satu bulan lagi?”
            “Aku tahu, Miss Gillbride. Kupikir Anda hanya perlu memberitahu tata krama yang baik pada Miss Parnell selama season berlangsung. Karena Miss Parnell akan menjadi pusat perhatian di Moore House,” ucap Justin dengan suara terkendali. Sangat terlihat bahwa pria ini senang sekali mengontrol keadaan dan pembicaraan. Dia seperti ular di taman Eden! Grisell berseru dalam hati. Tenang dan penuh tipu muslihat! Wajahnya memperlihatkan kesenangan dan keramahan serta suaranya penuh kendali dan tenang padahal beberapa menit sebelumnya Justin sudah mengancam akan memecat Miss Gillbride sebelum wanita itu muncul.
            Apakah ini pria yang sangat dipuja-puja oleh masyarakat Cheshire? Grisell tetap tersenyum, lalu ia membuka mulut. “Aku bukan keturunan bangsawan dan tidak tahu bagaimana berjalan, duduk, dan bernafas seperti wanita bangsawan lainnya. Maukah kau mengajarku, Miss Gilbride?” Grisell memberi sindiran untuk pria di sampingnya, namun tampaknya Justin tidak memakan sindiran itu. Laurence tersenyum.
            “Tentu saja, Miss Parnell. Kita akan memulainya hari ini, jika itu menyenangkan hati Lord Moore,” ucap Laurence menatap Justin.
            “Tentu saja kehadiranmu sangat menyenangkan, Miss Gillbride. Aku menunggu hasilnya,” balas Justin membungkuk. “Jika kalian mengizinkan, aku harus menyelesaikan pekerjaanku.”

***

            Grisell berharap dirinya lenyap saat itu juga. Ia diberi buku panduan oleh Laurence tentang peraturan makan malam dengan para tamu. Saat ia membuka buku itu, kalimat pertama yang ia baca adalah kalimat yang tidak dapat ia baca seluruhnya. Ia tidak dapat mengejanya dengan baik. Untungnya Laurence sedang mendatangi pelayan untuk mengadakan minum teh bersama yang biasa juga dilakukan oleh para wanita Inggris. Meja yang berukiran rumit terbuat dari besi dan dicat berwarna putih telah ditempatkan di tengah taman lengkap dengan kursinya. Grisell duduk tegak, mengikuti saran dari Laurence. Kedua lututnya menyatu, kepalanya tegak lurus dan kedua bahunya tak boleh membungkuk. Jelas tulang punggung Grisell sebentar lagi akan pegal karena cara duduknya yang tak begitu nyaman. Mengapa wanita Inggris dapat bertahan duduk seperti ini selama acara makan malam atau acara apa pun?
            Buku panduan itu tetap berada di atas pangkuannya tanpa ia berani buka kembali. Sejauh ini Laurence bersikap begitu baik padanya. Tidak ada kata-kata yang meyinggung saat Grisell memberitahu identitasnya sebagai pelacur. Bahkan Laurence tidak mengurangi rasa hormatnya terhadap Grisell dan tetap mempertahankan sikap profesionalnya sebagai seorang guru. Laurence memberitahu bagaimana seorang wanita tidak boleh memberikan pendapat pada siapa pun, jika wanita memiliki pendapat maka wanita itu harus memendamnya. Grisell tak pernah dilarang oleh siapa pun untuk berpendapat. Bibinya pun tidak. Mengapa wanita tidak memiliki hak yang sama seperti pria? Tidak adil.
            Grisell tidak tahan lagi duduk tegak seperti ini. Ia menyerah. Seseorang menertawakan Grisell tetapi wanita itu tidak menyadarinya. Tentu saja. Karena yang sedang menertawakannya adalah Lord Moore di dalam ruang kerjanya. Lord Moore berdiri di dekat jendela panjang yang menghadap langsung ke belakang taman tempat Grisell sedang berlatih menjadi seorang Lady. Lord Moore sedang bertaruh dengan dirinya sendiri sebarapa lama Grisell dapat duduk seperti wanita terhormat, ia bahkan melirik jam kantongnya sesekali. Ternyata Grisell hanya bertahan selama 5 menit setelah kepergian Laurence. Sangat menyenangkan mendapati wanita itu tidak tahu bahwa ia sedang diperhatikan. Lord Moore melirik buku di pangkuan Grisell yang awalnya dibaca Grisell namun kemudian wanita itu menutup kembali bukunya. Setelah itu, Grisell tak membuka buku lagi. Apakah Grisell tidak suka membaca? Atau Grisell tak bisa membaca? Lord Moore harus mencaritahu.
            Pohon rindang yang menjadi pelindung tubuh Grisell berhasil menutup hampir seluruh tubuhnya dari sinar matahari siang. Meski pada umumnya acara minum teh diadakan sore hari, tapi Laurence mengadakannya siang hari untuk pelatihan semata sekaligus agar mereka dapat berbincang-bincang dan mengetahui lebih dalam satu sama lain. Grisell setuju dengan pendapat itu, dibanding ia harus berlatih jalan tegak yang memerlukan banyak buku di atas kepalanya. Oh, ia tidak ingin terlihat konyol. Melihat Laurence muncul dari dalam rumah, Grisell segera membenarkan cara duduknya. Lord Moore tertawa sendiri melihat tingkah Grisell. Sangat menghibur dan… membuatnya kecanduan. Lord Moore berusaha mengerjakan berkas-berkasnya kembali, namun fakta Grisell berada dalam rumahnya berhasil mengalihkan perhatiannya. Aku mungkin harus melihatnya sebentar saja, pikir Justin 1 jam yang lalu. Ia malah menghabiskan sebagian waktu memerhatikan Grisell dibanding pekerjaannya.
            Mulai Grisell belajar membungkuk, berbicara sopan—sambil wanita itu terus membuat wajah konyol—dan topik pembicaraan apa saja yang sering dibicarakan orang Inggris kelas menengah atas atau bangsawan. Sampai akhirnya ke acara minum teh. Tiba-tiba ide menyelinap masuk di otaknya, membuat Justin menyeringai.
            “Terima kasih atas tehnya, Miss Gillbride,” ucap Grisell dengan nada suara terkendali. Laurence hanya tersenyum lalu menuangkan teh ke dalam cangkir porselen yang memiliki ukiran berwarna emas. “Aku hanya pakai gula, tak perlu krim,”
            “Miss Parnell, hanya anak kecil yang memberitahu keinginannya sebelum ditanyakan. Maka dari itu, aku harus bertanya lebih dahulu padamu apa yang kauinginkan, baru kau boleh mengutarakan keinginanmu. Mari kita coba mempraktekannya,” ucap Laurence. Grisell mengangguk mengerti. “Apakah kau ingin memakai gula dan krim, Miss Parnell?”
            “Aku pakai keduanya, gula setelah itu krim, tolong,” bukanlah keinginan Grisell. Tapi keinginan Lord Moore yang tiba-tiba muncul dengan kursi yang sama seperti mereka. Lord Moore menempatkan dirinya di antara kedua wanita itu lalu duduk dengan tenang. Keduanya terkejut atas kedatangan Lord Moore yang tiba-tiba lalu Laurence memberi tatapan menyesal.
            “My Lord, kejutan yang menyenangkan. Aku tak tahu Anda ingin ikut bergabung bersama kami. Akan kuminta pelayan untuk mengantar satu cangkir lagi untukmu,” ucap Laurence berdiri dari kursinya lalu pergi dari hadapan keduanya. Grisell memalingkan kepalanya dari Lord Moore, tak ingin menatap wajah pria itu setelah perdebatan mereka kemarin malam. Ia masih menginginkan permohonan maaf dari pria itu. Cornelius memerhatikan pasangan itu saat ia sedang sibuk memberitahu tukang kebun untuk memangkas semak-semak yang cukup dekat dengan mereka.
            Ia menahan senyumnya saat melihat Lord Moore berusaha membuka percakapan namun Grisell sama sekali mengindahkan Lord Moore. Selama 30 tahun bekerja untuk keluarga Moore—mulai untuk kakek Lord Moore, Ayahnya, dan akhirnya Lord Moore sendiri—Cornelius hanya pernah melihat satu perempuan yang hampir sama seperti Grisell. Nenek Lord Moore. Grisell memiliki sifat hampir sama seperti nenek pria itu, hanya saja, Grisell bukan dalam asuhan keluarga bangsawan. Tapi sifat tak terima Grisell akan keadilan bagi perempuan dan peraturan konyol itu seperti diturunkan oleh nenek Lord Moore, entah bagaimana bisa. Itulah mengapa kakek Lord Moore sangat mencintai istrinya.
            “Katakan padaku, Miss Parnell, apa yang membuatmu tak ingin membaca buku yang ada di pangkuanmu?” Tanya Lord Moore bersandar di kursinya, kemudian menunjuk buku berkulit hijau di atas pangkuan Grisell. Tiba-tiba wanita itu menjadi kikuk. Apa masalah wanita itu tiap kali ia membahas sesuatu yang berhubungan dengan membaca? Grisell memejamkan mata selama beberapa saat sebelum ia menoleh memandangan mata cokelat Lord Moore.
            “A-aku tidak suka membaca, Lord Moore,” dustanya kelihatan seperti kaca bening. Bagaimana mungkin Grisell tak suka membaca buku sementara sudah bertahun-tahun wanita itu berharap bisa membaca satu buku untuk melatih dirinya?
            “Ah, tidak suka membaca. Sangat mengejutkan, Miss Parnell. Bisakah kau membacakannya sedikit untukku?” Tanya Lord Moore memancing. Grisell menatap tajam Lord Moore lalu berkata dengan tegas.
            “Sudah kukatakan, aku tidak suka membaca,” ucap Grisell memberi penekanan di setiap katanya. Lord Moore mengangguk-angguk mengerti dan tidak berusaha memaksa wanita itu membaca untuknya. Ia justru memilih jalan pintas yang membuat Grisell menegang di tempatnya.
            “Kau tidak bisa membaca?” Tanya Lord Moore tidak dengan nada mencemooh atau mengejek. Grisell menarik nafas tajam, tak tahu apa yang harus ia katakan pada Lord Moore. Jika ia memberitahu Lord Moore bahwa ia tidak bisa membaca, pastilah Lord Moore akan mengejeknya seumur hidup. Tapi jika ia berbohong bahwa ia bisa membaca—tanpa terbata-bata—pasti ia akan diuji untuk membuktikannya. Kedua pilihannya berujung pada akibat yang sangat memalukan. Lord Moore tidak perlu mendapat jawaban pasti dari wanita itu karena ia sudah tahu dari gerak-geriknya. Tangan wanita itu memegang sisi atas buku hijau itu dengan erat, hampir meremas buku itu.
            Bukan salah Grisell tidak dapat membaca. Lord Moore tahu jelas mengapa ia harus menjadi pelacur. Kehidupan Grisell pasti selalu terlilit masalah keuangan dan tidak akan ada waktu baginya untuk mencari ilmu atau mendapat ilmu. Lord Moore marah. Marah pada Bibi Millicent yang tak perhatian pada keponakannya yang cantik jelita dan bersemangat. Mengapa Bibi Millicent tak mengajar Grisell. Tentu Bibi Millicent dapat membaca dan memiliki banyak waktu untuk mengajar Grisell membaca. Pekerjaan apa saja yang membuat Bibi Millicent begitu bingung? Jika saja Lord Moore menjalani permintaan terakhir Ayahnya 2 tahun lalu, sudah pasti sekarang Grisell memiliki kehidupan seperti sekarang. Dan mungkin anak… Lord Moore memaki dirinya sendiri.
            Haruskah ia menikahi Grisell? Melihat drama di hari pertama Grisell sangat meragukan Lord Moore akan menikahinya. Tapi apakah memang wanita itu mendramatisir keadaan? Ataukah Grisell memang tidak kebal atas hinaan dari siapa pun? Lord Moore bisa mendapat hinaan bertubi-tubi, tapi ia tidak akan mengatakan apa pun karena menurutnya akan membuang-buang waktu. Namun Grisell. Tampaknya wanita itu sering dihina oleh Bibinya. Ah, sial. Andai Lord Moore tahu bahwa Bibi Millicent sekejam itu, sudah jelas Lord Moore takkan menambahkan gaun yang disepakatinya sekarang.
            “Tidak apa-apa, Miss Parnell. Aku bisa mengajarimu membaca di waktu luangku. Maukah kau?” Tanya Lord Moore bertanya dengan nada menenangkan. Grisell masih diam, mempertimbangkan tawaran Lord Moore. Ia mengamati wajah Lord Moore yang tampak tulus. Dua mata cokelat madu itu terang di bawah pencahayaan matahari siang itu hingga pupilnya mengecil mengurangi penerangan yang berlebihan. Hidungnya mancung dan lancip sempurna dan bibirnya… bibir sialan itu! Sudah sejak kemarin Grisell menginginkan bibir itu berada di sekujur tubuhnya, namun menyentuh bibirnya pun tidak! Bukannya mengamati ketulusan yang dipaparkan Lord Moore, Grisell malah memaki-maki Lord Moore yang menolaknya dua kali dalam hati. Saat ia melihat Laurence muncul bersama sang pelayan, Grisell segera menjawab.
            “Tentu,” ucap Grisell mengangguk. “Tapi kau tidak akan memberitahu Miss Gillbride tentang ini bukan?”
            “Aku tidak mungkin sekejam dirimu yang mempermalukanku di depan mantan kekasihku sendiri, Miss Parnell,” ucap Lord Moore menyeringai, tanda bahwa ia tidak mungkin bisa menahan diri tidak menghina Grisell lebih dari 5 menit. Oh ya, ini adalah hobi barunya. Ia tahu tidak sopan, tapi ia menyukainya. Lord Moore baru menyadari keakraban mereka yang baru dibuat selama kurang dari dua hari membuat Lord Moore nyaman. Meski keakraban itu dipenuhi permusuhan, Lord Moore sangat menikmatinya. Grisell tidak dapat membalas hinaan pria itu karena Laurence sudah muncul dan duduk di kursinya.
            “Kuharap semuanya menikmati waktunya di sini. Apakah aku melewatkan sesuatu?” Tanya Laurence kelewat ramah. Lord Moore menatap Laurence lalu bertanya serius.
            “Apa Miss Parnell memiliki pelajaran di jam 2?” Tanya Lord Moore. Laurence terdiam sejenak mengingat jadwal Grisell tiap harinya, lalu ia menggeleng.
            “Tidak ada, My Lord. Miss Parnell memiliki waktu istirahat dari jam 2 untuk tidur siang,”
            “Kalau begitu, aku selesai. Sampai bertemu denganku jam 2, Miss Parnell,” ucap Lord Moore bangkit. Laurence ikut bangkit lalu membungkuk saat pria itu membungkuk kepada keduanya. Grisell tentu mengikuti apa yang Laurence lakukan lalu membungkuk. Namun ia bingung. Bukankah seharusnya ia mengikuti jadwal yang sudah ditentukan Laurence untuknya? Grisell melangkah keluar dari meja, kemudian sambil berjalan ia berteriak.
            “Tapi, My Lord, aku harus tidur siang!”
            Saat itulah Laurence tahu mengapa Lord Moore membutuhkan bantuannya.





1 komentar: