CHAPTER FOUR
Henrietta tak pernah mendengar
kata-kata sevulgar itu seumur hidupnya! Bahkan kakaknya yang mesum sekalipun
tidak berani berkata-kata segamblang itu. Perasaannya diliputi rasa cemburu,
marah, jengkel dan ingin mencekik orang. Henrietta berusaha berpikir tenang,
mungkin Tuhan memang sedang mencobainya. Apakah Grisell alasan mengapa Justin
memutuskannya? Sulit dipercaya Justin lebih memilih seorang pelacur dibanding
Henrietta. Namun lagi-lagi Henrietta harus berpikir jernih dan tak meninggikan
suaranya. Tidak, tidak mungkin Justin memilih pilihan murahan seperti itu.
Mengapa Justin harus menjalin cinta dengan seorang pelacur yang pasti akan
merusak reputasinya dibanding dapat menjalin cinta dengan Henrietta yang sudah
jelas-jelas adalah anak dari Lord Clopton—pria yang berteman dengan Ayah
Justin?
“Lord Moore tidak akan melakukan hal
serendah itu, Miss Parnell. Aku mengenalnya lebih jauh daripada kau! Seharusnya
aku sudah menduga kau akan mengatakan kebohongan untuk merusak reputasi Lord
Moore,” ujar Henrietta berusaha tidak menjambak rambut Grisell yang tergerai
namun dihiasi bunga-bunga di sekitar kepalanya, seperi taman kecil yang indah.
Henrietta mengalihkan pandangannya pada Lord Moore lalu berkata dengan tegas.
“Dengan segala hormat, My Lord, kurasa tidak akan dianggap bagus bila kau tetap
memelihara Miss Parnell di rumahmu.”
“Memelihara katamu? Aku jelas lebih
tahu Lord Moore dibanding dirimu, Lady Clopton. Apa kau pernah merasakan
kejantanannya? Oh, demi Tuhan rasanya sangat nikmat saat—“
“Cukup, Miss Parnell,” Justin
memotong ucapan Grisell secepat mungkin lalu mendorong lengan Grisell akan
mundur ke belakang. Henrietta tak pernah mendengar kata ‘kejantanan’ keluar
dari mulut seorang wanita! Dan orang Inggris mana pun tahu bahwa membicarakan
organ tubuh sendiri atau lawan jenis sangat tak pantas dibicarakan. Tapi
lihatlah apa yang pelacur itu baru katakan! Henrietta bisa menjerit saat itu
juga dan berlari menjambak rambut Grisell. Namun kedatangan Cornelius yang
tiba-tiba menghentikannya.
Pria berkumis itu membungkuk memberi
hormat pada ketiganya, lalu ia tersenyum ramah pada Henrietta. “Merupakan
kejutan menyegarkan atas kedatanganmu, Lady Clopton. Apakah ada yang bisa
kubantu?” Tanya Cornelius memberi senyum tipis. Jika Cornelius tidak datang
saat itu juga, Justin tahu, ia pasti akan menyeret-nyeret Grisell pergi dari
hadapan Henrietta dan memukul bokong wanita muda itu. Justin bisa melihat
bagaimana tangan kecil Grisell mengepal begitu Henrietta berbicara pada Justin
seolah-olah Grisell adalah binatang. Memelihara.
Justin tidak setuju dengan kata itu juga, terlalu kasar bagi Grisell yang
sensitif. Justin cepat-cepat menjawab meski pertanyaan bukan ditujukan padanya.
“Tentu saja, Cornelius. Bisakah kau
mengantar Lady Clopton ke kereta kudanya? Aku harus berbicara dengan Miss
Parnell mengenai beberapa hal,” ucap Justin pada kepala pelayannya itu, lalu ia
beralih pada Henrietta. “Aku akan datang sore nanti ke rumahmu,”
“Kau tidak perlu mengantarku ke
kereta kudaku, Cornelius. Dan kau tidak perlu datang ke rumahku, Lord Moore,
semua yang kulihat sudah menjelaskan segalanya. Selamat pagi,” ucap Henrietta
membungkuk sopan, lalu menegakkan punggungnya. Dagunya terangkat ke atas
seperti para putri bangsawan lainnya. Rasanya Grisell ingin meludah melihat kesombongan
mereka dalam berpakaian, bergerak, bahkan bernafas! Cornelius tetap mengikuti
Henrietta dari belakang, meninggalkan Justin dan Grisell di tempat.
Setelah mereka menghilang dari
pandangan, Justin menunduk menatap Grisell marah. “Bukankah kau seharusnya
bersama pengajar pribadimu, Miss Parnell?” Tanya Justin mengerutkan kening.
Melihat kerutan kening itu, Grisell menjijit mengangkat tangannya lalu
mengelus-elus kening itu sampai kerutan Justin menghilang. Sentuhan lembut dari
tangan Grisell sempat menghilangkan kewarasan Justin dan mulai berpikir untuk
menarik wanita itu pergi ke ruang kerjanya lalu menidurinya di atas tempat
tidur. Demi Tuhan, jangan sampai itu terjadi! Justin memegang pergelangan
tangan Grisell, menahannya.
“Tidak ada pertemuan dengan orang
asing lagi sebelum kau benar-benar tahu tata krama, Miss Parnell. Dan jangan
menyentuhku sesukamu, aku tak menyukainya,” sebab
keinginan primitifku akan muncul. Kebohongan itu sepertinya termakan oleh
Grisell yang menarik paksa pergelangan tangannya, merasa kesal karena nada
suara Justin mengancam. Kedua alis hitam kecokelatan Grisell hampir menyatu.
“Aku tak mendapati Henrietta menarik
selain perhiasannya. Dan kau suka kusentuh, Lord Moore,” ucap Grisell yakin dan
mengalihkan topik pembicaraan. Justin tak dapat berkata-kata lagi. Mengapa
Tuhan menciptakan wanita yang bisa begitu menarik seperti Grisell tapi juga
dapat begitu menjengkelkan? Justin tidak pernah terhibur seperti ini seumur
hidupnya. Kedatangan Grisell dalam hidupnya benar-benar membuatnya ingin cepat
menguburkan diri dan memberi gelarnya pada kerabat terdekatnya. Siapa pun itu
asal ia tidak bertemu dengan Grisell lagi. Karena mulut Justin tertutup rapat,
Grisell akhirnya membuka mulut lagi.
“Beruntung aku menyelamatkanmu dari
wanita itu, Lord Moore. Aku tahu kau tidak menyukainya. Kau memang kelihatan
tertarik padanya, tapi aku tahu kau lebih menginginkanku,” ucap Grisell percaya
diri. Siapa pun menginginkan Grisell Parnell, demi Tuhan! Siapa yang tidak?
Tapi wanita ini sangat menjengkelkan Justin. Andai saja Grisell sedikit
bersikap seperti seorang wanita terhormat, pasti Justin akan memperlakukannya
lebih baik daripada ini. Dan sialan, dimana pengajar pribadi Grisell? Bukankah
seharusnya ia sudah ada Moore House 30 menit yang lalu? Keterlambatan ini
benar-benar tak bisa ditoleransi. Justin berniat akan mengganti pengajar
pribadi yang baru.
“Kau bahkan tidak tahu apa yang
kaukatakan, Miss Parnell. Dan sepertinya kau tidak akan mendapat guru pribadimu
hari ini—sekalipun ia muncul, aku tidak akan memberi kesempatan keduanya
baginya. Aku akan mencari yang baru,”
“Aku tahu apa yang kukatakan dan aku
akan membuktikannya padamu,” ucap Grisell, lalu ia melanjutkan. “Kau memang
senang bersikap kejam pada semua orang ya?”
“Aku hanya menunjukkan ketegasanku
pada orang-orang yang bekerja untukku. Dan untukmu. Dia tidak akan kuterima apa
pun alasannya,”
Namun saat pemikiran itu muncul di
benaknya, pengajar pribadi Grisell muncul tergopoh-gopoh di ruang tamu dengan
wajah memerah. Tinggi wanita itu setelinga Justin, tingginya melebih rata-rata
tinggi wanita Inggris, dengan rambut hitam yang sama seperti milik Henrietta
namun wajah wanita itu tampak bersahabat. Senyum penuh penyesalan tampak di
wajahnya yang putih. Hidungnya mancung—bahkan besar—namun matanya bulat besar
sehingga membuat wanita itu sangat menarik. Apakah wanita Inggris memang
menarik seperti Henrietta dan guru pribadi Grisell? Beberapa helai rambut guru
itu menempel di keningnya karena keringat. Pagi seperti ini ia berkeringat?
Padahal udara Cheshire saat itu sejuk.
Guru pribadi Grisell menyimpan dua
tas di dekat permadani hijau ruang tamu lalu ia melangkah mendekati keduanya.
Ia membungkuk memberi hormat lalu ia mengambil nafas dalam-dalam. “Maafkan
keterlambatanku, My Lord. Kereta kudaku mendapat masalah saat perjalanan menuju
Moore House. Dan kusir kudaku tampaknya tak begitu cekatan memperbaikinya.”
Guru pribadi itu menjelaskan. Grisell dapat melihat wanita itu memang
kesusahan. Keringat di keningnya membuktikan betapa resahnya wanita itu. Jika
Grisell membiarkan Justin memecat wanita ini hanya karena keterlambatan yang
tidak diperbuat olehnya sendiri, Grisell tidak akan menerima guru pribadi lain
selain wanita ini. Tampak wanita ini lebih tua daripadanya, tapi Grisell yakin,
guru pribadinya akan menyenangkan.
“Miss Gillbride—“
“Oh, sangat menyenangkan
mendapatkanmu di sini, Miss Gillbride!” Tukas Grisell cepat-cepat memotong
ucapan Justin. Grisell hanya perlu mendengarkan nama wanita itu sebelum Justin
mengatakan niatnya untuk memecat guru pribadinya. “Kami baru saja
membicarakanmu. Aku suka kau, ayo kita mulai belajar,” ucap Grisell girang.
Memang Grisell tak senang akan gagasan ia harus belajar menjadi seorang Lady
Membosankan, tapi melihat keramahan Miss Gillbride berhasil membuat Grisell
ingin belajar. Yah, memang bukan belajar alasan utama Grisell ingin
mempertahankan Miss Gillbride, tapi karena Miss Gilbride wanita pertama yang
tidak akan menjadi pelayan tapi juga tidak akan menjadi temannya. Cukup untuk
berbincang-bincang bebas dengan Miss Gilbride.
Miss Gillbride menatap Grisell
dengan tatapan skeptis. Wanita muda inikah yang akan ia ajar? Bagaimana
mungkin? Lord Moore memang tidak memberitahu berapa umur anak asuh yang akan ia
ajar, tapi tidak juga memberitahu apakah ia benar-benar dibutuhkan—namun ia
mendapat jemputan dari Moore House kemarin malam saat kusir berkata bahwa Lord
Moore telah datang dan memang membutuhkan bantuannya. Tapi, wanita muda ini?
“Maaf, Miss, aku kurang yakin bahwa
Anda yang akan kuajar.”
“Dialah yang akan kauajar, Miss
Gillbride. Biar kuperkenalkan kalian berdua,” ucap Justin ingin memperjelas.
Justin sadar Grisell menyukai pengajar baru ini dan sungguh perbuatan yang
sangat jahat jika ia memecat Miss Gillbride dan menyakiti perasaan Grisell. Mungkin
jika ingin dipersingkat, Justin ingin Grisell belajar cepat dengan orang yang
disenanginya dan tak perlu mendengar keluh kesah Grisell. “Miss Parnell,
perkenalkan guru pribadi barumu, Laurence Gillbride. Dan Miss Gillbride,
perkenalkan murid barumu, Grisell Parnell. Jasamu akan sangat berharga sampai
kau berhasil membuatnya menjadi seorang Lady sebelum season dimulai,”
“Senang bertemu denganmu, Miss
Parnell,” ucap Laurence lalu membungkuk. Grisell mengangguk dua kali. Karena
Grisell tak memberi respon akhirnya Laurence memberitahunya. “Bila ada
seseorang yang mengatakan ‘senang bertemu denganmu’ maka Anda akan mengatakan
‘senang bertemu denganmu juga’ dan Anda akan menyebut gelarnya lalu
membungkuk.”
“Oh, senang bertemu denganmu juga
Miss Gillbride,” ucap Grisell buru-buru lalu ia membungkuk seperti yang
dilakukan Laurence. Guru pribadi Grisell menatap Justin takut-takut.
“My Lord, bukankah season akan dimulai satu bulan lagi?”
“Aku tahu, Miss Gillbride. Kupikir
Anda hanya perlu memberitahu tata krama yang baik pada Miss Parnell selama season berlangsung. Karena Miss Parnell
akan menjadi pusat perhatian di Moore House,” ucap Justin dengan suara
terkendali. Sangat terlihat bahwa pria ini senang sekali mengontrol keadaan dan
pembicaraan. Dia seperti ular di taman
Eden! Grisell berseru dalam hati. Tenang dan penuh tipu muslihat! Wajahnya
memperlihatkan kesenangan dan keramahan serta suaranya penuh kendali dan tenang
padahal beberapa menit sebelumnya Justin sudah mengancam akan memecat Miss
Gillbride sebelum wanita itu muncul.
Apakah ini pria yang sangat
dipuja-puja oleh masyarakat Cheshire? Grisell tetap tersenyum, lalu ia membuka
mulut. “Aku bukan keturunan bangsawan dan tidak tahu bagaimana berjalan, duduk,
dan bernafas seperti wanita bangsawan lainnya. Maukah kau mengajarku, Miss
Gilbride?” Grisell memberi sindiran untuk pria di sampingnya, namun tampaknya
Justin tidak memakan sindiran itu. Laurence tersenyum.
“Tentu saja, Miss Parnell. Kita akan
memulainya hari ini, jika itu menyenangkan hati Lord Moore,” ucap Laurence
menatap Justin.
“Tentu saja kehadiranmu sangat
menyenangkan, Miss Gillbride. Aku menunggu hasilnya,” balas Justin membungkuk.
“Jika kalian mengizinkan, aku harus menyelesaikan pekerjaanku.”
***
Grisell berharap dirinya lenyap saat
itu juga. Ia diberi buku panduan oleh Laurence tentang peraturan makan malam
dengan para tamu. Saat ia membuka buku itu, kalimat pertama yang ia baca adalah
kalimat yang tidak dapat ia baca seluruhnya. Ia tidak dapat mengejanya dengan
baik. Untungnya Laurence sedang mendatangi pelayan untuk mengadakan minum teh
bersama yang biasa juga dilakukan oleh para wanita Inggris. Meja yang berukiran
rumit terbuat dari besi dan dicat berwarna putih telah ditempatkan di tengah
taman lengkap dengan kursinya. Grisell duduk tegak, mengikuti saran dari
Laurence. Kedua lututnya menyatu, kepalanya tegak lurus dan kedua bahunya tak
boleh membungkuk. Jelas tulang punggung Grisell sebentar lagi akan pegal karena
cara duduknya yang tak begitu nyaman. Mengapa wanita Inggris dapat bertahan
duduk seperti ini selama acara makan malam atau acara apa pun?
Buku panduan itu tetap berada di
atas pangkuannya tanpa ia berani buka kembali. Sejauh ini Laurence bersikap
begitu baik padanya. Tidak ada kata-kata yang meyinggung saat Grisell
memberitahu identitasnya sebagai pelacur. Bahkan Laurence tidak mengurangi rasa
hormatnya terhadap Grisell dan tetap mempertahankan sikap profesionalnya
sebagai seorang guru. Laurence memberitahu bagaimana seorang wanita tidak boleh
memberikan pendapat pada siapa pun, jika wanita memiliki pendapat maka wanita
itu harus memendamnya. Grisell tak pernah dilarang oleh siapa pun untuk
berpendapat. Bibinya pun tidak. Mengapa wanita tidak memiliki hak yang sama
seperti pria? Tidak adil.
Grisell tidak tahan lagi duduk tegak
seperti ini. Ia menyerah. Seseorang menertawakan Grisell tetapi wanita itu
tidak menyadarinya. Tentu saja. Karena yang sedang menertawakannya adalah Lord
Moore di dalam ruang kerjanya. Lord Moore berdiri di dekat jendela panjang yang
menghadap langsung ke belakang taman tempat Grisell sedang berlatih menjadi
seorang Lady. Lord Moore sedang bertaruh dengan dirinya sendiri sebarapa lama
Grisell dapat duduk seperti wanita terhormat, ia bahkan melirik jam kantongnya
sesekali. Ternyata Grisell hanya bertahan selama 5 menit setelah kepergian
Laurence. Sangat menyenangkan mendapati wanita itu tidak tahu bahwa ia sedang
diperhatikan. Lord Moore melirik buku di pangkuan Grisell yang awalnya dibaca
Grisell namun kemudian wanita itu menutup kembali bukunya. Setelah itu, Grisell
tak membuka buku lagi. Apakah Grisell tidak suka membaca? Atau Grisell tak bisa
membaca? Lord Moore harus mencaritahu.
Pohon rindang yang menjadi pelindung
tubuh Grisell berhasil menutup hampir seluruh tubuhnya dari sinar matahari siang.
Meski pada umumnya acara minum teh diadakan sore hari, tapi Laurence
mengadakannya siang hari untuk pelatihan semata sekaligus agar mereka dapat
berbincang-bincang dan mengetahui lebih dalam satu sama lain. Grisell setuju
dengan pendapat itu, dibanding ia harus berlatih jalan tegak yang memerlukan
banyak buku di atas kepalanya. Oh, ia tidak ingin terlihat konyol. Melihat
Laurence muncul dari dalam rumah, Grisell segera membenarkan cara duduknya.
Lord Moore tertawa sendiri melihat tingkah Grisell. Sangat menghibur dan…
membuatnya kecanduan. Lord Moore berusaha mengerjakan berkas-berkasnya kembali,
namun fakta Grisell berada dalam rumahnya berhasil mengalihkan perhatiannya.
Aku mungkin harus melihatnya sebentar saja, pikir Justin 1 jam yang lalu. Ia malah
menghabiskan sebagian waktu memerhatikan Grisell dibanding pekerjaannya.
Mulai Grisell belajar membungkuk,
berbicara sopan—sambil wanita itu terus membuat wajah konyol—dan topik
pembicaraan apa saja yang sering dibicarakan orang Inggris kelas menengah atas
atau bangsawan. Sampai akhirnya ke acara minum teh. Tiba-tiba ide menyelinap
masuk di otaknya, membuat Justin menyeringai.
“Terima kasih atas tehnya, Miss
Gillbride,” ucap Grisell dengan nada suara terkendali. Laurence hanya tersenyum
lalu menuangkan teh ke dalam cangkir porselen yang memiliki ukiran berwarna
emas. “Aku hanya pakai gula, tak perlu krim,”
“Miss Parnell, hanya anak kecil yang
memberitahu keinginannya sebelum ditanyakan. Maka dari itu, aku harus bertanya
lebih dahulu padamu apa yang kauinginkan, baru kau boleh mengutarakan
keinginanmu. Mari kita coba mempraktekannya,” ucap Laurence. Grisell mengangguk
mengerti. “Apakah kau ingin memakai gula dan krim, Miss Parnell?”
“Aku pakai keduanya, gula setelah
itu krim, tolong,” bukanlah keinginan Grisell. Tapi keinginan Lord Moore yang
tiba-tiba muncul dengan kursi yang sama seperti mereka. Lord Moore menempatkan
dirinya di antara kedua wanita itu lalu duduk dengan tenang. Keduanya terkejut
atas kedatangan Lord Moore yang tiba-tiba lalu Laurence memberi tatapan
menyesal.
“My Lord, kejutan yang menyenangkan.
Aku tak tahu Anda ingin ikut bergabung bersama kami. Akan kuminta pelayan untuk
mengantar satu cangkir lagi untukmu,” ucap Laurence berdiri dari kursinya lalu
pergi dari hadapan keduanya. Grisell memalingkan kepalanya dari Lord Moore, tak
ingin menatap wajah pria itu setelah perdebatan mereka kemarin malam. Ia masih
menginginkan permohonan maaf dari pria itu. Cornelius memerhatikan pasangan itu
saat ia sedang sibuk memberitahu tukang kebun untuk memangkas semak-semak yang
cukup dekat dengan mereka.
Ia menahan senyumnya saat melihat
Lord Moore berusaha membuka percakapan namun Grisell sama sekali mengindahkan
Lord Moore. Selama 30 tahun bekerja untuk keluarga Moore—mulai untuk kakek Lord
Moore, Ayahnya, dan akhirnya Lord Moore sendiri—Cornelius hanya pernah melihat
satu perempuan yang hampir sama seperti Grisell. Nenek Lord Moore. Grisell
memiliki sifat hampir sama seperti nenek pria itu, hanya saja, Grisell bukan
dalam asuhan keluarga bangsawan. Tapi sifat tak terima Grisell akan keadilan
bagi perempuan dan peraturan konyol itu seperti diturunkan oleh nenek Lord
Moore, entah bagaimana bisa. Itulah mengapa kakek Lord Moore sangat mencintai
istrinya.
“Katakan padaku, Miss Parnell, apa
yang membuatmu tak ingin membaca buku yang ada di pangkuanmu?” Tanya Lord Moore
bersandar di kursinya, kemudian menunjuk buku berkulit hijau di atas pangkuan
Grisell. Tiba-tiba wanita itu menjadi kikuk. Apa masalah wanita itu tiap kali
ia membahas sesuatu yang berhubungan dengan membaca? Grisell memejamkan mata
selama beberapa saat sebelum ia menoleh memandangan mata cokelat Lord Moore.
“A-aku tidak suka membaca, Lord
Moore,” dustanya kelihatan seperti kaca bening. Bagaimana mungkin Grisell tak
suka membaca buku sementara sudah bertahun-tahun wanita itu berharap bisa
membaca satu buku untuk melatih dirinya?
“Ah, tidak suka membaca. Sangat
mengejutkan, Miss Parnell. Bisakah kau membacakannya sedikit untukku?” Tanya
Lord Moore memancing. Grisell menatap tajam Lord Moore lalu berkata dengan
tegas.
“Sudah kukatakan, aku tidak suka
membaca,” ucap Grisell memberi penekanan di setiap katanya. Lord Moore
mengangguk-angguk mengerti dan tidak berusaha memaksa wanita itu membaca
untuknya. Ia justru memilih jalan pintas yang membuat Grisell menegang di
tempatnya.
“Kau tidak bisa membaca?” Tanya Lord
Moore tidak dengan nada mencemooh atau mengejek. Grisell menarik nafas tajam,
tak tahu apa yang harus ia katakan pada Lord Moore. Jika ia memberitahu Lord
Moore bahwa ia tidak bisa membaca, pastilah Lord Moore akan mengejeknya seumur
hidup. Tapi jika ia berbohong bahwa ia bisa membaca—tanpa terbata-bata—pasti ia
akan diuji untuk membuktikannya. Kedua pilihannya berujung pada akibat yang
sangat memalukan. Lord Moore tidak perlu mendapat jawaban pasti dari wanita itu
karena ia sudah tahu dari gerak-geriknya. Tangan wanita itu memegang sisi atas
buku hijau itu dengan erat, hampir meremas buku itu.
Bukan salah Grisell tidak dapat
membaca. Lord Moore tahu jelas mengapa ia harus menjadi pelacur. Kehidupan
Grisell pasti selalu terlilit masalah keuangan dan tidak akan ada waktu baginya
untuk mencari ilmu atau mendapat ilmu. Lord Moore marah. Marah pada Bibi
Millicent yang tak perhatian pada keponakannya yang cantik jelita dan
bersemangat. Mengapa Bibi Millicent tak mengajar Grisell. Tentu Bibi Millicent
dapat membaca dan memiliki banyak waktu untuk mengajar Grisell membaca.
Pekerjaan apa saja yang membuat Bibi Millicent begitu bingung? Jika saja Lord
Moore menjalani permintaan terakhir Ayahnya 2 tahun lalu, sudah pasti sekarang
Grisell memiliki kehidupan seperti sekarang. Dan mungkin anak… Lord Moore
memaki dirinya sendiri.
Haruskah ia menikahi Grisell?
Melihat drama di hari pertama Grisell sangat meragukan Lord Moore akan
menikahinya. Tapi apakah memang wanita itu mendramatisir keadaan? Ataukah
Grisell memang tidak kebal atas hinaan dari siapa pun? Lord Moore bisa mendapat
hinaan bertubi-tubi, tapi ia tidak akan mengatakan apa pun karena menurutnya
akan membuang-buang waktu. Namun Grisell. Tampaknya wanita itu sering dihina
oleh Bibinya. Ah, sial. Andai Lord Moore tahu bahwa Bibi Millicent sekejam itu, sudah jelas Lord Moore takkan
menambahkan gaun yang disepakatinya sekarang.
“Tidak apa-apa, Miss Parnell. Aku
bisa mengajarimu membaca di waktu luangku. Maukah kau?” Tanya Lord Moore
bertanya dengan nada menenangkan. Grisell masih diam, mempertimbangkan tawaran
Lord Moore. Ia mengamati wajah Lord Moore yang tampak tulus. Dua mata cokelat
madu itu terang di bawah pencahayaan matahari siang itu hingga pupilnya
mengecil mengurangi penerangan yang berlebihan. Hidungnya mancung dan lancip
sempurna dan bibirnya… bibir sialan itu! Sudah sejak kemarin Grisell
menginginkan bibir itu berada di sekujur tubuhnya, namun menyentuh bibirnya pun
tidak! Bukannya mengamati ketulusan yang dipaparkan Lord Moore, Grisell malah
memaki-maki Lord Moore yang menolaknya dua kali dalam hati. Saat ia melihat
Laurence muncul bersama sang pelayan, Grisell segera menjawab.
“Tentu,” ucap Grisell mengangguk.
“Tapi kau tidak akan memberitahu Miss Gillbride tentang ini bukan?”
“Aku tidak mungkin sekejam dirimu
yang mempermalukanku di depan mantan kekasihku sendiri, Miss Parnell,” ucap
Lord Moore menyeringai, tanda bahwa ia tidak mungkin bisa menahan diri tidak
menghina Grisell lebih dari 5 menit. Oh ya, ini adalah hobi barunya. Ia tahu
tidak sopan, tapi ia menyukainya. Lord Moore baru menyadari keakraban mereka
yang baru dibuat selama kurang dari dua hari membuat Lord Moore nyaman. Meski
keakraban itu dipenuhi permusuhan, Lord Moore sangat menikmatinya. Grisell
tidak dapat membalas hinaan pria itu karena Laurence sudah muncul dan duduk di
kursinya.
“Kuharap semuanya menikmati waktunya
di sini. Apakah aku melewatkan sesuatu?” Tanya Laurence kelewat ramah. Lord
Moore menatap Laurence lalu bertanya serius.
“Apa Miss Parnell memiliki pelajaran
di jam 2?” Tanya Lord Moore. Laurence terdiam sejenak mengingat jadwal Grisell
tiap harinya, lalu ia menggeleng.
“Tidak ada, My Lord. Miss Parnell
memiliki waktu istirahat dari jam 2 untuk tidur siang,”
“Kalau begitu, aku selesai. Sampai
bertemu denganku jam 2, Miss Parnell,” ucap Lord Moore bangkit. Laurence ikut
bangkit lalu membungkuk saat pria itu membungkuk kepada keduanya. Grisell tentu
mengikuti apa yang Laurence lakukan lalu membungkuk. Namun ia bingung. Bukankah
seharusnya ia mengikuti jadwal yang sudah ditentukan Laurence untuknya? Grisell
melangkah keluar dari meja, kemudian sambil berjalan ia berteriak.
“Tapi, My Lord, aku harus tidur
siang!”
Saat itulah Laurence tahu mengapa
Lord Moore membutuhkan bantuannya.
aselole lanjut
BalasHapus