Selasa, 06 Agustus 2013

Touching Fire Bab 6


***

*Author POV*

            Alice dan Aaron muncul di hadapan keluarga Bieber setelah mereka melakukan hal yang panas di dalam toilet. Keadaan mereka tampak baik-baik saja, sama seperti terakhir kali Justin dan Alex melihatnya. Namun sebenarnya Alice benar-benar kelelahan karena ia mendapatkan dua pelepasan dalam satu kali permainan. Itu sangat berlebihan. Mozzy dan Moon berlari ke arah Alice untuk digendong. Oh, sial. Tubuh Alice sudah benar-benar tak kuat lagi namun ia menggendong si kembar dengan kedua tangannya. Grace menatap baik-baik antara Alice dengan Aaron. Lalu Grace melihat sebuah tanda ciuman pada leher Alice. Kissmark. Oh, mereka baru saja berhubungan badan, itu sangat gila. Dimana mereka melakukan itu? Grace berusaha untuk berpura-purar keadaan ini baik-baik saja. Namun melihat Alice yang baru saja berhubungan badan dengan kakaknya, membuatnya ingin melihat Alice masuk ke dalam rumah sakit juga. Sama seperti apa yang kakaknya lakukan pada Blake. Namun tidak secepat itu. Ia ingin melakukan hal menyakitkan pada Alice.
            “Ada apa?” Justin bertanya pada Grace yang menatap Alice baik-baik. Grace tersadar, ia menggelengkan kepalanya. “Bagaimana jika kita makan sekarang? Aku sudah lapar,”
            “Ya, aku juga sudah lapar!” seru Mozzy bersemangat, suaranya khas anak-anak.
            “Aku ingin disuapi oleh Peepee,” bisik Moon menatap pada Aaron yang berada  di sebelah Alice. Aaron menggoda adik kecilnya itu dengan senyum tipisnya serta kedua alisnya naik-turun. “Olahraga alis!” Moon menunjuk pada alis Aaron yang naik-turun itu. Yeah, semuanya sudah tahu apa itu olahraga alis. Mendengar perkataan adiknya, Aaron melirik pada Alice. Mungkin bagiku olahraga Alice lebih menyenangkan. Kemudian mereka berjalan menuju pinggiran jalan untuk mendapatkan mobil ayahnya. Aaron berdiri dekat sekali dengan Alice, bahkan tangannya memegang pinggang Alice.

*Aaron Bieber POV*

            Oh, Alice memiliki bagian bawah yang benar-benar ketat. Sangat menyenangkan saat aku menyendot seluruh cairannya dan mendengarkan desahannya yang seksi. Apalagi saat ia menjambak rambutku, itu terdengar sangat liar. Aku butuh Alice yang pemberontak, sebenarnya. Maksudku, saat berhubungan badan, aku ingin ia melawanku. Itu terasa seperti memiliki maksud tersendiri dan kenikmatan tersendiri. Meski aku berharap ia tidak mendengarkan desahanku tentang Grace. Well, tadi aku sempat membayangkan Grace berhubungan badan denganku. Yeah, Grace adalah penyebab mengapa aku memaksa pergi ke restoran lalu berhubungan badan di toilet. Itu karena aku tidak tahan melihat lekukan tubuh Grace yang benar-benar terlihat. Terlebih lagi ia memakai tank top berwarna merah muda yang dilapisi dengan kemeja putih yang tipis untuk menutupinya, entahlah, sebenarnya itu bukan kemeja. Aku tidak tahu panggilannya apa, tapi yang jelas, ia benar-benar seksi.
            Kami baru saja selesai makan di restoran. Alice duduk di kursi belakang bersama dengan si kembar. Sedangkan aku duduk di tengah bersama dengan Jonathan yang berada di tengah-tengah lalu Grace. Kubalikan kepalaku untuk melihat keadaan Alice. Kupandangi dirinya yang telah terlelap dengan si kembar. Wajahnya benar-benar tenang. Dia sangat cantik jika ia sedang tertidur. Tapi tidak ada yang dapat melebih kecantikan Peepee dan Grace. Untunglah aku masih normal aku tidak mencintai ibuku sendiri. Maksudku, percintaan bukan dalam arti keluarga. Setidaknya, aku tidak memiliki hubungan darah dengan Grace. Jadi menurutku tak apa jika aku mencintai Grace. Meski aku tahu akan sulit aku mengungkapkan perasaan ini padanya.
            “Mhmm,” kudengar ayahku yang menyetir di sana berdeham, sontak aku membalikan tubuhku. Ia melihatku melalui kaca spion bagian dalam sambil memberikan senyuman penuh arti padaku. “Ada apa denganmu Aaron? Jatuh cinta?”
            Apa? Dia jatuh cinta pada Alice? Grace terbatuk-batuk mendengar ucapan ayahnya. Lalu ia melirik pada Aaron yang telah menatapnya dengan tatapan membunuh. Alex yang berada di depan sana tidak mengatakan apa pun. Ia hanya sedang memikirkan masa depan anak-anaknya.
            “Aku berpacaran dengannya,” ujar Aaron memberikan pengumuman. Mendengar anaknya mengatakan itu, Alex membalikan kepalanya menatap pada Aaron.
            “Kau berpacaran dengannya?”
            “Whoa, sangat sama dengan kita,”
            “Tidak, kita tidak sama dengan mereka,” ujar Alex tidak menerima. Well, memang tidak sama, sebenarnya. “Kau serius berpacaran dengannya Aaron?”
            “Yeah, memangnya ada apa?”
            “Itu ..bagus,” bisik Alex membalikan kepalanya kembali lalu ia melirik pada Justin. Justin memberikan senyuman kemenangan pada Alex. Berarti Alex salah menebaknya. Aaron tidak mencintai Grace. Alex benar-benar panaroid.
            “Kau benar-benar mencintainya sampai kau menidurinya bukan?” tanya Grace, membuat Alex terkesiap. Aaron memandang adiknya dengan tatapan agak menyesal. Sial.
            “Aaron?” Alex membalikan kepalanya, tak percaya. “Kau menidurinya?”
***

*Author POV*

            “Aku selalu membencinya,” bisik lelaki yang memiliki mata cokelat-madu yang sangat terang itu dalam kegelapan. Hanya cahaya bulan yang menembus kaca ruang kerjanya yang meneranginya. Matanya tampak lebih misterius sekarang, tidak seperti saat ia menemui keluarga Bieber. Tidak seperti saat ia melihat seorang wanita yang ia puja sejak lama. Ia sudah terlambat menariknya dari si bajingan itu. Sejak kedatangan wanita itu di rumah atasannya itu, ia tahu bahwa ia memang telah terlambat untuk mempengaruhi wanita itu. Semuanya telah terlambat. Si bajingan itu telah menanam tiga spermanya ke dalam rahim wanita itu. Mereka bahkan sudah memiliki anaknya. Pertemuan dirinya bersama dengan istri dari Mr.Bieber saat mereka telah menikah. Saat mereka bertemu, ia merasakan sebuah sengatan di hatinya yang membuat seluruh tubuhnya bergetar. Mereka pernah bertemu sebelumnya. Mereka bertumbuh bersama-sama. Mereka mengenal satu sama lain di tempat yang sama. Ia ingat benar saat ia menimang bayi itu, bayi yang sekarang telah bertumbuh menjadi seorang gadis cantik dan sekarang telah menjadi seorang ibu. Tangannya yang besar itu memegang sebuah foto anak kecil yang memiliki mata biru. Rambut cokelat yang tidak begitu panjang, tersenyum senang di sebelahnya yang saat itu masih berumur 16 tahun. “Seharusnya akulah ayah dari anak-anaknya,”
            “Benarkah?” suara wanita terdengar di telinganya, tentu saja. Suara itu adalah suara dari pelacurnya yang ia ambil dari bar Mr.Bieber. “Mengapa kau berpikir seperti itu?”
            “Kau tidak perlu mengetahuinya,”
            “Mungkin aku bisa membantumu,” usul wanita ini membuat lelaki di hadapannya tertawa renyah.
            “Kau? Membantuku? Yang benar saja,” kepala lelaki itu berpaling dari wanita itu, ia melihat pada kaca jendelanya yang diterpa oleh hujan. Yeah, sekarang sedang hujan. Ia berpikir. Berpikir bagaimana caranya ia dapat menghancur keluarga itu. Setelah impiannya telah dihancurkan oleh lelaki bajingan yang bernama Justin Bieber. Wanita yang berada di hadapannya cantik, seksi, hampir mirip dengan wanita impiannya yang telah terenggut darinya. Bedanya wanita di hadapannya nakal, sangat nakal.
            “Aku ingin kau menghancurkan keluarganya. Goda dia, kurasa itu akan berhasil,”
            “Kau cepat sekali berubah pikiran. Well, ceritakan padaku terlebih dahulu apa yang membuatmu ingin sekali menghancurkan keluarganya. Ia adalah lelaki yang sangat baik, menurutku,”
            “Yeah, terlalu baik. Sampai-sampai ia mengambil gadisku. Aku telah menunggu ini selama 23 tahun. Aku ..satu panti asuhan bersamanya hingga aku berumur 18 tahun,” jelas lelaki bernama Zayn itu menarik nafas. Wanita di hadapannya menganggukan kepalanya.
            “Dia adalah gadis tercantik yang pernah kutemui. Selisih umurku hanya 5 tahun dengannya. Saat suster Ester memberitahu padaku kalau ada seorang bayi yang masuk ke dalam panti asuhan, aku mendapatkannya. Well, mendapatkan Alex maksudku. Saat itu aku masih berumur 5 tahun. Aku benar-benar senang melihatnya berada di panti asuhan dengan matanya yang berwarna biru itu. Aku yang merawatnya selama di panti asuhan,” Zayn menarik nafasnya, ia menyandarkan tubuhnya ke belakang kursi. Kemudian ia mengangkat kedua kakinya ke atas mejanya. Kedua tangannya bersandar pada perutnya yang sedikit menyembul karena duduknya yang setengah tidur itu.
            “Saat aku berumur 14 tahun dan ia berumur 9 tahun, aku berpikir dalam hati. Mungkin ia adalah kekasihku di masa depan. Aku mencintainya. Ia adalah gadis pertama yang kucintai ..sampai sekarang aku masih mencintainya. Kemudian aku keluar dari panti asuhan saat aku berumur 18 tahun karena batas umur tinggal di panti asuhan hanya sampai pada 18 tahun. Dan aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Saat aku meninggalkannya, ia masih berumur 13 tahun. Ia sangat cantik. Ia adalah gadis remaja tercantik yang pernah kutemui. Suaranya benar-benar lembut. Kemudian aku bertemu dengan seorang lelaki bernama Justin Bieber saat aku berumur 20 tahun. Aku menolongnya saat itu. Ia kecelakaan, aku yang membawanya ke rumah sakit ..oh Tuhan, aku benar-benar menyesal telah menolongnya saat itu,” Zayn menggeleng-gelengkan kepalanya.
            “Lalu dokter bilang padaku bahwa ia kekurangan darah. Dan aku menolongnya. Aku memberikan darahku yang kebetulan sama dengan darahnya. Ia tertolong dan ia masih bertahan hidup. Mulai dari sana ia mulai memintaku untuk bekerja dengannya hingga sekarang. Kemudian aku bekerja dengannya hingga aku berumur 27 tahun di barnya. Saat itu ada seorang gadis yang ingin melamar pekerjaan di bar kami. Well, aku menerimanya. Pertama kali aku bertemu dengannya, aku masih ragu kalau itu adalah dirinya. Karena ..demi Tuhan, ia sangat cantik. Namun saat aku memperhatikan matanya baik-baik ..dia gadisku. Dulu namanya bukanlah Alexis. Ia bernama Maria. Namun kurasa karena ia telah diadopsi oleh keluarga Bledel ..ia bernama Alexis Bledel,”
            “Lanjutkan,” wanita ini tertarik dengan kisah lelaki ini. Terdengar sangat rumit. Zayn menurunkan kakinya dari meja lalu duduk lebih tegap lagi.
            “Hhh..” Zayn menghelakan nafasnya sejenak. Berusaha untuk tidak geram karena ceritanya ini. “Setelah aku menerimanya, ia mulai bekerja di bar dan ..ternyata ia juga bekerja di restoran Justin di pagi hari. Awalnya aku berpikir bahwa Tuhan memberikanku kesempatan kedua untuk memberikan cintaku padanya. Tapi ternyata tidak. Justin, si bajingan itu, ia lebih dulu mengambil Alex dariku. Hatiku rasanya terbakar saat aku tahu Alex berhenti bekerja di bar dan bekerja di rumah Justin. Dan yang lebih tak kuhabis pikir adalah ..Alex menerima lamaran Justin. Padahal sudah jelas-jelas Justin adalah seorang lelaki tak tahu diri, pembunuh, penyiksa, dan dia seorang dictator bajingan!” Zayn memukul meja kerjanya hingga kaca yang melapisi mejanya itu pecah begitu saja.
            “Wow, pelan-pelan,” wanita itu berusaha untuk menenangkan Zayn.
            “Dan mereka telah mendapatkan anak-anak yang benar-benar menggemaskan. Namun aku masih menginginkan Alex kembali dalam naunganku. Aku menginginkannya kembali. Tiap kali aku menatapnya, rasanya aku ingin membawanya pergi dari rumah Justin lalu menikahinya di tempat yang Justin tidak tahu dimana. Jadi ..aku membutuhkan bantuanmu untuk menjebak Justin. Aku ingin kau menggodanya hingga kau tidur dengannya. Aku sangat membencinya,”
            “Well, itu mudah. Hanya saja ..”
            “Aku akan membayarmu jika kau telah selesai menyelesaikan pekerjaanmu. Aku tahu kau bisa berakting dengan baik. Mereka sedang berada di Paris. Aku tahu mereka berada dimana. Well, rencanaku adalah menculik Grace untuk memancing Justin dan Alexis. Kemudian aku akan membunuh Justin dengan …” Zayn menarik laci meja kerjanya lalu mengeluarkan sebuah pistol, “dengan ini. Kemudian aku akan memaksa Alex untuk menjadi istriku. Mudah,”
            “Itu ..berisiko,”
            “Aku tahu. Kau harus melakukan apa pun untuk mendapatkan cintamu yang hilang, kautahu,”  ujar Zayn penuh dengan kemisteriusan. “Malam ini kita akan pergi.”

***

*Alice Lancale POV*

            Aaron memberitahuku bahwa kami akan pergi ke sebuah kebun bernama Tuileries. Katanya kebun itu telah dibuat sejak abad ke-16. Well, aku penasaran kebun itu seperti apa. Kurasa akan sangat menyenangkan jika kita cepat-cepat pergi ke sana. Kebun itu katanya tidak begitu jauh dengan menara Eiffel. Aku baru saja memandikan si kembar dan telah memberikan bedak pada wajah mereka. Mereka terlihat tampan dan cantik. Well, Jonathan telah berada di dalam mobil bersama dengan Mr.Bieber yang menunggu Aaron dan Grace yang tak turun-turun dari lantai atas. Kami juga akan pergi ke museum Louvre yang sangat dekat dengan kebun itu. Mrs.Bieber akhir-akhir ini tampak pendiam. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya, mungkin karena Mr.Bieber baru-baru ini memukulnya. Tapi, bukankah mereka sudah rujuk kembali? Mereka adalah pasangan terbaik yang pernah kutemui. Terlihat jelas saat kemarin di restoran untuk makan malam, Mr.Bieber menarik kursi untuk Mrs.Bieber. Lalu perhatiannya terhadap Mrs.Bieber saat ia menaruh makanan ke atas piring Mrs.Bieber. Seharusnya itu adalah pekerjaan seorang istri. Namun Mr.Bieber ..oh dia memang lelaki yang baik. Hanya saja dia ringan tangan. Di lantai bawah, si kembar sedang menonton televisi. Spongebob, dengan bahasa Prancis. Lucu, mereka bahkan tidak mengerti apa yang kartun itu katakan. Aku juga ikut menonton bersama dengan mereka. Aku tahu episode ini, rasanya tak ada bosan-bosannya aku menonton Spongebob.
            Mrs.Bieber muncul dari dapur menghampiri kami dengan satu kotak temat makan yang berisikan banyak roti untuk anak-anaknya. Ia tersenyum padaku lalu mengangkat kedua bahunya.
            “Terkadang kau harus memberikan kejutan untuk anak-anak,” ia tertawa renyah padaku. Aku hanya mengangguk, tak tahu harus membalas apa. “Hey, apa kau sudah memeriksa Aaron di atas? Mengapa sepertinya ia lama sekali dengan Grace di atas sana? Bisakah kau memanggil mereka berdua untuk cepat turun? Dari tadi Mr.Bieber terus mengklaksoni mereka berdua,” suruh Mrs.Bieber padaku. Yeah, aku juga lelah menunggu mereka. Mengangguk, aku mengangkat tubuhku dari sofa untuk pergi ke atas, mencari mereka berdua. Kulewati satu per satu tangga hingga aku telah sampai pada lantai dua. Di lantai dua terdapat tiga kamar. Aku tidur bersama dengan si kembar. Jonathan bersama dengan Aaron. Grace sendiri. Mr.Bieber dan Mrs.Bieber berada di kamar bawah. Saat aku ingin menghampiri kamar Grace, langkahanku terhenti. Terhenti karena aku mendengar suara jeritan dari Grace.
            “Aw! Aaron! Apa yang kaulakukan?”
            “Aku hanya mencoba membantumu. Shit!”
            “Tapi ..bukan ..ah! Bukan seperti itu caranya bodoh!”
            “Bersabarlah. Kita akan melakukan ini secepat mungkin,” ujar Aaron dari dalam kamar bersama dengan Grace. Aku berusaha untuk berpikir positif sekarang. Lalu aku melangkahkan kakiku lebih dekat menuju pintu kamar Grace. “Tahan,”
            “Aaron! Eew!”
            “Kubilang tahan!”
            “Baiklah, baiklah. Jangan membentakku,” Lalu aku tidak mendengar suara apa pun dari dalam sana. Hanya suara dengusan dari Aaron yang dapat kudengar lalu Grace menjerit. “Akhirnya, terima kasih Aaron,” ujar Grace di dalam sana.

*Aaron Bieber POV*

            Setelah akhirnya aku meludahi jari manis Grace untuk berusaha mengeluarkan cincin sempit yang ia pakai, akhirnya cincin itu keluar dari jari manisnya yang memang sudah besar itu. Jeritannya membuatku tersulut untuk membawanya ke atas tempat tidur. Tapi aku tahu itu tidak akan berakhir dengan baik. Grace mengelap jari manis pada kemeja yang kupakai dan aku membiarkannya. Lalu ia   memelukku. Sebenarnya, cincin itu adalah pemberian dari Blake. Jadi aku memintanya untuk melepaskannya dari jarinya. Ternyata sulit sekali sehingga aku harus meludahinya. Lalu kudengar suara ketukan pintu yang membuat aku dan Grace terperanjant. Pelukan kami terpisah begitu saja lalu pintu kamar Grace terbuka. Ternyata Alice. Fiuh. Kupikir ibuku. Well, aku tahu ibuku selama ini mencurigaiku kalau aku mencintai Grace. Meski itu memang kenyataannya tapi aku tidak ingin ia tahu tentang perasaan ini.
            “Mmm, Mr.Bieber telah menunggu kita di bawah sana,” ujarnya gugup. Ia melihatku dengan Grace secara bergantian dengan tatapan kecewa. Oh, aku tidak ingin melihatnya kecewa. Oh shit. Aku tahu, pasti ia berpikir aku menggoda Grace tadi. Sial. Dengan cepat aku melangkah untuk mendekatinya dan menarik bahunya agar keluar dari kamar Grace.
            “Hari ini akan menjadi hari yang akan sangat menyenangkan,” bisikku di telinganya.

***

*Author POV*

            Alice tampaknya menikmati lukisan-lukisan yang berada di Louvre. Lukisan-lukisan dari abad 17 terkoleksi di dalam sana. Terlihat sangat cantik dan brilliant. Alice memegang kedua tangan si kembar kemana-mana. Ia tidak mengikuti siapa-siapa. Semuanya berpencara. Justin, Alex dan Jonathan pergi ke tempat yang lain. Dan Aaron bersama dengan Grace juga begitu. Namun mereka masih berada di dalam ruangan yang sama. Ruangan ini benar-benar luas. Begitu banyak turis yang berdatangan. Mereka juga adalah turis. Grace siang ini memakai pakaian yang benar-benar menggoda Aaron. Celana jins pendek, tank top berwarna hitam serta jaket jins tak berlengan telah dipakainya. Rambut Grace yang bergelombang dan panjang itu telah diikat menjadi satu. Sangat cantik. Awalnya mereka hanya berpegangan tangan untuk mengelilingi museum, tapi sekarang Aaron telah menempatkan tangannya pada pinggang Grace yang ramping. Jika ada orang asing yang melihat mereka, pasti orang asing itu mengira mereka adalah pasangan.
            Lalu mereka berdua berhenti di depan sebuah lukisan Monalisa bersama dengan turis-turis yang lain. Kali ini Grace dipeluk oleh Aaron dari belakang. Dalam hati Grace, apa kakaknya mencintainya? Mungkin. Jika ya, itu adalah pertanda bagus. Ia tahu Aaron bukanlah kakak kandungnya. Dan Grace tahu bagaimana cara ayahnya menatap ibunya, tatapan jatuh cinta. Sama seperti Aaron menatapnya. Ini benar-benar kesempatan yang sangat luar biasa bagus. Mereka memandangi lukisan itu dengan seksama. Grace merasa bosan, dengan sengaja, ia menyandarkan kepalanya pada dada Aaron. Mereka benar-benar mesra. Alexis yang berdiri beberapa meter dari mereka berdua memperhatikannya dengan seksama lalu menyenggol pinggul Justin dengan siku-sikunya.
            “Kau harus lihat itu!” bisiknya pada Justin yang dari tadi mengambil gambar dari lukisan-lukisan di museum.  Justin yang sedang mengambil gambar lukisan di langit-langit museum menurunkan kameranya lalu melihat pada dua anaknya. “Aku sudah bilang padamu,”
            “Apa?” Justin merasa itu tidak apa-apa. Hanya berpelukan. Justru itu bagus karena mereka akur.
            “Adik kakak tidak melakukan itu!”
            “Apa? Banyak adik kakak yang melakukan itu. Oh, sayangku, jangan terlalu berpikir sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin Grace jatuh cinta pada Aaron,”
            “Oh yeah. Aku akan marah besar padamu jika aku mendapati mereka berada di atas ranjang bersam-sama,” Alex memutar bola matanya, berusaha untuk mengabaikan perkataan suaminya dan juga pemandangan yang ia lihat. Sedangkan Alice bersusah payah untuk mencari dimana Aaron dan Grace. Ia bisa-bisa tersesat. Matanya melihat ke seluruh ruangan. Dimana mereka? Pertanyaan itu terus berputar-putar.
            “Alice, aku lapar,” rengek Moon yang mendongak pada Alice. Wajah Moon benar-benar lucu saat ia merengek. “Dimana daddy? Aku ingin makan,”
            “Ya, aku juga ingin makan. Aku lapar,”
            “Aku ingin McDonald,” sungut Moon lagi.
            “Tunggu sayang, aku sedang mencari dimana orang tua kalian,” Alice mulai menggendong mereka berdua dengan dua tangannya. Dengan manjanya, si kembar menyandarkan kepalanya mereka pada bahu Alice. Dan ah! Akhirnya Alice mendapatkan Aaron dengan Grace …yang sedang berpelukan. Sial. Apa mereka serius? Namun Alice berusaha untuk tidak cemburu. Mungkin mereka sering melakukan itu.
            “Alice!” ia mendengar suara Mrs.Bieber dari belakang sedang berjalan ke arahnya. “Oh, aku minta maaf. Pasti sangat sulit membawa mereka berdua seperti ini,”
            “Hai Alice!” sapa Jonathan melambaikan tangannya pada Alice.
            “Hei,” Alice mantap Jonathan dengan lembut. “Well, Mrs.Bieber. Moon dan Mozzy sangat lapar kurasa. Mereka bilang mereka ingin makan di McDonald. Oh, lihat wajah mereka. Sangat lesu,” suara Alice terdengar sangat iba melihat Moon yang berada di gendongan Mrs.Bieber. Justin menganggukan kepalanya.
            “Yeah. Aaron! Grace!” Justin berteriak memanggil Aaron dan Grace yang dari tadi masih melihat pada lukisan Monalisa. Pandangan mereka kosong sama sekali. Betul-betul kosong dan tak ada gunanya. Aaron mempergunakan waktu itu sebaik-baiknya. Ia tidak pernah memeluk Grace seerat dan selama ini. Mereka berdua melepaskan pelukan mereka lalu membalikan tubuh mereka secara bersamaan. Oh, sial! Aaron berpikir, ia tidak seharusnya bermesraan di depan Alice. Itu pasti akan menyakiti hati Alice. Dengan cepat ia meninggalkan Grace di belakang dengan larian kecil menuju keluarganya.
            “Hah, ada apa?”
            “Kita makan siang,”
            “Oh, baiklah,” Aaron menatap Alice dengan tatapan canggung. Sangat canggung. Sedangkan Alex menatap Aaron dengan seksama. Tidak, pandangan itu tidak sama saat Aaron menatap Grace. Sial. Anaknya memang telah jatuh cinta pada adiknya sendiri. Grace muncul dari belakang Aaron sambil tersenyum manis. “Well, apa yang akan kita makan?”
            “McDonald,” seru si kembar bersamaan. Lalu mereka berjalan bersama-sama, keluar dari gedung museum secepat mungkin. Punggung mereka lenyap begitu saja di balik pintu transparan kemudian turun ke bawah hingga tak terlihat lagi. Lelaki yang memiliki tattoo di tangannya itu menatap keluarga bahagia itu dengan tatapan kebencian. Mengapa mereka harus sebahagia itu? Tidak tahukah mereka ia sedang berusaha menahan rasa benci ini menjadi sebuah tindakan yang menyakitkan? Oh yeah. Ia akan benar-benar menculik Grace. Senyuman dari malaikatnya itu benar-benar membuat hatinya tenang. Namun iblis sedang berada di dekatnya. Membuat malaikatnya tampak buruk di dekatnya. Uh, ini harus berjalan dengan lancar. Untunglah ia mengetahui jadwal-jadwal Mr.Bieber ke depan. Dan ia tahu kapan waktu yang tepat untuk menculik Grace.
            Ia telah menunggu 23 tahun. Kebahagiaannya terenggut. Ini semua tentang balas dendam.Dan kau tahu apa? Balas dendam itu sangat menyenangkan.

****

            Semua orang baru saja terlelap di dalam tidurnya. Begitu juga dengan Alice bersama dengan si kembar sedang tertidur di atas tempat tidur. Lampunya telah dimatikan. Posisi tidur mereka benar-benar bagaikan seorang ibu bersama dengan anak-anaknya. Tempat tidurnya bukan ukuran king. Justru single. Tapi cukup untuk mereka bertiga. Itu dikarenakan mereka bertiga memiliki tubuh yang mungil. Mozzy tidur di dekat tembok sambil Moon memeluknya dari belakang. Sedangkan Alice menahan mereka di belakang punggung Moon agar Moon tidak terjatuh. Tangannya yang panjang itu menindih Moon dan Mozzy untuk menjaga mereka berdua. Grace juga telah terlelap di dalam kamarnya. Alex dan Justin tampak begitu lelah malam ini karena mereka terus membahas tentang hubungan Aaron dan Grace. Rencananya, besok Alex dan Justin akan pergi ke sebuah hotel untuk memulai bulan madu kedua mereka. Sudah banyak pengawal yang telah siap di dalam rumahnya hari ini untuk menjaga anak-anak mereka. Itu karena permintaan Alex yang memang benar-benar protectif terhadap anak-anaknya. Dan yeah, Jonathan dan Aaron. Mereka berdua belum tidur. Dua tempat tidur single dipisahkan oleh satu meja yang di atasnya menempatkan sebuah lampu tidur. Jonathan telah berada dalam posisi tidur, selimut juga telah menutupi tubuhnya. Namun ia masih belum bisa tertidur. Kehidupannya sangat suram, sepertinya. Mungkin hanya dia sendiri yang terkucilkan di antara keluarganya. Hanya Aaron dan ibunya yang mengerti dirinya. Namun Aaron sekarang sudah berpaling pada Alice dan Jonathan mengerti itu. Well, dari tadi Aaron juga terus berbicara dengan Jonathan. Membuat Jonathan menghembuskan nafasnya dengan malas.
            “Aaron, bisakah kau menutup mulutmu dan biarkan aku berpikir dengan pikiranku?” Jonathan menghela nafasnya, memutar matanya. Aaron yang mendengar ucapan adiknya itu terkejut. Lalu ia terkekeh.
            “Kau? Berpikir? Berpikir tentang siapa? Ah, aku tahu. Kau pasti sedang memikirkan perempuan bukan?” Aaron menggodanya, ia terduduk di sisi tempat tidurnya. Menatap adiknya yang berusaha memejamkan matanya. Kakaknya benar-benar sok tahu. Jonathan mengabaikan Aaron. Merasa terabaikan, Aaron mengedikan kedua bahunya sambil mendecak. “Oh well, ya sudah. Tidurlah senyenyak mungkin. Mimpikan aku agar tidurmu sangat nyenyak. Aku harus menemui Alice,”
            “Enyahlah!” ujar Jonathan acuh lalu ia memiringkan tubuhnya, berpaling dari Aaron.

***

            Aaron membaringkan tubuh Alice ke atas tempat tidur yang kosong. Kamar belakang yang tidak dipakai oleh siapa pun. Tidak berdebu dan sangat bersih. Alice bahkan tidak sadar saat Aaron mengangkat tubuhnya untuk keluar dari kamar si kembar. Untunglah sebelum ia keluar dari kamar si kembar, Aaron telah menaruh beberapa bantal di belakang punggung Moon. Well, sebenarnya, Aaron sangat tidak baik sekali membawa Alice ke dalam kamar kosongnya dengan cara menaruh tubuh Alice di salah satu bahunya sehingga seluruh darah Alice menurun pada kepalanya. Wajahnya sangat memerah saat Aaron menaruh tubuhnya di atas tempat tidur. Namun sekarang wajah telah kembali putih, cantik ..dan tak berdosa. Aaron menatap sejenak gadisnya yang satu ini. Ada perasaan menyesal di hatinya karena ia telah membuat hati Alice sakit. Mengingat apa yang ia lakukan tadi siang bersama dengan Grace, ia tahu tatapan Alice benar-benar kecewa padanya. Padahal Aaron telah berjanji pada Alice untuk tidak berselingkuh pada siapa pun. Aaron menarik ke atas tubuh Alice agar kakinya tak menggantung di udara.Lalu ia merangkak naik ke atas kasur lalu ia melayang di atas tubuh Alice. Rambutnya yang cukup panjang itu menggantung dengan indah namun tidak menutupi pandangannya. Bulu matanya, bibir, hidung, seluruhnya. Aaron ingin mengecupi setiap jengkal dari tubuh Alice. Tidak pernah ia mengagumi seseorang berlebihan seperti ini. Memandanginya begitu lama. Gadis ini mempunyai daya tarik yang Aaron tidak tahu itu apa. Alice tidak berdekatan dengan lelaki manapun, karena Alice telah memegang janjinya dengan Aaron. Meski perjanjian itu sebenarnya hanyalah omong kosong. Sejak kapan Aaron memiliki sebuah hubungan bersama dengan seorang gadis berambut pirang? Aaron telah berbohong dengan gadis ini. Tidak seharusnya ia melakukan itu. Gadis ini tampak tak berdosa, sangat polos. Hampir saja Aaron memanggilnya bodoh. Tapi ia tidak bodoh. Ia dapat merawat adik-adiknya dengan baik. Betapa bahagianya gadis ini saat ia mengetahui bahwa ia akan pergi ke Paris. Aaron tahu wajah kebahagiaan itu. Tidak seharusnya ia menyakiti gadis ini.
            Bibir Aaron menyentuh bibir Alice. Berusaha membangunkannya dengan cara selembut mungkin. Ia memagut bibir bawah Alice lalu melumatnya. Aaron memposisikan tubuhnya sebaik mungkin, kedua tangannya semakin menghimpit kedua sisi kepala Alice. Telapak tangannya menyentuh kepala Alice, ingin menahannya agar tetap di tempatnya. Gadis ini sangat harum. Ia menyukai keharuman. “Maafkan aku,” Aaron berbisik. Kali ini ciumannya membangunkan Alice. Mata Alice sedikit terbuka, ia merasakan kelembapan di bibirnya. Alice mengerang, itu membuat Aaron menjauhkan kepalanya dari Alice.
            “Hey, baby girl,” suara Aaron benar-benar lembut, di wajahnya terdapat senyuman kecil yang sungguh manis. Alice menautkan kedua alisnya, ia merasa sangat bingung. “Hei,”
            “Aaron? Ap –dimana kita?”
            “Ssh,” Aaron mengecup bibir Alice singkat. “Kita akan kembali ke kamarku secepat mungkin sayang. Sekarang, aku ingin mencicipi tubuhmu yang harum dan manis ini,”
            “Oh, Aaron. Kumohon jangan sekarang. Aku sedang benar-benar kelelahan setelah –mmh,”  Tapi Aaron mengabaikannya. Aaron tidak peduli jika Alice kelelahan. Besok mereka memiliki banyak waktu untuk bersama-sama karena orang tua Aaron akan pergi selama satu minggu. Alice berusaha mengumpulkan seluruh tenaganya. Tangannya yang mungil itu mendorong bahu Aaron agar pergi dari atas tubuhnya. “Aaron! Kumohon,”
            “ Alice? Aku tidak ingin menyakitimu sayang. Kita tidak mungkin ingin membangunkan banyak orang. Benar bukan? Sekarang jadilah anak yang manis untuk ayah,”
            “Ayah?” Alice menautkan kedua alisnya, ia merasa bingung. Apa-apaan? Ayah? Apa yang sedang Aaron permainkan? Aaron terkekeh pelan, ia menundukan kepalanya sejenak sambil menggigit bibir bawahnya lalu ia mendongakan kepalanya untuk melihat pada Alice kembali. Bibirnya telah terlepas dari giginya.
            “Mari kita bermain ayah dan anak. Kau menjadi anak yang penurut, dan aku menjadi ayah yang tegas dan baik. Ini akan sangat menyenangkan sayang. Kau tidak akan menolakku bukan?” Aaron menggoda Alice dengan mengedipkan salah satu matanya. Benar-benar menggoda Alice. Sial! Aaron menggunakan cara yang licik pada Alice. Ini tidak adil namanya. Alice terdiam, ia tidak tahu harus menjawab apa. Jari telunjuk Aaron menunjuk dari dagu Alice berjalan dengan pelan penuh dengan sensual, senyuman Aaron benar-benar licik. Tapi dari senyumannya itu rasanya Aaron ingin keluar di dalam celananya sendiri. Gaun tidur yang dipakai oleh Alice membuat Aaron gila! Baju tidur ini sebenarnya biasa saja. Terbuat dari katun berwarna putih yang kelonggaran di tubuh Alice, serta tipis. Apa-apaan ini? Jari telunjuk Aaron mulai menunjuk pada dada Alice. Mengitari padatnya dada Alice. Alice benar-benar terangsang akibat sentuhan dari Aaron. Putingnya mulai mencuat, terlihat dari balik baju tidurnya. Aaron tertawa renyah lalu ia mengecup daerah putingnya itu dengan lembut. Membuat kain sutra itu basah seketika. Oh, itu benar-benar erotis.
            “Dapat kusimpulkan itu adalah ya,” bisik Aaron. “Sekarang, kau harus memanggilku ayahku. Dan aku akan memanggilmu, anakku. Setuju ..my baby?” Aaron menekan kata terakhirnya.
            “Yes, daddy,”
            “Now, close your eyes. Let daddy take care of you,” Aaron mulai membuka satu per satu kancing baju tidur Alice dengan pelan, sangat sensual. Mata Alice memperhatikan tangan Aaron yang lama sekali membuka kancing bajunya begitu lama. Sungguh sial sekali Aaron telah menggodanya. Bahkan sekarang ia menggoda lebih lama lagi. Tidak tahukah Aaron sekarang tubuh Alice telah terbakar oleh apinya? Alice menepiskan tangan Aaron dengan cepat, membuat Aaron mendongak melihatnya. Wajahnya kali ini datar, tak suka dengan apa yang baru saja Alice lakukan. Namun Alice dengan cepat mendorong tubuh Aaron ke samping lalu berguling sehingga sekarang Alice berada di atas tubuh Aaron. Ia mengangkangi perut Aaron. Tak sabaran, ia membuka bajunya sendiri dengan cepat termasuk dengan bra merah muda yang ia pakai. Dadanya yang cukup besar itu menggantung begitu saja kemudian ia menundukan kepalanya, membuka mulutnya untuk memagut mulut Aaron. Mulut mereka sama-sama terbuka sehingga sekarang lidah mereka saling bertautan. Aaron benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja kekasihnya lakukan. Ini benar-benar di luar dugaannya. Apa ia telah menciptakan monster? Belum, Alice belum merasakan betapa hebatnya bermain di ranjang selama berjam-jam bersama dengan Aaron. Ini baru permulaan. Tangan Alice memegang dagu Aaron dengan tangan kirinya agar ciuman mereka lebih dalam lagi. Tangan kanannya menuntun tangan kiri Aaron untuk meremas dadanya.
            “Oh, daddy. Please,”
            “Bad girl!” Aaron memukul bokong Alice begitu saja. Kedua Alice bertautan, merasakan kesakitan sekaligus kenikmatan secara bersamaan. Ia menundukan kepalanya, tak tahan karena rangsangan dari Aaron.
            “Please,” Alice memohon. Batas kesabaran Alice sudah habis, ia menyodorkan dadanya pada mulut Aaron begitu saja. Oh, sial. Ini benar-benar panas! Tanpa ragu Aaron menyedot puting merah muda milik Alice dengan cepat. Alice hanya dapat mendongakan kepalanya ke belakang. Menahan rasa nikmat yang ia dapatkan. Alice menempatkan kedua tangannya di kedua sisi kepala Aaron. Sehingga sekarang dada Alice sudah tepat berada di depan wajah Aaron, menggantung dengan indahnya. Ini benar-benar surga dunia. Bagaimana bisa Alice menyimpulkan dirinya sedang kelelahan sedangkan ia lebih ganas dibanding Aaron. “Yes, daddy,” Alice mendesis.
            Lidah Aaron juga terus membasahi dada Alice yang menggugah seleranya. Kedua tangannya menurunkan celana tidur Alice dengan cepat, termasuk dengan celana dalam yang dipakainya. Terpaksa Alice harus bangkit dari tubuh Aaron agar ia cepat melepaskan seluruh pakaiannya. Aaron juga melepaskan seluruh pakaiannya. Ereksi Aaron benar-benar besar, Alice tak berani untuk melihatnya. Ia terlalu takut untuk melihatnya. Nafas mereka terengah-engah. Tubuh mereka juga telah lembap karena panasnya ruangan itu. Kembali lagi Alice menempatkan tubuhnya di atas tubuh Aaron. Bibir mereka kembali bersatu dengan dengusan yang dibuat oleh Aaron. Milik Alice sudah benar-benar basah. Bahkan sekarang cairan itu telah mengalir di sekujur pahanya.
            “Beautiful,” bisik Aaron. “Now, put my dick into your little cunt,”
            “Mhmm,” gumam Alice. Ia menundukan kepalanya, berjongkok di atas Aaron kemudian memegang ereksi Aaron agar masuk ke dalamnya dengan cepat. “Mmmh,” ia menggigit bibirnya sambil kepalanya mendongak ke belakang. Perlahan-lahan ia menurunkan tubuhnya ke bawah, ia mengerang. Setelah masuk  seluruhnya, Alice memegang kedua bahu Aaron. Mata mereka bertemu.
            “Oh look at that little clit. This is the cutest clit I’ve ever seen, baby,” bisik Aaron tersenyum manis sambil jari tengahnya menyentuh bagian sensitif Alice. Seluruh tubuh Alice bergetar, hampir saja ia ambruk. “Now, ride me,” perintah Aaron. Saat itu juga Alice menggerakan tubuhnya naik-turun di atas tubuh Aaron. Oh! Ini lebih nikmat dibanding sebelum-sebelumnya. Alice dapat merasakan seluruh ereksi Aaron masuk ke dalam tubuhnya. Sangat dalam. Mereka berdua saling beradu dengan cepat. Bagaikan kuda yang berlari. Jari tengah Aaron terus memutar-mutarkan benda sensitif Alice, membuat Alice mengerang. Tangan kanan Aaron menarik kepala Alice agar Alice tidak begitu berisik. Ia meredamkan erangan Alice. Sontak gerakan Alice terhenti, sehingga sekarang hanya pinggul Aaron yang bergerak. Beberapa detik, Aaron menghentikan gerakannya sambil memposisikan tubuhnya agar lebih nyaman. Tiba-tiba saja gerakan Aaron benar-benar sangat cepat, membuat Alice cukup mengerang keras dalam mulut Aaron.
            “Mmh, dad! No, what I do?”
            “You’ve been such a bad girl!”
            “No, please! Slow down, dad. Its hurting me!” Alice terus menjerit. Namun dengan cepat Aaron memukul bokong Alice sehingga terdapat jiplakan merah pada bokongnya. Alice menelan ludahnya. Sebentar lagi Alice akan mendapatkan pelepasannya. Tangannya mulai meremas pundak Aaron, urat-urat di sekitar lehernya mulai terlihat, perutnya menegang. Beberapa detik kemudian Aaron dapat merasakan siraman hangat pada ereksinya. Alice telah mendapatkan pelepasannya. Ia sudah tak kuat lagi untuk menahan tubuhnya, namun hanya kepalanya saja yang telah ambruk di atas bahu Aaron. Nafas mereka masih saling bersahut-sahutan. Gerakan Aaron semakin lama semakin cepat. Bahkan seperti ia kerasukan setan. 
            “Oh, yes baby. Im coming!”
            “Oh, me too daddy! Faster daddy, faster!” bisik Alice di telinga Aaron.
            “Oooh, here we goes baby! Ah, shit! Mhmm,” Aaron menggeram. Spermanya tersembur begitu saja ke dalam tubuh Alice. Begitu juga dengan Alice yang menyiramkan cairannya. Ini adalah permainan terpanas setelah di restoran kemarin malam.
            “Oh daddy!”  Alice menjerit. Mereka mendesah, mengerang bersamaan. Lalu mereka sama-sama kelelahan. Tak ada lagi tenaga yang mereka miliki. “That was amazing,”
            Aaron memuji, “You’re amazing,”
            “Terima kasih Aaron. Itu sangat menakjubkan,”
            “Alice,” nafas Aaron masih naik-turun. “Bisakah aku melihat wajahmu sejenak?” akhirnya Aaron dapat bertanya. Mendengar pertanyaan Aaron yang aneh memancing Alice mengangkat kepalanya dari bahu Aaron. Kemudian wajah mereka saling berhadapan. Wajah Alice benar-benar berkeringat. Rambutnya menempel di sekitar pipinya. Dan tampak seperti wajah bayi yang memerah.
            “Kau sangat cantik,” puji Aaron menyelipkan rambut Alice ke belakang telinga Alice. Tapi Alice tidak tahu harus merespon apa. Pipinya yang memerah semakin memerah karena pujian dari Aaron. “Maafkan aku,”
            Mendengar ucapan itu, Alice menatap Aaron dengan penuh tanda tanya. “Mengapa?”
            “Maafkan aku jika aku telah bersikap kasar padamu. Atau aku melakukan sesuatu yang terus menyakitimu. Aku butuh banyak waktu untuk belajar mencintaimu, sayang,”
            “Tidak apa-apa. Aku mengerti. Satu hal yang harus kau ketahui Aaron, aku mencintaimu. Ini memang terdengar sangat cepat, tapi kau benar. Aku mencintaimu dalam waktu dua hari,”
            “Aku akan benar-benar melindungimu. Tidak ada yang boleh menyentuhmu selain diriku sayang. Kau milikku.” Bisik Aaron mengecup bibir Alice. Lalu kembali Alice menempatkan kepalanya pada bahu Aaron. “Aku akan belajar mencintaimu.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar