Selasa, 06 Agustus 2013

Touching Fire Bab 5

***

            “Ya, kurasa kalian berdua butuh bulan madu untuk yang kedua kalinya,” ujar Aaron saat mereka sedang sarapan di ruang makan. Alice tidak begitu menyimak apa yang dibicarakan oleh keluarga Bieber, ia sedang menyuapi Moon dan Mozzy yang duduk bersebelahan. Alice duduk bersilang di bawah, melihat kedua anak bayi di hadapannya sedang menggerak-gerakan kakinya. Jika disuapi, mereka makan lebih bersih dibanding makan sendiri. Aaron mengutarakan maksud adiknya tadi malam pada orang tuanya. Justin telah meminta maaf pada Alex tentang kejadian tadi malam, namun Alex tidak menjawabnya. Yeah, jika Alex sedang marah pada Justin, biasanya ia akan menjadi seorang ibu yang pendiam. Justin harus merayunya lebih hebat lagi. Tadi pagi saat Justin berusaha membangunkan Alex, ia merayu Alex dengan cara mengecup bibirnya berkali-kali. Namun ternyata itu tidak berhasil. Dan sekarang Aaron telah memberikan solusi yang tepat untuk keduanya. Mereka bisa pergi ke Paris untuk bersenang-senang. Justin menatap Aaron dengan tatapan setuju.
            “Ide yang bagus. Kurasa kita bisa mengajak anak-anak, ada Alice yang dapat menjaga mereka. Kau juga Grace,” suara Justin yang berat menekankan kata-kata terakhirnya.
            “Yeah, kurasa dua minggu cukup. Apa itu tidak apa-apa?” Aaron bertanya. “Karena mungkin kita bisa berangkat sekarang. Kurasa Jordy bisa langsung menghubungi pelayan di sana untuk membersihkan rumah terlebih dahulu. Bagaimana dengan itu?”
            “Sempurna,” sahut Grace sambil memasukan makanan ke dalam mulutnya.
            “Mom?” Aaron bertanya.
            “Aku hanya ikut dengan kalian,” Alex berusaha memberikan senyuman terbaiknya sambil mengangkat kedua bahunya. “Itu ide yang bagus,”
            “Mom, jangan menyetujuinya jika kau tidak mau,” tangan Aaron memegang tangan Alice, berusaha menenangkan ibunya. Ia tahu ibunya masih merasa sakit hati karena ayahnya yang tidak pernah percaya dengan istrinya sendiri. Merasa tidak ingin rencana ini dibatalkan, Alex tersenyum lemah lalu mengangguk.
            “Baiklah, kurasa itu akan menjadi sangat menyenangkan,” kali ini suara Alex lebih percaya diri, lebih tegas. Aaron tersenyum, matanya melirik pada Justin yang tersenyum penuh makna. Alex menarik nafas, “kurasa Alice masih membutuhkanku untuk menjaga si kembar,” lanjut Alex. Saat itu juga senyuman Justin yang penuh makna itu surut. Sial! Ia harus pintar menggoda Alex untuk memanfaatkan waktu kebebasan selama dua minggu ini. Setelah bertahun-tahun mereka tak pernah lepas dari rengekan anak-anaknya, akhirnya Aaron, anaknya sendiri telah menawarkan tawaran yang menggiurkan. Bulan madu untuk yang kedua kalinya! Berarti mereka memiliki banyak waktu untuk bersenang-senang berdua. Ia juga ingin mengembalikan masa muda mereka. Well, Justin yang ingin mengembalikan masa muda mereka. Alice mendongak, saat namanya disebut.
            “Apa? Ada apa?”
            “Kita akan pergi ke Paris siang ini,” Aaron memberikan pengumuman. Tentu saja siang ini. Dengan pesawat pribadi mereka. Jantung Alice rasanya sebentar lagi akan berhenti berdenyut. Apa? Ia akan pergi ke Paris? Oh Tuhan! Itu adalah tempat yang selama ini ia kunjungi. Awalnya ia berpikir, impian itu tidak akan terwujud. Tapi, oh rencana Tuhan memang hebat! Ia akhirnya akan pergi ke Paris. Siang ini! Ini akan menjadi sangat sempurna!
            “Ya, kurasa itu akan menjadi sangat menyenangkan,”

***

            Di dalam pesawat, semua penumpang tampak diam. Moon dan Mozzy telah tertidur. Moon digendong oleh Alice agar ia cepat tidur. Supaya saat mereka bangun, mereka telah tiba. Mereka akan melewati perjalanan yang sangat jauh dan membutuhkan waktu berjam-jam. Jonathan telah tidur terlentang di atas dua kursi. Pembatas kursi penumpangnya dinaikan ke atas agar Jonathan memiliki tempat yang luas. Sedangkan Mozzy yang memiliki tubuh yang mungil itu terduduk di sebelah Alice, di dekat jendela pesawat dengan mulut yang terbuka. Well, kepala Mozzy berada di atas paha Alice. Oh, rasanya benar-benar menyenangkan dikelilingi oleh anak-anak manis sepertinya. Kursi penumpang di pesawat ini berhadapan. Sehingga Alice dapat memperhatikan Jonathan yang terlelap. Jantungnya masih berdetak kencang, mengetahui dirinya akan pergi ke negeri yang ia impikan. Lalu ia memperhatikan Aaron yang terduduk di seberang kursinya. Ia terduduk dengan Grace, mereka saling berhadapan. Dari tadi, Grace menceritakan tentang Blake. Bagaimana perasaannya saat Blake membentaknya. Tapi sebenarnya, semua itu hanyalah karangan belaka. Grace tidak merasa sakit hati pada Blake. Ia merasa sakit hati terhadap kakaknya yang telah memukul Blake. Namun ia rasa, ia masih memiliki peluang untuk membalas rasa sakit hatinya. Yeah, melalui kakaknya, ia dapat menyakiti hati Alice. Sangat diyakinkan Alice mencintai kakaknya. Tapi ia masih memikirkan strategi yang bagus itu seperti apa.
            Alice menatap keakraban adik-kakak di hadapannya. Namun hatinya tiba-tiba saja merasa cemburu. Entahlah. Tatapan Aaron terasa sangat berbeda pada Grace, tidak seperti saat Aaron menatapnya. Bahkan dari tadi Aaron berusaha agar Grace dapat menatap matanya. Seakan-akan Grace harus menatap Aaron tepat di matanya. Karena jika Grace melakukan itu, tatapan mata Aaron berubah menjadi lembut. Lalu Alice melihat Grace yang menaikan kakinya ke atas paha kakaknya.
            “Pijit kakiku maka aku akan memberikan kecupan sayang dariku,” suruh Grace, tak sopan. Lalu Aaron tertawa. Ia tidak pernah diperlakukan oleh wanita seperti ini. Namun jusrtu Grace membuat gairah Aaron tersulut begitu saja. Kaki Grace yang berada di atas pahanya sungguh menjadi cobaan tersendiri bagi Aaron. Akhirnya ia dapat menyentuh kaki adiknya. Bahkan memijitnya.
            “Kau? Menciumku? Untuk apa?”
            “Tanda terima kasih. Well, aku tidak dapat membayarmu dengan uang karena aku tahu kau telah memiliki banyak uang. Jadi mungkin tanda terima kasihku adalah sebuah kecupan. Memangnya kau ingin aku melakukan apa?”
            “Memelukku mungkin?” Aaron menggoda adiknya. Mendengar mereka sedang bercanda seperti itu, Alice tertawa lemah. Ia menundukan kepalanya sambil menatap pada Moon yang berada dalam gendongannya. Sebenarnya ia ingin menangis. Rasanya ia jatuh cinta terlalu cepat. Mendengar percakapan mereka yang seperti itu benar-benar membuatnya cemburu. Apa Aaron mencintai adiknya sendiri? Mungkin. Mrs.Bieber memberitahunya tentang Aaron bukanlah anak kandung dari Justin. Dan kemungkinan besar Aaron jatuh cinta dengan adiknya sendiri. Namun Alice tidak ingin memiliki pemikiran yang negatif. Ia tidak akan menangis dengan alasan yang konyol. Sementara itu, Justin dan Alex sedang berada di sebuah kamar khusus untuk mereka berdua di dalam pesawat ini. Dari tadi Alex berusaha untuk tertidur di atas tempat tidurnya, namun dari tadi Justin menggodanya. Justin meminta Alex untuk memaafkannya. Sehingga sekarang Justin telah menindih tubuh Alex, tubuh mereka hanya dibatasi oleh satu benda. Yeah, selimut. Alex memalingkan kepalanya dari Justin, ia tidak ingin menatap Justin tepat pada matanya. Karena ia tahu Justin akan merayunya. Ia tahu Justin akan berhasil melakukan itu. Maksudnya, Justin akan berhasil merayunya untuk memaafkan Justin.
            “Knock-knock!”
            “Siapa itu?” Alex menjawab permainan Justin.
            “Maafkan,”
            “Maafkan siapa?”
            “Maafkan aku,” bisik Justin. Dan yeah, kembali lagi Justin berhasil merayu Alex. Akhirnya Alex menolehkan kepalanya pada Justin. Menatap Justin langsung pada maafnya. Senyuman Justin muncul saat itu juga kemudian ia mengecup bibir Alex dengan singkat.
            “Apa kau memaafkan aku?” tanya Justin menatap pada luka yang berada di sudut bibir Alex. Oh, teganya ia telah memukul Alex. Ia tidak pernah menyakiti Alex hingga luka seperti ini. Ia dibutakan oleh cemburu yang menggila. Lalu Justin mengecup luka itu. Kemudian Alex merasakan seperti déjà vu. Ia seperti merasakan hal ini, namun sebenarnya tidak. Dan ini mengingatkan dirinya saat dulu Weronika pernah memukulnya dan Aaron mencium lukanya di sudut bibir ini. Tepat di sudut bibir yang sedang dikecupi oleh Justin. “Kuharap luka ini akan sembuh,” kecup Justin sekali lagi, namun kali ini ia mengemutnya. Membuat bibir Alex tertarik masuk ke dalam mulut Justin. Berakhir dengan sebuah ciuman yang penuh dengan keromantisan.
            “Ya,” bisik Alex setelah bibir mereka berpisah.
            “Apa kau akan menerima tawaran Aaron tentang bulan madu itu?”
            “Jika kau mau,”
            “Oh, aku dengan senang hati akan membawamu ke segala tempat sayang,” bisik Justin mengecup bibir Alex kembali. Kecantikan Alex tidak sama sekali pudar. Hanya saja pinggul Alex sedikit membesar karena ia melahirkan sebanyak empat kali, namun itu tidak memudarkan kecintaan Justin terhadap diri Alex. Ia akan selalu memuja Alex. Ia mencintai Alex. Kejadian kemarin hanya karena ia takut kehilangan Alex. Hanya saja, Justin mengambil tindakan yang salah. Tidak seharusnya ia memukul Alex. Seharusnya ia memukul sahabatnya sendiri. Ia tahu pasti sahabatnya menginginkan Alex. Justin tahu tatapan Zayn terhadap istrinya seperti apa! Itu sama seperti saat Justin bergairah pada Alex! Zayn ingin meniduri istrinya. Mungkin mulai dari sekarang, jika Zayn ingin masuk ke dalam rumahnya, ia harus mendapatkan izin dari Justin terlebih dahulu. Karena Justin mengenal Zayn. Mereka teman dekat. Ia tahu jika Zayn menginginkan sesuatu, ia harus mendapatkannya. Jika tidak ..oh Tuhan! Justin harus menjaga Grace dari Zayn. Karena jika Zayn tidak mendapatkannya, mungkin Grace akan menjadi sasaran empuknya. Ia harus menjaga Grace juga. Oh sial. Tapi tidak. Justin tidak ingin memikirkan itu sekarang. Ia ingin memikirkan rencana-rencana ke depan untuk bulan madu mereka yang kedua.

***

            Aaron dan Justin mengangkat satu per satu koper keluar dari bagasi mobilnya. Jordy yang membawakan seluruh koper itu ke dalam rumah. Well, Grace juga membawanya. Jonathan sedang diajak bermain dengan ibunya ke belakang taman rumah mereka. Begitu juga dengan Alice bersama dengan si kembar. Well, Alice dengan susah payah menggendong mereka berdua dengan dua tangannya. Tubuh mereka benar-benar berat. Tapi ini sangat menyenangkan. Dari tadi mereka memiliki percakapan yang lucu. Well, sejak kedatangan Alice ke dalam keluarga Bieber, Mozzy dan Moon tidak begitu sering bertengkar. Itu karena Alice selalu mengawasi mereka. Saat mereka telah sampai di taman belakang, Alice menurunkan mereka berdua dari gendongannya lalu mereka berlari-lari kegirangan untuk mengelilingi taman yang luas. Luar biasa luas. Jonathan dengan Alex sedang berada di atas ayunan. Mereka sedang membicarakan sesuatu.
            “Mengapa kau tampak begitu pendiam sayang?” tanya Alex mengayunkan ayunannya sehingga mereka berdua terayun bersama-sama. Jonathan yang duduk di hadapannya hanya menatap ibunya dengan tatapan kasihan. Mengapa ibunya terlihat begitu kuat? Ayah telah memukul ibu. Ia sangat sayang menyayangi ibu. Mengingat hanya ibunya dan Aaron yang menyayanginya, ia merasa benci dengan ayahnya. Namun ibunya tidak mengajarkannya untuk membenci pada siapa pun. Jadi ia tidak membenci ibunya. “Ceritakan pada ibu,”
            “Mengapa daddy memukulmu mom?” tanya Jonathan. “Bukankah itu sakit? Ada luka di bibirmu. Bisakah kau menghentikan ayunan ini? Aku ingin menciumnya agar cepat sembuh,” ujar Jonathan yang membuat Alex terpaku. Tiga lelaki di keluarga Bieber mencium sudut bibirnya. Ada apa? Alex benar-benar bingung. Tak ingin Jonathan terjatuh saat ia berdiri, Alex menghentikan ayunannya. Jona mendekati ibunya lalu mengecup sudut bibir ibunya yang luka itu.
            “Apa itu lebih baik?”
            “Well, jauh lebih baik. Jadi –“
            “Mrs.Bieber!” Alice menghampiri Alex, membuat ucapan Alex terhenti. “Apa kau bisa memberitahuku dimana dapur? Kurasa aku harus menyiapkan air minum untuk si kembar,” ujar Alex begitu senang. Tentu saja! Ini adalah hari terhebat sepanjang hidupnya.
            “Oh, itu di dekat ruang keluarga. Di sana,” ujar Alex menunjukan jendela yang terbuka. Oh yeah, itu adalah dapur. Kemudian Alice mengangguk mengerti, ia melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Alex. “Jadi, janganlah menjadi anak ibu yang pendiam. Ayahmu pendiam. Kakakmu pendiam. Mommy tidak ingin kau menjadi anak lelaki yang pendiam juga. Mengerti?”
            “Apa pun akan kulakukan untuk mommy. Jika kau ingin aku membenci ayah, aku akan melakukannya,” ujar Jonathan membuat Alex tersentak. Anaknya yang satu ini benar-benar mencintainya. Alex terdiam, ia menganggukan kepalanya. “Sekarang, bermainlah bersama si kembar!” ujar Alex, menyuruh. Detik itu juga Jonathan berdiri dari tempatnya, kali ini dengan senyuman. Sedangkan Alice sedang berjalan menuju dapur. Ia melihat begitu banyak koper yang berada di atas lantai ruang keluarga. Tiap kopernya diberi nama. Ada namanya di sana. Ia tersenyum. Lalu ia melangkah mencari dimana dapur. Samar-samar saat ia berada di mulut pintu dapur, ia mendengar suara cekikikan dari Grace yang genit. Apa-apaan?
            “Apa yang kaulakukan Aaron?” tanya Grace dengan suara yang genit.
            “Apa? Aku hanya ingin mengambil air minum,” ujar Aaron ikut tertawa. Lalu Alice mengintip. Dilihatnya Grace yang berusaha untuk berjalan melewati Aaron, namun Aaron menahannya. Sehingga sekarang Grace tersudut di ujung konter dengan tangan yang memegang segelas air. Aaron membuka pintu kulkas, namun ia hanya menggerakan tangannya. Lalu tangan Aaron meraih sebotol anggur di dalamnya, membanting pintu kulkas dengan kasar. Tubuh Aaron semakin dengan tubuh Grace.
            “Aaron! Apa yang kaulakukan?”
            “Apa yang kaulakukan? Well, aku tahu kau belum 18 tahun. Tapi kurasa kau ingin menemaniku meminum anggur ini. Bagaimana?”
            “Apa? Kau gila! Ada apa denganmu?” jerit Grace tertawa genit. Sengaja. Ia melakukannya dengan sengaja. Grace sempat melihat Alice mengintip di mulut pintu menuju dapur. “Tapi kurasa ya,” Grace menyetujuinya, kali ini Grace menggoda kakaknya.
            “Grace.” Bisik Aaron, tak kuasa menahan godaan adiknya. Sial, dia adalah godaan terberat! Hati Alice teremas saat itu juga.

***

            Keluarga Bieber tampak menikmati suasana malam harinya di menara Eiffel. Justin dan Alex sedang berada di pinggiran pagar menaranya sambil memandang anak-anak mereka dari atas menggunakan teropong yang mereka bawa sendiri. Malam ini Alex hanya memakai celana jins biasa serta kaos putih yang dilapisi dengan kemeja berwarna merah muda yang longgar, namun ia sengaja tidak memakai kancingnya agar terlihat lebih modis. Dan yeah, Justin masih dengan gaya kebapak-bapakannya. Celana punting tentara serta kaos putih polos yang longgar telah ia pakai, namun tidak mengurangi ketampanannya. Alice, Aaron dan adik-adiknya yang lain sedang bermain di depan taman menara Eiffel, berlari-lari dengan senang. Oh, Alice juga ingin naik ke menara itu, namun rasanya ia tak berani untuk meninggalkan anak-anak. Tugasnya di sini hanyalah menjaga anak-anak, dan yeah, mengawasi Aaron. Uh, setelah kemarin ia harus menahan rasa tangisnya melihat keakraban Aaron dan Grace, tapi setidaknya sekarang perasaannya sudah membaik. Aaron berjanji untuk tidak berselingkuh darinya. Aaron sedang menutupi perasaannya terhadap Grace dengan cara berpura-pura mencintai Alice. Hanya berpura-pura.
            Justin memeluk Alex dari belakang. Well, dari tadi Alex tidak berhenti untuk melepaskan teropong itu dari matanya untuk melihat anak-anaknya. Ia benar-benar was-was jika anak-anaknya hilang begitu saja. Membuat Justin sedikit cemburu. Malam ini seharusnya menjadi malam romantic untuk mereka. Merasa diabaikan oleh Alex, Justin menurunkan teropong itu dari mata Alex.
            “Apa mata cantikmu itu dapat kulihat?” bisik Justin menarik kalung teropong itu dari leher Alex kemudian melewati kepala Alex. Alex tersenyum kecil, mengetahui bahwa suaminya cemburu karena tidak diperhatikan olehnya. Lalu Alex berbalik, melihat Justin yang telah menggantungkan teropong itu di lehernya. “Oh, itu dia mata biruku yang cantik. Mengapa rasanya sulit sekali untuk menarik perhatianmu?”
            “Maaf,” bisik Alex menggelanyutkan kedua tangannya pada leher Justin. “Hanya saja, aku takut anak-anak kita hilang sayang,”
            “Kau tidak perlu takut. Ada Aaron di bawah sana. Biarkan malam ini kita menikmati suasana ini,” bisik Justin membalikan tubuh Alex lalu memeluknya. Kepala mereka berdua sama-sama terdongak, melihat ke atas langit yang penuh dengan bintang. Mereka tidak menghitungnya, hanya menatapnya. Betapa indahnya bintang-bintang di langit sana. Alex memejamkan matanya. Ia merasa ..terberkati.
            “Kau lihat bintang di sana?”
            “Kurasa aku tidak bisa melihat bintang di sana. Cahaya bintang yang kupeluk terlalu terang, sungguh membuatku silau,” goda Justin meremas pinggul Alex. Well, itu cukup membuat Alex menggeliat begitu saja. “Ya, mengapa?”
            “Jika kau melihat bintang jatuh, apa harapanmu?”
            “Kau masih percaya dengan mitos seperti itu? Well, jika itu memang terjadi. Aku tidak akan meminta apa-apa,”
            “Mengapa?”
            “Biar kuhitung harapan yang telah terjadi dalam kehidupanku. Pertama, aku telah mendapatkanmu. Kedua, aku telah mendapatkanmu. Dan ketiga ..aku telah mendapatkanmu,” goda Justin lagi, mengecup pipi Alex setelah itu. Alex tertawa mendengar jawaban dari suaminya yang konyol. Mengingat saat Justin menjadi lelaki yang pendiam –meski sekarang memang masih pendiam—namun setidaknya Justin memiliki selera humor yang tinggi. Well, Justin hanya banyak bicara bersama dengan Alex. Bibir Justin dari tadi tidak lepas dari pipi Alex. Bahkan sekarang lidahnya telah menyentuh pipi Alex, itu sungguh membuat Alex sedikit menggeliat. “Well, Alex. Seluruh harapanku telah terjadi sejak kau datang ke dalam kehidupanku,”
            “Oh, Justin. Kau sangat manis,”
            “Yeah, memang aku manis. Sekarang, apa harapanmu jika kau melihat bintang jatuh?” Justin melemparkan pertanyaan yang sama. Namun kali ini Alex lama berpikir. Well, sulit sekali Alex untuk membicarakan ini bersama dengan Justin karena ia tahu, Justin tidak akan percaya dengan apa yang ia katakan. Tidak mendengar suara apa pun dari istrinya, Justin mengecup-kecup leher Alex yang telanjang. Ia tidak peduli jika ada orang lain yang berlalu-lalang menatap mereka. Ia merasa, dunia ini hanya milik mereka, yeah, itu yang dikatakan oleh banyak orang. Alex tidak merasa tergoda, ia sudah terbiasa dengan kelakukan Justin seperti ini. Justin suka melakukan ini karena aroma Alex yang sangat harum. Ia menyukainya.
            “Aku berharap Aaron dan Grace tidak saling mencintai,” ujar Alex. Detik itupun Justin menghentikan ciumannya terhadap leher Alex. Justin menarik kepalanya kemudian membalikan tubuh Alex agar ia dapat melihat wajah istrinya. Apa yang sedang istrinya katakan? Itu tidak masuk akal. Aaron tidak mungkin mencintai Grace. Justin juga sedikit jengkel dengan istrinya karena istrinya terus membicarakan masalah Aaron mencintai Grace. Tentu saja Aaron mencintai Grace, namun tentunya mencintai sebagai adik. Mengapa isrtinya seperti melantur? Justin juga tidak pernah melihat Aaron berusaha untuk mencium Grace. Well, Justin tidak pernah memperhatikan kebersamaan Aaron dengan Grace karena perhatiannya selalu terarah pada Alex. Namun memang Aaron sangat menyayangi Grace secara berlebihan. Bahkan Justin, sebagai ayah dari Grace merasa tersingkirkan. Justin merasa Aaron lebih pintar untuk menjaga adik-adiknya. Well, mungkin ia juga harus perhatian terhadap anak-anaknya Mata Justin menatap Alex lurus, mencoba mencari tahu apa istrinya sedang bermain-main atau sedang serius. Namun raut wajah Alex mengatakan hal yang serius. Ini serius, sangat.
            “Mengapa kau dapat berpikir demikian?”
            “Karena saat Aaron menatap Grace, itu sama saat kau menatapku, Justin,” lenguh Alex menggeleng-gelengkan kepalanya. Justin menarik nafas lalu ia melihat ke bawah, ia memasang teropongnya untuk melihat anak-anaknya yang masih berada di bawah sana. Tapi tidak. Aaron bahkan dari tadi bermain-main bersama dengan Alice dengan anak-anak. Sedangkan Grace mengambil gambar dengan kameranya. Ia menurunkan teropongnya lalu menatap Alex sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
            “Kurasa Aaron tidak jatuh cinta dengan Grace, tapi Alice,”
            “Tidak, Justin. Kau harus percaya padaku,”
            “Dan jika itu terjadi, apa yang akan kaulakukan?”
            “Aku tidak tahu. Mungkin aku akan memisahkan mereka berdua selama bertahun-tahun, jika perlu aku akan menjodohkan Grace,”
            “Well, aku tidak akan melakukan itu. Aku akan menyetujui mereka,” ujar Justin, tampak acuh. Lagipula mereka tidak memiliki hubungan darah. Wajar saja. Tidak apa-apa. Well, perasaan tidak akan dapat dihalangi oleh apa pun kecuali oleh si pemilik perasaan itu sendiri. Justin tidak mungkin dapat menentukan Aaron harus jatuh cinta dengan siapa, atau Grace harus jatuh cinta dengan siapa. Dan itu tidak mungkin terjadi. Justin berpikir seperti itu. Alex memukul lengannya, gemas.
            “Apa yang baru saja kaukatakan? Apa kau sadar? Mereka kakak-adik kau bodoh!” jerit Alex gemas. Justin tertawa melihat ekspresi istrinya yang gemas seperti itu. Namun ia tidak suka jika Alex menghinanya bodoh. Itu sepeti Alex menguji kecerdasan Justin.
            “Sayangku, cintaku, kumohon jangan marah padaku. Jangan panggil aku bodoh, karena aku tidak bodoh. Dan aku sadar dengan apa yang baru saja kukatakan. Mereka tidak memiliki hubungan darah, baby. Itu tidak apa-apa,”
            “Tapi mereka bertumbuh bersama-sama!”
            “Lalu apa yang membuatmu begitu marah? Justru itu bagus, kita tidak perlu mengetahui sifat menantu kita di masa depan nanti,”
            “Aku membencimu!” teriak Alex memukul dada Justin dengan keras lalu pergi dari hadapan Justin. Itu membuat Justin mengerang sambil menautkan kedua alisnya. Oh, ada apa dengan istrinya? Sungguh lucu saat Justin mendapati istrinya sedang marah. Itu membuat kecantikannya bertambah. Ia melihat istrinya pergi menjauh darinya, berniat untuk turun ke bawah. Namun dengan cepat Justin mengejarnya. “Jangan kejar aku!”
            “Oh baby, mengapa?”
            “Karena aku tidak membutuhkan suami yang memiliki pemikiran aneh sepertimu!”
            “Ohaha, sayang. Aku ragu dengan perkataanmu itu, tolonglah, ayo kita nikmati malam ini,” Justin langsung memeluk Alex dari belakang, sehingga langkahan Alex terhenti. Lalu membalikan tubuhnya.
            “Justin, mereka anak kita,” lenguh Alex putus asa.
            “Aku tahu, aku tidak akan menyetujui mereka,” bisik Justin. “I love you,”
            “I love you too,”
            “I love you most, dear,” bisik Justin mengecup bibir Alex dengan lembut.

***

*Alice Lancale POV*

            Aaron terus menarikku untuk pergi ke toilet. Namun kami tidak menemukan toilet yang kalau di Amerika akan selalu ada toilet di pinggiran jalan. Tapi ini tidak ada. Aaron membawaku masuk ke sebuah restoran mewah yang tidak begitu jauh dari menara Eiffel itu. Aku terpaksa meninggalkan Grace dan ketiga adiknya di taman itu sendirian, namun untunglah Mrs.Bieber telah turun ke bawah bersama dengan Mr.Bieber. Orang-orang di dalam restoran menatapiku dengan Aaron. Tentu saja. Aku berpakaian biasa sedangkan Aaron, yang bahkan tidak bekerja, memakai pakaian formal. Ini seperti Aaron membawa seorang pelacur. Tapi aku bukan pelacur. Aku kekasih Aaron, ia yang memberitahu padaku sendiri. Tapi tiba-tiba saja ia membawaku masuk ke dalam toilet lelaki.
            “Apa yang kaulakukan?”
            “Masuklah,” suruh Aaron, memaksa. Aku melakukannya. Ia juga ikut masuk ke dalam toilet lalu mengunci pintu toilet dengan cepat. Dari mana ia mendapatkan kunci toilet itu? Sial! Lalu ia membalikan tubuhnya. “Kita tidak memiliki banyak waktu, naiklah ke atas washtafel,” suruhnya padaku. Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya? Apa-apaan? Aku tidak akan melakukannya. Ia menatapku sejenak lalu tanpa banyak bicara ia menggendongku, aku menjerit.
            “Jangan berteriak, ingat perjanjian kita? Jangan memberontak jika kau tidak ingin kusakiti,” bisik Aaron gemas padaku. Aku langsung menutup mulutku kemudian aku telah berada di atas tempat washtafel. Well, di belakangku terdapat kaca yang besar. Dan di sini terdapat tiga washtafel. Aku terduduk di atasnya lalu Aaron dengan cepat menarik turun retsletingku untuk melepas celanaku. Apa yang akan ia lakukan? Jangan bilang ia akan melakukannya di tempat yang seperti ini. Namun terlambat, ia telah melepaskan celana dalamku juga. Lalu ia membuka kakiku lebar-lebar sehingga sekarang milikku terpampang jelas olehnya. Ia tersenyum saat melihatnya kemudian ia menundukan kepalanya untuk mencium.
            “Oh, Aaron,” bisikku tak tahan karena mulutnya yang telah menyentuh milikku. Tubuhku tersulut bagaikan terbakar oleh api. Tubuhku tersentak pada kaca di belakangku sambil tanganku memegang kepalanya, menarik rambutnya untuk menjauh dari milikku. Aku memejamkan mataku berusaha untuk menahan rasa yang geli di bawah sana. Tubuhku melengking ke atas saat lidahnya masuk ke dalam sana. Ia menggumamkan kata “Mmm” di bawah sana. Aku mendesah. Ia menahan kedua pahaku di atas bahunya, mulutnya memakan milikku di bawah sana. Tubuh bergetar, aku mendesis.
            “Oh, Aaron, tolonglah,”
            “Mmm, lihat lubang kecil ini. Oh, aku tidak sabar untuk memasukinya,” kembali mulutnya menangkup milikku kembali. Aku menjerit lalu ia memukul pahaku.
            “Baby,” gumamnya. “Mmh, ini adalah makanan terlezat yang pernah kurasakan,”
            “Oh, Aaron. Berhenti,” aku mencoba mendorong kepalanya, namun ia memukul pahaku kembali. Lalu ia menjauhkan kepalanya dari milikku namun kali ini jarinya mulai bermain di sekitar lubang milikku. Memutar-putar, menggodanya, aku tidak tahu harus meremas apa sekarang yang jelas dengan sendirinya tanganku meremas dadaku sendiri.
            “Mmm,” gumam Aaron lalu ia melesakan jarinya yang besar itu ke dalam milikku. Kepalaku mendongak ke belakang. Merasakan sesuatu yang masuk ke dalam milikku, ini benar-benar ..oh ya ampun, luar biasa nikmat. Lalu ia melesakan jarinya yang lain ke dalam sana. Kudengar nafas Aaron semakin lama semakin cepat. Begitu juga denganku. Aaron bangkit dari tempat jongkoknya tanpa melepaskan jarinya dalamku lalu ia terduduk di sebelahku, ia mempercepat temponya. Aku semakin menjerit. Kusandarkan kepalaku pada bahu Aaron. Kupegang tangannya yang bergerak itu agar memasukannya lebih dalam lagi. Milikku sudah benar-benar basah. Aaron memang benar, aku menyukainya. Aku ingin melakukan ini terus menerus, berkali-kali, asalkan itu bersama dengannya. Bibirnya mencium-ciumi leherku berkali-kali.
            “Oh Aaron! Kumohon,”
            “Oh, baby. Yeah, keluarlah untukku sayang,”
            “Ah! Aaron! Apa yang kaulakukan?” jeritanku melengking begitu saja, membuat Aaron menyatuhkan mulutku dengan mulutnya untuk meredamkan jeritanku. Lidah kami bermain dengan penuh gairah, jarinya tak berhenti juga, lalu aku meledak. Tanganku meremas tangannya yang masih bergerak-gerak di bawah sana, seluruh tubuhku meregang. Ia masih mencium mulutku. Kemudian ia melepaskan mulutnya dari mulutku. Tubuhku masih lemas akibat pelepasan yang benar-benar keras. Ini adalah kejadian yang benar-benar panas selama hidupku. Mataku terbuka setelah terpejam beberapa menit, kulihat Aaron menjilat cairanku. Oh, mengapa ia melakukan itu tepat di depanku? Sial. Tapi itu sungguh panas. Ia turun dari tempat washtafel. Dengan cepat ia menurunkan celana setengah lalu muncullah miliknya yang sudah benar-benar tegang.
            “Turunlah sayang,” bisiknya menyuruhku. Aku melakukannya. “Balikan tubuhmu lalu pegang pinggiran itu untuk menahan tubuhmu. Aku akan menjaga keseimbangan. Menungging,” suruh Aaon, kembali aku melakukannya. Kupegang pinggiran tempat washtafel, menungging untuknya. Kemudian ia memegang pinggangku. Kurasakan sesuatu yang tumpul mulai menyeruak masuk ke dalam milikku yang benar-benar kecil. Sial! Aku memejamkankan mataku, menggigit bibirku untuk menahan keinginanku untuk mendesah. Kudengar Aaron mendengus terus menerus. Kali ini ia menggerakan pinggulnya terus menerus. Aku mendesah pelan, tidak ingin orang di luar sana mendengar desahan kami. Ini benar-benar gila. Di dalam toilet restoran.
            “Ooh, Grace! Kau benar-benar ketat!”
            “Aaron!” aku mendesah, tak kuasa menahan rasa nikmat yang ia berikan padaku.
            “Fuck!”
            “Please!”
            “Give me baby, give me,” bisik Aaron menundukan tubuhnya sehingga aku bisa merasakan dadanya yang menyentuh bahuku. Mulutnya berada di pipiku, tangannya yang satu lagi memegang daguku. “Oh, baby, yes. I love you,” desah Aaron memejamkan matanya.
            “Aaron, please,”
            “Surrender,”
            “No!”
            “Yes, baby!” geram Aaron menggerakan pinggulnya semakin lama semakin cepat. Aku menundukan kepalaku, melihat dadaku yang menggantung di sana. Lalu kurasakan tangan Aaron meremas dadaku. Aku semakin mendesah. “Oh, im so close, baby,”
            “Aaron ..please,” aku menautkan kedua alisku.
            “Give me. Now,” ucapannya yang seksi itu membuat aku mendapatkan pelepasan yang luar biasa. Saat aku mendapatkan pelepasan, Aaron tidak menghentikan gerakannya. Kemudian kudengar ia mendengus. “Oh yeah,” desahnya. Kurasakan sesuatu menyembur ke dalam tubuhku. Oh, aku mendapatkan spermanya, aku tak peduli. Oh, ini benar-benar luar biasa.
            “Ah! Grace!”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar