***
“Ya,
kurasa kalian berdua butuh bulan madu untuk yang kedua kalinya,” ujar Aaron
saat mereka sedang sarapan di ruang makan. Alice tidak begitu menyimak apa yang
dibicarakan oleh keluarga Bieber, ia sedang menyuapi Moon dan Mozzy yang duduk
bersebelahan. Alice duduk bersilang di bawah, melihat kedua anak bayi di
hadapannya sedang menggerak-gerakan kakinya. Jika disuapi, mereka makan lebih
bersih dibanding makan sendiri. Aaron mengutarakan maksud adiknya tadi malam
pada orang tuanya. Justin telah meminta maaf pada Alex tentang kejadian tadi
malam, namun Alex tidak menjawabnya. Yeah, jika Alex sedang marah pada Justin,
biasanya ia akan menjadi seorang ibu yang pendiam. Justin harus merayunya lebih
hebat lagi. Tadi pagi saat Justin berusaha membangunkan Alex, ia merayu Alex
dengan cara mengecup bibirnya berkali-kali. Namun ternyata itu tidak berhasil.
Dan sekarang Aaron telah memberikan solusi yang tepat untuk keduanya. Mereka
bisa pergi ke Paris untuk bersenang-senang. Justin menatap Aaron dengan tatapan
setuju.
“Ide
yang bagus. Kurasa kita bisa mengajak anak-anak, ada Alice yang dapat menjaga
mereka. Kau juga Grace,” suara Justin yang berat menekankan kata-kata
terakhirnya.
“Yeah,
kurasa dua minggu cukup. Apa itu tidak apa-apa?” Aaron bertanya. “Karena
mungkin kita bisa berangkat sekarang. Kurasa Jordy bisa langsung menghubungi
pelayan di sana untuk membersihkan rumah terlebih dahulu. Bagaimana dengan
itu?”
“Sempurna,”
sahut Grace sambil memasukan makanan ke dalam mulutnya.
“Mom?”
Aaron bertanya.
“Aku
hanya ikut dengan kalian,” Alex berusaha memberikan senyuman terbaiknya sambil
mengangkat kedua bahunya. “Itu ide yang bagus,”
“Mom,
jangan menyetujuinya jika kau tidak mau,” tangan Aaron memegang tangan Alice,
berusaha menenangkan ibunya. Ia tahu ibunya masih merasa sakit hati karena
ayahnya yang tidak pernah percaya dengan istrinya sendiri. Merasa tidak ingin
rencana ini dibatalkan, Alex tersenyum lemah lalu mengangguk.
“Baiklah,
kurasa itu akan menjadi sangat menyenangkan,” kali ini suara Alex lebih percaya
diri, lebih tegas. Aaron tersenyum, matanya melirik pada Justin yang tersenyum
penuh makna. Alex menarik nafas, “kurasa Alice masih membutuhkanku untuk
menjaga si kembar,” lanjut Alex. Saat itu juga senyuman Justin yang penuh makna
itu surut. Sial! Ia harus pintar menggoda Alex untuk memanfaatkan waktu
kebebasan selama dua minggu ini. Setelah bertahun-tahun mereka tak pernah lepas
dari rengekan anak-anaknya, akhirnya Aaron, anaknya sendiri telah menawarkan
tawaran yang menggiurkan. Bulan madu untuk yang kedua kalinya! Berarti mereka
memiliki banyak waktu untuk bersenang-senang berdua. Ia juga ingin
mengembalikan masa muda mereka. Well, Justin yang ingin mengembalikan masa muda
mereka. Alice mendongak, saat namanya disebut.
“Apa?
Ada apa?”
“Kita
akan pergi ke Paris siang ini,” Aaron memberikan pengumuman. Tentu saja siang
ini. Dengan pesawat pribadi mereka. Jantung Alice rasanya sebentar lagi akan
berhenti berdenyut. Apa? Ia akan pergi ke Paris? Oh Tuhan! Itu adalah tempat
yang selama ini ia kunjungi. Awalnya ia berpikir, impian itu tidak akan
terwujud. Tapi, oh rencana Tuhan memang hebat! Ia akhirnya akan pergi ke Paris.
Siang ini! Ini akan menjadi sangat sempurna!
“Ya,
kurasa itu akan menjadi sangat menyenangkan,”
***
Di
dalam pesawat, semua penumpang tampak diam. Moon dan Mozzy telah tertidur. Moon
digendong oleh Alice agar ia cepat tidur. Supaya saat mereka bangun, mereka
telah tiba. Mereka akan melewati perjalanan yang sangat jauh dan membutuhkan
waktu berjam-jam. Jonathan telah tidur terlentang di atas dua kursi. Pembatas
kursi penumpangnya dinaikan ke atas agar Jonathan memiliki tempat yang luas.
Sedangkan Mozzy yang memiliki tubuh yang mungil itu terduduk di sebelah Alice,
di dekat jendela pesawat dengan mulut yang terbuka. Well, kepala Mozzy berada
di atas paha Alice. Oh, rasanya benar-benar menyenangkan dikelilingi oleh
anak-anak manis sepertinya. Kursi penumpang di pesawat ini berhadapan. Sehingga
Alice dapat memperhatikan Jonathan yang terlelap. Jantungnya masih berdetak
kencang, mengetahui dirinya akan pergi ke negeri yang ia impikan. Lalu ia
memperhatikan Aaron yang terduduk di seberang kursinya. Ia terduduk dengan
Grace, mereka saling berhadapan. Dari tadi, Grace menceritakan tentang Blake.
Bagaimana perasaannya saat Blake membentaknya. Tapi sebenarnya, semua itu
hanyalah karangan belaka. Grace tidak merasa sakit hati pada Blake. Ia merasa
sakit hati terhadap kakaknya yang telah memukul Blake. Namun ia rasa, ia masih
memiliki peluang untuk membalas rasa sakit hatinya. Yeah, melalui kakaknya, ia
dapat menyakiti hati Alice. Sangat diyakinkan Alice mencintai kakaknya. Tapi ia
masih memikirkan strategi yang bagus itu seperti apa.
Alice
menatap keakraban adik-kakak di hadapannya. Namun hatinya tiba-tiba saja merasa
cemburu. Entahlah. Tatapan Aaron terasa sangat berbeda pada Grace, tidak
seperti saat Aaron menatapnya. Bahkan dari tadi Aaron berusaha agar Grace dapat
menatap matanya. Seakan-akan Grace harus menatap Aaron tepat di matanya. Karena
jika Grace melakukan itu, tatapan mata Aaron berubah menjadi lembut. Lalu Alice
melihat Grace yang menaikan kakinya ke atas paha kakaknya.
“Pijit
kakiku maka aku akan memberikan kecupan sayang dariku,” suruh Grace, tak sopan.
Lalu Aaron tertawa. Ia tidak pernah diperlakukan oleh wanita seperti ini. Namun
jusrtu Grace membuat gairah Aaron tersulut begitu saja. Kaki Grace yang berada
di atas pahanya sungguh menjadi cobaan tersendiri bagi Aaron. Akhirnya ia dapat
menyentuh kaki adiknya. Bahkan memijitnya.
“Kau?
Menciumku? Untuk apa?”
“Tanda
terima kasih. Well, aku tidak dapat membayarmu dengan uang karena aku tahu kau
telah memiliki banyak uang. Jadi mungkin tanda terima kasihku adalah sebuah
kecupan. Memangnya kau ingin aku melakukan apa?”
“Memelukku
mungkin?” Aaron menggoda adiknya. Mendengar mereka sedang bercanda seperti itu,
Alice tertawa lemah. Ia menundukan kepalanya sambil menatap pada Moon yang
berada dalam gendongannya. Sebenarnya ia ingin menangis. Rasanya ia jatuh cinta
terlalu cepat. Mendengar percakapan mereka yang seperti itu benar-benar
membuatnya cemburu. Apa Aaron mencintai adiknya sendiri? Mungkin. Mrs.Bieber
memberitahunya tentang Aaron bukanlah anak kandung dari Justin. Dan kemungkinan
besar Aaron jatuh cinta dengan adiknya sendiri. Namun Alice tidak ingin memiliki
pemikiran yang negatif. Ia tidak akan menangis dengan alasan yang konyol.
Sementara itu, Justin dan Alex sedang berada di sebuah kamar khusus untuk
mereka berdua di dalam pesawat ini. Dari tadi Alex berusaha untuk tertidur di
atas tempat tidurnya, namun dari tadi Justin menggodanya. Justin meminta Alex
untuk memaafkannya. Sehingga sekarang Justin telah menindih tubuh Alex, tubuh
mereka hanya dibatasi oleh satu benda. Yeah, selimut. Alex memalingkan
kepalanya dari Justin, ia tidak ingin menatap Justin tepat pada matanya. Karena
ia tahu Justin akan merayunya. Ia tahu Justin akan berhasil melakukan itu.
Maksudnya, Justin akan berhasil merayunya untuk memaafkan Justin.
“Knock-knock!”
“Siapa
itu?” Alex menjawab permainan Justin.
“Maafkan,”
“Maafkan
siapa?”
“Maafkan
aku,” bisik Justin. Dan yeah, kembali lagi Justin berhasil merayu Alex.
Akhirnya Alex menolehkan kepalanya pada Justin. Menatap Justin langsung pada
maafnya. Senyuman Justin muncul saat itu juga kemudian ia mengecup bibir Alex
dengan singkat.
“Apa
kau memaafkan aku?” tanya Justin menatap pada luka yang berada di sudut bibir
Alex. Oh, teganya ia telah memukul Alex. Ia tidak pernah menyakiti Alex hingga
luka seperti ini. Ia dibutakan oleh cemburu yang menggila. Lalu Justin mengecup
luka itu. Kemudian Alex merasakan seperti déjà vu. Ia seperti merasakan hal
ini, namun sebenarnya tidak. Dan ini mengingatkan dirinya saat dulu Weronika
pernah memukulnya dan Aaron mencium lukanya di sudut bibir ini. Tepat di sudut
bibir yang sedang dikecupi oleh Justin. “Kuharap luka ini akan sembuh,” kecup
Justin sekali lagi, namun kali ini ia mengemutnya. Membuat bibir Alex tertarik
masuk ke dalam mulut Justin. Berakhir dengan sebuah ciuman yang penuh dengan
keromantisan.
“Ya,”
bisik Alex setelah bibir mereka berpisah.
“Apa
kau akan menerima tawaran Aaron tentang bulan madu itu?”
“Jika
kau mau,”
“Oh,
aku dengan senang hati akan membawamu ke segala tempat sayang,” bisik Justin
mengecup bibir Alex kembali. Kecantikan Alex tidak sama sekali pudar. Hanya
saja pinggul Alex sedikit membesar karena ia melahirkan sebanyak empat kali,
namun itu tidak memudarkan kecintaan Justin terhadap diri Alex. Ia akan selalu
memuja Alex. Ia mencintai Alex. Kejadian kemarin hanya karena ia takut
kehilangan Alex. Hanya saja, Justin mengambil tindakan yang salah. Tidak
seharusnya ia memukul Alex. Seharusnya ia memukul sahabatnya sendiri. Ia tahu
pasti sahabatnya menginginkan Alex. Justin tahu tatapan Zayn terhadap istrinya
seperti apa! Itu sama seperti saat Justin bergairah pada Alex! Zayn ingin
meniduri istrinya. Mungkin mulai dari sekarang, jika Zayn ingin masuk ke dalam
rumahnya, ia harus mendapatkan izin dari Justin terlebih dahulu. Karena Justin
mengenal Zayn. Mereka teman dekat. Ia tahu jika Zayn menginginkan sesuatu, ia
harus mendapatkannya. Jika tidak ..oh Tuhan! Justin harus menjaga Grace dari
Zayn. Karena jika Zayn tidak mendapatkannya, mungkin Grace akan menjadi sasaran
empuknya. Ia harus menjaga Grace juga. Oh sial. Tapi tidak. Justin tidak ingin
memikirkan itu sekarang. Ia ingin memikirkan rencana-rencana ke depan untuk
bulan madu mereka yang kedua.
***
Aaron
dan Justin mengangkat satu per satu koper keluar dari bagasi mobilnya. Jordy
yang membawakan seluruh koper itu ke dalam rumah. Well, Grace juga membawanya.
Jonathan sedang diajak bermain dengan ibunya ke belakang taman rumah mereka.
Begitu juga dengan Alice bersama dengan si kembar. Well, Alice dengan susah
payah menggendong mereka berdua dengan dua tangannya. Tubuh mereka benar-benar
berat. Tapi ini sangat menyenangkan. Dari tadi mereka memiliki percakapan yang
lucu. Well, sejak kedatangan Alice ke dalam keluarga Bieber, Mozzy dan Moon
tidak begitu sering bertengkar. Itu karena Alice selalu mengawasi mereka. Saat
mereka telah sampai di taman belakang, Alice menurunkan mereka berdua dari
gendongannya lalu mereka berlari-lari kegirangan untuk mengelilingi taman yang
luas. Luar biasa luas. Jonathan dengan Alex sedang berada di atas ayunan.
Mereka sedang membicarakan sesuatu.
“Mengapa
kau tampak begitu pendiam sayang?” tanya Alex mengayunkan ayunannya sehingga
mereka berdua terayun bersama-sama. Jonathan yang duduk di hadapannya hanya
menatap ibunya dengan tatapan kasihan. Mengapa ibunya terlihat begitu kuat?
Ayah telah memukul ibu. Ia sangat sayang menyayangi ibu. Mengingat hanya ibunya
dan Aaron yang menyayanginya, ia merasa benci dengan ayahnya. Namun ibunya
tidak mengajarkannya untuk membenci pada siapa pun. Jadi ia tidak membenci
ibunya. “Ceritakan pada ibu,”
“Mengapa
daddy memukulmu mom?” tanya Jonathan. “Bukankah itu sakit? Ada luka di bibirmu.
Bisakah kau menghentikan ayunan ini? Aku ingin menciumnya agar cepat sembuh,”
ujar Jonathan yang membuat Alex terpaku. Tiga lelaki di keluarga Bieber mencium
sudut bibirnya. Ada apa? Alex benar-benar bingung. Tak ingin Jonathan terjatuh
saat ia berdiri, Alex menghentikan ayunannya. Jona mendekati ibunya lalu
mengecup sudut bibir ibunya yang luka itu.
“Apa
itu lebih baik?”
“Well,
jauh lebih baik. Jadi –“
“Mrs.Bieber!”
Alice menghampiri Alex, membuat ucapan Alex terhenti. “Apa kau bisa
memberitahuku dimana dapur? Kurasa aku harus menyiapkan air minum untuk si
kembar,” ujar Alex begitu senang. Tentu saja! Ini adalah hari terhebat
sepanjang hidupnya.
“Oh,
itu di dekat ruang keluarga. Di sana,” ujar Alex menunjukan jendela yang terbuka.
Oh yeah, itu adalah dapur. Kemudian Alice mengangguk mengerti, ia melangkahkan
kakinya pergi dari hadapan Alex. “Jadi, janganlah menjadi anak ibu yang
pendiam. Ayahmu pendiam. Kakakmu pendiam. Mommy tidak ingin kau menjadi anak
lelaki yang pendiam juga. Mengerti?”
“Apa
pun akan kulakukan untuk mommy. Jika kau ingin aku membenci ayah, aku akan
melakukannya,” ujar Jonathan membuat Alex tersentak. Anaknya yang satu ini
benar-benar mencintainya. Alex terdiam, ia menganggukan kepalanya. “Sekarang,
bermainlah bersama si kembar!” ujar Alex, menyuruh. Detik itu juga Jonathan
berdiri dari tempatnya, kali ini dengan senyuman. Sedangkan Alice sedang
berjalan menuju dapur. Ia melihat begitu banyak koper yang berada di atas
lantai ruang keluarga. Tiap kopernya diberi nama. Ada namanya di sana. Ia
tersenyum. Lalu ia melangkah mencari dimana dapur. Samar-samar saat ia berada
di mulut pintu dapur, ia mendengar suara cekikikan dari Grace yang genit.
Apa-apaan?
“Apa
yang kaulakukan Aaron?” tanya Grace dengan suara yang genit.
“Apa?
Aku hanya ingin mengambil air minum,” ujar Aaron ikut tertawa. Lalu Alice
mengintip. Dilihatnya Grace yang berusaha untuk berjalan melewati Aaron, namun
Aaron menahannya. Sehingga sekarang Grace tersudut di ujung konter dengan
tangan yang memegang segelas air. Aaron membuka pintu kulkas, namun ia hanya
menggerakan tangannya. Lalu tangan Aaron meraih sebotol anggur di dalamnya,
membanting pintu kulkas dengan kasar. Tubuh Aaron semakin dengan tubuh Grace.
“Aaron!
Apa yang kaulakukan?”
“Apa
yang kaulakukan? Well, aku tahu kau belum 18 tahun. Tapi kurasa kau ingin
menemaniku meminum anggur ini. Bagaimana?”
“Apa?
Kau gila! Ada apa denganmu?” jerit Grace tertawa genit. Sengaja. Ia
melakukannya dengan sengaja. Grace sempat melihat Alice mengintip di mulut
pintu menuju dapur. “Tapi kurasa ya,” Grace menyetujuinya, kali ini Grace
menggoda kakaknya.
“Grace.”
Bisik Aaron, tak kuasa menahan godaan adiknya. Sial, dia adalah godaan
terberat! Hati Alice teremas saat itu juga.
***
Keluarga
Bieber tampak menikmati suasana malam harinya di menara Eiffel. Justin dan Alex
sedang berada di pinggiran pagar menaranya sambil memandang anak-anak mereka
dari atas menggunakan teropong yang mereka bawa sendiri. Malam ini Alex hanya
memakai celana jins biasa serta kaos putih yang dilapisi dengan kemeja berwarna
merah muda yang longgar, namun ia sengaja tidak memakai kancingnya agar
terlihat lebih modis. Dan yeah, Justin masih dengan gaya kebapak-bapakannya.
Celana punting tentara serta kaos putih polos yang longgar telah ia pakai,
namun tidak mengurangi ketampanannya. Alice, Aaron dan adik-adiknya yang lain
sedang bermain di depan taman menara Eiffel, berlari-lari dengan senang. Oh,
Alice juga ingin naik ke menara itu, namun rasanya ia tak berani untuk meninggalkan
anak-anak. Tugasnya di sini hanyalah menjaga anak-anak, dan yeah, mengawasi
Aaron. Uh, setelah kemarin ia harus menahan rasa tangisnya melihat keakraban
Aaron dan Grace, tapi setidaknya sekarang perasaannya sudah membaik. Aaron
berjanji untuk tidak berselingkuh darinya. Aaron sedang menutupi perasaannya
terhadap Grace dengan cara berpura-pura mencintai Alice. Hanya berpura-pura.
Justin
memeluk Alex dari belakang. Well, dari tadi Alex tidak berhenti untuk
melepaskan teropong itu dari matanya untuk melihat anak-anaknya. Ia benar-benar
was-was jika anak-anaknya hilang begitu saja. Membuat Justin sedikit cemburu.
Malam ini seharusnya menjadi malam romantic untuk mereka. Merasa diabaikan oleh
Alex, Justin menurunkan teropong itu dari mata Alex.
“Apa
mata cantikmu itu dapat kulihat?” bisik Justin menarik kalung teropong itu dari
leher Alex kemudian melewati kepala Alex. Alex tersenyum kecil, mengetahui
bahwa suaminya cemburu karena tidak diperhatikan olehnya. Lalu Alex berbalik,
melihat Justin yang telah menggantungkan teropong itu di lehernya. “Oh, itu dia
mata biruku yang cantik. Mengapa rasanya sulit sekali untuk menarik
perhatianmu?”
“Maaf,”
bisik Alex menggelanyutkan kedua tangannya pada leher Justin. “Hanya saja, aku
takut anak-anak kita hilang sayang,”
“Kau
tidak perlu takut. Ada Aaron di bawah sana. Biarkan malam ini kita menikmati
suasana ini,” bisik Justin membalikan tubuh Alex lalu memeluknya. Kepala mereka
berdua sama-sama terdongak, melihat ke atas langit yang penuh dengan bintang.
Mereka tidak menghitungnya, hanya menatapnya. Betapa indahnya bintang-bintang
di langit sana. Alex memejamkan matanya. Ia merasa ..terberkati.
“Kau
lihat bintang di sana?”
“Kurasa
aku tidak bisa melihat bintang di sana. Cahaya bintang yang kupeluk terlalu
terang, sungguh membuatku silau,” goda Justin meremas pinggul Alex. Well, itu
cukup membuat Alex menggeliat begitu saja. “Ya, mengapa?”
“Jika
kau melihat bintang jatuh, apa harapanmu?”
“Kau
masih percaya dengan mitos seperti itu? Well, jika itu memang terjadi. Aku
tidak akan meminta apa-apa,”
“Mengapa?”
“Biar
kuhitung harapan yang telah terjadi dalam kehidupanku. Pertama, aku telah
mendapatkanmu. Kedua, aku telah mendapatkanmu. Dan ketiga ..aku telah
mendapatkanmu,” goda Justin lagi, mengecup pipi Alex setelah itu. Alex tertawa
mendengar jawaban dari suaminya yang konyol. Mengingat saat Justin menjadi
lelaki yang pendiam –meski sekarang memang masih pendiam—namun setidaknya
Justin memiliki selera humor yang tinggi. Well, Justin hanya banyak bicara
bersama dengan Alex. Bibir Justin dari tadi tidak lepas dari pipi Alex. Bahkan
sekarang lidahnya telah menyentuh pipi Alex, itu sungguh membuat Alex sedikit
menggeliat. “Well, Alex. Seluruh harapanku telah terjadi sejak kau datang ke
dalam kehidupanku,”
“Oh,
Justin. Kau sangat manis,”
“Yeah,
memang aku manis. Sekarang, apa harapanmu jika kau melihat bintang jatuh?”
Justin melemparkan pertanyaan yang sama. Namun kali ini Alex lama berpikir.
Well, sulit sekali Alex untuk membicarakan ini bersama dengan Justin karena ia
tahu, Justin tidak akan percaya dengan apa yang ia katakan. Tidak mendengar
suara apa pun dari istrinya, Justin mengecup-kecup leher Alex yang telanjang.
Ia tidak peduli jika ada orang lain yang berlalu-lalang menatap mereka. Ia
merasa, dunia ini hanya milik mereka, yeah, itu yang dikatakan oleh banyak
orang. Alex tidak merasa tergoda, ia sudah terbiasa dengan kelakukan Justin
seperti ini. Justin suka melakukan ini karena aroma Alex yang sangat harum. Ia
menyukainya.
“Aku
berharap Aaron dan Grace tidak saling mencintai,” ujar Alex. Detik itupun
Justin menghentikan ciumannya terhadap leher Alex. Justin menarik kepalanya
kemudian membalikan tubuh Alex agar ia dapat melihat wajah istrinya. Apa yang
sedang istrinya katakan? Itu tidak masuk akal. Aaron tidak mungkin mencintai
Grace. Justin juga sedikit jengkel dengan istrinya karena istrinya terus
membicarakan masalah Aaron mencintai Grace. Tentu saja Aaron mencintai Grace,
namun tentunya mencintai sebagai adik. Mengapa isrtinya seperti melantur?
Justin juga tidak pernah melihat Aaron berusaha untuk mencium Grace. Well,
Justin tidak pernah memperhatikan kebersamaan Aaron dengan Grace karena
perhatiannya selalu terarah pada Alex. Namun memang Aaron sangat menyayangi
Grace secara berlebihan. Bahkan Justin, sebagai ayah dari Grace merasa
tersingkirkan. Justin merasa Aaron lebih pintar untuk menjaga adik-adiknya.
Well, mungkin ia juga harus perhatian terhadap anak-anaknya Mata Justin menatap
Alex lurus, mencoba mencari tahu apa istrinya sedang bermain-main atau sedang
serius. Namun raut wajah Alex mengatakan hal yang serius. Ini serius, sangat.
“Mengapa
kau dapat berpikir demikian?”
“Karena
saat Aaron menatap Grace, itu sama saat kau menatapku, Justin,” lenguh Alex
menggeleng-gelengkan kepalanya. Justin menarik nafas lalu ia melihat ke bawah,
ia memasang teropongnya untuk melihat anak-anaknya yang masih berada di bawah
sana. Tapi tidak. Aaron bahkan dari tadi bermain-main bersama dengan Alice
dengan anak-anak. Sedangkan Grace mengambil gambar dengan kameranya. Ia menurunkan
teropongnya lalu menatap Alex sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kurasa
Aaron tidak jatuh cinta dengan Grace, tapi Alice,”
“Tidak,
Justin. Kau harus percaya padaku,”
“Dan
jika itu terjadi, apa yang akan kaulakukan?”
“Aku
tidak tahu. Mungkin aku akan memisahkan mereka berdua selama bertahun-tahun,
jika perlu aku akan menjodohkan Grace,”
“Well,
aku tidak akan melakukan itu. Aku akan menyetujui mereka,” ujar Justin, tampak
acuh. Lagipula mereka tidak memiliki hubungan darah. Wajar saja. Tidak apa-apa.
Well, perasaan tidak akan dapat dihalangi oleh apa pun kecuali oleh si pemilik
perasaan itu sendiri. Justin tidak mungkin dapat menentukan Aaron harus jatuh
cinta dengan siapa, atau Grace harus jatuh cinta dengan siapa. Dan itu tidak
mungkin terjadi. Justin berpikir seperti itu. Alex memukul lengannya, gemas.
“Apa
yang baru saja kaukatakan? Apa kau sadar? Mereka kakak-adik kau bodoh!” jerit
Alex gemas. Justin tertawa melihat ekspresi istrinya yang gemas seperti itu.
Namun ia tidak suka jika Alex menghinanya bodoh. Itu sepeti Alex menguji
kecerdasan Justin.
“Sayangku,
cintaku, kumohon jangan marah padaku. Jangan panggil aku bodoh, karena aku
tidak bodoh. Dan aku sadar dengan apa yang baru saja kukatakan. Mereka tidak
memiliki hubungan darah, baby. Itu tidak apa-apa,”
“Tapi
mereka bertumbuh bersama-sama!”
“Lalu
apa yang membuatmu begitu marah? Justru itu bagus, kita tidak perlu mengetahui
sifat menantu kita di masa depan nanti,”
“Aku
membencimu!” teriak Alex memukul dada Justin dengan keras lalu pergi dari
hadapan Justin. Itu membuat Justin mengerang sambil menautkan kedua alisnya.
Oh, ada apa dengan istrinya? Sungguh lucu saat Justin mendapati istrinya sedang
marah. Itu membuat kecantikannya bertambah. Ia melihat istrinya pergi menjauh
darinya, berniat untuk turun ke bawah. Namun dengan cepat Justin mengejarnya.
“Jangan kejar aku!”
“Oh
baby, mengapa?”
“Karena
aku tidak membutuhkan suami yang memiliki pemikiran aneh sepertimu!”
“Ohaha,
sayang. Aku ragu dengan perkataanmu itu, tolonglah, ayo kita nikmati malam
ini,” Justin langsung memeluk Alex dari belakang, sehingga langkahan Alex
terhenti. Lalu membalikan tubuhnya.
“Justin,
mereka anak kita,” lenguh Alex putus asa.
“Aku
tahu, aku tidak akan menyetujui mereka,” bisik Justin. “I love you,”
“I
love you too,”
“I
love you most, dear,” bisik Justin mengecup bibir Alex dengan lembut.
***
*Alice Lancale POV*
Aaron
terus menarikku untuk pergi ke toilet. Namun kami tidak menemukan toilet yang
kalau di Amerika akan selalu ada toilet di pinggiran jalan. Tapi ini tidak ada.
Aaron membawaku masuk ke sebuah restoran mewah yang tidak begitu jauh dari
menara Eiffel itu. Aku terpaksa meninggalkan Grace dan ketiga adiknya di taman
itu sendirian, namun untunglah Mrs.Bieber telah turun ke bawah bersama dengan
Mr.Bieber. Orang-orang di dalam restoran menatapiku dengan Aaron. Tentu saja.
Aku berpakaian biasa sedangkan Aaron, yang bahkan tidak bekerja, memakai
pakaian formal. Ini seperti Aaron membawa seorang pelacur. Tapi aku bukan
pelacur. Aku kekasih Aaron, ia yang memberitahu padaku sendiri. Tapi tiba-tiba
saja ia membawaku masuk ke dalam toilet lelaki.
“Apa
yang kaulakukan?”
“Masuklah,”
suruh Aaron, memaksa. Aku melakukannya. Ia juga ikut masuk ke dalam toilet lalu
mengunci pintu toilet dengan cepat. Dari mana ia mendapatkan kunci toilet itu?
Sial! Lalu ia membalikan tubuhnya. “Kita tidak memiliki banyak waktu, naiklah
ke atas washtafel,” suruhnya padaku. Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya?
Apa-apaan? Aku tidak akan melakukannya. Ia menatapku sejenak lalu tanpa banyak
bicara ia menggendongku, aku menjerit.
“Jangan
berteriak, ingat perjanjian kita? Jangan memberontak jika kau tidak ingin
kusakiti,” bisik Aaron gemas padaku. Aku langsung menutup mulutku kemudian aku
telah berada di atas tempat washtafel. Well, di belakangku terdapat kaca yang
besar. Dan di sini terdapat tiga washtafel. Aku terduduk di atasnya lalu Aaron
dengan cepat menarik turun retsletingku untuk melepas celanaku. Apa yang akan
ia lakukan? Jangan bilang ia akan melakukannya di tempat yang seperti ini.
Namun terlambat, ia telah melepaskan celana dalamku juga. Lalu ia membuka
kakiku lebar-lebar sehingga sekarang milikku terpampang jelas olehnya. Ia
tersenyum saat melihatnya kemudian ia menundukan kepalanya untuk mencium.
“Oh,
Aaron,” bisikku tak tahan karena mulutnya yang telah menyentuh milikku. Tubuhku
tersulut bagaikan terbakar oleh api. Tubuhku tersentak pada kaca di belakangku
sambil tanganku memegang kepalanya, menarik rambutnya untuk menjauh dari
milikku. Aku memejamkan mataku berusaha untuk menahan rasa yang geli di bawah
sana. Tubuhku melengking ke atas saat lidahnya masuk ke dalam sana. Ia
menggumamkan kata “Mmm” di bawah sana. Aku mendesah. Ia menahan kedua pahaku di
atas bahunya, mulutnya memakan milikku di bawah sana. Tubuh bergetar, aku
mendesis.
“Oh,
Aaron, tolonglah,”
“Mmm,
lihat lubang kecil ini. Oh, aku tidak sabar untuk memasukinya,” kembali
mulutnya menangkup milikku kembali. Aku menjerit lalu ia memukul pahaku.
“Baby,”
gumamnya. “Mmh, ini adalah makanan terlezat yang pernah kurasakan,”
“Oh,
Aaron. Berhenti,” aku mencoba mendorong kepalanya, namun ia memukul pahaku
kembali. Lalu ia menjauhkan kepalanya dari milikku namun kali ini jarinya mulai
bermain di sekitar lubang milikku. Memutar-putar, menggodanya, aku tidak tahu
harus meremas apa sekarang yang jelas dengan sendirinya tanganku meremas dadaku
sendiri.
“Mmm,”
gumam Aaron lalu ia melesakan jarinya yang besar itu ke dalam milikku. Kepalaku
mendongak ke belakang. Merasakan sesuatu yang masuk ke dalam milikku, ini
benar-benar ..oh ya ampun, luar biasa nikmat. Lalu ia melesakan jarinya yang
lain ke dalam sana. Kudengar nafas Aaron semakin lama semakin cepat. Begitu
juga denganku. Aaron bangkit dari tempat jongkoknya tanpa melepaskan jarinya
dalamku lalu ia terduduk di sebelahku, ia mempercepat temponya. Aku semakin
menjerit. Kusandarkan kepalaku pada bahu Aaron. Kupegang tangannya yang
bergerak itu agar memasukannya lebih dalam lagi. Milikku sudah benar-benar
basah. Aaron memang benar, aku menyukainya. Aku ingin melakukan ini terus
menerus, berkali-kali, asalkan itu bersama dengannya. Bibirnya mencium-ciumi
leherku berkali-kali.
“Oh
Aaron! Kumohon,”
“Oh,
baby. Yeah, keluarlah untukku sayang,”
“Ah!
Aaron! Apa yang kaulakukan?” jeritanku melengking begitu saja, membuat Aaron
menyatuhkan mulutku dengan mulutnya untuk meredamkan jeritanku. Lidah kami
bermain dengan penuh gairah, jarinya tak berhenti juga, lalu aku meledak.
Tanganku meremas tangannya yang masih bergerak-gerak di bawah sana, seluruh
tubuhku meregang. Ia masih mencium mulutku. Kemudian ia melepaskan mulutnya
dari mulutku. Tubuhku masih lemas akibat pelepasan yang benar-benar keras. Ini
adalah kejadian yang benar-benar panas selama hidupku. Mataku terbuka setelah
terpejam beberapa menit, kulihat Aaron menjilat cairanku. Oh, mengapa ia
melakukan itu tepat di depanku? Sial. Tapi itu sungguh panas. Ia turun dari
tempat washtafel. Dengan cepat ia menurunkan celana setengah lalu muncullah miliknya
yang sudah benar-benar tegang.
“Turunlah
sayang,” bisiknya menyuruhku. Aku melakukannya. “Balikan tubuhmu lalu pegang
pinggiran itu untuk menahan tubuhmu. Aku akan menjaga keseimbangan. Menungging,”
suruh Aaon, kembali aku melakukannya. Kupegang pinggiran tempat washtafel,
menungging untuknya. Kemudian ia memegang pinggangku. Kurasakan sesuatu yang
tumpul mulai menyeruak masuk ke dalam milikku yang benar-benar kecil. Sial! Aku
memejamkankan mataku, menggigit bibirku untuk menahan keinginanku untuk
mendesah. Kudengar Aaron mendengus terus menerus. Kali ini ia menggerakan
pinggulnya terus menerus. Aku mendesah pelan, tidak ingin orang di luar sana
mendengar desahan kami. Ini benar-benar gila. Di dalam toilet restoran.
“Ooh,
Grace! Kau benar-benar ketat!”
“Aaron!”
aku mendesah, tak kuasa menahan rasa nikmat yang ia berikan padaku.
“Fuck!”
“Please!”
“Give
me baby, give me,” bisik Aaron menundukan tubuhnya sehingga aku bisa merasakan
dadanya yang menyentuh bahuku. Mulutnya berada di pipiku, tangannya yang satu
lagi memegang daguku. “Oh, baby, yes. I love you,” desah Aaron memejamkan
matanya.
“Aaron,
please,”
“Surrender,”
“No!”
“Yes,
baby!” geram Aaron menggerakan pinggulnya semakin lama semakin cepat. Aku
menundukan kepalaku, melihat dadaku yang menggantung di sana. Lalu kurasakan
tangan Aaron meremas dadaku. Aku semakin mendesah. “Oh, im so close, baby,”
“Aaron
..please,” aku menautkan kedua alisku.
“Give
me. Now,” ucapannya yang seksi itu membuat aku mendapatkan pelepasan yang luar biasa.
Saat aku mendapatkan pelepasan, Aaron tidak menghentikan gerakannya. Kemudian
kudengar ia mendengus. “Oh yeah,” desahnya. Kurasakan sesuatu menyembur ke
dalam tubuhku. Oh, aku mendapatkan spermanya, aku tak peduli. Oh, ini
benar-benar luar biasa.
“Ah!
Grace!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar