***
*Author POV*
99
tahun yang lalu..
“Kau
yakin, Benjamin? Aku takut kehilanganmu,” suara lembut dari sevampire Ibu yang
tengah mengandung sevampire bayi di dalam perutnya sangat khawatir terhadap
suaminya. Pria di hadapannya menghela nafas, seolah-olah ia tidak mempunyai
pilihan lain selain untuk berperang melawan Kerajaan itu. Ia harus mendapatkan
Kerajaan sialan itu agar ia mendapatkan posisi tertinggi di dunia vampire.
Istrinya, Evangline, dapat melihat apa yang akan terjadi dengan suaminya nanti.
Suaminya akan kalah dan mati sia-sia. Kekuatannya telah menghantuinya beberapa
hari ini bahwa suaminya akan segera musnah dari dunia. Ia sungguh ketakutan
jika anaknya lahir dan tidak dapat mendapatkan kasih sayang dari sevampire
Ayah. Tapi Benjamin, suaminya tidak dapat menahan hasratnya untuk berperang
melawan Kerajaan Kidrauhl.
Prajurit-prajurit
Fourie telah berada di tengah-tengah kastil dan berkumpul. Mereka mengumpulkan
mental dan kekuatannya untuk berperang melawan Kerajaan terkuat sepanjang masa.
Sang Raja Fourie, Benjamin mengecup kening istrinya di balkon kamarnya.
Istrinya tidak dapat mengatakan apa pun selain mengucapkan kata selamat
tinggal. Jika suaminya harus musnah karena peperangan, tidak apa-apa. Bukan,
bukan karena ia tidak mencintai suaminya. Itu karena penglihatannya terhadap masa
depan suaminya telah jelas terlihat. Satu hal yang harus ia pertahankan adalah
bayi di dalam kandungannya. Ia harus mempertahankan anak tunggalnya. Anak yang
akan menjadi anak tunggalnya.
“Jaga
anak kita baik-baik sayang,” gumam Benjamin kembali mengecup kening Evangeline
dengan penuh ketegaran. Evangeline telah menyarankannya untuk tidak melakukan
peperangan ini namun ia keras kepala, ia tahu ia akan segera hilang dari dunia
ini. Tapi ia yakin, masih ada peluang kecil yang dapat membuatnya mendapatkan
Kerajaan Kidrauhl. Kaki Benjamin melangkah melewati Evangeline yang menahan
tangisnya di tengah kegelapan dunia. Matanya tak sanggup untuk melirik pada
prajurit-prajurit yang akan segera mati. Tak ada harapan. Ia hanya perlu
menjaga bayi di dalam kandungannya, itu saja. Dan berharap, apa yang selama ini
ia lihat dalam penglihatannya adalah salah.
Suaminya
muncul dari bawah sana bersama dengan Panglima yang berada di sisinya. Panglima
berteriak sehingga pintu gerbang kastil tiba-tiba saja terbuka. Raja Benjamin
memimpin perjalanan menuju tengah-tengah hutan yang telah dijadikan tempat
untuk berperang. Ia tak sabar untuk bertemu dengan Raja Kidrauhl sialan itu.
Mereka menembus malam bersama dengan obor yang mereka bawa serta pedang yang
mereka pegang. Sesama vampire tak dapat membunuh, tapi jika dua vampire saling
bekerja sama, mereka dapat mematahkan kepala vampire yang lain. Itu yang hanya
dipikirkan oleh Benjamin selama perjalanan. Mereka menembus hutan dan di
sinilah mereka berada. Di tengah-tengah hutan yang luas tanpa pepohonan yang
dapat menghalangi peperangan mereka. Dari jarak jauh mereka dapat melihat
prajurit Kidrauhl telah bersiap-siap untuk berperang.
Sepasang
suami-isteri yang berjabat sebagai Raja dan Ratu Kidrauhl telah berhadapan
dengan Benjamin. Mereka saling menatap dalam keheningan. Tidak ada sepatah kata
yang mereka keluarkan sampai pada akhirnya, Raja Kidrauhl yang membuka acara
peperangan mereka.
“Dimana
isterimu? Kupikir ia akan datang ke sini,”
“Aku
tidak ingin dua vampire yang sangat kucintai mati sia-sia karenamu,” Benjamin
begitu angkuh. Ia sangat menantang Raja Kidrauhl. Lalu Raja Kidrauhl mengangguk
dan mengangkat satu tangannya ke udara.
“Maka
dari itu, mari kita mulai peperangan ini,” gumamnya menurunkan tangannya
setelah ia menggoyangkan tangannya satu kali lalu ia dan isterinya masuk ke
dalam di antara para prajurit dan lenyap di dalam sana.
“Ini
adalah peperangan!” teriak salah satu prajurit Fourie yang membuat kedua kubu
itu saling bertubrukan. Beratus-ratus vampire saling memukul satu sama lain.
Menginjak kepala sang lawan hingga sepenuhnya pecah. Benjamin yang masuk di
antara prajurit-prajuritnya memicingkan matanya untuk melihat dimana keberadaan
Raja Kidrauhl. Jika ia dapat membunuh Raja Kidrauhl maka Kerajaan Kidrauhl
dapat ia rebut saat itu juga. Dari jarak jauh, vampire-vampire itu tampak
seperti semut yang bersalaman namun berbicara begitu lama. Darah hitam mengalir
di sana-sini dengan sia-sia. Mata Benjamin berhenti pada satu titik saat ia
melihat Raja Kidrauhl sedang berdiri di tengah-tengah kerumunan prajuritnya
yang sedang berperang tanpa ekspresi. Lalu mereka saling menatap.
“Sekarang
atau tidak selamanya!” seru Benjamin berlari ke arah Raja Kidrauhl secepat
kilat, begitu juga dengan Raja Kidrauhl yang ingin menubrukkan kedua tubuh
mereka. Saat Benjamin baru saja ingin meraih Raja Kidrauhl, Ratu Kidrauhl telah
berada di atas punggungnya dan menarik lehernya ke atas. Namun tak berhasil
karena Benjamin segera menggoyangkan tubuhnya sehingga Ratu Kidrauhl terjatuh
ke atas tanah. Merasa isterinya diserang, Raja Kidrauhl dengan cepat mendorong
tubuh Benjamin ke atas tanah dan memegang kedua bahunya lalu menekannya ke atas
tanah. Isterinya bangkit dari tanah lalu ia menghampiri Raja Kidrauhl dan
membantu memegang kepala Benjamin.
“Kau
salah memilih lawan, Benjamin!” seru Raja Kidrauhl yang menarik bahu Benjamin
ke atas hingga lehernya mulai robek karena kepalanya tertahan di atas serta
bahunya yang tertarik ke atas. Benjamin berteriak kesakitan dan BREAK!
Kepalanya terpisah dengan tubuhnya. Dua mata berwarna merah sedang memerhatikan
kerja sama antara suami-isteri itu. Ia sedang memegang obor lalu berlari
menghampiri dua vampire yang menatapi tubuh serta kepala dari seorang Raja yang
telah mati.
“William,”
gumam si mata merah itu pada Raja Kidrauhl sambil menyodorkan obor itu.
Langsung saja Raja Kidrauhl yang bernama William itu mengambil obornya dan
membakar Raja Benjamin tanpa ragu-ragu.
“Raja
kita telah mati, pergi!” teriak Panglima Fourie yang membuat peperangan yang
sedang memanas ini tiba-tiba terhentikan akibat larian mereka yang secepat
angin. Ratu Kidrauhl tidak berpikir ia harus membunuh Raja Benjamin karena ia
tahu, isterinya sedang mengandung. Ia rasa, ia harus pergi menghampiri Ratu
Fourie dan melihat keadaannya.
“Kita
harus pergi ke kastil Fourie, Willliam. Sekarang,” ujar Ratu Kidrauhl.
“Ide
bagus. Panggil seluruh prajurit untuk datang ke kastil Fourie sekarang,
Daniel,” perintah Raja Kidrauhl pada Daniel, vampire kepercayaannya atau bisa
dipanggil Panglima Kidrauhl. Daniel segera berteriak, memerintah seluruh
prajurit yang sedang mencari nafas itu pergi ke kastil Fourie.
Sedangkan
Ratu Fourie. Ia tersentak di temboknya, tersungkur di sudut dengan penuh rasa
takut. Lilin yang menemaninya malam itu tiba-tiba saja padam akibat hembusan
angin yang masuk ke dalam kamarnya. Setengah dari hidupnya telah menghilang
karena ia tahu, suaminya telah mati di tangan Raja dan Ratu Kidrauhl. Pintu
kamarnya terbuka, bulan menyinari hingga ke mulut pintu kamarnya. Ia terduduk
lemas di sudut tembok. Tubuhnya menegang dan matanya menatap siaga pada
bayangan di pintu kamarnya. Vampire akan segera masuk ke dalamnya. Lalu,
muncullah si vampire ..dia tidak memakai pakaian seperti prajurit.
“Ratu
Fourie, apakah kau ada di dalam?” tanya Ratu Kidrauhl dengan suara yang lembut.
“Tidak apa-apa, aku tidak menyakitimu. Aku mengerti perasaanmu,” Ratu Kidrauhl
berusaha membuat Ratu Fourie tak ketakutan. Ia semakin masuk ke dalam untuk
melihat keadaan kamar Ratu Fourie. Lalu ia mendengar suara nafas dari sudut
kamar.
“Aku
tahu kau sedang hamil,” ucap Ratu Kidrauhl bersimpuh di hadapan Ratu Fourie
yang bersimpuh juga. “Tidak apa-apa, kau hanya perlu menahan nafasmu agar salah
satu prajurit kami tidak membunuhmu. Mengerti? Aku tahu bagaimana perasaanmu,
tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja,”
“Mengapa
kau melakukan ini?” suara lemah dari Ratu Fourie membuat hati Ratu Kidrauhl
semakin melunak. Ia tidak sanggup melihat vampire yang sedang hamil harus
melewati masa-masa berat seperti ini. Ia tahu bagaimana perasaan Ratu Fourie.
“Karena
begitu menyakitkan saat kau kehilangan orang yang kaucintai dan kau harus
merasakannya untuk yang kedua kalinya. Di saat mereka telah berada dalam satu
tubuh denganmu lalu mereka pergi, kau akan kehilangan separuh dari tubuhmu. Dan
aku yakin, kau sangat menantikan anak pertamamu. Jadi tetaplah di sini dan
tahan nafasmu,” Ratu Kidrauhl mengelus perut Ratu Fourie sambil memejamkan
matanya. “Semuanya akan baik-baik saja,” gumamnya bangkit dari duduk bersimpuhnya.
Tubuh Ratu Kidrauhl lenyap dari pandangannya. Menit demi menit ia lalui, salah
satu prajurit muncul ke dalam kamarnya yang gelap. Ia langsung menahan nafasnya
sehingga vampire-vampire tidak akan menyadari keberadaannya. Ratu Fourie
menghela nafas setelah prajurit itu benar-benar keluar dari kamarnya. Ia
bangkit dari lantai untuk melihat keadaan di luar. Tangannya memeluk perutnya
yang belum buncit itu, berjaga-jaga jika ada vampire yang akan menyerangnya.
Saat ia berada di luar, ia mendengar suara pedang di luar sana. Pedang? Setelah
berada di sisi balkon, ia melihat ke tengah-tengah kastilnya. Ternyata prajurit
cadangannya sedang melawan prajurit Kidrauhl. Raja dan Ratu Kidrauhl sedang
melawan satu per satu prajurit Fourie. Sampai saat dimana mereka sedang
mengambil nafas tiba-tiba saja dua tombak menusuk tubuh mereka, tepat di
jantung mereka. Tak perlu waktu lebih dari 5 detik, mereka ambruk ke atas
tanah. Ratu Fourie tersentak saat ia melihat kejadian dimana Ratu Kidrauhl yang
tadi membantunya agar tetap hidup itu telah mati! Lalu matanya melihat pada
salah satu prajurit ..bukan, bukan prajurit. Pakaian yang ia kenakan adalah
pakaian Panglima sedang membawa dua obor lalu membakar Raja dan Ratu Kidrauhl
yang disegani. Tapi kali ini, ia tidak segan-segan untuk membakar dua tubuh
yang telah tak bernyawa itu.
Panglima
itu ..Daniel.
***
99
tahun kemudian
..
“Itulah
yang terjadi, Ibuku melihat Daniel di sana membakar Ayah dan Ibumu,” jelas
Chantal dengan wajah yang lebih pucat dibanding vampire biasanya lalu air
matanya menetes. Theo tidak dapat melihat gadis menangis seperti ini.
“Tidak,
tidak. Tidak menangis, kumohon,” bisik Theo merangkul Chantal dengan erat. “Aku
percaya padamu,” lanjut Theo.
“Kau
percaya?” tanya Chantal lemah.
“Yeah,
tentu. Aku sudah curiga selama beberapa hari terakhir,”
“Kau
akan dibunuh, Theo. Aku punya rencana,” ujar Chantal. “Tapi sebelum itu, apa
kau bisa memberikanku segelas darah lagi?”
“Ya,
tapi aku ingin mengataka sesuatu padamu Chantal,” Theo mengelus perut Chantal
dengan lembut. Kepalanya bangkit dari bahu Chantal, lalu ia mengelus pipi
Chantal yang basah dengan lembut. Ia tersenyum manis, wajah mereka saling
berhadapan bahkan sangat dekat. Chantal menarik nafasnya dan ia baru menyadari
betapa tampannya Theo.
“Apa
pun yang kaudengar tentang aku membencimu dan membunuhmu, itu adalah salah.
Karena aku tidak berpikir seperti itu sejak aku bertemu denganmu Chantal. Aku
menyukaimu, oh Tuhan, aku pikir sekarang aku telah mencintaimu sekarang,” desah
Theo menundukkan kepalanya, merasa bersalah. Terlebih lagi kaki Chantal yang
telah terpasung itu membuatnya ingin bunuh diri karena tidak dapat
menyelamatkan Chantal dari masalah ini. Kunci pasung itu dipegang oleh Daniel
dan hanya Daniel yang dapat melepaskannya kapan saja.
“Kau
mencintaiku? Mengapa?”
“Saat
kau tidak mengetahui tentang Kerajaan Kidrauhl. Maksudku, kepolosanmu. Aku menyukaimu
karena kau jujur, kau tidak suka berbohong dan aku sangat yakin kau selalu
berbohong demi menyelamatkan Justin. Benar bukan?” Theo membuat pipi Chantal
yang pucat itu memerah. Sungguh hebat, pipi vampire yang satu ini selalu dapat
memerah. Bagaimana mungkin itu dapat terjadi?
“Kau
benar,” gumamnya malu-malu.
“B-boleh
aku mengecup bibirmu satu kali saja?”
“Tapi
Justin—“ Bibir Chantal telah tertahan akibat bibir Theo yang telah menyentuh
bibirnya. Kedua tangan Theo menahan kepala Chantal agar bibir mereka saling
bersentuhan. Chantal memejamkan matanya, begitu juga dengan Theo selama
beberapa detik sampai akhirnya Justin tiba-tiba saja muncul sehingga bibir
mereka berpisah.
“Apa-apaan
yang sedang kaulakukan dengan wanita hamil seperti Chantal? Kau mencintainya?”
Justin murka, sangat murka melihat gadisnya
dikecup bibirnya oleh kakanya sendiri. Mengapa itu bisa terjadi. Ya Tuhan,
rasanya Justin ingin mencari manusia dan merobek-robek tubuh manusia itu lalu
meminum darahnya dan menjilati tulangnya hingga bersih!
“Justin,
tidak bertengkar—“
“Atau
apa? Kau gadis murahan! Sudah kuduga, padahal aku ingin membebaskanmu sekarang
tapi melihatmu,” –Justin meludahi lantai yang ia pijak—“Kau sangat menjijikan
Chantal, aku benar-benar membencimu. Aku berusaha untuk berpikir lebih sehat
lagi setelah aku berbicara dengan Daniel. Kau tidak tahu diuntung! Daniel tidak
akan menikahimu namun kau harus menetap di sini sampai anak itu lahir! Tapi kau
berciuman dengan—“
“Jaga
mulutmu, Justin Sialan Bieber! Aku mencintainya dan itu tidak ada hubungannya
denganmnu!” seru Theo bangkit dari lantai ingin mendorong tubuh adiknya ke
belakang agar keluar dari sel Chantal. Perkataan Justin tadi benar-benar
menusuk hatinya. Kau sangat menjijikan.
Air matanya kembali mengalir. Bagaimana mungkin Justin dapat menghinanya
setelah apa yang telah Justin perbuat terhadap Chantal? Justin menghamilinya!
Justin menghamilinya, apa kau gila?
“Theodorus
Beamount Bieber, semuanya! Woohoo, mencintai Chantal Fourie yang tengah
mengandung anakku. Anak dari adiknya sendiri. Mencintai vampire yang adiknya
benci. Mencintai vampire yang seharusnya ia bu—“ sebelum Justin menyelesaikan
ucapannya, kepalan tangan Theo telah meluncur di pipi Justin. Tidak sampai di
sana, Justin tidak ingin diam. Ia juga membalas pukulan Theo hingga mereka
berdua berkelahi.
“Justin!”
teriaknya, namun Justin tidak mendengarnya. Ia terus memukul Theo hingga sudut
bibir Theo robek. “Kalian berhenti!” teriak Chantal menangis dan itu membuat
tangan Theo yang akan memukul Justin berhenti di tengah jalan.
“Mengapa
kalian tidak dapat mendengarkan perkataanku? Betapa menyedihkannya kehidupanku
melihat kalian berdua berkelahi terus menerus. Aku mencintai lelaki yang tidak
kucintai. Aku berusaha untuk mengatakan yang sebenarnya namun kalian tidak
mendengarkannya –kecuali Theo yang telah mendengarkanku. Dan lelaki yang
menghamiliku baru saja mengatakan bahwa aku adalah gadis yang menjijikan,”
Chantal tidak dapat berucap lagi. Nafasnya terengah-engah. Ia butuh darah. “Aku
mati kelaparan di sini dan mengharapkan segelas darah dari Theo untuk anakmu
Justin. Tidak bisakah lima menit saja kau bersikap normal? Aku hanya
menginginkan segelas darah,” tangis Chantal menundukkan kepalanya. Sontak Theo
menyentakkan kerah baju Justin ke belakang, melepaskannya. Ia harus
mengambilkan segelas darah bagi Chantal. Sekarang juga setelah itu ia akan
mendengarkan rencana yang dibuat oleh Chantal. Pasti Chantal telah
memikirkannya dari tadi.
***
Satu
hari kemudian Chantal dikeluarkan dari sel dan ia digantikan pakaiannya oleh
pelayan yang sama. Pakaian yang ia pakai adalah pakaian milik Ibu Justin lagi.
Setelah perkelahian antara Justin dan Theo kemarin, ia tidak bertemu dengan
Justin lagi yang pergi dengan tatapan benci terhadap Chantal. Ya Tuhan, mengapa
Justin tampaknya sangat membenci Chantal? Ia telah memberitahu Theo untuk pergi
dari Kerajaannya kemarin sehingga sekarang Theo tidak ada di kastil. Justin
akan dibunuh hari ini oleh Daniel, Theo telah memberitahukannya kemarin.
Setelah ia digantikan pakaiannya, ia keluar dari kamar Justin ditemani dengan
dua vampire prajurit dari belakangnya. Ia melihat dari sisi balkon kastil
Justin ke lapangan tengah-tengah kastil itu. Alat pemenggal kepala telah
tersedia di tengah-tengah lapangan bersama dengan vampire-vampire yang lain
berdiri di sisi-sisi dalam kastil. Apa itu dipersiapkan untuk Justin? Lalu ia
melihat di seberang balkonnya, Daniel sedang terduduk di atas kursi besar
khusus Raja agar ia dapat melihat kejadian di bawah dari atas tampak sangat
jelas. Dan di sebelahnya terdapat kursi kosong yang dapat dipastikan itu
dipersiapkan untuk sang Ratu. Dari belakang dua prajurit vampire itu, satu
pelayan tadi membawakan satu botol darah untuk Ratu.
Daniel
mendongakkan kepalanya setelah ia menyadari Chantal sedang berjalan menuju
arahnya. Senyum liciknya muncul, sevampire gadis yang cantik dengan raut wajah
polos akan segera berada di tempat tidurnya malam ini. Chantal berusaha
bersikap sebaik mungkin. Ia belum mengatakan apa pun pada Daniel atas lamaran
Daniel. Dan sekarang, ia telah berada di hadapan Daniel.
Daniel
tertawa. “Lihatlah siapa yang datang! Gadis berparas cantik telah siap untukku.
Ia sungguh cantik mengenakan pakaian Luna,” ujar Daniel senang sekali melihat
Chantal. “Duduklah sayang, kursi ini dipersiapkan untukmu agar kau dapat
melihat lelaki yang telah menghamilimu agar segera mati di sana,” suruh Daniel.
Chantal hanya mengikuti apa yang Daniel katakan, ia duduk di kursi sebelah
Daniel lalu melihat alat pemenggal kepala telah dipersiapkan.
“Begini
perjanjiannya sayang. Kau ingin Justin tetap hidup, hanya terima lamaranku lalu
beberapa hari kemudian kita akan menikah. Theo Sialan Bieber tidak dapat
ditemukan namun kita sedang berusaha mencarinya,” ujar Daniel. “Jadi, semuanya
ada di tanganmu Tuan Puteri. Terima lamaranku sekarang juga maka Justin akan
tetap hidup atau tolak lamaranku maka kau dan Justin akan mati di alat
pemenggal yang sama,” ancam Daniel yang membuat Chantal refleks memeluk
perutnya.
“Kau
tidak ingin anak yang sedang kau kandung mati bukan?” rayu Daniel, licik. Chantal
hanya diam, menelan ludahnya. Ia menatap lurus ke bawah, menatap baik-baik
pemenggal kepala itu. Kemudian tiba-tiba saja ia terdengar suara yang besar
dari seberang balkonnya. Ia meneriakkan kesalahan Justin yang melawan Daniel
tadi malam dan mengatakan bahwa hari ini kepala Justin akan dipenggal. Tangan
Chantal membuka penutup botolnya lalu ia meminum darah yang ada di dalamnya.
Sepanjang lelaki itu berteriak, ia melihat Justin muncul dengan tangan yang
telah dirantai. Dua vampire prajurit mendorongnya agar naik ke atas panggung
untuk dipenggal.
“Semuanya
hanya berada di tangan Tuan Puteri Chantal Fourie,” teriak lelaki itu
menyelesaikan teriakannya. Saat nama Chantal disebutkan, Justin mendongakkan
kepalanya ke atas. Ia menatap Chantal dengan tatapan rasa bersalah. Mengapa
selama ini Justin terlalu pengecut untuk mengatakan bahwa ia mencintai Chantal?
Terbukti dari rasa cemburunya terhadap Theo kemarin saat Theo mengecup bibir
Chantal. Sekarang mungkin adalah akhir dari hidupnya. Dan satu-satunya yang ia
harapkan adalah mengecup perut Chantal agar ia dapat merasakan detak jantung
anaknya yang ada di dalam kandungan Chantal.
“Kuberikan
kau waktu lima menit untuk memutuskan keputusanmu,” ujar Daniel. Detik demi
detik berlalu dan Justin telah ditempatkan terkelungkup di atas panggung dengan
alat pemenggal kepala di atasnya. Satu kali saja tali yang dipegang oleh salah
satu prajurit itu lepas, maka Justin akan menghilang dari dunia ini. Satu menit
berlalu. Dua menit berlalu. Tiga menit berlalu. Chantal telah menarik nafasnya
dalam-dalam. Dan empat menit telah berlalu.
“Ya
atau tidak, Chantal?” Daniel bertanya. Chantal menghirup dalam-dalam nafasnya,
ya ampun, ia akan satu tempat tidur dengan lelaki tua bangka seperti Daniel!
“Sekarang!”
seru Daniel. Justin memejamkan matanya erat-erat dan tali mulai dilepas.
“YA!”
Chantal berteriak bersamaan dengan air matanya yang menetes. Saat itu juga,
tali yang terlepas itu segera diraih oleh sang prajurit. Hampir saja besi yang
akan memenggal Justin menyentuh leher Justin. Hanya sedikit lagi maka Justin
akan pergi dari dunia. Chantal memejamkan matanya berusaha untuk mengumpulkan
seluruh kekuatan mental untuk meladeni Daniel.
“Pilihan
yang bagus sayang.” puji Daniel tersenyum licik. Air mata Justin menetes dan
matanya terbuka seketika itu juga. Ia merasa sangat idiot sekarang! Chantal!
“Pilihan yang bagus.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar