***
*Author POV*
Lelaki
yang memiliki mata emas itu baru saja membaringkan tubuh wanita vampire itu ke
atas tempat tidurnya. Tempat tidurnya.
Ia telah memanggil salah satu pelayannya untuk menggantikan pakaian gadis ini
lebih mirip dengan pakaian kuno. Atau bisa dibilang, pakaian Ibunya dulu. Ia
ingin melihat bagaimana wujud Ibunya jika sedang memakai pakaian kuno karena
selama 100 tahun, ia tidak pernah melihat satu wanita pun yang memakai pakaian
Ibunya. Ia ingin wanita ini memakai pakaian Ibunya sebelum kematiannya
menjemputnya. Pelayan yang masuk ke dalam kamar Justin sudah menyiapkan pakaian
Ibu Justin di atas tempat tidur Justin.
Pelan-pelan
pelayan itu menyentuh tubuh Chantal. Ya, Chantal sedang berada di dalam kastil
Kidrauhl. Betapa menakjubkan saat Chantal ingin tahu apa yang ada di dalam
hutan seberang dan sekarang ia sedang berada dalam kastil dalam hutan seberang.
Pelayan itu tersentak saat ia menyentuh perut Chantal.
“Tuan
Bieber?” panggil pelayan itu sopan.
“Ya,
ada masalah? Aku tidak ingin keluar dari kamar ini. Aku sudah pernah melihat
tubuhnya sebelumnya,” ujar Justin langsung tanpa basa-basi.
“Bukan
itu,” pelayan itu menggelengkan kepalanya. “Wanita ini hamil,” lanjutnya
berbisik dan itu berhasil membuat jantung Justin berdegup lebih kencang
daripada biasanya. Chantal hamil? Pft, yang benar saja!
“Bagaimana
bisa kau tahu itu?” Justin protes lalu ia berjalan menuju sisi tempat tidurnya
yang lain agar ia dapat melihat pelayannya yang tangannya masih menyentuh perut
rata Chantal.
“Aku
dapat mendengar suara detak jantung di dalam perutnya, Tuan Bieber. Dia memang
hamil,” jelas pelayan itu berusaha meyakinkan Justin. Sekarang Justin merasa
seperti ada perak yang menusuk tubuhnya sehingga ia akan musnah dari dunia.
Sial, ia menculik Chantal tentu ada maksud. Tapi mengapa harus hamil? Mengapa
Chantal harus hamil di saat yang tidak tepat? Pantas saja Justin melihat
Chantal lebih kurus setelah ia berhubungan badan dengan Chantal dan Chantal tak
pernah tersenyum semenjak kejadian malam itu.
“Sial,”
Pintu
kamar Justin terbuka dan sepasang mata merah muncul. “Justin, Daniel
ing—Apa-apaan yang sedang terjadi di sini? Apa kau bodoh? Apa kau masih sadar
dengan apa yang sedang kaulakukan? Apa kau tahu apa yang sedang kaulakukan Tuan
Bieber yang Terhormat?” Theo muncul dengan rasa keterkejutan yang luar biasa
saat ia melihat Chantal berada di atas tempat tidur Justin. “Kau, keluar dari
kamar Justin,” suruh Theo tegas. Langsung saja pelayan itu keluar dari kamar
Justin dan menutup pintu kamar Justin. Theo berjalan menuju sisi tempat tidur
Chantal, tempat dimana pelayan tadi berada.
“Kau
sadar dia siapa? Kau sadar siapa yang sedang kau bawa ke kamarmu? Apa kau –“
“Berhenti!”
tegas Justin mengangkat tangannya ke udara. “Aku hanya ..tidak sabar melihatnya
mati, Theo. Aku ingin membalas dendam ini, dia yang telah membuat Ay—“
“Aku
tahu maksudmu, Justin Sialan Bieber! Tapi sesuai dengan rencanaku, bukan
rencana bodohmu ini! Aku sudah bilang padamu berkali-kali untuk menjalankannya
dengan pelan tapi kau ..”
“Permanusia!
Aku telah menunggu ini selama 100 tahun dan aku telah mendapatkannya! Kita
tidak akan pernah mendapatkan kesempatan emas seperti ini Theo!” Justin
berusaha meyakinkan Theo bahwa apa yang sedang ia perbuat adalah perbuatan yang
tepat.
“Kau
tidak lihat wajahnya kurus serta lebih pucat seperti itu dan kau menculiknya?”
“Dia
hamil.”
“Eh?”
suara Chantal terdengar. Ia telah sadar. Dan semuanya terdiam di tempatnya.
***
*Justin Bieber POV*
Aku
terpaksa membawa Chantal ke penjara bawah tanah agar ia dapat dipasung dan
tidak akan pergi kemana-mana. Meski dari tadi ia bersungut-sungut untuk
memberikan darah dan yeah, aku memberikannya banyak darah agar ia tetap hidup
untuk sementara ini. Sial, pelayan itu membuatku gugup setengah mati setelah ia
memberitahuku Chantal sedang hamil. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Ironis
mengapa aku bertanya seperti itu padahal aku yang berhubungan badan dengannya.
Ini membuatku bingung. Di satu sisi aku tidak mungkin membunuh anakku sendiri
–well nilai tambahnya aku mendapatkan Chantal yang cantik. Tapi tidak, aku
tidak tertarik dengan Chantal jika aku mengingat perbuatan orangtuanya yang
membunuh orangtuaku. Mereka membuatku kehilangan kasih sayang dari seorang Ayah
dan Ibu.
Daniel
ingin berbicara denganku. Aku sungguh berterima kasih pada Daniel karena selama
ini ia telah mengurusku. Sebentar lagi, Theo akan memberikan tahtanya yang ia
telah tahan selama 100 tahun sebagai Raja pada Daniel. Sebentar lagi. Menurutku
Daniel cocok dijadikan sebagai Raja karena sifatnya yang licik. Maksudku, jika
ada peperangan lagi, sudah pasti Kerajaan kami yang akan mendapatkan Kerajaan
lain. Tapi itu tidak terjadi di era sekarang. Theo masih berada di bawah untuk
menenangkan Chantal yang terus menangis. Dasar wanita cengeng! Aku bahkan belum
memisahkan kepalanya. Hebatnya, penjara bawah tanahnya berada tepat di bawah ruang kerja Daniel.
Tadi
Daniel telah bertemu dengan Chantal sebentar –saat kami ingin membawanya ke
penjara bawah tanah. Kulihat Daniel tampak tercengang melihat Chantal. Aku
hanya berharap Daniel tidak menyukai Chantal. Kubuka pintu ruang kerja Daniel
dan masuk ke dalam. Kulihat ia sedang terduduk di atas kursi kerjanya sedang
membaca sebuah buku.
“Akhirnya
kau datang juga. Ada yang ingin kubicarakan denganmu,” Daniel mendongakkan
kepalanya setelah ia menyadari akan kedatanganku.
“Apa?
Aku telah mendapatkannya, tapi dia hamil. Aku bingung,” ujarku kesal.
Kedua
alis Daniel terangkat lalu ia memberikanku senyum licik khasnya. “Hamil? Well,
rencana berubah, Justin. Kurasa, aku menginginkannya. Aku menginginkannya
sampai anakmu lahir dan aku bosan, maka kau boleh membunuhnya,”
“Kau
pikir begitu?” aku ragu dengan keputusannya. Tiba-tiba saja tangannya yang dari
tadi tersembunyi di bawah meja terangkat ke atas bersamaan dengan mahkota Raja
Kidrauhl. Mahkota Ayahku, sejak kapan ..? Theo bodoh!
“Tentu.
Aku Raja sekarang, anak bodoh. Aku menginginkannya maka aku harus
mendapatkannya!” serunya membentakku. Daniel membentakku? Sial. Daniel berdeham
sebentar lalu ia menelan ludahnya. “Aku tidak bermaksud untuk menghinamu,
Justin. Tapi, aku menginginkannya,”
“Kau
tidak boleh menginginkannya! Dia h—“
“Kau
mencintainya?”
“Tidak!”
aku tidak terima dengan apa yang baru saja ia katakan. “Aku ingin membunuhnya!”
seruku kesal. Bagaimana mungkin aku bisa mencintainya? Pembunuhan ini tertunda
hanya karena kehamilannya. Karena datangnya bayiku di dalam perutnya. Aku lebih
mencintai bayi di dalam kandungannya dibanding Chantal. Daniel tertawa hingga
ia mendongak ke belakang namun tidak membuat mahkotanya jatuh ke belakang.
“Aku
ingin ke bawah untuk melihat Chantal si cantik itu,” gumam Daniel berhenti
tertawa lalu ia bangkit bersama dengan mahkota yang telah benar-benar melekat
di kepalanya. Ia melewatiku lalu ia membuka pintu dan menutupnya kembali. Apa
yang akan ia lakukan pada Chantal? Di satu sisi aku khawatir tapi aku juga
ingin Chantal mati.
Theo
bodoh, kupikir Daniel akan diangkat sebagai raja setelah Chantal mati. Tapi
sekarang? Sungguh Theo adalah kakakku yang paling bodoh sedunia.
***
Theo
tidak mengucapkan sepatah kata pada Chantal. Ia lenyap dalam keheningan dan
kebodohan yang telah ia buat. Sungguh bodoh ia telah memberikan tahtanya pada
Daniel. Tapi itu tidak dapat ia ambil kembali. Ia telah benar-benar memberikannya
pada Daniel. Daniel sekarang telah menjadi Raja. Chantal yang ada di hadapannya
terduduk lemas tak berdaya dengan beberapa gelas darah yang telah habis
diminum. Chantal tidak mengatakan apa pun sejak ia terbangun dari tidurnya.
Karena Chantal sudah tahu, ia akan terbunuh sebentar lagi. Kakinya telah
dipasung dengan kedua tangannya dirantai. Ia memeluk perutnya sendiri,
mengetahui bahwa dirinya sedang hamil.
Hanya
setetes air mata yang dapat mewakili ucapannya. Bukan karena ia tidak
menginginkan anak dari Justin. Tapi karena ia pasti akan mengecewakan Ibunya.
Setelah berkali-kali Ibunya berkata untuk menjauhi Bieber, tapi ia malah
berhubungan badan dengan salah satu diantaranya. Ia terdiam karena ia terlalu
sibuk untuk mendengarkan percakapan dua orang di atas selnya. Ia mendengar
suara Justin yang tampak marah pada Daniel. Daniel telah menjadi Raja dan ia
menginginkan Chantal. Tentu saja Chantal tidak akan menerima Daniel. Setelah
tadi ia bertemu dengan Daniel dan melihat si tua bangka itu tersenyum arti
padanya. Dan Daniel sedang berada di perjalan menuju ke sini.
“Daniel
akan datang ke sini,” gumam Chantal akhirnya bersuara. Tangannya meraih salah
satu gelas yang berisi darah lalu meminumnya. Theo tersentak, ia baru saja
merenung apa yang telah ia perbuat pada Chantal lalu ia berdiri.
“Maaf
telah membuatmu sakit hati,” bisik Theo bangkit dari jongkokannya, berniat
untuk meninggalkan Chantal sendirian. Beberapa detik setelahnya, suara langkah
kaki terdengar masuk ke dalam gendang telinganya. Dan ia tahu, itu adalah
Daniel. Theo membuka pintu sel Chantal lalu keluar. Theo menghilang dari
pandangan Chantal namun ia mendengar suara bisikan-bisikan di luar sana. Namun
tak jelas. Dari arah sebelah kanan ia melihat seorang Raja sedang berjalan
menuju pintu selnya. Ia menegakkan cara duduknya dan tangan memeluk perutnya,
berjaga-jaga bila sang Raja akan berbuat sesuatu padanya.
“Chantal
Fourie,” desah Daniel yang telah berada di hadapannya. “Wow,” ia terpukau
melihat Chantal yang terduduk lemah di atas lantai putih itu. Chantal tidak
melakukan apa pun selain ia menatap si Daniel Sialan itu melipat kedua
tangannya di depan dada.
“Aku
tidak menyangka kita akan bertemu sedekat ini. Kau sangat cantik, kau tahu.
Bagaimana darahnya? Itu adalah darah perawan suci,” Daniel berusaha bersikap
santai dan main-main dengan Chantal namun Chantal tahu itu hanyalah tipu daya
setan itu. Lalu Daniel terjongkok di sebelahnya, wajah mereka sangat dekat lalu
Daniel membuka mulutnya.
“Aku
ingin membuat perjanjian,” gumam Daniel. “Aku menginginkanmu, Chantal Fourie.
Kau gadis muda yang cantik dan seksi. Bagaimana mungin aku tidak bias
menyukaimu? Aku tidak akan membunuhmu, aku berjanji. Asal kau akan menikah
denganku,”
“Menikah
denganmu?” Chantal terkejut lalu ia meludahi wajah Daniel secepat kilat. Tepat
di pipi Daniel, lendir itu menempel di sana. Daniel memejamkan matanya,
berusaha untuk meredamkan amarahnya yang telah memuncak.
“Kau
hanya perlu berpikir sayang,” saran Daniel bangkit dari jongkokannya lalu
mengelap lendir itu dari pipinya. “Anak muda memang tidak tahu sopan satun,”
gumamnya berjalan keluar dari sel. Chantal merenung. Apa? Apa dia memang harus
menikah dengan Daniel? Tidak, ia tidak ingin menikah dengan Daniel. Tapi dengan
menikah dengan Daniel, ia tidak akan mati. Dia dapat melahirkan anaknya dengan
Justin.
Haruskah
ia menerima Daniel?
***
*Chantal POV*
Aku
hamil dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Ibuku pasti
mencariku. Dan, ia pasti berpikir bahwa Kerajaan Kidrauhl yang menculikku. Itu
sudah pasti. Lalu apa lagi yang akan terjadi? Justin ingin membunuhku di saat
aku sedang berada dalam keadaan hamil. Apa dia tidak akan membunuhku setelah ia
tahu aku hamil? Karena Justin ..ia seperti tidak ada ekspresi saat beberapa
orang yang membawaku ke ruang bawah tanah. Sudah banyak gelas yang berisikan
darah kuhabiskan, aku terasa lebih lapar sejak kedatangan janin di dalam
tubuhku.
Daniel
telah menghilang dari pandanganku beberapa jam yang lalu dan tidak ada yang
mendatangiku kecuali pelayan yang membawakanku darah. Aku sudah kenyang tapi
janin di dalam perutku belum kenyang. Maksudku, cepat sekali ia berkembang di
dalam sana. Apa dulu aku juga seperti itu di dalam perut Ibu? Kudengar suara
langkahan sevampire yang akan masuk ke dalam selku. Kuharap bukan Daniel karena
aku muak melihat wajahnya. Gila saja ia melamarku untuk menikah dengannya.
Meski tawaran itu tampak sangat menggiurkan karena aku tidak akan mati. Tapi
aku lebih memilih mati dibanding harga diriku jatuh. Namun anak ini ..ah sial,
semuanya terasa sangat rumit.
Kudongakkan
kepalaku saat sevampire itu membuka pintu selku dan itu adalah Justin. Aku
tidak memberikannya senyum atau apa pun. Tidak ada gunanya aku memberontak
padanya karena itu tidak akan membuatku keluar dari sel ini. Ia berdiri di
hadapanku lalu mendesah.
“Kau
hamil. Betapa hebatnya itu,” ujarnya langsung. Tidak ada hai, atau halo?
“Selamat!
Sekarang kau adalah sevampire Ayah, Justin! Aku harap ia tidak memiliki nasib
yang sama sepertiku,” ujarku berusaha untuk tersenyum. Ya, aku tidak ingin
anakku tidak mendapatkan kasih sayang dari Ayahnya sama sepertiku tidak
mendapatkan kasih sayang dari Ayah kandungku.
“Maksudmu
apa?”
“Ayahku
meninggal di tangan orangtuamu? Bagaimana mungkin kau tidak tahu itu?”
“Daniel
tidak pernah menceritakan tentang kematian Ayahmu, kalau begitu maaf,”
“Tidak
perlu. Semuanya sudah terjadi bukan? Kau tidak perlu meminta maaf, hanya,
jangan bunuh aku sampai aku melahirkan lalu kau boleh membunuhku agar aku bisa
bertemu dengan Ayahku. Bagaimana dengan itu?”
“Daniel
ingin menikahimu dan ia bilang kau menolaknya,” ia mengganti topik pembicaraan.
Sial. Aku terdiam, tidak menjawabnya. Aku terlalu malas untuk membicarakan itu
sekarang. Tiba-tiba saja Justin berjalan untuk duduk di sebelahku. Ia
menyandarkan tubuhnya ke tembok yang sama denganku dan menjulurkan kakinya. Ia
mendesah.
“Ini
membuatku sungguh bingung. Orangtuamu membunuh Ay—“
“Justin,
sudah kubilang Daniel yang membunuh orangtuamu. Mengapa kau tidak percaya
padaku?” aku mengerutkan keningku. Aku berpaling untuk melihat wajahnya. Ia
menjilat bibirnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku
tidak tahu juga mengapa. Aku hanya berpikir untuk membunuhmu tapi anakku sedang
bertumbuh di dalam sana. Aku bahkan tidak pernah melihatmu meminum banyak
sekali darah,”
“Bukan
aku, anak kita,”
“Kita,”
desahnya terkekeh. Apa yang salah dengan ucapanku? Bukankah aku benar? Anak ini
adalah anak kami. Aku tersentak saat tiba-tiba saja tangan kiri Justin
menyentuh perutku lalu mengelusnya. Ia menyandarkan kepalanya di bahuku.
Apa-apaan yang sedang ia lakukan? Bukankah ia ingin membunuhku? Tapi mengapa
sekarang ia terlihat manja? Dia sangat labil. Telapak tangannya mengelus
perutku dengan lembut. Omong-omong aku sedang memakai pakaian kuno yang sama
seperti milik Ibuku, berwarna hitam. Tidak mewah namun elegan.
“Aku
selalu memimpikan pakaian ini dipakai oleh wanita yang tepat. Karena aku tidak
pernah melihat Ibuku memakai gaun ini,” bisik Justin. Aku tidak dapat mengelus
apa pun darinya karena tanganku dirantai. “Sekarang kau yang mengenakannya.
Kurasa kau memang harus menikah dengan Daniel agar kau tetap hidup untuk
anakku,”
“Anakmu?”
“Anakku,”
gumamnya. Aku mengalah. Tapi aku tidak membalas perkataannya. Aku terlalu lelah
untuk membalasnya dan aku ingin sekali tidur. Terakhir yang kupikirkan adalah
kematianku.
***
*Theodorus Beamount Bieber POV*
Kudengar
percakapan Daniel di ruang kerjanya bersama dengan Christopher di dalam sana.
Sial, ia ternyata sangat licik. Tidak seharusnya aku memberikan tahtaku
padanya! Ia ingin membunuhku dengan Justin dalam waktu dekat! Aku harus
memberitahu Justin. Karena selama ini aku juga berpikir ada yang salah dengan
Daniel. Ia seperti memiliki niat jahat pada kami berdua namun ia selalu
berhasil membuat kami tidak melihatnya. Ia memanipulasi kami. Aku berlari
menuju ruang bawah tanah. Melewati para pelayan dan tangga yang terbuat dari
bebatuan. Semua vampire di Kerajaanku selalu saja sibuk dan selalu berlalu
lalang. Aku masuk ke salah satu lorong gelap yang akan membawaku ke sel
Chantal.
Sebenarnya,
sejak aku bertemu dengan Chantal, aku tidak berniat untuk membunuhnya. Tidak
sama sekali karena Chantal adalah gadis yang sangat manis. Perkataanku
akhir-akhir ini tentangnya tidak sama sekali sama dengan perasaanku pada
Chantal. Aku mencintai Chantal untuk yang pertama kalinya, maksudku, aku tidak
pernah jatuh cinta karena tidak pernah ada gadis yang semenarik Chantal. Bahkan
Daniel berniat untuk menikahinya. Oh, percakapan tadi! Jika Chantal ingin
menikah dengannya, ia akan membebaskan salah satu dari kami. Jadi Chantal harus
memilih siapa yang akan tetap hidup. Dia sungguh licik. Aku harus segera
melepaskan Chantal dari Kerajaan ini.
Saat
aku telah sampai di depan sel Chantal, aku mendapati Justin sedang terlelap
bersama dengan Chantal begitu mesra. Tangan Justin menyentuh perut Chantal! Ya
ampun, aku baru ingat Chantal sedang hamil. Seharusnya Chantal tidak perlu
dipasung seperti itu.
“Chantal?”
aku harus membangunkannya. Dia seperti Ibuku dulu, dia selalu sigap. Maksudku,
meski tidurnya sangat lelap, gerakan atau suara apa pun atau suara sekecil apa
pun dapat membuatnya terbangun. Matanya langsung terbuka. “Ada yang ingin
kubicarakan tentang Daniel,”
“Kau
baru sadar bahwa dia adalah pembunuh orangtuamu?” Chantal langsung menerka.
Apa? Tidak! Bukan itu. Dan mengapa ia bertanya seperti itu? Daniel membunuh
orangtuaku?
“Apa
yang sedang kaubicarakan? Daniel ingin membunuhku dengan Justin, kau tahu,”
“Mmh,”
Justin mengerang. Kepalanya terangkat dari bahu Chantal lalu ia membuka
matanya. “Apa? Apa yang terjadi?” Justin langsung bertanya, was-was.
“Daniel
ingin membunuh kita berdua Justin,” seruku gemas. Kening Justin mengerut lalu
ia seperti vampire bodoh menyaring kata-kataku sebelum menyerap ke otaknya.
“Apa?”
“Dia
ingin membunuh kita berdua bodoh!” seruku semakin gemas bahkan ingin
membunuhnya. Tapi ia mengabaikan ucapanku dan bangkit dari tempat duduknya.
“Kau mau kemana?”
“Bertemu
dengan Daniel! Menurutmu apa lagi yang akan kulakukan selain meyakinkan diri
bahwa Daniel tidak akan membunuhku?”
“Apa
kau kehilangan otakmu?”
“Biarkan
saja,” gumam Chantal berusaha untuk menghentikan perdebatan kami. Justin
melangkah keluar. Seolah-olah tidak ada yang terjadi di antara dirinya dengan
Chantal. Dia memang tahu malu. Dia baru saja bermesraan dengan gadis yang
kucintai! Betapa menyesakkan menyaksikan adikku sendiri sedang tidur dengannya.
Bahkan Chantal sedang mengandung anak dari Justin. “Ada yang ingin kuceritakan
tentang Daniel padamu, Theo. Kau harus percaya, inilah yang terjadi
sebenarnya.”
“Tunggu
dulu,” aku menahannya sebentar karena aku ingin duduk di sebelahnya.
Kuposisikan tubuhku terduduk di sebelahnya lalu menyandarkan kepalaku di
bahunya. “Ceritakanlah. Waktumu sedikit, Chantal. Karena aku dan Justin akan
segera dipisahkan kepalanya.”
“Ia
tidak akan melakukan itu setelah aku menceritakan ini padamu. Jadi dengar.”
ujarnya tegas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar