***
Malamnya,
aku pergi ke kampus layaknya vampire normal. Menggesek kartu, masuk lift,
mengikuti mata pelajaran dengan pandangan kosong. Bahkan aku tidak mengerti apa
yang dosenku katakan di depan sana. Lagi pula, ia tidak akan peduli apa aku
mengerti atau tidak yang jelas jika aku mengikuti ujian nanti aku harus lulus.
Rata-rata dosen seperti itu, menjelaskan tanpa mempedulikan mahavampira
mengerti atau tidak, memperhatikan atau tidak, yang jelas mereka telah mengajar
kami. Dan sekarang, aku tidak begitu memikirkan pelajaran yang sedang
berlangsung. Belajar di kampus juga tidak akan berguna bagiku karena pada dasarnya
dan pada akhirnya juga, aku akan menjadi sevampire Ratu Fourie di Kerajaan
Fourie. Harus menikah sebentar lagi. Meski aku tahu, vampire adalah mahluk
abadi. Ibuku sudah berumur lebih dari 500 tahun dan ia masih tampak seperti
Ibu-ibu berumur 40 tahun. Otomatis, mungkin masih lama aku akan diangkat
menjadi sevampire Ratu.
Aku
mengabaikan segalanya. Aku mengabaikan Fluppy. Aku mengabaikan Louis. Dan hanya
berbicara sedikit dengan Ibuku. Aku tidak tega untuk tidak menjawab Ibuku yang
selama ini menjagaku. Selama ini ia adalah Ayah sekaligus Ibu bagiku. Ibu
sunggu berarti bagiku dan aku akan sangat marah luar biasa sekali jika ada
salah sevampire yang menyakiti Ibuku. Oke, kembali lagi pada topik utama. Ya,
jadi aku mengabaikan vampire-vampire yang memerhatikanku. Bahkan aku tidak
bertemu dengan Justin ataupun Theo di kampus. Louis saja, yang sepupuku
sendiri, tidak terlihat dipenglihatan mataku.
“Pelajaran
selesai. Saya harap Ms.Fourie lebih memerhatikanku lebih lagi,” ujar dosenku
ternyata memerhatikanku yang tidak memerhatikannya. Ia dengan cepat berjalan
keluar dari kelas, begitu juga mahavampira yang lain. Aku bangkit dengan lesu
dari tempat duduk, kemudian berjalan cepat keluar dari kelas. Aku ingin ke
toilet. Kulewati mahavampira yang berlalu lalang di hadapanku. Mereka berjalan
seolah-olah ada seseorang yang mengejarnya dari belakang. Sebenarnya, apa yang
mereka kejar? Atau yang mereka jauhi? Oh, sekalian aku ingin menaruh buku
perpustakaan yang kupinjam tadi.
“Aduh!”
dengusku terjatuh, menabrak vampire kambali. Ini mengingatkanku pada Theo
–sayur yang ia berikan aku taruh di atas meja belajarku.
“Maaf,
maaf,” gumam vampire itu tidak membantuku untuk mengangkat buku-buku yang
kubawa. Oh, aku ingin lebih dramatis lagi seperti yang ada di film-film manusia.
Tertabrak, membantu mengangkat buku, bertanya siapa namamu, lalu akhirnya jatuh
cinta. Pikiranku teralihkan saat aku tepat berada di depan toilet lelaki dan
aku mendengar dua vampire di dalam sana sedang berbincang. Oh, ini suara Justin
dan Theo. Aku bisa mengenali suara mereka.
“Kau
bercinta dengannya! Itu membuatnya menangis tadi siang!” seru Theo dari dalam
sana. Kudengar Justin bernafas. Aku baru sadar, aku memang memiliki kekuatan
Ibuku untuk mendengar dari jarak jauh.
“Dia
juga menginginkannya!” Justin tidak mau kalah. Aku menginginkannya? Dia yang
membujukku! Sial, sungguh sial. Aku kesal dengan Justin sekarang.
“Percaya
padaku, ia menangis karena kau membuatnya merasa dirinya sekarang kotor,”
“Dia
memang anak yang kotor! Kau harus tahu itu! Dia yang membuatku tidak bertemu
dengan Ayah dan Ibuku. Aku membencinya, kau mengerti itu, Theodorus Beamount
Bieber? Untung aku masih memiliki kesabaran yang belum ia capai!”
“Tapi
tidak dengan membuatnya menangis seperti itu,”
“Mengapa?
Kau mencintainya?” suara Justin terdengar menantang. Kudengar jeda selama
beberapa detik.
“Aku
tidak mencintainya. Aku hanya sekedar menyukainya. Well, kau tahulah, aku tidak
menyangka ia akan secantik itu di dunia nyata,” jelas Theo yang membuatku
bingung. Tidak menyangka aku akan secantik ini di dunia nyata? Apa-apaan? Apa
yang telah mereka tahu tentangku? Oh, tentu saja peperangan antara kerajaanku
dengan kerajaannya.
“Apa
kau gila? Kau jelas-jelas tidak boleh menyukainya! Dia itu racun!”
“Dan
kau berhubungan badan dengannya. Siapa yang bersikap lebih parah? Huh? Siapa?”
Theo menyudutkan Justin. Aku belum dapat menyimpulkan apa yang sedang mereka
bicarakan. Tapi aku akan terus mendengar. Dan, terima kasih Tuhan karena mereka
berbicara dalam toilet sehingga memudahkanku untuk mengetahui apa yang ia
sembunyikan selama ini dariku.
Justin
tertegun.
“Aku
hanya ..”
“Kau
bodoh! Aku hanya ingin bersikap santai dengannya. Semuanya akan berjalan sesuai
dengan rencanaku. Mengerti? Kau hanya ..kau tidak dapat menguasai hasratmu yang
menggebu-gebu,” jelas Theo yang menyentuh pundak Justin –aku dapat mendengar
gerak-gerik mereka.
“Tapi
aku sudah menunggu ini selama 100 tahun, Theo. Bagaimana bisa aku menunggunya
lagi?”
“Belum
saatnya, kau hanya perlu bersikap normal padanya dan tidak membuatnya
menangis,”
“Permanusia!
Aku benci saat kau selalu saja menang berdebat denganku!” seru Justin yang
tiba-tiba saja membuka pintu toilet lelaki. Sontak aku langsung berjalan cepat,
menjauhi toilet.
“Hei!
Chantal, apa tadi kau mendengar apa yang kami bicarakan?!” Justin
mendapatkanku. Sial.
***
Aku
bolos.
Justin
mengejarku hingga aku benar-benar keluar dari kampus lalu ia berhenti
mengejarku. Aku tidak perlu dirinya. Atau bahkan Theo. Theo bahkan lebih buruk
dibanding Justin. Maksudku, setidaknya Justin tidak munafik seperti Theo yang
harus berpura-pura membawakan sayur itu untukku. Walau pada akhirnya, mereka
sedang merencanakan sesuatu untukku. Kupikir sekarang adalah kendaraan yang
melewati jalan raya menuju Atlanta mengira aku adalah setan penunggu jalanan
ini. Yeah, aku sedang terduduk di atas kayu besar yang tumbang di sisi luar
hutan. Menatapi langit malam yang bahkan tidak menggugah seleraku untuk
sibuk-sibuk menghitung bintang.
Kampus
bukanlah tempat yang tepat untukku mendapatkan masalah yang lebih buruk
dibanding ini. Apa yang telah Theo ketahui dariku? Dan mengapa Justin terdengar
sangat membenciku? Aku teringat tatapan dinginnya satu minggu yang lalu, entah,
aku bahkan sudah melupakan kapan hari dimana aku masuk kampus. Atau mungkin
ternyata aku telah melewati beberapa hari dalam kebingunganku sampai-sampai aku
tak tahu waktu. Sebotol darah yang kubeli di mesin minuman darah di kampus
telah kuhabiskan sampai sisa setengah. Setelah kemarin, hari ini aku lebih
sering minum darah. Bahkan tadi di kantin aku mengambil dua gelas darah untuk
diriku sendiri –sebelum aku bertemu dengan Justin di dekat toilet.
Rencana
apa yang sedang Theo dan Justin rangkai untukku? Sesuatu yang baik atau yang
buruk? Pft, pertanyaan bodoh. Sudah jelas yang buruk. Kupikir Theo adalah
vampire yang baik, tidak sama dengan adiknya. Tapi ia sama saja. Ia
berpura-pura baik padaku untuk sesuatu yang harus ia capai. Kudengar dari nada
bicara mereka, Justin yang paling membenciku. Namun Theo, aku tidak tahu.
Kurasa Theo tidak begitu menginginkan rencana yang telah ia buat berhasil.
Tapi, bukankah Justin dapat membaca pikiran Theo? Permanusia, semenjak bertemu
dengan mereka, aku selalu berpikiran jauh yang aku bahkan tidak menyangka
mengapa hanya dua vampire itu yang melekat di otakku.
Satu
mobil melewatiku dan aku memerhatikan sang pengemudi dengan tatapan misterius.
Aku sebenarnya ingin tertawa saat ia langsung mempercepat kecepatan laju
mobilnya, tapi aku sedang tidak berada dalam suasana itu. Tapi aku juga ingin
berterima kasih pada mereka karena “hidupku” terasa lebih berwarna.
Menghabiskan darah dengan ciuman, kedai kopi, pelelangan, berhubungan badan dan
sayur. Aku berusaha sebaik mungkin untuk menyingkirkan pikiranku tentang mereka
melakukan itu semua demi suatu maksud yang tak dapat kumengerti.
Samar-samar
aku mendengar suara dua –aku tidak yakin dia manusia atau vampire jadi
kusimpulkan mereka adalah manusia—manusia sedang berbincang di hutan seberang.
Seperti yang Justin pernah katakan padaku, hutan mereka sering dikunjungi oleh
manusia jadi tidak apa aku mengira mereka adalah manusia.
“Kepala
Ayahmu dipisahkan oleh dua tangan vampire saat peperangan,” kudengar suara
lembut Ibuku dari belakang. Oh, sial, aku ketahuan bolos. “Kau tidak bisa menyerang
vampire jika kau memiliki senjata yang kau pegang sendiri. Kau harus melepaskan
kepala mereka lalu membakarnya agar mereka musnah dari dunia ini. Tapi Ibu
mewajarinya,”
“Itulah
peperangan,” gumamku. Lalu Ibu duduk di sebelahku, ini adalah kali pertama
Ibuku duduk bersamaku di tengah malam. Di pinggiran hutan dan berbincang
denganku. Pakaian yang Ibuku pakai masih sama seperti pakaian-pakaian zaman
dulunya.
“Ibu
juga berpikir seperti itu,” Ibuku sependapat denganku. “Salah satu di antara
mereka berusaha untuk membunuh setiap prajurit Fourie yang berada di kastil.
Saat Ibu mengandungmu, Ibu hanya dapat menyembunyikan diri dalam kegelapan
ruang kamar. Itu karena tidak ada lampu,” Ibuku terkekeh. Tapi aku tidak
tertawa, aku ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi saat peperangan antara
Kerajaanku dan Kerajaan Kidrauhl.
“Angin
mengembus masuk ke dalam kamar Ibu dan mematikan lilin yang semakin membuat
suasana malam itu semakin mencekam. Hanya sinar bulan yang menyinari kamar Ibu
dengan pintu yang terbuka. Lalu Ibu melihat bayangan sevampire akan masuk ke
dalam kamar Ibu,” Ibuku memang dapat menjadi story teller yang baik.
“Ibu
hanya dapat mendekap perut, berusaha untuk melindungimu. Ibu terduduk di atas
lantai dengan kedua kaki yang Ibu peluk, Ibu tak bersuara. Bahkan bernafas
..Ibu terlalu takut untuk bernafas. Dan dia masuk ke dalam kamar Ibu. Dia
adalah Ratu Fourie. Ia tahu Ibu ada di dalam kamar. Ia menghampiri Ibu lalu
mengatakan pada Ibu bahwa semuanya akan baik-baik saja selama kau berada di
dalam kamar. Dan ia bilang pada Ibu, bahwa Ibu sedang hamil dan ia mengerti.
Awalnya Ibu tidak mengerti mengapa ia ingin Ibu hidup, dan sekarang Ibu berada
di sini menceritakan pengorbanannya bagi Ibu,”
“Lalu
mengapa Ibu membenci Kerajaan Kidrauhl? Apa itu karena Ayah mati di tangan
mereka?”
“Ibu
tidak menyalahkan mereka, sayang. Ibu tidak membenci Kerajaan Kidrauhl sama
sekali. Semuanya susah dijelaskan saat kau tidak melihatnya dengan mata
kepalamu sendiri,”
“Tapi
aku percaya apa yang Ibu katakan,” gumamku bersandar di bahu Ibu. Seperti
nalurinya, Ibu meraup tubuhku lalu ia mengelus rambutku dengan lembut. Aku suka
saat-saat seperti ini bersama dengan Ibu, ia pemilik pelukan terhangat yang
pernah kurasakan.
“Ia
keluar dari kamar. Lalu salah seorang prajurit mereka masuk ke dalam kamar Ibu
dengan obor namun ia tidak melihat Ibu. Ia keluar dan Ibu bangkit dari lantai
untuk melihat keadaan di luar. Meski Ibu tahu, resiko yang Ibu terima akan
sangat besar. Ibu melihat dari balkon kamar ke bawah, melihat apa yang terjadi
di sana. Raja dan Ratu Kidrauhl sedang melawan prajurit Fourie. Dua prajurit
Fourie yang melawan Ratu dan Raja Kidrauhl tiba-tiba saja mati saat dua buah
tombak tertusuk di tubuhnya dari jarak jauh. Namun kembali lagi Ibu melihat dua
tombak yang menyusul menusuk Raja dan Ratu Fourie kemudian si pembunuh itu
muncul di penglihatan Ibu. Ialah yang awalnya ingin membunuh Ibu, Ibu tahu itu
adalah dia,”
“Jadi
dia yang membunuh Raja dan Ratu Kidrauhl?”
“Ibu
simpulkan seperti itu. Ia bahkan yang membakar Raja dan Ratu Kidrauhl di tempat
musnahnya mereka. Lalu ia berjalan dengan santai keluar dari Kerajaan
Kidrauhl,”
“Apa
dia bernama Daniel?”
“Ya,
rumor demi rumor beredar dari tahun ke tahun. Daniel adalah orang kepercayaan
Raja Kidrauhl. Ibu hanya takut jika kau dekat dengan mereka, kau adalah sasaran
selanjutnya karena selama ini ia ingin memusnahkan Ibu sejak peperangan itu.
Ibu tidak ingin berlian Ibu satu-satunya menghilang sia-sia,” jelas Ibu
mengelus pipiku lembut. Satu mobil kembali melewati kami. Tapi kurasa ia tidak
menyadari keberadaan kami. Aku terdiam. Jadi, bukan dari salah satu prajurit
Fourie yang membunuh Raja dan Ratu Fourie.
“Ayo
masuk ke dalam, Ibu lihat kau sepertinya tidak merasa sehat dari kemarin. Tidak
apa kau bolos, Ibu tahu. Ibu lebih mementingkan keselamatanmu dibanding kampus
itu,” ajak Ibuku bangkit dari kayu dengan tangan yang menarik lenganku agar aku
bangkit.
Aku
harus memberitahu Justin.
Atau
Theo.
***
Aku
terlelap untuk yang kesekian kalinya dengan darah yang telah kuminum kira-kira
tiga botol. Apa kau gila? Sepanjang hidupku, aku tidak pernah meminum darah
sebanyak itu. Kurasa itu dikarenakan aku kurang sehat. Paginya aku bangun
dengan kebiasaan yang sama. Mandi, ganti baju lalu mengajak Fluppy untuk keluar
dari kamar dan bermain. Tapi sejak kedatangan Duo Bieber itu, aku tidak
tertarik lagi untuk bermain dengan Fluppy. Lebih lagi, aku sedang dalam keadaan
kurang sehat.
Matahari
semakin menjulang tinggi. Dapat kupastikan, bumi terlalu gila untuk mengitari
matahari dan diam-diam memusnahkan vampire satu per satu akibat panasnya
matahari. Batu tempat “tongkrongan”-ku memang adalah tempat favorite dan tepat
untuk merenung. Di saat manusia sibuk memikirkan dunia di dalam kamar mandinya,
aku tidak perlu mengguyur tubuhku dengan air dan membuat tangan mengerut sambil
memikirkan dunia. Aku kehausan lagi. Aku butuh darah.
Wush!
“Kau
butuh darah?” Justin tiba-tiba saja muncul di hadapanku dalam sekejap. Apa dia
adalah Santa Claus yang dipercayai oleh manusia-manusia itu? Atau dia adalah
jin dalam lampu ajaib milik Aladin? Tangannya sedang memegang sebotol darah
–dapat kupastikan itu. Aku tidak tahu apa aku harus menerimanya atau tidak tapi
aku sungguh kehausan. “Hei, ini tidak ada hubungannya dengan percakapan kami
kemarin. Aku hanya mengkhawatirkanmu tadi malam,”
“Pft,
omong kosong,” aku menekuk lututku hingga menyentuh dadaku lalu memeluknya
dengan erat dan membuang wajahku darinya. Tidak sampai dua detik, Justin telah
duduk di sebelah. Kulitnya menyentuh kulitku dan itu membuat sesuatu dalam
tubuhku bangkit seketika. Apa yang telah ia lakukan?
“Kau
tampak lebih kurus dibanding dua hari yang lalu. Apa yang terjadi padamu?”
“Aku
rasa aku hamil,” jawabku asal.
“Hati-hati
dengan ucapanmu, Ms.Fourie,” Justin menegurku. Sejak kapan profesinya yang
awalnya adalah penggoda wanita sekarang berubah menjadi sevampire penasihat?
“Ayo, terimalah. Tidak apa-apa, tidak usah malu-malu,”
“Kau
tidak boleh datang ke sini!” seruku ketus. Kudengar Justin terkekeh dan tangannya
menyentuh lenganku. Aku langsung menarik lenganku yang ia sentuh dan itu
semakin membuatnya terkekeh.
“Kau
mengusirku? Omong-omong, saat kau marah kau terlihat menggemaskan. Rasanya aku
ingin mengulangi kejadian dua hari yang lalu,” ucap Justin yang membuat
amarahku meluap. Bagaimana mungkin ia dapat mengatakan seperti itu di saat aku
sedang marah padanya? Maksudku, kemarin ia menghinaku! Aku merosot dari
bebatuan lalu berdiri di tengah-tengah hutan.
“Kau
tidak tahu malu. Setelah kau menghinaku kotor kemarin, kau menginginkanku
kembali. Kau pikir aku semurah itu? Aku tidak ingin berhubungan badan dengan
lelaki sepertimu, kau tahu,”
“Tapi
kau telah melakukannya,” dari nada suara yang Justin keluarkan dari mulutnya,
ia sedang mengejekku. Aku tahu aku telah melakukannya. Itu sebelum aku tahu kalau ternyata ia
memiliki rencana yang aku tidak tahu apa itu.
“Dan
kau bilang, aku adalah penyebab mengapa kau tidak dapat bertemu dengan Ayah dan
Ibumu. Kasihan sekali kau Justin, aku turut prihatin,” kubalas ejekannya dengan
sarkastis. Aku butuh darah itu sekarang. Justin telah berada di belakangku
setelah kudengar suara pijakan kakinya dari belakang. Terima kasih Tuhan akan
daun-daun yang berguguran sehingga memudahkanku untuk mendengar suara langkahan
vampire. Atau siapa pun itu.
“Kau
tidak tahu apa yang sedang kaubicarakan, nona,” Justin menegurku. Kudengar
tangannya terangkat dan berusaha untuk menyentuh pundakku namun aku langsung
melangkah selangkah ke depan untuk menjauhinya. Sinar matahari mulai menyentuh
kulitku. Belum perih.
“Dapat
kupastikan, Daniel sialan itu yang membunuh Ayah dan Ibumu! Bukan dari
Kerajaanku! Kau tidak perlu repot-repot untuk menggodaku hanya untuk
membunuhku, Justin Samuel Bieber! Kau hanya perlu membuatku jatuh cinta dan kau
memang berhasil telah membuatku jatuh cinta karenamu!” teriakku menunjuk ke
udara. “Sial, aku tidak percaya aku baru saja mengakuinya,” gumamku menggigit
jari telunjukku.
“Kau
mencintaiku? Kita bahkan baru bertemu kurang lebih dua minggu dan kau telah
mencintaiku? Bravo! Tapi maaf, Chantal, aku datang ke sini hanya untuk melihat
keadaanmu dan memberikanmu darah. Tapi mendengar pernyataanmu itu membuatku
mual,”
“Aku
..tidak begitu peduli tentang pemikiranmu apa kau mencintaiku atau tidak. Tapi
kau berhasil membuatku sakit hati atas hinaanmu bahwa aku adalah anak kotor
karena akulah penyebab Ayah dan Ibumu tidak dapat menimangmu saat kau masih
bayi. Satu, Daniel sialan itu telah memanipulasi dirimu. Dua, kau tidak tahu
apa yang sedang kau rencanakan. Tiga, kau menolak cintaku! Oh, ini sempurna!”
aku berteriak dan menghempaskan kedua tanganku ke udara, mendukung air mataku
yang telah mengalir. Kakiku terasa lemas. Justin tidak tahu apa yang sedang ia
rencanakan, begitu juga denganku yang tidak sama sekali tahu apa yang sedang ia
rencanakan.
“Aku
rasa aku hamil,” gumamku tiba-tiba.
“Permanusia
dengan kehamilanmu! Kau tidak tahu siapa itu Daniel! Dia adalah Ayah keduaku
setelah Ayah kandungku. Mengerti? Dan tidak mungkin kau hamil,” seru Justin
mendekatiku lalu aku tak sempat untuk menjauh darinya, ia telah mendapatkan
pundakku. Pundak dimana ia menggigitnya dengan gigi taring tajamnya bahkan
darah hitamku mengalir. Oh ya ampun.
“Hormonku
sedang subur, bodoh. Kau menghamiliku meski kita hanya berhubungan badan satu
kali. Kau pikir vampire sama dengan manusia? Sial, aku juga tidak tahu mengapa
sekarang aku selalu berpikir kalau aku hamil. Bahkan aku tidak mengharapkan
bayi darimu.” Aku tidak tahu apa ucapan itu dapat membuatnya sakit hati atau
tidak, tapi ia menarik pundakku ke belakang lalu ia mendekap perutku. Punggungku
bersentuhan dengan dadanya, kepalaku tertunduk karena malu untuk melihatnya.
Lalu Justin menghela nafas.
“Aku
hanya tidak dapat menyaring kata-kataku, Chantal. Jika aku sedang emosi,
kata-kata yang tidak ingin kuucapkan selalu terucap. Kau hanya butuh darah agar
kau merasa lebih baik. Sekarang minum. Lupakan percakapan sialan tadi dan minum
darah ini dengan tenang,” rayu Justin. Bagaimana bisa aku menolaknya saat ia
langsung mengangkat daguku ke atas dan memberikanku mulut botol dan memasukkan
darah itu ke dalam mulutku dan mengalir ke tenggorokanku.
“Nah,
itu lebih baik,” gumam Justin.
“Mengapa
kau harus datang ke sini hanya untuk melihat keadaanku?”
“Karena
aku ingin membuatmu tidur, sayang. Lalu membawamu pergi ke tempat yang belum
pernah kaudatangi,” bisik Justin di telingaku. Entah mengapa tiba-tiba saja aku
merasa sangat mengantuk. Apa yang ia berikan dalam darah itu? Ya ampun, ini
sangat idiot. Obat tidur? Bagaimana bisa? Sebelum aku benar-benar terjatuh, hal
terakhir yang kurasakan adalah ia membopongku lalu ..tenggelam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar