Kamis, 15 Agustus 2013

Kidnapped Bab 6


***

            Malamnya, aku pergi ke kampus layaknya vampire normal. Menggesek kartu, masuk lift, mengikuti mata pelajaran dengan pandangan kosong. Bahkan aku tidak mengerti apa yang dosenku katakan di depan sana. Lagi pula, ia tidak akan peduli apa aku mengerti atau tidak yang jelas jika aku mengikuti ujian nanti aku harus lulus. Rata-rata dosen seperti itu, menjelaskan tanpa mempedulikan mahavampira mengerti atau tidak, memperhatikan atau tidak, yang jelas mereka telah mengajar kami. Dan sekarang, aku tidak begitu memikirkan pelajaran yang sedang berlangsung. Belajar di kampus juga tidak akan berguna bagiku karena pada dasarnya dan pada akhirnya juga, aku akan menjadi sevampire Ratu Fourie di Kerajaan Fourie. Harus menikah sebentar lagi. Meski aku tahu, vampire adalah mahluk abadi. Ibuku sudah berumur lebih dari 500 tahun dan ia masih tampak seperti Ibu-ibu berumur 40 tahun. Otomatis, mungkin masih lama aku akan diangkat menjadi sevampire Ratu.
            Aku mengabaikan segalanya. Aku mengabaikan Fluppy. Aku mengabaikan Louis. Dan hanya berbicara sedikit dengan Ibuku. Aku tidak tega untuk tidak menjawab Ibuku yang selama ini menjagaku. Selama ini ia adalah Ayah sekaligus Ibu bagiku. Ibu sunggu berarti bagiku dan aku akan sangat marah luar biasa sekali jika ada salah sevampire yang menyakiti Ibuku. Oke, kembali lagi pada topik utama. Ya, jadi aku mengabaikan vampire-vampire yang memerhatikanku. Bahkan aku tidak bertemu dengan Justin ataupun Theo di kampus. Louis saja, yang sepupuku sendiri, tidak terlihat dipenglihatan mataku.
            “Pelajaran selesai. Saya harap Ms.Fourie lebih memerhatikanku lebih lagi,” ujar dosenku ternyata memerhatikanku yang tidak memerhatikannya. Ia dengan cepat berjalan keluar dari kelas, begitu juga mahavampira yang lain. Aku bangkit dengan lesu dari tempat duduk, kemudian berjalan cepat keluar dari kelas. Aku ingin ke toilet. Kulewati mahavampira yang berlalu lalang di hadapanku. Mereka berjalan seolah-olah ada seseorang yang mengejarnya dari belakang. Sebenarnya, apa yang mereka kejar? Atau yang mereka jauhi? Oh, sekalian aku ingin menaruh buku perpustakaan yang kupinjam tadi.
            “Aduh!” dengusku terjatuh, menabrak vampire kambali. Ini mengingatkanku pada Theo –sayur yang ia berikan aku taruh di atas meja belajarku.
            “Maaf, maaf,” gumam vampire itu tidak membantuku untuk mengangkat buku-buku yang kubawa. Oh, aku ingin lebih dramatis lagi seperti yang ada di film-film manusia. Tertabrak, membantu mengangkat buku, bertanya siapa namamu, lalu akhirnya jatuh cinta. Pikiranku teralihkan saat aku tepat berada di depan toilet lelaki dan aku mendengar dua vampire di dalam sana sedang berbincang. Oh, ini suara Justin dan Theo. Aku bisa mengenali suara mereka.
            “Kau bercinta dengannya! Itu membuatnya menangis tadi siang!” seru Theo dari dalam sana. Kudengar Justin bernafas. Aku baru sadar, aku memang memiliki kekuatan Ibuku untuk mendengar dari jarak jauh.
            “Dia juga menginginkannya!” Justin tidak mau kalah. Aku menginginkannya? Dia yang membujukku! Sial, sungguh sial. Aku kesal dengan Justin sekarang.
            “Percaya padaku, ia menangis karena kau membuatnya merasa dirinya sekarang kotor,”
            “Dia memang anak yang kotor! Kau harus tahu itu! Dia yang membuatku tidak bertemu dengan Ayah dan Ibuku. Aku membencinya, kau mengerti itu, Theodorus Beamount Bieber? Untung aku masih memiliki kesabaran yang belum ia capai!”
            “Tapi tidak dengan membuatnya menangis seperti itu,”
            “Mengapa? Kau mencintainya?” suara Justin terdengar menantang. Kudengar jeda selama beberapa detik. 
            “Aku tidak mencintainya. Aku hanya sekedar menyukainya. Well, kau tahulah, aku tidak menyangka ia akan secantik itu di dunia nyata,” jelas Theo yang membuatku bingung. Tidak menyangka aku akan secantik ini di dunia nyata? Apa-apaan? Apa yang telah mereka tahu tentangku? Oh, tentu saja peperangan antara kerajaanku dengan kerajaannya.
            “Apa kau gila? Kau jelas-jelas tidak boleh menyukainya! Dia itu racun!”
            “Dan kau berhubungan badan dengannya. Siapa yang bersikap lebih parah? Huh? Siapa?” Theo menyudutkan Justin. Aku belum dapat menyimpulkan apa yang sedang mereka bicarakan. Tapi aku akan terus mendengar. Dan, terima kasih Tuhan karena mereka berbicara dalam toilet sehingga memudahkanku untuk mengetahui apa yang ia sembunyikan selama ini dariku.
            Justin tertegun.
            “Aku hanya ..”
            “Kau bodoh! Aku hanya ingin bersikap santai dengannya. Semuanya akan berjalan sesuai dengan rencanaku. Mengerti? Kau hanya ..kau tidak dapat menguasai hasratmu yang menggebu-gebu,” jelas Theo yang menyentuh pundak Justin –aku dapat mendengar gerak-gerik mereka.
            “Tapi aku sudah menunggu ini selama 100 tahun, Theo. Bagaimana bisa aku menunggunya lagi?”
            “Belum saatnya, kau hanya perlu bersikap normal padanya dan tidak membuatnya menangis,”
            “Permanusia! Aku benci saat kau selalu saja menang berdebat denganku!” seru Justin yang tiba-tiba saja membuka pintu toilet lelaki. Sontak aku langsung berjalan cepat, menjauhi toilet.
            “Hei! Chantal, apa tadi kau mendengar apa yang kami bicarakan?!” Justin mendapatkanku. Sial.
***

            Aku bolos.
            Justin mengejarku hingga aku benar-benar keluar dari kampus lalu ia berhenti mengejarku. Aku tidak perlu dirinya. Atau bahkan Theo. Theo bahkan lebih buruk dibanding Justin. Maksudku, setidaknya Justin tidak munafik seperti Theo yang harus berpura-pura membawakan sayur itu untukku. Walau pada akhirnya, mereka sedang merencanakan sesuatu untukku. Kupikir sekarang adalah kendaraan yang melewati jalan raya menuju Atlanta mengira aku adalah setan penunggu jalanan ini. Yeah, aku sedang terduduk di atas kayu besar yang tumbang di sisi luar hutan. Menatapi langit malam yang bahkan tidak menggugah seleraku untuk sibuk-sibuk menghitung bintang.
            Kampus bukanlah tempat yang tepat untukku mendapatkan masalah yang lebih buruk dibanding ini. Apa yang telah Theo ketahui dariku? Dan mengapa Justin terdengar sangat membenciku? Aku teringat tatapan dinginnya satu minggu yang lalu, entah, aku bahkan sudah melupakan kapan hari dimana aku masuk kampus. Atau mungkin ternyata aku telah melewati beberapa hari dalam kebingunganku sampai-sampai aku tak tahu waktu. Sebotol darah yang kubeli di mesin minuman darah di kampus telah kuhabiskan sampai sisa setengah. Setelah kemarin, hari ini aku lebih sering minum darah. Bahkan tadi di kantin aku mengambil dua gelas darah untuk diriku sendiri –sebelum aku bertemu dengan Justin di dekat toilet.
            Rencana apa yang sedang Theo dan Justin rangkai untukku? Sesuatu yang baik atau yang buruk? Pft, pertanyaan bodoh. Sudah jelas yang buruk. Kupikir Theo adalah vampire yang baik, tidak sama dengan adiknya. Tapi ia sama saja. Ia berpura-pura baik padaku untuk sesuatu yang harus ia capai. Kudengar dari nada bicara mereka, Justin yang paling membenciku. Namun Theo, aku tidak tahu. Kurasa Theo tidak begitu menginginkan rencana yang telah ia buat berhasil. Tapi, bukankah Justin dapat membaca pikiran Theo? Permanusia, semenjak bertemu dengan mereka, aku selalu berpikiran jauh yang aku bahkan tidak menyangka mengapa hanya dua vampire itu yang melekat di otakku.
            Satu mobil melewatiku dan aku memerhatikan sang pengemudi dengan tatapan misterius. Aku sebenarnya ingin tertawa saat ia langsung mempercepat kecepatan laju mobilnya, tapi aku sedang tidak berada dalam suasana itu. Tapi aku juga ingin berterima kasih pada mereka karena “hidupku” terasa lebih berwarna. Menghabiskan darah dengan ciuman, kedai kopi, pelelangan, berhubungan badan dan sayur. Aku berusaha sebaik mungkin untuk menyingkirkan pikiranku tentang mereka melakukan itu semua demi suatu maksud yang tak dapat kumengerti.
            Samar-samar aku mendengar suara dua –aku tidak yakin dia manusia atau vampire jadi kusimpulkan mereka adalah manusia—manusia sedang berbincang di hutan seberang. Seperti yang Justin pernah katakan padaku, hutan mereka sering dikunjungi oleh manusia jadi tidak apa aku mengira mereka adalah manusia.
            “Kepala Ayahmu dipisahkan oleh dua tangan vampire saat peperangan,” kudengar suara lembut Ibuku dari belakang. Oh, sial, aku ketahuan bolos. “Kau tidak bisa menyerang vampire jika kau memiliki senjata yang kau pegang sendiri. Kau harus melepaskan kepala mereka lalu membakarnya agar mereka musnah dari dunia ini. Tapi Ibu mewajarinya,”
            “Itulah peperangan,” gumamku. Lalu Ibu duduk di sebelahku, ini adalah kali pertama Ibuku duduk bersamaku di tengah malam. Di pinggiran hutan dan berbincang denganku. Pakaian yang Ibuku pakai masih sama seperti pakaian-pakaian zaman dulunya.
            “Ibu juga berpikir seperti itu,” Ibuku sependapat denganku. “Salah satu di antara mereka berusaha untuk membunuh setiap prajurit Fourie yang berada di kastil. Saat Ibu mengandungmu, Ibu hanya dapat menyembunyikan diri dalam kegelapan ruang kamar. Itu karena tidak ada lampu,” Ibuku terkekeh. Tapi aku tidak tertawa, aku ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi saat peperangan antara Kerajaanku dan Kerajaan Kidrauhl.
            “Angin mengembus masuk ke dalam kamar Ibu dan mematikan lilin yang semakin membuat suasana malam itu semakin mencekam. Hanya sinar bulan yang menyinari kamar Ibu dengan pintu yang terbuka. Lalu Ibu melihat bayangan sevampire akan masuk ke dalam kamar Ibu,” Ibuku memang dapat menjadi story teller yang baik.
            “Ibu hanya dapat mendekap perut, berusaha untuk melindungimu. Ibu terduduk di atas lantai dengan kedua kaki yang Ibu peluk, Ibu tak bersuara. Bahkan bernafas ..Ibu terlalu takut untuk bernafas. Dan dia masuk ke dalam kamar Ibu. Dia adalah Ratu Fourie. Ia tahu Ibu ada di dalam kamar. Ia menghampiri Ibu lalu mengatakan pada Ibu bahwa semuanya akan baik-baik saja selama kau berada di dalam kamar. Dan ia bilang pada Ibu, bahwa Ibu sedang hamil dan ia mengerti. Awalnya Ibu tidak mengerti mengapa ia ingin Ibu hidup, dan sekarang Ibu berada di sini menceritakan pengorbanannya bagi Ibu,”
            “Lalu mengapa Ibu membenci Kerajaan Kidrauhl? Apa itu karena Ayah mati di tangan mereka?”
            “Ibu tidak menyalahkan mereka, sayang. Ibu tidak membenci Kerajaan Kidrauhl sama sekali. Semuanya susah dijelaskan saat kau tidak melihatnya dengan mata kepalamu sendiri,”
            “Tapi aku percaya apa yang Ibu katakan,” gumamku bersandar di bahu Ibu. Seperti nalurinya, Ibu meraup tubuhku lalu ia mengelus rambutku dengan lembut. Aku suka saat-saat seperti ini bersama dengan Ibu, ia pemilik pelukan terhangat yang pernah kurasakan.
            “Ia keluar dari kamar. Lalu salah seorang prajurit mereka masuk ke dalam kamar Ibu dengan obor namun ia tidak melihat Ibu. Ia keluar dan Ibu bangkit dari lantai untuk melihat keadaan di luar. Meski Ibu tahu, resiko yang Ibu terima akan sangat besar. Ibu melihat dari balkon kamar ke bawah, melihat apa yang terjadi di sana. Raja dan Ratu Kidrauhl sedang melawan prajurit Fourie. Dua prajurit Fourie yang melawan Ratu dan Raja Kidrauhl tiba-tiba saja mati saat dua buah tombak tertusuk di tubuhnya dari jarak jauh. Namun kembali lagi Ibu melihat dua tombak yang menyusul menusuk Raja dan Ratu Fourie kemudian si pembunuh itu muncul di penglihatan Ibu. Ialah yang awalnya ingin membunuh Ibu, Ibu tahu itu adalah dia,”
            “Jadi dia yang membunuh Raja dan Ratu Kidrauhl?”
            “Ibu simpulkan seperti itu. Ia bahkan yang membakar Raja dan Ratu Kidrauhl di tempat musnahnya mereka. Lalu ia berjalan dengan santai keluar dari Kerajaan Kidrauhl,”
            “Apa dia bernama Daniel?”
            “Ya, rumor demi rumor beredar dari tahun ke tahun. Daniel adalah orang kepercayaan Raja Kidrauhl. Ibu hanya takut jika kau dekat dengan mereka, kau adalah sasaran selanjutnya karena selama ini ia ingin memusnahkan Ibu sejak peperangan itu. Ibu tidak ingin berlian Ibu satu-satunya menghilang sia-sia,” jelas Ibu mengelus pipiku lembut. Satu mobil kembali melewati kami. Tapi kurasa ia tidak menyadari keberadaan kami. Aku terdiam. Jadi, bukan dari salah satu prajurit Fourie yang membunuh Raja dan Ratu Fourie.
            “Ayo masuk ke dalam, Ibu lihat kau sepertinya tidak merasa sehat dari kemarin. Tidak apa kau bolos, Ibu tahu. Ibu lebih mementingkan keselamatanmu dibanding kampus itu,” ajak Ibuku bangkit dari kayu dengan tangan yang menarik lenganku agar aku bangkit.
            Aku harus memberitahu Justin.
            Atau Theo.

***

            Aku terlelap untuk yang kesekian kalinya dengan darah yang telah kuminum kira-kira tiga botol. Apa kau gila? Sepanjang hidupku, aku tidak pernah meminum darah sebanyak itu. Kurasa itu dikarenakan aku kurang sehat. Paginya aku bangun dengan kebiasaan yang sama. Mandi, ganti baju lalu mengajak Fluppy untuk keluar dari kamar dan bermain. Tapi sejak kedatangan Duo Bieber itu, aku tidak tertarik lagi untuk bermain dengan Fluppy. Lebih lagi, aku sedang dalam keadaan kurang sehat.
            Matahari semakin menjulang tinggi. Dapat kupastikan, bumi terlalu gila untuk mengitari matahari dan diam-diam memusnahkan vampire satu per satu akibat panasnya matahari. Batu tempat “tongkrongan”-ku memang adalah tempat favorite dan tepat untuk merenung. Di saat manusia sibuk memikirkan dunia di dalam kamar mandinya, aku tidak perlu mengguyur tubuhku dengan air dan membuat tangan mengerut sambil memikirkan dunia. Aku kehausan lagi. Aku butuh darah.
            Wush!
            “Kau butuh darah?” Justin tiba-tiba saja muncul di hadapanku dalam sekejap. Apa dia adalah Santa Claus yang dipercayai oleh manusia-manusia itu? Atau dia adalah jin dalam lampu ajaib milik Aladin? Tangannya sedang memegang sebotol darah –dapat kupastikan itu. Aku tidak tahu apa aku harus menerimanya atau tidak tapi aku sungguh kehausan. “Hei, ini tidak ada hubungannya dengan percakapan kami kemarin. Aku hanya mengkhawatirkanmu tadi malam,”
            “Pft, omong kosong,” aku menekuk lututku hingga menyentuh dadaku lalu memeluknya dengan erat dan membuang wajahku darinya. Tidak sampai dua detik, Justin telah duduk di sebelah. Kulitnya menyentuh kulitku dan itu membuat sesuatu dalam tubuhku bangkit seketika. Apa yang telah ia lakukan?
            “Kau tampak lebih kurus dibanding dua hari yang lalu. Apa yang terjadi padamu?”
            “Aku rasa aku hamil,” jawabku asal.
            “Hati-hati dengan ucapanmu, Ms.Fourie,” Justin menegurku. Sejak kapan profesinya yang awalnya adalah penggoda wanita sekarang berubah menjadi sevampire penasihat? “Ayo, terimalah. Tidak apa-apa, tidak usah malu-malu,”
            “Kau tidak boleh datang ke sini!” seruku ketus. Kudengar Justin terkekeh dan tangannya menyentuh lenganku. Aku langsung menarik lenganku yang ia sentuh dan itu semakin membuatnya terkekeh.
            “Kau mengusirku? Omong-omong, saat kau marah kau terlihat menggemaskan. Rasanya aku ingin mengulangi kejadian dua hari yang lalu,” ucap Justin yang membuat amarahku meluap. Bagaimana mungkin ia dapat mengatakan seperti itu di saat aku sedang marah padanya? Maksudku, kemarin ia menghinaku! Aku merosot dari bebatuan lalu berdiri di tengah-tengah hutan.
            “Kau tidak tahu malu. Setelah kau menghinaku kotor kemarin, kau menginginkanku kembali. Kau pikir aku semurah itu? Aku tidak ingin berhubungan badan dengan lelaki sepertimu, kau tahu,”
            “Tapi kau telah melakukannya,” dari nada suara yang Justin keluarkan dari mulutnya, ia sedang mengejekku. Aku tahu aku telah melakukannya.  Itu sebelum aku tahu kalau ternyata ia memiliki rencana yang aku tidak tahu apa itu.
            “Dan kau bilang, aku adalah penyebab mengapa kau tidak dapat bertemu dengan Ayah dan Ibumu. Kasihan sekali kau Justin, aku turut prihatin,” kubalas ejekannya dengan sarkastis. Aku butuh darah itu sekarang. Justin telah berada di belakangku setelah kudengar suara pijakan kakinya dari belakang. Terima kasih Tuhan akan daun-daun yang berguguran sehingga memudahkanku untuk mendengar suara langkahan vampire. Atau siapa pun itu.
            “Kau tidak tahu apa yang sedang kaubicarakan, nona,” Justin menegurku. Kudengar tangannya terangkat dan berusaha untuk menyentuh pundakku namun aku langsung melangkah selangkah ke depan untuk menjauhinya. Sinar matahari mulai menyentuh kulitku. Belum perih.
            “Dapat kupastikan, Daniel sialan itu yang membunuh Ayah dan Ibumu! Bukan dari Kerajaanku! Kau tidak perlu repot-repot untuk menggodaku hanya untuk membunuhku, Justin Samuel Bieber! Kau hanya perlu membuatku jatuh cinta dan kau memang berhasil telah membuatku jatuh cinta karenamu!” teriakku menunjuk ke udara. “Sial, aku tidak percaya aku baru saja mengakuinya,” gumamku menggigit jari telunjukku.
            “Kau mencintaiku? Kita bahkan baru bertemu kurang lebih dua minggu dan kau telah mencintaiku? Bravo! Tapi maaf, Chantal, aku datang ke sini hanya untuk melihat keadaanmu dan memberikanmu darah. Tapi mendengar pernyataanmu itu membuatku mual,”
            “Aku ..tidak begitu peduli tentang pemikiranmu apa kau mencintaiku atau tidak. Tapi kau berhasil membuatku sakit hati atas hinaanmu bahwa aku adalah anak kotor karena akulah penyebab Ayah dan Ibumu tidak dapat menimangmu saat kau masih bayi. Satu, Daniel sialan itu telah memanipulasi dirimu. Dua, kau tidak tahu apa yang sedang kau rencanakan. Tiga, kau menolak cintaku! Oh, ini sempurna!” aku berteriak dan menghempaskan kedua tanganku ke udara, mendukung air mataku yang telah mengalir. Kakiku terasa lemas. Justin tidak tahu apa yang sedang ia rencanakan, begitu juga denganku yang tidak sama sekali tahu apa yang sedang ia rencanakan.
            “Aku rasa aku hamil,” gumamku tiba-tiba.
            “Permanusia dengan kehamilanmu! Kau tidak tahu siapa itu Daniel! Dia adalah Ayah keduaku setelah Ayah kandungku. Mengerti? Dan tidak mungkin kau hamil,” seru Justin mendekatiku lalu aku tak sempat untuk menjauh darinya, ia telah mendapatkan pundakku. Pundak dimana ia menggigitnya dengan gigi taring tajamnya bahkan darah hitamku mengalir. Oh ya ampun.
            “Hormonku sedang subur, bodoh. Kau menghamiliku meski kita hanya berhubungan badan satu kali. Kau pikir vampire sama dengan manusia? Sial, aku juga tidak tahu mengapa sekarang aku selalu berpikir kalau aku hamil. Bahkan aku tidak mengharapkan bayi darimu.” Aku tidak tahu apa ucapan itu dapat membuatnya sakit hati atau tidak, tapi ia menarik pundakku ke belakang lalu ia mendekap perutku. Punggungku bersentuhan dengan dadanya, kepalaku tertunduk karena malu untuk melihatnya. Lalu Justin menghela nafas.
            “Aku hanya tidak dapat menyaring kata-kataku, Chantal. Jika aku sedang emosi, kata-kata yang tidak ingin kuucapkan selalu terucap. Kau hanya butuh darah agar kau merasa lebih baik. Sekarang minum. Lupakan percakapan sialan tadi dan minum darah ini dengan tenang,” rayu Justin. Bagaimana bisa aku menolaknya saat ia langsung mengangkat daguku ke atas dan memberikanku mulut botol dan memasukkan darah itu ke dalam mulutku dan mengalir ke tenggorokanku.
            “Nah, itu lebih baik,” gumam Justin.
            “Mengapa kau harus datang ke sini hanya untuk melihat keadaanku?”

            “Karena aku ingin membuatmu tidur, sayang. Lalu membawamu pergi ke tempat yang belum pernah kaudatangi,” bisik Justin di telingaku. Entah mengapa tiba-tiba saja aku merasa sangat mengantuk. Apa yang ia berikan dalam darah itu? Ya ampun, ini sangat idiot. Obat tidur? Bagaimana bisa? Sebelum aku benar-benar terjatuh, hal terakhir yang kurasakan adalah ia membopongku lalu ..tenggelam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar