Kamis, 02 April 2015

Lucky Slut Bab 13

CHAPTER THIRTEEN

            “Kudengar kau akan menikahi keponakanku,” ujar Millicent duduk bersandar di kursi ruang kerja Lord Moore. Wanita yang sudah berkepala 4 itu duduk dengan cara tak senonoh. Wajahnya pucat dan terlihat lebih kurus dibanding pertemuan terakhir mereka. Sekalipun Millicent telah meminta Lord Moore untuk bertemu dengannya di istal, pria itu tidak memenuhi permintaannya atas dasar privasi. Orang bodoh mana yang ingin membicarakan masalah pribadinya di istal? Bibi Grisell itu menarik nafas dalam-dalam memerhatikan earl di hadapannya. Apa pria ini mengidap gangguan mental? Mengapa ia menginginkan Grisell sebagai istrinya? Millicent tidak akan membiarkan itu terjadi. Ia tidak ingin anak sial itu mendapat kebahagiaan. Tidak setelah apa yang telah dilakukan olehnya pada Millicent. Seharusnya sekarang Millicent memiliki suami yang mencintainya, anak-anaknya sendiri dan rumah layak untuk ditinggali. Tapi karena Grisell si anak sial itu, Millicent tidak pernah sedetik pun mendapat kebahagiaan.
            Ia pikir, Lord Moore akan menjadikan Grisell sebagai salah satu pelayannya. Dan kabar burung tentang Grisell memiliki hubungan khusus dengan Lord Moore menyebar seperti wabah penyakit di London. Millicent tidak mendapat kebahagiaan apa pun setelah pria pertama yang membuat Millicent jatuh cinta ternyata jatuh hati pada Grisell. Ia tidak bisa membiarkan Grisell mendapatkan kebahagiaannya! Tidak bisa! Tanpa Millicent sadari, ia telah menyuarakan kata hatinya. Dua bola mata Millicent menatap pada satu titik, melamun, dan mulutnya tetap terbuka setelah mengatakan sesuatu. Lord Moore melihat wanita itu seperti mengingat akan sesuatu yang buruk. Sesuatu yang membuatnya trauma.
            “Maaf? ‘Tidak bisa’?” Suara Lord Moore membuatnya sadar dari pikirannya. Tatapan Millicent terangkat, ia menatap Lord Moore.
            “Kau tidak bisa menikahinya,” katanya berbisik. “Kau tidak bisa menikahinya, My Lord,” katanya lagi, lebih jelas. Lord Moore mengerjap-kerjapkan matanya, berusaha mencerna ucapan Millicent. Mengapa pagi ini sepertinya orang-orang sedang menguji batas kesabarannya? Salah satu alis Lord Moore terangkat, wajahnya yang tenang berbanding terbalik dengan rasa amarah yang menggemuruh dalam tubuhnya.
            “Alasan kuat apa yang membuatmu berpikir aku tidak bisa menikahinya?”
            “Aku walinya. Aku berhak tidak menyetujui pernikahan kalian. Grisell tidak berhak bersamamu,” ucap Millicent kali ini tidak menatap Lord Moore. Ia menatap keluar jendela, memerhatikan beberapa pria bujang yang sedang menikmati kopi mereka dan berbincang-bincang di taman. Ia teringat prianya. Ia teringat pria yang dicintainya ternyata mencintai Grisell. Kebenciannya yang berasal dari hati, menyebar ke seluruh tubuh. Ia telah berjanji pada Samantha untuk mengurus iblis licik itu, tapi apa yang didapatinya? Pengkhianatan.
            “Dengan segala hormat, Miss Parnell, kurasa kita telah membuat kesepakatan. Aku telah membelinya, aku berhak melakukan apa pun padanya. Meski ‘membeli’ adalah kata kasar untuk menjelaskan faktanya, tapi kurasa kau mengerti,”
            “Grisell menyayangiku,” kata Millicent yakin. Ya, iblis kecil itu menyayanginya. Grisell tidak mungkin tega meninggalkan Bibinya, bukan? Lagi pula, jika Grisell menolak kembali padanya, bukankah Grisell akan dicap sebagai anak tak tahu diuntung? Millicent bangkit dari kursi. Gaun yang dipakainya terlalu indah untuk orang kumuh seperti Millicent. Bahkan kulitnya kusam, tidak seperti kulit Grisell.
            “Aku yakin ia memang menyayangimu, Miss,”
            “Dan karena itu, ia pasti akan menuruti setiap permintaanku,” ucap Millicent. Ia berjalan menuju jendela. Kedua tangannya bertautan di belakang punggungnya, dagunya terangkat, dan saat ia sampai di belakang jendela, ia memejamkan mata. Air matanya mengalir, melewati kulit pipinya. “Mengapa kau ingin menikahinya, My Lord? Dia tidak lebih dari seorang pelacur. Dia tidak lebih dari iblis cantik. Dan kurasa, ia tidak berhak mendapat kebahagiaan dalam bentuk apa pun,”
            “Miss Parnell, apa yang sedang kau bicarakan?”
            “Aku membicarakan wanita yang akan kau nikahi itu, My Lord,” ucap Millicent mengedip. Matanya melihat para pria bujang itu telah selesai menikmati kopi mereka dan berjalan menuju Moore House. Taman itu akhirnya kosong. Tapi tidak sekosong hatinya. Millicent menghela nafas panjang. Sejak kemarin, kepalanya terus berdenyut-denyut. “Namanya Peregrine,”
            “Peregrine?” Kali ini dua alis Lord Moore terangkat. Ia sangat kebingungan.
            “Ya. Itu terjadi 8 tahun yang lalu. Saat itu Grisell masih berumur 15 tahun. Aku dan Peregrine menikah, ia suami terakhirku. Ia yang memberi makan di meja dan ia yang memberi kami uang. Dan Grisell mendapat uang saku tapi Grisell selalu takut pada Peregrine. Yah, Peregrine bukan orang kaya yang tampa sepertimu. Ia senang berjudi dan minum-minum, tapi ia masih bisa bekerja. Pria itu sangat menyenangkan. Dan Tuhan tahu aku sangat mencintai pria itu, meski aku tahu pada akhirnya, kami tidak akan bisa bersama selamanya,
            “Setelah satu tahun kami menjalani hubungan, Peregrine dipecat dari pekerjaannya karena dituduh mencuri barang di tempat kerjanya. Aku selalu berpikir, aku satu-satunya wanita yang dapat membuatnya berpikir lurus dan menenangkannya. Tapi saat itu aku tidak ada di tempat. Dia yang mengenalkan Grisell pada kenikmatan duniawi. Saat aku pulang, aku menemukan Grisell sudah dalam keadaan tak sadarkan diri dan Peregrine sedang membersihkan selangkangannya dengan kain hangat basah. Aku bertanya padanya apa yang terjadi. Bukannya khawatir, Peregrine tersenyum lebar dan berkata padaku kalau ia akan memulai bisnis baru,”
            “Pelacuran,” kata Lord Moore.
            “Tepat sekali,” ucapnya menghela nafas panjang. “Sejak saat itu, jika aku sedang tidak ada di rumah, Peregrine bercinta dengan Grisell—saat itu aku tidak tahu. Dan Peregrine jarang ingin bercinta denganku. Perhatiannya terpusat pada Grisell. Dan duniaku runtuh saat kutemukan Grisell sedang berhubungan badan dengan Peregrine di kamar kami. Kau dengar aku? Di kamar kami. Perceraian tidak akan diterima oleh pengadilan, jadi aku mengusirnya dari rumahku. Setelahnya, Peregrine tidak pernah muncul. Dan aku menjadikan Grisell sebagai pelacur,”
            Ada jeda hening yang panjang setelah Millicent menceritakan masa lalu Grisell yang kelam. Sekarang Lord Moore berharap dirinya dihukum cambuk. Jika saja Lord Moore tahu masa lalu Grisell yang buruk itu, sudah jelas Lord Moore tidak akan pernah mengungkitnya seperti yang pernah dilakukannya. Jelas Grisell tak ingin menceritakan masa lalunya. Bajingan itu telah mengambil keperawanannya secara paksa hingga Grisell tak sadarkan diri. Lord Moore membayangkan sosok mungil Grisell tergeletak lemah dan pingsan, ditambah lagi dengan darah yang melumuri selangkangannya. Amarah Lord Moore terbakar seperti kebakaran rumah di musim panas. Peregrine.
            Millicent memeluk perutnya. Kepalanya yang sedari tadi berdenyut sekarang terasa menghantam kepalanya. Kaki Millicent mulai goyah, ia tak sanggup lagi menopang tubuhnya. Lord Moore bangkit dari kursinya saat melihat wanita itu mulai berjalan mundur ke belakang. Dalam tiga langkah besar dan gerakan sigap, Lord Moore menangkap Millicent yang hampir terjatuh ke lantai.
            “Miss Parnell, kapan terakhir kali kau makan?” Tanya Lord Moore menggendong wanita itu. Millicent tak sanggup menjawab, matanya terpejam dan tidak ada sedikit pun tenaga dalam tubuhnya. Lord Moore segera memanggil Cornelius.

***

           
            Bibi Millicent di sini, Grisell berkata dalam hati. Ia tidak tahu bagaimana Bibi Millicent bisa tahu tempat tinggal Lord Moore, yang jelas, ia khawatir. Bibinya pingsan karena ia belum makan selama dua hari. Grisell ingin membenturkan kepalanya ke tembok karena telah melupakan Bibi Millicent-nya di London. Seharusnya ia mengirimkan surat pada sang Bibi agar ia tahu bagaimana keadaannya—meski ia ragu Bibi Millicent akan membalas suratnya dalam waktu dekat. Grisell bahkan baru bisa menulis 2 minggu yang lalu. Tapi sekarang sudah tidak penting lagi. Bibi Millicent sudah ada di Moore House dan ia sangat bersyukur karena Lord Moore memahami keadaan Bibi Millicent. Setelah diberi makan dan minum yang cukup, Bibi Millicent diminta untuk beristirahat.
            Grisell selalu yakin Bibi Millicent menyayanginya dengan caranya sendiri. Hanya saja, Grisell tidak terlalu menyukai bagaimana cara Bibi Millicent menyayanginya. Dan melihat Bibi Millicent dalam keadaan lemah, Grisell tidak bisa berbuat apa pun selain merawat satu-satunya wanita yang telah merawatnya sejak kecil. Cornelius berdiri di mulut pintu kamar tamu yang ditempati Bibi Millicent. Matanya yang berwarna hitam menatap Bibi Millicent dengan tatapan yang tidak pernah Grisell lihat sebelumnya. Pria itu tampak khawatir, sama seperti Grisell. Cornelius mengerjap-kerjapkan matanya, sadar saat ia merasa dirinya sedang ditatapi wanita mungil yang duduk di sebelah Millicent.
            “Aku permisi, Miss,” ucap Cornelius mengundurkan diri. Pria itu akhirnya keluar dari kamar Bibi Millicent, beberapa detik kemudian, Lord Moore muncul. Suasana tenang dalam kamar tiba-tiba berubah menjadi lebih intens. Matanya menatap wajah pria itu. Ia menghela nafas pendek. Kenapa? Kenapa pria itu harus menjadi pria yang masuk dalam hidupnya? Ada hal-hal yang membuat Grisell sendiri tak mengerti bagaimana pria itu bisa memberi efek yang Grisell tak pernah kenali sebelumnya. Pertama, pria itu sepertinya tidak bisa berhenti membuat Grisell terkagum-kagum akan gerakan apa pun yang dibuatnya. Kedua, pria itu selalu terlihat tenang dalam setiap keadaan—yang menurut Grisell, itu merupakan bakat yang hebat. Ketiga, pria itu sangat mengintimidasi meski Grisell tahu pria itu tidak bermaksud melakukannya. Dengan gerakan anggun, pria itu melangkah mendekati tempat tidur Bibi Millicent.
            “Bagaimana keadaan Bibimu?” Tanya Lord Moore tanpa basa-basi. Mata cokelat pria itu memerhatikan Bibinya dengan tatapan menilai. Tatapan itu lebih condong pada tatapan iba dibanding khawatir. Grisell tidak mengerti mengapa.
            “Aku memintanya untuk beristirahat,” ucap Grisell dengan suara pelan. “Apa kau sudah bertemu dengannya? Apa yang kalian bicarakan?”
            Lord Moore mengangkat tatapannya pada Grisell. Jeda yang dibuat Lord Moore membuat Grisell sangat gemas. “Ya. Tentang masa lalu Ayahnya dengan Ibumu. Aku yakin Bibimu sebenarnya tahu tentang hubungan gelap antara Ayah Lord Myhill dengan Ibumu, ia hanya tidak ingin memberitahumu agar kau tetap bergantung padanya,”
            “Apa reaksinya saat ia tahu aku adik tirinya?”
            “Mengejutkan,” ucap Lord Moore muram. “Dia terdiam selama beberapa menit. Dan aku hampir memukulnya saat ia bilang kalau sebenarnya ia menyukaimu karena pertemuan kalian kemarin subuh. Untungnya aku sadar, itu tidak akan menguntungkan siapa pun, benar? Itu juga bukan salahnya karena kau memang menawan. Hanya saja—“
            “Kau cemburu,” ucap Grisell tersenyum malu-malu. Lord Moore mendapati senyum itu begitu tidak baik. Pria itu menarik nafas tajam. Bayangannya terbang kemana-mana. Ia membayangkan wanita itu tersenyum malu-malu saat Lord Moore menempatkannya di antara kedua lutut, kemudian menyerbunya dengan ciuman-ciuman panas. Lord Moore harus mencari kesibukan. Ia harus mencari tempat terbuka dimana ia masih bisa berada di samping Grisell tapi otaknya masih bisa berpikir jernih.
            “Bagaimana kalau kita membiarkan Bibimu mendapatkan istirahat yang layak dan tenang?” Tanya Lord Moore memberi saran. Grisell tidak perlu diminta dua kali. Wanita itu bangkit dari tempat tidur Bibinya, kemudian melangkah menuju pintu. Lord Moore membukakan pintu itu untuknya, dan akhirnya—jika mereka tidak keluar lebih dari 5 menit, Lord Moore tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya—mereka keluar dari kamar. Grisell melihat Lord Moore menghela nafas lega, yang ternyata membuat Grisell bingung.
            “Mengapa kau terdengar begitu lega?”
            “Karena aku tidak perlu berada dalam satu ruangan denganmu, dimana hanya kita berdua yang sedang dalam keadaan sadar dan saling menginginkan,” ucap Lord Moore memberi senyum singkat. Mereka melewati lorong yang panjang hingga sampai ke tangga menuju lantai bawah. Sepertinya melewati makan siang hari ini tidak akan menjadi masalah, pikir Lord Moore menarik tangan Grisell ke siku-sikunya. Ia tahu seharusnya ia tetap berada di Moore House untuk menyambut para tamunya karena season akan dimulai malam ini. Tapi Mildred memang selalu berada dalam keadaan yang tepat. Wanita itu pintar menyambut para tamu, ia ramah dan menyenangkan. Semua orang menyukai Mildred. Yah, Lord Moore tidak perlu mengkhawatirkan tentang itu.
            Grisell kebingungan saat langkah kaki mereka bukan menuju ruang makan, karena sebentar lagi acara makan siang akan dimulai. Justru pria itu menggiringnya menuju istal. Mereka berdua mendapati Bartram sedang membersihkan salah satu kuda bersama dengan salah satu anak pelayan yang juga bekerja di Moore House. Merasa kedatangan tamu di jam makan siang seperti ini, Bartram menghentikan pekerjaannya. Janggut merah Bartram belum dicukur sama sekali, justru sekarang janggut itu diikat di bagian ujung bawahnya agar—mungkin—kelihatan lebih rapi.
            “Selamat siang, Milord dan Milady!” Sapanya girang. “Ada yang bisa kubantu?”
            “Siapkan dua kuda, tolong,” ucap Lord Moore pada Bartram. Kemudian tatapan pria itu turun pada Grisell yang sedang mendongak memerhatikannya. “Aku harus pergi menemui Mildred sebentar. Kau tunggu di sini,” perintahnya segera. Grisell hanya mengangguk, ia menatap Lord Moore berjalan kembali menuju Moore House dengan langkah besar. Perhatiannya teralihkan saat Bartram meminta anak buahnya mengambil kuda kebanggaan Lord Moore sementara Bartram mengambil kuda betina untuk Grisell. Yah, Grisell sudah pernah diajari menaiki kuda oleh Miss Gillbride. Dan hasilnya bisa dibilang rata-rata. Bartram keluar dengan kuda berwarna cokelat yang gemuk dan sangat sehat. Kuda betina yang selalu dipakai Grisell saat latihan berkuda. Baldzar. Grisell mengambil tali kekang yang diberikan Bartram kemudian ia menarik Baldzar keluar dari istal.
            “Terima kasih, Bartram,” ucap Grisell anggun. “Kau boleh melanjutkan pekerjaanmu,” lanjut Grisell mengangguk, mempersilakan. Bartram tersenyum, ia masuk kembali ke dalam istal dan membersihkan kuda yang tadi ia tinggalkan. Grisell tersenyum saat mengelus leher Baldzar, kuda itu sangat suka dielus oleh tangan kecilnya. Baldzar mencondongkan hidungnya pada wajah Grisell, ia tertawa. Bagaimana tidak? Ia teringat akan pertama kali ia dipertemukan dengan Baldzar. Kuda itu sangat bersemangat. Ia terus mencondongkan hidungnya pada Grisell hingga Grisell jatuh ke atas tanah—yang saat itu Lord Moore melihatnya dan panik seketika. Bartram yang menatap majikannya yang mulai berbicara dengan Baldzar itu tersenyum. Tiba-tiba sosok pria setinggi Lord Moore muncul. Rambutnya berwarna sama dengan Miss Parnell, juga dengan matanya. Apakah dia kakak Miss Parnell? Bartram menarik nafas dalam-dalam dan menggeleng kepala. Bukan urusannya dan ia harus segera memberi obat pada salah satu kudanya yang sakit.
            Grisell mengalihkan pandangannya dari Baldzar pada pria yang ia temui kemarin subuh. Dua tangannya disembunyikan dalam kantong celananya dan pria itu kelihatan lebih angkuh daripada sebelumnya. Grisell tidak percaya kakak tirinya ternyata sangat menyebalkan dan sombong. Pegangan tangan Grisell pada tali kekang Baldzar mengerat.
            “Selamat siang, Adik Tiriku,” sapa pria itu menekankan nada panggilan itu. Grisell menipiskan bibirnya.
            “Selamat siang, My Lord,” balas Grisell berusaha menghindar dari tatapan pria itu. “Bukankah seharusnya kau berada di ruang makan? Jamuan makan siang akan dimulai sebentar lagi,”
            “Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, little one. Mengapa kau tidak berada di ruang makan?  Bukankah kau sekarang pusat perhatian di Moore House? Orang-orang menunggu kedatanganmu,”
            “Bukan urusanmu. Mengapa aku bisa menjadi pusat perhatian? Pergilah,” usir Grisell mulai jengkel. Ia mengangkat tatapannya pada Lord Myhill. “Dan mengapa tiba-tiba kau berada di sini?” Tanya Grisell mengerutkan kening. Lord Myhill tidak segera menjawab. Pria itu menatap Grisell dari ujung kaki hingga kepala. Tidak heran mengapa Ayahnya bisa berselingkuh dari Ibu. Tentu saja Ibu Grisell adalah wanita cantik hingga mereka bisa menghasilkan dewi di hadapannya. Meski begitu, ia senang. Setelah kematian Ayahnya—dan Ibunya sudah meninggal sejak ia berumur 10 tahun—ia pikir merasa kesepian. Jujur saja, meski ia berharap tidak mempunyai adik sama sekali, justru sekarang rasa senang menghujani tubuhnya. Ini perasaan yang begitu janggal baginya.
            “Grisell,” panggil Lord Myhill menyebut nama itu seperti bahasa asing. “Kau tahu aku adalah kakak tirimu, bukan?”
            “Tidak,” dusta Grisell mundur satu langkah. “Pergilah, My Lord, kumohon,”
            “Aku sudah berbicara dengan tunanganmu kalau aku akan berbicara denganmu empat mata di ruang duduk setelah… aku tidak tahu apa yang sedang kau lakukan sekarang, tapi yang jelas, kita akan berbicara,”
            “Untuk apa?” Tanya Grisell was-was. Pria itu kasar sejak pertemuan pertama mereka dan Lord Moore mengizinkannya berbicara empat mata di ruang duduk? Sulit dipercaya.
            “Membicarakan tentang hubungan darah kita. Bagaimana pun juga, darahku juga darahmu. Cepat atau lambat, semua orang akan menyadari kemiripan di antara kita,” ucap Lord Myhill. Pria itu tidak bergerak sama sekali ketika ia berbicara, bahkan untuk mengambi satu langkah lebih dekat saja, ia tidak berani. Karena ia tahu pasti, wanita itu akan segera kabur darinya. Grisell tidak menjawab apa-apa, hanya tatapan ketakutan yang diberikannya pada Lord Myhill. “Aku pergi seperti yang kauinginkan, Miss Parnell. Selamat siang,” katanya melangkah mundur lalu berbalik menuju Moore House.

***

            “Ini hutan kesukaan Bridget dan Hope. Ayahku selalu membuat permainan harta karun untuk kita jika ia tidak sibuk. Ia menyembunyikan harta karun dan ia sendiri yang membuatkan petanya untuk kami. Aku menjadi kapten dan yang lain anak buahku—Mildred tidak suka permainan seperti ini karena menurutnya terlalu seronok untuk anak perempuan—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Bridget dan Hope. Biasanya perhatian Hope mudah teralihkan bila ia melihat tanaman yang cantik. Atau Bridget yang sibuk memainkan tongkat kayunya,”
            “Kalian mempunyai masa kecil yang menyenangkan,”
            “Ya, sepertinya begitu,” balas Lord Moore tersenyum lemah. Ia memegang tangan Grisell saat mereka akan menuruni turunan tanah yang basah. Untung saja Lord Moore meminta Grisell agar memakai sepatu bot sebelum mereka berangkat—seharusnya Bartram memberi sepatu bot sialan itu sebelum Lord Moore memintanya. Semakin mereka melangkah turun, semakin dekat mereka menuju sungai kecil. Grisell sangat menyukai suasana hutan yang hening dan sejuk. Tidak seperti di Moore House sekarang. Banyak orang yang membicarakan omong kosong dan kehebatan mereka. Mereka begitu congkak hingga Grisell tak tahan. Dan ia sangat berterima kasih karena Lord Moore membawanya ke hutan.
            Wanita itu belum siap memberitahu Lord Moore kalau sebelum mereka berangkat, ia bertemu dengan Lord Myhill. Entah mengapa ia merasa Lord Moore tidak perlu mengetahuinya. “Mengapa Bibi Millicent berada di Moore House?”
            Lord Moore tersenyum kecil mendengar pertanyaan itu. “Ia ingin mengambilmu dariku. Sepertinya ia tidak bisa hidup tanpamu,” ucap Lord Moore menghela nafas pendek. “Kurasa dia berhak mendapat hidup yang layak. Selama ini ia sering dikecewakan, kurasa, sehingga ia menyalahkan kesalahannya padamu. Aku akan memberinya satu kesempatan untuk tinggal bersama kita,”
            “Benarkah?”
            “Mengapa tidak? Cornelius sepertinya tertarik pada Bibimu. Kau tahu, keturunan Parnell sepertinya memiliki kecantikan alami. Hanya saja, Bibimu tidak terurus seperti yang seharusnya,”
            Grisell tertawa kecil membayangkan Bibinya tidak membencinya lagi. Sepertinya hidup Grisell akan lebih baik. “Bagaimana kalau kita menjodohkan Cornelius dan Bibi Millicent? Mereka berdua cocok!”
            “Kau konyol, tapi boleh juga,” ujar Lord Moore menatap Grisell. Mereka telah sampai di pinggir sungai. Rumput-rumput tinggi menjadi hiasan di pinggiran sungai sehingga mereka terpaksa harus duduk di dataran yang lebih tinggi, dimana mereka bisa melihat sungai lebih jelas. Lord Moore meluruskan kakinya sementara lutut Grisell ditekuk. Grisell menyandarkan kepalanya di bahu Lord Moore kemudian ia memejamkan mata. Menikmati ketenangan. Kedamaian.
            “My Lord, dari gerak-gerikmu dan ucapan-ucapanmu, kuasumsikan Bibi Millicent telah menceritakan bagaimana aku berakhir menjadi pelacur,”
            “Ya,” bisik Lord Moore tak bisa berbohong. “Maafkan aku—“
            “Tidak perlu. Kurasa kali ini Bibi Millicent mengambil langkah yang bagus. Karena kupikir, aku tidak akan pernah bisa menceritakan masa laluku tanpa menangis dan takut. Ia membantuku,” ucap Grisell mengedik bahu. “Dan yah, itulah aku. Gadis lemah yang sok kuat,”
            Lord Moore memutar bola matanya, tak suka akan panggilan itu. Ia menarik dagu Grisell hingga kepala itu menghadap padanya. “Kau wanita terkuat yang tak pernah kutemui sebelumnya,” ucap Lord Moore mengecup lembut bibir Grisell.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar