***
Daniel
membawa Chantal menuju kamarnya dengan keadaan Chantal yang tengah menangis.
Justin dari bawah dari tadi memerhatikan wajah Chantal yang kelihatan lesu dan
pasrah. Mengapa Chantal melakukan ini padanya? Mengapa ia harus repot-repot
menyelamatkan Justin padahal Chantal tahu selama ini Justin selalu mengatakan
kata-kata kotor padanya, merendahkannya, bagaimana bisa Chantal membebaskannya
dari kematiannya? Seharusnya Justin mendengarkan perkataan Theo tapi ia terlalu
keras kepala untuk percaya apa yang Theo katakan. Semalam Justin mengamuk pada
Daniel karena ia berpikir, mengapa Daniel harus menikahi Chantal yang sedang
mengandung anaknya? Daniel yang ditentang seperti itu oleh Justin langsung
tersinggung. Apa yang Daniel mau harus dipatuhi. Setelah selama 100 tahun
Daniel menunggu tahta tertinggi dalam dunia vampire, akhirnya ia telah
mendapatkannya. Dan Justin juga seharusnya mendengarkan perkataan Chantal
dengan suara lembut Chantal. Teringat akan kejadian kemarin saat ia menghina
Chantal di ruang bawah tanah membuat Justin merasa sangat pengecut dan
berengsek. Ia sungguh menyesal dengan apa yang ia telah katakan pada Chantal.
Prajurit di belakang Justin melepaskan borgol Justin setelah Justin telah
benar-benar berdiri. Namun mata Justin tak lepas dari Chantal yang sedang
dibisiki oleh Daniel sebelum ia masuk ke dalam kamar Daniel.
Apa
yang akan Daniel lakukan pada Chantal? Justin telah dibebaskan, mengapa ia
tidak pergi saja kastilnya? Tapi ia tidak akan bisa keluar dari kastil itu
karena hanya Chantal yang menjadi jaminannya. Jika Chantal kembali menolak
Daniel, maka Justin akan segera mati di pemenggal kepala itu. Dari kamar
Daniel, Chantal menatap lurus ke arah tempat tidur besar bersama dengan empat
tiang yang menemani tempat tidurnya. Pintu kamar terkunci setelah mereka berdua
masuk ke dalam kamar. Daniel dari belakang memegang pundak Chantal. Ia
mengelusnya dengan lembut sambil jantung mereka berdua berdetak lebih kencang daripada
biasanya. Jantung Daniel berdetak kencang bukan karena ia ketakutan –itu tidak
mungkin—ia hanya sangat bersemangat melakukannya hari ini bersama dengan
Chantal.
“Kau
pemilik kulit terhalus yang tidak pernah kutemui sebelumnya, Chantal,” bisik
Daniel terus mengelus kedua lengan Chantal. Chantal terkesiap, ia menarik
nafasnya dalam-dalam dan memejamkan matanya. Air mata mengalir melewati pipinya
yang lebih pucat dari biasanya. Dengan segenap kekuatannya, ia membuka mulut.
“Aku
butuh darah,” gumam Chantal meminta. Daniel yang baru saja akan mengecup pundak
Chantal yang telanjang itu langsung menghentikan aksinya. Ia memundurkan
kepalanya, tangannya yang besar itu meraih tangan Chantal lalu mengiring
Chantal menuju tempat tidurnya. Mereka melakukannya tanpa suara, Chantal
terduduk di atas tempat tidurnya namun ia langsung menundukkan kepalanya.
Rasanya Chantal tak ingin melihat wajah licik dari Daniel yang sebentar lagi
akan mencicipinya. Ia hanya dapat berharap akan kedatangan Louis. Rencananya
adalah membawa sekumpulan Fourie menuju Kidrauhl untuk melawan Kerajaan
Kidrauhl. Dua jari besar mengapit dagunya lalu menariknya ke atas, membuat
Chantal mendongak ke atas.
“Seberapa
banyak? Aku hanya sedang belajar untuk menjadi calon suami yang baik, karena
sebentar lagi kita akan menikah sayang,” ujar Daniel memberikan senyumnya,
senyum itu sangat menjijikan bagi Chantal. Ia menelan ludahnya lalu
menganggukan kepalanya.
“Tiga
botol darah perawan, kurasa sudah cukup,” ucap Chantal dengan wajah polosnya
yang memohon. Daniel mengangguk, ia melangkah meninggalkan Chantal di dalam
kamarnya namun tidak ada pikiran yang melintas kalau Chantal akan pergi dari
kamarnya. Karena, bagaimana mungkin Chantal akan pergi? Semua vampire yang ada
di kastilnya sudah pasti akan menahannya untuk keluar dari kastil. Punggung
Daniel lenyap dari pandangannya. Tangannya muncul bersama dengan sebuah pisau
perak yang sedang ia pegang. Apa dia dapat membunuh Daniel? Tapi Theo bilang
padanya, vampire-vampire seperti Justin dan dirinya adalah vampire yang hampir
sama seperti manusia. Satu perbedaan: mereka pengisap darah. Sementara yang
lain tidak memiliki gejala yang sama seperti Justin dan Chantal. Jika memang
benar, Chantal dapat membunuh Daniel dengan tangannya sendiri, ia akan segera
mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk membunuh Daniel saat itu juga.
Perlahan-lahan
Chantal menyelipkan pisau yang ia pegang itu ke bawah bantal putih di atas
tempat tidur Daniel lalu ia memejamkan mata. Semoga Louis datang sebelum Daniel
dapat menyentuh tubuhnya. Ia tidak ingin sejengkal dari tubuhnya merasakan
lidah menjijikan dari Louis. Angin masuk dari pintu yang tidak ditutup oleh
Daniel, ia mulai merasakan déjà vu. Seolah-olah cerita dari Ibunya sekarang
akan menjadi kenyataan. Dan benar saja, sebuah bayangan terlihat, tapi ia
menduga itu adalah Daniel. Ia menundukkan kepalanya.
“Chantal,”
tapi suara Justin yang terdengar di telinganya. Sontak ia mendongakkan
kepalanya, melihat Justin sedang berdiri di mulut pintu kamar Daniel. Entah apa
yang harus Chantal katakan tapi ia cukup merasa bahagia karena ia dapat melihat
Justin tetap hidup. “Mengapa kau melakukannya?”
“Melakukan
apa?” tanya Chantal, bingung.
“Kau
mengatakan ‘Ya’ pada Daniel,” Justin tidak berani melangkah semakin mendekat pada
Chantal. Pikiran Chantal berputar, apa yang sedang Justin bicarakan?
“Bukankah
kau yang menginginkannya?” Chantal bertanya balik. Yeah, bukankah Justin yang
menginginkan Chantal menikah dengan Daniel sampai anaknya akan lahir?
Kesimpulan yang diambil oleh Chantal beberapa minggu yang lalu semakin menguat
bahwa Justin adalah lelaki yang sangat labil. Justin terdiam.
“Mhm,”
dehaman terdengar dari belakang. Sontak Justin membalikkan tubuhnya dan melihat
Daniel sedang membawa dua botol darah. “Kau berusaha untuk menggoda calon
isteriku? Pergilah sebelum aku membawamu ke ruang bawah tanah. Seharusnya kau
berterima kasih telah kulepaskan dari kematianmu,” seru Daniel melewati tubuh
Justin. Pintu kamar Daniel tiba-tiba saja tertutup oleh angin setelah Daniel berada
di dalam kamar Daniel.
“Daniel,”
Chantal berusaha melakukan ‘hal’ yang normal. Ia memberikan senyum untuk Daniel
meski hatinya berkata Jangan. “Terima kasih telah membawakannya untukku,”
gumamnya meraih sebotol dari tangan Daniel.
“Apa
saja yang ia katakan?” Daniel bertanya tanpa basa-basi.
“Dia
hanya heran mengapa aku membantunya. Padahal ia yang ingin aku menikah
denganmu,” ujar Chantal tampak acuh. Ia membuka penutup botolnya lalu meminum
darah perawan itu. Padahal dari tadi tangan Chantal benar-benar gatal ingin
pisau di balik bantalnya dan menusuk tepat di jantung Daniel. Namun hati
kecilnya berkata, belum saatnya. Jadi,
Chantal mengurungkan niatnya untuk membunuh Daniel. Ia belum mendengar suara
teriakan dari Theo di bawah. Theo akan membawa seluruh pasukan Fourie, yeah,
mereka harus memusnahkan vampire-vampire picik seperti Daniel.
Tiba-tiba
saja botol yang masih berada di mulutnya ditarik oleh Daniel dan dilemparnya
dengan kasar ke atas lantai. Chanta tersentak, ia langsung menatap Daniel
dengan tatapan tak terima. Di atas bibir Chantal terdapat sisa darah di sana.
“Aku
tahu kau sengaja melakukan hal itu lama-lama untuk menggodaku dan kau
berhasil,” ujar Daniel yang langsung saja mendorong tubuh Chantal ke belakang
hingga punggung Chantal telah berciuman dengan kasur Daniel. Wajah Daniel dan
Chantal sungguh dekat. Sebentar lagi Daniel akan mengecup bibirnya. Ya Tuhan,
mengapa harus sekarang? Tak terasa air mata Chantal mengalir ke samping hampir
masuk ke dalam telinganya. Tangannya yang terentang ke samping itu –yang berada
dekat dengan bantal—terselip masuk ke dalamnya.
“Kau
adalah gadis kecil yang nakal,” bisik Daniel yang memegang leher Chantal hingga
kepala Chantal tersentak ke atas. Air mata Chantal benar-benar mengalir sekarang.
Ia memejamkan matanya saat ia melihat lidah Daniel yang berusaha untuk menjilat
darah yang tersisa. Tangannya telah benar-benar memegang pisau yang ia simpan
di bawah sana. Saat Daniel baru saja akan mengecup darah di atas bibir Chantal,
sontak mereka berdua mendengar suara teriakan Theo dari bawah. Daniel yang
mendengar suaranya langsung mengangkat tubuhnya namun Chantal menahannya, ia
menarik punggung Daniel dan mengecup bibir Daniel meski ia tahu itu adalah
perbuatan yang sungguh kotor. Saat bibir mereka bersentuhan, saat itu juga
Chantal mengeluarkan pisaunya. Ia mendorong tubuh Daniel ke atas lalu:
“Apa
yang kaulakukan?”
“Ini
untuk Ayahku sialan!” teriak Chantal menusukkan pisaunya tepat di jantung
Daniel. Mata Daniel membulat, ia melihat ke arah tangan Chantal. Tangan Chantal
menembus dada Daniel. Saat itu juga mulut Daniel mengeluarkan darah hitam pekat
yang muncrat ke wajah Chantal. Lalu tatapan Daniel kosong. Chantal memejamkan
matanya lalu menarik tangannya yang masuk ke dalam tubuh Daniel keluar. Saat
Daniel akan jatuh ke atas tubuhnya, Chantal langsung menahan dengan kedua
tangannya dan melemparkannya ke samping. Daniel mati di tangannya. Ada rasa
puas sekaligus rasa takut menyeruak ke dalam tubuhnya. Darah Daniel yang
berwarna hitam itu dengan segera diseka oleh punggung tangan Chantal. Chantal
kembali masuk ke dalam dunia nyata dan ia mendengar suara teriakan-teriakan
dari bawah sana.
“Chantal!
Sayang, dimana kau?” ia mendengar suara Ibunya dari luar. Tanpa berbasa-basi,
Chantal bangkit dari tempat tidur dan meninggalkan Daniel yang tergeletak di
atas tempat tidur dalam keadaan tak bernyawa. Ia dapat melihat dadanya bolong
akibat tusukan dari pisau sekaligus tangannya. Sangat menyeramkan. Sebelum ia
mencapai pintu kamar Daniel, pintunya terbuka.
“Chantal?”
suara Ibunya benar-benar khawatir.
“Ibu,”
gumamnya pelan. Evangeline yang melihat wajah anaknya berlumuran darah vampire
itu langsung memeluk Chantal dengan khawatir.
“Ibu
sangat mengkhawatirkanmu sayang. Ya Tuhan, kau baik-baik saja,” ujar Ibu
Chantal benar-benar ketakutan. Tentu saja, Chantal adalah anak tunggalnya. Dan
ia baru saja menyadari, Chantal baru saja membunuh Daniel yang tubuhnya
sekarang memiliki bolongan tepat di
daerah jantungnya. Tapi ia mengabaikan kematian Daniel. Keadaan anaknya lebih
penting dibandingkan kematian si tua bangka itu.
“Aku
baik-baik saja. Dimana Justin dan Theo?” Chantal memundurkan tubuhnya dari
pelukan Ibu. Chantal mengintip dari balik tubuh Ibunya dan ia melihat dari
seberang balkon Justin sedang melawan salah satu prajuritnya. Ya ampun,
prajuritnya sungguh gila. Apa mereka tidak sadar bahwa dulu Justin adalah
vampire yang sangat dihormati?
“Aku
harus membantu mereka, Ibu,” ujar Chantal berjalan melewati Ibunya. “Ini harus
dihentikan,”
“Chantal
tidak!” Ibu Chantal segera memegang tangan Chantal sehingga langkahan Chantal
terhenti. Evangeline tidak ingin merelakan anaknya untuk berperang. Terlebih
lagi ia telah mengetahui bahwa anaknya sedang mengandung seorang bayi.
Bagaimana mungkin Chantal begitu berani untuk melawan prajurit Kidrauhl yang
sangat terlatih? Tapi Chantal harus melakukannya, Justin sedang berada dalam
kesusahan. Mengapa Chantal harus repot-repot melakukan hal yang dapat memicu
orang untuk mengatakan bahwa Chantal adalah gadis yang bodoh karena telah
menyelamatkan vampire yang paling sering menyakiti hatinya? Jawabannya hanya
satu, keyakinannya! Ia sangat yakin Justin adalah kekasihnya di masa depan. Ia
tahu Justin akan menerimanya seiring berjalannya waktu. Dan Chantal juga dapat
merasakan hal yang sama terhadap Justin, ia tahu Justin mencintainya maka ia
mengatakan bahwa Justin merasa hal yang sama
padanya. Tapi Justin terlalu malu untuk mengungkapkannya atau dia terlalu
gengsi untuk mengatakannya.
Yeah,
keyakinan dapat membuatmu mendapatkan apa yang kauinginkan. Tapi kau juga harus
menggunakan akalmu jika kau ingin mengharapkan sesuatu. Chantal yang termenung
segela kembali ke realitas dan ia menarik tangannya dari pegangan Ibunya. Ia
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku
harus membantu mereka Ibu. Theo harus ..mahkota! Dimana mahkotanya?” Chantal
segera membalikkan tubuhnya untuk melihat mahkota yang baru saja dipakai oleh
Daniel. Chantal cukup prihatin dengan Daniel yang hanya menjabat sebagai Raja
hanya untuk dua hari dan selesai. Mahkota yang Daniel pakai tergeletak di atas
tempat tidur. Ia berlari kecil menuju tempat tidur lalu mengambil mahkota
mengilau itu dari sana. Saat Chantal baru saja mendapatkan mahkotanya, ia
mendengar suara teriakan dari Justin di luar sana.
“THEO!”
Kembali lagi ia mendengar suara Justin menggelegar.
Tak
ada waktu untuk berpikir bagi Chantal, ia langsung berlari keluar dan melihat
Justin yang melompat dari atas balkon ke bawah lapangan. Tubuh Chantal tertahan
oleh balkon saat ia kehilangan kendali untuk menghentikan lariannya yang cepat.
Dari atas ia melihat Justin yang sedang mengangkat kepala Theo yang ..ya Tuhan,
sebuah tombak tertusuk tepat di dada Theo.
“Theo?
Aku ada di sini! Jangan tinggalkan aku di dunia ini sendirian, Theo. Kau adalah
kakak terbaik yang pernah kumiliki. Jangan tinggalkan aku, apa yang sedang
kaulakukan? Theo? Kau dengar aku?” Justin menepuk-nepuk pipi Theo yang
kepalanya berada di atas paha Justin. Air mata Justin mengalir melihat kakaknya
yang tertusuk tombak itu. Namun tombak itu telah ditarik keluar oleh Justin, ia
berusaha untuk tidak menangis melihat saudara kandungnya sedang tak bernafas.
Wajah Theo semakin lama semakin memucat.
“Theo
bodoh! Apa yang sedang kaulakukan? Mengapa kau meninggalkanku sendiri?” Justin
berteriak, wajah Justin berubah menjadi warna merah –mungkin hanya Justin dan
Chantal yang dapat melakukan perubahan warna wajah. Tapi Theo tak kunjung
bangkit. “Permanusia!” dengus Justin menyingkirkan kepala Theo dan bangkit
berdiri dari lapangan. Seluruh prajurit yang awalnya berperang sekarang
berhenti setelah melihat Justin yang menangis di tengah-tengah lapangan itu.
“Justin!”
seru Chantal melompat dari balkon ke bawah, ia meluncur cukup baik. “Theo?”
mata Chantal berpindah melihat pada Theo yang terbaring lemah di atas lapangan.
“Theo?”
kembali Chantal memanggil Theo dan ia bersimpuh di depan mayat Theo yang
memutih. Terakhir kali ia bertemu dengan Theo, Theo mengungkapkan perasaan yang
sebenarnya pada Chantal namun sekarang ..Theo, ya Tuhan. Justin menendang udara
dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Theo?”
tapi tidak ada jawaban dari Theo.
***
*Chantal Fourie POV*
Semuanya
tampak masuk akal. Beberapa minggu terakhir ini aku melewati masa-masa yang
tidak dapat kuduga. Kehidupan ini tampaknya selalu memberikan kejutan bagiku.
Mungkin memang, setelah berpuluh-puluh tahun aku menunggu untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih menantang cukup melelahkan, tapi hari-hari yang
mengejutkanku sebanding dengan tiap tetesan keringat yang kulalui berpuluh-puluh
tahun. Kenapa kau tidak hanya tinggal duduk, bekerja, dan menenangkan pikiranmu
sejenak, menikmati kehidupanmu lalu poof!
Kehidupanmu penuh dengan kejutan yang bahkan tidak dapat kau bayangkan.
Terkadang, apa yang kita harapkan tidak pernah terjadi sama seperti yang kita
harapkan. Tapi setidaknya itu terjadi, daripada tidak terjadi sama sekali. Aku
merasa lebih bersyukur karena harapanku akhirnya terkabulkan. Tidak seperti
Julianna yang mengharapkan Justin namun Justin tak kunjung mendatanginya.
Maksudku,
lihatlah sisi baiknya. Setidaknya Julianna adalah manusia yang seperti bukuku
katakan bahwa populasi manusia di dunia mencapai 7 milliar. Dari tujuh milliar
manusia itu, Julianna dapat memilih satu lelaki yang lebih baik dibanding
Justin. Ia hanya menyulitkan kehidupannya. Aku juga pernah melewati masa-masa
seperti Julianna. Mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi, seperti
mengharapkan Ayahku kembali. Tapi aku tahu, itu tidak mungkin terjadi. Justru
sekarang aku sedang melihat Ayah baruku yang menikah dengan Ibuku. Hidup penuh
dengan kejutan bukan? Kita bukan Penulis yang dapat menuliskan bagaimana
kelanjutan kehidupan kita, justru kita adalah pemeran utama dalam skenarionya.
Betapa menyenangkannya itu kau dapat memainkan pemeran utamanya? Satu hal,
penulis tidak selalu memberikan kelanjutan cerita yang buruk. Bisa kau
bayangkan, jika kehidupanmu tanpa tangisan, maka kau tidak akan pernah
merasakan kebahagiaan. Taruhan, kehidupanmu akan terasa terombang-ambing karena
kau bingung, perasaan apa yang sedang kaurasakan sekarang?
Tapi
aku sekarang merasa sangat bahagia saat tangan Justin melingkar di sekitar
pinggangku. Berdiri di sampingku dengan senyum sumringah melihat Ibuku yang
harus meminum darah perawan untuk yang pertama kalinya sejak Ayahku pergi dari
dunia. Yeah, di dunia vampire saat kau menikah, kau harus meminum darah perawan
yang diburu oleh sang mempelai lelakinya. Meski Ibuku ingin menghapus tradisi
itu karena ia tidak tega membunuh manusia, hanya saja, itu diharuskan karena
itu melambangkan bahwa pernikahan mereka suci. Di kastil Fourie, tepat di depan
tahta Ibuku, mereka menikah. Phillips akhirnya telah menjadi Ayahku. Kau tahu
apa yang membuatku terkejut di hari pernikahan Ibuku? Pakaian Ibuku yang
berwarna merah! Oh, Ibuku tidak pernah memakai pakaian warna merah sejak aku
lahir kau tahu. Lihat? Kehidupan penuh dengan kejutan, hanya kau harus
menunggunya, jika kau tidak melihat kejutan itu berarti kau yang tidak
bersyukur akan kehidupanmu.
Ibu
dan Phillips saling memegang tangan di depan tahta, karpet merah yang panjang
menuju pintu keluar dari ruang tahta telah dipersiapkan karena mereka akan
pergi berbulan madu di sebuah tempat. Aku tidak tahu dimana.
“Kurasa
Ibumu sangat bahagia,” Justin berbisik. Aku mendongak untuk melihatnya yang
tersenyum bahagia. Ya ampun, dari jarak dekat seperti ini Justin sungguh
tampan. Ia menepuk tangannya saat Ibuku dan Phillips mulai turun dari depan
tahta. Ibuku melambaikan tangannya pada vampire-vampire undangannya dengan
senyum bahagianya. Akhirnya Ibuku mendapatkan lelaki pujaannya kembali! Aku
ikut bahagia melihatnya tersenyum. Ia melambaikan tangannya padaku dan aku
membalasnya. Kemudian dengan segala hormat, Ibuku menundukkan kepalanya kepada
Justin. Oh yeah, tentu saja Ibuku akan berlaku seperti itu karena Justin
sekarang adalah Raja Kidrauhl! Dengan sopannya Justin menganggukan kepalanya
pada Ibuku lalu kembali Ibuku dan Phillips berjalan untuk keluar dari ruang
tahta.
“Tampaknya
Ibumu sangat senang,”
“Oh,
aku juga sangat bahagia melihatnya. Aku tidak pernah melihatnya tersenyum terus
menerus seperti ini! Ini membuat ..oh, harapanku tercapai,” desahku
menggeleng-gelengkan kepala, tak habis pikir mengapa aku bisa sebahagia ini.
Aku dan Justin tidak menjalani hubungan apa pun sejak kepergian Theo. Yeah,
hari ini kita akan datang ke pemakaman Theo di dekat kastil Kidrauhl. Justin
berdeham lalu kurasakan tangannya menggenggam tanganku. Perutku sudah mulai
membesar, tapi belum membuncit. Setelah hampir 3 minggu kepergian Theo, aku dan
Justin selalu bersama namun kita tidak sama sekali menyinggung sebuah hubungan.
Maksudku, aku tidak memaksa Justin untuk bertanggungjawab atas kehamilanku. Oh,
Ibuku juga tidak marah pada Justin. Baginya, tidak apa-apa. Kita bukan manusia
yang harus berpikir bagaimana nanti kelanjutannya. Manusia pasti akan panik,
tidak dengan vampire. Lebih lagi, vampire mana yang akan berani memaki-makiku?
Well, tidak di depanku, mungkin di belakangku. Hanya saja, apa peduliku? Aku
tidak mengambil pusing apa yang vampire lain pikirkan.
Sebenarnya,
Ibuku keluar dari tahta bukan untuk berbulan madu. Kita harus memakan makan
siang kita di hutan depan sana. Yeah, darah seperti biasa. Tapi kali ini,
darahnya bervariasi. Kau tahulah, seperti pernikahan manusia yang menyiapkan
sup, udang, dan kue pernikahan mereka. Tapi kami, darah yang bervariasi.
Setelah kedua mempelai keluar dari ruang tahta, para vampire dipersilahkan
untuk keluar juga dari ruang tahta untuk menikmati makan siang di luar. Justin
tanpa berbicara menarik tanganku bersama dengannya lalu ia mengaitkan
siku-sikunya dengan siku-sikuku. Kutundukkan kepalaku, malu-malu karena
beberapa minggu ini ia tidak bersikap seperti ini.
“Apa
anakku di dalam sana baik-baik saja?” Justin bertanya tanpa menoleh ke arahku.
Ia masih harus tetap menjaga karismanya di depan para vampire. Meski aku cukup
risih dengan vampire-vampire wanita yang menatap Justin dengan tatapan
Aku-Menginginkannya. Maksudku, terimalah nasibmu yang tidak bisa bergandeng
tangan dengan Justin Bieber! Bukan aku ingin menyombongkan diri, aku hanya
cemburu. Aku marah karena cemburu tapi aku selalu berhasil menyembunyikan rasa
cemburuku dari Justin. Meski sebelumnya aku pernah menyatakan cintaku satu kali
dan dia tidak dapat menerimanya dengan baik. Tapi aku yakin, Justin masih
mengingat apa yang pernah kukatakan padanya.
“Oh,
dia baik-baik saja Justin, aku yakin itu. Tapi kurasa si kecil sangat lapar di
dalam sini. Aku membutuhkan darah,” seruku. “Dia bertumbuh begitu cepat,”
gumamku setelah keluar dari ruang tahta.
“Benarkah?
Aku tidak pernah mendengar detak jantungnya, apa aku boleh mendengarkan detak
jantungnya untuk mengetahui dia baik-baik saja di dalam sana?” tanya Justin
yang akhirnya menolehkan kepalanya padaku. Dalam jarak dekat seperti ini, aku
merasakan suatu getaran yang tak dapat kumengerti. Jantungku berdetak lebih
kencang daripada biasanya dan matanya yang menawan itu berhasil menghipnotisku.
“Chantal?”
ia menyadarkanku dari lamunan.
“Tentu,
tapi tidak di depan publik,”
“Aku
tahu batasannya, Chantal. Aku tahu,” gumamnya meluruskan kepalanya kembali.
Kami menuruni tangga untuk mencapai lapangan kastil. Melihat segerombolan
vampire-vampire telah memegang gelas yang berisikan darah dari luar. Kastil
kali ini tampak lebih berwarna, bendera Fourie telah berkibar di tengah-tengah
lapangan. Sebelum menikah –tradisi vampire Fourie—mereka harus meminum darah
dari seorang perawan. Aku penasaran dengan tradisi pernikahan dari keturunan
Kidrauhl. Aku juga berharap Justin akan melamarku dan kita akan menikah, meski
kemungkinannya akan sangat kecil.
“Apa
yang sedang kaupikirkan?” Justin bertanya saat kami keluar dari kastil. Wah,
begitu banyak vampire yang ingin meminum darah dari seorang perawan. Gila, aku
tidak begitu suka meminum darah manusia. Aku lebih memilih meminum darah rusa
atau harimau, atau hewan apa pun. Meski aku tahu darah manusia lebih manis
dibanding dari hewan. Hanya saja, aku teringat Julianna dan teman-teman
manusiaku yang lain.
“Kau
tidak dapat membaca pikiranku vampire lain lagi bukan semenjak Theo telah
pergi?” aku menerka, meliriknya dengan senyum licik. Ia mendengus, seolah-olah
ia malu karena aku telah menangkap basah dirinya berselingkuh dengan wanita
lain. Pipinya memerah, aku tidak pernah melihat pipi Theo merona seperti
Justin. Mungkin hanya aku dan Justin yang dapat memunculkan rona merah di pipi
kami. “Pipimu memerah, kau tahu,”
“Pipiku
memerah?” kedua alis Justin naik ke atas. “Kau ingin minum apa? Aku akan
mengambilnya,”
“Darah
rusa,” gumamku. “Dan ya, pipimu memerah,” jawabku. Ia tidak membalas ucapanku,
namun ia berjalan menuju daerah minuman rusa. Ia tampak tampan mengenakan
pakaian Raja Kidrauhl yang kurasa kebesaran bagi tubuhnya dan ia memakai
mahkota emas yang bersih di atas kepalanya. Pakaiannya yang menyentuh tanah itu
terseret-seret namun Justin tampak tak peduli apa pakaiannya akan kotor atau
tidak. Justin mengambil dua gelas darah rusa dari pelayan yang melayani darah
rusa pada Justin lalu Justin membalikkan tubuhnya berjalan ke arahku.
“Segelas
darah rusa untuk tuan puteri Fourie. Dan segelas untukku, Raja Kidrauhl,”
ujarnya menyodorkan satu gelas dari salah satu tangannya padaku. Tentu aku
meraihnya tanpa ragu-ragu dan menyesap darah rusa yang sering kuminum ini dan
menikmatinya. Sesekali aku melirik Justin yang seperti ragu-ragu untuk meminum
darah rusa.
“Tidak
pernah meminum darah rusa karena rusa adalah teman dari Theo?” aku kembali
menebak-tebak Justin. Ia yang baru saja akan membawa mulut gelas itu pada
mulutnya langsung menghentikan aksinya. Ia menelengkan kepalanya ke samping
tanpa menjatuhkan mahkotanya lalu ia memberikan senyum tipis.
“Kau
harus tahu Chantal, aku cukup takut berdiri dekat-dekat denganmu karena kau
adalah penebak yang ulung,” ujar Justin lalu meminum darah rusa itu. Kuamati
wajahnya yang tiba-tiba saja berubah mimik, dan aku tertawa. “Lumayan,”
gumamnya mengerutkan kening.
“Lumayan
atau lumayan?” aku menggodanya dan ia tersenyum.
“Kau
harus berhati-hati jika kau bercanda denganku, Ms.Fourie,” sarannya, memberi
peringatan.
“Oh,
ya ampun. Dan mengapa itu Tuanku Raja Kidrauhl?” aku memundurkan tubuhku dan
membungkukkannya, menghinanya. Aku sungguh menikmati candaanku bersama dengan
Justin.
“Kau
ingin tahu? Mendekatlah,” suruhnya dan aku melakukan apa yang ia katakan.
Kepalanya didekatkan ke samping kepalaku. “Karena bercanda denganmu membuatku
terangsang,” bisiknya yang membuat tanganku refleks memeluk perutku.
“Kau
gila!” seruku tertawa sambil mendorong tubuhnya untuk menjauh dariku. Ia
tertawa, seolah-olah tidak ada masalah yang membebaninya. Aku senang melihat
Justin bertingkah normal padaku semenjak Theo meninggal. Ia hanya lebih
menyenangkan. Apa arwah Theo masuk ke dalam tubuh Justin? Kurasa ya, karena
Justin tampak sangat santai. Sejak kapan seorang puteri mendorong tubuh Raja
dari Kerajaan lain dan Raja itu tidak marah? Aku sungguh tidak sopan. Justin
mendekatiku dan berbisik.
“Gila
karenamu,” bisiknya menggodaku. Aku tertawa dan itu membuat perhatian para
vampire yang sedang mengambil darah memerhatikan kami berdua. Mereka terdiam
sejenak untuk beberapa detik lalu karena Justin menatap mereka dengan tatapan
yang menikam, mereka kembali mengantri.
“Kau
yang membuat perhatian mereka teralihkan!” seruku melangkah satu kali untuk
menjauh darinya. Kembali ia menelengkan kepalanya ke salah satu sisi lalu
memberi senyum tipis.
“Itu
salahku? Siapa yang membuatku terangsang dan membuatku ingin mendapatkan
dirinya berada di atas tempat tidurku?”
“Aku
sedang hamil!” seruku gemas dengan suara yang kecil. Ia tertawa.
Mendengarkannya tertawa, aku seperti mendengarkan suara dari salah satu vampire
yang dapat bernyanyi seriosa dengan syair yang indah. Kemudian tawaan terhenti
dan ia kembali meneguk darah rusa itu. Oh, baguslah, ia mulai menikmatinya.
“Apa sore ini kita akan pergi ke pemakaman Theo?”
Rahangnya
tiba-tiba menegang, ia tidak melihatku namun ia menganggukan kepalanya. “Tentu,
apa sekarang kita dapat pergi ke sana?”
“Yeah,
tapi kita harus meminta izin pada Ibuku. Apa aku boleh kembali bermalam di
kastilmu?” tanyaku seperti anak kecil yang meminta izin pada Ibunya untuk
menginap di rumah teman.
“Bukankah
memang tiap hari kau tidur di kastilku? Mengapa kau harus meminta izinku lagi?”
Justin menggodaku lalu aku mengangguk-angguk sambil nyengir malu-malu padanya.
Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Chantal,
Chantal, Chantal,” desahnya seperti tak habis pikir. “Ayo kita pergi ke Ibumu,”
ajaknya merangkul pundakku. Kemudian aku kembali pada kesadaranku. Seorang
puteri Fourie yang dapat dijuluki sebagai musuh bebuyutan dari Kerajaan
Kidrauhl sekarang sedang dirangkul oleh Raja Kidrauhl? Bunuh saja puteri gila
itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar