Jumat, 20 Desember 2013

Kidnapped Bab 9

***

            Daniel membawa Chantal menuju kamarnya dengan keadaan Chantal yang tengah menangis. Justin dari bawah dari tadi memerhatikan wajah Chantal yang kelihatan lesu dan pasrah. Mengapa Chantal melakukan ini padanya? Mengapa ia harus repot-repot menyelamatkan Justin padahal Chantal tahu selama ini Justin selalu mengatakan kata-kata kotor padanya, merendahkannya, bagaimana bisa Chantal membebaskannya dari kematiannya? Seharusnya Justin mendengarkan perkataan Theo tapi ia terlalu keras kepala untuk percaya apa yang Theo katakan. Semalam Justin mengamuk pada Daniel karena ia berpikir, mengapa Daniel harus menikahi Chantal yang sedang mengandung anaknya? Daniel yang ditentang seperti itu oleh Justin langsung tersinggung. Apa yang Daniel mau harus dipatuhi. Setelah selama 100 tahun Daniel menunggu tahta tertinggi dalam dunia vampire, akhirnya ia telah mendapatkannya. Dan Justin juga seharusnya mendengarkan perkataan Chantal dengan suara lembut Chantal. Teringat akan kejadian kemarin saat ia menghina Chantal di ruang bawah tanah membuat Justin merasa sangat pengecut dan berengsek. Ia sungguh menyesal dengan apa yang ia telah katakan pada Chantal. Prajurit di belakang Justin melepaskan borgol Justin setelah Justin telah benar-benar berdiri. Namun mata Justin tak lepas dari Chantal yang sedang dibisiki oleh Daniel sebelum ia masuk ke dalam kamar Daniel.
            Apa yang akan Daniel lakukan pada Chantal? Justin telah dibebaskan, mengapa ia tidak pergi saja kastilnya? Tapi ia tidak akan bisa keluar dari kastil itu karena hanya Chantal yang menjadi jaminannya. Jika Chantal kembali menolak Daniel, maka Justin akan segera mati di pemenggal kepala itu. Dari kamar Daniel, Chantal menatap lurus ke arah tempat tidur besar bersama dengan empat tiang yang menemani tempat tidurnya. Pintu kamar terkunci setelah mereka berdua masuk ke dalam kamar. Daniel dari belakang memegang pundak Chantal. Ia mengelusnya dengan lembut sambil jantung mereka berdua berdetak lebih kencang daripada biasanya. Jantung Daniel berdetak kencang bukan karena ia ketakutan –itu tidak mungkin—ia hanya sangat bersemangat melakukannya hari ini bersama dengan Chantal.
            “Kau pemilik kulit terhalus yang tidak pernah kutemui sebelumnya, Chantal,” bisik Daniel terus mengelus kedua lengan Chantal. Chantal terkesiap, ia menarik nafasnya dalam-dalam dan memejamkan matanya. Air mata mengalir melewati pipinya yang lebih pucat dari biasanya. Dengan segenap kekuatannya, ia membuka mulut.
            “Aku butuh darah,” gumam Chantal meminta. Daniel yang baru saja akan mengecup pundak Chantal yang telanjang itu langsung menghentikan aksinya. Ia memundurkan kepalanya, tangannya yang besar itu meraih tangan Chantal lalu mengiring Chantal menuju tempat tidurnya. Mereka melakukannya tanpa suara, Chantal terduduk di atas tempat tidurnya namun ia langsung menundukkan kepalanya. Rasanya Chantal tak ingin melihat wajah licik dari Daniel yang sebentar lagi akan mencicipinya. Ia hanya dapat berharap akan kedatangan Louis. Rencananya adalah membawa sekumpulan Fourie menuju Kidrauhl untuk melawan Kerajaan Kidrauhl. Dua jari besar mengapit dagunya lalu menariknya ke atas, membuat Chantal mendongak ke atas.
            “Seberapa banyak? Aku hanya sedang belajar untuk menjadi calon suami yang baik, karena sebentar lagi kita akan menikah sayang,” ujar Daniel memberikan senyumnya, senyum itu sangat menjijikan bagi Chantal. Ia menelan ludahnya lalu menganggukan kepalanya.
            “Tiga botol darah perawan, kurasa sudah cukup,” ucap Chantal dengan wajah polosnya yang memohon. Daniel mengangguk, ia melangkah meninggalkan Chantal di dalam kamarnya namun tidak ada pikiran yang melintas kalau Chantal akan pergi dari kamarnya. Karena, bagaimana mungkin Chantal akan pergi? Semua vampire yang ada di kastilnya sudah pasti akan menahannya untuk keluar dari kastil. Punggung Daniel lenyap dari pandangannya. Tangannya muncul bersama dengan sebuah pisau perak yang sedang ia pegang. Apa dia dapat membunuh Daniel? Tapi Theo bilang padanya, vampire-vampire seperti Justin dan dirinya adalah vampire yang hampir sama seperti manusia. Satu perbedaan: mereka pengisap darah. Sementara yang lain tidak memiliki gejala yang sama seperti Justin dan Chantal. Jika memang benar, Chantal dapat membunuh Daniel dengan tangannya sendiri, ia akan segera mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk membunuh Daniel saat itu juga.
            Perlahan-lahan Chantal menyelipkan pisau yang ia pegang itu ke bawah bantal putih di atas tempat tidur Daniel lalu ia memejamkan mata. Semoga Louis datang sebelum Daniel dapat menyentuh tubuhnya. Ia tidak ingin sejengkal dari tubuhnya merasakan lidah menjijikan dari Louis. Angin masuk dari pintu yang tidak ditutup oleh Daniel, ia mulai merasakan déjà vu. Seolah-olah cerita dari Ibunya sekarang akan menjadi kenyataan. Dan benar saja, sebuah bayangan terlihat, tapi ia menduga itu adalah Daniel. Ia menundukkan kepalanya.
            “Chantal,” tapi suara Justin yang terdengar di telinganya. Sontak ia mendongakkan kepalanya, melihat Justin sedang berdiri di mulut pintu kamar Daniel. Entah apa yang harus Chantal katakan tapi ia cukup merasa bahagia karena ia dapat melihat Justin tetap hidup. “Mengapa kau melakukannya?”
            “Melakukan apa?” tanya Chantal, bingung.
            “Kau mengatakan ‘Ya’ pada Daniel,” Justin tidak berani melangkah semakin mendekat pada Chantal. Pikiran Chantal berputar, apa yang sedang Justin bicarakan?
            “Bukankah kau yang menginginkannya?” Chantal bertanya balik. Yeah, bukankah Justin yang menginginkan Chantal menikah dengan Daniel sampai anaknya akan lahir? Kesimpulan yang diambil oleh Chantal beberapa minggu yang lalu semakin menguat bahwa Justin adalah lelaki yang sangat labil. Justin terdiam.
            “Mhm,” dehaman terdengar dari belakang. Sontak Justin membalikkan tubuhnya dan melihat Daniel sedang membawa dua botol darah. “Kau berusaha untuk menggoda calon isteriku? Pergilah sebelum aku membawamu ke ruang bawah tanah. Seharusnya kau berterima kasih telah kulepaskan dari kematianmu,” seru Daniel melewati tubuh Justin. Pintu kamar Daniel tiba-tiba saja tertutup oleh angin setelah Daniel berada di dalam kamar Daniel.
            “Daniel,” Chantal berusaha melakukan ‘hal’ yang normal. Ia memberikan senyum untuk Daniel meski hatinya berkata Jangan. “Terima kasih telah membawakannya untukku,” gumamnya meraih sebotol dari tangan Daniel.
            “Apa saja yang ia katakan?” Daniel bertanya tanpa basa-basi.
            “Dia hanya heran mengapa aku membantunya. Padahal ia yang ingin aku menikah denganmu,” ujar Chantal tampak acuh. Ia membuka penutup botolnya lalu meminum darah perawan itu. Padahal dari tadi tangan Chantal benar-benar gatal ingin pisau di balik bantalnya dan menusuk tepat di jantung Daniel. Namun hati kecilnya berkata,  belum saatnya. Jadi, Chantal mengurungkan niatnya untuk membunuh Daniel. Ia belum mendengar suara teriakan dari Theo di bawah. Theo akan membawa seluruh pasukan Fourie, yeah, mereka harus memusnahkan vampire-vampire picik seperti Daniel.
            Tiba-tiba saja botol yang masih berada di mulutnya ditarik oleh Daniel dan dilemparnya dengan kasar ke atas lantai. Chanta tersentak, ia langsung menatap Daniel dengan tatapan tak terima. Di atas bibir Chantal terdapat sisa darah di sana.
            “Aku tahu kau sengaja melakukan hal itu lama-lama untuk menggodaku dan kau berhasil,” ujar Daniel yang langsung saja mendorong tubuh Chantal ke belakang hingga punggung Chantal telah berciuman dengan kasur Daniel. Wajah Daniel dan Chantal sungguh dekat. Sebentar lagi Daniel akan mengecup bibirnya. Ya Tuhan, mengapa harus sekarang? Tak terasa air mata Chantal mengalir ke samping hampir masuk ke dalam telinganya. Tangannya yang terentang ke samping itu –yang berada dekat dengan bantal—terselip masuk ke dalamnya.
            “Kau adalah gadis kecil yang nakal,” bisik Daniel yang memegang leher Chantal hingga kepala Chantal tersentak ke atas. Air mata Chantal benar-benar mengalir sekarang. Ia memejamkan matanya saat ia melihat lidah Daniel yang berusaha untuk menjilat darah yang tersisa. Tangannya telah benar-benar memegang pisau yang ia simpan di bawah sana. Saat Daniel baru saja akan mengecup darah di atas bibir Chantal, sontak mereka berdua mendengar suara teriakan Theo dari bawah. Daniel yang mendengar suaranya langsung mengangkat tubuhnya namun Chantal menahannya, ia menarik punggung Daniel dan mengecup bibir Daniel meski ia tahu itu adalah perbuatan yang sungguh kotor. Saat bibir mereka bersentuhan, saat itu juga Chantal mengeluarkan pisaunya. Ia mendorong tubuh Daniel ke atas lalu:
            “Apa yang kaulakukan?”
            “Ini untuk Ayahku sialan!” teriak Chantal menusukkan pisaunya tepat di jantung Daniel. Mata Daniel membulat, ia melihat ke arah tangan Chantal. Tangan Chantal menembus dada Daniel. Saat itu juga mulut Daniel mengeluarkan darah hitam pekat yang muncrat ke wajah Chantal. Lalu tatapan Daniel kosong. Chantal memejamkan matanya lalu menarik tangannya yang masuk ke dalam tubuh Daniel keluar. Saat Daniel akan jatuh ke atas tubuhnya, Chantal langsung menahan dengan kedua tangannya dan melemparkannya ke samping. Daniel mati di tangannya. Ada rasa puas sekaligus rasa takut menyeruak ke dalam tubuhnya. Darah Daniel yang berwarna hitam itu dengan segera diseka oleh punggung tangan Chantal. Chantal kembali masuk ke dalam dunia nyata dan ia mendengar suara teriakan-teriakan dari bawah sana.
            “Chantal! Sayang, dimana kau?” ia mendengar suara Ibunya dari luar. Tanpa berbasa-basi, Chantal bangkit dari tempat tidur dan meninggalkan Daniel yang tergeletak di atas tempat tidur dalam keadaan tak bernyawa. Ia dapat melihat dadanya bolong akibat tusukan dari pisau sekaligus tangannya. Sangat menyeramkan. Sebelum ia mencapai pintu kamar Daniel, pintunya terbuka.
            “Chantal?” suara Ibunya benar-benar khawatir.
            “Ibu,” gumamnya pelan. Evangeline yang melihat wajah anaknya berlumuran darah vampire itu langsung memeluk Chantal dengan khawatir.
            “Ibu sangat mengkhawatirkanmu sayang. Ya Tuhan, kau baik-baik saja,” ujar Ibu Chantal benar-benar ketakutan. Tentu saja, Chantal adalah anak tunggalnya. Dan ia baru saja menyadari, Chantal baru saja membunuh Daniel yang tubuhnya sekarang memiliki  bolongan tepat di daerah jantungnya. Tapi ia mengabaikan kematian Daniel. Keadaan anaknya lebih penting dibandingkan kematian si tua bangka itu.
            “Aku baik-baik saja. Dimana Justin dan Theo?” Chantal memundurkan tubuhnya dari pelukan Ibu. Chantal mengintip dari balik tubuh Ibunya dan ia melihat dari seberang balkon Justin sedang melawan salah satu prajuritnya. Ya ampun, prajuritnya sungguh gila. Apa mereka tidak sadar bahwa dulu Justin adalah vampire yang sangat dihormati?
            “Aku harus membantu mereka, Ibu,” ujar Chantal berjalan melewati Ibunya. “Ini harus dihentikan,”
            “Chantal tidak!” Ibu Chantal segera memegang tangan Chantal sehingga langkahan Chantal terhenti. Evangeline tidak ingin merelakan anaknya untuk berperang. Terlebih lagi ia telah mengetahui bahwa anaknya sedang mengandung seorang bayi. Bagaimana mungkin Chantal begitu berani untuk melawan prajurit Kidrauhl yang sangat terlatih? Tapi Chantal harus melakukannya, Justin sedang berada dalam kesusahan. Mengapa Chantal harus repot-repot melakukan hal yang dapat memicu orang untuk mengatakan bahwa Chantal adalah gadis yang bodoh karena telah menyelamatkan vampire yang paling sering menyakiti hatinya? Jawabannya hanya satu, keyakinannya! Ia sangat yakin Justin adalah kekasihnya di masa depan. Ia tahu Justin akan menerimanya seiring berjalannya waktu. Dan Chantal juga dapat merasakan hal yang sama terhadap Justin, ia tahu Justin mencintainya maka ia mengatakan bahwa Justin merasa hal yang sama padanya. Tapi Justin terlalu malu untuk mengungkapkannya atau dia terlalu gengsi untuk mengatakannya.
            Yeah, keyakinan dapat membuatmu mendapatkan apa yang kauinginkan. Tapi kau juga harus menggunakan akalmu jika kau ingin mengharapkan sesuatu. Chantal yang termenung segela kembali ke realitas dan ia menarik tangannya dari pegangan Ibunya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
            “Aku harus membantu mereka Ibu. Theo harus ..mahkota! Dimana mahkotanya?” Chantal segera membalikkan tubuhnya untuk melihat mahkota yang baru saja dipakai oleh Daniel. Chantal cukup prihatin dengan Daniel yang hanya menjabat sebagai Raja hanya untuk dua hari dan selesai. Mahkota yang Daniel pakai tergeletak di atas tempat tidur. Ia berlari kecil menuju tempat tidur lalu mengambil mahkota mengilau itu dari sana. Saat Chantal baru saja mendapatkan mahkotanya, ia mendengar suara teriakan dari Justin di luar sana.
            “THEO!” Kembali lagi ia mendengar suara Justin menggelegar.
            Tak ada waktu untuk berpikir bagi Chantal, ia langsung berlari keluar dan melihat Justin yang melompat dari atas balkon ke bawah lapangan. Tubuh Chantal tertahan oleh balkon saat ia kehilangan kendali untuk menghentikan lariannya yang cepat. Dari atas ia melihat Justin yang sedang mengangkat kepala Theo yang ..ya Tuhan, sebuah tombak tertusuk tepat di dada Theo.
            “Theo? Aku ada di sini! Jangan tinggalkan aku di dunia ini sendirian, Theo. Kau adalah kakak terbaik yang pernah kumiliki. Jangan tinggalkan aku, apa yang sedang kaulakukan? Theo? Kau dengar aku?” Justin menepuk-nepuk pipi Theo yang kepalanya berada di atas paha Justin. Air mata Justin mengalir melihat kakaknya yang tertusuk tombak itu. Namun tombak itu telah ditarik keluar oleh Justin, ia berusaha untuk tidak menangis melihat saudara kandungnya sedang tak bernafas. Wajah Theo semakin lama semakin memucat.
            “Theo bodoh! Apa yang sedang kaulakukan? Mengapa kau meninggalkanku sendiri?” Justin berteriak, wajah Justin berubah menjadi warna merah –mungkin hanya Justin dan Chantal yang dapat melakukan perubahan warna wajah. Tapi Theo tak kunjung bangkit. “Permanusia!” dengus Justin menyingkirkan kepala Theo dan bangkit berdiri dari lapangan. Seluruh prajurit yang awalnya berperang sekarang berhenti setelah melihat Justin yang menangis di tengah-tengah lapangan itu.
            “Justin!” seru Chantal melompat dari balkon ke bawah, ia meluncur cukup baik. “Theo?” mata Chantal berpindah melihat pada Theo yang terbaring lemah di atas lapangan.
            “Theo?” kembali Chantal memanggil Theo dan ia bersimpuh di depan mayat Theo yang memutih. Terakhir kali ia bertemu dengan Theo, Theo mengungkapkan perasaan yang sebenarnya pada Chantal namun sekarang ..Theo, ya Tuhan. Justin menendang udara dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
            “Theo?” tapi tidak ada jawaban dari Theo.

***

*Chantal Fourie POV*

            Semuanya tampak masuk akal. Beberapa minggu terakhir ini aku melewati masa-masa yang tidak dapat kuduga. Kehidupan ini tampaknya selalu memberikan kejutan bagiku. Mungkin memang, setelah berpuluh-puluh tahun aku menunggu untuk mendapatkan kehidupan yang lebih menantang cukup melelahkan, tapi hari-hari yang mengejutkanku sebanding dengan tiap tetesan keringat yang kulalui berpuluh-puluh tahun. Kenapa kau tidak hanya tinggal duduk, bekerja, dan menenangkan pikiranmu sejenak, menikmati kehidupanmu lalu poof! Kehidupanmu penuh dengan kejutan yang bahkan tidak dapat kau bayangkan. Terkadang, apa yang kita harapkan tidak pernah terjadi sama seperti yang kita harapkan. Tapi setidaknya itu terjadi, daripada tidak terjadi sama sekali. Aku merasa lebih bersyukur karena harapanku akhirnya terkabulkan. Tidak seperti Julianna yang mengharapkan Justin namun Justin tak kunjung mendatanginya.
            Maksudku, lihatlah sisi baiknya. Setidaknya Julianna adalah manusia yang seperti bukuku katakan bahwa populasi manusia di dunia mencapai 7 milliar. Dari tujuh milliar manusia itu, Julianna dapat memilih satu lelaki yang lebih baik dibanding Justin. Ia hanya menyulitkan kehidupannya. Aku juga pernah melewati masa-masa seperti Julianna. Mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi, seperti mengharapkan Ayahku kembali. Tapi aku tahu, itu tidak mungkin terjadi. Justru sekarang aku sedang melihat Ayah baruku yang menikah dengan Ibuku. Hidup penuh dengan kejutan bukan? Kita bukan Penulis yang dapat menuliskan bagaimana kelanjutan kehidupan kita, justru kita adalah pemeran utama dalam skenarionya. Betapa menyenangkannya itu kau dapat memainkan pemeran utamanya? Satu hal, penulis tidak selalu memberikan kelanjutan cerita yang buruk. Bisa kau bayangkan, jika kehidupanmu tanpa tangisan, maka kau tidak akan pernah merasakan kebahagiaan. Taruhan, kehidupanmu akan terasa terombang-ambing karena kau bingung, perasaan apa yang sedang kaurasakan sekarang?
            Tapi aku sekarang merasa sangat bahagia saat tangan Justin melingkar di sekitar pinggangku. Berdiri di sampingku dengan senyum sumringah melihat Ibuku yang harus meminum darah perawan untuk yang pertama kalinya sejak Ayahku pergi dari dunia. Yeah, di dunia vampire saat kau menikah, kau harus meminum darah perawan yang diburu oleh sang mempelai lelakinya. Meski Ibuku ingin menghapus tradisi itu karena ia tidak tega membunuh manusia, hanya saja, itu diharuskan karena itu melambangkan bahwa pernikahan mereka suci. Di kastil Fourie, tepat di depan tahta Ibuku, mereka menikah. Phillips akhirnya telah menjadi Ayahku. Kau tahu apa yang membuatku terkejut di hari pernikahan Ibuku? Pakaian Ibuku yang berwarna merah! Oh, Ibuku tidak pernah memakai pakaian warna merah sejak aku lahir kau tahu. Lihat? Kehidupan penuh dengan kejutan, hanya kau harus menunggunya, jika kau tidak melihat kejutan itu berarti kau yang tidak bersyukur akan kehidupanmu.
            Ibu dan Phillips saling memegang tangan di depan tahta, karpet merah yang panjang menuju pintu keluar dari ruang tahta telah dipersiapkan karena mereka akan pergi berbulan madu di sebuah tempat. Aku tidak tahu dimana.
            “Kurasa Ibumu sangat bahagia,” Justin berbisik. Aku mendongak untuk melihatnya yang tersenyum bahagia. Ya ampun, dari jarak dekat seperti ini Justin sungguh tampan. Ia menepuk tangannya saat Ibuku dan Phillips mulai turun dari depan tahta. Ibuku melambaikan tangannya pada vampire-vampire undangannya dengan senyum bahagianya. Akhirnya Ibuku mendapatkan lelaki pujaannya kembali! Aku ikut bahagia melihatnya tersenyum. Ia melambaikan tangannya padaku dan aku membalasnya. Kemudian dengan segala hormat, Ibuku menundukkan kepalanya kepada Justin. Oh yeah, tentu saja Ibuku akan berlaku seperti itu karena Justin sekarang adalah Raja Kidrauhl! Dengan sopannya Justin menganggukan kepalanya pada Ibuku lalu kembali Ibuku dan Phillips berjalan untuk keluar dari ruang tahta.
            “Tampaknya Ibumu sangat senang,”
            “Oh, aku juga sangat bahagia melihatnya. Aku tidak pernah melihatnya tersenyum terus menerus seperti ini! Ini membuat ..oh, harapanku tercapai,” desahku menggeleng-gelengkan kepala, tak habis pikir mengapa aku bisa sebahagia ini. Aku dan Justin tidak menjalani hubungan apa pun sejak kepergian Theo. Yeah, hari ini kita akan datang ke pemakaman Theo di dekat kastil Kidrauhl. Justin berdeham lalu kurasakan tangannya menggenggam tanganku. Perutku sudah mulai membesar, tapi belum membuncit. Setelah hampir 3 minggu kepergian Theo, aku dan Justin selalu bersama namun kita tidak sama sekali menyinggung sebuah hubungan. Maksudku, aku tidak memaksa Justin untuk bertanggungjawab atas kehamilanku. Oh, Ibuku juga tidak marah pada Justin. Baginya, tidak apa-apa. Kita bukan manusia yang harus berpikir bagaimana nanti kelanjutannya. Manusia pasti akan panik, tidak dengan vampire. Lebih lagi, vampire mana yang akan berani memaki-makiku? Well, tidak di depanku, mungkin di belakangku. Hanya saja, apa peduliku? Aku tidak mengambil pusing apa yang vampire lain pikirkan.
            Sebenarnya, Ibuku keluar dari tahta bukan untuk berbulan madu. Kita harus memakan makan siang kita di hutan depan sana. Yeah, darah seperti biasa. Tapi kali ini, darahnya bervariasi. Kau tahulah, seperti pernikahan manusia yang menyiapkan sup, udang, dan kue pernikahan mereka. Tapi kami, darah yang bervariasi. Setelah kedua mempelai keluar dari ruang tahta, para vampire dipersilahkan untuk keluar juga dari ruang tahta untuk menikmati makan siang di luar. Justin tanpa berbicara menarik tanganku bersama dengannya lalu ia mengaitkan siku-sikunya dengan siku-sikuku. Kutundukkan kepalaku, malu-malu karena beberapa minggu ini ia tidak bersikap seperti ini.
            “Apa anakku di dalam sana baik-baik saja?” Justin bertanya tanpa menoleh ke arahku. Ia masih harus tetap menjaga karismanya di depan para vampire. Meski aku cukup risih dengan vampire-vampire wanita yang menatap Justin dengan tatapan Aku-Menginginkannya. Maksudku, terimalah nasibmu yang tidak bisa bergandeng tangan dengan Justin Bieber! Bukan aku ingin menyombongkan diri, aku hanya cemburu. Aku marah karena cemburu tapi aku selalu berhasil menyembunyikan rasa cemburuku dari Justin. Meski sebelumnya aku pernah menyatakan cintaku satu kali dan dia tidak dapat menerimanya dengan baik. Tapi aku yakin, Justin masih mengingat apa yang pernah kukatakan padanya.
            “Oh, dia baik-baik saja Justin, aku yakin itu. Tapi kurasa si kecil sangat lapar di dalam sini. Aku membutuhkan darah,” seruku. “Dia bertumbuh begitu cepat,” gumamku setelah keluar dari ruang tahta.
            “Benarkah? Aku tidak pernah mendengar detak jantungnya, apa aku boleh mendengarkan detak jantungnya untuk mengetahui dia baik-baik saja di dalam sana?” tanya Justin yang akhirnya menolehkan kepalanya padaku. Dalam jarak dekat seperti ini, aku merasakan suatu getaran yang tak dapat kumengerti. Jantungku berdetak lebih kencang daripada biasanya dan matanya yang menawan itu berhasil menghipnotisku.
            “Chantal?” ia menyadarkanku dari lamunan.
            “Tentu, tapi tidak di depan publik,”
            “Aku tahu batasannya, Chantal. Aku tahu,” gumamnya meluruskan kepalanya kembali. Kami menuruni tangga untuk mencapai lapangan kastil. Melihat segerombolan vampire-vampire telah memegang gelas yang berisikan darah dari luar. Kastil kali ini tampak lebih berwarna, bendera Fourie telah berkibar di tengah-tengah lapangan. Sebelum menikah –tradisi vampire Fourie—mereka harus meminum darah dari seorang perawan. Aku penasaran dengan tradisi pernikahan dari keturunan Kidrauhl. Aku juga berharap Justin akan melamarku dan kita akan menikah, meski kemungkinannya akan sangat kecil.
            “Apa yang sedang kaupikirkan?” Justin bertanya saat kami keluar dari kastil. Wah, begitu banyak vampire yang ingin meminum darah dari seorang perawan. Gila, aku tidak begitu suka meminum darah manusia. Aku lebih memilih meminum darah rusa atau harimau, atau hewan apa pun. Meski aku tahu darah manusia lebih manis dibanding dari hewan. Hanya saja, aku teringat Julianna dan teman-teman manusiaku yang lain.
            “Kau tidak dapat membaca pikiranku vampire lain lagi bukan semenjak Theo telah pergi?” aku menerka, meliriknya dengan senyum licik. Ia mendengus, seolah-olah ia malu karena aku telah menangkap basah dirinya berselingkuh dengan wanita lain. Pipinya memerah, aku tidak pernah melihat pipi Theo merona seperti Justin. Mungkin hanya aku dan Justin yang dapat memunculkan rona merah di pipi kami. “Pipimu memerah, kau tahu,”
            “Pipiku memerah?” kedua alis Justin naik ke atas. “Kau ingin minum apa? Aku akan mengambilnya,”
            “Darah rusa,” gumamku. “Dan ya, pipimu memerah,” jawabku. Ia tidak membalas ucapanku, namun ia berjalan menuju daerah minuman rusa. Ia tampak tampan mengenakan pakaian Raja Kidrauhl yang kurasa kebesaran bagi tubuhnya dan ia memakai mahkota emas yang bersih di atas kepalanya. Pakaiannya yang menyentuh tanah itu terseret-seret namun Justin tampak tak peduli apa pakaiannya akan kotor atau tidak. Justin mengambil dua gelas darah rusa dari pelayan yang melayani darah rusa pada Justin lalu Justin membalikkan tubuhnya berjalan ke arahku.
            “Segelas darah rusa untuk tuan puteri Fourie. Dan segelas untukku, Raja Kidrauhl,” ujarnya menyodorkan satu gelas dari salah satu tangannya padaku. Tentu aku meraihnya tanpa ragu-ragu dan menyesap darah rusa yang sering kuminum ini dan menikmatinya. Sesekali aku melirik Justin yang seperti ragu-ragu untuk meminum darah rusa.
            “Tidak pernah meminum darah rusa karena rusa adalah teman dari Theo?” aku kembali menebak-tebak Justin. Ia yang baru saja akan membawa mulut gelas itu pada mulutnya langsung menghentikan aksinya. Ia menelengkan kepalanya ke samping tanpa menjatuhkan mahkotanya lalu ia memberikan senyum tipis.
            “Kau harus tahu Chantal, aku cukup takut berdiri dekat-dekat denganmu karena kau adalah penebak yang ulung,” ujar Justin lalu meminum darah rusa itu. Kuamati wajahnya yang tiba-tiba saja berubah mimik, dan aku tertawa. “Lumayan,” gumamnya mengerutkan kening.
            “Lumayan atau lumayan?” aku menggodanya dan ia tersenyum.
            “Kau harus berhati-hati jika kau bercanda denganku, Ms.Fourie,” sarannya, memberi peringatan.
            “Oh, ya ampun. Dan mengapa itu Tuanku Raja Kidrauhl?” aku memundurkan tubuhku dan membungkukkannya, menghinanya. Aku sungguh menikmati candaanku bersama dengan Justin.
            “Kau ingin tahu? Mendekatlah,” suruhnya dan aku melakukan apa yang ia katakan. Kepalanya didekatkan ke samping kepalaku. “Karena bercanda denganmu membuatku terangsang,” bisiknya yang membuat tanganku refleks memeluk perutku.
            “Kau gila!” seruku tertawa sambil mendorong tubuhnya untuk menjauh dariku. Ia tertawa, seolah-olah tidak ada masalah yang membebaninya. Aku senang melihat Justin bertingkah normal padaku semenjak Theo meninggal. Ia hanya lebih menyenangkan. Apa arwah Theo masuk ke dalam tubuh Justin? Kurasa ya, karena Justin tampak sangat santai. Sejak kapan seorang puteri mendorong tubuh Raja dari Kerajaan lain dan Raja itu tidak marah? Aku sungguh tidak sopan. Justin mendekatiku dan berbisik.
            “Gila karenamu,” bisiknya menggodaku. Aku tertawa dan itu membuat perhatian para vampire yang sedang mengambil darah memerhatikan kami berdua. Mereka terdiam sejenak untuk beberapa detik lalu karena Justin menatap mereka dengan tatapan yang menikam, mereka kembali mengantri.
            “Kau yang membuat perhatian mereka teralihkan!” seruku melangkah satu kali untuk menjauh darinya. Kembali ia menelengkan kepalanya ke salah satu sisi lalu memberi senyum tipis.
            “Itu salahku? Siapa yang membuatku terangsang dan membuatku ingin mendapatkan dirinya berada di atas tempat tidurku?”
            “Aku sedang hamil!” seruku gemas dengan suara yang kecil. Ia tertawa. Mendengarkannya tertawa, aku seperti mendengarkan suara dari salah satu vampire yang dapat bernyanyi seriosa dengan syair yang indah. Kemudian tawaan terhenti dan ia kembali meneguk darah rusa itu. Oh, baguslah, ia mulai menikmatinya. “Apa sore ini kita akan pergi ke pemakaman Theo?”
            Rahangnya tiba-tiba menegang, ia tidak melihatku namun ia menganggukan kepalanya. “Tentu, apa sekarang kita dapat pergi ke sana?”
            “Yeah, tapi kita harus meminta izin pada Ibuku. Apa aku boleh kembali bermalam di kastilmu?” tanyaku seperti anak kecil yang meminta izin pada Ibunya untuk menginap di rumah teman.
            “Bukankah memang tiap hari kau tidur di kastilku? Mengapa kau harus meminta izinku lagi?” Justin menggodaku lalu aku mengangguk-angguk sambil nyengir malu-malu padanya. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

            “Chantal, Chantal, Chantal,” desahnya seperti tak habis pikir. “Ayo kita pergi ke Ibumu,” ajaknya merangkul pundakku. Kemudian aku kembali pada kesadaranku. Seorang puteri Fourie yang dapat dijuluki sebagai musuh bebuyutan dari Kerajaan Kidrauhl sekarang sedang dirangkul oleh Raja Kidrauhl? Bunuh saja puteri gila itu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar