Selasa, 06 Agustus 2013

Touching Fire Bab 8

***

            “Bodoh!” bentak Aaron saat ia baru saja mendapatkan panggilan dari Jordy. Jordy telah memberitahu pada ayahnya sehingga ayahnya sekarang harus kembali ke rumahnya untuk membantu mencari dimana Alice. Aaron tidak membutuhkan ayahnya. Ia dapat bertanggungjawab atas Alice, ia tahu ia bisa. Melalui Alice, ia dapat menjadi lelaki yang bertanggungjawab. Aaron terus membawa mobilnya ke seluruh seluk beluk kota Paris untuk mencari Alice.Tapi sedari tadi ia tidak menemukan Alice. Bahkan sesekali ia bertemu dengan mobil pengawalnya. Dan tetap saja, hasilnya nihil. Beberapa menit setelah, tiba-tiba saja ia melihat banyak mobil polisi yang keluar dari kantor polisi. Tepat saat ia baru saja melewati kantor polisi itu. Apa ayahnya menghubungi polisi? Bodoh! Kembali Aaron mengumpat kata kotor dan memukul setir mobilnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan langsung saja ia memutar mobilnya kembali untuk pulang. Sia-sia saja. Ini sudah jam 4 pagi, namun ia tidak menemukan Alice. Oh, dimana kekasihnya yang baru saja ia cintai itu? Ia berharap ia masih baik-baik saja. Tapi sebenarnya tidak. Gadis itu tidak sama sekali baik-baik saja. Lelaki yang memiliki mata elang telah melubangi peti mati itu agar gadis itu masih dapat bernafas. Lubang-lubang itu tampak rapi, Alice masih dapat bernafas. Tapi sebenarnya Alice tidak sedang bernafas. Pipi Alice sudah lebam dan wajahnya semakin pucat. Bibirnya mengering bahkan memutih.
            Di rumah Justin, Grace baru saja keluar dari rumahnya dengan keadaan memakai jaket berwarna hitam dan bertudung agar wajahnya dapat tertutup. Lelaki yang memiliki mata elang itu tampak memerhatikan gerak-gerik gadis itu sedang menyeberang jalan. Ya Tuhan, gadis itu sangat mirip sekali dengan Alexis. Ia tak mungkin menyakiti gadis ini. Terlebih lagi pengawal-pengawal itu tidak menjaga rumah itu dari luar sehingga sekarang lelaki itu muncul di hadapan gadis yang sedang mencoba untuk berjalan ke arah sebelah kanan. Tiba-tiba saja langkahannya terhenti karena seseorang berdiri di depannya. Ia mendongak lalu matanya tiba-tiba saja membulat.
            “Paman Za—“
            “Ssh, tidurlah sayang. Tidur yang nyenyak, ya, bagus seperti itu,” bisik Zayn menutupi hidung Grace dengan sapu tangan sehingga sekarang Grace terbius begitu saja. Zayn menangkap tubuh Grace yang hampir saja terjatuh. Lalu ia menggendong Grace untuk masuk ke dalam rumahnya kembali. Bersamaan dengan itu, suara mobil polisi terdengar. Langsung saja ia berlari dengan cepat untuk masuk ke dalam rumahnya. Dengan cepat ia mengunci pintu rumahnya setelah ia masuk ke dalam. Mobil polisi itu telah tiba di depan rumah Justin, lalu pintu mobil itu terbuka. Tiba-tiba muncullah Justin bersama dengan Alex dari mobil itu. Zayn mengintipnya dari kacanya, oh, itu adalah wanitanya. Tapi sialnya, seorang iblis berdiri di sebelahnya. Raut wajah Alex benar-benar khawatir, bahkan sekarang ia sedang menangis. Tiba-tiba saja salah satu pengawal keluar dari pintu gerbang rumah mereka dengan wajah yang panik. Pengawal itu berbicara dengan Justin yang baru saja turun, Alex yang berada di belakangnya menangis, menjerit lebih keras. Tiba-tiba saja Alex pingsan.
            “Bagaimana mungkin Grace menghilang? Apa yang kalian lakukan di dalam sana? Sudah kubilang penjagaan rumah harus seketat mungkin! Dan mengapa tidak ada yang menjaga di halaman gerbang? Kalian semua bodoh!” bentak Justin sambil menggendong Alex yang pingsan itu. Zayn dari dalam telah menaruh Grace di atas sebuah sofa lalu ia melirik pada pengawal-pengawalnya untuk mengikat gadis ini. Langsung saja, dua pengawal yang berdiri itu mengangkat tubuh Grace dan berniat untuk mengikatnya. Lalu Zayn mengeluarkan ponselnya, berniat untuk menghubungi Justin. Sedangkan Aaron baru saja sampai di depan rumahnya, ia bingung melihat mobil polisi telah berada di halaman rumahnya. Dengan cepat ia memarkirkannya di sebelah mobil polisi itu lalu ia keluar dari dalam mobilnya. Demi Tuhan, ia adalah lelaki dengan raut wajah tertampan bagi gadis zaman sekarang. Sial. Ia berlari kecil masuk ke dalam halaman rumahnya lalu melihat dua polisi yang berseragam polisi, tentu saja, sedang berdiri sambil berbicara dengan salah satu pengawalnya tadi. Ia tidak ingin banyak bicara, ia langsung berlari masuk ke dalam rumahnya. Di dalam rumahnya, semua orang terjaga. Pelayan-pelayannya juga terbangun. Pengawal-pengawalnya berdiri berjejer di ruang tamu, membuatnya semakin bingung apa yang sedang terjadi sekarang. Lalu matanya melihat pada ibunya yang sedang terbaring di atas sofa ruang tamu dengan ayahnya yang melihatnya dengan khawatir.
            “Apa yang terjadi?” tanya Aaron benar-benar kewalahan. Ya Tuhan. Ia baru saja kehilangan kekasihnya, ada polisi, dan ibunya terlihat pingsan di atas sofa itu. Apa-apaan yang sedang terjadi?
            “Aaron!” Justin berdiri di tempatnya, lalu ia berjalan menuju anaknya dan menampar pipi Aaron dengan kencang. “Kau layak mendapatkan itu! Alice menghilang, dan sekarang Grace! Grace juga menghilang. Dimana tanggungjawabmu sebagai kekasih dan sebagai seorang kakak?” Justin memarahinya, sangat marah pada anaknya. Namun Aaron terdiam. Ia layak mendapatkan itu. Ia layak mendapatkan tamparan itu. Karena ini memang salahnya. Saat Justin ingin menampar pipi Aaron kembali, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Langsung saja ia mengambil ponselnya dan mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menghubunginya.
            “Bieber!” bentaknya, tak sabar.
            “Ho-ho. Mr.Bieber ..apa kabarmu?” suara Zayn menyeruak ke telinga Justin begitu saja. Perasaan dengki dan benci bercampur dalam hati Justin sekarang. Sialan sekali lelaki ini. “Bagaimana kabar anak-anakmu?”
            “Sialan kau! Dimana kau menyembunyikan anakku dan Alice?”
            “Fiuh. Mr.Bieber, kau lucu. Apa gunanya penculik menyembunyikan korban namun sang penculik memberitahu tempat persembunyiannya? Bodoh. Sekarang dengar, Mr.Bieber Yang Terhormat. Kau ..aku menginginkan Alexis sekarang. Kautahu apa? Karena dia milikku sejak pertama kali kami bertemu. Jika kau memberikan Alex padaku, maka aku akan memberikan anakmu yang cantik itu. Well ..hmm ..biar kulihat. Waktumu hanya ..1 jam. Tidak ada polisi, jangan beritahu siapa pun. Bawalah istrimu dalam keadaan tidur jika kau bisa, maka aku akan memberikan anak yang cantik itu beserta dengan Alice, si pemilik tubuh manis itu,”
            “Apa-apaan yang sedang kaubicarakan?” Justin tak habis pikir. Sahabatnya menjebaknya? Menginginkan istrinya? Sial.
            “Aku sedang membicarakan apa yang seharusnya kumiliki tapi tak kumiliki sekarang! Jadi sekarang, kembalikan Alex padaku maka aku akan memberikan dua gadis itu. Biar kuberitahu, Alice sedang berada di dalam sebuah peti mati. Nah, aku hanya memberikan lubang-lubang kecil agar ia masih bernafas. Tapi ternyata ..fiuh, peti mati itu menguap kurasa. Waktumu hanya 1 jam, Bieber. Jika tidak, anakmu kuperkosa dan Alice akan mati!”
            “Kau dapat mengambil seluruh bar milikku, restoranku, tapi tidak dengan wanita sumber kehidupanku. Kau tidak dapat mengancamku Zayn,”
            “Tentu aku bisa. Sekarang aku sedang mengancammu, kau bodoh,”
            “Aku mendapatkannya!” sahut seorang lelaki bersuara berat itu.
            “Pft. Kau bilang aku bodoh? Well, Jordy baru saja mendapatkan alamatmu sekarang. Fiuh. Sudah lebih dari satu menit kita berbicara dan akhirnya aku dapat melacak keberadaanmu. Terima kasih, ceritamu sangat menyenangkan!” Justin menatap pada Jordy yang terduduk di atas sofa dengan laptop canggih yang sedang ia pegang. Ternyata lelaki itu hanya berjarak beberapa puluh meter dari mereka sial.
            “Uh, kau mendapatkanku?” Zayn ternyata tidak begitu takut karena keberadaannya baru saja diketahui, “Kau tahu apa? Tanganku yang lain sedang memegang sebuah pistol. Sekali kau membawa polisi masuk ke dalam rumah ini ..paw! Nyawa anakmu tidak akan ada lagi,” ejek Zayn yang membuat Justin kali ini ketakutan. Sial. Lelaki ini ternyata pintar sekali. Seharusnya ia tahu ini dari awal. Seharusnya ia tahu Zayn akan memiliki sebuah pistol. Sungguh sial.
            “Aku akan datang ke sana. Tanpa polisi. Kau ingin istriku? Dapatkanlah istriku, ia tidak mencintaimu. Jadi, tetap saja jika kau memiliki dan jika ia tidak mencintaimu ..itu sama saja kau sedang berhubungan dengan manusia tak berjiwa,” bisik Justin berusaha menakut-takuti Zayn.
            “Oh, dan jangan lupa panggil Aaron untuk menjemput kekasihnya. Sungguh, aku kasihan sekali melihat gadis itu baru saja kuperkosa dan sekarang kurasa ia sedang kekurangan oksigen dan darah, karena tadi aku baru saja melukainya,”
            “Dengan senang hati, kuharap tidak akan ada pengawalmu di dalam sana,” ujar Justin berusaha memberanikan diri. Lalu ia menarik nafas. Sekarang ia tahu strategi yang bagus seperti apa.
            “Tentu saja,” seringai Zayn, mematikan ponselnya.

***

            Bibir Alice semakin menebal dan pipinya menjadi lebih besar serta mengeras. Ia sudah hampir meninggal sekarang. Ia membutuhkan oksigen. Lubang-lubang kecil itu tidak sama sekali membantu. Luka yang berada di tangannya tidak mengering sama sekali. Peti matinya mengembun, ia bahkan hampir tak terlihat berada di dalam peti mati itu. Sedangkan gadis yang di sebelahnya baru saja tersadar dari pengaruh obat bius yang beberapa menit ia hirup. Lalu dengan mata yang buram ia melihat ke sekeliling tempat dengan wajah yang bingung. Wajahnya tiba-tiba saja panik. Pintu ruangan itu terbuka dengan lebar. Dari dalam sini ia dapat mendengar suara teriakan dari luar sana yang benar-benar membuat jantungnya tiba-tiba saja berdetak. Matanya melirik pada peti mati transparan di sebelahnya, ia menatapnya dengan ngeri. Namun ia melihat seorang gadis yang selama ini ia benci. Oh sial! Tali-tali ini benar-benar membuatnya sulit untuk bergerak di kursi sialan ini. Jika boleh ia terlepas dari ikatan ini, ia dengan sangat senang akan menghancurkan peti mati itu. Tapi bukan bermaksud untuk membantu Alice, tapi untuk membunuh gadis itu dengan cepat. Tapi apa Alice telah meninggal? Ia memerhatikannya baik-baik. Mungkin, itu bagus.
            “Dimana dia?” suara Aaron terdengar di telinganya. Lalu suara hentakan kaki terdengar di telinga Grace. Aaron? Apa Aaron akan menyelamatkannya? Oh Tuhan. Ia baru saja sadar bahwa ia baru diculik oleh paman Zayn yang selama ini baik hati padanya. Oh, Aaron. Terima kasih Tuhan karena Engkau telah mengirimkan Aaron untuk menyelamatkan Grace. Lalu Aaron muncul dengan pisau yang berada di tangannya bersama dengan masker oksigen. Mata Aaron membulat, melihat adiknya dalam keadaan terikat. Mulutnya pun terikat oleh tali itu. Menjijikan, Zayn luar biasa menjijikan. Dengan cepat Aaron berlari pada Grace lalu memutuskan satu per satu tali itu dengan pisaunya. Lalu ikatan pada mulutnya juga. Saat Grace terlepas dari jeratan itu ia langsung memeluk Aaron, merasa sangat begitu berterima kasih. “Grace,” Aaron mengelus-elus pundak adiknya dengan rasa syukur yang tiada tara.
            “Oh, Aaron! Aku benar-benar ketakutan sekarang!” lenguh Grace menangis. Aaron melepaskan pelukannya lalu memegang kedua pipi Grace.
            “Apa kau baik-baik saja? Apa dia menyakitimu?”
            “Aku baik-baik saja. Dimana ayah?”
            “Ia ..ada di luar. Kau harus diam Grace, jangan berteriak. Atau ayahmu akan tertembak oleh Zayn, ia memegang senjata di luar sana,” bisik Aaron mengelus-elus pipi Grace penuh perhatian dengan nafas yang terengah-engah. Grace hanya mengangguk lalu mencoba untuk mengabaikan Alice, namun tidak dengan Aaron. Aaron mengingat Alice. Ia pergi menjauh dari Grace, mendekati peti mati yang transparan itu telah benar-benar menguap. Oh Tuhan. Semoga Alice masih hidup. Saat ia melihat sebuah gembok yang terkunci itu, ia mengerang. Sial! Ia harus mencari sesuatu untuk melepaskannya.
            “Aku membutuhkan pisau itu,” ujar Grace.
            “Apa? Untuk apa?”
            “Aku ingin membunuh Zayn. Apa dia masih di luar sana?”
            “Ya Tuhan, Grace. Jangan mempersulit keadaan,”
            “Aku sedang tidak mempersulit keadaan, aku membutuhkan pisau itu sekarang juga Aaron. Cepat! Sebelum waktu kita habis. Apa yang ia lakukan di sana?”
            “Aaron menginginkan ibu, ia ingin membawa pergi Peepee dari ayah,”
            “Apa-apaan? Aaron, aku bersumpah demi apa pun, beri aku pisau itu!” Grace memaksa.
            “Jika kau benar-benar ingin membunuhnya, aku membawa pistol ini. Hati-hati,” Dengan berat hati, Aaron memberikan pistol yang berada di dalam sepatunya itu pada adiknya. Grace meraih pistol lalu ia berjalan keluar menuju suara dua lelaki sedang berbicara di luar sana. Suasana rumah ini cukup menyeramkan. Tidak ada siapa pun yang dapat menghalanginya. Ia berhenti melangkah saat ia melihat ibunya yang tak sadar diri sedang digendong oleh Zayn di punggungnya. Tangan paman Zayn yang lain sedang memegang pistol yang diarahkan pada ayahnya yang mengangkat kedua tangannya ke udara. Zayn berbicara, entah ia berbicara apa. Tapi ia ingin membunuhnya sekarang dari belakang. Zayn masih berbicara dan ayahnya merespon Zayn dengan cemoohan. Kemudian Grace melangkah lebih dekat lagi, kali ini ia telah berada di belakang tubuh Zayn dan menempatkan mulut pistol itu pada belakang kepala Zayn. Kemudian ia menarik pelatuknya ..belum menembaknya.
            “Ohaha, ternyata gadis Mr.Bieber telah terbangun. Hei, sayang. Kenalkan, aku ayah barumu. Jika kau menembakku, maka kau tidak akan memiliki ayah lagi sayang,” ujar Zayn dapat mencium aroma dari Grace yang ia kenal. Ia tahu harum Grace seperti apa.
            “Grace! Apa yang kaulakukan?” Justin berpura-pura terkejut, padahal sedari tadi Justin telah melihat Grace di belakang. Sedangkan Aaron masih berusaha mencari cara bagaimana untuk membuka peti mati itu. Namun persetan! Ia tidak tahu apa lagi yang ia lakukan. Mungkin ini gila dan dapat menyakiti dirinya, namun demi kekasih yang ia cintai, ia melakukannya. Aaron berdiri di depan peti mati itu lalu kemudian dengan kencang ia menginjak peti transparan itu di daerah kaki Alice. Dan benar saja, peti itu pecah begitu saja. Tanpa ragu-ragu lagi Aaron meninju peti mati itu dari kaki Alice hingga pada leher Alice. Tangan Aaron telah berdarah namun Aaron tidak merasakan apa-apa. Ia mati rasa. Lalu dengan sekuat tenaga ia mendorong kedua sisi peti mati itu hingga terlepas keduanya sehingga sekarang Aaron dengan bebas menarik tubuh Alice dari samping. Saat ia mendapati tubuh Alice dingin, ia tahu ia hampir terlambat. Ia menarik masker oksigen yang sempat ia lempar lalu ia menempatkannya pada hidung Alice.
            “Ayolah sayang, bangunlah untukku. Jangan tinggalkan aku di sini, kumohon,” Aaron menggendong Alice untuk naik ke atas tempat tidur yang berada di dalam ruangan itu. Ia berbaring bersama dengan Alice sambil ia masih menempatkan masker oksigen itu pada hidung Alice. Ia mengelus pipi Alice dan berharap Alice cepat bangun. “Alice, sayangku,”
            Titikan air mata dari api itu menetes ke atas permukaan pipi Alice. Api itu menangis, sesuatu yang aneh. “Alice, aku berjanji tidak akan pernah mengecewakan dirimu lagi sayang, kumohon. Bangunlah, untukku?” Aaron menangis. Ia melepaskan masker oksigen itu lalu ia mengecup bibir Alice yang dingin itu berkali-kali.
            “Alice aku mencintaimu! Bangun sayang,” satu. Ia masih mengecup bibir Alice.
            “Alice, kau gadis pertama yang membuatku mengerti apa arti cinta, jangan membuatku putus asa akan cinta kembali hanya karena dirimu sayang,” dua. Ia masih juga mengecup bibir Alice.
            “Alice, aku mencintaimu. Aku mencintaimu dengan seluruh tubuh, jiwa dan ragaku. Aku akan menikahimu, aku berjanji dalam nama Tuhan. Aku akan memiliki anak yang banyak bersama denganmu. Dan aku akan menjadi suami terbaik dalam kehidupanmu. Alice, kumohon bangunlah. Jangan tinggalkan aku. Kita akan mengelilingi dunia bersama-sama bukan sayang? Ya, kau menginginkan itu, kau mengatakannya padaku waktu itu, aku masih ingat sayang. Tetap bersamaku Alice, tetap bersamaku,” tiga. Aaron kembali menempatkan masker oksigen itu pada hidung Alice, berharap Alice semakin cepat untuk terbangun. Air matanya terus mengalir, meski tak begitu terlihat dari pipinya. Namun mata Aaron memerah.
            “Aku akan membunuhmu, kau sialan!” teriak Grace di luar sana.
            “Sekarang!” ia mendengar suara kode dari ayahnya, lalu, “Grace! Tidak!”
            Dor! Suara tembakan terdengar.
            “Ayah!” lalu ia mendengar suara seseorang terjatuh ke dalam lantai. Namun Aaron tidak memiliki pilihan lain selain bersama dengan Alice yang masih membutuhkan dirinya. Ia juga membutuhkan Alice. “Ayah,” ia mendengar tangisan Grace dari luar sana.
            “Kau bajingan!” jeritan Grace terdengar, isakannya juga. Kemudian suara gebrakan dari pintu utam terdengar sampai pada telinganya. Lalu kembali suara seseorang tergeletak jatuh terdengar dan hentakan larian yang cepat ..dan berhenti. Aaron masih tetap berada di posisinya. Air matanya berhenti mengalir.
            “Tetap bersamaku, Alice. Tetap bersamaku, jangan tinggalkan aku,” bisik Aaron mengangkat kepala Alice lalu melingkarkan ikatan masker itu pada kepala Alice sehingga sekarang masker itu menetap di wajah Alice. Kemudian Aaron bangkit dari tempat tidurnya.
            “Semuanya aman,” ia mendengar suara dari polisi yang bertemu dengannya tiga puluh menit yang lalu itu. Ia selamat. “Ada satu orang tertembak di sini,” teriak polisi itu lagi. Lalu Aaron menggendong Alice dengan lembut. Ia menempatkan kepalanya Alice pada pundaknya dan memegang pinggang Alice agar masih tetap berada pada gendongannya. Ia berjalan keluar dari kamarnya, melewati beberapa polisi yang telah masuk untuk menggeledah rumah ini. Saat ia sampai berada di ruang tamu, ia melihat satu pulau kecil yang terbuat dari darah berada di atas lantai. Itu pasti darah ayahnya.
            “Bagaimana keadaan ayahku?” tanya Aaron pada salah satu polisi.
            “Ia telah dilarikan ke rumah sakit. Kurasa lukanya tidak begitu parah. Karena pistol yang dipakai lelaki itu hanya peluru plastic yang hanya melukai bagian luar tubuh. Namun kurasa lelaki itu menembaknya dekat sekali dengan tubuh ayah Anda,”
            “Bagaimana dengan ibuku?”
            “Ibumu juga dibawa ke rumah sakit karena keadaannya yang menurun drastic. Siapa gadis yang sedang kau gendong?” tanya polisi itu memerhatikan Alice. Tubuh Alice yang tadinya pucat, lama kelamaan menjadi warna tubuhnya yang normal.
            “Dia ..kekasihku. Aku harus membawanya ke rumah sakit. Bagaimana dengan adikku? Apa ia terluka?”
            “Ia baik-baik saja, terakhir aku lihat,”
            “Terima kasih banyak, sir. Dan, kumohon, bawa lelaki bajingan itu ke penjara selama mungkin,”
            “Tenang Mr.Bieber. Ia akan dibawa ke Amerika untuk dipenjarakan seumur hidupnya karena tindakan penculikan serta berusaha untuk membunuh seseorang,” jelas polisi yang membuat seluruh darah Aaron yang mendidih lama kelamaan menjadi normal.
            “Terima kasih banyak. Anda sangat membantu,” ujar Aaron berjalan meninggalkan polisi yang berbicara dengan aksen Prancis-nya tadi. Ia berjalan cepat, menyeberang jalan, begitu banyak orang di sekitar perumahan itu keluar dari perumahan untuk melihat apa yang terjadi. Tentu saja. Begitu banyak mobil polisi yang telah mengepung rumah Zayn dan rumah Justin. Aaron berjalan menuju mobil polisi yang dimana salah satu polisi itu sedang melihat-lihat para warga, ia berusaha untuk menyuruh warga itu kembali masuk ke dalam rumahnya.
            “Sir, apa kau dapat membawaku ke rumah sakit? Kekasihku membutuhkan oksigen sekarang,” ujar Aaron meminta. Sontak lelaki yang kewalahan untuk menyuruh warga masuk ke rumahnya menoleh pada Aaron lalu mengangguk.

***

            Tangan Aaron yang terluka itu baru saja diperban oleh salah satu suster. Beruntung ayahnya masih dapat tertolong. Grace memerhatikan Aaron yang bangkit dari tempat tidur pasien setelah selesai diperban kemudian ia tersenyum senang karena keadaan seluruh keluarganya baik-baik saja. Sebenarnya, ia tidak mengharapkan Alice masih hidup. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, Alice masih hidup. Ia telah mendapatkan kembali nafasnya setelah beberapa jam ia mendapatkan oksigen. Aaron tersenyum lemah pada Alice lalu menarik pundak adiknya untuk pergi ke ruangan Alice. Peepee baik-baik saja, ia sedang berada di dalam ruang rawat suaminya. Ia belum mendengar apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa suaminya dapat tertembak. Tidak sama sekali. Grace menolak tawaran Aaron untuk masuk ke dalam ruangan Alice. Karena itu hanya dapat menyakiti hatinya. Ia lebih memilih untuk melihat ayahnya kembali. Well, tentu saja Aaron membiarkannya. Ruang rawat ayahnya dengan Alice bersebelahan sehingga Aaron akan sangat mudah untuk melihat ayahnya. Namun sekarang ia ingin melihat keadaan kekasihnya terlebih dahulu. Dibukanya pintu ruangan itu, ia melihat pada kekasihnya yang terlelap dalam tidurnya setelah beberapa saat yang lalu dokter menangani keadaan kekasihnya. Sekarang kekasihnya tampak baik-baik saja.
            Aaron menutup pintu ruang rawat Alice lalu berjalan menuju tempat duduk yang tersedia di sebelah tempat tidur Alice. Bokongnya berciuman dengan tempat duduk itu lalu ia tersenyum kecil saat ia melihat wajah damai dari Alice. Salah satu tangannya yang tak terluka itu menyentuh tangan Alice yang baru saja diobati karena luka gores yang disebabkan oleh Zayn. Ia tahun Alice diperkosa oleh si bajingan itu. Dan Aaron tidak akan pernah memaafkannya. Dengan lembut Aaron mengelusnya terus menerus sampai pada akhirnya sinar matahari mulai masuk melewati sela-sela tirai yang berterbangan. Sudah pagi dan Aaron belum tidur juga. Bertepatan saat Aaron ingin berdiri, Alice mengerjap-kerjap matanya.
            “Alice?” suara Aaron penuh dengan harapan. Alice belum merespon perkataan Aaron, ia melihat ke sekelilingnya terlebih dahulu. Dimana dirinya sekarang. Lalu sekarang Alice tahu, ia berada di rumah sakit dengan selang oksigen yang berada di hidungnya. Mata Alice mencari-cari dimana Aaron lalu ia tersenyum lemah pada lelaki yang ia cintai.
            “Hai,” sapa Aaron, lembut.
            “Hai,” Alice membalasnya dengan suara yang parau. “Apa kau baik-baik saja?”
            “Aku merasa sangat terberkati saat aku tahu kau menyapaku ‘hai’ beberapa detik yang lalu,” ujar Aaron, memang merasa terberkati setelah ia mendengar suara Alice. “Hei, aku ingin memberitahu kau sesuatu,”
            “Mhmm? Apa itu?” Alice tampak penasaran dengan ucapan Aaron. Tidak biasanya Aaron ingin berbicara seserius ini. Maksudnya, aku ingin memberitahu kau sesuatu? Tidak biasanya. Aaron bangkit dari tempat tidurnya lalu ia mengecup bibir Alice dengan lembut, ia mengemut bibir bawahnya untuk merasakan bibir Alice.
            “Aku mencintaimu.” Bisik Aaron.

***

            Gadis berambut hitam panjang itu sedang memakai gaun tidur yang benar-benar tipis berwarna putih. Kakinya ia selonjorkan di atas tempat tidur sambil ia memejamkan mata. Ia sedang menunggu kekasihnya yang berada di kamar mandi. Samar-sama sebuah senyum muncul di antara kegelapan yang melingkupi kamar itu. Ia tersenyum bahagia bahkan rasanya ia ingin menangis sekarang. Tak percaya apa yang telah terjadi dalam hidupnya sekarang. Ini bagaikan mimpi yang ia pikir tidak pernah terwujud, tapi kenyataannya adalah mimpi itu terwujud dengan indahnya. Tangan kanannya menyentuh jari-jari tangan kirinya, tepatnya pada jari manisnya. Sebuah cincin telah melingkar di sana. Cincin emas yang diukir di sana dengan tulisan kecil. Di bagian luar cincin itu terukir Touching Fire tak kasat mata. Dan di bagian dalam cincin itu terukir nama Aaron Bieber. Benar-benar sempurna. Matanya terbuka lalu tangannya menyentuh pada lehernya yang telah dihias oleh sebuah tattoo permanen dengan tulisan Touching Fire. Ia menyukainya. Ia benar-benar tidak percaya, di umurnya yang masih belasan ini ia telah menikah dengan lelaki yang memiliki postur tubuh yang hampir sama dengan patung dewa Yunani. Berbicara tentang suaminya, tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka. Muncullah seorang lelaki yang sedang mengeringkan rambutnya itu dengan kasar memakai handuk kecil. Ia telah memakai pakaian tidurnya juga yang berwarna hitam tapi Aaron tidak memakai atasannya. Melihat suaminya yang muncul itu, ia bangkit dari tempat tidurnya dengan perlahan.
            “Bukan seperti itu caranya,” ujar Alice, gadis yang baru saja menikah satu bulan yang lalu dengan Aaron dengan lembut pada suaminya. Ia menarik handuk itu dari tangan suaminya lalu membiarkan rambutnya basah. Ia mengeringkan bagian leher Aaron dengan lembut. Senyum Aaron mengembang, memerhatikan istrinya yang benar-benar perhatian dengannya. Matanya tak lepas dari leher Alice yang telah ditattoo. Merasa diperhatikan, Alice menghentikan pekerjaannya.
            “Apa?” Alice bertanya, bingung.
            “Aku hanya sedang mengagumi karya Tuhan yang paling sempurna bagiku,” puji Aaron membuat pipi Alice memerah. Tapi Alice tidak membalas ucapan suaminya, kembali lagi ia mengeringkan tubuh Aaron yang masih lembap. Saat jari-jarinya menyentuh pundak Aaron, ia merasakan getaran yang sama seperti tadi. Ia membutuhkan Aaron berada dalam dirinya kembali. Tak sadar Alice menjatuhkan handuk Aaron ke atas lantai. Lalu ia mendongak melihat pada Aaron dan memberikan senyum penuh arti.
            “I want you,” bisik Alice kemudian ia mengecup dada Aaron dengan lembut. “I want you,” bisiknya lagi kali ini ia mengecup puting Aaron hingga membuat Aaron mengerang. Gigi Aaron menggertak, mengetahui keahlian istrinya semakin semakin hebat dan semakin panas. Ia telah benar-benar menciptakan monster. “Oh, I really want you,” lidah Alice terjulur begitu saja tepat di tengah-tengah dada Aaron. Aaron mengerang lalu ia memegang kedua lengan Alice untuk menjauh dari tubuhnya. Sungguh sial.
            “Mengapa?” tanya Alice menggoda Aaron, tangannya ia angkat untuk menarik leher Aaron agar bibir mereka bertemu. Saat akan bertemu, Alice menghentikan gerakannya. “Jawab aku,”
            “Karena hanya dengan cara seperti itu kau dapat membuatku lepas begitu saja,”
            “Kau tahu aku hebat dari itu bukan?”
            “Aku selalu tahu. Jadi diamlah dan biarkan aku menciummu,” ujar Aaron memajukan kepalanya agar mulut mereka bertemu. Mulut mereka terbuka sehingga lidah mereka saling memasuki lidah satu sama lain. Aaron mendorong tubuh Alice ke belakang hingga ia betis Alice menyentuh pada tempat tidurnya. Dibaringkannya tubuh Alice tanpa melepaskan mulut mereka. Aaron terpaksa memisahkan mulut mereka saat ia kehilangan nafas, itu adalah ciuman terlama yang pernah ia buat selama hidupnya. Lalu ia memerhatikan wajah Alice terlebih dahulu sebelum ia melanjutkan aksinya. Ia tersenyum.
            “Call me daddy,” bisik Aaron mengecup bibir Alice.
            “Yes, daddy,” Alice menurut perkataan Aaron. Perlahan-lahan Aaron mulai mengecup leher Alice sambil tangannya meremas buah dada Alice yang besar itu. Sungguh, Aaron hampir gila mengetahui Alice tidak memakai bra dibalik gaun tidurnya yang tipis. Bahkan ia dapat merasakan puting Alice yang menegang, tegak berdiri. Tangan Alice meremas rambut Aaron dengan lembut, ia mendesah tak kuasa menahan gesekan antara kain gaun tidurnya dengan putingnya.
            “I cant hear you baby,” bisik Aaron menurunkan kepalanya. Kali ini ia menempatkan kepalanya di antara buah dada Alice yang membusung tepat di hadapannya. Lalu ia menenggelamkan kepalanya di sana, menjilat gaun putih yang tipis itu hingga basah. “Say, ‘Fuck me, daddy’,” suruh Aaron.
            “No,” desah Alice menggeleng-gelengkan kepalanya. Aaron tidak ingin memaksa Alice, tapi ia menggoda Alice hingga Alice akan memohon padanya untuk memintanya bersetubuh. Aaron menjulurkan lidahnya pada puting Alice yang menegang, ia membuat sebuah lingkaran kecil di sana hingga kain gaun tidur Alice basah. “Please, daddy,”
            “Fuck me daddy, come on,” suruh Aaron kembali. Kali ini Aaron mencakup salah satu buah dada Alice dengan mulutnya. Lidahnya memutar-mutar di dalam mulutnya sambil terus menyedot dada Alice yang benar-benar nikmat. Kedua alis Alice bertaut, ia mendesis lalu menelan ludahnya. Ia membutuhkan air, kerongkongannya benar-benar kering sekarang. Tangan Aaron yang lain mulai berada di bagian bawah Alice, menggesek-gesekan bagian tengah celana dalamnya. Menggoda Alice.
            “You like that huh?” tanya Aaron mengecup ujung puting Alice, menggigitnya dengan pelan lalu ia menariknya hingga Alice menjerit. “Do you like it baby?”
            “Yes, daddy. Give me more,” desah Alice memejamkan matanya.
            “Try this one, aah, do you like that?” tanya Aaron mengerang saat ia memasukan tangannya ke dalam celana dalam Alice lalu jari tengahnya menyentuh pada bagian sensitive Alice yang telah basah. “You’re so wet. I like your little clit baby,” puji Aaron mengecup kembali ujung puting Alice tapi kali ini ia tidak menarik puting itu dengan mulutnya melainkan lidahnya malah bermain-main dengan nakal di sana. Alice hanya mengangguk-anggukan kepalanya pasrah. “Tell me,”
            “Yes, daddy, yes! I love that. Oh, please! Get your finger in,” suruh Alice memegang tangan Aaron yang berada di dalam celana dalamnya itu, memohon agar salah satu jarinya masuk ke dalam dirinya. Namun Aaron menggodanya, ia tersenyum licik melihat istrinya yang tersiksa karena dari tadi ia hanya memutar-putarkan jarinya di sekitar bagian sensitif  Alice. “Oh, daddy, please,” mohon Alice. Kasihan melihat istrinya yang telah menautkan kedua alisnya akhirnya Aaron memasukan salah satu jarinya ke dalam.
            “Oh, yes! You know I love that baby,” erang Alice tersenyum merasakan jari Aaron yang besar dan panjang itu masuk ke dalam tubuhnya. Aaron menarik tangannya keluar dari celana dalam Alice lalu ia bangkit dari tempat tidur. “No! Daddy! What are you doing?”
            “Get the fuck off your fucking panties, baby,” ujar Aaron telah berada di atas lantai, bersimpuh di hadapan kaki Alice lalu ia menarik celana dalam itu agar keluar dari kaki Alice, Aaron melempar celana dalam itu dengan asal. Ia membuka kaki Alice sehingga sekarang terpampanglah bagian bawah Alice yang mungil itu, tembam, serta hanya memiliki satu garis tipis. Namun sekarang miliknya itu telah berubah menjadi warna merah muda karena baru saja Aaron gelitiki dengan jari-jarinya yang ahli.
            “Lick it daddy,” suruh Alice memohon.
            “I would love to dear,” bisik Aaron tersenyum kemudian ia menempatkan wajahnya di antara kaki Alice. Ia membuka bibir bagian Alice dengan lidahnya hingga terbelah dua sekarang. Tubuh Alice melengkung ke bawah, tangannya meremas rambut Aaron memaksa kepala Aaron agar masuk lebih dalam lagi. “You want me to get in my finger into your wet pussy?”
            “Yes, daddy,” bisik Alice, pasrah. Kembali lagi Aaron memasukan satu jarinya ke dalam tubuh Alice kemudian satu lagi sehingga dua jari telah masuk ke dalam tubuh Alice. Alice menggigit bibir bawahnya untuk menahan jeritannya. Mata Aaron tak lepas dari wajah Alice yang benar-benar bergairah, menikmati gerakan tangannya di bawah. Jari Aaron terus keluar-masuk di tubuh Alice hingga kedua kaki Alice menegang, perutnya pun juga menegang.
            “Oh, yes daddy. Im so close. Harder daddy! Harder!” Alice memohon. Sesuai permintaan Alice, Aaron semakin mempercepat gerakan jarinya hingga bunyi cepakan antara jarinya dengan bagian bawah Alice. Aaron mengerang. Jarinya terasa diremas sekarang, semakin kencang Aaron menggerakkan jari-jarinya, semakin ketat pula jari Aaron teremas.
            “Im coming daddy! Fuck me daddy!”
            “Yes, baby. Oh, yeah. That’s it! Look at that little cunt,” ujar Aaron mengeluarkan jari-jarinya lalu ia melepaskan seluruh celananya. Ereksinya sudah benar-benar siap masuk ke dalam tubuh Alice. Tanpa berpikir panjang, Aaron memasukannya dalam tubuh Alice, membuat Alice tersentak. Oh, ya ampun! Mengapa Aaron senang sekali melakukan ini? Milik Alice masih berkontraksi dan Aaron telah memasukinya. Alasan mengapa Aaron langsung memasukan ereksinya ke dalam tubuh Alice saat Alice sedang datang adalah karena milik Alice semakin ketat meremas ereksinya. Aaron mendongakan kepalanya ke belakang sambil memegang kedua pundak Alice.
            “Oh, no daddy. Stop! Stop!” Alice mendorong dada Aaron untuk menjauh dan mengeluarkan ereksinya dari tubuh Alice. Tapi Aaron justru semakin mempercepat gerakannya, orgasme pertama yang baru saja ia dapatkan membuat Aaron semakin mudah menggoyangkan tubuhnya. Orgasme Alice kembali terbangun saat Aaron dengan brutalnya memaju-mundurkan tubuhnya.
            “Fuck. That. Little. Cunt!” Aaron mengucapkan kata-kata itu disela-sela gerakannya.
            “Yeah, daddy. Fuck my little cunt,”
            “Do you love your daddy?” tanya Aaron sambil matanya melihat wajah Alice yang terlihat merasakan kesakitan sekaligus kenikmatan. “Look at your daddy!” suruh Aaron. Kemudian Alice membuka matanya, melihat pada mata harimau Aaron. Alice menganggukan kepalanya.
            “What? I cant hear you!” ujar Aaron memperlambat gerakannya sehingga membuat Alice terpaksa menggerakan pinggulnya untuk mendapatkan pelepasannya. Alice masih terdiam. “I cant hear you baby. Tell me. Do you love you daddy?”
            “Yes, daddy. I love  you! Please, fuck me!”
            “You want me to fuck you harder than this?”
            “Mhmm, no. Daddy, its hurting me! No, ah –no! Oh! Please, daddy,” terlambat. Aaron sudah menggerakan pinggulnya semakin cepat. Saat Alice ingin mendapatkan pelepasannya tiba-tiba saja tubuh Aaron berhenti. “Oh, daddy. Don’t stop!” pinta Alice, memohon terus menerus. Mengapa suaminya benar-benar tega padanya? Ia membutuhkan pelepasan itu sekarang juga. Kemudian Aaron mengangkat tubuh Alice dari tempat tidur sehingga Alice memeluk leher Aaron, jangan bilang Aaron akan menyetubuhinya dengan keadaan berdiri. Di sandarkannya Alice pada tembok kamar mereka.
            “Lingkarkan kakimu di sekitar pinggangku, kau menyayangi ayahmu bukan?”
            “Mhmm,” gumam Alice berusaha untuk memeluk pinggang ayahnya dengan kakinya. Saat kakinya benar-benar memeluk pinggang Aaron, Aaron menaik-turunkan tubuh Alice dengan cepat. Suara cepakan di antara tubuh mereka terdengar sangat seksi. Alice menempatkan kepalanya pada pundak Aaron, berusaha untuk menikmatinya. Dan oh ya ampun, ini memang luar biasa nikmat. Ia dapat merasakan seluruh ereksi Aaron dalam tubuhnya. Alice mendesah lemah. Tiba-tiba saja ereksi itu menyentuh bagian sensitif dalam miliknya. Sontak Alice mendapatkan pelepasannya.
            “Im coming daddy,”
            “Oh, yes. Me too honey!” erang Aaron menyentak-sentakan tubuhnya pada tubuh Alice dalam beberapa hitungan. Seluruh sperma Aaron masuk ke dalam tubuh Alice. Ia ingin menanamkan spermanya ke dalam rahim istrinya. “Aku sangat mencintai Alice,”
            “Aku lebih mencintaimu. Aku lelah,”
            “Oh, kasihan sekali istriku kelelahan,” ujar Aaron berjalan ke arah tempat tidur dan membaringkan tubuh mereka berdua bersamaan. Tanpa melepaskan ereksinya dari tubuh Alice, Alice tertidur di atas tubuh Aaron. “Aku suka saat penisku berada di dalam sana,”
            “Aku menyukai juga. Biarkan aku tidur,”
            “Tidurlah, senyenyak mungkin,”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar