***
“Bodoh!” bentak Aaron saat ia baru
saja mendapatkan panggilan dari Jordy. Jordy telah memberitahu pada ayahnya
sehingga ayahnya sekarang harus kembali ke rumahnya untuk membantu mencari
dimana Alice. Aaron tidak membutuhkan ayahnya. Ia dapat bertanggungjawab atas
Alice, ia tahu ia bisa. Melalui Alice, ia dapat menjadi lelaki yang
bertanggungjawab. Aaron terus membawa mobilnya ke seluruh seluk beluk kota
Paris untuk mencari Alice.Tapi sedari tadi ia tidak menemukan Alice. Bahkan
sesekali ia bertemu dengan mobil pengawalnya. Dan tetap saja, hasilnya nihil.
Beberapa menit setelah, tiba-tiba saja ia melihat banyak mobil polisi yang
keluar dari kantor polisi. Tepat saat ia baru saja melewati kantor polisi itu.
Apa ayahnya menghubungi polisi? Bodoh! Kembali Aaron mengumpat kata kotor dan
memukul setir mobilnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan langsung saja ia
memutar mobilnya kembali untuk pulang. Sia-sia saja. Ini sudah jam 4 pagi,
namun ia tidak menemukan Alice. Oh, dimana kekasihnya yang baru saja ia cintai
itu? Ia berharap ia masih baik-baik saja. Tapi sebenarnya tidak. Gadis itu
tidak sama sekali baik-baik saja. Lelaki yang memiliki mata elang telah
melubangi peti mati itu agar gadis itu masih dapat bernafas. Lubang-lubang itu
tampak rapi, Alice masih dapat bernafas. Tapi sebenarnya Alice tidak sedang
bernafas. Pipi Alice sudah lebam dan wajahnya semakin pucat. Bibirnya mengering
bahkan memutih.
Di rumah Justin, Grace baru saja
keluar dari rumahnya dengan keadaan memakai jaket berwarna hitam dan bertudung
agar wajahnya dapat tertutup. Lelaki yang memiliki mata elang itu tampak
memerhatikan gerak-gerik gadis itu sedang menyeberang jalan. Ya Tuhan, gadis
itu sangat mirip sekali dengan Alexis. Ia tak mungkin menyakiti gadis ini.
Terlebih lagi pengawal-pengawal itu tidak menjaga rumah itu dari luar sehingga
sekarang lelaki itu muncul di hadapan gadis yang sedang mencoba untuk berjalan
ke arah sebelah kanan. Tiba-tiba saja langkahannya terhenti karena seseorang
berdiri di depannya. Ia mendongak lalu matanya tiba-tiba saja membulat.
“Paman Za—“
“Ssh, tidurlah sayang. Tidur yang
nyenyak, ya, bagus seperti itu,” bisik Zayn menutupi hidung Grace dengan sapu
tangan sehingga sekarang Grace terbius begitu saja. Zayn menangkap tubuh Grace
yang hampir saja terjatuh. Lalu ia menggendong Grace untuk masuk ke dalam
rumahnya kembali. Bersamaan dengan itu, suara mobil polisi terdengar. Langsung
saja ia berlari dengan cepat untuk masuk ke dalam rumahnya. Dengan cepat ia mengunci
pintu rumahnya setelah ia masuk ke dalam. Mobil polisi itu telah tiba di depan
rumah Justin, lalu pintu mobil itu terbuka. Tiba-tiba muncullah Justin bersama
dengan Alex dari mobil itu. Zayn mengintipnya dari kacanya, oh, itu adalah
wanitanya. Tapi sialnya, seorang iblis berdiri di sebelahnya. Raut wajah Alex
benar-benar khawatir, bahkan sekarang ia sedang menangis. Tiba-tiba saja salah
satu pengawal keluar dari pintu gerbang rumah mereka dengan wajah yang panik.
Pengawal itu berbicara dengan Justin yang baru saja turun, Alex yang berada di
belakangnya menangis, menjerit lebih keras. Tiba-tiba saja Alex pingsan.
“Bagaimana mungkin Grace menghilang?
Apa yang kalian lakukan di dalam sana? Sudah kubilang penjagaan rumah harus
seketat mungkin! Dan mengapa tidak ada yang menjaga di halaman gerbang? Kalian
semua bodoh!” bentak Justin sambil menggendong Alex yang pingsan itu. Zayn dari
dalam telah menaruh Grace di atas sebuah sofa lalu ia melirik pada
pengawal-pengawalnya untuk mengikat gadis ini. Langsung saja, dua pengawal yang
berdiri itu mengangkat tubuh Grace dan berniat untuk mengikatnya. Lalu Zayn
mengeluarkan ponselnya, berniat untuk menghubungi Justin. Sedangkan Aaron baru
saja sampai di depan rumahnya, ia bingung melihat mobil polisi telah berada di
halaman rumahnya. Dengan cepat ia memarkirkannya di sebelah mobil polisi itu
lalu ia keluar dari dalam mobilnya. Demi Tuhan, ia adalah lelaki dengan raut
wajah tertampan bagi gadis zaman sekarang. Sial. Ia berlari kecil masuk ke
dalam halaman rumahnya lalu melihat dua polisi yang berseragam polisi, tentu
saja, sedang berdiri sambil berbicara dengan salah satu pengawalnya tadi. Ia
tidak ingin banyak bicara, ia langsung berlari masuk ke dalam rumahnya. Di
dalam rumahnya, semua orang terjaga. Pelayan-pelayannya juga terbangun.
Pengawal-pengawalnya berdiri berjejer di ruang tamu, membuatnya semakin bingung
apa yang sedang terjadi sekarang. Lalu matanya melihat pada ibunya yang sedang
terbaring di atas sofa ruang tamu dengan ayahnya yang melihatnya dengan
khawatir.
“Apa yang terjadi?” tanya Aaron
benar-benar kewalahan. Ya Tuhan. Ia baru saja kehilangan kekasihnya, ada
polisi, dan ibunya terlihat pingsan di atas sofa itu. Apa-apaan yang sedang
terjadi?
“Aaron!” Justin berdiri di
tempatnya, lalu ia berjalan menuju anaknya dan menampar pipi Aaron dengan
kencang. “Kau layak mendapatkan itu! Alice menghilang, dan sekarang Grace!
Grace juga menghilang. Dimana tanggungjawabmu sebagai kekasih dan sebagai
seorang kakak?” Justin memarahinya, sangat marah pada anaknya. Namun Aaron
terdiam. Ia layak mendapatkan itu. Ia layak mendapatkan tamparan itu. Karena
ini memang salahnya. Saat Justin ingin menampar pipi Aaron kembali, tiba-tiba
saja ponselnya berdering. Langsung saja ia mengambil ponselnya dan
mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menghubunginya.
“Bieber!” bentaknya, tak sabar.
“Ho-ho. Mr.Bieber ..apa kabarmu?”
suara Zayn menyeruak ke telinga Justin begitu saja. Perasaan dengki dan benci
bercampur dalam hati Justin sekarang. Sialan sekali lelaki ini. “Bagaimana
kabar anak-anakmu?”
“Sialan kau! Dimana kau
menyembunyikan anakku dan Alice?”
“Fiuh. Mr.Bieber, kau lucu. Apa
gunanya penculik menyembunyikan korban namun sang penculik memberitahu tempat
persembunyiannya? Bodoh. Sekarang dengar, Mr.Bieber Yang Terhormat. Kau ..aku
menginginkan Alexis sekarang. Kautahu apa? Karena dia milikku sejak pertama
kali kami bertemu. Jika kau memberikan Alex padaku, maka aku akan memberikan
anakmu yang cantik itu. Well ..hmm ..biar kulihat. Waktumu hanya ..1 jam. Tidak
ada polisi, jangan beritahu siapa pun. Bawalah istrimu dalam keadaan tidur jika
kau bisa, maka aku akan memberikan anak yang cantik itu beserta dengan Alice,
si pemilik tubuh manis itu,”
“Apa-apaan yang sedang
kaubicarakan?” Justin tak habis pikir. Sahabatnya menjebaknya? Menginginkan
istrinya? Sial.
“Aku sedang membicarakan apa yang
seharusnya kumiliki tapi tak kumiliki sekarang! Jadi sekarang, kembalikan Alex
padaku maka aku akan memberikan dua gadis itu. Biar kuberitahu, Alice sedang
berada di dalam sebuah peti mati. Nah, aku hanya memberikan lubang-lubang kecil
agar ia masih bernafas. Tapi ternyata ..fiuh, peti mati itu menguap kurasa.
Waktumu hanya 1 jam, Bieber. Jika tidak, anakmu kuperkosa dan Alice akan mati!”
“Kau dapat mengambil seluruh bar
milikku, restoranku, tapi tidak dengan wanita sumber kehidupanku. Kau tidak
dapat mengancamku Zayn,”
“Tentu aku bisa. Sekarang aku sedang
mengancammu, kau bodoh,”
“Aku mendapatkannya!” sahut seorang
lelaki bersuara berat itu.
“Pft. Kau bilang aku bodoh? Well,
Jordy baru saja mendapatkan alamatmu sekarang. Fiuh. Sudah lebih dari satu
menit kita berbicara dan akhirnya aku dapat melacak keberadaanmu. Terima kasih,
ceritamu sangat menyenangkan!” Justin menatap pada Jordy yang terduduk di atas
sofa dengan laptop canggih yang sedang ia pegang. Ternyata lelaki itu hanya
berjarak beberapa puluh meter dari mereka sial.
“Uh, kau mendapatkanku?” Zayn
ternyata tidak begitu takut karena keberadaannya baru saja diketahui, “Kau tahu
apa? Tanganku yang lain sedang memegang sebuah pistol. Sekali kau membawa
polisi masuk ke dalam rumah ini ..paw! Nyawa anakmu tidak akan ada lagi,” ejek
Zayn yang membuat Justin kali ini ketakutan. Sial. Lelaki ini ternyata pintar
sekali. Seharusnya ia tahu ini dari awal. Seharusnya ia tahu Zayn akan memiliki
sebuah pistol. Sungguh sial.
“Aku akan datang ke sana. Tanpa
polisi. Kau ingin istriku? Dapatkanlah istriku, ia tidak mencintaimu. Jadi,
tetap saja jika kau memiliki dan jika ia tidak mencintaimu ..itu sama saja kau
sedang berhubungan dengan manusia tak berjiwa,” bisik Justin berusaha menakut-takuti
Zayn.
“Oh, dan jangan lupa panggil Aaron
untuk menjemput kekasihnya. Sungguh, aku kasihan sekali melihat gadis itu baru
saja kuperkosa dan sekarang kurasa ia sedang kekurangan oksigen dan darah,
karena tadi aku baru saja melukainya,”
“Dengan senang hati, kuharap tidak
akan ada pengawalmu di dalam sana,” ujar Justin berusaha memberanikan diri.
Lalu ia menarik nafas. Sekarang ia tahu strategi yang bagus seperti apa.
“Tentu saja,” seringai Zayn,
mematikan ponselnya.
***
Bibir Alice semakin menebal dan
pipinya menjadi lebih besar serta mengeras. Ia sudah hampir meninggal sekarang.
Ia membutuhkan oksigen. Lubang-lubang kecil itu tidak sama sekali membantu.
Luka yang berada di tangannya tidak mengering sama sekali. Peti matinya
mengembun, ia bahkan hampir tak terlihat berada di dalam peti mati itu.
Sedangkan gadis yang di sebelahnya baru saja tersadar dari pengaruh obat bius
yang beberapa menit ia hirup. Lalu dengan mata yang buram ia melihat ke
sekeliling tempat dengan wajah yang bingung. Wajahnya tiba-tiba saja panik.
Pintu ruangan itu terbuka dengan lebar. Dari dalam sini ia dapat mendengar
suara teriakan dari luar sana yang benar-benar membuat jantungnya tiba-tiba saja
berdetak. Matanya melirik pada peti mati transparan di sebelahnya, ia
menatapnya dengan ngeri. Namun ia melihat seorang gadis yang selama ini ia
benci. Oh sial! Tali-tali ini benar-benar membuatnya sulit untuk bergerak di
kursi sialan ini. Jika boleh ia terlepas dari ikatan ini, ia dengan sangat
senang akan menghancurkan peti mati itu. Tapi bukan bermaksud untuk membantu
Alice, tapi untuk membunuh gadis itu dengan cepat. Tapi apa Alice telah
meninggal? Ia memerhatikannya baik-baik. Mungkin, itu bagus.
“Dimana dia?” suara Aaron terdengar
di telinganya. Lalu suara hentakan kaki terdengar di telinga Grace. Aaron? Apa
Aaron akan menyelamatkannya? Oh Tuhan. Ia baru saja sadar bahwa ia baru diculik
oleh paman Zayn yang selama ini baik hati padanya. Oh, Aaron. Terima kasih
Tuhan karena Engkau telah mengirimkan Aaron untuk menyelamatkan Grace. Lalu
Aaron muncul dengan pisau yang berada di tangannya bersama dengan masker
oksigen. Mata Aaron membulat, melihat adiknya dalam keadaan terikat. Mulutnya
pun terikat oleh tali itu. Menjijikan, Zayn luar biasa menjijikan. Dengan cepat
Aaron berlari pada Grace lalu memutuskan satu per satu tali itu dengan
pisaunya. Lalu ikatan pada mulutnya juga. Saat Grace terlepas dari jeratan itu
ia langsung memeluk Aaron, merasa sangat begitu berterima kasih. “Grace,” Aaron
mengelus-elus pundak adiknya dengan rasa syukur yang tiada tara.
“Oh, Aaron! Aku benar-benar
ketakutan sekarang!” lenguh Grace menangis. Aaron melepaskan pelukannya lalu
memegang kedua pipi Grace.
“Apa kau baik-baik saja? Apa dia
menyakitimu?”
“Aku baik-baik saja. Dimana ayah?”
“Ia ..ada di luar. Kau harus diam
Grace, jangan berteriak. Atau ayahmu akan tertembak oleh Zayn, ia memegang
senjata di luar sana,” bisik Aaron mengelus-elus pipi Grace penuh perhatian
dengan nafas yang terengah-engah. Grace hanya mengangguk lalu mencoba untuk
mengabaikan Alice, namun tidak dengan Aaron. Aaron mengingat Alice. Ia pergi
menjauh dari Grace, mendekati peti mati yang transparan itu telah benar-benar
menguap. Oh Tuhan. Semoga Alice masih hidup. Saat ia melihat sebuah gembok yang
terkunci itu, ia mengerang. Sial! Ia harus mencari sesuatu untuk melepaskannya.
“Aku membutuhkan pisau itu,” ujar
Grace.
“Apa? Untuk apa?”
“Aku ingin membunuh Zayn. Apa dia
masih di luar sana?”
“Ya Tuhan, Grace. Jangan mempersulit
keadaan,”
“Aku sedang tidak mempersulit
keadaan, aku membutuhkan pisau itu sekarang juga Aaron. Cepat! Sebelum waktu
kita habis. Apa yang ia lakukan di sana?”
“Aaron menginginkan ibu, ia ingin
membawa pergi Peepee dari ayah,”
“Apa-apaan? Aaron, aku bersumpah
demi apa pun, beri aku pisau itu!” Grace memaksa.
“Jika kau benar-benar ingin
membunuhnya, aku membawa pistol ini. Hati-hati,” Dengan berat hati, Aaron
memberikan pistol yang berada di dalam sepatunya itu pada adiknya. Grace meraih
pistol lalu ia berjalan keluar menuju suara dua lelaki sedang berbicara di luar
sana. Suasana rumah ini cukup menyeramkan. Tidak ada siapa pun yang dapat
menghalanginya. Ia berhenti melangkah saat ia melihat ibunya yang tak sadar
diri sedang digendong oleh Zayn di punggungnya. Tangan paman Zayn yang lain
sedang memegang pistol yang diarahkan pada ayahnya yang mengangkat kedua
tangannya ke udara. Zayn berbicara, entah ia berbicara apa. Tapi ia ingin
membunuhnya sekarang dari belakang. Zayn masih berbicara dan ayahnya merespon
Zayn dengan cemoohan. Kemudian Grace melangkah lebih dekat lagi, kali ini ia
telah berada di belakang tubuh Zayn dan menempatkan mulut pistol itu pada
belakang kepala Zayn. Kemudian ia menarik pelatuknya ..belum menembaknya.
“Ohaha, ternyata gadis Mr.Bieber
telah terbangun. Hei, sayang. Kenalkan, aku ayah barumu. Jika kau menembakku,
maka kau tidak akan memiliki ayah lagi sayang,” ujar Zayn dapat mencium aroma
dari Grace yang ia kenal. Ia tahu harum Grace seperti apa.
“Grace! Apa yang kaulakukan?” Justin
berpura-pura terkejut, padahal sedari tadi Justin telah melihat Grace di
belakang. Sedangkan Aaron masih berusaha mencari cara bagaimana untuk membuka
peti mati itu. Namun persetan! Ia tidak tahu apa lagi yang ia lakukan. Mungkin
ini gila dan dapat menyakiti dirinya, namun demi kekasih yang ia cintai, ia
melakukannya. Aaron berdiri di depan peti mati itu lalu kemudian dengan kencang
ia menginjak peti transparan itu di daerah kaki Alice. Dan benar saja, peti itu
pecah begitu saja. Tanpa ragu-ragu lagi Aaron meninju peti mati itu dari kaki
Alice hingga pada leher Alice. Tangan Aaron telah berdarah namun Aaron tidak
merasakan apa-apa. Ia mati rasa. Lalu dengan sekuat tenaga ia mendorong kedua
sisi peti mati itu hingga terlepas keduanya sehingga sekarang Aaron dengan
bebas menarik tubuh Alice dari samping. Saat ia mendapati tubuh Alice dingin,
ia tahu ia hampir terlambat. Ia menarik masker oksigen yang sempat ia lempar
lalu ia menempatkannya pada hidung Alice.
“Ayolah sayang, bangunlah untukku.
Jangan tinggalkan aku di sini, kumohon,” Aaron menggendong Alice untuk naik ke
atas tempat tidur yang berada di dalam ruangan itu. Ia berbaring bersama dengan
Alice sambil ia masih menempatkan masker oksigen itu pada hidung Alice. Ia mengelus
pipi Alice dan berharap Alice cepat bangun. “Alice, sayangku,”
Titikan air mata dari api itu
menetes ke atas permukaan pipi Alice. Api itu menangis, sesuatu yang aneh.
“Alice, aku berjanji tidak akan pernah mengecewakan dirimu lagi sayang,
kumohon. Bangunlah, untukku?” Aaron menangis. Ia melepaskan masker oksigen itu
lalu ia mengecup bibir Alice yang dingin itu berkali-kali.
“Alice aku mencintaimu! Bangun
sayang,” satu. Ia masih mengecup
bibir Alice.
“Alice, kau gadis pertama yang
membuatku mengerti apa arti cinta, jangan membuatku putus asa akan cinta
kembali hanya karena dirimu sayang,” dua.
Ia masih juga mengecup bibir Alice.
“Alice, aku mencintaimu. Aku
mencintaimu dengan seluruh tubuh, jiwa dan ragaku. Aku akan menikahimu, aku
berjanji dalam nama Tuhan. Aku akan memiliki anak yang banyak bersama denganmu.
Dan aku akan menjadi suami terbaik dalam kehidupanmu. Alice, kumohon bangunlah.
Jangan tinggalkan aku. Kita akan mengelilingi dunia bersama-sama bukan sayang?
Ya, kau menginginkan itu, kau mengatakannya padaku waktu itu, aku masih ingat
sayang. Tetap bersamaku Alice, tetap bersamaku,” tiga. Aaron kembali menempatkan masker oksigen itu pada hidung
Alice, berharap Alice semakin cepat untuk terbangun. Air matanya terus
mengalir, meski tak begitu terlihat dari pipinya. Namun mata Aaron memerah.
“Aku akan membunuhmu, kau sialan!”
teriak Grace di luar sana.
“Sekarang!” ia mendengar suara kode
dari ayahnya, lalu, “Grace! Tidak!”
Dor!
Suara tembakan terdengar.
“Ayah!” lalu ia mendengar suara
seseorang terjatuh ke dalam lantai. Namun Aaron tidak memiliki pilihan lain
selain bersama dengan Alice yang masih membutuhkan dirinya. Ia juga membutuhkan
Alice. “Ayah,” ia mendengar tangisan Grace dari luar sana.
“Kau bajingan!” jeritan Grace
terdengar, isakannya juga. Kemudian suara gebrakan dari pintu utam terdengar
sampai pada telinganya. Lalu kembali suara seseorang tergeletak jatuh terdengar
dan hentakan larian yang cepat ..dan berhenti. Aaron masih tetap berada di
posisinya. Air matanya berhenti mengalir.
“Tetap bersamaku, Alice. Tetap
bersamaku, jangan tinggalkan aku,” bisik Aaron mengangkat kepala Alice lalu
melingkarkan ikatan masker itu pada kepala Alice sehingga sekarang masker itu
menetap di wajah Alice. Kemudian Aaron bangkit dari tempat tidurnya.
“Semuanya aman,” ia mendengar suara
dari polisi yang bertemu dengannya tiga puluh menit yang lalu itu. Ia selamat.
“Ada satu orang tertembak di sini,” teriak polisi itu lagi. Lalu Aaron
menggendong Alice dengan lembut. Ia menempatkan kepalanya Alice pada pundaknya
dan memegang pinggang Alice agar masih tetap berada pada gendongannya. Ia
berjalan keluar dari kamarnya, melewati beberapa polisi yang telah masuk untuk
menggeledah rumah ini. Saat ia sampai berada di ruang tamu, ia melihat satu
pulau kecil yang terbuat dari darah berada di atas lantai. Itu pasti darah
ayahnya.
“Bagaimana keadaan ayahku?” tanya
Aaron pada salah satu polisi.
“Ia telah dilarikan ke rumah sakit.
Kurasa lukanya tidak begitu parah. Karena pistol yang dipakai lelaki itu hanya
peluru plastic yang hanya melukai bagian luar tubuh. Namun kurasa lelaki itu
menembaknya dekat sekali dengan tubuh ayah Anda,”
“Bagaimana dengan ibuku?”
“Ibumu juga dibawa ke rumah sakit
karena keadaannya yang menurun drastic. Siapa gadis yang sedang kau gendong?”
tanya polisi itu memerhatikan Alice. Tubuh Alice yang tadinya pucat, lama
kelamaan menjadi warna tubuhnya yang normal.
“Dia ..kekasihku. Aku harus
membawanya ke rumah sakit. Bagaimana dengan adikku? Apa ia terluka?”
“Ia baik-baik saja, terakhir aku
lihat,”
“Terima kasih banyak, sir. Dan,
kumohon, bawa lelaki bajingan itu ke penjara selama mungkin,”
“Tenang Mr.Bieber. Ia akan dibawa ke
Amerika untuk dipenjarakan seumur hidupnya karena tindakan penculikan serta
berusaha untuk membunuh seseorang,” jelas polisi yang membuat seluruh darah
Aaron yang mendidih lama kelamaan menjadi normal.
“Terima kasih banyak. Anda sangat
membantu,” ujar Aaron berjalan meninggalkan polisi yang berbicara dengan aksen
Prancis-nya tadi. Ia berjalan cepat, menyeberang jalan, begitu banyak orang di
sekitar perumahan itu keluar dari perumahan untuk melihat apa yang terjadi. Tentu
saja. Begitu banyak mobil polisi yang telah mengepung rumah Zayn dan rumah
Justin. Aaron berjalan menuju mobil polisi yang dimana salah satu polisi itu
sedang melihat-lihat para warga, ia berusaha untuk menyuruh warga itu kembali
masuk ke dalam rumahnya.
“Sir, apa kau dapat membawaku ke
rumah sakit? Kekasihku membutuhkan oksigen sekarang,” ujar Aaron meminta.
Sontak lelaki yang kewalahan untuk menyuruh warga masuk ke rumahnya menoleh
pada Aaron lalu mengangguk.
***
Tangan Aaron yang terluka itu baru
saja diperban oleh salah satu suster. Beruntung ayahnya masih dapat tertolong.
Grace memerhatikan Aaron yang bangkit dari tempat tidur pasien setelah selesai
diperban kemudian ia tersenyum senang karena keadaan seluruh keluarganya
baik-baik saja. Sebenarnya, ia tidak mengharapkan Alice masih hidup. Tapi
ternyata Tuhan berkehendak lain, Alice masih hidup. Ia telah mendapatkan
kembali nafasnya setelah beberapa jam ia mendapatkan oksigen. Aaron tersenyum
lemah pada Alice lalu menarik pundak adiknya untuk pergi ke ruangan Alice.
Peepee baik-baik saja, ia sedang berada di dalam ruang rawat suaminya. Ia belum
mendengar apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa suaminya dapat tertembak. Tidak
sama sekali. Grace menolak tawaran Aaron untuk masuk ke dalam ruangan Alice.
Karena itu hanya dapat menyakiti hatinya. Ia lebih memilih untuk melihat
ayahnya kembali. Well, tentu saja Aaron membiarkannya. Ruang rawat ayahnya
dengan Alice bersebelahan sehingga Aaron akan sangat mudah untuk melihat
ayahnya. Namun sekarang ia ingin melihat keadaan kekasihnya terlebih dahulu.
Dibukanya pintu ruangan itu, ia melihat pada kekasihnya yang terlelap dalam
tidurnya setelah beberapa saat yang lalu dokter menangani keadaan kekasihnya.
Sekarang kekasihnya tampak baik-baik saja.
Aaron menutup pintu ruang rawat
Alice lalu berjalan menuju tempat duduk yang tersedia di sebelah tempat tidur
Alice. Bokongnya berciuman dengan tempat duduk itu lalu ia tersenyum kecil saat
ia melihat wajah damai dari Alice. Salah satu tangannya yang tak terluka itu menyentuh
tangan Alice yang baru saja diobati karena luka gores yang disebabkan oleh
Zayn. Ia tahun Alice diperkosa oleh si bajingan itu. Dan Aaron tidak akan
pernah memaafkannya. Dengan lembut Aaron mengelusnya terus menerus sampai pada
akhirnya sinar matahari mulai masuk melewati sela-sela tirai yang berterbangan.
Sudah pagi dan Aaron belum tidur juga. Bertepatan saat Aaron ingin berdiri,
Alice mengerjap-kerjap matanya.
“Alice?” suara Aaron penuh dengan
harapan. Alice belum merespon perkataan Aaron, ia melihat ke sekelilingnya
terlebih dahulu. Dimana dirinya sekarang. Lalu sekarang Alice tahu, ia berada
di rumah sakit dengan selang oksigen yang berada di hidungnya. Mata Alice
mencari-cari dimana Aaron lalu ia tersenyum lemah pada lelaki yang ia cintai.
“Hai,” sapa Aaron, lembut.
“Hai,” Alice membalasnya dengan
suara yang parau. “Apa kau baik-baik saja?”
“Aku merasa sangat terberkati saat
aku tahu kau menyapaku ‘hai’ beberapa detik yang lalu,” ujar Aaron, memang
merasa terberkati setelah ia mendengar suara Alice. “Hei, aku ingin memberitahu
kau sesuatu,”
“Mhmm? Apa itu?” Alice tampak
penasaran dengan ucapan Aaron. Tidak biasanya Aaron ingin berbicara seserius
ini. Maksudnya, aku ingin memberitahu kau
sesuatu? Tidak biasanya. Aaron bangkit dari tempat tidurnya lalu ia
mengecup bibir Alice dengan lembut, ia mengemut bibir bawahnya untuk merasakan
bibir Alice.
“Aku mencintaimu.” Bisik Aaron.
***
Gadis berambut hitam panjang itu
sedang memakai gaun tidur yang benar-benar tipis berwarna putih. Kakinya ia
selonjorkan di atas tempat tidur sambil ia memejamkan mata. Ia sedang menunggu
kekasihnya yang berada di kamar mandi. Samar-sama sebuah senyum muncul di
antara kegelapan yang melingkupi kamar itu. Ia tersenyum bahagia bahkan rasanya
ia ingin menangis sekarang. Tak percaya apa yang telah terjadi dalam hidupnya
sekarang. Ini bagaikan mimpi yang ia pikir tidak pernah terwujud, tapi
kenyataannya adalah mimpi itu terwujud dengan indahnya. Tangan kanannya
menyentuh jari-jari tangan kirinya, tepatnya pada jari manisnya. Sebuah cincin
telah melingkar di sana. Cincin emas yang diukir di sana dengan tulisan kecil.
Di bagian luar cincin itu terukir Touching
Fire tak kasat mata. Dan di bagian dalam cincin itu terukir nama Aaron Bieber. Benar-benar sempurna.
Matanya terbuka lalu tangannya menyentuh pada lehernya yang telah dihias oleh
sebuah tattoo permanen dengan tulisan Touching
Fire. Ia menyukainya. Ia benar-benar tidak percaya, di umurnya yang masih
belasan ini ia telah menikah dengan lelaki yang memiliki postur tubuh yang
hampir sama dengan patung dewa Yunani. Berbicara tentang suaminya, tiba-tiba
saja pintu kamar mandi terbuka. Muncullah seorang lelaki yang sedang
mengeringkan rambutnya itu dengan kasar memakai handuk kecil. Ia telah memakai
pakaian tidurnya juga yang berwarna hitam tapi Aaron tidak memakai atasannya.
Melihat suaminya yang muncul itu, ia bangkit dari tempat tidurnya dengan
perlahan.
“Bukan seperti itu caranya,” ujar
Alice, gadis yang baru saja menikah satu bulan yang lalu dengan Aaron dengan
lembut pada suaminya. Ia menarik handuk itu dari tangan suaminya lalu
membiarkan rambutnya basah. Ia mengeringkan bagian leher Aaron dengan lembut.
Senyum Aaron mengembang, memerhatikan istrinya yang benar-benar perhatian
dengannya. Matanya tak lepas dari leher Alice yang telah ditattoo. Merasa
diperhatikan, Alice menghentikan pekerjaannya.
“Apa?” Alice bertanya, bingung.
“Aku hanya sedang mengagumi karya
Tuhan yang paling sempurna bagiku,” puji Aaron membuat pipi Alice memerah. Tapi
Alice tidak membalas ucapan suaminya, kembali lagi ia mengeringkan tubuh Aaron
yang masih lembap. Saat jari-jarinya menyentuh pundak Aaron, ia merasakan
getaran yang sama seperti tadi. Ia membutuhkan Aaron berada dalam dirinya
kembali. Tak sadar Alice menjatuhkan handuk Aaron ke atas lantai. Lalu ia
mendongak melihat pada Aaron dan memberikan senyum penuh arti.
“I want you,” bisik Alice kemudian
ia mengecup dada Aaron dengan lembut. “I want you,” bisiknya lagi kali ini ia
mengecup puting Aaron hingga membuat Aaron mengerang. Gigi Aaron menggertak,
mengetahui keahlian istrinya semakin semakin hebat dan semakin panas. Ia telah
benar-benar menciptakan monster. “Oh, I really want you,” lidah Alice terjulur
begitu saja tepat di tengah-tengah dada Aaron. Aaron mengerang lalu ia memegang
kedua lengan Alice untuk menjauh dari tubuhnya. Sungguh sial.
“Mengapa?” tanya Alice menggoda
Aaron, tangannya ia angkat untuk menarik leher Aaron agar bibir mereka bertemu.
Saat akan bertemu, Alice menghentikan gerakannya. “Jawab aku,”
“Karena hanya dengan cara seperti
itu kau dapat membuatku lepas begitu saja,”
“Kau tahu aku hebat dari itu bukan?”
“Aku selalu tahu. Jadi diamlah dan
biarkan aku menciummu,” ujar Aaron memajukan kepalanya agar mulut mereka
bertemu. Mulut mereka terbuka sehingga lidah mereka saling memasuki lidah satu
sama lain. Aaron mendorong tubuh Alice ke belakang hingga ia betis Alice
menyentuh pada tempat tidurnya. Dibaringkannya tubuh Alice tanpa melepaskan
mulut mereka. Aaron terpaksa memisahkan mulut mereka saat ia kehilangan nafas,
itu adalah ciuman terlama yang pernah ia buat selama hidupnya. Lalu ia
memerhatikan wajah Alice terlebih dahulu sebelum ia melanjutkan aksinya. Ia
tersenyum.
“Call me daddy,” bisik Aaron
mengecup bibir Alice.
“Yes, daddy,” Alice menurut
perkataan Aaron. Perlahan-lahan Aaron mulai mengecup leher Alice sambil
tangannya meremas buah dada Alice yang besar itu. Sungguh, Aaron hampir gila
mengetahui Alice tidak memakai bra dibalik gaun tidurnya yang tipis. Bahkan ia
dapat merasakan puting Alice yang menegang, tegak berdiri. Tangan Alice meremas
rambut Aaron dengan lembut, ia mendesah tak kuasa menahan gesekan antara kain
gaun tidurnya dengan putingnya.
“I cant hear you baby,” bisik Aaron
menurunkan kepalanya. Kali ini ia menempatkan kepalanya di antara buah dada
Alice yang membusung tepat di hadapannya. Lalu ia menenggelamkan kepalanya di
sana, menjilat gaun putih yang tipis itu hingga basah. “Say, ‘Fuck me, daddy’,”
suruh Aaron.
“No,” desah Alice
menggeleng-gelengkan kepalanya. Aaron tidak ingin memaksa Alice, tapi ia
menggoda Alice hingga Alice akan memohon padanya untuk memintanya bersetubuh.
Aaron menjulurkan lidahnya pada puting Alice yang menegang, ia membuat sebuah
lingkaran kecil di sana hingga kain gaun tidur Alice basah. “Please, daddy,”
“Fuck me daddy, come on,” suruh
Aaron kembali. Kali ini Aaron mencakup salah satu buah dada Alice dengan
mulutnya. Lidahnya memutar-mutar di dalam mulutnya sambil terus menyedot dada
Alice yang benar-benar nikmat. Kedua alis Alice bertaut, ia mendesis lalu
menelan ludahnya. Ia membutuhkan air, kerongkongannya benar-benar kering
sekarang. Tangan Aaron yang lain mulai berada di bagian bawah Alice,
menggesek-gesekan bagian tengah celana dalamnya. Menggoda Alice.
“You like that huh?” tanya Aaron
mengecup ujung puting Alice, menggigitnya dengan pelan lalu ia menariknya
hingga Alice menjerit. “Do you like it baby?”
“Yes, daddy. Give me more,” desah
Alice memejamkan matanya.
“Try this one, aah, do you like
that?” tanya Aaron mengerang saat ia memasukan tangannya ke dalam celana dalam
Alice lalu jari tengahnya menyentuh pada bagian sensitive Alice yang telah
basah. “You’re so wet. I like your little clit baby,” puji Aaron mengecup
kembali ujung puting Alice tapi kali ini ia tidak menarik puting itu dengan
mulutnya melainkan lidahnya malah bermain-main dengan nakal di sana. Alice
hanya mengangguk-anggukan kepalanya pasrah. “Tell me,”
“Yes, daddy, yes! I love that. Oh,
please! Get your finger in,” suruh Alice memegang tangan Aaron yang berada di
dalam celana dalamnya itu, memohon agar salah satu jarinya masuk ke dalam
dirinya. Namun Aaron menggodanya, ia tersenyum licik melihat istrinya yang
tersiksa karena dari tadi ia hanya memutar-putarkan jarinya di sekitar bagian
sensitif Alice. “Oh, daddy, please,”
mohon Alice. Kasihan melihat istrinya yang telah menautkan kedua alisnya
akhirnya Aaron memasukan salah satu jarinya ke dalam.
“Oh, yes! You know I love that
baby,” erang Alice tersenyum merasakan jari Aaron yang besar dan panjang itu
masuk ke dalam tubuhnya. Aaron menarik tangannya keluar dari celana dalam Alice
lalu ia bangkit dari tempat tidur. “No! Daddy! What are you doing?”
“Get the fuck off your fucking
panties, baby,” ujar Aaron telah berada di atas lantai, bersimpuh di hadapan
kaki Alice lalu ia menarik celana dalam itu agar keluar dari kaki Alice, Aaron
melempar celana dalam itu dengan asal. Ia membuka kaki Alice sehingga sekarang
terpampanglah bagian bawah Alice yang mungil itu, tembam, serta hanya memiliki
satu garis tipis. Namun sekarang miliknya itu telah berubah menjadi warna merah
muda karena baru saja Aaron gelitiki dengan jari-jarinya yang ahli.
“Lick it daddy,” suruh Alice
memohon.
“I would love to dear,” bisik Aaron
tersenyum kemudian ia menempatkan wajahnya di antara kaki Alice. Ia membuka
bibir bagian Alice dengan lidahnya hingga terbelah dua sekarang. Tubuh Alice
melengkung ke bawah, tangannya meremas rambut Aaron memaksa kepala Aaron agar
masuk lebih dalam lagi. “You want me to get in my finger into your wet pussy?”
“Yes, daddy,” bisik Alice, pasrah.
Kembali lagi Aaron memasukan satu jarinya ke dalam tubuh Alice kemudian satu
lagi sehingga dua jari telah masuk ke dalam tubuh Alice. Alice menggigit bibir
bawahnya untuk menahan jeritannya. Mata Aaron tak lepas dari wajah Alice yang
benar-benar bergairah, menikmati gerakan tangannya di bawah. Jari Aaron terus
keluar-masuk di tubuh Alice hingga kedua kaki Alice menegang, perutnya pun juga
menegang.
“Oh, yes daddy. Im so close. Harder
daddy! Harder!” Alice memohon. Sesuai permintaan Alice, Aaron semakin
mempercepat gerakan jarinya hingga bunyi cepakan antara jarinya dengan bagian
bawah Alice. Aaron mengerang. Jarinya terasa diremas sekarang, semakin kencang
Aaron menggerakkan jari-jarinya, semakin ketat pula jari Aaron teremas.
“Im coming daddy! Fuck me daddy!”
“Yes, baby. Oh, yeah. That’s it!
Look at that little cunt,” ujar Aaron mengeluarkan jari-jarinya lalu ia
melepaskan seluruh celananya. Ereksinya sudah benar-benar siap masuk ke dalam
tubuh Alice. Tanpa berpikir panjang, Aaron memasukannya dalam tubuh Alice,
membuat Alice tersentak. Oh, ya ampun! Mengapa Aaron senang sekali melakukan
ini? Milik Alice masih berkontraksi dan Aaron telah memasukinya. Alasan mengapa
Aaron langsung memasukan ereksinya ke dalam tubuh Alice saat Alice sedang
datang adalah karena milik Alice semakin ketat meremas ereksinya. Aaron
mendongakan kepalanya ke belakang sambil memegang kedua pundak Alice.
“Oh, no daddy. Stop! Stop!” Alice
mendorong dada Aaron untuk menjauh dan mengeluarkan ereksinya dari tubuh Alice.
Tapi Aaron justru semakin mempercepat gerakannya, orgasme pertama yang baru
saja ia dapatkan membuat Aaron semakin mudah menggoyangkan tubuhnya. Orgasme
Alice kembali terbangun saat Aaron dengan brutalnya memaju-mundurkan tubuhnya.
“Fuck. That. Little. Cunt!” Aaron
mengucapkan kata-kata itu disela-sela gerakannya.
“Yeah, daddy. Fuck my little cunt,”
“Do you love your daddy?” tanya
Aaron sambil matanya melihat wajah Alice yang terlihat merasakan kesakitan
sekaligus kenikmatan. “Look at your daddy!” suruh Aaron. Kemudian Alice membuka
matanya, melihat pada mata harimau Aaron. Alice menganggukan kepalanya.
“What? I cant hear you!” ujar Aaron
memperlambat gerakannya sehingga membuat Alice terpaksa menggerakan pinggulnya
untuk mendapatkan pelepasannya. Alice masih terdiam. “I cant hear you baby.
Tell me. Do you love you daddy?”
“Yes, daddy. I love you! Please, fuck me!”
“You want me to fuck you harder than
this?”
“Mhmm, no. Daddy, its hurting me!
No, ah –no! Oh! Please, daddy,” terlambat. Aaron sudah menggerakan pinggulnya
semakin cepat. Saat Alice ingin mendapatkan pelepasannya tiba-tiba saja tubuh
Aaron berhenti. “Oh, daddy. Don’t stop!” pinta Alice, memohon terus menerus.
Mengapa suaminya benar-benar tega padanya? Ia membutuhkan pelepasan itu
sekarang juga. Kemudian Aaron mengangkat tubuh Alice dari tempat tidur sehingga
Alice memeluk leher Aaron, jangan bilang Aaron akan menyetubuhinya dengan
keadaan berdiri. Di sandarkannya Alice pada tembok kamar mereka.
“Lingkarkan kakimu di sekitar
pinggangku, kau menyayangi ayahmu bukan?”
“Mhmm,” gumam Alice berusaha untuk
memeluk pinggang ayahnya dengan kakinya. Saat kakinya benar-benar memeluk
pinggang Aaron, Aaron menaik-turunkan tubuh Alice dengan cepat. Suara cepakan
di antara tubuh mereka terdengar sangat seksi. Alice menempatkan kepalanya pada
pundak Aaron, berusaha untuk menikmatinya. Dan oh ya ampun, ini memang luar
biasa nikmat. Ia dapat merasakan seluruh ereksi Aaron dalam tubuhnya. Alice
mendesah lemah. Tiba-tiba saja ereksi itu menyentuh bagian sensitif dalam
miliknya. Sontak Alice mendapatkan pelepasannya.
“Im coming daddy,”
“Oh, yes. Me too honey!” erang Aaron
menyentak-sentakan tubuhnya pada tubuh Alice dalam beberapa hitungan. Seluruh
sperma Aaron masuk ke dalam tubuh Alice. Ia ingin menanamkan spermanya ke dalam
rahim istrinya. “Aku sangat mencintai Alice,”
“Aku lebih mencintaimu. Aku lelah,”
“Oh, kasihan sekali istriku
kelelahan,” ujar Aaron berjalan ke arah tempat tidur dan membaringkan tubuh
mereka berdua bersamaan. Tanpa melepaskan ereksinya dari tubuh Alice, Alice
tertidur di atas tubuh Aaron. “Aku suka saat penisku berada di dalam sana,”
“Aku menyukai juga. Biarkan aku
tidur,”
“Tidurlah, senyenyak mungkin,”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar