Kamis, 15 Agustus 2013

Kidnapped Bab 4

***

            Aku lebih memilih untuk bertemu dengan Justin dibanding Julianna harus datang ke rumahku. Siang ini aku memutuskan untuk pergi ke hutan seberang sendirian. Berharap tiba-tiba saja Justin datang untuk menemaniku dan mengabulkan permintaanku untuk menemaniku ke kedai Julianna. Sejuknya angin hutan ini mengembus menyentuh tubuhku. Samar-samar matahari masuk ke dalam hutan ini, menyilaukan pemandanganku untuk menikmati sejenak hutan seberang. Setelah usaha pertamaku telah rusak karena kedatangan Theo. Oh ya ampun, Theo. Ia pernah bilang padaku untuk tidak datang lagi ke hutan ini.
            Itu adalah renungan bagiku. Apa orang yang mengejarku tadi ada hubungannya dengan Kerajaan Kidrauhl? Mengapa ia menginginkan aku mati? Bagaimana caranya ia dapat membunuhku? Tentu saja ia beraroma vampire, aku juga punya penciuman yang bagus. Aku tahu yang mana manusia dan bukan. Dan vampire itu tidak dapat membunuhku. Sesama vampire tidak dapat membunuh kecuali dengan api atau memenggal kepala namun tidak memakai tangan vampire itu sendiri. Satu pertanyaan di benakku sekarang adalah, bagaimana caranya orangtua Justin membunuh Ayahku? Menarik kepalanya lepas? Memukulnya? Vampire bisa saling memukul, tapi tidak dengan senjata. Pistol tidak ampuh untuk membunuhku kecuali dengan peluru perak. Jadi, bagaimana orangtua Justin membunuh Ayahku? Aku sungguh penasaran. Ibuku hanya bilang bahwa Kerajaan Kidrauhl berbahaya dan aku harus menjauhinya, apa dia membenci Kerajaan itu karena Ayah telah terbunuh? Tapi, itu adalah peperangan. Akan ada yang kalah dan menang. Meski aku juga kesal karena mereka aku tidak dapat mendengar suara Ayahku sendiri.
            Lenyap dalam renungan, kudengar suara langkahan dari belakang tubuhku. Semakin mendekat, dan itu adalah vampire. Ia mengendus-endus, suara endusannya terdengar sampai telingaku! Apa dia adalah monster? Well, menurutku, vampire adalah monster. Berarti aku adalah monster yang membunuh hewan-hewan.
            “Kau tidak perlu jauh-jauh datang ke sini untuk meminta maaf padaku,” suara familiar masuk ke dalam gendang telingaku. Aku membalikkan tubuhku, sigap. Lalu mendapati Justin berdiri di belakangku dengan mulut yang penuh dengan darah. Apa dia baru saja memangsa seseorang? Mata emasnya! Aku jadi tidak dapat membedakan dia baru saja meminum darah dari siapa. Pakaiannyapun kotor dari noda darah. Aku heran, apa dia sadar sekarang adalah siang hari? Matahari bahkan sekarang sedang marah pada vampire hingga aku merasa begitu kepanasan.
            “A-aku tidak ingin meminta maaf padamu, aku tidak –“
            “Jadi, apa yang kauinginkan? Kau sudah tahu hutan ini berbahaya bagimu. Setelah aku tahu ada vampire yang mengikutimu sepanjang perjalanan di hutanmu, apa kau tidak takut kalau ia akan datang kembali?” Aku terdiam. Diamku meredamkan rasa terkejutku!
            “Kau mengikutiku?” terkaku.
            Ia mengejekku dengan tawaannya. “Pft! Mengikutimu? Tidak, Theo memberitahuku. Dia menyukaimu, kau tahu. Maksudku, hei, sadarlah! Kau tidak lebih dari perawan murni dengan jiwa yang suci yang baru saja kugigit. Dia lebih baik dibanding dirimu, aku heran. Apa kelebihanmu sampai-sampai ia dapat menyukaimu?” Justin mengejekku, meminta untuk bertengkar. Apa sekarang akan terjadi Perang Dunia III? Kuharap tidak, aku harus memenuhi janjiku terlebih dahulu untuk Julianna sebelum ia datang ke rumahku.
            “Dengar, Justin,” aku mengangkat tanganku, meminta perdamaian. “Aku datang ke sini hanya untuk memintamu pergi denganku ke kedai temanku, Julianna. Kumohon kau harus memenuhinya, karena jika tidak ia akan datang ke rumahku! Aku tidak ingin dia datang lagi ke rumahku,”
            “Jika aku tidak mau, apa yang akan kau lakukan?”
            “Aku akan membujukmu terus menerus untuk memenuhinya. Dia menyukaimu!” seruku gemas. Justin berjalan, mengelilingiku. Matanya melihatku dari bawah kaki hingga kepalaku, menyimak-simak apa yang sedang ia lihat. Aku menelan ludahku, apa yang sedang ia lakukan?
            “Dia ..manusia, menyukaiku? Seberapa seksi dia?”
            “Dia bahkan lebih menarik dari perawan yang baru saja kau gigit itu! Percaya padaku, ia seksi. Tapi kumohon, jangan gigit dia. Dia sahabat manusia yang paling kusayang, aku berteman dengannya sudah lama sekali,”
            “Seberapa lama?”
            “Jawab saja Justin. Ya atau tidak?” aku memaksanya. Ia menghentikan langkahnya, tepat di hadapanku lalu kembali aku mendengar kekehan idiotnya.
            “Jika aku dapat tidur denganmu, maka jawabannya, Ya.”

***

            Aku tersentak.
            “Apa?” Ini seperti ..apa yang sedang ia pikirkan sekarang? Beberapa detik sebelumnya, ia bilang padaku bahwa apa yang menarik dariku? Dan sekarang ia menawarkan ..oh ya ampun, apa aku terlihat semurah gadis vampire yang kita temui di bar beberapa hari yang lalu? Dia gila. Justin masih berdiri di hadapanku, membersihkan mulutnya yang masih berlumur darah.
            “Nah sekarang kau yang jawab, Ya atau Tidak?” tanyanya berjalan keliling di sekitarku. Santai. Seolah-olah tidak ada masalah yang akan ia dapat. Padahal aku ingin sekali memukulnya. Matahari sepertinya masih marah dengan suhu yang ia berikan pada vampire. Padahal niatku baik sekali untuk memenuhi janjiku agar Julianna dapat bertemu dengan Pangeran Berengsek Bieber.
            “Sayang sekali tadi kau pulang begitu cepat. Di papan pengumuman, besok kau berada di urutan ke 6 atau 7. Aku lupa. Kau tahu, pelelangan? Kau akan dilelangkan untuk para mahavampira besok agar uang yang akan kami keluarkan dapat berguna untuk teman-teman vampire kita di Afrika. Mereka membutuhkan darah yang harus kita beli dari rumah sakit. Nah, begini, aku akan memenuhi permintaanmu hari ini dengan imbalan yang harus kauberikan untukku, mengerti?”
            Aku memberikan wajah bingung padanya. “Eh? Aku tidak mengerti,” gumamku yang membuatnya mendesah kesal lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Kakinya berjalan menuju salah satu pohon yang telah tumbang akibat petir, kurasa. Atau semacamnya. Bagaimana bisa? Ia duduk di atasnya, lalu ia menatap ke sekitar hutan. Seolah-olah ia berpikir, mengapa gadis yang ia temui bodoh sekali? Well, aku tentu saja tidak mengerti apa yang ia katakan. Pelelangan? Pft, bodoh.
            “Kau masuk dalam daftar wanita yang akan dilelang oleh para mahavampira besok. Dan tentu, jika aku menginginkanmu, aku bisa saja mendapatkanmu besok. Aku Pangeran Kidrauhl, ingat?” ia menyombongkan diri.
            “Lalu?” tanyaku, takut-takut maka aku mundur beberapa langkah ke belakang.
            “Aku tahu kau takut padaku, mungkin kau berpikir kau akan diperkosa. Maka besok, hadiah untuk para mahavampira yang membayar wanita-wanitanya adalah kencan. Nah, jadi, besok ..berdandanlah secantik mungkin untukku. Oke?”
            “Hanya sekedar kencan bukan? Tidak lebih?”
            “Aku tidak berjanji,”
            “Baiklah,” aku mengalah.
            “Maka kau mendapatkan aku hari ini untuk bertemu manusia sialan itu,” Justin mengumumkan. Syukurlah!

***

            Suasana sore ini sungguh membuatku cukup gugup. Aku membawa Justin, vampire gila, ke sebuah kedai! Dan kedai itu milik sahabatku! Bagaimana mungkin aku bisa segila itu? Tapi tidak apa-apa. Demi Julianna dan demi aku juga. Agar ia tidak datang ke kastilku karena itu akan menjadi sebuah bencana bagiku. Kedai kopinya seperti biasa selalu ramai. Lampu luarnya telah menyala karena matahari sudah tidak dapat memberikan rasa marahnya padaku atau Justin. Aku sudah memberitahu Justin untuk bersikap normal. Dan ia tidak ingin mendengarkan perkataanku tentang matanya yang mirip dengan mata kucing! Ia tidak ingin memakai lensa kontak mata yang telah kuberikan untuknya –stok lensa kontak mata di rumahku banyak sekali.
            Musik country mulai terdengar saat aku membuka pintu kedai Julianna. Banyak sekali pria-pria tua yang sedang bersantai di kedai ini. Menyesap kopi mereka sambil membicarakan pekerjaan mereka seharian. Untunglah aku telah memberitahu Justin untuk berpakaian yang lebih berwarna karena kami –vampire—sering memakai pakaian berwarna hitam. Kami mencari-cari tempat yang pas untuk berbicara dengan Julianna lalu Justin tiba-tiba saja memegang tanganku.
            “Kurasa di ujung lebih baik,”
            “Yeah, agar kau bisa menyentuhku lagi,”
            “Aku tidak melakukan apa yang tidak ingin kulakukan,” gumam Justin menarik tanganku, melewati meja-meja pengunjung dengan cepat. Beberapa gadis yang sedang bersantai melihat Justin lewat dengan tatapan kagum. Mereka hanya belum tahu saja Justin itu vampire seperti apa! Kami duduk di tempat duduk yang empuk serta berhadapan dengan kulit berwarna merah. Di ujung, dekat jendela yang tidak dibersihkan. Mungkin aku akan membantu Julianna untuk membersihkan kedainya malam hari. Ia duduk di hadapanku dengan tangan yang melipat.
            “Jadi, dimana teman seksimu itu?”
            “Bisakah kita menyingkirkan pikiran mesum gilamu itu sampai kita pulang nanti? Kumohon, bersikaplah normal malam ini. Demi aku?”
            “Demi kau,” gumamnya terkekeh lalu ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang, menyandarkan tubuhnya ke kursi. Saat ia ingin membuka mulutnya, Julianna datang dengan ..penampilan yang sangat cantik. Aku merasa minder karena kecantikannya yang luar biasa malam ini.
            “Hai, Chantal! Kau datang! Aku senang kau memenuhi janjimu untuk datang dengan teman tampanmu ini,” ia kegirangan! Ia kegirangan dan aku merasa ..entahlah. Aku tidak dapat mendekskripsinya saat ia memuji Justin. Hanya saja, pujiannya sungguh salah untuk Justin. Justin dengan normal berdiri dari tempat duduknya lalu berkenalan dengan Julianna, meraih tangannya lalu memeluknya. Aku melihat gerak-geriknya, seperti dibuat-buat. Atau Justin sedang menahan hasratnya untuk menggigit Julianna?
            “Kalian ingin minum kopi apa?”
            “Bawakan anggur yang paling kau suka,” Justin menyeletuk, menjawabnya sedetik setelah Julianna selesai berbicara. Julianna menganggukan kepalanya lalu ia berjalan balik untuk mengambil kami anggur. Baiklah, kalau anggur, aku pernah mencobanya. Selintas, aku berpikir, Justin ternyata bisa berakting normal. Saat Julianna lenyap dari hadapan kami, aku memberikannya senyum terima kasihku. Tapi ia meresponnya dengan kedipan mata sebelah yang membuat pipiku memerah. Aku bertaruh, ia pasti sedang membayangkanku tidur dengannya. Karena itulah yang ia inginkan.
            “Maksud pelelangan itu apa?” aku akhirnya berusaha untuk bersikap ramah-tamah padanya.
            “Kau akan dilelang oleh paravampira. Yang harus kaulakukan hanyalah berdiri di atas panggung, di sebelah podium. Maka Mrs. Louff akan memberitahu apa saja kelebihanmu. Setelah kau dilelang, uang yang dikeluarkan oleh si pelelang akan berguna untuk membeli darah dari rumah sakit dan dikirimkan bagi teman-teman kita di Afrika. Bagaimana menurutmu? Maukah kau berdandan cantik untukku sesuai dengan perjanjian kita tadi?” Justin menggerak-gerakan tangannya, menjelaskan apa yang baru saja ia katakan. Sebelum aku menjawabnya, Julianna muncul dengan ..bibir yang telah ia poles dengan pelembap bibir. Tadi bibirnya tidak lembap! Ya ampun. Ia berdandan berlebihan untuk Justin.
            “Gelas untukmu, Chantal. Dan untukmu, Mr.Tampan,” pujinya, genit. Sekarang aku tahu maksud Ibu tentang manusia memiliki dua sisi. Maksudku, wanita. Wanita memiliki dua sisi. Dan sekarang aku baru saja bertemu dengan sisi Julianna yang bertemu dengan lelaki setampan Justin. Tunggu ..apa? Lelaki setampan Justin? Aku ingin muntah sekarang. Gelas kecil di hadapan kami telah dipenuhi oleh anggur. Botol anggur yang berada di dalam baskom aluminium itu di taruh di ujung meja. Aku menggeser dudukku agar Julianna dapat duduk di sebelahku.
            “Jadi, bagaimana kalian berdua dapat bertemu?” tanyanya setelah bokongnya menyentuh kursi.
            “Kita? Satu kampus, tentu saja,” Justin menjawabnya, hangat. Sial, jika ia menjawabku, jawabannya sungguh dingin. Dan selalu saja ada unsur menggoda atau mesum! Kapan ia dapat memperlakukanku normal seperti ini?
            “Aku bertemu dengannya ..tampak cantik sekali. Saat pertama kali aku melihatnya, aku seperti melihat malaikat yang dikirimkan Tuhan untukku,” jelas Justin. Tunggu dulu! Tunggu dulu! Apa dia gila? Apa dia baru saja kehilangan akal? Dia bahkan belum menyentuh anggur sialan itu, bagaimana bisa ia mabuk? Aku menatapnya dengan tatapan “Bodoh! Kau luar biasa bodoh!”. Ia hanya terkekeh pelan lalu ia mengambil gelas kecil itu kemudian menenggakkannya hingga habis. Kulirik Julianna yang menatap Justin dengan tatapan kecewa. Oh, berarti dia mengharapkan Justin. Tapi, maaf, Julianna. Kau tidak dapat memilikinya karena dia adalah vampire.
            “Kau memiliki warna mata yang langka. Apa itu adalah lensa kontak mata?” tanya Julianna, mengalihkan topik pembicaraan. Jelas ia tidak menyukai percakapan kami yang ‘itu’.
            “Tidak,” balas Justin kemudian menjelaskan. Aku memerhatikan Justin terus menerus dengan Julianna. Tampak normal. Tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang menyimpang. Ia tidak menggoda Julianna –meski aku sadar betul Julianna ingin Justin menggodanya. Mereka membicarakan asal Justin. Aku hampir ingin muntah karena cerita karangan Justin tentang keluarganya. Menit demi menit berlalu, aku memerhatikan Julianna yang sesekali memainkan rambutnya. Kau tahulah sikap manusia berjenis kelamin perempuan jika ia sudah bertemu dengan lelaki yang ia sukai. Flirting. Lucunya, di dunia vampire, aku pernah melihatnya di depan mata kepalaku sendiri. Dan itu pada Justin. Dan itu di bar. Oke, sudah. Aku tidak ingin mengingat kenangan di bar itu. Itu membuat kepalaku memanas.
            “Aku rasa Chantal dan aku harus pulang sekarang. Aku harus mengerjakan tugas kampus bersama dengannya, tugas kelompok,” ujar Justin mengakhiri percakapan mereka yang telah berlangsung kurang lebih 30 menit.
            “Kita? Pulang?” Otakku sedang memproses apa yang ia katakan. Oh, kerja kelompok.
            “Oh? Benarkah kalian harus pulang? Kupikir kita bisa menghabiskan malam bersama-sama. Bahkan sekarang baru jam 7 malam. Tapi tidak apa-apa,” ujar Julianna bangkit dari tempat duduknya lalu ia melihat Justin yang juga berdiri kemudian ia menjabat tangannya kemudian memeluk Justin dengan erat. Apa-apaan yang sedang kulihat? Kudengar geraman dari Justin yang membuat Julianna menjauh dari tubuh Justin dengan wajah yang girang. Apa dia berpikir Justin terangsang akibat pelukannya? Oh, Julianna, percaya padaku. Setelah kau tahu dia adalah vampire, aku yakin kau akan pergi ke Berlin lalu mengganti namamu dengan Alicia.
            “Baiklah, Chantal. Terima kasih sudah memenuhi janjimu untuk datang ke sini, aku menyayangimu,” ujar Julianna memelukku tanda terima kasih. Aku hanya dapat terdiam. “Senang bertemu denganmu Justin, kuharap kau bisa datang lagi ke sini. Sendirian.”
            “Kuharap begitu juga, Ms.Beautiful,” puji Justin yang berhasil membuat pipi Julianna memerah. Tapi tanpa berpikir panjang, Justin menarik tanganku untuk keluar dari kedai ini. Saat kami telah berada di luar kedai, ia langsung menggendongku dan berlari secepat angin. Oh, ya ampun, apa dia gila? Aku tahu, ia sedang berusaha menjauhi Julianna. Saat aku membalikkan kepalaku untuk melihat kedai itu, kedai itu telah lenyap dari pandanganku. Justin cepat sekali berlari, seperti angin.
            Tiba-tiba saja ia menghentikan lariannya. Tepat di tengah-tengah hutanku. Tempat dimana aku suka merenung bersama dengan Fluppy. Memikirkan banyaknya dedaunan yang telah gugur. Di tengah-tengahnya, kami sedang berdiri di tengah-tengah hutan. Aku menarik nafas, terengah-engah, begitu juga dengan Justin. Seharusnya, hanya Justin saja yang terengah-engah karena ia berlari. Tapi jantungku sedang berdegup kencang.
            “Ingat perjanjian kita, sekarang kau harus pulang. Mandi. Berdandanlah secantik mungkin. Karena para kandidat harus memakai gaun yang cantik. Pakailah gaun tercantik yang kaumiliki untukku,”
            “Jika aku tidak mau?” aku menggodanya, berusaha untuk bersikap ‘bersahabat’ dengannya meski Ibuku melarangnya.
            “Aku akan membawamu ke sebuah hotel ..ke dunia manusia. Dan menidurimu, membuatmu mendesah—“
            “Chantal! Apa yang kaulakukan? Bukankah kau seharusnya berada di rumah?” kudengar suara Ibuku yang berasal dari sebelah kanan. Aku menoleh ke sebelah kanan dan mendapati Ibuku yang terkejut setelah ia melihat Justin. Oh ya ampun, apa aku akan dihukum? Kuharap tidak. Tapi, kemungkinannya begitu kecil. Tanpa berpikir, Justin langsung berlari secepat angin, menghindariku. 
            “Ya Tuhan, Chantal. Apa kau baik-baik saja? Apa yang telah ia lakukan padamu?” Ibuku tampak panik. Serangan panik. Ia berlari ke arahku lalu kedua tangannya memegang kepalaku. Ia menolehkannya ke kanan dan kiri. Memerhatikan apa aku baik-baik saja atau tidak. Tapi kenyataannya adalah aku masih dapat bernafas.
            “Kami hanya mendiskusikan tentang kerja kelompok,” dustaku. Ya ampun, aku tidak pernah berbohong pada Ibuku! Dan ini adalah yang pertama kalinya. Ibuku langsung memelukku dengan isaknya. Kulihat Phillip berada di belakang Ibuku, menatapku dengan tatapan hangat. Ia seperti Ayah kandungku, kau tahu.
            “Selama kau baik-baik saja dan kau tidak disakiti, Ibu sangat mengkhawatirkanmu setelah melihatmu berbicara dengannya,”
            “Ibu, tidak apa-apa. Tidak ada yang terjadi padaku,” aku berusaha sebisa mungkin untuk membuatnya tenang. Tapi, tidak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar