***
“Ya
Tuhan! Dia tampan sekali dan dia Justin Bieber pemain basket tim Lakers itu!”
“Apa
dia Justin Bieber yang berada di tim Lakers itu? Dia harus menjadi milikku,”
“Aku
bersumpah demi sahabat-sahabatku kalau aku akan membuatnya ingin meniduriku,”
“Wanita
yang berada di sebelahnya ada pelacur,”
“Wanita
murahan! Sial,”
Jeritan-jeritan
dan hinaan-hinaan dari para mahasiswa kampus itu terdengar sampai pada ke
telinga Justin saat dia dan Beep melewati anak tangga untuk masuk ke dalam
kampus. Beep menundukan kepalanya, merasa malu karena ia telah dihina sebagai
pelacur bagi Justin. Justin bahkan tidak merasa risih saat kekasihnya dihina
seperti itu karena baginya, Beep bukanlah pelacur. Meski Justin tidak begitu
serius mencintai Beep seperti Beep sangat serius mencintai Justin, tapi Justin
masih menghargai Justin. Dan ya, mungkin Justin bisa memanggil Beep sebagai
pengisi hatinya untuk sementara dan penyalur hasrat gairahnya. Beep mencintai Justin tidak berlandaskan
dengan nafsu, tidak sama seperti Justin yang mencintai Beep karena nafsunya
yang selalu menggebu-gebu saat ia menatap mata Beep sehingga jantungnya selalu
berdetak lebih kencang.
Caitlin
yang berada di belakang Justin dan Beep mempercepat langkahannya untuk
mensejajarkan jalan mereka. Kemudian mereka berhenti di depan pintu loker
mereka dan membukanya masing-masing.
“Mereka
memanggilku pelacur,” gumam Beep merasa terlecehkan.
“Tidak,
kau bukan,” bisik Caitlin yang berada di sampingnya.
“Aku
merasa begitu malu dengan ..ya Tuhan, aku merasa begitu kotor sekarang,” bisik
Beep mendekatkan bibirnya pada telinga Caitlin Caitlin menganggukan kepalanya
dan merapikan bukunya di dalam loker. Justin tampak pendiam pagi ini, ia tidak
ingin mengurusi Beep untuk sementara sekaligus Justin merasa kesal karena
kemarin malam Beep menolak untuk tidak berhubungan badan. Karena di setiap
kecupan dari Justin memberikan kenyamanan sekaligus kepahitan. Tentu saja
sangat tidak lucu jika Beep melakukan hubungan badan Beep menangis di setiap
dorongan yang Justin berikan. Berpikir bahwa Justin menyatakan cinta hanya agar
Justin memiliki tubuh Beep, meski tidak sepenuhnya. Tapi setidaknya, Justin
juga bisa melakukannya. Bahkan Beep juga merasa ketakutan jika ia hamil. Tapi
untunglah Justin dan dirinya melakukannya di luar dari tanggal terlarang bagi
Justin dan dirinya demi kebaikan bersama.
“Beep.
Dengar aku. Kau bukan pelacur. Kau pemusik. Mengerti? Kita semua yang berada di
sini adalah pemusik yang handal. Oke? Kau percaya padaku kalau kau bukanlah
pelacur?” tanya Caitlin memegang kedua bahu Beep dengan erat. Beep menganggukan
kepalanya.
“Hey,
kalian,” seorang lelaki tiba-tiba saja muncul di hadapan Justin, Beep dan
Caitlin. Wajahnya adalah wajah seorang Pakistan dengan sedikit janggut yang
berada di sekitar dagunya. Warna matanya sama seperti Justin, tapi tentu saja
mata Justin adalah mata terbaik bagi Beep setelah Theo. “Justin Bieber dan
teman-temannya? Kau tahu, Bieber. Aku mengagumimu bermain di tim Lakers dan
mencetak angka-angka dengan hebat seperti Kobe Bryant. Dude, kau sangat
mengagumkan!” puji lelaki itu yang membuat kepala Justin membesar.
“Bisakah
kau menandatangani tas putih ini dengan spidol ini? Namaku Zayn,” ujar Zayn
mengeluarkan sebuah spidol besar berwarna hitam dan langsung memberikannya pada
Justin. Justin cukup terkejut namun ia menerima tawaran dari Zayn.
“Zayn
..jaga baik-baik,” gumam Justin sambil menandatangani tas putih milik Zayn.
“Apa
kita bisa menjadi teman? Aku angkatan tahun lalu,”
“Ya,
tentu saja. Tentu saja,” celetuk Caitlin yang senang akan kedatangan lelaki
yang begitu menarik ini. Semangatnya yang benar-benar membuat Caitlin senang
dan tidak pemalu.
“Ya,
tentu saja kita bisa menjadi teman,” ujar Justin menganggukan kepalanya dengan
senang juga. Tidak perlu waktu yang lama, ia langsung memiliki teman. Beep
hanya terdiam, ia tidak ingin banyak bicara.
“Aku
akan memanggil teman-temanku yang lain,” ujar Zayn berlalu dari hadapan mereka.
“Tetap di sana!” teriak Zayn keluar dari gedung kampus untuk mencari
teman-temannya yang lain.
***
Hari
demi hari berlalu dengan penuh kesenangan yang meliputi diri Justin, Beep dan
Caitlin dengan teman-teman baru mereka. Mereka tampak begitu akrab. Zayn cukup
tertarik dengan Catilin yang cantik dan teman-temannya seperti Niall, Harry,
Liam dan Louis sangat menyenangkan. Bahkan mereka tiap harinya datang ke rumah
Justin untuk bermain basket. Suatu kehormatan dapat bermain basket bersama
dengan seorang Justin Bieber mantan pemain Lakers.
Mereka
telah menempuh satu bulan penuh dengan penuh canda tawa yang menaungi mereka
tiap harinya. Perasaan kalut Beep semakin berkurang meski Justin tampaknya
tidak begitu perhatian seperti dulu setelah Justin menemukan rumor dari New
York melalui Josh tentang Beep yang ternyata satu kampus bersama dengan Theo.
Ya, Justin juga mencari tahu asal-usul Beep yang tidak jelas baginya. Beep
tidak pernah ingin membahas masa lalunya, tentunya. Beep merasa malu jika ia
menceritakan kepada banyak orang tentang ia adalah anak yang tertolak dan anak
yang tidak diinginkan.
Beep
baru saja menghubungi ayahnya, ia ingin mengunjungi rumahnya ayahnya setelah
beberapa bulan tidak bertemu dengan ayahnya dan hanya melakukan hubungan kontak
melalui ponsel. Beep juga merindukan ayah angkatnya yang ia sayangi. Tapi ia
harus menunggu Justin yang belum pulang hari Minggu ini. Padahal sekarang sudah
sore menjelang malam. Untung saja rumah ayah Beep tidak begitu jauh dengan
rumah Justin. Dan ia juga telah diberitahu alamat rumah ayahnya. Malam ini Beep
merasakan kesepian yang begitu mendalam dari Justin yang semakin semakin
menjauhinya. Ia mencintai Justin, tentu saja, tapi harapannya satu bulan lalu
sepertinya tidak akan pernah terjalani dengan mulus. Ia menarik kedua lututnya
hingga sampai pada dadanya yang semakin membesar. Ia menatap pada langit malam
di tengah-tengah lapangan basket tanpa jaket. Tentu saja. Malam ini tidak
begitu dingin. Melihat bintang-bintang yang mulai bermunculan lalu air matanya
mengalir.
Sampai
kapan Beep harus hidup dalam penyesalan yang tiada akhir? Ia tidak pernah
berbicara dengan Theo. Dan ia ingin berbicara dengan Theo, ingin mendengar
bahwa Theo memaafkannya.
“Fuck!
Sial! Sial! Sial kalian semua. Fuck you Christian! Aku membencimu! Sialan kau!”
teriak Justin yang tiba-tiba benar-benar membuat Beep terkejut. Ia langsung
bangkit dari lantai lapangan basket dan menghapus air matanya. “Aku membencimu
juga Caitlin! Kalian semua telah berbohong padaku!” PRANG! Suara pecahan beling
terdengar dari dalam rumah. Beep berlari masuk ke dalam rumah Justin dan
melihat barang-barang koleksi perahu botol milik Justin yang berada di dalam
lemari berjatuhan terbuang dari tangan Justin. Justin menangis dan ia
menggelengkan kepalanya di atas sofa keluarganya.
“Justin?”
bisik Beep dengan ragu. Beep merasa begitu ketakutan. Secepat ini? Secepat
inikah Justin akan mengetahui kebohongannya yang akan segera terungkap? Atau
telah terungkap? Justin mendongak dengan mata yang berair dan memerah. Ia
menatap Beep dengan tatapan penuh dengan kebencian.
“Kau!
Kau yang telah menyakiti Theo. Sial kau Beep. Seharusnya aku tahu dari awal
kalau kau adalah kekasih dari Theo. Tapi ..ya Tuhan. Aku begitu bodoh
sekarang!” teriak Justin meremas rambutnya. “Jantung ini adalah milik Theo. Apa
kau juga tahu tentang ini pembohong?” tanya Justin yang membuat jantung Beep
berhenti sesaat. Jantung Theo? Kejut Beep tak percaya. Selama ini Theo telah
meninggal? Beep merasa ingin mual sekarang.
“Aku
tidak mau tahu. Kau harus keluar dari sini kau sialan pembohong!” bentak Justin
pada Beep yang air matanya telah mengalir. “Pembohong!” teriak Justin pada Beep
dan Caitlin yang berada di belakang Beep. Semuanya hening.
Kecuali
satu.
Hati
Beep yang menangis.
Aku
ditolak. Kembali. Bisik Beep dengan suara yang kecil dari dalam hatinya. Oleh orang yang sangat kucintai.
***
“Apa
kau ingin mendengarkan penjelasanku sebelum aku pergi dari rumahmu?” tanya Beep
dengan suara yang benar-benar kecil. Ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak
membuat isak tangis, namun ia tidak bisa menahannya. Christian dan Caitlin yang
berada di belakangnya tampak diam dan menundukan kepalanya. Beeplah yang
memiliki kebohongan terbesar dan semuanya itu bisa dikatakan adalah salahnya, bagi
Justin. Justin benar-benar bersyukur pada Tuhan karena Beep bukanlah istrinya
kelak. Ia tidak akan pernah mencintai Beep. Persetan dengan cinta! Justin
mencintai Beep itu kemungkinan besar karena Theo. Bisa dibilang begitu. Sejak
hubungan cinta Theo dan Beep, Theo selalu menahan hasratnya untuk melakukan
hubungan badan sehingga tiap kali ia menatap mata Beep, jantungnya berdetak
lebih kencang daripada biasanya. Gairahnya juga muncul saat itu, tapi Theo
ingin menjaga tubuh Beep sebaik mungkin. Namun Justin, yang telah memiliki
jantung Theo tidak dapat menahan segala hasrat terpendam yang dimiliki Theo.
Segalanya tersalurkan dari Theo. Jantung ini adalah dari Theo. Theo adalah
sebagian dari tubuhnya. Hasrat Theo adalah hasratnya juga. Nafsu Theo adalah
nafsunya juga. Tapi persetan dari segalanya! Ia ingin Beep pergi dari
hadapannya. Tatapan mata birunya benar-benar membuatnya muak!
Beep
masih berdiri di depan Justin dengan air mata yang terus mengalir. Berdiri dari
sofa, Justin berusaha untuk bisa menyentuh kembali tangan Beep. Meski ia
berpikir bahwa Beep hanyalah mahluk hina yang selalu berbohong. Ia menarik
tangan Beep dengan kasar, namun Beep menahan rasa sakit dari tarikan tangan
Justin. Beep berpikir, ini mungkin memang apa yang seharusnya terjadi. Tapi
mengapa harus bersama Justin? Kenapa penolakan yang harus diterima berikutnya
adalah penolakan dari orang yang paling ia inginkan? Ia cintai? Justin menyeret
Beep sampai pada depan pintu kamar Beep. Ia membuka pintunya dan masuk bersama
dengan Beep.
“Sial!”
gumam Justin merasa menyesal karena telah menerima Beep masuk ke dalam rumahnya
dan hidupnya. Ia menggelengkan kepalanya dan membanting tangan Beep dengan
kasar. Lalu ia berjalan menuju lemari pakaian Beep.
“Sial!
Sial! Sial!” marah Justin mengeluarkan pakaian-pakaian Beep dari dalam lemari
ke atas lantai dengan kesal. “Aku tahu kau telah mengetahui bahwa Theo telah
meninggal. Jadi kau merasa ‘Oh Ya Tuhan, Justin tidak akan pernah tahu kalau
aku adalah kekasih dari Theo’. Ya, pasti kau berpikir seperti itu. Untunglah
aku tidak pernah benar-benar mencintaimu,” gumam Justin terus mengeluarkan
pakaian-pakaian Beep dengan acak. Hati Beep keluar dari tubuhnya saat itu
juga, merasa bahwa untuk apa ia hidup
lagi di dunia jika Justin sudah tidak lagi menginginkannya? Karena satu-satunya
lelaki di dunia ini yang paling ia inginkan adalah Justin. Ia bisa merasakan
itu dari awal. Takdirnya yaitu bersama Justin. Tapi pemikiran yang selama ini
ia pikir salah besar. Justin dan dirinya tidak ditakdirkan bersama.
“Sekarang,
lihat aku,” suruh Justin pada Beep yang menundukan kepalanya, air matanya
mengalir dengan lambat melewati pipinya. Beep berusaha untuk mendongakan
kepalanya lalu berhasil. Ia bertemu dengan tatapan Justin yang penuh dengan
kebencian. Aku patut dibenci.
Pikirnya menarik nafas dan berusaha untuk tidak menangis.
“Apa
kau benar-benar tahu kalau Theo telah meninggal dan ia memberikan jantung ini
padaku?”
“Tidak,”
bisik Beep jujur. Tapi pembohong adalah pembohong. Ketahuan. Menjijikan. Tidak
akan ada yang percaya lagi.
“Pembohong!”
teriak Justin terduduk di atas tempat tidur Beep. “Tentu saja kau tahu kalau
saudara lelaki yang lebih kucintai dibanding dirimu itu telah berada bersama
Tuhan! Kau yang telah menyakitinya, kau pelacur!”
“Justin!”
teriak Caitlin dari belakang. Merasa tidak terima jika sahabatnya dibentak
dengan panggilan pelacur. “Apa maksudmu memanggilnya sebagai pelacur?” tanya
Caitlin mulai melangkah masuk ke dalam kamar Beep. Beep berpaling ke belakang
dan menatap Beep dengan tatapan memohon untuk tidak dibantu oleh Caitlin.
“Tidak,”
bisik Beep ingin masalah ini teratasi oleh dirinya sendiri. Biarkan dia yang
menanggu resikonya sendiri. “Kumohon,” bisik Beep lagi. Caitlin menatap Beep
dengan tatapan penuh rasa kasihan yang pernah ia rasakan dalam hidupnya.
Kemudian Caitlin mengambil nafasnya dalam-dalam.
“Biarkan
aku dan Beep sialan ini menyelesaikan masalah kami bersama. Dan kau tahu
Caitlin? Kau bahkan tidak pernah dianggap sebagai sahabat oleh si pembohong
ini!” ujar Justin bangkit dari tempat tidur Beep, ia berjalan menuju Caitlin
dan mendorong Caitlin untuk keluar dari kamar Beep.
“Jika
kau benar-benar menyakitinya –“ pintu kamar Beep telah tertutup dan terkunci
oleh Justin. “Sekarang, tadi sampai mana kita sayang?” tanya Justin berbalik
dan menghampiri Beep. Ia menyentuh pundak Beep dari belakang dengan lembut.
Kembali air mata Beep mengalir. Apakah Justin akan menyakitinya? Jika ya,
mungkin ia memang harus mendapatkannya.
“Apa
kau ingin menyakitiku?” tanya Beep, gemetar.
“Apa
kau percaya aku akan menyakitimu?”
“Mungkin,”
“Aku
tidak menerima jawaban yang tidak pasti,”
“Ya,”
“Maka
itu akan terjadi padamu, sayang,” bisik Justin di telinga Beep, “sekarang,”
lanjut Justin membuat darah Beep berdesir. “Naik ke atas tempat tidur
sekarang,”
“Apa
yang akan kaulakukan?” tanya Beep berbisik.
“Memperkosamu
sampai kau merasakan kesakitan seperti yang kurasakan,” bisik Justin penuh
dengan kengerian yang membuat Beep menggelengkan kepalanya. Ia sedang tidak
ingin berhubungan badan di saat seperti ini. Tidak mungkin! Beep menyingkirkan
tangan Justin dari bahunya lalu berbalik, menatap pada Justin yang tersenyum
miring dengan penuh kejahatan di wajahnya. Beep merasa ini begitu berlebihan.
Ia tidak ingin disakiti secara fisik. Theo tidak pernah melakukan ini. Theo
bahkan tidak pernah meneriaki Beep seperti Justin yang baru saja melakukannya.
Tiba-tiba tangan Beep terasa begitu gatal ingin menampar Justin.
“Kau
tidak tahu apa yang kurasakan, kau pembohong sialan!” teriak Justin pada Beep, sontak
tangan Beep langsung menampar pipi mulus milik Justin dengan kasar.
“Aku
lebih baik tinggal kembali ke panti asuhan dibanding aku harus berhubungan
badan lagi denganmu Justin!” teriak Beep yang akhirnya memberitahu pada Justin
bahwa ia adalah anak buangan dan tidak diinginkan oleh orang tuanya. Justin
tertawa terbahak-bahak, seakan-akan itu benar-benar lucu.
“Pantas
saja kau seperti ini, Beep. Seharusnya aku tahu dari awal bahwa kau anak yang
tertolak!”
“Maka
dari itu aku tidak ingin kau menolakku! Aku tidak ingin tertolak untuk yang
kedua kalinya oleh orang yang sangat kucintai,”
“Pfft,
omong kosong. Kau saja belum pernah bertemu dengan orang tua kandungmu. Lalu
bagaimana bisa kau bilang kau itu mencintainya?” tanya Justin mengejek Beep
yang wajahnya sudah benar-benar memerah. Ia merasa dipermalukan. Ia memang anak
tertolak dan ia memang akan selalu ditolak oleh siapa pun.
“Karena
..aku berada di dunia ini karena cinta mereka dan aku sangat yakin, mereka
mencintaiku,”
“Aku
tidak mencintaimu,”
“Maka
dari itu, biarkanlah itu terjadi,”
“Kau
tahu apa bagian terbaiknya?” tanya Justin memajukan wajahnya pada wajah Beep.
Beep terdiam dengan bibir yang bergetar, “Aku tidak mencintaimu dan aku hanya
mempergunakan tubuhmu untuk keperluan nafsuku yang selalu menggebu-gebu,”
“Setidaknya
aku melakukan itu karena aku mencintaimu,” bisik Beep dengan suara terkecil
yang pernah ia keluarkan dari mulutnya. Justin terdiam namun ia tidak merasa
kasihan pada Beep. Hati Justin juga sakit karena Theo ternyata adalah kekasih
dari Beep. “Dan satu pembenaran, aku sudah tidak pernah memiliki hubungan lagi
dengan Theo sejak aku menginjakan kakiku di Los Angeles,” ujar Beep beranjak
dari tempatnya.
“Kau
ingin kemana? Kita belum selesai, aku ingin menyakitimu terlebih dahulu,” ujar
Justin menarik bahu Beep dan langsung memegang kedua tangannya dengan erat. Ia
menarik Beep dan membantingnya di atas tempat tidur.
“Theo
tidak pernah menyakitiku,”
“Karena
dia terlalu penakut untuk melakukannya,”
“Karena
dia mencintaiku,”
“Kau
tidak pernah mencintainya juga bukan? Kau pembohong?” tanya Justin melepaskan
celana yang ia pakai dengan cepat.
“Karena
bodohnya, aku terlalu sibuk untuk mencintaimu,” bisik Beep merasa semuanya
terlihat begitu jelas. Mata Justin melebar saat Beep menyatakan kalimat itu
langsung dari mulutnya. Ia telah menindih tubuh Beep dengan tubuhnya yang
begitu besar dan berotot. Apalagi ia adalah lelaki yang begitu tinggi. Air mata
Beep sudah tidak mengalir lagi, ia hanya mencoba untuk menahan rasa sakit yang
akan segera ia terima nanti. Tidak ada gairah yang tumbuh sekarang. Ia sedang
tidak ada niatan untuk melakukannya.
“Oh,
lihat ini. Si wajah polos yang nakal sudah tidak menangis. Jadilah anak yang
baik untuk ayah,” bisik Justin sambil mengelus pipi mulus Beep dan tangannya
yang satunya sibuk untuk menurun celana pendek milik Beep. Ia melepaskan celana
pendeknya dengan cepat dan ia menempatkan ereksinya yang tertutupi oleh boxer
berwarna merah yang ia pakai. Lalu Justin melepaskan boxer yang ia pakai dengan
cepat, tak sabaran untuk mencicipi gadis sialan ini yang telah menyakiti
hatinya dan saudara kembarnya. Ia tidak akan pernah mempercayai apa pun yang
akan dikatakan oleh gadis polos sialan ini. Ereksinya sudah benar-benar
mengeras, dia tidak pernah berhubungan badan lagi sejak hari ulang tahun Beep.
Sehingga sekarang, tiap kali tatapan mata itu bertemu dengan miliknya, ia ingin
melakukan hubungan badan di mana saja dan harus terjadi. Tapi tidak mungkin. Ia
masih mempunyai akal sehat untuk melakukannya. Tapi waktu menunjukannya
sekarang. Ia ingin melakukan hubungan badan ini untuk yang terakhir kalinya
..dan lain kali : TRUTH OR DARE! Yang akan segera menentukan siapa gadis yang
akan segera ia tiduri. Kembali lagi dengan kebiasan lama Justin.
“Oh
sial! Kau belum basah sayang,” bisik Justin saat ingin mendorong ereksinya
masuk ke dalam tubuh Beep. Beep merasakan kesakitan yang luar biasa sakit saat
yang besar itu masuk ke dalam tubuhnya. Tapi Justin berusaha terus memasukan
ereksinya ke dalam tubuh Beep.
“Justin!
Aku tidak bisa!” dorong Beep dengan tangannya yang kecil itu pada bahu Justin
yang berotot. Tapi tentu saja Beep tidak dapat melakukannya. Ia hanya seorang
gadis mungil yang harus menahan rasa sakit yang sekarang ia rasakan.
“Kau
bi –Ah!” Justin memasukan seluruhnya. Kuku Beep tenggelam ke dalam bahu Justin
dan ia mulai menangis. Ini benar-benar menyakitkan.
“Kau
lelaki terjahat yang pernah kutemui,” bisik Beep berusaha untuk menahan rasa
sakitnya saat Justin sejenak mendiamkan ereksinya di dalam tubuh Beep. Justin
terdiam dengan nafas yang terengah-engah, biarpun gadis ini telah melakukan
hubungan badan berkali-kali dengan Justin, tapi tetap saja miliknya benar-benar
ketat.
“Aku
tahu. Kau seharusnya berhati-hati dari awal ..sial!”
***
*Justin Bieber POV*
Aku
tidak peduli jika gadis itu merasakan kesakitan yang luar biasa setelah aku
melakukan hubungan badan bersamanya kemarin. Hari ini ia tidak kelihatan masuk
ke kampus. Padahal aku belum puas untuk menyakitinya. Semua keinginanku harus
terjadi sekarang. Ia harus membayar segalanya yang telah ia perbuat. Ia telah
menyakiti hati Theo. Caitlin telah menjelaskan segalanya tentang hubungannya
dengan Theo. Ternyata dia memang pembohong tingkat atas. Aku tidak percaya
kalau selama ini aku dikelabui oleh keseksiannya. Fiuh! Hilang sudah gadis
seksiku yang dapat kutiduri tiap harinya. Rencananya besok aku dan teman-teman
yang lain ingin bermain di rumahku. Berpesta sejenak, meski sebenarnya hatiku
begitu sakit sejak kemarin malam karena aku baru tahu dan sialan! Ayahku juga
telah mengetahui tentang ini sejak lama. Sial Theo! Mengapa ia tidak ingin
memberitahu jantung ini adalah milikku? Kata ayah, Theo tidak ingin aku
menangis jika aku mengetahui kalau ia telah meninggal karena jantung yang ia
berikan. Memang. Memang aku menangis setelah aku tahu bahwa jantung ini adalah
jantung Theo. Persetan dengan perjanjianku dengan Theo! Theo sudah tidak ada
lagi di dunia ini. Jadi untuk apa aku menjalani janji itu?
Lagi
pula, aku memang tidak ingin bertemu dengan gadis sialan itu. Rasanya sulit
sekali untuk menyebut namanya atau nama panggilannya. Ia cocok dipanggil
sebagai Pembohong Sialan. Karena dia pembohong dan ia memang seorang sialan!
Caitlin dan Christian masih dapat kuberi toleransi dan mereka juga masih dapat
kupercaya. Mereka berbohong karena keinginan dari ayahku. Pembohong Sialan itu?
Dia memang memiliki niatan untuk membohongi. Tangisannya tidak dapat kupercayai
lagi. Cintanya palsu. Semua yang ada pada diri si Sialan itu adalah omong
kosong dan aku benar-benar membencinya. Sebenarnya,
rencanaku hari ini jika ia masuk ke dalam kampus lagi, aku dan teman-temannya
yang lainnya ingin memasukannya ke dalam loker jika hari sudah senja hingga
besok. Aku tidak peduli jika nanti ia sakit. Rasa sakitnya tidak sama sekali
sebanding dengan rasa sakit hatiku dan Theo. Ia harus mendapatkan balasan yang setimpal.
Dia memang bisa melakukan itu pada Theo, menyakiti Theo, Theo terlalu lemah
untuk menyakiti gadis. Tapi aku. Aku sudah sering menendang wanita pergi dari
rumahku dengan cara kemarin. Ia sama saja dengan gadis-gadis lain yang pernah
kutemui. Tak ada bedanya.
Aku
membencimu, Taylor Christina Pulmer. Akhirnya.
***
“Di
sini?” tanyaku saat aku melihat sebuah makam yang rapi dengan batu salib yang
berdiri dengan tegak menancap di dalam tanah. Menatap Josh yang berada di
sebelahku dan memegang payung berwarna hitam, ia menganggukan kepalanya. Mataku
kembali berpaling pada pemakaman dari saudara kandungku yang sangat kucintai
lebih dari siapa pun di dunia ini. Air mataku sudah tidak mengalir kembali. Air
mataku telah habis sejak perjalananku menuju kembali ke LA setelah aku pergi ke
New York, ke rumah Theo dan mencari tahu apa yang Josh telah katakan selama ini
memang benar. Gadis sialan itu telah menyakiti Theo, aku yakin itu. Awalnya aku
memang menyukainya karena dia adalah gadis yang manis, pada awalnya. Tapi cinta
ini tumbuh dikarenakan Theo. Aku sangat yakin. Sejak aku hidup kembali,
semuanya terasa berubah. Aku lebih menyukai music dan aku mencintai gadis
pembohong sialan itu. Berarti, aku tidak mencintai gadis pembohong sialan itu
dari dalam hatiku sendiri. Ini semua semata karena nafsu Theo yang terpendam.
Itu adalah kebenaran.
Tanganku
meremas bunga yang kubeli untuk Theo. Kemudian aku menundukan tubuhku,
menaruhnya di atas makamnya yang benar-benar rapi. Kuhembuskan nafasku saat aku
telah berdiri dengan tegap. Menatap pada makam-makam rapi yang lain. Theo telah
meninggal dan aku tidak mengembalikannya lagi. Mungkin hanya
peninggalan-peninggalannya di dunia seperti piano miliknya. Aku telah meminta
Josh untuk mengirimkan piano milik Theo ke LA sejak kemarin. Tapi kurasa akan
datang dua hari lagi. Maksudku, alat-alat musiknya yang lain. Hanya itu yang
perlu kujaga.
Dan
Taylor Christina Pulmer.
Sial.
Nama itu rasanya terus bertarung di dalam otakku semenjak aku berbicara sendiri
dengan otakku. Dan akhirnya nama itu tersebut begitu saja. Tapi tidak mungkin.
Aku menggelengkan kepalaku. Taylor bukanlah orang yang harus kujaga karena dia
adalah peninggalan dari Theo. Dia bukan benda. Walau aku tahu seberapa cintanya
Theo pada Beep. Hanya saja, aku belum siap untuk menerimanya kembali dalam
kehidupanku dan aku tidak ingin ia kembali masuk ke dalam kehidupanku. Masih
banyak dendam yang harus kusalurkan pada Beep. Ia telah menyakiti Theo selama
delapan bulan, maka ia akan mendapatkan balasan selama delapan bulan juga. Dan
diriku. Ia telah membohongi diriku selama enam bulan. Maka ia akan mendapatkan
balasan selama satu tahun lebih. Semuanya akan berlangsung di kampus. Selama
mungkin. Kalau bisa ..
Sampai
ia menghembus nafas terakhirnya. Mungkin.
Sama
seperti Theo.
***
Caitlin
dan Christian sedang bermain basket di belakang halaman rumahku malam-malam
seperti ini sedangkan aku duduk di atas kursi berwarna hijau milikku sambil
melihat Christian yang selalu menggoda Caitlin. Jika kulihat-lihat, Caitlin
adalah gadis yang benar-benar menarik. Bahkan sekarang aku sadar, Caitlin lebih
cantik dan seksi dibanding dengan Beep. Oh sial. Jangan bilang aku menyukainya.
Aku tahu Caitlin menyukai Zayn dari Beep satu bulan yang lalu. Well, sebenarnya
aku bisa melihatnya sejak dulu. Sejak tatapan Caitlin pada Zayn yang
benar-benar berbeda. Perbedaan Caitlin dan Beep adalah Beep adalah gadis
murahan yang harusnya mati sekarang. Oh Tuhan. Aku tahu, aku begitu jahat. Ini
semua dikarenakan perbuatannya pada saudara kembarku. Ia telah berbohong pada
Theo. Semuanya terlihat begitu jelas. Caitlin tidak mungkin berbohong padaku
tentang kebohongan Beep yang benar-benar luar biasa banyak. Karena bodohnya aku sibuk mencintaimu.
Itu adalah omong kosong yang pernah kudengar sebelumnya. Tidak ada yang
mencintaiku begitu tulus. Tidak ada. Semua gadis yang bersamaku tidak akan
pernah tinggal lebih dari satu minggu denganku. Kekasih pun hanya bertahan
selama satu bulan karena aku terlalu bosan dengan mereka. Sama seperti Beep.
Rasanya
aku tidak sabar untuk besok sore. Kuharap Beep datang sehingga loker yang telah
aku dan teman-teman siapkan akan berguna untuknya. Aku tersenyum kecil melihat
pada Christian yang tulang keringnya tertendang oleh Caitlin secara tidak
sengaja. Ia meringis.
“Kau
kakak terjahat yang pernah kutemui!”
“Oh
ya Tuhan, Christian. Aku benar-benar minta maaf,”
“Dasar
perempuan!” aku meneriaki Christian, mengejeknya.
***
*Taylor Pulmer POV*
Mataku
melihat pada papan tulis dengan tatapan kosong. Apa pun yang dosen katakan di
depan sana sama sekali tidak masuk ke dalam telingaku bahkan otakku. Semuanya
terasa begitu hampa. Aku menangis hampir seharian. Jika ayahku tidak datang
untuk mengajakku makan malam ke restoran china tadi malam, mataku sekarang
mungkin sudah tidak ada lagi. Mungkin siang ini aku harus memakai kacamata
hitam agar orang-orang tidak dapat melihatku lagi. Tapi itu tidak terjadi
sekarang. Caitlin tidak menemaniku hari ini karena hari ini ia tidak memiliki
jadwal. Sehingga hari ini aku tidak memiliki teman untuk diajak bicara. Mungkin
Caitlin juga tidak ingin berbicara denganku lagi. Tapi mungkin juga tidak.
Semuanya ini berawal dari padaku. Justin memang benar. Aku adalah gadis
pembohong sialan. Segala makian yang ia katakan padaku sepenuhnya sama sekali
benar.
Siang
ini aku melihatnya di luar bersama dengan teman-teman yang lain. Ia tampak
lebih sehat dan luar biasa baik daripada sebelumnya. Mungkin ia senang karena
sudah tidak ada diriku berada di sisinya lagi. Mungkin kepergianku dari
kehidupannya membuat dirinya lebih baik. Zayn tidak menatapku. Hanya Liam yang
menatapku dengan tatapan bingung namun menyiratkan sesuatu. Aku tidak dapat
menatap mata Justin karena dia memakai kacamata hitam. Namun jari tengahnya
membuktikan padaku kalau ia benar-benar membenciku. Dan yah, cepat sekali ia
mendapatkan gadis cantik berambut pirang di sebelahnya. Ia mengelus pundak
gadis mungil itu dengan jari tengah yang ia pamerkan padaku. Saat itu aku
berpikir, mungkin aku harus ikut bersama dengan Theo. Kemarin juga aku pergi ke
gereja dengan ayahku dan berdiam diri di sana hanya untuk meminta pengampunan
dosa yang telah selama ini kuperbuat. Sekarang aku sudah benar-benar bersih.
Aku tidak ingin membuat dosa yang sama lagi. Tidak akan ada kebohongan dalam
diriku lagi. Meski aku tahu, aku bukanlah gadis yang patut untuk dipercayai
lagi. Well, aku juga menangis di depan pendeta. Sejelas mungkin aku memberitahu
pada Tuhan apa yang kuperbuat, meski aku tahu, Tuhan lebih tahu diriku
dibanding diriku sendiri mengetahui diriku. Aku tidak dapat menghitung setiap
helai rambutku, namun Tuhan bisa melakukannya. Aku tahu itu.
Terbangun
dari lamunanku, aku melirik pada jam tangan hitam yang kupakai. Sudah jam 4
sore. Ternyata sudah sore. Mr. Fergusson yang mengajar di depan kelas telah
membenarkan kacamatanya, dari balik lensa kacamatanya ia menatapku dengan
tatapan elang. Kuberikan ia senyum kecil dan ia mulai tersenyum lalu
menggelengkan kepalanya.
“Pelajaran
selesai, kuharap kalian melakukan tugas yang baru saja kuberikan. Tugas yang
baru saja kuberikan, mengerti?” tanyanya menekan kalimat terakhirnya. Oh.
Ternyata ia memperhatikanku yang tidak memperhatikannya. Ia melirikku kembali
saat ia mengangkat tas cokelat kuno miliknya dan tersenyum penuh arti padaku.
Aku menganggukan kepalaku, meminta maaf karena aku tidak memerhatikannya saat
mengajar. Kukerjap-kerjapkan mataku berkali-kali, mencoba untuk mengambil nafas
yang baru agar aku lebih tenang. Kemudian aku mengambil laptop yang berada di
hadapanku dan menutupnya langsung tanpa mematikannya. Tanganku meraih tas yang
berada di sebelah kursiku dan memasukan laptop ini ke dalamnya.
“Hey,
chieke. Justin Bieber sang pemain basket memanggilmu di dekat lokermu,” seorang
lelaki berambut pirang muncul ke dalam kelasku dengan tas selempang yang ia
pakai. Tas selempang. Tapi buru-buru
aku memikirkan apa yang baru saja ia katakan. Justin ingin menemuiku di dekat
lokerku? Apa ia ingin mendengarkan penjelasanku? Oh kuharap. Senyuman penuh
kepastian muncul dengan penuh kebahagiaan yang membanjiri tubuhku. Sambil
menempatkan tas selempang di atas bahuku, aku berjalan keluar dari kelas dengan
kaki yang penuh semangat membawa tubuhku untuk Justin yang ingin menemuiku. Oh,
Justin akan menemuiku.
Apa
yang ingin ia bicarakan? Kuharap ia ingin memaafkanku. Dan kuharap juga ia
ingin mendengarkan penjelasanku tentang mengapa aku sering berbohong. Satu
alasan. Aku tertolak. Aku tertolak. Mungkin aku akan
menjelaskan seluruh kehidupanku padanya. Sama seperti dulu ia masuk ke dalam
duniaku yang penuh dengan kepalsuan. Tapi aku telah berjanji pada Tuhan untuk
tidak melakukan dosa yang sama. Semua itu bukan aku lagi. Sekarang, aku adalah
Taylor Christina Pulmer yang baru.
Tanganku
melambai saat mataku melihat seorang lelaki yang masih kucintai berdiri tepat
di depan lokerku. Ia bersandar di sana dengan kacamata hitam yang ia pakai dan
kain bandana berwarna merah yang mengelilingi kepalanya. Ia memperlihatkan
tattoo miliknya yang terdapat pada lengannya.
“Justin!”
aku berteriak memanggilnya. Ia mendongak dan tersenyum melihatku. Aku semakin
mempercepat langkahanku sampai pada aku berada di hadapannya.
“Hey,”
sapanya dengan lembut. Sudah hampir dua hari aku tidak bertemu dengannya,
akhirnya aku bisa mendengar suaranya yang lembut. “Kau ingin menaruh laptop-mu
di dalam loker?” tanyanya penu dengan perhatian. Aku menganggukan kepalaku.
“Hey,
tunggu dulu. Aku merindukanmu,” bisiknya menarik wajahku tiba-tiba dan mengecup
bibirku dengan lembut. “Aku minta maaf dengan segala apa yang kuperbuat,” ujar
Justin penuh dengan ketulusan. Hatiku meleleh. Apa ia benar-benar mengatakan
itu? Kuharap.
“Kau
ingin memaafkanku?” tanyanya melepaskan kacamatanya. Sial! Abu-abu!
“Jika
kau memaafkanku,” Apa dia memakai lensa kontak? Sungguh, ia benar-benar seperti
Theo.
“Aku
memaafkanmu,” bisiknya penuh arti namun sungguh menyakitkan karena aku tidak
dapat menatap mata Justin yang asli. Entah mengapa, kurasa ia sengaja melakukan
ini hanya untuk mengingatkanku pada Theo. “Kau ingin memasukan laptop-mu
sekarang?” tanyanya menyingkir dari depan lokerku. Aku menganggukan kepalaku
dengan semangat dan memasukan kode kunci lokerku dengan cepat. Saat aku membuka
lokerku, mulutku terbuka. Di mana barang-barangku yang lain?
“Bersenang-senang
di dalam sana, sayang!” ujar Justin mendorong tubuhku ke dalam. Kepalaku
terbentur besi loker bagian dalam saat Justin mendorong tubuhku masuk ke dalam,
aku meringis dan langsung membalikan tubuhku saat pintu loker ingin ditutup
oleh Justin.
“Tidak
Justin!”
“Zayn!”
Justin berteriak dan melihat ke arah samping lalu Zayn muncul. BRAK! Kepalaku
terpukul dengan kencang, aku terjerembap jatuh ke bawah dan aku tidak
mendengarkan apa-apa lagi selain tawaan dan pintu loker yang tertutup. Oh
kumohon, aku takut dengan kegelapan sekarang.
“Kita
berhasil,” adalah kata-kata terakhir yang kudengar.
"Ia menarik kedua lututnya hingga sampai pada dadanya yang semakin membesar." haha ngakak gue baca ini xD
BalasHapusIh Justin kok jadi pembully gitu sih? Sumpah kasian banget si Taylor :( emang dimasukkin ke loker muat ya? *mikir keras*