“Oh
ayah! Aku hanya bercanda! Hanya bercanda, tidak perlu menamparku. Tidak perlu,”
ujar Justin langsung mengusap pipinya yang mulus itu. Pipinya sudah memerah dan
terasa perih akibat tamparan dari tangan ayahnya yang sangat kencang. Beep dan
Caitlin yang sedang memotong-potong paprika dan keju di dalam dapur terdiam
sejenak akibat bunyi dari tamparan ayah Justin. Nafas ayah Justin mulai tak
beraturan, ia ingin menangis. Ia ingin berteriak pada adik Theo bahwa Theo
benar-benar mempedulikannya. Bahkan Theo memberikan jantungnya hanya untuk
Justin agar Justin dapat hidup kembali. Ia berkorban meski resiko yang ia temui
adalah kematian. Tapi ucapan Justin tadi membuatnya benar-benar marah. Sialan
sekali dia berbicara seperti itu pada Theo. Jika ia tahu yang sebenarnya, sudah
pasti Justin akan menangis dan menyesali akan semua perkataan yang ia katakan.
Tapi
ayah Justin telah berjanji untuk tidak memberitahu masalah ini pada Justin. Ia
tidak akan merusak janji terakhir untuk Theo. Tapi sekecil apa pun rahasia itu,
waktu yang akan mengungkapkannya. Ayah Justin terdiam, ia merapikan jas yang ia
kenakan dan mengambil nafas dalam-dalam.
“Lalu
di mana dia?”
“Dia
sedang melakukan perjalanan konser tur di Eropa selama enam bulan,”
“Tapi
mengapa ia tidak ingin menghubungiku? Tentu saja ia membawa ponselnya,”
“Ia
bilang ia tidak ingin dihubungi oleh siapa pun –“
“Tapi
aku saudara kembarnya. Aku pasti akan membutuhkannya,” ucapan Justin yang
terlontar membuat ayah Justin tampak merasa bersalah pada Justin sekarang. Ia
harus membohongi anak satu-satunya sekarang. Ayah Justin terdiam, tidak bisa
membalas ucapan Justin. Di saat kata Aku
pasti akan membutuhkannya, hatinya seperti ditinju oleh petinju terkuat.
Justin pasti akan membutuhkan saudara kembarnya. Tapi setidaknya, kebutuhan
yang Justin butuhkan telah terpenuhi sebelum Justin mengatakannya. Justi telah
memiliki jantung Theo. Kebutuhannya telah terpenuhi.
“Intinya,
kau harus bersabar selama enam bulan ini tanpa Theo. Aku harus pulang,” ujar
ayah Theo menepuk-nepuk pundak Justin dengan pelan. Lalu ia melangkah pergi
dari hadapan Justin dengan pikiran yang tidak karuan. Bagaimana jika Justin
akan mencaritahu keberadaan Theo? Untungnya ia tidak memberitahu letak tempat
yang sebenarnya. Letak tempat yang sekarang Theo pijaki adalah surga, bukan
Inggris atau Paris. Tidak, Justin adalah seorang anak Sanguin. Pasti ia dapat
hidup tanpa Theo.
*Justin Bieber POV*
Aku
tidak mengerti. Jadi, selama ini Theo pergi tur ke Eropa tanpa mengajakku?
Teganya dia. Aku juga ingin mengelilingi Eropa bersama dengannya. Tapi dia
tidak mengajakku. Di sana pasti ia melihat banyak sekali gadis-gadis cantik
meski sebenarnya Beeplah yang paling cantik untuk sekarang ini. Caitlin juga
tidak kalah cantik. Aku menyukai keduanya, tapi aku lebih memilih Beep. Dia
terlihat polos namun ternyata dia ia adalah gadis yang nakal.
Entah
mengapa ayahku tiba-tiba saja menampar pipiku. Padahal ucapanku hanya bercanda.
Aku tidak serius dengan ucapanku tadi. Tentu saja Theo tidak akan senang jika
aku meninggal, ia pasti bersedih. Tapi ia tidak mungkin menangis, kami sudah
mempunyai perjanjian sejak kecil untuk tidak menangis jika salah satu di antara
kami meninggal. Oh, Tuhan. Aku benar-benar merindukan Theo sekarang. Bahkan
sejak satu minggu yang lalu. Dan mengapa konsernya begitu lama? 6 bulan? Yang
benar saja! Apa aku bisa melewati hari-hariku tanpa Theo? Aku sudah merindukan
sikap keibuannya. Untunglah ada Beep yang datang ke rumahku dan tingal di
rumahku, setidaknya ia membuatku senang atas kedatangannya meski aku
membutuhkan Theo.
“Sarapan
siap!” teriak Caitlin dari dapur. Aku bangkit dari sofa dan melirik pada
Christian yang sedang berolahraga di lapangan basketku. Entah mengapa rasanya
aku tidak berniat untuk bermain basket kembali. Mungkin karena aku baru saja
keluar dari rumah sakit. Tapi aku tertarik untuk memainkan piano. Padahal aku
dulu membenci piano. Jariku gatal untuk menekan tuts piano dan memainkan lagu
dari Mozart atau Beethoven.
“Aku
datang!” teriak Christian dengan semangat dari luar. Aku tertawa melihat
tingkahnya yang selalu bersemangat jika makanan telah siap.
***
Berjalan-jalan
di taman bukanlah kesukaanku. Aku lebih menyukai pantai dibanding taman. Tapi
Beep memaksaku untuk pergi ke taman nasional Los Angeles yang cukup jauh dari
rumahku. Ia ingin tahu tempat-tempat wisata di Los Angeles. Meski aku tahu,
tempat yang paling popular adalah pantainya. Tapi taman di sini seperti hutan,
bukan seperti taman di New York yang biasanya aku dan Theo datangi jika Theo
ingin pergi ke taman. Alasan mengapa aku mengikuti permintaannya karena ia juga
mementingkan kesehatanku. Menarik nafas di taman yang penuh dengan pohon dan
sejuk memang benar-benar menyegarkan tapi tetap saja aku tidak begitu menyukai
taman. Mungkin dari semua anggota keluarga, akulah yang tidak suka pergi ke
taman atau ke kebun binatang.
Beep
melihat anjing yang berlari-larian untuk mengambil fresbee dari majikannya yang dilempar ke udara. Kurasa Beep
menyukai anjing. Well, aku belum tahu lebih tentangnya. Maksudku, aku hanya
tahu kalau ia menyukai music. Selama aku melakukan Skype bersamanya, ia hanya
sering bertanya-tanya tentangku. Jadi ia cukup mengetahuiku. Memang terdengar
tidak adil, tapi aku tidak akan menolak apa pun dari Beep. Dan entah mengapa,
tiap kali aku melihat mata Beep, jantungku berdetak lebih kencang daripada
biasanya. Aku tidak mencintai Beep, aku hanya menyukainya. Tapi aku juga ingin
melakukan hubungan intim dengannya. Dia seksi, kau tahu.
“Jadi,
tujuan apa yang akan si manis lakukan di Los Angeles?” tanyaku menggodanya. Ia
yang mengepang rambutnya langsung merasa salah tingkah dengan ucapanku. Aku
berjalan di belakangnya, langsung saja ia berbalik dan berjalan mundur.
“Well,
aku ingin masuk ke sebuah kampus yang baru. Aku ingin memulai kehidupan baru di
sini, terlebih lagi ada ayahku yang juga pindah di sini. Jadi, kau tahulah,
kembali lagi ke dunia music dengan suasana yang berbeda,” jelasnya tidak
menatapku. Well, aku juga tidak ingin ditatap olehnya. Yah, kau tahu, aku juga
menjadi salah tingkah jika aku menatap matanya langsung, jantungku akan
berdetak lebih kencang daripada biasanya.
“Kau
ingin masuk ke sebuah kampus? Kapan?”
“Saat
musim panas nanti. Dua bulan lagi, jadi untuk sekarang ini, aku ingin menikmati
Los Angeles tanpa gangguan dari mata pelajaran yang akan segera kuambil,”
ucapnya masih tidak menatapku, ia menganggukan kepalanya sambil menghembuskan
nafasnya dengan pelan lalu menatanya bertemu dengan mataku. Sial! Jantungku
langsung berdetak lebih kencang daripada biasanya, aku ingin melakukan hubungan
badan dengannya sekarang. Ia terlihat begitu seksi dengan mata birunya yang
menatapku sekarang. Percikan gairah yang mengenaiku benar-benar memiliki efek
yang sangat besar untuk melakukannya bersama Beep, sekarang juga. Tapi
untunglah aku masih memiliki otak untuk tidak melakukannya sekarang.
Mendengarnya
ingin masuk ke sebuah kampus jurusan music, aku juga ingin masuk ke sana. Well,
aku bisa meninggalkan basket. Entahlah, gairahku terhadap basket mulai
berkurang. Itu adalah kebenaran. Sejak jantung ini berada di dalam tubuhku,
jantungku selalu berdetak kencang juga tiap kali seseorang memutarkan musik
atau menonton televisi hanya untuk mendengarkan musik. Jariku gatal ingin
bermain piano karena hanya itu yang bisa kumainkan. Well, Theo bisa bermain
banyak alat music. Tentu saja. Itu adalah kegemarannya. Kurasa itu akan menjadi
kegemaranku juga. Baiklah, aku bisa meninggalkan Lakers. Mungkin tujuh bulan
ini sudah cukup untuk bermain di tim basket terhebat di Amerika. Aku akan
mengajukan surat pengunduran diri dari tim basket dan masuk ke kampus baru
bersama Beep.
“Well,
apa menurutmu ide yang bagus jika aku masuk satu kampus bersamamu?”
tanyaku yang membuatnya berhenti
melangkah. Untunglah kami berhenti melangkah di pinggiran taman, aku langsung
menarik tangannya untuk naik ke atas rerumputan yang menanjak naik. Ia tertawa
pelan saat aku menariknya, kemudian kami terduduk di atasnya.
“Kurasa
itu hebat,” ujarnya dengan penuh semangat. Well, dia menyukainya.
“Kau
tahu, aku benar-benar merindukan Theo,” bisikku teringat pada Theo. Sungguh
sejak dari tadi pagi sampai sore sekarang aku benar-benar merindukan Theo. Beep
terdiam. Aku bingung dengan Beep. Mengapa tiap kali aku membicarakan Theo
bersamanya, pasti ia akan terdiam begitu lama. Seakan-akan ia memikirkan
sesuatu. Kepalanya tertunduk dan jarinya menarik-narik rumput yang berada di
bawahnya. Kepalanya terdongak setelah beberapa menit kemudian.
“Mengapa
kau tidak menghubunginya saja?”
“Dia
tidak ingin dihubungi. Well, aku pernah menghubunginya, tapi ia tidak
menjawabnya. Bahkan kurasa ia sudah mengganti nomor teleponnya,”
“Kau
yakin?”
“Hmm,”
gumamku, “kau ingin pulang? Aku tidak begitu nyaman berada di sebuah taman,”
bisikku mulai merasa bosan di sini. Well, seperti yang kubilang sebelumnya, aku
tidak menyukai taman.
***
*Author POV*
Tiap
hari Justin dan Beep melewati hari-harinya dengan bermain musik. Justin membeli
sebuah grand piano yang sama seperti milik Theo yang berada di New York.
Keputusan Justin sudah bulat. Ia akan keluar dari kampus lamanya dan masuk ke
kampus yang sama dengan Beep. Bahkan Justin sudah tidak masuk lagi ke kampus
dan ia telah mengundurkan diri menjadi pemain Lakers. Padahal menjadi pemain di
tim Lakers tidaklah mudah. Butuh proses yang sangat susah dengan gaya bermain
yang hebat. Tapi Justin yang telah diterima masuk ke dalam tim Lakers, langsung
kelaur dari tim tersebut demi seorang gadis dan demi kegemaran terbarunya.
Justin memang seperti itu. Ia akan mendiami dan menekuni kegemarannya sampai ia
benar-benar sudah menjadi seorang yang professional dalam kegemarannya.
Hati
Beep terus membengkak tiap kali Justin memujinya. Sudah sering kali mereka
melakukan hubungan badan namun tiap kali mereka terbangun dari tidur mereka,
mereka tidak merasakan kecanggungan di antara mereka. Justru itu membuat mereka
saling menyukai satu sama lain. Beep semakin mencintai Justin dan Justin mulai
memasuki tahap jatuh cinta setelah sebulan lebih ia dan Beep bersama-sama.
Kebohongan Beep terus berlanjut dan Justin mulai terbiasa hidup tanpa Theo. Ya,
meski tiap malam ia merindukan Theo, tapi ia mengerti kalau Theo sedang
melakukan konser selama 6 bulan.
Mereka
juga telah mendaftarkan diri dalam sebuah kampus bersama dengan Caitlin. Christian
dan Joseph masih melanjutkan perjalanan mereka mencari ilmu di kampus lama
Justin.
Sore
ini terlihat Justin sedang bermain basket di lapangannya bersama dengan
Christian hanya sekedar untuk berolahraga. Ia ingin membesarkan otot-ototnya
juga. Malam ini ia membutuhkan stamina yang kuat untuk melakukan hubungan badan
dengan Beep. Siapa tahu jika otot yang akan Beep pegang ini semakin membesar
dan Beep akan tercengang. Beep terduduk di atas kursi panjang yang berwarna
hijau. Justin dan Christian terus berbicara kotor tiap kali mereka jatuh atau
bola basket lempar tidak masuk ke dalam ring.
“Oh
sial! Kau benar-benar licik,” teriak Justin saat Christian melakukan Dung. Christian benar-benar tinggi,
pikir Beep.
“Aku
yang terbaik, Justin. Ingat itu. Aku. Yang. Terbaik,” ujar Christian
menyombongkan diri sambil menunjukan jari telunjuknya pada dada Justin. Justin
hanya mendengus kesal, alis matanya bersatu dan ia menggelengkan kepalanya.
Merasa jengkel dengan ucapan Christian, Justin langsung menepiskan jari
telunjuk Christian yang masih berada di dadanya.
“Ha,
aku bukan gay. Jangan sentuh aku,” kesal Justin pada Christian. Sontak
Christian langsung tertawa sedangkan Justin berjalan meninggalkan Chris menuju
Beep yang memegang tempat minumnya. Beep
tersenyum saat Justin duduk di sebelahnya dan mengambil tempat minumnya dari
tangan Beep. DUG! Kepala Beep terpukul oleh bola basket yang Christian lempar.
“Oh
Tuhan! Ya Tuhan, astaga. Aku ..Pokerface, aku tidak bermaksud—“ Christian
langsung berlari pada Beep yang meringis kesakitan akibat lemparan keras dari bola
basket. Justin yang sedang meminum minumannya langsung menyemburkan air minum
itu langsung pada Christian yang berdiri di depan Beep. Beep yang meringis
kesakitan langsung tertawa melihat kejadian di depannya.
“Sial,
sial, sial! Sial kau Justin!”
“Itu
berguna juga agar kau mendapatkan kekuatan super terbangku, kau tahu,” ujar
Justin asal. Beep masih tertawa dan menggelengkan kepalanya. Sontak kepalanya
sudah tidak merasa sakit lagi karena kejadian tadi yang benar-benar lucu. Yang
benar saja! Semburan Justin masuk ke dalam mulut Christian dan mata Christian.
Apalagi bibir Christian yang langsung saja tertutup dan meludah-ludahkan air
yang masuk ke dalam mulutnya. Sial benar!
“Kau
tidak perlu melakukan itu Justin,” ujar Beep pada Justin.
“Kau
tidak apa-apa?” tanya Justin perhatian dan langsung mengelus kepala Beep dengan
lembut.
“Ya,
tidak apa-apa,”
“Kau
yakin?”
“Mmm,
kurasa. Mungkin kau harus menciumnya,” genit Beep pada Justin. Justin tertawa
dan ia langsung mengecup kening Beep dengan lembut.
“Baiklah,
aku rasa aku harus menggosok wajahku dan menyikat gigiku berkali-kali,” ucap
Christian pergi dari hadapan Justin dan Beep, “Ya Tuhan, aku tak percaya
wajahku yang tampan menjadi rusak karena semburannya,” gumam Christian merasa
kesal sekali. Tubuh Christian lenyap saat ia masuk sudah masuk ke dalam rumah
Justin. Saat Christian benar-benar tidak ada, Justin langsung merangkul bahu
Beep dan menarik wajah Beep dengan tangannya yang lain. Ia langsung mengecup
bibir Beep dengan lembut, memainkan lidahnya di dalam sana dengan belaian
terlembut yang pernah ia lakukan terhadap banyak gadis yang pernah ia cium.
“Beep,”
“Mmh,”
desah Beep melepaskan ciuman Justin.
“Aku
ingin kau menjadi milikku,” bisik Justin menciumi leher Beep dengan lembut.
Beep terkejut dengan pertanyaan Justin, tapi ia tidak memperlihatkan
keterkejutannya pada Justin dengan gerakan refleksnya yang tiba-tiba. Ia
terdiam sebentar. Tindakan Justin benar-benar berbeda dengan Theo yang lebih
romantic. Justin masih menciumi lehernya dan menunggu jawaban dari Beep.
“Beep,”
panggil Justin lagi. Ketakutan Justin
sekarang adalah jika Justin ditolak oleh Beep.
“Bagaimana
jika kita nanti akan putus?” tanya Beep juga merasakan ketakutan. Ia takut jika
kejadian yang sama akan menimpanya. Ia telah berbohong pada Theo tentang
Justin. Dan ia juga telah berbohong pada Justin tentang Theo. Ia ingin menangis
dan keluar dari kebohongan yang ia telah perbuat. Tapi tentunya itu tidaklah
mudah. Beep harus bertanggungjawab atas perbuatannya yang merugikan orang yang
ia cintai. Tapi Beep benar-benar mencintai Justin. Lebih daripada ia mencintai
Theo. Tapi apakah Justin akan tetap mencintainya jika kebohongannya akan segera
terungkap? Karena Justin mencintai Beep karena tiap kali ia menatap mata Beep,
jantung berdetak lebih kencang dan ia merasakan bahwa Beep memanglah gadis yang
selama ini ia cari. Gadis yang benar-benar memenuhi apa yang Justin cari dan
butuhkan.
“Kita
tidak akan putus. Aku mencintaimu, sangat,”
“Aku
akan mencobanya,”
“Beep,
aku tidak menerima jawaban yang ragu. Ya atau tidak?” tanya Justin kali ini
lebih tegas.
“Ya,”
bisik Beep. Mulai dari jawaban itu, semuanya perjalanan hidupnya akan diliputi
oleh ketakutan terbesarnya dan keraguannya untuk mengambil sebuah keputusan
karena ini mungkin adalah terakhir kalinya ia mengambil sebuah keputusan untuk
menerima seseorang yang ia inginkan. Ia tidak ingin mencari lelaki lain yang
harus ia kecewakan.
***
“Dengarkan
lagu ini. Ini aku yang buat,” bisik Justin membuka penutup tuts piano-nya
dengan cepat. Justin terduduk di depan piano dan mulai memainkan lagu yang ia
buat.
Where are you now?
When I need you the most ..
Why don’t you take my hand ..
I wanna be close ..
Help me when I am down ..
Lift me up of the ground..
Teach me right from wrong ..
Help me to stay strong ..
Justin
menghentikan lagu yang ia nyanyikan. Suaranya benar-benar merdu. Tangannya
terlepas dari piano-nya dan melihat pada Beep yang terduduk di lantai dengan
kakinya yang tersilang. Beep bertepuk tangan dengan lagu yang Justin buat. Itu
adalah lagu terindah yang ia pernah dengar.
“Kau
menyukainya?” tanya Justin tersenyum manis pada Beep. Beep menganggukan
kepalanya dengan semangat.
“Apa
hanya seperti itu lagunya?” tanya Beep dengan nada suara yang bodoh. Justin
menggelengakannya. Lalu kembali lagi jarinya bersenggama dengan tuts piano-nya.
So take my hands and walk with me..
Show me what to be ..
I need you to set me free..
Yeah ..
Where are you now?
Where are you now?
Now that I’m half-grown..
Why are we far apart ..
I feel so alone
Wher are you now?
When nothings going right
Where are you now?
I cant see the light
I need you to need me..
Cant you see me..
How could you leave me?
My heart is half-empty
I’m not whole when you’re not with
me
I want you here with me ..
To guide me, hold me, and love me now
..
Where are you now?
Justin
menyelesaikan lagunya dengan air mata yang mengalir di wajahnya. Lagu itu ia
ciptakan untuk saudara kembarnya yang benar-benar ia cintai. Sudah dua bulan
ini ia tidak mendengar suara Theo. Ia membutuhkan Theo, sama seperti Theo membutuhkannya.
Beep bangkit dari duduknya dan menghampiri Justin yang menyeka air matanya.
Kedua tangan Beep langsung memeluk kepala Justin yang bersandar pada perutnya.
“Aku
merindukannya,” bisik Justin di sela-sela isak tangisnya.
“Aku
tahu,” bisik Beep.
“Mengapa
ia tidak pernah menghubungiku lagi? Lagu itu untuknya. Aku merindukan Theo. Aku
merasa begitu kesepian. Aku ingin ia ada di sini,”
“Kau
masih memilikiku,” bisik Beep ingin ikut menangis. Beep merasa sakit hati
karena Justin masih merasa kesepian padahal Beep sudah berada di dekatnya.
“Aku
membutuhkannya, Beep.” Ujar Justin dengan tangisan yang memecah.
***
Beberapa
hari ini Beep lebih pendiam semenjak perkataan Justin yang cukup membuatnya
sakit hati. Ia telah diliputi oleh rasa bersalah yang sangat mendalam pada Theo
karena ia telah menyakiti hati Theo. Hatinya juga tercabik tiap kali nama Theo
terlontar dari mulut siapa pun. Beep merasa ditolak oleh siapa pun yang ada di
dunia ini. Termasuk ayah dan ibu kandungnya sendiri. Ia tidak membutuhkan
siapa-siapa sekarang selain Justin. Karena Justin adalah penyemangat hidupnya.
Namun, Justin menuturkan satu kalimat yang membuatnya cukup diabaikan. Aku membutuhkannya. Tapi setidaknya,
Beep sudah berada di sisinya. Berusaha untuk mengisi kekosongan dan perasaan
Justin yang dipenuhi dengan kehampaan sepi yang mendalam.
Beep
akhir-akhir ini tertidur lebih cepat. Ia tidak tertidur dalam kamar Justin
lagi. Tapi ia tidur di dalam kamarnya sendiri, di sebelah kamar Caitlin. Ia
selalu mendengarkan musik melankolis tiap malamnya yang selalu memberikan
dirinya pengertian. Seharusnya ia tahu dari awal. Hubungannya dengan Justin
tidak akan pernah berjalan dengan lancar. Justin pasti akan lebih memilih
saudara kembarnya yang lebih mengetahui Justin dibanding dirinya yang baru saja
bertemu dengan Justin selama hampir 4 bulan. Tentu saja Justin akan lebih
memilih saudara kembarnya.
Kembali,
Beep merasa tertolak dari segala yang ia inginkan. Ia hanya ingin orang yang ia
cintai, mencintainya dari dalam hatinya. Ia memang menyayangi orang tua
angkatnya, tapi dari semua itu ia menginginkan orang tua kandungnya dan
bertanya mengapa mereka melemparkan dirinya ke dalam sebuah panti asuhan yang
membuatnya kurang kasih sayang untuk sementara waktu. Beep tidak memiliki
kontak batin dengan orang tua angkat dan ia menginginkan itu terjadi dalam
dirinya. Dan sekarang ia hanya menginginkan Justin. Ia ingin Justin
mencintainya dari dalam hati Justin.
Beep
tahu, siapa yang mencintainya dan tidak mencintainya. Beep benar-benar tahu. Ia
tahu Theo mencintainya, bahkan cinta yang Justin berikan pada Beep berbeda dari
Theo. Justin tidak begitu mengambil masalah ini menjadi masalah yang serius.
Hal yang serius. Beep berpikir Justin hanya mempergunakan tubuhnya untuk melepaskan
hasrat Justin. Mungkin orang-orang Las Vegas akan memanggilnya dengan
panggilan, wanita murahan. Pelacur. Semacamnya. Tujuan hidup Beep sekarang
adalah Justin dapat mencintainya, lebih dari Theo mencintainya. Beep tahu,
dalam bentuk apa pun yang ia berikan dan ungkapkan untuk Theo sebagai
permintamaafannya tidak akan pernah cukup untuk menebus segala kesalahannya
pada Theo. Beep sudah mencoba untuk melupakan Theo, tapi Justin. Justin
memiliki wajah yang sama seperti Theo. Mungkin mata dan tahi lalat yang tidak
dimiliki Theo di pipi Justin. Membuatnya cukup sulit untuk melupakan mantan
kekasihnya. Jika Beep diberikan satu permintaan, ia akan meminta 2 permintaan
lagi. Lalu permintaan pertamanya, Theo memaafkannya. Bahkan jika Theo harus
memberikannya satu syarat agar Theo dapat memaafkannya –sekalipun ia akan
menemui kematian—ia akan melakukannya. Kedua, ia ingin Justin benar-benar
mencintainya. Lalu selesai. Dunia Beep pasti akan lebih baik.
Mata
Beep menatap pada taman belakang rumah Justin dengan perasaan yang tak menentu
di atas tempat duduk besi berwarna hijau. Tentu saja ia tidak ingin menangis di
sore hari dan tiba-tiba saja Justin muncul lalu mempertanyakan apa yang terjadi
pada Beep. Justin bahkan tidak merasakan perubahan dari Beep yang tampak lebih
pendiam dan tidak melakukan hal-hal yang nakal pada Justin. Beep bukanlah lagi
Beep yang ceria. Yang selalu membuat candaan nakalnya. Ia sudah berubah sejak
lagu itu terputar. Lagu kesedihan Justin terhadap Theo. Ia berpikir, apa Justin
akan membuatkannya lagu jika Beep tidak ada di sisinya? Apa masih peduli
padanya jika kebohongannya terbongkar? Mungkin. Tapi Beep kurang yakin setelah
ia mengingat seberapa cintanya Justin terhadap Theo.
Beep
menghelakan nafasnya, menunggu Justin datang yang dari tadi pagi tidak muncul
sejak kepergiannya dari rumah. Caitlin dan Christian harus pergi bertemu dengan
ayah dan ibunya yang datang siang tadi. Tapi sampai sore ini, mereka semua
belum pulang.
*Taylor Pulmer POV*
Aku
merogoh kantong celana pendekku untuk mengambil ponselku. Kuperhatikan layar
ponselku yang tidak mendapatkan pesan apa-apa atau panggilan telepon dari siapa
pun. Bahkan Justin. Aku ingin menghubunginya. Kubuka kunci ponselku dan mencari
nomor telepon Justin. Perasaanku tak karuan saat kugerakan tanganku yang
memegang ponsel pada telingaku. Di mana Justin? Justin tidak menjawab telepon
dariku. Aku mencoba. Mencoba. Dan mencoba menghubunginya. Tapi ia tidak
menjawab panggilanku. Kuharap ia baik-baik saja di luar sana.
Bangkit
dari tempat duduk besi berwarna hijau, tiba-tiba saja sebuah pesan singkat
masuk dalam ponselku. Senyuman kecil muncul di wajahku saat nama Justin tertera
di dalam ponsel. Kubuka kunci ponselku dan membaca pesan darinya. Dongakan kepalamu sekarang. Isi pesan
itu membuatku langsung mendongakan kepalaku. Sial!
Mulut
terbuka tak percaya.
“Sial!”
aku berteriak tak percaya.
“Beep!”
teriak Justin dari mulut pintu belakang.
“Tebak
apa yang kami bawa?” teriak Caitlin yang tiba-tiba muncul dengan sebuah kue
kotak putih di tangannya. Whoa! Sial, sial, sial! Mulutku masih terbuka tak
percaya.
“Kejutan
sayang!” teriak Justin berlari ke arahku dan ia langsung memelukku dengan erat.
Kupeluk tubuhnya yang besar juga dengan erat. Aku benar-benar tak percaya kalau
sekarang adalah hari ulang tahunku! Hari ulang tahunku! Sial. Mengapa aku bisa
melupakan hari ulang tahunku? Ulang tahun ini adalah ulang tahun yang
benar-benar kuimpi-impikan dan Justin mewujudkannya. Hari ulang tahun bersama
dengan kekasihku dan sahabat-sahabatku juga dengan teman dari orang tuaku.
Caitlin, Christian, Joseph dan orang tua Caitlin melangkah maju ke arahku dan
Justin. Justin memberikanku sebuah kecupan singkat pada bibirnya dan tersenyum.
Lilin
ulang tahunku telah terlihat di atas kue ulang tahunku. Umurku sekarang sudah
20 tahun. Oh, astaga, tak terasa aku mulai merasa begitu tua.
“Sebutkan
permohonanmu,” ujar Caitlin dengan semangat. Aku menutup mata dan melipa
tanganku, berdoa, aku harap Justin
benar-benar mencintaiku dan dimana pun Theo berada aku harap ia memaafkanku.
Aku membuka mataku dan langsung meniup lilin milikku. Justin menarik pundakku
dan mengecup bibirku kembali.
“Selamat
ulang tahun sayang,” ujarnya dengan suara yang besar, ia mendekatkan bibirnya
pada telingaku. “Hadiahmu menunggu di kamar,” bisiknya di telinga dan ia
menyiratkan sesuatu yang nakal. Namun aku tidak begitu yakin apa aku bisa
melakukannya lagi, akhir-akhir ini aku dan Justin tidak pernah melakukannya
lagi.
*Author POV*
Caitlin
langsung memberikan kue ulang tahun yang ia pegang pada Christian dan memeluk
Beep dengan cepat. Pelukannya benar-benar erat, Beep bahkan hampir tidak dapat
bernafas.
“Selamat
ulang tahun,” bisik Caitlin, “semoga kau dan Justin selalu bersama,” lanjut
Caitlin yang membuat Beep tersentak. Beep langsung melepaskan pelukan dari
Caitlin dan memeluk orang tua Caitlin dengan cepat.
“Selamat
ulang tahun sayang. Ayahmu tidak bisa datang hari ini karena dia mempunyai
urusan di Jepang,” ujar ayah Caitlin menepuk-nepuk punggung Beep dengan lembut.
Beep hanya menganggukan kepalanya lalu ia memeluk ibu Caitlin.
“Selamat
ulang tahun, Taylor,” ujarnya dengan suara keibuan yang menyiratkan kasih
sayang terhadap Beep. Untuk sekarang ini, Beep merasa cemburu karena ia tidak
memiliki ibu atau ayah kandung seperti Caitlin dan Christian yang memiliki
orang tua seperti ini. Orang tua yang memperhatikannya sejak kecil hingga
besar. Tapi Beep tidak dapat memutar waktu kembali. Ia melepaskan pelukannya
dan matanya kembali lagi pada Justin yang berdiri di belakangnya.
Akhir-akhir
ini Justin sedang mencari tahu di mana keberadaan Theo. Maka dari itu, Justin
cukup mengabaikan Beep yang tiap hari merasakan kesepian. Justin bahkan tidak
tahu mengapa Beep tampak begitu pendiam. Justin memang dapat merasakan perubahan
dari Beep tapi Justin berpikir, ‘Hey, dia belum tentu akan menjadi istriku
kelak,’. Jika ucapan itu terucap dari mulut Justin, mungkin Beep tidak tahu apa
yang harus ia lakukan setelah ini.
Tujuan
Beep datang ke Los Angeles adalah untuk memulai hidup yang baru. Sejak
kedatangannya di Los Angeles, Beep merasa lebih tenang dan senang karena Justin
dan Christian juga teman-teman Justin yang benar-benar lucu. Mereka tertawa
tiap harinya dan mereka berjalan-jalan menyusuri pantai dengan kesenangan yang
selalu meliputi mereka. Kebersamaan mereka yang membuat Beep merasa lebih
diterima dalam sebuah lingkungan baru. Beep mengakui kehidupannya terasa lebih
baik sejak kedatangan Justin masuk ke dalam kehidupannya. Beep merasa lebih
hidup. Meski tiap harinya ia harus mengalami masa-masa penyesalan terhadap
Theo. Tapi Beep berusaha untuk merasa lebih baik berada di Los Angeles. Empat
bulan adalah waktu yang cukup panjang.
Apalagi
besok ia, Justin dan Caitlin akan masuk ke dalam kampus baru mereka. Pasti
kehidupannya akan lebih menyenangkan dengan teman-teman baru mereka. Dan tentu
saja, Justin akan cepat memiliki teman-teman dengan gayanya yang benar-benar friendly. Beep juga harus menerima
teman-teman Justin seperti Beep menerima Justin.
Beep
tersenyum saat mereka semua sudah masuk ke dalam rumah dan sibuk dengan kue
ulang tahun milik Beep yang telah Christian potong. Bahkan Christian mengambil
potongan kue terbesar dibanding semuanya. Beep tidak pernah menyukai kue ulang
tahun dalam hidupnya, tapi ia suka meniup lilin di atas kue ulang tahun.
“Selamat
ulang tahun,” bisik Justin lagi tepat di belakang Beep, Justin mengecup pundak
Beep dengan lembut. Tiap kecupan yang Justin berikan berakibat kenyamanan namun
kepahitan dalam tubuh Beep. Beep masih meragukan cinta Justin, namun Beep
percaya, cepat atau lambat Justin akan mencintainya dengan sepenuh hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar