Jumat, 02 Agustus 2013

Fight for Love Bab 6



***

            “Oh ayah! Aku hanya bercanda! Hanya bercanda, tidak perlu menamparku. Tidak perlu,” ujar Justin langsung mengusap pipinya yang mulus itu. Pipinya sudah memerah dan terasa perih akibat tamparan dari tangan ayahnya yang sangat kencang. Beep dan Caitlin yang sedang memotong-potong paprika dan keju di dalam dapur terdiam sejenak akibat bunyi dari tamparan ayah Justin. Nafas ayah Justin mulai tak beraturan, ia ingin menangis. Ia ingin berteriak pada adik Theo bahwa Theo benar-benar mempedulikannya. Bahkan Theo memberikan jantungnya hanya untuk Justin agar Justin dapat hidup kembali. Ia berkorban meski resiko yang ia temui adalah kematian. Tapi ucapan Justin tadi membuatnya benar-benar marah. Sialan sekali dia berbicara seperti itu pada Theo. Jika ia tahu yang sebenarnya, sudah pasti Justin akan menangis dan menyesali akan semua perkataan yang ia katakan.
            Tapi ayah Justin telah berjanji untuk tidak memberitahu masalah ini pada Justin. Ia tidak akan merusak janji terakhir untuk Theo. Tapi sekecil apa pun rahasia itu, waktu yang akan mengungkapkannya. Ayah Justin terdiam, ia merapikan jas yang ia kenakan dan mengambil nafas dalam-dalam.
            “Lalu di mana dia?”
            “Dia sedang melakukan perjalanan konser tur di Eropa selama enam bulan,”
            “Tapi mengapa ia tidak ingin menghubungiku? Tentu saja ia membawa ponselnya,”
            “Ia bilang ia tidak ingin dihubungi oleh siapa pun –“
            “Tapi aku saudara kembarnya. Aku pasti akan membutuhkannya,” ucapan Justin yang terlontar membuat ayah Justin tampak merasa bersalah pada Justin sekarang. Ia harus membohongi anak satu-satunya sekarang. Ayah Justin terdiam, tidak bisa membalas ucapan Justin. Di saat kata Aku pasti akan membutuhkannya, hatinya seperti ditinju oleh petinju terkuat. Justin pasti akan membutuhkan saudara kembarnya. Tapi setidaknya, kebutuhan yang Justin butuhkan telah terpenuhi sebelum Justin mengatakannya. Justi telah memiliki jantung Theo. Kebutuhannya telah terpenuhi.
            “Intinya, kau harus bersabar selama enam bulan ini tanpa Theo. Aku harus pulang,” ujar ayah Theo menepuk-nepuk pundak Justin dengan pelan. Lalu ia melangkah pergi dari hadapan Justin dengan pikiran yang tidak karuan. Bagaimana jika Justin akan mencaritahu keberadaan Theo? Untungnya ia tidak memberitahu letak tempat yang sebenarnya. Letak tempat yang sekarang Theo pijaki adalah surga, bukan Inggris atau Paris. Tidak, Justin adalah seorang anak Sanguin. Pasti ia dapat hidup tanpa Theo.

*Justin Bieber POV*

            Aku tidak mengerti. Jadi, selama ini Theo pergi tur ke Eropa tanpa mengajakku? Teganya dia. Aku juga ingin mengelilingi Eropa bersama dengannya. Tapi dia tidak mengajakku. Di sana pasti ia melihat banyak sekali gadis-gadis cantik meski sebenarnya Beeplah yang paling cantik untuk sekarang ini. Caitlin juga tidak kalah cantik. Aku menyukai keduanya, tapi aku lebih memilih Beep. Dia terlihat polos namun ternyata dia ia adalah gadis yang nakal.
            Entah mengapa ayahku tiba-tiba saja menampar pipiku. Padahal ucapanku hanya bercanda. Aku tidak serius dengan ucapanku tadi. Tentu saja Theo tidak akan senang jika aku meninggal, ia pasti bersedih. Tapi ia tidak mungkin menangis, kami sudah mempunyai perjanjian sejak kecil untuk tidak menangis jika salah satu di antara kami meninggal. Oh, Tuhan. Aku benar-benar merindukan Theo sekarang. Bahkan sejak satu minggu yang lalu. Dan mengapa konsernya begitu lama? 6 bulan? Yang benar saja! Apa aku bisa melewati hari-hariku tanpa Theo? Aku sudah merindukan sikap keibuannya. Untunglah ada Beep yang datang ke rumahku dan tingal di rumahku, setidaknya ia membuatku senang atas kedatangannya meski aku membutuhkan Theo.
            “Sarapan siap!” teriak Caitlin dari dapur. Aku bangkit dari sofa dan melirik pada Christian yang sedang berolahraga di lapangan basketku. Entah mengapa rasanya aku tidak berniat untuk bermain basket kembali. Mungkin karena aku baru saja keluar dari rumah sakit. Tapi aku tertarik untuk memainkan piano. Padahal aku dulu membenci piano. Jariku gatal untuk menekan tuts piano dan memainkan lagu dari Mozart atau Beethoven.
            “Aku datang!” teriak Christian dengan semangat dari luar. Aku tertawa melihat tingkahnya yang selalu bersemangat jika makanan telah siap.

***

            Berjalan-jalan di taman bukanlah kesukaanku. Aku lebih menyukai pantai dibanding taman. Tapi Beep memaksaku untuk pergi ke taman nasional Los Angeles yang cukup jauh dari rumahku. Ia ingin tahu tempat-tempat wisata di Los Angeles. Meski aku tahu, tempat yang paling popular adalah pantainya. Tapi taman di sini seperti hutan, bukan seperti taman di New York yang biasanya aku dan Theo datangi jika Theo ingin pergi ke taman. Alasan mengapa aku mengikuti permintaannya karena ia juga mementingkan kesehatanku. Menarik nafas di taman yang penuh dengan pohon dan sejuk memang benar-benar menyegarkan tapi tetap saja aku tidak begitu menyukai taman. Mungkin dari semua anggota keluarga, akulah yang tidak suka pergi ke taman atau ke kebun binatang.
            Beep melihat anjing yang berlari-larian untuk mengambil fresbee dari majikannya yang dilempar ke udara. Kurasa Beep menyukai anjing. Well, aku belum tahu lebih tentangnya. Maksudku, aku hanya tahu kalau ia menyukai music. Selama aku melakukan Skype bersamanya, ia hanya sering bertanya-tanya tentangku. Jadi ia cukup mengetahuiku. Memang terdengar tidak adil, tapi aku tidak akan menolak apa pun dari Beep. Dan entah mengapa, tiap kali aku melihat mata Beep, jantungku berdetak lebih kencang daripada biasanya. Aku tidak mencintai Beep, aku hanya menyukainya. Tapi aku juga ingin melakukan hubungan intim dengannya. Dia seksi, kau tahu.
            “Jadi, tujuan apa yang akan si manis lakukan di Los Angeles?” tanyaku menggodanya. Ia yang mengepang rambutnya langsung merasa salah tingkah dengan ucapanku. Aku berjalan di belakangnya, langsung saja ia berbalik dan berjalan mundur.
            “Well, aku ingin masuk ke sebuah kampus yang baru. Aku ingin memulai kehidupan baru di sini, terlebih lagi ada ayahku yang juga pindah di sini. Jadi, kau tahulah, kembali lagi ke dunia music dengan suasana yang berbeda,” jelasnya tidak menatapku. Well, aku juga tidak ingin ditatap olehnya. Yah, kau tahu, aku juga menjadi salah tingkah jika aku menatap matanya langsung, jantungku akan berdetak lebih kencang daripada biasanya.
            “Kau ingin masuk ke sebuah kampus? Kapan?”
            “Saat musim panas nanti. Dua bulan lagi, jadi untuk sekarang ini, aku ingin menikmati Los Angeles tanpa gangguan dari mata pelajaran yang akan segera kuambil,” ucapnya masih tidak menatapku, ia menganggukan kepalanya sambil menghembuskan nafasnya dengan pelan lalu menatanya bertemu dengan mataku. Sial! Jantungku langsung berdetak lebih kencang daripada biasanya, aku ingin melakukan hubungan badan dengannya sekarang. Ia terlihat begitu seksi dengan mata birunya yang menatapku sekarang. Percikan gairah yang mengenaiku benar-benar memiliki efek yang sangat besar untuk melakukannya bersama Beep, sekarang juga. Tapi untunglah aku masih memiliki otak untuk tidak melakukannya sekarang.
            Mendengarnya ingin masuk ke sebuah kampus jurusan music, aku juga ingin masuk ke sana. Well, aku bisa meninggalkan basket. Entahlah, gairahku terhadap basket mulai berkurang. Itu adalah kebenaran. Sejak jantung ini berada di dalam tubuhku, jantungku selalu berdetak kencang juga tiap kali seseorang memutarkan musik atau menonton televisi hanya untuk mendengarkan musik. Jariku gatal ingin bermain piano karena hanya itu yang bisa kumainkan. Well, Theo bisa bermain banyak alat music. Tentu saja. Itu adalah kegemarannya. Kurasa itu akan menjadi kegemaranku juga. Baiklah, aku bisa meninggalkan Lakers. Mungkin tujuh bulan ini sudah cukup untuk bermain di tim basket terhebat di Amerika. Aku akan mengajukan surat pengunduran diri dari tim basket dan masuk ke kampus baru bersama Beep.
            “Well, apa menurutmu ide yang bagus jika aku masuk satu kampus bersamamu?” tanyaku  yang membuatnya berhenti melangkah. Untunglah kami berhenti melangkah di pinggiran taman, aku langsung menarik tangannya untuk naik ke atas rerumputan yang menanjak naik. Ia tertawa pelan saat aku menariknya, kemudian kami terduduk di atasnya.
            “Kurasa itu hebat,” ujarnya dengan penuh semangat. Well, dia menyukainya.
            “Kau tahu, aku benar-benar merindukan Theo,” bisikku teringat pada Theo. Sungguh sejak dari tadi pagi sampai sore sekarang aku benar-benar merindukan Theo. Beep terdiam. Aku bingung dengan Beep. Mengapa tiap kali aku membicarakan Theo bersamanya, pasti ia akan terdiam begitu lama. Seakan-akan ia memikirkan sesuatu. Kepalanya tertunduk dan jarinya menarik-narik rumput yang berada di bawahnya. Kepalanya terdongak setelah beberapa menit kemudian.
            “Mengapa kau tidak menghubunginya saja?”
            “Dia tidak ingin dihubungi. Well, aku pernah menghubunginya, tapi ia tidak menjawabnya. Bahkan kurasa ia sudah mengganti nomor teleponnya,”
            “Kau yakin?”
            “Hmm,” gumamku, “kau ingin pulang? Aku tidak begitu nyaman berada di sebuah taman,” bisikku mulai merasa bosan di sini. Well, seperti yang kubilang sebelumnya, aku tidak menyukai taman.

***

*Author POV*

            Tiap hari Justin dan Beep melewati hari-harinya dengan bermain musik. Justin membeli sebuah grand piano yang sama seperti milik Theo yang berada di New York. Keputusan Justin sudah bulat. Ia akan keluar dari kampus lamanya dan masuk ke kampus yang sama dengan Beep. Bahkan Justin sudah tidak masuk lagi ke kampus dan ia telah mengundurkan diri menjadi pemain Lakers. Padahal menjadi pemain di tim Lakers tidaklah mudah. Butuh proses yang sangat susah dengan gaya bermain yang hebat. Tapi Justin yang telah diterima masuk ke dalam tim Lakers, langsung kelaur dari tim tersebut demi seorang gadis dan demi kegemaran terbarunya. Justin memang seperti itu. Ia akan mendiami dan menekuni kegemarannya sampai ia benar-benar sudah menjadi seorang yang professional dalam kegemarannya.
            Hati Beep terus membengkak tiap kali Justin memujinya. Sudah sering kali mereka melakukan hubungan badan namun tiap kali mereka terbangun dari tidur mereka, mereka tidak merasakan kecanggungan di antara mereka. Justru itu membuat mereka saling menyukai satu sama lain. Beep semakin mencintai Justin dan Justin mulai memasuki tahap jatuh cinta setelah sebulan lebih ia dan Beep bersama-sama. Kebohongan Beep terus berlanjut dan Justin mulai terbiasa hidup tanpa Theo. Ya, meski tiap malam ia merindukan Theo, tapi ia mengerti kalau Theo sedang melakukan konser selama 6 bulan.
            Mereka juga telah mendaftarkan diri dalam sebuah kampus bersama dengan Caitlin. Christian dan Joseph masih melanjutkan perjalanan mereka mencari ilmu di kampus lama Justin.
            Sore ini terlihat Justin sedang bermain basket di lapangannya bersama dengan Christian hanya sekedar untuk berolahraga. Ia ingin membesarkan otot-ototnya juga. Malam ini ia membutuhkan stamina yang kuat untuk melakukan hubungan badan dengan Beep. Siapa tahu jika otot yang akan Beep pegang ini semakin membesar dan Beep akan tercengang. Beep terduduk di atas kursi panjang yang berwarna hijau. Justin dan Christian terus berbicara kotor tiap kali mereka jatuh atau bola basket lempar tidak masuk ke dalam ring.
            “Oh sial! Kau benar-benar licik,” teriak Justin saat Christian melakukan Dung. Christian benar-benar tinggi, pikir Beep.
            “Aku yang terbaik, Justin. Ingat itu. Aku. Yang. Terbaik,” ujar Christian menyombongkan diri sambil menunjukan jari telunjuknya pada dada Justin. Justin hanya mendengus kesal, alis matanya bersatu dan ia menggelengkan kepalanya. Merasa jengkel dengan ucapan Christian, Justin langsung menepiskan jari telunjuk Christian yang masih berada di dadanya.
            “Ha, aku bukan gay. Jangan sentuh aku,” kesal Justin pada Christian. Sontak Christian langsung tertawa sedangkan Justin berjalan meninggalkan Chris menuju Beep yang memegang tempat minumnya.  Beep tersenyum saat Justin duduk di sebelahnya dan mengambil tempat minumnya dari tangan Beep. DUG! Kepala Beep terpukul oleh bola basket yang Christian lempar.
            “Oh Tuhan! Ya Tuhan, astaga. Aku ..Pokerface, aku tidak bermaksud—“ Christian langsung berlari pada Beep yang meringis kesakitan akibat lemparan keras dari bola basket. Justin yang sedang meminum minumannya langsung menyemburkan air minum itu langsung pada Christian yang berdiri di depan Beep. Beep yang meringis kesakitan langsung tertawa melihat kejadian di depannya.
            “Sial, sial, sial! Sial kau Justin!”
            “Itu berguna juga agar kau mendapatkan kekuatan super terbangku, kau tahu,” ujar Justin asal. Beep masih tertawa dan menggelengkan kepalanya. Sontak kepalanya sudah tidak merasa sakit lagi karena kejadian tadi yang benar-benar lucu. Yang benar saja! Semburan Justin masuk ke dalam mulut Christian dan mata Christian. Apalagi bibir Christian yang langsung saja tertutup dan meludah-ludahkan air yang masuk ke dalam mulutnya. Sial benar!
            “Kau tidak perlu melakukan itu Justin,” ujar Beep pada Justin.
            “Kau tidak apa-apa?” tanya Justin perhatian dan langsung mengelus kepala Beep dengan lembut.
            “Ya, tidak apa-apa,”
            “Kau yakin?”
            “Mmm, kurasa. Mungkin kau harus menciumnya,” genit Beep pada Justin. Justin tertawa dan ia langsung mengecup kening Beep dengan lembut.
            “Baiklah, aku rasa aku harus menggosok wajahku dan menyikat gigiku berkali-kali,” ucap Christian pergi dari hadapan Justin dan Beep, “Ya Tuhan, aku tak percaya wajahku yang tampan menjadi rusak karena semburannya,” gumam Christian merasa kesal sekali. Tubuh Christian lenyap saat ia masuk sudah masuk ke dalam rumah Justin. Saat Christian benar-benar tidak ada, Justin langsung merangkul bahu Beep dan menarik wajah Beep dengan tangannya yang lain. Ia langsung mengecup bibir Beep dengan lembut, memainkan lidahnya di dalam sana dengan belaian terlembut yang pernah ia lakukan terhadap banyak gadis yang pernah ia cium.
            “Beep,”
            “Mmh,” desah Beep melepaskan ciuman Justin.
            “Aku ingin kau menjadi milikku,” bisik Justin menciumi leher Beep dengan lembut. Beep terkejut dengan pertanyaan Justin, tapi ia tidak memperlihatkan keterkejutannya pada Justin dengan gerakan refleksnya yang tiba-tiba. Ia terdiam sebentar. Tindakan Justin benar-benar berbeda dengan Theo yang lebih romantic. Justin masih menciumi lehernya dan menunggu jawaban dari Beep.
            “Beep,” panggil Justin lagi. Ketakutan Justin  sekarang adalah jika Justin ditolak oleh Beep.
            “Bagaimana jika kita nanti akan putus?” tanya Beep juga merasakan ketakutan. Ia takut jika kejadian yang sama akan menimpanya. Ia telah berbohong pada Theo tentang Justin. Dan ia juga telah berbohong pada Justin tentang Theo. Ia ingin menangis dan keluar dari kebohongan yang ia telah perbuat. Tapi tentunya itu tidaklah mudah. Beep harus bertanggungjawab atas perbuatannya yang merugikan orang yang ia cintai. Tapi Beep benar-benar mencintai Justin. Lebih daripada ia mencintai Theo. Tapi apakah Justin akan tetap mencintainya jika kebohongannya akan segera terungkap? Karena Justin mencintai Beep karena tiap kali ia menatap mata Beep, jantung berdetak lebih kencang dan ia merasakan bahwa Beep memanglah gadis yang selama ini ia cari. Gadis yang benar-benar memenuhi apa yang Justin cari dan butuhkan.
            “Kita tidak akan putus. Aku mencintaimu, sangat,”
            “Aku akan mencobanya,”
            “Beep, aku tidak menerima jawaban yang ragu. Ya atau tidak?” tanya Justin kali ini lebih tegas.
            “Ya,” bisik Beep. Mulai dari jawaban itu, semuanya perjalanan hidupnya akan diliputi oleh ketakutan terbesarnya dan keraguannya untuk mengambil sebuah keputusan karena ini mungkin adalah terakhir kalinya ia mengambil sebuah keputusan untuk menerima seseorang yang ia inginkan. Ia tidak ingin mencari lelaki lain yang harus ia kecewakan.

***

            “Dengarkan lagu ini. Ini aku yang buat,” bisik Justin membuka penutup tuts piano-nya dengan cepat. Justin terduduk di depan piano dan mulai memainkan lagu yang ia buat.
           
            Where are you now?
            When I need you the most ..
            Why don’t you take my hand ..
            I wanna be close ..

            Help me when I am down ..
            Lift me up of the ground..
            Teach me right from wrong ..
            Help me to stay strong ..

            Justin menghentikan lagu yang ia nyanyikan. Suaranya benar-benar merdu. Tangannya terlepas dari piano-nya dan melihat pada Beep yang terduduk di lantai dengan kakinya yang tersilang. Beep bertepuk tangan dengan lagu yang Justin buat. Itu adalah lagu terindah yang ia pernah dengar.
            “Kau menyukainya?” tanya Justin tersenyum manis pada Beep. Beep menganggukan kepalanya dengan semangat.
            “Apa hanya seperti itu lagunya?” tanya Beep dengan nada suara yang bodoh. Justin menggelengakannya. Lalu kembali lagi jarinya bersenggama dengan tuts piano-nya.
           
            So take my hands and walk with me..
            Show me what to be ..
            I need you to set me free..
            Yeah ..
            Where are you now?
            Where are you now?
            Now that I’m half-grown..
            Why are we far apart ..
           
            I feel so alone
            Wher are you now?
            When nothings going right
            Where are you now?
            I cant see the light

            I need you to need me..
            Cant you see me..
            How could you leave me?
            My heart is half-empty
            I’m not whole when you’re not with me
            I want you here with me ..
            To guide me, hold me, and love me now ..
            Where are you now?

            Justin menyelesaikan lagunya dengan air mata yang mengalir di wajahnya. Lagu itu ia ciptakan untuk saudara kembarnya yang benar-benar ia cintai. Sudah dua bulan ini ia tidak mendengar suara Theo. Ia membutuhkan Theo, sama seperti Theo membutuhkannya. Beep bangkit dari duduknya dan menghampiri Justin yang menyeka air matanya. Kedua tangan Beep langsung memeluk kepala Justin yang bersandar pada perutnya.
            “Aku merindukannya,” bisik Justin di sela-sela isak tangisnya.
            “Aku tahu,” bisik Beep.
            “Mengapa ia tidak pernah menghubungiku lagi? Lagu itu untuknya. Aku merindukan Theo. Aku merasa begitu kesepian. Aku ingin ia ada di sini,”
            “Kau masih memilikiku,” bisik Beep ingin ikut menangis. Beep merasa sakit hati karena Justin masih merasa kesepian padahal Beep sudah berada di dekatnya.
            “Aku membutuhkannya, Beep.” Ujar Justin dengan tangisan yang memecah.
***

            Beberapa hari ini Beep lebih pendiam semenjak perkataan Justin yang cukup membuatnya sakit hati. Ia telah diliputi oleh rasa bersalah yang sangat mendalam pada Theo karena ia telah menyakiti hati Theo. Hatinya juga tercabik tiap kali nama Theo terlontar dari mulut siapa pun. Beep merasa ditolak oleh siapa pun yang ada di dunia ini. Termasuk ayah dan ibu kandungnya sendiri. Ia tidak membutuhkan siapa-siapa sekarang selain Justin. Karena Justin adalah penyemangat hidupnya. Namun, Justin menuturkan satu kalimat yang membuatnya cukup diabaikan. Aku membutuhkannya. Tapi setidaknya, Beep sudah berada di sisinya. Berusaha untuk mengisi kekosongan dan perasaan Justin yang dipenuhi dengan kehampaan sepi yang mendalam.
            Beep akhir-akhir ini tertidur lebih cepat. Ia tidak tertidur dalam kamar Justin lagi. Tapi ia tidur di dalam kamarnya sendiri, di sebelah kamar Caitlin. Ia selalu mendengarkan musik melankolis tiap malamnya yang selalu memberikan dirinya pengertian. Seharusnya ia tahu dari awal. Hubungannya dengan Justin tidak akan pernah berjalan dengan lancar. Justin pasti akan lebih memilih saudara kembarnya yang lebih mengetahui Justin dibanding dirinya yang baru saja bertemu dengan Justin selama hampir 4 bulan. Tentu saja Justin akan lebih memilih saudara kembarnya.
            Kembali, Beep merasa tertolak dari segala yang ia inginkan. Ia hanya ingin orang yang ia cintai, mencintainya dari dalam hatinya. Ia memang menyayangi orang tua angkatnya, tapi dari semua itu ia menginginkan orang tua kandungnya dan bertanya mengapa mereka melemparkan dirinya ke dalam sebuah panti asuhan yang membuatnya kurang kasih sayang untuk sementara waktu. Beep tidak memiliki kontak batin dengan orang tua angkat dan ia menginginkan itu terjadi dalam dirinya. Dan sekarang ia hanya menginginkan Justin. Ia ingin Justin mencintainya dari dalam hati Justin.        
            Beep tahu, siapa yang mencintainya dan tidak mencintainya. Beep benar-benar tahu. Ia tahu Theo mencintainya, bahkan cinta yang Justin berikan pada Beep berbeda dari Theo. Justin tidak begitu mengambil masalah ini menjadi masalah yang serius. Hal yang serius. Beep berpikir Justin hanya mempergunakan tubuhnya untuk melepaskan hasrat Justin. Mungkin orang-orang Las Vegas akan memanggilnya dengan panggilan, wanita murahan. Pelacur. Semacamnya. Tujuan hidup Beep sekarang adalah Justin dapat mencintainya, lebih dari Theo mencintainya. Beep tahu, dalam bentuk apa pun yang ia berikan dan ungkapkan untuk Theo sebagai permintamaafannya tidak akan pernah cukup untuk menebus segala kesalahannya pada Theo. Beep sudah mencoba untuk melupakan Theo, tapi Justin. Justin memiliki wajah yang sama seperti Theo. Mungkin mata dan tahi lalat yang tidak dimiliki Theo di pipi Justin. Membuatnya cukup sulit untuk melupakan mantan kekasihnya. Jika Beep diberikan satu permintaan, ia akan meminta 2 permintaan lagi. Lalu permintaan pertamanya, Theo memaafkannya. Bahkan jika Theo harus memberikannya satu syarat agar Theo dapat memaafkannya –sekalipun ia akan menemui kematian—ia akan melakukannya. Kedua, ia ingin Justin benar-benar mencintainya. Lalu selesai. Dunia Beep pasti akan lebih baik.
            Mata Beep menatap pada taman belakang rumah Justin dengan perasaan yang tak menentu di atas tempat duduk besi berwarna hijau. Tentu saja ia tidak ingin menangis di sore hari dan tiba-tiba saja Justin muncul lalu mempertanyakan apa yang terjadi pada Beep. Justin bahkan tidak merasakan perubahan dari Beep yang tampak lebih pendiam dan tidak melakukan hal-hal yang nakal pada Justin. Beep bukanlah lagi Beep yang ceria. Yang selalu membuat candaan nakalnya. Ia sudah berubah sejak lagu itu terputar. Lagu kesedihan Justin terhadap Theo. Ia berpikir, apa Justin akan membuatkannya lagu jika Beep tidak ada di sisinya? Apa masih peduli padanya jika kebohongannya terbongkar? Mungkin. Tapi Beep kurang yakin setelah ia mengingat seberapa cintanya Justin terhadap Theo.
            Beep menghelakan nafasnya, menunggu Justin datang yang dari tadi pagi tidak muncul sejak kepergiannya dari rumah. Caitlin dan Christian harus pergi bertemu dengan ayah dan ibunya yang datang siang tadi. Tapi sampai sore ini, mereka semua belum pulang.

*Taylor Pulmer POV*
           
            Aku merogoh kantong celana pendekku untuk mengambil ponselku. Kuperhatikan layar ponselku yang tidak mendapatkan pesan apa-apa atau panggilan telepon dari siapa pun. Bahkan Justin. Aku ingin menghubunginya. Kubuka kunci ponselku dan mencari nomor telepon Justin. Perasaanku tak karuan saat kugerakan tanganku yang memegang ponsel pada telingaku. Di mana Justin? Justin tidak menjawab telepon dariku. Aku mencoba. Mencoba. Dan mencoba menghubunginya. Tapi ia tidak menjawab panggilanku. Kuharap ia baik-baik saja di luar sana.
            Bangkit dari tempat duduk besi berwarna hijau, tiba-tiba saja sebuah pesan singkat masuk dalam ponselku. Senyuman kecil muncul di wajahku saat nama Justin tertera di dalam ponsel. Kubuka kunci ponselku dan membaca pesan darinya. Dongakan kepalamu sekarang. Isi pesan itu membuatku langsung mendongakan kepalaku. Sial!
            Mulut terbuka tak percaya.
            “Sial!” aku berteriak tak percaya.
            “Beep!” teriak Justin dari mulut pintu belakang.
            “Tebak apa yang kami bawa?” teriak Caitlin yang tiba-tiba muncul dengan sebuah kue kotak putih di tangannya. Whoa! Sial, sial, sial! Mulutku masih terbuka tak percaya.
            “Kejutan sayang!” teriak Justin berlari ke arahku dan ia langsung memelukku dengan erat. Kupeluk tubuhnya yang besar juga dengan erat. Aku benar-benar tak percaya kalau sekarang adalah hari ulang tahunku! Hari ulang tahunku! Sial. Mengapa aku bisa melupakan hari ulang tahunku? Ulang tahun ini adalah ulang tahun yang benar-benar kuimpi-impikan dan Justin mewujudkannya. Hari ulang tahun bersama dengan kekasihku dan sahabat-sahabatku juga dengan teman dari orang tuaku. Caitlin, Christian, Joseph dan orang tua Caitlin melangkah maju ke arahku dan Justin. Justin memberikanku sebuah kecupan singkat pada bibirnya dan tersenyum.
            Lilin ulang tahunku telah terlihat di atas kue ulang tahunku. Umurku sekarang sudah 20 tahun. Oh, astaga, tak terasa aku mulai merasa begitu tua.
            “Sebutkan permohonanmu,” ujar Caitlin dengan semangat. Aku menutup mata dan melipa tanganku, berdoa, aku harap Justin benar-benar mencintaiku dan dimana pun Theo berada aku harap ia memaafkanku. Aku membuka mataku dan langsung meniup lilin milikku. Justin menarik pundakku dan mengecup bibirku kembali.
            “Selamat ulang tahun sayang,” ujarnya dengan suara yang besar, ia mendekatkan bibirnya pada telingaku. “Hadiahmu menunggu di kamar,” bisiknya di telinga dan ia menyiratkan sesuatu yang nakal. Namun aku tidak begitu yakin apa aku bisa melakukannya lagi, akhir-akhir ini aku dan Justin tidak pernah melakukannya lagi.

*Author POV*
                       
            Caitlin langsung memberikan kue ulang tahun yang ia pegang pada Christian dan memeluk Beep dengan cepat. Pelukannya benar-benar erat, Beep bahkan hampir tidak dapat bernafas.
            “Selamat ulang tahun,” bisik Caitlin, “semoga kau dan Justin selalu bersama,” lanjut Caitlin yang membuat Beep tersentak. Beep langsung melepaskan pelukan dari Caitlin dan memeluk orang tua Caitlin dengan cepat.
            “Selamat ulang tahun sayang. Ayahmu tidak bisa datang hari ini karena dia mempunyai urusan di Jepang,” ujar ayah Caitlin menepuk-nepuk punggung Beep dengan lembut. Beep hanya menganggukan kepalanya lalu ia memeluk ibu Caitlin.      
            “Selamat ulang tahun, Taylor,” ujarnya dengan suara keibuan yang menyiratkan kasih sayang terhadap Beep. Untuk sekarang ini, Beep merasa cemburu karena ia tidak memiliki ibu atau ayah kandung seperti Caitlin dan Christian yang memiliki orang tua seperti ini. Orang tua yang memperhatikannya sejak kecil hingga besar. Tapi Beep tidak dapat memutar waktu kembali. Ia melepaskan pelukannya dan matanya kembali lagi pada Justin yang berdiri di belakangnya.
            Akhir-akhir ini Justin sedang mencari tahu di mana keberadaan Theo. Maka dari itu, Justin cukup mengabaikan Beep yang tiap hari merasakan kesepian. Justin bahkan tidak tahu mengapa Beep tampak begitu pendiam. Justin memang dapat merasakan perubahan dari Beep tapi Justin berpikir, ‘Hey, dia belum tentu akan menjadi istriku kelak,’. Jika ucapan itu terucap dari mulut Justin, mungkin Beep tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini.
            Tujuan Beep datang ke Los Angeles adalah untuk memulai hidup yang baru. Sejak kedatangannya di Los Angeles, Beep merasa lebih tenang dan senang karena Justin dan Christian juga teman-teman Justin yang benar-benar lucu. Mereka tertawa tiap harinya dan mereka berjalan-jalan menyusuri pantai dengan kesenangan yang selalu meliputi mereka. Kebersamaan mereka yang membuat Beep merasa lebih diterima dalam sebuah lingkungan baru. Beep mengakui kehidupannya terasa lebih baik sejak kedatangan Justin masuk ke dalam kehidupannya. Beep merasa lebih hidup. Meski tiap harinya ia harus mengalami masa-masa penyesalan terhadap Theo. Tapi Beep berusaha untuk merasa lebih baik berada di Los Angeles. Empat bulan adalah waktu yang cukup panjang.
            Apalagi besok ia, Justin dan Caitlin akan masuk ke dalam kampus baru mereka. Pasti kehidupannya akan lebih menyenangkan dengan teman-teman baru mereka. Dan tentu saja, Justin akan cepat memiliki teman-teman dengan gayanya yang benar-benar friendly. Beep juga harus menerima teman-teman Justin seperti Beep menerima Justin.
            Beep tersenyum saat mereka semua sudah masuk ke dalam rumah dan sibuk dengan kue ulang tahun milik Beep yang telah Christian potong. Bahkan Christian mengambil potongan kue terbesar dibanding semuanya. Beep tidak pernah menyukai kue ulang tahun dalam hidupnya, tapi ia suka meniup lilin di atas kue ulang tahun.
            “Selamat ulang tahun,” bisik Justin lagi tepat di belakang Beep, Justin mengecup pundak Beep dengan lembut. Tiap kecupan yang Justin berikan berakibat kenyamanan namun kepahitan dalam tubuh Beep. Beep masih meragukan cinta Justin, namun Beep percaya, cepat atau lambat Justin akan mencintainya dengan sepenuh hati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar