*Theodore Bieber POV*
“Jadi
kau tidak tinggal dengan orang tuamu?” tanya memperhatikan ia memakan
makanannya. Entahlah, ia memintaku untuk makan di restoran junk food. Jarang sekali aku makan di tempat seperti ini, kau tahu
McDonald. Hari ini McDonald benar-benar
penuh dengan orang-orang. Ada yang berlalu lalang mengambil pesanannya, ada
yang ingin mencuci tangannya, mengambil saus dan semacamnya. Intinya McDonald
benar-benar ramai. Yeah, aku tahu masa kecilku kurang menyenangkan hanya karena
aku jarang mencicipi makanan seperti ini. Dan aku diizinkan memanggil Taylor
dengan panggilan Beep. Entahlah, itu kedengaran lucu dan cocok untuknya.
Rambutnya ia kepang dan ia memakai kemeja kotak-kotak berwarna ungu-putih
dengan dalaman kaos berwarna putih juga dengan icon smiley senyum di sana. Dia terlihat lebih sederhana dibanding
kemarin. Maksudku, pakaian kemarin benar-benar mencetak tubuhnya sehingga itu
membuatku sedikit tak nyaman. Kurasa aku mengeras di ‘bawah’ sini.
“Ibuku
meninggal dan ayahku pergi ke Los Angeles kemarin subuh. Dan aku memiliki
sahabat yang sudah mengenalku lebih dari 15 tahun. Kau tahu, Caitlin. Orang
tuanya juga mendukung kami tinggal di apartemen bersama,”
“Oh,
apa kau memiliki adik atau ..sepupu yang tinggal di dekat sini?”
“Tidak,
tidak ada. Ayahku anak tunggal, ibuku juga. Sehingga aku tidak memiliki
siapa-siapa di sini selain keluarga Beadles. Aku dekat dengan adik Caitlin, ia
Christian,”
“Kelihatannya
kalian dekat sekali, apa ayahmu berteman dengan ayah mereka?”
“Ya,
benar. Kau pintar sekali,” pujinya dengan gemas, hidungnya mulai mengkerut dan
itu benar-benar lucu. Maksudku, mengapa ia bilang itu adalah pintar? Maksudku,
semua orang pasti dapat menebak kalau orang tuanya berteman dengan orang tua
sahabatnya. Seperti yang ia bilang tadi, 15 tahun bersahabat. Entahlah, dia
benar-benar polos sekarang.
Kuambil
kentang yang tadi kupesan dan kumasukan ke dalam mulut.
“Itu
biasa saja. Ingin kuantar pulang setelah ini?” tanyaku yang membuatnya
menghentikan kunyahannya. Oh, semoga ia tidak terkejut dengan pertanyaanku. Dan
kuharap ia tidak merasa kalau ini memang terlalu cepat. Hanya saja ..sialan!
Aku benar-benar menyukai gadis ini. Kemudian ia menelan burger yang ia makan
dengan cepat dan mengambil Pepsi yang tadi ia pesan.
“Kau
tidak akan memperkosaku, kan?” tanyanya kelihatan begitu khawatir. Mataku
membulat.
“Astaga,
tidak Beep. Tentu saja, tidak. Aku tidak melakukan itu, jangan berpikir hal-hal
yang negatif. Aku hanya mengantarmu karena kau adalah temanku,” jelasku
berusaha untuk meyakinkannya bahwa aku tidak akan melakukan itu padanya.
Astaga, dia benar-benar ..sial. Apakah aku kelihatan seperti orang jahat?
Mungkin. Oh, atau Beep telah bertemu dengan Justin dan Justin menggodanya?
Siapa tahu. Itu hanya pemikiran yang menurutku dangkal. Hanya bercanda dan itu
tidak mungkin terjadi. Dan kuharap jangan sampai terjadi.
“Kau
berjanji?”
“Aku
justru bersumpah,” ucapku kali ini memberikan dua jariku padanya, menyatakan
bahwa aku memang bersumpah. Kemudian ia tersenyum dan ia menganggukan
kepalanya. Kemudian ia menaruh sisa burger yang ia makan di atas meja. Sambil
mengunyah, ia menatap pada kukunya yang ia mainkan di atas meja.
“Apa
kau pernah berhubungan seks sebelumnya?” tanyanya kali ini lebih personal. Oh,
sial.
“Tidak,
aku tidak pernah melakukannya. Mengapa?”
“Karena
aku pernah,” bisiknya dengan suara yang benar-benar kecil. Astaga. Dia pernah
melakukannya? Berarti dia sudah tidak perawan. Sekarang pertanyaan-pertanyaan
yang menyangkut dirinya melakukan seks berjatuhan di otakku. Benarkah?
Maksudku, aku tidak pernah menyangka ini.
“Kau
ingin berbagi?” tanyaku, ia mendongak dan tersenyum padaku.
***
“Yeah,
katanya ia pernah berhubungan badan sejak ia berumur 15 tahun. Dan ia sudah
melakukannya sebanyak tiga kali. Hanya tiga kali karena dia tidak ingin merusak
dirinya, sahabatnya yang menyarankannya sehingga ia bertobat,”
“Sial!
Aku jadi penasaran dengan Beep-mu. Omong-omong, nama panggilannya benar-benar
lucu –ceritakan lagi tentangnya,” ujar Justin kali ini lebih tertarik dibanding
kemarin. Aku bisa mendengar nafasnya yang semakin lama semakin memburu. Apa dia
sudah meminum obatnya? Karena sekarang aku berkeringat. Yeah, ini aku dan
Justin seperti memiliki kekuatan kembar. Jika Justin merasa lelah, kadang aku bisa
merasakannya. Yah, kira-kira seperti itu.
“Apa
kau telah meminum obatmu?” tanyaku.
“Oh
sial. Ibu, aku akan meminumnya sebelum tidur,” gumamnya mengejekku, “bisakah
kita membicarakan Beep yang kau sukai itu? Kurasa aku juga tertarik dengannya,”
“Berengsek
kau. Dia hanya milikku. Aku tidak rela membagikan apa yang akan menjadi milikku
pada saudara kembar sepertimu. Aku tidak ingin ia rusak karenamu,”
“Terserah
apa katamu Theo. Ceritakanlah tentangnya,” paksanya padaku.
“Well,
ayahnya tinggal di Los Angeles. Sehingga ia sekarang tinggal berdua dengan
sahabatnya,” ujarku. “Hanya saja sekarang aku tidak percaya dengan ucapannya
tadi tentang dia telah berhubungan badan,”
“Sial,
Theo. Itu wajar jika ia telah melakukannya. Ia sudah dewasa, kau saja masih remaja,”
nafas Justin mulai naik-turun tak beraturan.
“Kapan
kau meninggal Justin?”
“Oh,
shit! Sekaranghh!” teriaknya yang membuat mataku membulat begitu saja.
Keringatku semakin mengucur dengan deras. “Oh, astaga. Theoh, Theoh,” suaranya
melemah.
“Justin?
Kau masih di sana?” tanyaku dengan panik. “Theoh,” nafasnya tak beraturan.
“Justin!”
aku berteriak padanya, kali ini. “KENA KAU!”
***
*Justin Bieber POV*
“Baiklah,
ibu aku harus tidur sekarang,” ejekku pada Theo sambil meremas dadaku yang
sakit. Jantungku berdenyut dengan kencang namun rasanya jantung ini tersedot
oleh tubuhku sendiri. Sehingga denyutan begitu sakit. Seakan-akan seluruh otot
yang berada di dadaku berusaha untuk memasukan dan menyembunyikan jantung ke
dalam jeratan mereka. Aku mematikan ponselku dan melemparkannya ke atas sofa
yang kududuki. Jantungku sekarang memang sangat sakit, aku berbohong pada Theo
tadi. Sial, sial!
“Argh!
Sial,” erangku mengadahkan kepalaku ke atas. Aku berusaha untuk bisa bernafas.
Namun sebisa mungkin aku menahan sakit ini. Sedikit demi sedikit aku
memerosotkan tubuhku sehingga sekarang aku terlihat setengah terduduk. Cara
lambatnya memang seperti ini jika ingin mendapatkan nafas yang normal.
“Joseph!”
aku berteriak dari sini. Joseph adalah sahabatku. Ia tinggal satu rumah
denganku. Well, ini adalah rumahku. Rumahku cukup besar di Los Angeles.
Sehingga tak jarang banyak teman-temanku yang akan menginap di sini. Dengan
satu pelayan yang juga tinggal di sini untuk mengurusiku. Televisi ruang tamuku
masih menyala, makanan ringan masih berada di atas meja, lalu Joseph turun dari
lantai atas dengan bola basket yang berada di tangannya. Ia memutar-mutarkannya
dengan lincah. Mengapa rasanya aku ingin menonjok lelaki ini?
“Apa?”
tanyanya setelah berdiri beberapa meter dariku.
“Kau
tahu apa pekerjaanmu setelah ini? Theo sebentar lagi akan menghubungiku. Dengan
nafas seperti ini ..sialhh. Aku tahu ia berkeringat sekarang di sana. Kau tahu
seberapa keibuannya saudara kembarku, bilang padanya aku telah tidur,”
“Tidak,”
tolaknya yang membuatku ingin mengeluarkan jantung ini secepat mungkin. Ini
karena aku belum datang ke dokter dua hari yang lalu. Satu minggu ini aku belum
datang ke dokter pribadiku yang tinggal cukup dekat dari rumahku.
“Kau
harus membantuku, sialan!”
“Mengapa
kau harus hidup dalam kebohongan?”
“Aku
tidak ingin satu di antara keluargaku merasa khawatir terhadapku,” ujarku kali
ini membentak. Kemudian ponselku berdering.Sial, aku sudah tahu ia akan
menghubungiku. Denyut jantungku semakin cepat berdetak dan nafasku semakin lama
semakin tidak beraturan.
“Angkat!”
“Tidak!”
“Angkat!”
aku meraih ponselku.
“Tidak,”
“Angkat,”
aku langsung menekan tombol hijau pada ponselku dan melemparnya pada Joseph
yang langsung menangkapnya.
“Halo,
saya Joseph. Justin Bieber yang Anda cari sedang ..ya, aku temannya. Tidak, dia
baik-baik saja ..aku yakin ..terima kasih. Iya, terima kasih kembali,” ujar
Joseph yang langsung mematikan ponselnya. Kemudian detak jantungku akhirnya
semakin lama berdetak dengan normal meski kepalaku sekarang begitu pening. Aku
tidak tahu apa besok aku bisa pergi ke dokter untuk melihat bagaimana keadaanku
sekarang. Hanya saja aku sudah bosan dengan hasil yang sama.Tidak akan ada
kemajuan dari jantungku, justru jantungku semakin melemah. Rasanya aku ingin
mengeluarkan jantungku sekarang juga.
“Semoga
kau tenang dengan hidupmu yang penuh dengan kebohongan,” gumamnya.
“Aku
harap kau mati!” teriakku pada Joseph yang melempar ponselku ke atas meja ruang
tamu dan berjalan kembali menuju anak tangga. Berhenti melangkah di anak tangga
yang kelima, ia berbalik dan memutarkan bola basket yang berada di tangannya.
“Aku
tidak tahu Justin, apakah aku atau kau yang akan lebih cepat mendapatkan
kematian,”
“Sial
kau, Joe!” aku berteriak padanya dan tertawa. Aku tahu Joe –Joseph—sedang
memiliki masalah sekarang sehingga ia cukup tidak peduli dengan keadaanku.
Padahal masalahnya hanyalah karena kekasihnya memutuskan untuk mengakhiri
hubungan mereka. Jika sudah seperti itu, untuk apa kita pertahankan lagi? Jika
aku menjadi Joe, tentunya aku akan mencari gadis lain.
Berbicara
tentang gadis. Aku jadi penasaran dengan Beep yang Theo ceritakan. Kelihatan
sekali bahwa Beep adalah seorang yang periang dan berbicara dengan jujur. Meski
Theo bilang ia terlihat begitu polos. Well, mungkin hanya paras Beep yang
polos. Sial, aku ingin bertemu dengan Beep. Untunglah 3 bulan lagi adalah
Thanksgiving sehingga Theo bisa memperlihatkan Beep padaku. Kuharap Theo
cepat-cepat berpacaran dengan Beep. Tapi aku meragukannya.
Kurasa
Theo itu seorang gay.
****
*Author POV*
Tangan
Theo gatal ingin memukul sesuatu. Sudah dari tadi pagi hingga sore seperti ini
ia memikirkan Justin. Dan sudah berkali-kali ia menghubungi Justin namun Justin
tidak mengangkatnya. Kemarin ia tahu sekali Justin berbohong padanya.
Keringatnya kemarin mengucur deras tak menentu dan jantungnya juga berdetak
dengan kencang, bersamaan dengan jantung milik Justin. Mereka kembar sehingga
beberapa organ dalam tubuhnya sama dan tentu saja karena kontak batin yang
sangat erat di antara mereka. Theo menunggu Beep yang belum keluar dari
kelasnya sekarang.
Sore
ini Theo akan mengajak Beep untuk pergi ke Mall. Entahlah, Theo hanya ingin
menghabiskan sisa waktunya dengan Beep hari ini. Dan pastinya Beep akan
menerimanya. Bersandar di sebelah pintu masuk kelas Beep, Theo melipat
tangannya dan menundukan kepalanya. Menit demi menit berlalu, Theo merasa
begitu bosan dan pikirannya tak karuan memikirkan Justin. Apa Justin hari ini
sudah pergi ke dokter? Karena ia telah mengirimi ia pesan suara para Justin.
Semoga saja Justin menerima pesan itu. Kepala Theo terdongak sambil nafasnya
menghembus dengan lambat. Tangannya mulai masuk ke dalam kantong celananya
untuk mengambil ponselnya.
Kembali
ia menghubungi Justin. Ia mendekatkan ponselnya ke arah telinganya dan menunggu
jawaban dari Justin.
“Ya,
ibu? Ada apa?” bersamaan dengan jawaban Justin, Theo langsung mematikan
ponselnya karena pintu kelas Beep terbuka. Bermuncullah mahasiswa dengan wajah
yang dapat menyiratkan bahwa pelajaran yang baru saja mereka lewati adalah
pelajaran yang bosan atau mungkin dosen yang mengajar mereka sangat
membosankan. Kemudian Beep muncul dengan wajah yang sama dengan mahasiswa yang
sebelum-sebelumnya keluar.
“Hey,
Beep,” sapa Theo dengan girang. Tapi wajah Beep memperlihatkan wajah yang
benar-benar lesu. Beep berjalan melewati Theo dan lalu berdiri di sebelah Theo,
menyandarkan tubuhnya pada tembok dan mendesah pelan. Beep menggelengkan
kepalanya, kelihatan sekali ia merasa bosan.
“Di
mana Caitlin?” tanya Theo membuka percakapan.
“Oh.
Dia sudah pulang dari tadi siang. Jadi sore ini aku harus pulang sendiri,” ujar
Beep. Theo meraih tangan Beep yang berada di sebelah tubuhnya, sontak Beep
terkesiap. Ia mendongakan kepalanya untuk menatap Theo.
“Kau
ingin pergi makan malam bersamaku? Kita bisa menghabiskan malam ini
bersama-sama,”
“Lagi?”
tanya Beep bingung. Mengapa tampaknya Theo ingin sekali Beep menghabiskan waktu
bersamanya? Beep memang menyukai ketampanan Theo, tapi bukan berarti setiap
hari ia dan Theo akan menghabiskan waktu bersama-sama.
“Kau
tidak tertarik?” tanya Theo mencoba untuk menatap mata Beep. Tapi mata Beep
terus menatap pada lantai, mengabaikan Theo. Keinginan terbesar Theo adalah
Beep akan menatap matanya tiap kali Theo berbicara dengannya sebelum Beep
benar-benar tidak dapat menatap mata Theo yang langka itu.
“Tentu
saja aku tertarik,” ujar Beep kali ini bersemangat. “Ayo!” serunya dengan
riang. Beep adalah gadis Sanguin yang periang. Dan ia mudah sekali melupakan
sesuatu. Sehingga jika ia merasa bosan dimenit pertama maka dimenit yang kedua
biasanya ia akan menjadi gadis periang lagi. Sanguin selalu mendalami apa yang
ia rasakan sehingga mereka terlihat seperti hiperbola.
***
Beep
memang sudah tidak perawan. Ya, tentu saja ia sudah tidak perawan. Kekasihnya
yang memerawaninya. Ayah Beep belum tahu tentang ini. Hanya Caitlin, Christian,
dan Theo yang mengetahui ini. Dan ya, Beep melakukannya sebanyak tiga kali
bersama dengan kekasihnya. Namun Caitlin tidak ingin Beep merasa ketagihan
untuk melakukan itu sehingga Beep mungkin akan meluncur ke dalam dunia
pergaulan yang sangat bebas. Beep lebih menyayangi Caitlin –tentunya—dibanding
dengan kekasihnya saat itu. Dan untungnya Beep masih memiliki otak untuk tidak
melakukan itu lagi. Sehingga setelah Caitlin menyuruhnya untuk berhenti
melakukan hubungan badan, Beep melepaskan kekasihnya begitu saja. Dapat diakui
oleh Beep ia memang menikmatinya, tapi bagaimana pun juga, Beep adalah gadis
yang polos. Polos karena setelah ia melakukan itu, ia tidak ingin mencari tahu
lebih dalam lagi tentang hubungan badan. Diumurnya yang kesembilan belas ini,
Beep ingin sekali memiliki kekasih. Ia ingin melakukan hubungan badan secara
nyata, tidak sewaktu itu masih sebagai remaja yang sangat labil.
Beep
mulai menyukai Theo. Tentu saja ia menyukai lelaki ini. Namun tiap kali ia
menatap Theo, kepalanya selalu mengingat pada lelaki yang ia temui di Bandara.
Lelaki yang membantunya membawakan koper ayahnya saat Beep tak sengaja terjatuh
sendiri oleh kakinya. Tatapan lelaki itu
sama seperti Theo menatapnya. Jantungnya berdetak kencang saat ia bertemu
dengan lelaki itu dan ia berharap ia dapat bertemu dengannya secepat mungkin.
Namun yang ada di hadapannya hanyalah Theo. Setidaknya, Theo adalah lelaki yang
cukup membuat jantungnya berdetak lebih kencang.
Dan
pertemanan Beep dan Theo membawa Beep kepada kehidupan yang baru yang lebih
berwarna. Beep berharap, Theo dan dirinya akan semakin dekat. Ia tidak ingin
pertemanannya akan cepat berakhir karena mungkin, Beep berpikir Theo akan
menjadikan ia kekasihnya. Mungkin. Caitlin pasti akan mendukungnya.
***
*Theodore Bieber POV*
“Woohoo!
Sial, Theo. Kau tidak tahu seberapa senangnya aku saat aku ditawari untuk masuk
ke dalam tim Lakers!” seru Justin yang melompat-lompat di atas ranjangnya. Kami
sedang melakukan ‘Skype’ melalui laptop. Dan yah, Justin masuk sebagai pemain
di dalam tim Lakers. Sudah dua bulan berlalu Justin selalu menceritakan
seberapa ia sangat ingin masuk ke dalam tim basket itu. Justin tampak
sehat-sehat saja dengan ototnya yang semakin berbentuk. Setelah lama
melompat-lompat di atas kasur akhirnya lompatan terakhir, ia langsung berhenti
dan terduduk bersilang di atas kasurnya dengan nafas yang tak beraturan.
Baiklah, ini dia. Jantungnya pasti sudah terasa sakit makanya ia berhenti
melompat. Rasakan itu!
“Oh
sial, Theo. Perasaan ini sangat menyenangkan,” ujarnya terbatuk-batuk dan
mengambil sebuah kertas untuk mengipas dirinya sendiri. Ia sudah berkeringat,
akupun begitu.
“Ha,
yeah. Selamat saudara kembarku. Kuharap kau tidak cepat meninggal,”
“Apa
kau ingin aku cepat meninggal?” tanya Justin merasa tersinggung. Hey! Aku hanya
memperingatinya. Itu hanya seperti sebuah peringatan secara tak langsung. Aku
juga tidak ingin ia cepat meninggal. Maksudku, aku tidak pernah menginginkan
itu. Kurasa kalian sudah tahu mengapa.
“Tidak,
tentu saja tidak,” aku menjawabnya dengan tenang.
“Hey,
bagaimana kabar Beep? Mengapa kau tidak pernah ingin mengirim foto dirinya? Aku
sungguh penasaran, siapa tahu aku mengenalnya,” gumamnya melantur. Aku tidak
tahu apa yang sekarang memengaruhinya sehingga sekarang otaknya sedikit tidak
waras atau mungkin sedikit bergeser karena senangnya ia mendapatkan kesempatan
itu.
“Justin,
aku sudah berkali-kali menyebut nama lengkapnya padamu dan kurasa kau
tidak mengenalnya. Dan kau tidak perlu
mengetahui bagaimana wajahnya. Intinya dia sangat cantik,”
“Ha,
aku tidak percaya. Aku tidak mungkin menyukai gadis yang kausukai. Kurasa Beep
adalah seorang kutu buku oleh karena itu kau tidak berani memperlihatkan
fotonya padaku? Oh, aku tahu. Atau mungkin kau malu karena ia memiliki sesuatu
di wajah—“
“Bisakah
kau diam? Aku sedang berpikir keras di sini. Aku butuh saranmu,” bisikku kali
ini lebih was-was. Kulipat kedua tanganku seperti aku ingin berdoa dan mulutku
menggigiti jari jempolku. Oh, Tuhan. Kurasa besok adalah hari yang tepat untuk
meminta Beep sebagai kekasihku. Aku sudah melewati waktu selama dua bulang
bersama dengan Beep. Hubunganku dengannya semakin lama semakin dekat. Tak
jarang ia menginap di kamarku, aku tidak berbohong. Sungguh, wajahnya sangat
cantik saat ia tertidur.
“Tentang
apa? Kau tahu, aku selalu bisa kau andalkan,”
“Kadang-kadang,
ya, kau bisa diandalkan,” gumamku melepaskan jari jempol dari mulutku. “Aku
ingin Beep menjadi kekasihku besok. Tapi bagaimana caranya?” tanyaku panik. Aku
meremas rambutku dengan gemas. Sontak Justin jungkir balik ke belakang dan
tertawa dengan sangat keras lalu ia berguling-guling di atas tempat tidurnya.
Terkadang, jika ia selalu mengejekku, aku selalu menginginkan dia cepat
meninggal. Maksudku, jungkir balik? Yang benar saja! Ia benar-benar
keterlaluan. Aku menunggunya yang masih tertawa-tawa dan memukul-mukul kasurnya
dengan kencang sampai berbunyi. Semoga tiba-tiba saja kasurnya rusak. Amin.
Kemudian ia merangkak ke arah laptopnya lagi. Bibirnya ia gigit untuk menahan
tawanya. Kemudian ia tertelungkup di atas kasurnya dan mengambil satu bantal
untuk mengadahkan kepalanya dengan santai.
“Oh
Tuhan, aku tidak tahu mengapa aku memiliki saudara kembar sepertimu, Theo. Tapi
demi Tuhan, kau benar-benar lucu,” gumamnya menggelengkan kepalanya.
“Sudahlah.
Cepat beritahu aku,”
“Untuk
memintanya sebagai kekasihmu? Mudah saja,” ujarnya sambil memperlihatkan
kepalan tangannya padaku. “Satu,” –ia memunculkan jari telunjuknya—“Ajak dia ke
tempat yang romantic,” ujarnya menghembuskan nafasnya, seakan-akan ia sedang
mengajari seorang anak kecil yang tidak mengerti perbedaan apa itu tangan kiri
dan tangan kanan.
“Kedua,
kau harus membicarakan masa-masa lalumu dengannya. Kau tahu, selama dua bulan
ini. Apa kau mengerti?”
“Aku
tidak sebodoh dirimu,”
“Ha,
yeah. Aku tahu kau pintar dalam hal mata pelajaran, tapi dalam hal cinta? Kau
saja saudara kembarku meminta saran bagaimana caranya melakukannya. Mungkin
saat kau ingin berhubungan badan dengannya, kau akan memintaku bagaimana
caranya,” ujarnya melantur. Aku hanya diam, tidak ingin menghentikannya berbicara.
Apa pun yang ia katakan yang penting ia harus memberitahu padaku bagaimana
caranya meminta Beep untuk menjadi kekasihku.
“Ketiga,
cium dia perlahan-lahan dan bilang padanya kalau kau ingin ia menjadi
kekasihmu. Selesai. Theo, percayalah, kau itu setampan diri –meski aku lebih
tampan darimu—dan kau harus optimis kalau kau akan mendapatkannya. Aku akan
mendoakanmu,”
“Kupikir
kau tidak pernah berdoa,”
“Sial
kau, Theo! Tiap hari aku berdoa agar aku dapat masuk ke dalam Tim Lakers. Dan
lihat? Aku masuk, saudara kembarku yang lucu! Aku masuk!” serunya kembali
heboh. Seharusnya aku tidak membawa topik pembicaraan itu. Kuputar bola mataku
dengan malas.
“Apa
kau sudah pergi ke dokter kemarin? Aku telah mengirimimu pesan suara,”
“Sudah
ibu. Theo, aku bingung denganmu,” gumamnya menggaruk kepalanya dan raut
wajahnya memang memperlihatkan wajahnya bingung. “Sejak ibu meninggal, kurasa
kau sangat perhatian padaku,” ujarnya tak menatapku. Baiklah, ini dia. Ya,
ibuku meninggal sejak aku dan Justin masuk kuliah karena sakit jantung. Ayahku
tidak berniat untuk mencari wanita lain sebagai istrinya, itu sungguh bagus.
Karena aku juga tidak membutuhkan ibu baru. Well, sudah 4 tahun aku dan Justin
ditinggalkan oleh ibuku. Justin mendapatkan penyakit keturunan dari kakek dan
ibuku. Aku tidak ingin kehilangan orang yang kusayangi lagi dengan kejadian dan
penyakit yang sama. Maka dari itu aku sangat perhatian pada Justin sejak
kepergian ibu.
Aku
terdiam cukup lama.
“Kau
tidak ingin menjawab? Ya, tidak apa-apa,” kali ini suaranya lebih tenang.
“Tidak.
Bukan. Hanya saja ..Justin, kau tahu ibu meninggal karena penyakit jantung yang
lemah. Sama sepertimu. Aku tidak ingin kehilangan anggota keluarga kita dengan
penyakit yang sama,”
“Oooh,
ibu. Kau sangat manis,” ujarnya seperti gadis remaja labil. Dia mengejekku.
“Apa
pun yang kaukatakan Justin, apa pun,” aku mengabaikannya karena kesal. Aku
sedang serius tapi dia ..astaga, untung saja ia tidak berada di sebelahku.
“Ya,
jadi ingatlah kata-kataku tadi. Pergi ke tempat romantic. Beritahu masa-masa
kebersamaan kalian. Lalu cium dan minta dia sebagai kekasihmu. Aku selalu
melakukan itu,”
“Dan
kau diterima?”
“Ya,
tentu saja. Mama, aku tidak mengerti mengapa saudara kembarku tidak percaya,”
“Hmm,
baiklah. Aku akan melakukannya,”
“Yeah,
semoga beruntung saudara kembarku yang manis,”
“Hey,
kau akan datang minggu depan bukan?”
“Ya,
tentu saja. Aku akan membawa gadisku –“
“Tidurlah,”
aku memotongnya.
“Ya,
ibu. Aku pasti akan tidur. Aku mencintaimu, ibu,” ejeknya. Aku hanya mengabaikannya
dan mematikan Skype lalu laptop-ku.
Besok
adalah hari besar bagiku. Aku akan meminta Beep untuk menjadi kekasihku!
***
“Kau
menyukainya?” tanyaku menyandarkan kedua tanganku pada pegangan jembatan merah
sambil menatap Beep yang tersenyum menatap ke arah bawah. Sore ini benar-benar
indah. Sungai yang berada di bawah kami mengalir dengan derasnya, angin
sepoi-sepoi yang menerpa dirinya membuatnya menarik nafas dalam-dalam untuk
merasakan kenyamanan dan keheningan tempat ini.
“Aku
sangat menyukainya,” bisiknya menolehkan kepalanya padaku dan menatap mataku.
Sial, mata biru itu. Kami berdiri dengan jarak 1 meter, aku mengambil satu
langkah lebih dekat padanya.
“Beep,
aku mengajakmu ke sini karena aku ingin memberitahumu sesuatu,”
“Apa
itu berhubungan dengan cinta?” tanyanya yang membuatku terkesiap, namun aku
tidak memperlihatkan keterkejutanku padanya. Aku terdiam dan kemudian aku
menganggukan kepalaku.
“Ya,
katakan saja,” bisiknya memberikanku sebuah senyuman kecil.
“Seperti
yang kita berdua tahu, kita telah menjalani pertemanan selama dua bulan. Kau
dan aku terasa begitu dekat. Kebersamaan yang kita lalui tentu saja membuatku
menyukaimu. Bahkan aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama,”
“Benarkah?”
“Aku
menyukai matamu, Beep, saat pertama kali aku bertemu denganmu. Bahkan setiap
kali aku berbicara denganmu, aku berharap kau menatap mataku terus menerus. Aku
tidak ingin membicarakan omong kosong, tapi serius, matamu benar-benar tenang
untuk dilihat,”
“Benarkah?
Aku juga menyukai matamu,”
“Apa
aku boleh menciummu?” tanyaku tanpa berpikir. Saat itulah aku merasa aku adalah
orang terbodoh di dunia ini. Mengapa aku bertanya padanya? Tapi Beep tidak
menjawab. Ia melangkah satu langkah lebih dekat padaku dan ia benar-benar
membalikan tubuhnya ke arahku. Ia melipat bibirnya dan menelan ludahnya dengan
susah.
“Apa
kau yakin?” tanyanya menyentuh tanganku, meraih lenganku. Aku tersenyum padanya
dan menggelengkan kepalaku. Meraih kepalanya, aku langsung mengecup bibirnya.
“Aku
selalu yakin,” bisikku kali ini mencium lebih dalam lagi. Kupegang leher
belakangnya dan memasukan lidahku ke dalam mulutnya. Ia mengerang pelan,
membuat sesuatu yang berada di bawahku mengeras. Sialan! Aku menginginkannya.
Ciuman ini semakin mendalam dan ia mengisap bibir bawahku. Sebisa mungkin aku
tidak mengerang karenanya. Ia melingkarkan tangannya di sekitar leherku.
“Apa
kau mau, Beep?”
“Apa
jika aku menerimamu aku akan mendapatkan ciuman lebih panas?”
“Kau
adalah gadis berwajah polos yang nakal,”
“Aku
akan menjadi seperti itu, hanya untukmu,”
“Maka
ya, kau akan mendapatkannya,” Bisikku meraih bibirnya kembali pada bibirku.
Kali ini ia melingkarkan kakinya di sekitar pinggangku. Tangannya meremas
rambutku.
“Aku
mencintaimu,” bisiknya. Aku terdiam dan terus menciumnya. Beep adalah
kekasihku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar