***
*Kate Whitmore POV*
Aku
tidak ingin menangis lagi. Aku sudah putus hubungan dengan Justin dan aku harus
menerima itu. Keadaan Justin yang tidak mendukung adalah penghambat hubungan
kami. Aku tidak tahu apa yang ia inginkan. Aku pikir aku telah memberikan
kebutuhan yang ia butuhkan, tapi ternyata tidak. Aku tak dapat memenuhinya. Ia
masih menginginkan yang lebih dari pada tubuh ini. Lebih dariku. Kurasa begitu.
Tatto yang ia buat benar-benar membuatku terharu. Ia mencintaiku dan aku sangat
yakin tattoo itu permanen. Sayang, ia tidak dapat membuktikan apa yang ia tulis
di tubuhnya. Ia bukan milikku. Karena gadis lain bisa memilikinya juga. Aku
ingin Justin menjadi milikku seutuhnya. Dan jika itu benar, maka aku juga akan
menjadi miliknya. Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita.
Aku
rasa semua ini telah berakhir. Aku harus membuka kenangan yang baru. Dan tak
boleh menyesalinya. Penyesalan memiliki arti sendiri, pelajaran. Penyesalan
adalah pelajaran. Aku menyesal telah mencintai Justin yang kupikir ia akan
menjadi cinta yang pertama dan terakhirku, tapi tidak. Aku memiliki pelajaran yang
berharga dari ini. Memang menyakitkan dan menyenangkan. Menyakitkan karena
melepaskannya dan menyenangkan karena mencintainya. Meski seperti yang telah
kubilang, aku menyesal telah mencintai Justin. Karena rasanya aku sedang
membuang-buang waktu.
“Apa
yang telah kaukatakan padanya?” tanya ayahku duduk di sofa yang lain,
berhadapan denganku. Yeah, aku sedang terduduk di atas sofa ruang tamu.
Memikirkan apa yang baru saja terjadi tadi. Justin pergi dari hadapanku dengan
mata yang berair. Dia menangisiku. Tangisan lelaki memiliki suatu yang sangat
berharga. Ia benar-benar mencintaiku, ya, memang benar. Tapi tidak dengan
kelakuannya. Sekarang aku begitu bimbang. Rasanya sulit sekali untuk menghapus
segala penyesalanku terhadap apa yang telah kulakukan pada Justin.
“Aku
memutuskannya,”
“Kau
melakuaknnya dengan baik,”
“Dad
tidak perlu memamerkan pistol itu padanya, aku tidak ingin ia meninggal begitu
cepat,” gumamku mengeratkan pelukanku pada lututku yang kutekuk. Kusandarkan
pipiku pada ujung lututku.
“Dia
pantas meninggal,”
“Tidak,
dia tidak,”
“Oh
Kate, kau adalah anak tunggalku. Jika ada yang terjadi sesuatu yang salah
darimu, aku benar-benar tidak akan segan untuk membunuh siapa pun itu
pelakunya,”
“Jika
pelakunya adalah dad sendiri, bagaimana?”
“Aku
akan membunuh diriku sendiri,”
“Haha,
dad tidak perlu melakukan itu,” bisikku tertawa sedih. Aku tidak bisa tertawa
senang sekarang. Aku begitu sakit. Aku benar-benar melepaskan Justin. Kejadian
tadi pagi benar-benar menyakitkan. Dan kurasa jika aku memutuskan hubungan ini,
itu akan menjadi sepadan dengan apa yang kurasakan pada diri Justin. Ini
namanya balas dendam secara tak langsung.
Tiba-tiba
saja telepon rumah berbunyi. Kepalaku langsung menegak begitu saja dan meraih
telepon rumah yang berada di samping sofaku, di atas meja kecil. Aku
mengangkatnya.
“Kate!
Justin kecelakaan!” aku bisa mendengar suara panik dari Lyle. Bagaimana bisa
dia tahu nomor telepon rumahku –Sial! Justin kecelakaan. Tapi apa yang harus
kulakukan? Haruskah aku mendatanginya setelah apa yang ia lakukan. Dan
jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat.
***
*Author POV*
Karena
cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita. Jantung Kate berhenti
berdetak untuk beberapa saat. Mengetahui kekasihnya kecelakaan. Gagang telepon
yang ia pegang langsung ia taruh kembali ke tempatnya. Matanya menatap kosong
pada sofa yang lain. Ia menelan ludah dan mulai mengedipkan matanya
berkali-kali. Ia tidak ingin menangis. Ia baru saja mengecup bibir mantan
kekasihnya beberapa saat yang lalu dan sekarang mantan kekasihnya telah
mengalami kecelakaan. Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan
kita.
“Ada
apa Kate?” Karena cinta tidak akan nyata
jika mereka meninggalkan kita.
Kate
menatap pada ayahnya dengan air mata yang menetes. Dia telah berjanji untuk
tidak menangisi mantan kekasihnya, tapi ia melakukannya.
“Kate
ada apa?” kali ini suara ayahnya begitu khawatir. Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita.
Kate
menggelengkan kepalanya. “Justin kecelakaan dan aku tidak ingin menemuinya,
kurasa begitu,” bisiknya bangkit dari sofa. Seluruh tubuhnya bergetar. Ia tidak
tahu apa yang ia pikirkan sekarang. Ia tidak ingin menemui Justin. Ia tidak
ingin mengambil resiko yang lebih berat lagi. Rasanya seluruh cairan dalam
tubuhnya akan berkurang.
Ia
menaiki tangga dengan pandangan yang kosong. Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita.
Pikiran-pikiran yang buruk telah memenuhi otaknya.
Bagaimana
Justin benar-benar meninggalkannya dari dunia? Bagaimana jika Justin harus
mengalami penderitaan yang lebih berat darinya? Bagaimana jika ia tidak dapat
menemui Justin lagi? Bagaimana dengan kehidupannya tanpa Justin? Segala
pertanyaan menjatuhi pikirannya dan ia mencoba untuk tidak menangis.
Rasa
sakitnya lebih kuat dibanding rasa ibanya terhadap Justin yang mungkin sekarang
telah berada di rumah sakit. Ponsel Kate berdering saat Kate tiba di dalam
kamarnya. Ia meraih ponselnya dan mendapati Lyle yang menghubunginya.
“Kate,
Justin benar-benar masuk rumah sakit. Ia kecelakaan, kurasa ia membutuhkanmu,
Kate,” Kate bisa mendengar suara yang penuh dengan kekhawatiran dari Lyle saat
Kate mengangkat telepon dari Lyle. Tapi Kate tidak tahu apa ia berani menemui
Justin.
Kate
telah mendapati sakit hati dari Justin. Dan ia tidak ingin lebih sakit lagi
jika ia melihat mantan kekasihnya yang masuk ke rumah sakit. Pasti rasanya akan
lebih sakit lagi. Ia menggelengkan kepalanya. “Aku tidak bisa Lyle,” bisik Kate
mematikan ponselnya dan melemparkan ponselnya ke atas tempat tidurnya kemudian
ia berbaring di atas sana. Karena cinta
tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita.
***
Wajahnya
hanya mendapatkan luka kecil di dagunya dan juga di sudut alis matanya. Gips
yang menyangga leher lelaki itu terlihat begitu rapi sehingga kepala lelaki itu
terdongak. Matanya masih terpejam. Beruntung kakinya hanya mendapatkan luka
yang tidak begitu parah, namun tulang punggungnya retak sedikit. Untuk yang
pertama kalinya, seorang Bieber Biker harus masuk ke dalam rumah sakit karena
kecelakaan yang benar-benar fatal untuknya. Kemungkinan besar lelaki ini tak
dapat membawa motor kembali untuk beberapa bulan ke depan. Lyle yang berada di
depannya hanya menatap sahabatnya dengan penuh kesakitan. Sahabat yang telah
tinggalnya selama hampir 5 tahun sedang terbaring di atas tempat tidur pasien.
Namun hati kecilnya berkata, sahabatnya akan cepat bangun dari tidurnya yang
sudah 4 hari ini tak bangun-bangun.
Mantan
kekasihnya tak dapat dihubungi lagi. Logan sudah sudah datang ke rumah Kate untuk
menjemput Kate bertemu dengan Justin kemarin. Namun ayah Kate menolak
mentah-mentah tawaran mereka. Justin butuh Kate, sekarang.
Lyle
sudah berkali-kali menghubungi Kate agar ia datang ke rumah sakit untuk
menjenguk mantan kekasihnya. Tapi Kate menolaknya. Alasan mengapa Kate
menolaknya karena ia tidak ingin terus menangis dikarenakan Justin. Ia telah
kehilangan cinta Justin dan ia tidak ingin melihat mantan kekasihnya yang
terbaring di atas tempat tidur pasien. Karena itu akan semakin membuatnya sakit
hati. Ia akan mengalami rasa bersalah yang lebih mendalam lagi.
“Bagaimana
keadaannya?” tanya Logan yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang pasien. Lyle
menggelengkan kepalanya.
“Masih
sama. Kuharap ia cepat bangun, apa kau sudah bertemu dengan Kate?”
“Ya,
aku menemuinya di restoran,” ujar Logan menganggukan kepalanya dan menatap
sahabatnya yang bernafas dengan alat bantu selang oksigen untuk pernafasannya.
“Apa
yang ia katakan?”
“Ia
marah padaku. Ia membuat keributan di restoran itu, ia tidak ingin menemui
Justin, kurasa ia benar-benar tidak dapat menerima kenyataan bahwa Justin
memang seorang berengsek,” jelas Logan mengangkat kedua bahunya dengan acuh.
Hening membentang di ruangan itu. Nafas Justin teratur, namun matanya belum
juga terbuka. Jika ia bangun, ia akan merasakan kesakitan yang luar biasa.
Orang tua Justin telah datang pasca-kecelakaan ke rumah sakit hari itu juga.
“Mungkin
harus aku yang menandatanginya,” bisik Lyle berjalan menuju sofa dan duduk di
sana. Ia melipat tangannya dan kedua siku-sikunya bersandar pada kedua ujung
lututnya, ia menggigit jari jempolnya, bingung. Apakah ia memang harus datang
ke rumah Kate? Logan menatap pada Justin yang terdiam dalam keheningan, ia juga
merasa iba dengan sahabatnya yang rela pergi dan mencoba untuk membunuh koki di
restoran milik dosennya hanya untuk bertemu dengan Kate. Namun perjuangannya
sia-sia saat Kate menolaknya. Ia tidak dapat hidup tanpa Kate. Ia tidak dapat
dikontrol saat ia tak dapat bertemu dengan Kate. Kate tidak berada di sisinya.
Semunya akan berubah. Terbukti saat selama satu minggu Justin kehilangan Kate
dan ia kehilangan control.
Selama
keheningan bermenit-menit menemani mereka bertiga, perlahan-lahan tangan Justin
sedikit bergerak. Mata Justin terbuka dan ia mengerjap-kerjapkannya. Logan
terkejut dan Lyle langsung melompat dari sofa dan maju menuju tempat tidur
Justin.
“Justin!
Praise the Lord!” teriak Lyle langsung mengangkat kedua tangannya dan kepalanya
mengadah ke atas. Langsung saja Lyle menekan tombol yang berada di bawah tempat
tidur Justin untuk memanggil suster masuk ke dalam ruangan Justin.
Berbeda
dengan Kate.
*Kate William POV*
Logan
berkata padaku bahwa Justin tidak bangun selama dua hari ini. Aku tidak begitu
yakin apa aku harus bertemu dengan Justin. Maksudku, melihatnya sakit dapat
membuatku sakit juga. Ini sangat belerbihan. Mengapa rasanya begitu banyak
cobaan yang bertubi-tubi mendatangiku? Satu masalah telah kuselesaikan, namun
beberapa menit kemudian masalah datang kembali. Seperti tidak ada waktuku untuk
hidup dalam kenormalan seperti orang lain.
Aku
merasa bersalah saat aku membentak Logan untuk pergi dari restoran dan
membiarkan Justin mati di rumah sakit. Ya, aku menyumpahi Justin mati. Dan aku
merasa begitu bersalah telah mengatakan itu. Bagaimana jika memang benar Justin
meninggal? Aku tidak ingin itu terjadi padanya. Phill menyuruhku pulang setelah
kejadian itu. Sehingga sekarang aku harus menatap pada taman belakang rumahku.
Terduduk di atas anak tangga pertama teras belakang rumahku. Berpikir, apakah
aku memang dan harus pergi ke rumah sakit? Mungkin besok aku dapat pergi ke
sana.
“Kate,”
suara lembut dari ibuku terdengar. Aku menengok ke belakang dan melihat ibuku
yang sudah berdiri di belakangku, kemudian ia terduduk di sebelahku.
“Temui
dia,” bisik ibuku.
“Aku
tidak bisa,”
“Kau
bisa, Kate. Jika ia telah mengalir dalam darahmu, pergilah dan dapatkan dia
sayang. Sama seperti ibu mengejar ayahmu,”
“Dia
sudah mati,” bisikku dengan suara yang kecil, “Ia telah mati dari dalam hatiku,
mom. Oh, mom, tolonglah jangan bicarakan dia,”
“Temui
dia sebelum kau benar-benar tak dapat melihatnya sayang,” bisik ibuku mengecup
pipiku kemudian bangkit dari duduknya dan meninggalkanku. Kata-katanya terserap
oleh otakku. Temui dia sebelum kau
benar-benar tak dapat melihatnya sayang. Mungkin. Ayahku pasti tidak akan
mengizinkanku untuk bertemu dengan Justin. Dia sudah terlanjut membenci Justin.
Sangat. Semua masalah ini berawal dari padaku. Aku seharusnya berpikir seperti
ini dari dulu.
Aku
yang merencanakan ini. Ini semua berawal dari niatku yang memang
–seharusnya—aku tahu dari awal bahwa ini tidak akan pernah berjalan dengan
baik. Oh Tuhan, sekarang aku benar-benar merasa bersalah. Mungkin aku begitu
berlebihan karena senang, Justin akan segera berulang tahun namun berakhir
dengan begitu tragis. Entah ini adalah kesalahanku atau Justin –setelah aku
berpikir kejadian dua hari yang lalu. Saat aku melihat Justin yang sedang
dikangkangi oleh seorang gadis tanpa dalam keadaan mabuk. Haruskah ini akan menjadi
kesalahanku? Ya, Justin frutrasi karena diriku. Ini semua adalah salahku. Aku
adalah orang terbodoh di dunia ini.
Dan
kecelakaan itu. Itu juga adalah salahku. Semua yang menimpa dalam kehidupan
Justin akhir-akhir ini adalah kesalahanku.
Aku
akan menemuinya.
***
Aku
terdiam di dalam kamar dan menatap pada ponsel yang berada di hadapanku.
Berharap apakah Lyle akan menghubungiku untuk memintaku datang ke rumah sakit.
Semua pikiran negatif mulai mendatangiku. Bagaimana jika benar apa yang
dikatakan ibuku? Aku tidak dapat bertemu dengan Justin karena Justin meninggal.
Bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Aku menekuk lututku ke atas hingga
bersentuhan dengan dadaku tanpa memalingkan pandanganku dari ponsel. Menit demi
menit berlalu, namun tak ada juga panggilan dari Lyle. Ini sudah malam dan aku
benar-benar khawatir. Ia telah memberitahuku alamat rumah sakitnya, namun aku
tidak berani untuk datang ke rumah sakit.
Segala
syukur kupanjat kepada Tuhan saat ponselku berdering dan itu dari Lyle.
Tanganku dengan cepat meraih ponsel dari Lyle.
“Lyle?”
aku berbisik. Was-was.
“Kate,
kau harus datang ke rumah sakit sekarang,”
“Lyle,
apa yang terjadi?” tanyaku, terkesiap.
“Justin
membutuhkanmu,” ujarnya kali ini dengan penuh kesenangan. Nafasku tercekat. Justin
masih hidup? Tapi entah mengapa tidak ada rasa kesenangan dalam diriku
sekarang. Mungkin besok aku akan datang ke rumah sakit.
“Aku
tidak bisa malam ini, mungkin besok,”
“Janji?”
“Aku
berjanji,” bisikku langsung mematikan ponselku. Kemudian aku memeluk kembali
lututku. Kusandarkan pipiku pada ujung lututku, menatap kosong pada tembok
berwarna merah muda dengan garis putih di depanku. Aku akan bertemu dengan
Justin besok.
***
*Justin Bieber POV*
Aku
butuh Kate. Aku bangun hanya untuk Kate. Entah sudah berapa lama aku berada di
rumah sakit ini. Tapi Lyle memberitahuku bahwa aku tak sadar selama empat hari
namun aku tidak percaya itu. Tidak mungkin seorang Bieber Biker akan tidur
selama itu. Dan menurutku ini hanyalah kecelakaan biasa. Well, mungkin lebih
parah dari yang sebelumnya. Sebelumnya, aku tidak pernah masuk ke rumah sakit
karena kecelakaan. Mungkin hanya luka-luka ringan yang menimpaku. Tapi kali
ini, kata dokter aku mengalami retak di
tulang rusuk belakang. Beruntung aku ini tidak begitu parah. Sehingga sekarang
aku bisa terduduk. Lelaki itu tidak boleh mengeluh! Well, memang sakit. Tapi
aku menahannya. Aku tidak bisa memutar waktu ke belakang, jadi lebih baik aku
menjalaninya.
Yang
tidak kupercayai sekarang adalah mengapa Kate tidak datang selama aku berada di
rumah sakit? Tidakkah ia merasa khawatir terhadap keadaanku? Aku
membutuhkannya. Aku bangun sekarang karena dirinya. Karena aku berpikir dalam
otakku, tidak akan ada hari esok. Dan Tuhan telah memberikanku kehidupan untuk
yang kedua kalinya. Aku bersyukur padaNya karena aku akan bertemu dengan Kate.
Meski aku tahu, aku akan menemui Kate besok.
Meskipun
perasaanku begitu kecewa dengan respon Kate yang baru akan datang besok, tapi
aku bersyukur. Setidaknya ia akan mendatangiku.
“Selamat
datang kembali ke dunia bro!” tepuk Lyle pada lenganku. Aku mengerang! Sial,
dia menepuk bagian lukaku. Apakah dia bodoh?
“Maaf,”
bisiknya langsung.
“Tidak
apa. Jadi, Kate akan datang besok?” tanyaku membenarkan cara dudukku, aku
meringis kesakitan. Merasa punggungku begitu kram dan sakit sekali. Lyle
menganggukan kepalanya.
“Kupikir
kami akan kehilanganmu,”
“Ini
hanya ...mungkin Tuhan tahu mengapa aku kecelakaan seperti ini. Iblis yang
menabrakku itu mungkin tahu kalau aku tidak ingin hidup lagi. Kau tahu, Kate
menolakku,” bisikku dengan nada yang cukup menyiratkan kepahitan.
“Yeah,
aku tahu bagaimana rasanya ditolak,” tepuk Lyle lagi pada lukaku. Kali ini aku
langsung memukul lengannya dengan tanganku yang tidak begitu sakit. Ia meringis
dan tertawa.
“Sial
kau!” ujarku dengan gemas.
“Butuh
berhari-hari untuk mendapatkan Kate kembali datang untukmu Justin, ia selalu
marah jika aku membujuknya untuk datang menjengukmu. Namun ia menolak. Tapi
sekarang, untunglah dia ingin datang,” ujar Lyle menjelaskan. Aku hanya
menganggukan kepalaku dan menatap pada Logan yang terduduk di atas sofa. Ia
mencoba untuk menghubungi orang tuaku yang belum datang juga. Padahal sudah
malam. Tapi aku tidak begitu membutuhkan mereka. Aku hanya membutuhkan Kate.
Dia adalah penyemangatku.
“Tidurlah,
bro. Kau harus mendapatkan istirahat yang cukup,”
“Yeah,
aku harus mendapatkan istirahat yang cukup. Aku bosan mendengar suaramu, kau
tahu, ‘bajingan kau!’. Itu sangat lucu, bro,” aku terkekeh pelan dan aku
memerosotkan tubuhku agar dapat tidur terlentang.
“Sial
kau! Sudah, cepat tidur. Besok kau akan menemui Kate,”
“Yes
mom, I will,” bisikku mengejeknya. Ia hanya tertawa dan aku memejamkan mata.
Besok adalah hari besarku dan aku harus terlihat tampan.
***
“Sial!
Baju yang hitam!” aku merengut saat Lyle malah membawaku pakaian berwarna ungu.
Well, aku memang pernah memakai pakaian ungu. Tapi sungguh, aku lebih menyukai
warna hitam ketimbang ungu. Tapi apa daya, hanya pakaian ini yang ia bawa.
Dengan lambat, Lyle membantuku untuk memakai baju ungu ini. Saat sudah rapi,
aku langsung melihat pada bajuku.
“Apa
aku sudah terlihat tampan?” tanyaku ragu-ragu.
“Biebs,
sudah lama aku ingin menjadi tampan sepertimu. Tapi kurasa Tuhan tidak
mengizinkannya, mengapa kau merasa tidak tampan?” tanyanya. Karena Kate tidak
melihat ketampanan wajahku, namun kepribadianku.
“Tidak
ada,” aku langsung menyelesaikan topik pembicaraan ini, “apa dia sudah
berangkat?” tanyaku. Ia menggelengkan kepalanya.
“Ia
belum menghubungiku, tapi dia telah mengirim sms padaku untuk menunggunya di
bawah agar ia tidak perlu bertanya pada informasi di mana ruanganmu. Jadi aku
harus ke bawah sekarang,” ujar Lyle berlalu dari hadapanku. Aku hanya
menganggukan kepalaku. Kemudian Lyle keluar dari ruangan. Logan tampak pendiam
pagi ini.
“Logan,
kau kenapa?” tanyaku bingung. Logan yang terduduk di atas sofa langsung berdiri
dan tersenyum singkat padaku lalu berjalan menujuku.
“Tidak,
hanya saja, perasaanku tidak enak,”
“Ada
apa?”
“Entahla,
aku merasa ada sesuatu yang mengganjal. Tapi kurasa itu tidak penting,” ujarnya
sudah berdiri di depanku dan memegang tanganku.
“Hey,
dude, aku bukan homo! Lepaskan tanganmu,” ujarku dengan ketus kemudian ia
tertawa dan mengangkat kedua tangannya.
“Whoa,
tenang Bieber Biker. Tenang. Aku masih menyukai gadis-gadis perawan,” ujarnya
yang membuatku tertawa. Aku tertawa karena aku begitu senang. Hari ini akau
akan bertemu dengan Kate. Jadi aku harus membangkitkan suasana hatiku.
***
*Kate Whitmore POV*
Aku
turun dari taksi dengan wajah yang berseri. Aku telah mempersiapkan segalanya
untuk Justin. Pagi ini aku membawakannya sup buatanku sendiri dengan resep dari
ibuku. Aku sudah berada di seberang rumah sakit dan mencari-cari Lyle yang
katanya ia akan menungguku di depan rumah sakit. Tapi aku tidak melihat
tanda-tandanya. Kukeluarkan ponselku dan langsung menghubungi Lyle. Tanganku
yang satunya lagi memegang tempat makan dengan erat.
“Kate,
tunggu aku,” ujar Lyle langsung saat ia mengangkat ponselku.
“Aku
sudah berada di seberang jalan. Kau sudah berada di mana?” tanyaku sambil
menyeberang jalan. Kulihat Lyle yang muncul dari rumah sakit, namun matanya
langsung melebar dan melemparkan ponselnya ke sembarang arah.
“Kate!”
teriak Lyle.
“Lyle!”
“Ya
Tuhan!”
“Sial!”
semuanya hilang. Samar-samar aku dapat mendengar suara-suara orang berteriak.
Lyle berteriak memegang kepalaku, namun aku tidak begitu dapat melihat
wajahnya. Penglihatanku begitu buram dan pinggangku rasanya akan segera patah
saat ini juga. Semuanya terlihat begitu hilang dan damai. Lalu gelap dalam
keheningan.
***
*Auhtor POV*
“Kate!”
teriak Lyle terkejut saat melihat Kate menyeberang.
“Lyle!”
tanpa berpikir panjang, Kate membalas sapaan Lyle dan melambaikan tangannya
denga semangat. Tak sadar, tiba-tiba saja Kate tertabrak oleh sebuah kendaraan
mobil yang berkecepatan tinggi namun hebatnya mobil itu langsung mengerem, tapi
gagal untuk tidak menabrak Kate yang sudah tersungkur di atas aspal.
“Ya
Tuhan!” kejut orang-orang yang berlalu lalang di area depan rumah sakit.
“Sial!”
gumam Lyle yang langsung berlari menuju Kate. Tempat makan yang Kate bawa sudah
terpental jauh dengan isi makanan yang sudah tertumpah dari tempatnya. Makanan
untuk Justin. Mantan kekasihnya. Yang Kate buat sendiri. Lyle memegang kepala
Kate yang telah berlumuran dengan darah. Mata Kate masih setengah terbuka namun
ia tidak dapat melihat wajah Lyle dengan jelas, penglihatannya begitu buram.
Tanpa berpikir panjang, Lyle langsung menggendong Kate yang sudah menutup
matanya. Semua orang berhenti di tengah jalan karena kejadian ini. Para petugas
rumah sakit yang berada di depan rumah sakit membantu Lyle untuk membawa Kate
ke ruang Unit Gawat Darurat.
Sedangkan
di ruangan Justin. Justin masih menunggu dengan penuh kesabaran. Tapi kali ini,
satu titik keringat telah membasahi keningnya. Begitu juga dengan Logan yang
menatap pada kaca kamar Justin dan melihat pemandangan Atlanta. Matanya tak
sama sekali jatuh ke bawah, ke daerah jalanan, tempat kejadian Kate kecelakaan.
Dua pasangan yang baru saja putus ini harus dilarikan ke rumah sakit dengan
masalah yang sama. Kecelakaan.
Justin
terdiam dalam keheningan kemudian ia mendongak.
“Mengapa
Lyle belum naik ke atas? Bisakah kau turun ke bawah dan menyusul Lyle? Aku tak
sabar untuk menemui Kate,” namun yang Justin tidak tahu, mantan kekasih yang
sangat ia cintai sekarang telah berada di dalam ruang unit gawat darurat.
Kecelakaan yang benar-benar tragis itu mungkin akan merenggut nyawa Kate.
“Ya,
tentu saja,” ujar Logan langsung berjalan menuju pintu dan keluar dari ruangan
Justin.
***
Lyle
mondar-mandir di depan pintu unit gawat darurat. Ia ingin menghubungi orang tua
Kate, tapi ponselnya telah ia buang. Jantungnya berdebar dengan kencang.
Bagaimana jika Justin sudah tidak dapat bertemu dengan Kate lagi? Kecelakaan
tadi sudah jelas-jelas dapat merusak tulang Kate, karena benturan pada pinggang
Kate benar-benar kencang. Kemudian ia terduduk di kursi tunggu sambil
menggigiti jari jempolnya. Bagaimana jika benar-benar itu terjadi? Justin telah
bilang padanya, sejak aku bertemu dengan
Kate, aku selalu berpikir ‘tidak akan hari esok’. Maka setiap detik hari ini
yang dapat kugunakan untuk menikmati hariku bersama dengannya, aku tidak akan
pernah menyia-siakannya. Karena aku berpikir, tidak akan ada hari esok.
Bagaimana jika benar? Bagaimana jika Justin memang benar-benar sudah tidak
dapat bertemu dengan Kate? Justin bilang padanya, ia bangun untuk bertemu
dengan Kate. Ia bangun karena ia tahu, Kate pasti menunggunya di dunia nyata.
Logan
keluar dari lift dan langsung melihat sahabatnya yang sedang menunggu di depan
pintu unit gawat darurat. Perasaannya yang kalut, membuatnya langsung
berkeringat. Ia berlari menuju Lyle.
“Apa
yang kaulakukan di sini?” tanya Logan dengan hati-hati.
“Kate
..damn. Dia tertabrak oleh mobil,”
“Shit,”
gumam Logan memegang pundak Lyle dan langsung meremasnya. Kali ini Logan
memikirkan perasaan Justin. Bagaimana dengan perasaan Justin yang sudah sangat
senang itu langsung berubah menjadi kepedihan karena mantan kekasihnya masuk ke
dalam ruang yang sama dengannya beberapa hari yang lalu. Apa yang harus mereka
katakan?
Logan
mengeluarkan ponselnya dan langsung menghubungi orang tua Kate. Bagaimana pun
juga, orang tua Kate harus tahu anak mereka sedang berada di rumah sakit. Atau
lebih tepatnya, di ruang unit gawat darurat.
“Aku
akan memberitahu Justin,” ujar Lyle dengan mantap. Ia bangkit dari tempat
duduknya dan berjalan menuju lift. Logan masih menunggu jawaban dari telepon
rumah Kate, tapi dari tadi tidak ada yang mengangkatnya. Lyle menekan tombol ke
atas pada tombol lift. Menunggu selama beberapa menit, akhirnya pintu lift
terbuka.
Namun
yang ia lihat adalah sahabatnya, Bieber Biker, keluar dari lift dengan infuse
yang berada di tangannya. Memakai celana pasien dan kaos berwarna ungu. Ia
menatap Lyle dengan senyuman.
“Di
mana dia Lyle?” tanya Justin berusaha untuk menahan rasa sakitnya. Justin telah memberontak dari para suster
yang menyuruhnya untuk istirahat dan tetap di tempat. Namun Justin adalah orang
yang keras kepala. Ia mencoba untuk menahan rasa sakit yang kambuh saat
suster-suster berusaha menahannya. Namun Justin menjulurkan lidahnya saat ia
berusaha untuk berlari dan masuk ke dalam lift. Sehingga sekarang ia berada di
bawah. Melihat Lyle yang berada di hadapannya.
“Apa
yang Logan lakukan di sana? Di mana Kate?” tanya Justin dengan ragu dan
berjalan dengan pelan menuju Logan. Ia menatap was-was pada pintu unit gawat
darurat yang berada di hadapan Logan. Logan sedang berbicara dengan ayah Kate.
“Yes,
sir,” ujar Logan langsung menutup teleponnya dan membalikan tubuhnya. Logan
melihat Justin yang sudah berada di balik tubuhnya. Menatap Logan dengan
tatapan tak terduga.
“Mengapa
tidak ada Kate di sini?” tanya Justin melihat ke sekeliling.
“Justin
–“
“Di
mana dia?” kali ini Justin berteriak, ia panik. Mata Justin melihat ke
sekelilingnya, namun memang tidak ada Kate di sini. Satu yang ia tahu, Kate
pasti berada di dalam ruang unit gawat darurat. “Apa ia berada di dalam ruangan
itu?” tanya Justin menunjuk dengan ragu-ragu pada ruang unit gawat darurat.
Mata Justin melihat secara bergantian pada Lyle dan Logan. Kemudian Lyle
mendesah pelan.
“Sial!”
gumam Justin terduduk di atas kursi dan menundukan kepalanya. Tangannya yang
memegang infuse itu langsung terjatuh ke bawah. Namun Lyle langsung mengambil
infuse itu dari tangan Justin dan mengangkatnya ke atas.
“Sial,
sial, sial!” gumam Justin menyeka air matanya. Ia merasa begitu bersalah pada
Kate sekarang. Namun mereka tak dapat memutar waktu ke belakang. Tidak bisa.
Justin merasa ..dia sudah tidak ada gunanya hidup di dunia ini. Justin membuka
kehidupannya untuk Kate agar Kate dapat masuk ke dalamnya. Mengingat apa yang
telah Kate perbuat padanya. Kehidupannya tidak sempurna. Namun dengan sentuhan
Kate, setiap sentuhan Kate, ia dapat menyembuhkan setiap ketidaksempurnaan yang
berada dalam diri Justin.
Di
dalam ruang unit gawat darurat. Dua dokter telah menangani Kate dan beberapa
suster yang membantu untuk membersihkan luka darah yang berlumuran pada wajah
Kate. Wajah Kate pucat pasi. Dalam hati terkecil Kate, ia merasa senang. Ia
tahu ia akan menemui kematian. Setidaknya, jika ia telah mati, ia ingin Justin
tahu satu hal. Apa pun yang telah ia lakukan pada Justin, ia mencoba untuk
memperbaikinya dengan setiap sentuhannya meski itu membutuhkan proses yang
lama. Ia mencintai Justin dengan tubuh, cinta dan jiwanya. Setidaknya, jika
kematiannya dapat memperbaiki segalanya, itu adalah suatu anugerah terindah
yang pernah diberikan oleh Tuhan kepadanya.
Di
luar sana, ayah Kate telah berteriak-teriak pada Justin. Istrinya yang berada
di belakangnya telah menangis dan berusaha untuk menenangkan suaminya yang tak
terima melihat puteri tunggalnya masuk ke dalam unit gawat darurat. Jika nyawa
Kate tak terselamatkan, Justin akan menggantinya. Tentu saja orang tua Kate
akan menangis dengan kepedihan yang begitu mendalam. Sejak kecil Kate masih
kecil mereka merawat anak mereka dengan sebaik mungkin, memupuk segala impian
pada Kate, mereka ingin melihat keberhasilan dari anak tunggalnya, melihat
anaknya bertumbuh menjadi gadis yang baik, namun semuanya berubah. Impian itu
hancur seketika setelah Kate bertemu dengan seorang Justin Bieber. Ayah Kate
tentu saja marah pada Justin. Namun Lyle juga melindungi Justin.
“Marah
padanya tidak akan memperbaiki masalah, William!” teriak ibu Kate yang ternyata
Kate memiliki sedikit sifat dari ibunya, tidak menyukai pertengkaran. Sontak
ayah Kate berhenti membentak Justin. Nafasnya tak beraturan.
Lyle
berhenti melindungi Justin. Justin masih terduduk dengan punggung yang sekarang
begitu luar biasa sakit. Ayah Kate terduduk di kursi yang berseberangan dengan
Justin bersama dengan istrinya yang memeluk ayah Kate dengan erat sambil
menangis.
“Semuanya
akan baik-baik saja,”
“Aku
akan membunuhnya jika Kate tidak dapat kembali hidup,” gumam Mr.Whitmore penuh
keyakinan.
“William!
Jika benar begitu, membunuhnya tidak akan mengembalikan Kate! Berdoalah agar
Tuhan membantu Kate. Kau harus memiliki pikiran yang positif,”
“Persetan,”
kali ini Mr.Whitmore berkata kotor.
***
Kate
William Whitmore. Atau lebih tepatnya Almarhum Kate William Whitmore telah
berpulang ke rumah Bapa di surga. Semua orang terdekat Kate menangis. Terutama
ayah Kate dan Justin yang merasa begitu marah dengan keadaan seperti ini.
Mereka mencintai Kate tulus dari dalam hatinya. Pistol Mr. Whitmore masih
terjaga di dalam lacinya, ia tidak berniat untuk membunuh Justin. Setelah ia
berpikir, Justin adalah lelaki yang Kate cintai. Yang puterinya cintai.
Sedangkan
Kate, telah berada di rumah Tuhan dengan hati yang damai. Ia berharap,
kepergiannya akan menyelesaikan segala masalah. Terutama untuk Justin. Apapun yang telah kulakukan pada Justin, aku
berharap setiap sentuhanku dapat menyembuhkan ketidaksempurnaannya. Aku
mencintainya dari dalam hatiku, jiwa dan tubuhku. Justin dapat merasakan
kepahitan yang mendalam. Pakaiannya kali ini berbeda dengan yang lain. Ia
memakai pakaian putih. Ia yang berbeda sendiri.
Pakaian
itu adalah untuk pernikahannya kelak bersama dengan Kate. Namun angan-angannya
telah hilang begitu saja. Kate meninggal. Dan Tuhan telah mengambilnya. Manusia
tak dapat berharap lebih. Tangisan tak dapat mengembalikan Kate kembali ke
dunia. Lyle yang berada di belakang Justin memegang pundak Justin dengan penuh
rasa prihatin. Ibu dan ayah Kate pergi dari hadapan makam anaknya. Semua orang
telah pergi, kecuali Justin, Lyle dan Logan. Mereka bertiga menatap batu salib
yang berwarna putih menancap di dalam tanah. Bunga-bungaan telah menghias
pemakaman Kate.
Tetesan
air mata Justin mulai terlihat.
“Dia
telah melakukan apa pun untukku,” ujar Justin.
“Aku
tahu,” ujar Lyle berusaha untuk menenangkannya.
“Ia
telah berusaha untuk memperbaikiku. Mengapa Tuhan mengambil gadis yang selama
ini kucari? Mengapa rasanya sekarang tidak begitu adil?”
“Justin,
kita bisa pulang sekarang,” ujar Logan mengajak Justin.
“Tidak
ada yang mengetahuiku lebih dari Kate,” gumam Justin mengabaikan Logan.
“Justin—“
“Ia
mencoba untuk memperbaikiku namun aku keras kepala. Aku hanya melakukannya
hanya sementara. Ia begitu sabar dengan kelakuanku. Semua gadis menginginkan
aku. Tapi tidak dengan kehidupanku. Sedangkan Kate, aku membuka pintu
kehidupanku untuknya dan ia memasukinya dengan kepolosannya. Mata birunya.
Memperbaikinya dengan setiap sentuhan yang ia berikan, lalu menghilang dalam
sekejap,” jelas Justin mengakhiri ceritanya.
“Justin—“
Lyle ingin menangis mendengar ucapan Justin.
“Aku
tidak dapat memutar waktu kembali ke belakang, aku tahu. Tapi aku tahu, Kate
menginginkan yang terbaik untukku,”
“Yeah,
dia selalu menginginkan yang terbaik untukmu,” kali ini Lyle menyetujuinya.
“Aku
memang Bieber Biker yang dikenal dengan seorang yang berengsek, namun Kate
mengenalku sebagai Bieber Biker dalam proses perubahan menuju kebaikan,”
“Bisakah
kita pulang?” tanya Logan, “aku tidak ingin terus berduka di sini,” lanjutnya.
“Tentu
saja,” ujar Lyle.
“Yeah,
tentu saja. Kita akan pulang,” ujar Justin membalikan tubuhnya, meninggalkan
pemakaman mantan kekasih terindah dalam kehidupannya.
Dia
adalah Bieber Biker. Tidak ada yang mengetahuinya.
Selain
Kate William Whitmore.
aaaaaaaaaaaaaa herren, kok sad ending sih? huaaaaaa :'( nyesek banget! kirain justin sama kate bakal menikah terush hidup bahagia, eh kate nya malah meninggal. hiks.. :'(
BalasHapusIni cerita yang bisa bikin aku nangissss.....;(
BalasHapusSrius, dr beberapa cerita yg udh aq baca, cuma beiber biker yg buat aq nangis. Sungguh nyesek, sad ending. Rasanya ga pengen baca cerita yg lain jika alur ceritanya akan bikin nyesek lg 😭😭😭😭😭 kitain akan happy ending krn romance story. Huaaaaaa😷😭😭😭
BalasHapusAkhirnya justin mendapat surprise seumur hidup. #nyesek 😩😭😭
BalasHapus