Jumat, 02 Agustus 2013

Bieber Biker Bab 9 - End


***

*Kate Whitmore POV*

            Aku tidak ingin menangis lagi. Aku sudah putus hubungan dengan Justin dan aku harus menerima itu. Keadaan Justin yang tidak mendukung adalah penghambat hubungan kami. Aku tidak tahu apa yang ia inginkan. Aku pikir aku telah memberikan kebutuhan yang ia butuhkan, tapi ternyata tidak. Aku tak dapat memenuhinya. Ia masih menginginkan yang lebih dari pada tubuh ini. Lebih dariku. Kurasa begitu. Tatto yang ia buat benar-benar membuatku terharu. Ia mencintaiku dan aku sangat yakin tattoo itu permanen. Sayang, ia tidak dapat membuktikan apa yang ia tulis di tubuhnya. Ia bukan milikku. Karena gadis lain bisa memilikinya juga. Aku ingin Justin menjadi milikku seutuhnya. Dan jika itu benar, maka aku juga akan menjadi miliknya. Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita.
            Aku rasa semua ini telah berakhir. Aku harus membuka kenangan yang baru. Dan tak boleh menyesalinya. Penyesalan memiliki arti sendiri, pelajaran. Penyesalan adalah pelajaran. Aku menyesal telah mencintai Justin yang kupikir ia akan menjadi cinta yang pertama dan terakhirku, tapi tidak. Aku memiliki pelajaran yang berharga dari ini. Memang menyakitkan dan menyenangkan. Menyakitkan karena melepaskannya dan menyenangkan karena mencintainya. Meski seperti yang telah kubilang, aku menyesal telah mencintai Justin. Karena rasanya aku sedang membuang-buang waktu.
            “Apa yang telah kaukatakan padanya?” tanya ayahku duduk di sofa yang lain, berhadapan denganku. Yeah, aku sedang terduduk di atas sofa ruang tamu. Memikirkan apa yang baru saja terjadi tadi. Justin pergi dari hadapanku dengan mata yang berair. Dia menangisiku. Tangisan lelaki memiliki suatu yang sangat berharga. Ia benar-benar mencintaiku, ya, memang benar. Tapi tidak dengan kelakuannya. Sekarang aku begitu bimbang. Rasanya sulit sekali untuk menghapus segala penyesalanku terhadap apa yang telah kulakukan pada Justin.
            “Aku memutuskannya,”
            “Kau melakuaknnya dengan baik,”
            “Dad tidak perlu memamerkan pistol itu padanya, aku tidak ingin ia meninggal begitu cepat,” gumamku mengeratkan pelukanku pada lututku yang kutekuk. Kusandarkan pipiku pada ujung lututku.
            “Dia pantas meninggal,”
            “Tidak, dia tidak,”
            “Oh Kate, kau adalah anak tunggalku. Jika ada yang terjadi sesuatu yang salah darimu, aku benar-benar tidak akan segan untuk membunuh siapa pun itu pelakunya,”
            “Jika pelakunya adalah dad sendiri, bagaimana?”
            “Aku akan membunuh diriku sendiri,”
            “Haha, dad tidak perlu melakukan itu,” bisikku tertawa sedih. Aku tidak bisa tertawa senang sekarang. Aku begitu sakit. Aku benar-benar melepaskan Justin. Kejadian tadi pagi benar-benar menyakitkan. Dan kurasa jika aku memutuskan hubungan ini, itu akan menjadi sepadan dengan apa yang kurasakan pada diri Justin. Ini namanya balas dendam secara tak langsung.
            Tiba-tiba saja telepon rumah berbunyi. Kepalaku langsung menegak begitu saja dan meraih telepon rumah yang berada di samping sofaku, di atas meja kecil. Aku mengangkatnya.
            “Kate! Justin kecelakaan!” aku bisa mendengar suara panik dari Lyle. Bagaimana bisa dia tahu nomor telepon rumahku –Sial! Justin kecelakaan. Tapi apa yang harus kulakukan? Haruskah aku mendatanginya setelah apa yang ia lakukan. Dan jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat.

***

*Author POV*

            Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita. Jantung Kate berhenti berdetak untuk beberapa saat. Mengetahui kekasihnya kecelakaan. Gagang telepon yang ia pegang langsung ia taruh kembali ke tempatnya. Matanya menatap kosong pada sofa yang lain. Ia menelan ludah dan mulai mengedipkan matanya berkali-kali. Ia tidak ingin menangis. Ia baru saja mengecup bibir mantan kekasihnya beberapa saat yang lalu dan sekarang mantan kekasihnya telah mengalami kecelakaan. Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita.
            “Ada apa Kate?” Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita.
            Kate menatap pada ayahnya dengan air mata yang menetes. Dia telah berjanji untuk tidak menangisi mantan kekasihnya, tapi ia melakukannya.
            “Kate ada apa?” kali ini suara ayahnya begitu khawatir. Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita.
            Kate menggelengkan kepalanya. “Justin kecelakaan dan aku tidak ingin menemuinya, kurasa begitu,” bisiknya bangkit dari sofa. Seluruh tubuhnya bergetar. Ia tidak tahu apa yang ia pikirkan sekarang. Ia tidak ingin menemui Justin. Ia tidak ingin mengambil resiko yang lebih berat lagi. Rasanya seluruh cairan dalam tubuhnya akan berkurang.
            Ia menaiki tangga dengan pandangan yang kosong. Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita. Pikiran-pikiran yang buruk telah memenuhi otaknya.
            Bagaimana Justin benar-benar meninggalkannya dari dunia? Bagaimana jika Justin harus mengalami penderitaan yang lebih berat darinya? Bagaimana jika ia tidak dapat menemui Justin lagi? Bagaimana dengan kehidupannya tanpa Justin? Segala pertanyaan menjatuhi pikirannya dan ia mencoba untuk tidak menangis.
            Rasa sakitnya lebih kuat dibanding rasa ibanya terhadap Justin yang mungkin sekarang telah berada di rumah sakit. Ponsel Kate berdering saat Kate tiba di dalam kamarnya. Ia meraih ponselnya dan mendapati Lyle yang menghubunginya.
            “Kate, Justin benar-benar masuk rumah sakit. Ia kecelakaan, kurasa ia membutuhkanmu, Kate,” Kate bisa mendengar suara yang penuh dengan kekhawatiran dari Lyle saat Kate mengangkat telepon dari Lyle. Tapi Kate tidak tahu apa ia berani menemui Justin.
            Kate telah mendapati sakit hati dari Justin. Dan ia tidak ingin lebih sakit lagi jika ia melihat mantan kekasihnya yang masuk ke rumah sakit. Pasti rasanya akan lebih sakit lagi. Ia menggelengkan kepalanya. “Aku tidak bisa Lyle,” bisik Kate mematikan ponselnya dan melemparkan ponselnya ke atas tempat tidurnya kemudian ia berbaring di atas sana. Karena cinta tidak akan nyata jika mereka meninggalkan kita.
***

            Wajahnya hanya mendapatkan luka kecil di dagunya dan juga di sudut alis matanya. Gips yang menyangga leher lelaki itu terlihat begitu rapi sehingga kepala lelaki itu terdongak. Matanya masih terpejam. Beruntung kakinya hanya mendapatkan luka yang tidak begitu parah, namun tulang punggungnya retak sedikit. Untuk yang pertama kalinya, seorang Bieber Biker harus masuk ke dalam rumah sakit karena kecelakaan yang benar-benar fatal untuknya. Kemungkinan besar lelaki ini tak dapat membawa motor kembali untuk beberapa bulan ke depan. Lyle yang berada di depannya hanya menatap sahabatnya dengan penuh kesakitan. Sahabat yang telah tinggalnya selama hampir 5 tahun sedang terbaring di atas tempat tidur pasien. Namun hati kecilnya berkata, sahabatnya akan cepat bangun dari tidurnya yang sudah 4 hari ini tak bangun-bangun.
            Mantan kekasihnya tak dapat dihubungi lagi. Logan sudah sudah datang ke rumah Kate untuk menjemput Kate bertemu dengan Justin kemarin. Namun ayah Kate menolak mentah-mentah tawaran mereka. Justin butuh Kate, sekarang.
            Lyle sudah berkali-kali menghubungi Kate agar ia datang ke rumah sakit untuk menjenguk mantan kekasihnya. Tapi Kate menolaknya. Alasan mengapa Kate menolaknya karena ia tidak ingin terus menangis dikarenakan Justin. Ia telah kehilangan cinta Justin dan ia tidak ingin melihat mantan kekasihnya yang terbaring di atas tempat tidur pasien. Karena itu akan semakin membuatnya sakit hati. Ia akan mengalami rasa bersalah yang lebih mendalam lagi.
            “Bagaimana keadaannya?” tanya Logan yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang pasien. Lyle menggelengkan kepalanya.
            “Masih sama. Kuharap ia cepat bangun, apa kau sudah bertemu dengan Kate?”
            “Ya, aku menemuinya di restoran,” ujar Logan menganggukan kepalanya dan menatap sahabatnya yang bernafas dengan alat bantu selang oksigen untuk pernafasannya.
            “Apa yang ia katakan?”
            “Ia marah padaku. Ia membuat keributan di restoran itu, ia tidak ingin menemui Justin, kurasa ia benar-benar tidak dapat menerima kenyataan bahwa Justin memang seorang berengsek,” jelas Logan mengangkat kedua bahunya dengan acuh. Hening membentang di ruangan itu. Nafas Justin teratur, namun matanya belum juga terbuka. Jika ia bangun, ia akan merasakan kesakitan yang luar biasa. Orang tua Justin telah datang pasca-kecelakaan ke rumah sakit hari itu juga.
            “Mungkin harus aku yang menandatanginya,” bisik Lyle berjalan menuju sofa dan duduk di sana. Ia melipat tangannya dan kedua siku-sikunya bersandar pada kedua ujung lututnya, ia menggigit jari jempolnya, bingung. Apakah ia memang harus datang ke rumah Kate? Logan menatap pada Justin yang terdiam dalam keheningan, ia juga merasa iba dengan sahabatnya yang rela pergi dan mencoba untuk membunuh koki di restoran milik dosennya hanya untuk bertemu dengan Kate. Namun perjuangannya sia-sia saat Kate menolaknya. Ia tidak dapat hidup tanpa Kate. Ia tidak dapat dikontrol saat ia tak dapat bertemu dengan Kate. Kate tidak berada di sisinya. Semunya akan berubah. Terbukti saat selama satu minggu Justin kehilangan Kate dan ia kehilangan control.
            Selama keheningan bermenit-menit menemani mereka bertiga, perlahan-lahan tangan Justin sedikit bergerak. Mata Justin terbuka dan ia mengerjap-kerjapkannya. Logan terkejut dan Lyle langsung melompat dari sofa dan maju menuju tempat tidur Justin.
            “Justin! Praise the Lord!” teriak Lyle langsung mengangkat kedua tangannya dan kepalanya mengadah ke atas. Langsung saja Lyle menekan tombol yang berada di bawah tempat tidur Justin untuk memanggil suster masuk ke dalam ruangan Justin.
            Berbeda dengan Kate.

*Kate William POV*

            Logan berkata padaku bahwa Justin tidak bangun selama dua hari ini. Aku tidak begitu yakin apa aku harus bertemu dengan Justin. Maksudku, melihatnya sakit dapat membuatku sakit juga. Ini sangat belerbihan. Mengapa rasanya begitu banyak cobaan yang bertubi-tubi mendatangiku? Satu masalah telah kuselesaikan, namun beberapa menit kemudian masalah datang kembali. Seperti tidak ada waktuku untuk hidup dalam kenormalan seperti orang lain.
            Aku merasa bersalah saat aku membentak Logan untuk pergi dari restoran dan membiarkan Justin mati di rumah sakit. Ya, aku menyumpahi Justin mati. Dan aku merasa begitu bersalah telah mengatakan itu. Bagaimana jika memang benar Justin meninggal? Aku tidak ingin itu terjadi padanya. Phill menyuruhku pulang setelah kejadian itu. Sehingga sekarang aku harus menatap pada taman belakang rumahku. Terduduk di atas anak tangga pertama teras belakang rumahku. Berpikir, apakah aku memang dan harus pergi ke rumah sakit? Mungkin besok aku dapat pergi ke sana.
            “Kate,” suara lembut dari ibuku terdengar. Aku menengok ke belakang dan melihat ibuku yang sudah berdiri di belakangku, kemudian ia terduduk di sebelahku.
            “Temui dia,” bisik ibuku.
            “Aku tidak bisa,”
            “Kau bisa, Kate. Jika ia telah mengalir dalam darahmu, pergilah dan dapatkan dia sayang. Sama seperti ibu mengejar ayahmu,”
            “Dia sudah mati,” bisikku dengan suara yang kecil, “Ia telah mati dari dalam hatiku, mom. Oh, mom, tolonglah jangan bicarakan dia,”
            “Temui dia sebelum kau benar-benar tak dapat melihatnya sayang,” bisik ibuku mengecup pipiku kemudian bangkit dari duduknya dan meninggalkanku. Kata-katanya terserap oleh otakku. Temui dia sebelum kau benar-benar tak dapat melihatnya sayang. Mungkin. Ayahku pasti tidak akan mengizinkanku untuk bertemu dengan Justin. Dia sudah terlanjut membenci Justin. Sangat. Semua masalah ini berawal dari padaku. Aku seharusnya berpikir seperti ini dari dulu.
            Aku yang merencanakan ini. Ini semua berawal dari niatku yang memang –seharusnya—aku tahu dari awal bahwa ini tidak akan pernah berjalan dengan baik. Oh Tuhan, sekarang aku benar-benar merasa bersalah. Mungkin aku begitu berlebihan karena senang, Justin akan segera berulang tahun namun berakhir dengan begitu tragis. Entah ini adalah kesalahanku atau Justin –setelah aku berpikir kejadian dua hari yang lalu. Saat aku melihat Justin yang sedang dikangkangi oleh seorang gadis tanpa dalam keadaan mabuk. Haruskah ini akan menjadi kesalahanku? Ya, Justin frutrasi karena diriku. Ini semua adalah salahku. Aku adalah orang terbodoh di dunia ini.
            Dan kecelakaan itu. Itu juga adalah salahku. Semua yang menimpa dalam kehidupan Justin akhir-akhir ini adalah kesalahanku.
            Aku akan menemuinya.

***

            Aku terdiam di dalam kamar dan menatap pada ponsel yang berada di hadapanku. Berharap apakah Lyle akan menghubungiku untuk memintaku datang ke rumah sakit. Semua pikiran negatif mulai mendatangiku. Bagaimana jika benar apa yang dikatakan ibuku? Aku tidak dapat bertemu dengan Justin karena Justin meninggal. Bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Aku menekuk lututku ke atas hingga bersentuhan dengan dadaku tanpa memalingkan pandanganku dari ponsel. Menit demi menit berlalu, namun tak ada juga panggilan dari Lyle. Ini sudah malam dan aku benar-benar khawatir. Ia telah memberitahuku alamat rumah sakitnya, namun aku tidak berani untuk datang ke rumah sakit.
            Segala syukur kupanjat kepada Tuhan saat ponselku berdering dan itu dari Lyle. Tanganku dengan cepat meraih ponsel dari Lyle.
            “Lyle?” aku berbisik. Was-was.
            “Kate, kau harus datang ke rumah sakit sekarang,”
            “Lyle, apa yang terjadi?” tanyaku, terkesiap.
            “Justin membutuhkanmu,” ujarnya kali ini dengan penuh kesenangan. Nafasku tercekat. Justin masih hidup? Tapi entah mengapa tidak ada rasa kesenangan dalam diriku sekarang. Mungkin besok aku akan datang ke rumah sakit.
            “Aku tidak bisa malam ini, mungkin besok,”
            “Janji?”
            “Aku berjanji,” bisikku langsung mematikan ponselku. Kemudian aku memeluk kembali lututku. Kusandarkan pipiku pada ujung lututku, menatap kosong pada tembok berwarna merah muda dengan garis putih di depanku. Aku akan bertemu dengan Justin besok.

***

*Justin Bieber POV*

            Aku butuh Kate. Aku bangun hanya untuk Kate. Entah sudah berapa lama aku berada di rumah sakit ini. Tapi Lyle memberitahuku bahwa aku tak sadar selama empat hari namun aku tidak percaya itu. Tidak mungkin seorang Bieber Biker akan tidur selama itu. Dan menurutku ini hanyalah kecelakaan biasa. Well, mungkin lebih parah dari yang sebelumnya. Sebelumnya, aku tidak pernah masuk ke rumah sakit karena kecelakaan. Mungkin hanya luka-luka ringan yang menimpaku. Tapi kali ini, kata dokter aku  mengalami retak di tulang rusuk belakang. Beruntung aku ini tidak begitu parah. Sehingga sekarang aku bisa terduduk. Lelaki itu tidak boleh mengeluh! Well, memang sakit. Tapi aku menahannya. Aku tidak bisa memutar waktu ke belakang, jadi lebih baik aku menjalaninya.
            Yang tidak kupercayai sekarang adalah mengapa Kate tidak datang selama aku berada di rumah sakit? Tidakkah ia merasa khawatir terhadap keadaanku? Aku membutuhkannya. Aku bangun sekarang karena dirinya. Karena aku berpikir dalam otakku, tidak akan ada hari esok. Dan Tuhan telah memberikanku kehidupan untuk yang kedua kalinya. Aku bersyukur padaNya karena aku akan bertemu dengan Kate. Meski aku tahu, aku akan menemui Kate besok.
            Meskipun perasaanku begitu kecewa dengan respon Kate yang baru akan datang besok, tapi aku bersyukur. Setidaknya ia akan mendatangiku.
            “Selamat datang kembali ke dunia bro!” tepuk Lyle pada lenganku. Aku mengerang! Sial, dia menepuk bagian lukaku. Apakah dia bodoh?
            “Maaf,” bisiknya langsung.
            “Tidak apa. Jadi, Kate akan datang besok?” tanyaku membenarkan cara dudukku, aku meringis kesakitan. Merasa punggungku begitu kram dan sakit sekali. Lyle menganggukan kepalanya.
            “Kupikir kami akan kehilanganmu,”
            “Ini hanya ...mungkin Tuhan tahu mengapa aku kecelakaan seperti ini. Iblis yang menabrakku itu mungkin tahu kalau aku tidak ingin hidup lagi. Kau tahu, Kate menolakku,” bisikku dengan nada yang cukup menyiratkan kepahitan.
            “Yeah, aku tahu bagaimana rasanya ditolak,” tepuk Lyle lagi pada lukaku. Kali ini aku langsung memukul lengannya dengan tanganku yang tidak begitu sakit. Ia meringis dan tertawa.
            “Sial kau!” ujarku dengan gemas.
            “Butuh berhari-hari untuk mendapatkan Kate kembali datang untukmu Justin, ia selalu marah jika aku membujuknya untuk datang menjengukmu. Namun ia menolak. Tapi sekarang, untunglah dia ingin datang,” ujar Lyle menjelaskan. Aku hanya menganggukan kepalaku dan menatap pada Logan yang terduduk di atas sofa. Ia mencoba untuk menghubungi orang tuaku yang belum datang juga. Padahal sudah malam. Tapi aku tidak begitu membutuhkan mereka. Aku hanya membutuhkan Kate. Dia adalah penyemangatku.
            “Tidurlah, bro. Kau harus mendapatkan istirahat yang cukup,”
            “Yeah, aku harus mendapatkan istirahat yang cukup. Aku bosan mendengar suaramu, kau tahu, ‘bajingan kau!’. Itu sangat lucu, bro,” aku terkekeh pelan dan aku memerosotkan tubuhku agar dapat tidur terlentang.
            “Sial kau! Sudah, cepat tidur. Besok kau akan menemui Kate,”
            “Yes mom, I will,” bisikku mengejeknya. Ia hanya tertawa dan aku memejamkan mata. Besok adalah hari besarku dan aku harus terlihat tampan.

***

            “Sial! Baju yang hitam!” aku merengut saat Lyle malah membawaku pakaian berwarna ungu. Well, aku memang pernah memakai pakaian ungu. Tapi sungguh, aku lebih menyukai warna hitam ketimbang ungu. Tapi apa daya, hanya pakaian ini yang ia bawa. Dengan lambat, Lyle membantuku untuk memakai baju ungu ini. Saat sudah rapi, aku langsung melihat pada bajuku.
            “Apa aku sudah terlihat tampan?” tanyaku ragu-ragu.
            “Biebs, sudah lama aku ingin menjadi tampan sepertimu. Tapi kurasa Tuhan tidak mengizinkannya, mengapa kau merasa tidak tampan?” tanyanya. Karena Kate tidak melihat ketampanan wajahku, namun kepribadianku.
            “Tidak ada,” aku langsung menyelesaikan topik pembicaraan ini, “apa dia sudah berangkat?” tanyaku. Ia menggelengkan kepalanya.
            “Ia belum menghubungiku, tapi dia telah mengirim sms padaku untuk menunggunya di bawah agar ia tidak perlu bertanya pada informasi di mana ruanganmu. Jadi aku harus ke bawah sekarang,” ujar Lyle berlalu dari hadapanku. Aku hanya menganggukan kepalaku. Kemudian Lyle keluar dari ruangan. Logan tampak pendiam pagi ini.
            “Logan, kau kenapa?” tanyaku bingung. Logan yang terduduk di atas sofa langsung berdiri dan tersenyum singkat padaku lalu berjalan menujuku.
            “Tidak, hanya saja, perasaanku tidak enak,”
            “Ada apa?”
            “Entahla, aku merasa ada sesuatu yang mengganjal. Tapi kurasa itu tidak penting,” ujarnya sudah berdiri di depanku dan memegang tanganku.
            “Hey, dude, aku bukan homo! Lepaskan tanganmu,” ujarku dengan ketus kemudian ia tertawa dan mengangkat kedua tangannya.
            “Whoa, tenang Bieber Biker. Tenang. Aku masih menyukai gadis-gadis perawan,” ujarnya yang membuatku tertawa. Aku tertawa karena aku begitu senang. Hari ini akau akan bertemu dengan Kate. Jadi aku harus membangkitkan suasana hatiku.

***

*Kate Whitmore POV*

            Aku turun dari taksi dengan wajah yang berseri. Aku telah mempersiapkan segalanya untuk Justin. Pagi ini aku membawakannya sup buatanku sendiri dengan resep dari ibuku. Aku sudah berada di seberang rumah sakit dan mencari-cari Lyle yang katanya ia akan menungguku di depan rumah sakit. Tapi aku tidak melihat tanda-tandanya. Kukeluarkan ponselku dan langsung menghubungi Lyle. Tanganku yang satunya lagi memegang tempat makan dengan erat.
            “Kate, tunggu aku,” ujar Lyle langsung saat ia mengangkat ponselku.
            “Aku sudah berada di seberang jalan. Kau sudah berada di mana?” tanyaku sambil menyeberang jalan. Kulihat Lyle yang muncul dari rumah sakit, namun matanya langsung melebar dan melemparkan ponselnya ke sembarang arah.
            “Kate!” teriak Lyle.
            “Lyle!”
            “Ya Tuhan!”
            “Sial!” semuanya hilang. Samar-samar aku dapat mendengar suara-suara orang berteriak. Lyle berteriak memegang kepalaku, namun aku tidak begitu dapat melihat wajahnya. Penglihatanku begitu buram dan pinggangku rasanya akan segera patah saat ini juga. Semuanya terlihat begitu hilang dan damai. Lalu gelap dalam keheningan.

***

*Auhtor POV*

            “Kate!” teriak Lyle terkejut saat melihat Kate menyeberang.
            “Lyle!” tanpa berpikir panjang, Kate membalas sapaan Lyle dan melambaikan tangannya denga semangat. Tak sadar, tiba-tiba saja Kate tertabrak oleh sebuah kendaraan mobil yang berkecepatan tinggi namun hebatnya mobil itu langsung mengerem, tapi gagal untuk tidak menabrak Kate yang sudah tersungkur di atas aspal.
            “Ya Tuhan!” kejut orang-orang yang berlalu lalang di area depan rumah sakit.
            “Sial!” gumam Lyle yang langsung berlari menuju Kate. Tempat makan yang Kate bawa sudah terpental jauh dengan isi makanan yang sudah tertumpah dari tempatnya. Makanan untuk Justin. Mantan kekasihnya. Yang Kate buat sendiri. Lyle memegang kepala Kate yang telah berlumuran dengan darah. Mata Kate masih setengah terbuka namun ia tidak dapat melihat wajah Lyle dengan jelas, penglihatannya begitu buram. Tanpa berpikir panjang, Lyle langsung menggendong Kate yang sudah menutup matanya. Semua orang berhenti di tengah jalan karena kejadian ini. Para petugas rumah sakit yang berada di depan rumah sakit membantu Lyle untuk membawa Kate ke ruang Unit Gawat Darurat.
            Sedangkan di ruangan Justin. Justin masih menunggu dengan penuh kesabaran. Tapi kali ini, satu titik keringat telah membasahi keningnya. Begitu juga dengan Logan yang menatap pada kaca kamar Justin dan melihat pemandangan Atlanta. Matanya tak sama sekali jatuh ke bawah, ke daerah jalanan, tempat kejadian Kate kecelakaan. Dua pasangan yang baru saja putus ini harus dilarikan ke rumah sakit dengan masalah yang sama. Kecelakaan.
            Justin terdiam dalam keheningan kemudian ia mendongak.
            “Mengapa Lyle belum naik ke atas? Bisakah kau turun ke bawah dan menyusul Lyle? Aku tak sabar untuk menemui Kate,” namun yang Justin tidak tahu, mantan kekasih yang sangat ia cintai sekarang telah berada di dalam ruang unit gawat darurat. Kecelakaan yang benar-benar tragis itu mungkin akan merenggut nyawa Kate.
            “Ya, tentu saja,” ujar Logan langsung berjalan menuju pintu dan keluar dari ruangan Justin.

***

            Lyle mondar-mandir di depan pintu unit gawat darurat. Ia ingin menghubungi orang tua Kate, tapi ponselnya telah ia buang. Jantungnya berdebar dengan kencang. Bagaimana jika Justin sudah tidak dapat bertemu dengan Kate lagi? Kecelakaan tadi sudah jelas-jelas dapat merusak tulang Kate, karena benturan pada pinggang Kate benar-benar kencang. Kemudian ia terduduk di kursi tunggu sambil menggigiti jari jempolnya. Bagaimana jika benar-benar itu terjadi? Justin telah bilang padanya, sejak aku bertemu dengan Kate, aku selalu berpikir ‘tidak akan hari esok’. Maka setiap detik hari ini yang dapat kugunakan untuk menikmati hariku bersama dengannya, aku tidak akan pernah menyia-siakannya. Karena aku berpikir, tidak akan ada hari esok. Bagaimana jika benar? Bagaimana jika Justin memang benar-benar sudah tidak dapat bertemu dengan Kate? Justin bilang padanya, ia bangun untuk bertemu dengan Kate. Ia bangun karena ia tahu, Kate pasti menunggunya di dunia nyata.
            Logan keluar dari lift dan langsung melihat sahabatnya yang sedang menunggu di depan pintu unit gawat darurat. Perasaannya yang kalut, membuatnya langsung berkeringat. Ia berlari menuju Lyle.
            “Apa yang kaulakukan di sini?” tanya Logan dengan hati-hati.
            “Kate ..damn. Dia tertabrak oleh mobil,”
            “Shit,” gumam Logan memegang pundak Lyle dan langsung meremasnya. Kali ini Logan memikirkan perasaan Justin. Bagaimana dengan perasaan Justin yang sudah sangat senang itu langsung berubah menjadi kepedihan karena mantan kekasihnya masuk ke dalam ruang yang sama dengannya beberapa hari yang lalu. Apa yang harus mereka katakan?
            Logan mengeluarkan ponselnya dan langsung menghubungi orang tua Kate. Bagaimana pun juga, orang tua Kate harus tahu anak mereka sedang berada di rumah sakit. Atau lebih tepatnya, di ruang unit gawat darurat.
            “Aku akan memberitahu Justin,” ujar Lyle dengan mantap. Ia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju lift. Logan masih menunggu jawaban dari telepon rumah Kate, tapi dari tadi tidak ada yang mengangkatnya. Lyle menekan tombol ke atas pada tombol lift. Menunggu selama beberapa menit, akhirnya pintu lift terbuka.
            Namun yang ia lihat adalah sahabatnya, Bieber Biker, keluar dari lift dengan infuse yang berada di tangannya. Memakai celana pasien dan kaos berwarna ungu. Ia menatap Lyle dengan senyuman.
            “Di mana dia Lyle?” tanya Justin berusaha untuk menahan rasa sakitnya.  Justin telah memberontak dari para suster yang menyuruhnya untuk istirahat dan tetap di tempat. Namun Justin adalah orang yang keras kepala. Ia mencoba untuk menahan rasa sakit yang kambuh saat suster-suster berusaha menahannya. Namun Justin menjulurkan lidahnya saat ia berusaha untuk berlari dan masuk ke dalam lift. Sehingga sekarang ia berada di bawah. Melihat Lyle yang berada di hadapannya.
            “Apa yang Logan lakukan di sana? Di mana Kate?” tanya Justin dengan ragu dan berjalan dengan pelan menuju Logan. Ia menatap was-was pada pintu unit gawat darurat yang berada di hadapan Logan. Logan sedang berbicara dengan ayah Kate.
            “Yes, sir,” ujar Logan langsung menutup teleponnya dan membalikan tubuhnya. Logan melihat Justin yang sudah berada di balik tubuhnya. Menatap Logan dengan tatapan tak terduga.
            “Mengapa tidak ada Kate di sini?” tanya Justin melihat ke sekeliling.
            “Justin –“
            “Di mana dia?” kali ini Justin berteriak, ia panik. Mata Justin melihat ke sekelilingnya, namun memang tidak ada Kate di sini. Satu yang ia tahu, Kate pasti berada di dalam ruang unit gawat darurat. “Apa ia berada di dalam ruangan itu?” tanya Justin menunjuk dengan ragu-ragu pada ruang unit gawat darurat. Mata Justin melihat secara bergantian pada Lyle dan Logan. Kemudian Lyle mendesah pelan.
            “Sial!” gumam Justin terduduk di atas kursi dan menundukan kepalanya. Tangannya yang memegang infuse itu langsung terjatuh ke bawah. Namun Lyle langsung mengambil infuse itu dari tangan Justin dan mengangkatnya ke atas.
            “Sial, sial, sial!” gumam Justin menyeka air matanya. Ia merasa begitu bersalah pada Kate sekarang. Namun mereka tak dapat memutar waktu ke belakang. Tidak bisa. Justin merasa ..dia sudah tidak ada gunanya hidup di dunia ini. Justin membuka kehidupannya untuk Kate agar Kate dapat masuk ke dalamnya. Mengingat apa yang telah Kate perbuat padanya. Kehidupannya tidak sempurna. Namun dengan sentuhan Kate, setiap sentuhan Kate, ia dapat menyembuhkan setiap ketidaksempurnaan yang berada dalam diri Justin.
            Di dalam ruang unit gawat darurat. Dua dokter telah menangani Kate dan beberapa suster yang membantu untuk membersihkan luka darah yang berlumuran pada wajah Kate. Wajah Kate pucat pasi. Dalam hati terkecil Kate, ia merasa senang. Ia tahu ia akan menemui kematian. Setidaknya, jika ia telah mati, ia ingin Justin tahu satu hal. Apa pun yang telah ia lakukan pada Justin, ia mencoba untuk memperbaikinya dengan setiap sentuhannya meski itu membutuhkan proses yang lama. Ia mencintai Justin dengan tubuh, cinta dan jiwanya. Setidaknya, jika kematiannya dapat memperbaiki segalanya, itu adalah suatu anugerah terindah yang pernah diberikan oleh Tuhan kepadanya.
            Di luar sana, ayah Kate telah berteriak-teriak pada Justin. Istrinya yang berada di belakangnya telah menangis dan berusaha untuk menenangkan suaminya yang tak terima melihat puteri tunggalnya masuk ke dalam unit gawat darurat. Jika nyawa Kate tak terselamatkan, Justin akan menggantinya. Tentu saja orang tua Kate akan menangis dengan kepedihan yang begitu mendalam. Sejak kecil Kate masih kecil mereka merawat anak mereka dengan sebaik mungkin, memupuk segala impian pada Kate, mereka ingin melihat keberhasilan dari anak tunggalnya, melihat anaknya bertumbuh menjadi gadis yang baik, namun semuanya berubah. Impian itu hancur seketika setelah Kate bertemu dengan seorang Justin Bieber. Ayah Kate tentu saja marah pada Justin. Namun Lyle juga melindungi Justin.
            “Marah padanya tidak akan memperbaiki masalah, William!” teriak ibu Kate yang ternyata Kate memiliki sedikit sifat dari ibunya, tidak menyukai pertengkaran. Sontak ayah Kate berhenti membentak Justin. Nafasnya tak beraturan.
            Lyle berhenti melindungi Justin. Justin masih terduduk dengan punggung yang sekarang begitu luar biasa sakit. Ayah Kate terduduk di kursi yang berseberangan dengan Justin bersama dengan istrinya yang memeluk ayah Kate dengan erat sambil menangis.
            “Semuanya akan baik-baik saja,”
            “Aku akan membunuhnya jika Kate tidak dapat kembali hidup,” gumam Mr.Whitmore penuh keyakinan.
            “William! Jika benar begitu, membunuhnya tidak akan mengembalikan Kate! Berdoalah agar Tuhan membantu Kate. Kau harus memiliki pikiran yang positif,”
            “Persetan,” kali ini Mr.Whitmore berkata kotor.

***

            Kate William Whitmore. Atau lebih tepatnya Almarhum Kate William Whitmore telah berpulang ke rumah Bapa di surga. Semua orang terdekat Kate menangis. Terutama ayah Kate dan Justin yang merasa begitu marah dengan keadaan seperti ini. Mereka mencintai Kate tulus dari dalam hatinya. Pistol Mr. Whitmore masih terjaga di dalam lacinya, ia tidak berniat untuk membunuh Justin. Setelah ia berpikir, Justin adalah lelaki yang Kate cintai. Yang puterinya cintai.
            Sedangkan Kate, telah berada di rumah Tuhan dengan hati yang damai. Ia berharap, kepergiannya akan menyelesaikan segala masalah. Terutama untuk Justin. Apapun yang telah kulakukan pada Justin, aku berharap setiap sentuhanku dapat menyembuhkan ketidaksempurnaannya. Aku mencintainya dari dalam hatiku, jiwa dan tubuhku. Justin dapat merasakan kepahitan yang mendalam. Pakaiannya kali ini berbeda dengan yang lain. Ia memakai pakaian putih. Ia yang berbeda sendiri.
            Pakaian itu adalah untuk pernikahannya kelak bersama dengan Kate. Namun angan-angannya telah hilang begitu saja. Kate meninggal. Dan Tuhan telah mengambilnya. Manusia tak dapat berharap lebih. Tangisan tak dapat mengembalikan Kate kembali ke dunia. Lyle yang berada di belakang Justin memegang pundak Justin dengan penuh rasa prihatin. Ibu dan ayah Kate pergi dari hadapan makam anaknya. Semua orang telah pergi, kecuali Justin, Lyle dan Logan. Mereka bertiga menatap batu salib yang berwarna putih menancap di dalam tanah. Bunga-bungaan telah menghias pemakaman Kate.
            Tetesan air mata Justin mulai terlihat.
            “Dia telah melakukan apa pun untukku,” ujar Justin.
            “Aku tahu,” ujar Lyle berusaha untuk menenangkannya.
            “Ia telah berusaha untuk memperbaikiku. Mengapa Tuhan mengambil gadis yang selama ini kucari? Mengapa rasanya sekarang tidak begitu adil?”
            “Justin, kita bisa pulang sekarang,” ujar Logan mengajak Justin.
            “Tidak ada yang mengetahuiku lebih dari Kate,” gumam Justin mengabaikan Logan.
            “Justin—“
            “Ia mencoba untuk memperbaikiku namun aku keras kepala. Aku hanya melakukannya hanya sementara. Ia begitu sabar dengan kelakuanku. Semua gadis menginginkan aku. Tapi tidak dengan kehidupanku. Sedangkan Kate, aku membuka pintu kehidupanku untuknya dan ia memasukinya dengan kepolosannya. Mata birunya. Memperbaikinya dengan setiap sentuhan yang ia berikan, lalu menghilang dalam sekejap,” jelas Justin mengakhiri ceritanya.
            “Justin—“ Lyle ingin menangis mendengar ucapan Justin.
            “Aku tidak dapat memutar waktu kembali ke belakang, aku tahu. Tapi aku tahu, Kate menginginkan yang terbaik untukku,”
            “Yeah, dia selalu menginginkan yang terbaik untukmu,” kali ini Lyle menyetujuinya.
            “Aku memang Bieber Biker yang dikenal dengan seorang yang berengsek, namun Kate mengenalku sebagai Bieber Biker dalam proses perubahan menuju kebaikan,”
            “Bisakah kita pulang?” tanya Logan, “aku tidak ingin terus berduka di sini,” lanjutnya.
            “Tentu saja,” ujar Lyle.
            “Yeah, tentu saja. Kita akan pulang,” ujar Justin membalikan tubuhnya, meninggalkan pemakaman mantan kekasih terindah dalam kehidupannya.
            Dia adalah Bieber Biker. Tidak ada yang mengetahuinya.

            Selain Kate William Whitmore.

4 komentar:

  1. aaaaaaaaaaaaaa herren, kok sad ending sih? huaaaaaa :'( nyesek banget! kirain justin sama kate bakal menikah terush hidup bahagia, eh kate nya malah meninggal. hiks.. :'(

    BalasHapus
  2. Ini cerita yang bisa bikin aku nangissss.....;(

    BalasHapus
  3. Srius, dr beberapa cerita yg udh aq baca, cuma beiber biker yg buat aq nangis. Sungguh nyesek, sad ending. Rasanya ga pengen baca cerita yg lain jika alur ceritanya akan bikin nyesek lg 😭😭😭😭😭 kitain akan happy ending krn romance story. Huaaaaaa😷😭😭😭

    BalasHapus
  4. Akhirnya justin mendapat surprise seumur hidup. #nyesek 😩😭😭

    BalasHapus