Jumat, 02 Agustus 2013

Bieber Biker Bab 4


***

            3 bulan telah berlalu. Aku melewati hidup yang normal bersama dengan Justin. Sekarang Justin bekerja bersamaku dengan Lyle. Meski setiap hari Senin dan Kamis ia tidak dapat ikut bekerja karena jadwal kampus paginya. Lucy. Tiga bulan ini tampaknya ia terus memarahiku karena aku lebih dekat dengan Justin daripada dengannya. Maksudku, sebenarnya ini bukanlah salahku. Aku mencoba agar ia menerima Justin yang sekarang sudah berubah menjadi lelaki yang lebih baik. Meski sebenarnya ia masih merokok, tapi sudah tidak sesering dulu dan ia juga masih meminum bir. Tapi setidaknya, ia masih lebih baik lagi. Tapi entah apa yang merasuki Lucy, ia selalu menyalahkanku. Dan kurasa Lucy tidak menyukai kedekatanku dengan Justin. Sepertinya ia ingin membuatku dan Justin menjauh dan tak berteman. Sudah berkali-kali aku bertanya apa masalahnya dengan Justin, tapi ia selalu mengatakan bahwa Justin adalah berengsek. Tapi yang membuatku aneh adalah tatapan Lucy terhadap Justin. Tiap kali mereka bertemu, Lucy mencoba untuk mengabaikan Justin, tapi aku tahu ada yang Lucy sembunyikan dariku. Dan tentunya aku tidak tahu apa itu.
            “Baiklah, kelas selesai!” seru Mr. Johan meninggalkan kelas. Aku melirik pada Justin yang terduduk di kursi paling depan di kelas. Ia membalikan kepalanya dan tersenyum padaku. Oh ya, Justin juga sudah tidak begitu sering mengikuti perlombaan balap motor lagi. Mungkin jika uangnya habis, ia akan ikut kembali. Malam ini Justin, aku, Lyle dan Logan akan pergi ke restoran china untuk merayakan hari ulang tahun Logan. Tadi pagi benar-benar meriah di apartemen Justin. Kami menyanyikan lagu selamat ulang tahun padanya. Aku dan Justin sudah memesan kue ulang tahun Logan untuk malam ini. Lyle yang akan mengambilnya sore ini di toko kue.
            “Siap untuk malam ini?” tanya Justin saat aku sudah berada di depannya dan ia langsung merangkulku. Aku menganggukan kepalaku. Saat kami keluar dari kelas, Lyle juga telah keluar dari kelasnya dan melambaikan tangannya pada kami.
            “Hey! Logan baru saja putus dengan kekasihnya!” serunya dengan suara yang girang. Astaga, suara yang girang? Lyle harus membatasi temperamen Sanguinis-nya. Bukankah seharusnya ia bersedih dengan hubungan Logan yang tandas di hari ulang tahunnya?
            “Ini benar-benar sempurna! Dengan masalah ini, Logan pasti akan semakin dengan kita,” serunya lagi, melompat-lompat di depan kami. Aku tertawa melihat tingkahnya seperti ini. Ternyata dia punya alasan mengapa ia tersenyum dengan riang.
            “Kau benar-benar aneh!” ujar Justin memukul lengan Lyle.
            “Kalian sudah siap belum?”
            “Lyle, kita baru saja keluar dari kelas. Tentu saja kami belum siap. Di mana otakmu? Kita belum mandi dan bersiap-siap. Telpon Logan untuk datang ke restoran itu jam 7 malam,” ujar Justin menarikku untuk meninggalkan Lyle.
            “Yeah, benar Tuan Muda Bieber. Semoga lancar untuk nanti malam dengan Kate!”
            “Sial!” Justin menggumam. Kenapa?
            “Ada apa Justin?” tanyaku menatapnya. Ia menggelengkan kepalanya dan semakin mempercepat langkahnya untuk keluar dari gedung kampus.

***

            “Apa Logan sudah sampai?” tanyaku dengan was-was. Rencana kami adalah Logan yang seharusnya datang pertama ke restoran dan kami akan menyanyikan lagu selamat ulang tahun padanya untuk yang kedua kalinya dengan kue yang telah kami beli bersama-sama. Kami bertiga baru saja berada di parkiran restoran china. Lyle sudah memegang kue ulang tahun yang ia bawa. Justin mengambil ponsel yang ia simpan di dalam kantong celananya kemudian ia menghubungi Logan, kurasa.
            “Kau berada di mana?” tanya Justin dengan suara yang serius. Kemudian Justin langsung mematikan ponselnya. Ia menganggukan kepalanya padaku dan Lyle, mengatakan bahwa Logan sudah berada di dalam restoran. Justin mengeluarkan korek api untuk menyalakan lilin kue ulang tahun Logan.
            “Ayo kita masuk,” suruh Justin. Kami melangkah menuju pintu restoran. Butuh mental yang kuat untuk menyanyikan lagu selamat ulang tahun di depan banyak orang untuk Logan. Ini adalah yang pertama kalinya aku akan merayakan ulang tahun orang lain selain ulang tahunku. Saat pintu terbuka, mataku langsung mencari-cari di mana Logan. Oh syukurlah, ia terduduk di kursi yang berhadapan dan ia duduk memunggungi kami. Aku langsung mengisyaratkan pada Justin bahwa Logan berada di sudut tempat duduk restoran. Ia mengangguk.
            Lalu kami berjalan menuju pada Logan dan saat kami benar-benar sudah berada di belakangnya. Justin langsung bernyanyi dengan suara merdunya. Astaga, aku meleleh mendengarnya. Logan langsung membalikan kepalanya dan terkejut dengan Justin yang sudah berada di depannya. Lyle yang berada di belakangku ikut bernyanyi selamat ulang tahun untuk Logan, begitu juga denganku. Saat lagu selesai, Logan tak tersenyum. Oh, mengapa? Apa mungkin ia masih merasa sakit hati karena ia baru saja putus dengan kekasihnya? Well, ia bahkan baru menjalankan hubungan itu selama 2 minggu, jadi menurutku itu belum terlalu berarti.
            “Logan, buat permohonan lalu tiup lilin dari para sahabatmu ini,” ujar Lyle tidak menyukai respon dari Logan. Beberapa detik Logan memohonkan permohonannya lalu ia meniup lilinnya. Aku bertepuk tangan dengan riang dan Justin langsung menarikku untuk masuk ke dalam tempat duduk. Aku duduk di sisi tembok, sama seperti Logan. Dan Justin membalikan tubuhnya untuk mencari pelayan. Dari tadi aku tersenyum layaknya orang tolol pada Logan. Entahlah, aku begitu senang karena ia sedang berulang tahun.
            “Apa permohonanmu?” tanya Lyle tak dapat menyembunyikan rasa penasarannya. Saat Lyle ingin duduk di sebelahku, Justin langsung menarik lengan Lyle. “Serakah,” gumam Lyle cemberut dan lalu ia duduk di sebelah Logan. Justin menjatuhkan bokongnya di sampingku dan melipat tangannya.
            “Selamat ulang tahun bro,” ujarnya menganggukan kepalanya. Logan hanya terdiam, tak merespon Lyle.
            “Oh, ayolah, Logan! Kita bersenang. Kita lupakan kekasihmu –eh mantan kekasihmu, biarkanlah kita bersenang-senang. Apa kau tidak malu sekarang kau terlihat seperti wanita?” tanya Lyle menggoda Logan. Logan memberikan raut wajah bingung pada Lyle.
            “Aku tidak tahu apa yang kaubicarakan,” ujar Logan bingung.
            “Kau putus bukan dengan kekasihmu?” tanya Lyle memastikan, jari telunjuknya mencolek krim kue Logan dan memasukannya ke dalam mulutnya. Aku terkekeh pelan melihat tingkah Lyle yang sungguh lucu. Kemudian ia mencoleknya kembali dan menyodorkan jarinya pada Logan.
            “Ayo, cobalah. Ini sangat enak,” suruh Lyle. Aku melirik pada Justin yang dari tadi hanya terdiam, tak tersenyum. Nah, ada apa lagi dengan lelaki tampan di sebelahku ini?  Aku menyentuh lengan Justin, ia langsung menoleh padaku dan tersenyum singkat padaku. Beberapa detik kemudian pelayan menghampiri kami. Lyle yang mengurus pesanan makanan. Justin yang menraktir kami.
            “Ada apa?” tanyaku dengan suara yang lembut.
            “Tidak ada apa-apa,” ujar Justin. Aku tahu ia berbohong. Saat pelayan pergi, Lyle melirik pada kami berdua dan ia menyeringai padaku lalu pada Justin.
            “Katakan saja Justin, jangan jadi pengecut!” ujar Lyle memanas-manasi Justin.
            “Aku bukan pengecut,”
            “Lalu, apa lagi yang kautunggu?” tanya Lyle mengangkat kedua bahunya.
            “Kate William Whitmore, aku ingin kau menjadi kekasihku. Apa kau menerimaku?” tanya Justin menatap mataku dan tangannya sudah menyentuh tanganku. Aku menelan ludahku. Ia berkata begitu cepat dan bukan dengan cara yang romantic. Di hari ulang tahun orang lain ia memutuskan untuk menjadikanku pacarnya?
            “Aku tidak dapat bersumpah apa pun padamu, Kate. Tapi kau mendapatkan aku,” ujarnya lagi.
            “Yep, Bieber –“
            “Diam kau sialan!” teriak Justin pada Lyle. Langsung saja Lyle menutup mulutnya dan terkejut, Logan tertawa. “Kate, katakan sesuatu,” ujar Justin.
            “Beri aku waktu,” jawabku.
            “Untuk apa? Kau tidak perlu berpikir. Kau tahu aku memang untukmu, benar bukan?” tanya Justin, bersungut padaku. Sial. Bagaimana bisa aku menolaknya? Sudah tiga bulan ini ia tidak mencari gadis-gadis di kampus. Ia sudah berubah dalam masalah itu. “Kau adalah alasan mengapa aku berubah, Kate. Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa berubah untukmu dan untukku,” ujarnya, serius. Haruskah di restoran dan di depan dengan dua sahabatnya? Aku memerah.
            “Katakan saja, Ya, Kate,” ujar Logan. Aku menoleh pada Logan dan pada Justin kemudian.
            “Aku akan mengatakannya setelah kita pulang ke apartemen,” ujarku ingin membuat Justin gemas. Kemudian Justin mendesah dan menganggukan kepalanya. Terlihat sekali ia penasaran dengan jawabanku. Aku tertawa jahat dalam hati.

***

            “Maka jawabannya adalah Ya,” ujarku menarik kaos hitam yang Justin pakai menuju kamarnya. Aku ingin menggodanya. Well, aku tidak ingin berhubungan badan dengan Justin. Aku hanya ingin menggodanya. Ia memegang pinggangku dan tersenyum manis padaku. Kakinya menutup pintu kamarnya dan menguncinya. Tidak, tidak. Aku tidak ingin berhubungan badan dengan Justin sekarang. Ia harus menunggunnya hingga aku benar-benar siap.
            “Kau benar-benar penggoda,” bisiknya, menyeringai padaku. Aku tertawa pelan dan melingkarkan tanganku pada lehernya. Kumiringkan kepalaku ke salah satu sisi dan tersenyum padanya. Aku tidak percaya, sekarang aku berpacaran dengan seorang Bieber Biker. Jika Lucy tahu, aku akan dipenggal. Aku akan merahasiakan ini.
            “Well, sekarang, apa salahnya aku menggoda pacar baru pertamaku?” tanyaku.
            “Tidak ada, hanya saja kau terlihat begitu nakal,”
            “Oh Bieber, kau tidak tahu seberapa nakalnya aku,” bisikku menggodanya. Aku melingkarkan kakiku di sekitar pinggangnya dan menyandarkan daguku pada bahunya. Ia memegang bokongku, membuat salah satu tanganku memukul tangannya, dan ia langsung memindahkan tangannya pada pahaku.
            “Benarkah?” bisiknya di telingaku. Aku hanya menganggukan kepalaku dan memejamkan mataku. Sekarang aku merasa begitu nyaman. Kemudian Justin terduduk di atas tempat tidurnya sehingga aku terpangku di atas paha Justin. Aku masih memeluknya dan aku bisa merasakan sesuatu yang keras di bawah sana.
            “Yeah,” aku membisikan sesuatu yang seksi. Aku benar-benar menikmati godaanku terhadap Justin. Aku ingin membuatnya frustrasi. Kudengar nafasnya tak beraturan. “Mengapa kau memilih aku?” tanyaku dengan suara yang pelan.
“Karena kau yang memotivasiku untuk melakukan ini,”
“Mengapa?”
            “Karena aku menginginkan kau, Kate. Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkanmu,” ujarnya terdengar begitu tulus. Aku terkekeh pelan. Oh, seorang Bieber Biker menginginkan gadis polos yang bodoh sepertiku.
            “Bukan keperawananku?” tanyaku. Kudengar ia terkekeh.
            “Well, seluruh yang ada pada dirimu, Kate.” Bisiknya mengeratkan pelukannya. Sial!
***

            “Justin, apa kau akan meniduriku setelah ini?” tanyaku sambil memainkan jari telunjukku di sepanjang batang hidungnya. Aku tidak tahu, tapi aku bisa merasakan Justin yang begitu bergairah. Sebenarnya, aku tidak tahu apa-apa tentang seks. Tapi yang aku tahu, lelaki seperti Justin mudah sekali terangsang. Apa Justin terangsang karena diriku? Aku masih bertanya-tanya dalam hatiku, apa aku bisa melewati ini bersama Justin? Apa aku akan merelakan keperawanan ini pada Justin? Rasanya aku ingin sekali menjaga keperawanan ini hingga aku menikah. Meski sebenarnya aku ingin sekali tahu bagaimana rasanya berhubungan badan. Apalagi bersama dengan Bieber Biker.
            “Ya jika kau mengizinkannya,” ujar Justin menggesekan hidungnya pada hidungku. Aku tidak tahu. Apa ayahku akan marah. Tapi aku ingin sekali merasakannya.
            “Apa itu akan sakit?” tanyaku dengan suara pelan, aku ketakutan. Pertahananku sudah hancur. Aku ingin melakukannya dengan Justin. Sekarang. Detik ini. Apa pun resikonya. Justin menyeringai padaku dan menganggukan kepalanya. Aku memejamkan mataku. Astaga, rasanya akan sakit. Sekarang aku sangat takut. Kemudian aku mencium bibir Justin. Ini adalah keputusanku yang terakhir. Meski aku tahu ini salah, tapi aku ingin mencobanya. Kita tidak akan pernah tahu jika kita tidak pernah mencobanya, benar bukan? Justin tertawa dan aku mencoba untuk mempraktekan apa yang telah ia ajarkan padaku terakhir kali kami berciuman.
            Aku memainkan lidahku dan memperdalam ciuman ini. Mendorong tubuh Justin ke tempat tidur. Justin tertawa kecil dan mengisap bibir bawahku dengan nyaman. Mmh, aku sedikit mendesah saat Justin mencoba untuk meremas dadaku. Sial! Rasanya benar-benar aneh namun nikmat. Perlahan ia meremas dadaku dengan lembut lalu aku tak dapat bernafas. Justin tertawa melihat mataku yang melebar saat melihatnya.
            “Aku menyukainya, ukurannya cocok dengan tubuhmu,” bisik Justin kemudian memutar tubuhku ke samping sehingga sekarang ia menindihku dari atas. Sial!
            “Kau yakin kau ingin melakukan ini?” tanya Justin.
            “Ya,” aku pasrah.  Sedetik kemudian Justin menyeringai dan mencium bibirku kembali. Menikmati setiap belaiant tangannya yang mulai mengelus di sepanjang lenganku lalu pindah pada pinggangku. Kaos merah muda yang kupakai ia naikan sedikit dan jari-jarinya yang dingin mulai mengelus perutku, membuatku merinding dan merasakan kenikmatan di setiap sentuhannya. Dia tertawa.
            “Kau benar-benar alami tak tahu tentang hubungan badan dan itu sangat menarik,” bisik Justin melepaskan ciuman kami dan aku mendesah pelan karena bibirnya yang lepas. Kemudian ia menaikannya hingga ke atas leherku dan mencium dadaku dengan lembut. Tepat di tengah-tengahnya. Aku mendongakan kepalaku ke belakang, menekan kasur Justin.
            “Kulitmu benar-benar lembut, Kate. Aku menyukainya,” bisik Justin lagi, ia mengangkat punggungku dan melepaskan kaitan bra milikku dan kemudian semuanya terekspos di depannya. Dadaku terekspos di depan seorang Bieber Biker dan aku merasakan kedinginan sekaligus kepanasan yang benar-benar membuatku ..tanganku meraih kepala Justin dan kembali menciumnya. Aku sungguh bergairah.
            “Oh, Kate. Jangan cepat-cepat. Aku ingin membuatmu ..Mmh, sayang, jangan,” Justin menarik kepalaku agar kembali ke atas kasur. Aku menginginkan ini begitu buruk. Aku sungguh menginginkan ini dengan Justin. Kekasih pertamaku yang akan memberikanku kesan pertama dalam hubungan badan. Oh kumohon! Aku menjerit dalam hati namun aku melampiaskannya dengan cara menggigit bibirku. Mulut Justin menjilat dadaku dengan lembut, membuatku merinding di bawahnya dan aku memegang kepala Justin, meremas rambutnya.
            “Oh Justin!” aku memekik saat Justin menggigit putingku dengan lembut. Aku ..oh astaga, ini benar-benar nikmat sekali. Justin tertawa di bawah sana. Salah satu tangannya meremas dadaku dengan lembut dan mulutnya menjilat dadaku yang lain. Tangannya yang lain mulai menjarah kepada celana jinsku. Ia membuka kancingnya dan melepaskan celana jins itu dari tubuhku. Sekarang aku sudah setengah telanjang.
            “Mari kita lihat seberapa terangsangnya kau sekarang,” ujar Justin melepaskan mulutnya dari dadaku. Tangannya menyentuh celana dalamku dan meremasnya, aku tersentak. Sial! Astaga, ternyata dari tadi aku lembab di bawah sana. Justin tertawa kecil dan salah satu jarinya mengelus celana dalamku dan menekan-nekannya dengan lembut. Membuatku meremas pada kain sprei yang kupegang dengan erat. Ini sungguh berlebihan. Pinggul bergerak-gerak karena tangan Justin yang masih bertahan di sana dan mengelusnya dengan lembut.
            “Kau benar-benar seksi, Kate,” bisik Justin di telingaku. Aku memejamkan mataku dan merasakan sesuatu yang akan segera meledak. Jari Justin terus mengelus-elus celana dalamku.
            “Ooh Kate! Sialan, aku benar-benar basah!” erang Justin semakin mempercepat elusannya dan langsung saja tangannya masuk ke dalam celana dalamku dan ia mengerang. Kemudian seluruh otot-ototku menegang, kakiku lurus dan aku mengapitkan kakiku menjadi satu tapi tangan Justin yang lain menahannya. “Benar sayang, keluarlah untukku. Aku menginginkannya,” erang Justin semakin mempercepat gesekan tangannya pada bagian bawahku. Tubuhku bergetar tak karuan dan aku merasakan kenikmatan tiada tara. Aku menjerit dan Justin langsung mencium bibirku untuk meredamkannya. Kepalaku mendongak ke belakang sehingga mulutku dan Justin kembali terpisah, merasakan kenikmatan ini sungguh membuatku susah untuk membuka mataku. Aku hanya dapat menggigit bibirku.
            “Astaga! Sial, kau benar-benar seksi,” ujar Justin menarik tangannya dari celana dalamku. Aku masih mengatur nafasku yang tak beraturan. Keringat mulai membasahi kepalaku. Tadi benar-benar luar biasa. Tiba-tiba pintu kamar Justin terketuk.
            “Kate? Kau kah yang ada di dalam? Kate?” kudengar suara Lucy yang begitu khawatir. Ia terus mengetuk pintu kamarku. Aku panik. Ah, sial! Setelah apa yang kudapatkan, aku belum mendapatkan ketenangan yang cukup. Justin menahanku untuk tetap berada di tempat tidurnya dan ia beranjak dari tempat tidur lalu melangkah pada pintu dan membuka pintu kamarnya.
            “Di mana dia sialan?” tanya Lucy langsung berteriak dan teriakannya langsung tak terdengar setelah Justin menutup pintunya. Aku tak tahu apa yang Justin katakan tapi aku mendengar Lyle berteriak Wow! Aku jadi penasaran. Dengan cepat aku memperbaiki kaosku yang tersingkap dan aku memasang bra-ku kembali. Kemudian celana jins-ku. Bangkit dari tempat tidur, aku berjalan menuju pintu kamar Justin dan membukanya.
            Kulihat Lucy yang memukul-mukul Justin dan langsung saja  Lyle menahan kedua tangan Lucy. Oh, mengapa ia memukul-mukul Justin dan Justin diam saja? Maksudku, pasti ia bisa menahannya. Kemudian derai air mata Lucy mulai terlihat. Astaga, mengapa ia menangis?
            “Setelah apa yang kaulakukan padaku! Aku mencintaimu Justin!” sekarang aku ingin bunuh diri. Astaga, selama ini Lucy mencintai Justin? Aku tidak percaya itu. Tapi mengapa? Mengapa ia terlihat begitu membenci Justin?
            “Kau mencampakan aku!”
            “Aku sudah bilang padamu, Lucy, aku tidak pernah ingin memiliki hubungan dengan siapa pun,” ujar Justin.
            “Tapi dengan dia? Kau menginginkannya!” teriak Lucy. Oh Tuhan. Teman dekatku, Lucy, se-apartemen denganku mencintai Justin dan aku tidak pernah menyadarinya? Ini sungguh salah. Aku harus meluruskannya. Ini bukan tentang aku. Tapi tentang Justin dan Lucy. Mengapa Lucy tidak pernah mengatakannya jika ia mencintai Justin? Aku sekarang merasa bersalah dengan Lucy setelah apa yang telah kulakukan dengan Justin. Aku tahu ia pasti akan cemburu denganku karena kedekatanku dengan –oh Astaga! Sekarang aku mengerti. Semuanya terlihat begitu jelas.
            Telingaku seakan-akan tertutup dengan kapas yang begitu banyak. Tidak ada yang kudengar. Terkadang, orang terdekat akan menjadi masalah bagi kita. Dan itu memang terjadi padaku. Lucy menusukku dari belakang dan itu sungguh menyakitkan. Aku menutup pintu kamar Justin dengan pelan dan berjalan dengan tatapan kosong menuju tempat tidur. Terduduk di atas tempat tidur Justin, aku berpikir kembali tentang kata-kata Lucy.
            Justin adalah seorang yang berengsek. Kau akan ditiduri olehnya lalu dicampakan olehnya. Justin tidak pernah mencintai orang, Kate. Justin perokok, dia berbahaya. Jangan pernah dekati dia, dia bencana bagimu. Aku sahabatmu, aku tidak ingin kau sakit hati karena kau jatuh cinta dengan Justin.
            Air mataku mengalir. Lucy, dia selalu kupercaya selama ini –tapi tidak tentang keburukan Justin—ia mencintai seorang Justin tanpa aksi. Aku tidak percaya Lucy melarangku untuk dekat dengan Justin karena ia mencintai Justin. Maksudku, Lucy adalah orang pertama yang menemaniku di Atlanta. Yang mengajakku untuk bertemu dengan seorang Bieber Biker. Dan sekarang. Sekarang diperhadapkan dengan masalah.
            Oh ini benar-benar mengejutkan. Keindahan yang berubah menjadi bencana. Aku termenung terus menerus. Aku habis berpikir, otakku buntu sekarang. Entah apa yang harus kupikirkan sekarang selain Lucy yang berada di luar sana. Apa dia juga salah satu korban dari ke-berengsek-an Justin? Mungkin, setelah ia meneriakan bahwa Justin mencampakannya. Ternyata sahabatku pernah berhubungan badan dengan seorang Bieber Biker. Tapi aku mencintai. Ia membuktikannya. Seperti yang Justin bilang, ia tidak pernah menjalani hubungan bersama wanita lain. Namun aku. Aku yang dipilih oleh Justin. Dan sekarang itu menjadi sebuah tanda tanya besar untukku. Mengapa Justin mencintaiku? Beberapa menit aku larut dalam pemikiranku, pintu kamar Justin terbuka dan aku melihat ia berkeringat.
            “Apa yang ia katakan?” tanyaku, akhirnya.
            “Aku memberitahunya kalau kita berpacaran,” tentu saja. Aku tahu. Lucy pasti sudah mengetahuinya dari Lyle. Aku sangat yakin itu. Dan aku tidak bisa membayangkan wajah Lucy yang akan begitu marah padaku. Kugelengkan kepalaku, tak habis pikir.
            “Dan apa yang ia katakan?”
            “Ia akan segera pindah dari apartemenmu, kembali ke rumahnya,”
            “Oh sial!” gumamku berkata kotor. Aku tidak percaya Lucy akan meninggalkanku karena hubunganku dan Justin. Dan tentu saja ia akan marah denganku. Ia mencintai Justin. Dan aku sebagai sahabatnya, telah mendapatkan lelaki yang ia cintai. Pasti hatinya begitu hancur. Aku harus berbicara dengan Lucy, secepat mungkin. Tapi bukan sekarang. Pasti sekarang ia tidak akan mendengarkanku. Pasti ia sangat emosi.
            “Maafkan aku,” bisik Justin duduk di sebelahku, ia menarik pundakku agar aku menyentuh tubuhnya. Kepalaku bersandar pada dadanya sekarang.
            “Apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Lucy?”
            “Well, dulu. Dulu sekali, aku pernah satu sekolah dengan Lucy. SMA. Ia menyukaiku dan aku memang lelaki rendahan seperi yang kau bilang dulu. Aku merusak dirinya. Aku yang memerawaninya,”
            “Tapi ia bilang, ia diperawani oleh kekasihnya,”
            “Ia selalu menganggapku kekasihnya, tapi sumpah demi Tuhan aku tidak pernah menganggapnya sebagai kekasihku. Aku hanya mempermainkannya. Aku memang rendahan, sial, kau benar lagi Kate,” Justin mendengus dan menyesali segala yang telah ia perbuat. Aku sebenarnya marah, tapi melihat perubahan Justin membuat amarahku padam. Bagaimana bisa aku marah pada kekasihku sendiri? Mungkin, suatu saat. Mendengarnya sekarang begitu menyakitkan. Ia benar-benar menyesali segala perbuatannya. Wajar Justin tidak membentak Lucy. Ia mungkin merasa bersalah pada Lucy. Oh, astaga, Lucy diperawani oleh Justin. Dan aku juga akan menjadi salah satunya.
            “Ia mengikuti kuliah dan mata pelajaran yang sama denganku juga dengan jadwalnya hanya untuk melihatku. Tapi dia tidak pernah berbicara denganku sejak 3 tahun yang lalu. Well, mungkin sekali-sekali. Dan ia sering sekali pergi ke arena balap motor hanya untuk melihatku, aku yakin begitu. Dan aku tahu, ia masih mencintaiku. Padahal aku tak pernah memberikannya harapan lagi,” ujar Justin menjelaskan semuanya. Oh, Lucy. Maafkan aku. Aku tidak tahu kau mencintai Justin. Tapi aku juga mencintainya. Aku tak dapat melepaskannya. Setelah kedekatanku selama 3 bulan kedekatanku dengan Justin benar-benar berarti untukku. Aku tidak ingin menjadi gadis yang egois. Tapi aku mencintai Justin.
            Dan sekarang, ketakutan terbesarku adalah kehilangannya. Kehilangan Justin, kekasihku.
            “Apa kau akan meninggalkanku setelah ini?” tanya Justin. Oh, tentu saja tidak! Aku langsung memeluk Justin dan aku mulai duduk di atas paha Justin. Berhadapan dengannya. Memeluknya dengan erat dan menempatkan kepalaku di bahunya.
            “Tidak, aku akan membicarakan ini dengan Lucy. Aku akan menunggunya jika ia sudah benar-benar bisa berbicara denganku,”

            “Aku tahu. Maafkan aku,” bisik Justin mencium kepalaku. “Menginaplah di apartemenku,” bisik Justin. Kemudian aku tertawa. Apartemenku bersebelahan dengannya, tentu saja aku mau menginap di apartemennya. Aku tidak seperti meninggalkan apartemenku.

1 komentar:

  1. lucy jahat bangeeeeeeet sumpah!!! munafik errrrr penusuk dari belakang. njir benci gue sama dia. kalau gue jadi kate sih gue ngga perlu dan ngga pengen repot2 ngomong lagi sama lucy. ewh. *terbawa emosi*

    BalasHapus