***
3
bulan telah berlalu. Aku melewati hidup yang normal bersama dengan Justin.
Sekarang Justin bekerja bersamaku dengan Lyle. Meski setiap hari Senin dan
Kamis ia tidak dapat ikut bekerja karena jadwal kampus paginya. Lucy. Tiga
bulan ini tampaknya ia terus memarahiku karena aku lebih dekat dengan Justin
daripada dengannya. Maksudku, sebenarnya ini bukanlah salahku. Aku mencoba agar
ia menerima Justin yang sekarang sudah berubah menjadi lelaki yang lebih baik.
Meski sebenarnya ia masih merokok, tapi sudah tidak sesering dulu dan ia juga
masih meminum bir. Tapi setidaknya, ia masih lebih baik lagi. Tapi entah apa
yang merasuki Lucy, ia selalu menyalahkanku. Dan kurasa Lucy tidak menyukai
kedekatanku dengan Justin. Sepertinya ia ingin membuatku dan Justin menjauh dan
tak berteman. Sudah berkali-kali aku bertanya apa masalahnya dengan Justin,
tapi ia selalu mengatakan bahwa Justin adalah berengsek. Tapi yang membuatku
aneh adalah tatapan Lucy terhadap Justin. Tiap kali mereka bertemu, Lucy
mencoba untuk mengabaikan Justin, tapi aku tahu ada yang Lucy sembunyikan
dariku. Dan tentunya aku tidak tahu apa itu.
“Baiklah,
kelas selesai!” seru Mr. Johan meninggalkan kelas. Aku melirik pada Justin yang
terduduk di kursi paling depan di kelas. Ia membalikan kepalanya dan tersenyum
padaku. Oh ya, Justin juga sudah tidak begitu sering mengikuti perlombaan balap
motor lagi. Mungkin jika uangnya habis, ia akan ikut kembali. Malam ini Justin,
aku, Lyle dan Logan akan pergi ke restoran china untuk merayakan hari ulang
tahun Logan. Tadi pagi benar-benar meriah di apartemen Justin. Kami menyanyikan
lagu selamat ulang tahun padanya. Aku dan Justin sudah memesan kue ulang tahun
Logan untuk malam ini. Lyle yang akan mengambilnya sore ini di toko kue.
“Siap
untuk malam ini?” tanya Justin saat aku sudah berada di depannya dan ia
langsung merangkulku. Aku menganggukan kepalaku. Saat kami keluar dari kelas,
Lyle juga telah keluar dari kelasnya dan melambaikan tangannya pada kami.
“Hey!
Logan baru saja putus dengan kekasihnya!” serunya dengan suara yang girang.
Astaga, suara yang girang? Lyle harus membatasi temperamen Sanguinis-nya.
Bukankah seharusnya ia bersedih dengan hubungan Logan yang tandas di hari ulang
tahunnya?
“Ini
benar-benar sempurna! Dengan masalah ini, Logan pasti akan semakin dengan
kita,” serunya lagi, melompat-lompat di depan kami. Aku tertawa melihat
tingkahnya seperti ini. Ternyata dia punya alasan mengapa ia tersenyum dengan
riang.
“Kau
benar-benar aneh!” ujar Justin memukul lengan Lyle.
“Kalian
sudah siap belum?”
“Lyle,
kita baru saja keluar dari kelas. Tentu saja kami belum siap. Di mana otakmu?
Kita belum mandi dan bersiap-siap. Telpon Logan untuk datang ke restoran itu
jam 7 malam,” ujar Justin menarikku untuk meninggalkan Lyle.
“Yeah,
benar Tuan Muda Bieber. Semoga lancar untuk nanti malam dengan Kate!”
“Sial!”
Justin menggumam. Kenapa?
“Ada
apa Justin?” tanyaku menatapnya. Ia menggelengkan kepalanya dan semakin
mempercepat langkahnya untuk keluar dari gedung kampus.
***
“Apa
Logan sudah sampai?” tanyaku dengan was-was. Rencana kami adalah Logan yang
seharusnya datang pertama ke restoran dan kami akan menyanyikan lagu selamat
ulang tahun padanya untuk yang kedua kalinya dengan kue yang telah kami beli
bersama-sama. Kami bertiga baru saja berada di parkiran restoran china. Lyle
sudah memegang kue ulang tahun yang ia bawa. Justin mengambil ponsel yang ia
simpan di dalam kantong celananya kemudian ia menghubungi Logan, kurasa.
“Kau
berada di mana?” tanya Justin dengan suara yang serius. Kemudian Justin
langsung mematikan ponselnya. Ia menganggukan kepalanya padaku dan Lyle,
mengatakan bahwa Logan sudah berada di dalam restoran. Justin mengeluarkan
korek api untuk menyalakan lilin kue ulang tahun Logan.
“Ayo
kita masuk,” suruh Justin. Kami melangkah menuju pintu restoran. Butuh mental
yang kuat untuk menyanyikan lagu selamat ulang tahun di depan banyak orang
untuk Logan. Ini adalah yang pertama kalinya aku akan merayakan ulang tahun
orang lain selain ulang tahunku. Saat pintu terbuka, mataku langsung
mencari-cari di mana Logan. Oh syukurlah, ia terduduk di kursi yang berhadapan
dan ia duduk memunggungi kami. Aku langsung mengisyaratkan pada Justin bahwa
Logan berada di sudut tempat duduk restoran. Ia mengangguk.
Lalu
kami berjalan menuju pada Logan dan saat kami benar-benar sudah berada di
belakangnya. Justin langsung bernyanyi dengan suara merdunya. Astaga, aku
meleleh mendengarnya. Logan langsung membalikan kepalanya dan terkejut dengan
Justin yang sudah berada di depannya. Lyle yang berada di belakangku ikut
bernyanyi selamat ulang tahun untuk Logan, begitu juga denganku. Saat lagu
selesai, Logan tak tersenyum. Oh, mengapa? Apa mungkin ia masih merasa sakit
hati karena ia baru saja putus dengan kekasihnya? Well, ia bahkan baru
menjalankan hubungan itu selama 2 minggu, jadi menurutku itu belum terlalu
berarti.
“Logan,
buat permohonan lalu tiup lilin dari para sahabatmu ini,” ujar Lyle tidak
menyukai respon dari Logan. Beberapa detik Logan memohonkan permohonannya lalu
ia meniup lilinnya. Aku bertepuk tangan dengan riang dan Justin langsung
menarikku untuk masuk ke dalam tempat duduk. Aku duduk di sisi tembok, sama
seperti Logan. Dan Justin membalikan tubuhnya untuk mencari pelayan. Dari tadi
aku tersenyum layaknya orang tolol pada Logan. Entahlah, aku begitu senang
karena ia sedang berulang tahun.
“Apa
permohonanmu?” tanya Lyle tak dapat menyembunyikan rasa penasarannya. Saat Lyle
ingin duduk di sebelahku, Justin langsung menarik lengan Lyle. “Serakah,” gumam
Lyle cemberut dan lalu ia duduk di sebelah Logan. Justin menjatuhkan bokongnya
di sampingku dan melipat tangannya.
“Selamat
ulang tahun bro,” ujarnya menganggukan kepalanya. Logan hanya terdiam, tak
merespon Lyle.
“Oh,
ayolah, Logan! Kita bersenang. Kita lupakan kekasihmu –eh mantan kekasihmu,
biarkanlah kita bersenang-senang. Apa kau tidak malu sekarang kau terlihat
seperti wanita?” tanya Lyle menggoda Logan. Logan memberikan raut wajah bingung
pada Lyle.
“Aku
tidak tahu apa yang kaubicarakan,” ujar Logan bingung.
“Kau
putus bukan dengan kekasihmu?” tanya Lyle memastikan, jari telunjuknya mencolek
krim kue Logan dan memasukannya ke dalam mulutnya. Aku terkekeh pelan melihat
tingkah Lyle yang sungguh lucu. Kemudian ia mencoleknya kembali dan menyodorkan
jarinya pada Logan.
“Ayo,
cobalah. Ini sangat enak,” suruh Lyle. Aku melirik pada Justin yang dari tadi
hanya terdiam, tak tersenyum. Nah, ada apa lagi dengan lelaki tampan di
sebelahku ini? Aku menyentuh lengan
Justin, ia langsung menoleh padaku dan tersenyum singkat padaku. Beberapa detik
kemudian pelayan menghampiri kami. Lyle yang mengurus pesanan makanan. Justin
yang menraktir kami.
“Ada
apa?” tanyaku dengan suara yang lembut.
“Tidak
ada apa-apa,” ujar Justin. Aku tahu ia berbohong. Saat pelayan pergi, Lyle
melirik pada kami berdua dan ia menyeringai padaku lalu pada Justin.
“Katakan
saja Justin, jangan jadi pengecut!” ujar Lyle memanas-manasi Justin.
“Aku
bukan pengecut,”
“Lalu,
apa lagi yang kautunggu?” tanya Lyle mengangkat kedua bahunya.
“Kate
William Whitmore, aku ingin kau menjadi kekasihku. Apa kau menerimaku?” tanya
Justin menatap mataku dan tangannya sudah menyentuh tanganku. Aku menelan
ludahku. Ia berkata begitu cepat dan bukan dengan cara yang romantic. Di hari ulang
tahun orang lain ia memutuskan untuk menjadikanku pacarnya?
“Aku
tidak dapat bersumpah apa pun padamu, Kate. Tapi kau mendapatkan aku,” ujarnya
lagi.
“Yep,
Bieber –“
“Diam
kau sialan!” teriak Justin pada Lyle. Langsung saja Lyle menutup mulutnya dan
terkejut, Logan tertawa. “Kate, katakan sesuatu,” ujar Justin.
“Beri
aku waktu,” jawabku.
“Untuk
apa? Kau tidak perlu berpikir. Kau tahu aku memang untukmu, benar bukan?” tanya
Justin, bersungut padaku. Sial. Bagaimana bisa aku menolaknya? Sudah tiga bulan
ini ia tidak mencari gadis-gadis di kampus. Ia sudah berubah dalam masalah itu.
“Kau adalah alasan mengapa aku berubah, Kate. Aku ingin membuktikan bahwa aku
bisa berubah untukmu dan untukku,” ujarnya, serius. Haruskah di restoran dan di
depan dengan dua sahabatnya? Aku memerah.
“Katakan
saja, Ya, Kate,” ujar Logan. Aku menoleh pada Logan dan pada Justin kemudian.
“Aku
akan mengatakannya setelah kita pulang ke apartemen,” ujarku ingin membuat
Justin gemas. Kemudian Justin mendesah dan menganggukan kepalanya. Terlihat
sekali ia penasaran dengan jawabanku. Aku tertawa jahat dalam hati.
***
“Maka
jawabannya adalah Ya,” ujarku menarik kaos hitam yang Justin pakai menuju
kamarnya. Aku ingin menggodanya. Well, aku tidak ingin berhubungan badan dengan
Justin. Aku hanya ingin menggodanya. Ia memegang pinggangku dan tersenyum manis
padaku. Kakinya menutup pintu kamarnya dan menguncinya. Tidak, tidak. Aku tidak
ingin berhubungan badan dengan Justin sekarang. Ia harus menunggunnya hingga
aku benar-benar siap.
“Kau
benar-benar penggoda,” bisiknya, menyeringai padaku. Aku tertawa pelan dan
melingkarkan tanganku pada lehernya. Kumiringkan kepalaku ke salah satu sisi
dan tersenyum padanya. Aku tidak percaya, sekarang aku berpacaran dengan
seorang Bieber Biker. Jika Lucy tahu, aku akan dipenggal. Aku akan merahasiakan
ini.
“Well,
sekarang, apa salahnya aku menggoda pacar baru pertamaku?” tanyaku.
“Tidak
ada, hanya saja kau terlihat begitu nakal,”
“Oh
Bieber, kau tidak tahu seberapa nakalnya aku,” bisikku menggodanya. Aku
melingkarkan kakiku di sekitar pinggangnya dan menyandarkan daguku pada
bahunya. Ia memegang bokongku, membuat salah satu tanganku memukul tangannya,
dan ia langsung memindahkan tangannya pada pahaku.
“Benarkah?”
bisiknya di telingaku. Aku hanya menganggukan kepalaku dan memejamkan mataku.
Sekarang aku merasa begitu nyaman. Kemudian Justin terduduk di atas tempat
tidurnya sehingga aku terpangku di atas paha Justin. Aku masih memeluknya dan
aku bisa merasakan sesuatu yang keras di bawah sana.
“Yeah,”
aku membisikan sesuatu yang seksi. Aku benar-benar menikmati godaanku terhadap
Justin. Aku ingin membuatnya frustrasi. Kudengar nafasnya tak beraturan.
“Mengapa kau memilih aku?” tanyaku dengan suara yang pelan.
“Karena
kau yang memotivasiku untuk melakukan ini,”
“Mengapa?”
“Mengapa?”
“Karena
aku menginginkan kau, Kate. Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkanmu,”
ujarnya terdengar begitu tulus. Aku terkekeh pelan. Oh, seorang Bieber Biker
menginginkan gadis polos yang bodoh sepertiku.
“Bukan
keperawananku?” tanyaku. Kudengar ia terkekeh.
“Well,
seluruh yang ada pada dirimu, Kate.” Bisiknya mengeratkan pelukannya. Sial!
***
“Justin,
apa kau akan meniduriku setelah ini?” tanyaku sambil memainkan jari telunjukku
di sepanjang batang hidungnya. Aku tidak tahu, tapi aku bisa merasakan Justin
yang begitu bergairah. Sebenarnya, aku tidak tahu apa-apa tentang seks. Tapi
yang aku tahu, lelaki seperti Justin mudah sekali terangsang. Apa Justin
terangsang karena diriku? Aku masih bertanya-tanya dalam hatiku, apa aku bisa
melewati ini bersama Justin? Apa aku akan merelakan keperawanan ini pada
Justin? Rasanya aku ingin sekali menjaga keperawanan ini hingga aku menikah.
Meski sebenarnya aku ingin sekali tahu bagaimana rasanya berhubungan badan.
Apalagi bersama dengan Bieber Biker.
“Ya
jika kau mengizinkannya,” ujar Justin menggesekan hidungnya pada hidungku. Aku
tidak tahu. Apa ayahku akan marah. Tapi aku ingin sekali merasakannya.
“Apa
itu akan sakit?” tanyaku dengan suara pelan, aku ketakutan. Pertahananku sudah
hancur. Aku ingin melakukannya dengan Justin. Sekarang. Detik ini. Apa pun
resikonya. Justin menyeringai padaku dan menganggukan kepalanya. Aku memejamkan
mataku. Astaga, rasanya akan sakit. Sekarang aku sangat takut. Kemudian aku
mencium bibir Justin. Ini adalah keputusanku yang terakhir. Meski aku tahu ini
salah, tapi aku ingin mencobanya. Kita tidak akan pernah tahu jika kita tidak
pernah mencobanya, benar bukan? Justin tertawa dan aku mencoba untuk
mempraktekan apa yang telah ia ajarkan padaku terakhir kali kami berciuman.
Aku
memainkan lidahku dan memperdalam ciuman ini. Mendorong tubuh Justin ke tempat
tidur. Justin tertawa kecil dan mengisap bibir bawahku dengan nyaman. Mmh, aku
sedikit mendesah saat Justin mencoba untuk meremas dadaku. Sial! Rasanya
benar-benar aneh namun nikmat. Perlahan ia meremas dadaku dengan lembut lalu
aku tak dapat bernafas. Justin tertawa melihat mataku yang melebar saat
melihatnya.
“Aku
menyukainya, ukurannya cocok dengan tubuhmu,” bisik Justin kemudian memutar
tubuhku ke samping sehingga sekarang ia menindihku dari atas. Sial!
“Kau
yakin kau ingin melakukan ini?” tanya Justin.
“Ya,”
aku pasrah. Sedetik kemudian Justin
menyeringai dan mencium bibirku kembali. Menikmati setiap belaiant tangannya
yang mulai mengelus di sepanjang lenganku lalu pindah pada pinggangku. Kaos
merah muda yang kupakai ia naikan sedikit dan jari-jarinya yang dingin mulai
mengelus perutku, membuatku merinding dan merasakan kenikmatan di setiap
sentuhannya. Dia tertawa.
“Kau
benar-benar alami tak tahu tentang hubungan badan dan itu sangat menarik,”
bisik Justin melepaskan ciuman kami dan aku mendesah pelan karena bibirnya yang
lepas. Kemudian ia menaikannya hingga ke atas leherku dan mencium dadaku dengan
lembut. Tepat di tengah-tengahnya. Aku mendongakan kepalaku ke belakang,
menekan kasur Justin.
“Kulitmu
benar-benar lembut, Kate. Aku menyukainya,” bisik Justin lagi, ia mengangkat
punggungku dan melepaskan kaitan bra milikku dan kemudian semuanya terekspos di
depannya. Dadaku terekspos di depan seorang Bieber Biker dan aku merasakan
kedinginan sekaligus kepanasan yang benar-benar membuatku ..tanganku meraih
kepala Justin dan kembali menciumnya. Aku sungguh bergairah.
“Oh,
Kate. Jangan cepat-cepat. Aku ingin membuatmu ..Mmh, sayang, jangan,” Justin
menarik kepalaku agar kembali ke atas kasur. Aku menginginkan ini begitu buruk.
Aku sungguh menginginkan ini dengan Justin. Kekasih pertamaku yang akan
memberikanku kesan pertama dalam hubungan badan. Oh kumohon! Aku menjerit dalam
hati namun aku melampiaskannya dengan cara menggigit bibirku. Mulut Justin
menjilat dadaku dengan lembut, membuatku merinding di bawahnya dan aku memegang
kepala Justin, meremas rambutnya.
“Oh
Justin!” aku memekik saat Justin menggigit putingku dengan lembut. Aku ..oh
astaga, ini benar-benar nikmat sekali. Justin tertawa di bawah sana. Salah satu
tangannya meremas dadaku dengan lembut dan mulutnya menjilat dadaku yang lain.
Tangannya yang lain mulai menjarah kepada celana jinsku. Ia membuka kancingnya
dan melepaskan celana jins itu dari tubuhku. Sekarang aku sudah setengah
telanjang.
“Mari
kita lihat seberapa terangsangnya kau sekarang,” ujar Justin melepaskan
mulutnya dari dadaku. Tangannya menyentuh celana dalamku dan meremasnya, aku
tersentak. Sial! Astaga, ternyata dari tadi aku lembab di bawah sana. Justin
tertawa kecil dan salah satu jarinya mengelus celana dalamku dan menekan-nekannya
dengan lembut. Membuatku meremas pada kain sprei yang kupegang dengan erat. Ini
sungguh berlebihan. Pinggul bergerak-gerak karena tangan Justin yang masih
bertahan di sana dan mengelusnya dengan lembut.
“Kau
benar-benar seksi, Kate,” bisik Justin di telingaku. Aku memejamkan mataku dan
merasakan sesuatu yang akan segera meledak. Jari Justin terus mengelus-elus
celana dalamku.
“Ooh
Kate! Sialan, aku benar-benar basah!” erang Justin semakin mempercepat
elusannya dan langsung saja tangannya masuk ke dalam celana dalamku dan ia
mengerang. Kemudian seluruh otot-ototku menegang, kakiku lurus dan aku
mengapitkan kakiku menjadi satu tapi tangan Justin yang lain menahannya. “Benar
sayang, keluarlah untukku. Aku menginginkannya,” erang Justin semakin mempercepat
gesekan tangannya pada bagian bawahku. Tubuhku bergetar tak karuan dan aku
merasakan kenikmatan tiada tara. Aku menjerit dan Justin langsung mencium
bibirku untuk meredamkannya. Kepalaku mendongak ke belakang sehingga mulutku
dan Justin kembali terpisah, merasakan kenikmatan ini sungguh membuatku susah
untuk membuka mataku. Aku hanya dapat menggigit bibirku.
“Astaga!
Sial, kau benar-benar seksi,” ujar Justin menarik tangannya dari celana
dalamku. Aku masih mengatur nafasku yang tak beraturan. Keringat mulai
membasahi kepalaku. Tadi benar-benar luar biasa. Tiba-tiba pintu kamar Justin
terketuk.
“Kate?
Kau kah yang ada di dalam? Kate?” kudengar suara Lucy yang begitu khawatir. Ia
terus mengetuk pintu kamarku. Aku panik. Ah, sial! Setelah apa yang kudapatkan,
aku belum mendapatkan ketenangan yang cukup. Justin menahanku untuk tetap
berada di tempat tidurnya dan ia beranjak dari tempat tidur lalu melangkah pada
pintu dan membuka pintu kamarnya.
“Di
mana dia sialan?” tanya Lucy langsung berteriak dan teriakannya langsung tak
terdengar setelah Justin menutup pintunya. Aku tak tahu apa yang Justin katakan
tapi aku mendengar Lyle berteriak Wow! Aku jadi penasaran. Dengan cepat aku
memperbaiki kaosku yang tersingkap dan aku memasang bra-ku kembali. Kemudian celana
jins-ku. Bangkit dari tempat tidur, aku berjalan menuju pintu kamar Justin dan
membukanya.
Kulihat
Lucy yang memukul-mukul Justin dan langsung saja Lyle menahan kedua tangan Lucy. Oh, mengapa
ia memukul-mukul Justin dan Justin diam saja? Maksudku, pasti ia bisa
menahannya. Kemudian derai air mata Lucy mulai terlihat. Astaga, mengapa ia
menangis?
“Setelah
apa yang kaulakukan padaku! Aku mencintaimu Justin!” sekarang aku ingin bunuh
diri. Astaga, selama ini Lucy mencintai Justin? Aku tidak percaya itu. Tapi
mengapa? Mengapa ia terlihat begitu membenci Justin?
“Kau
mencampakan aku!”
“Aku
sudah bilang padamu, Lucy, aku tidak pernah ingin memiliki hubungan dengan
siapa pun,” ujar Justin.
“Tapi
dengan dia? Kau menginginkannya!” teriak Lucy. Oh Tuhan. Teman dekatku, Lucy,
se-apartemen denganku mencintai Justin dan aku tidak pernah menyadarinya? Ini
sungguh salah. Aku harus meluruskannya. Ini bukan tentang aku. Tapi tentang
Justin dan Lucy. Mengapa Lucy tidak pernah mengatakannya jika ia mencintai
Justin? Aku sekarang merasa bersalah dengan Lucy setelah apa yang telah
kulakukan dengan Justin. Aku tahu ia pasti akan cemburu denganku karena
kedekatanku dengan –oh Astaga! Sekarang aku mengerti. Semuanya terlihat begitu
jelas.
Telingaku
seakan-akan tertutup dengan kapas yang begitu banyak. Tidak ada yang kudengar.
Terkadang, orang terdekat akan menjadi masalah bagi kita. Dan itu memang
terjadi padaku. Lucy menusukku dari belakang dan itu sungguh menyakitkan. Aku
menutup pintu kamar Justin dengan pelan dan berjalan dengan tatapan kosong
menuju tempat tidur. Terduduk di atas tempat tidur Justin, aku berpikir kembali
tentang kata-kata Lucy.
Justin
adalah seorang yang berengsek. Kau akan ditiduri olehnya lalu dicampakan
olehnya. Justin tidak pernah mencintai orang, Kate. Justin perokok, dia
berbahaya. Jangan pernah dekati dia, dia bencana bagimu. Aku sahabatmu, aku
tidak ingin kau sakit hati karena kau jatuh cinta dengan Justin.
Air
mataku mengalir. Lucy, dia selalu kupercaya selama ini –tapi tidak tentang
keburukan Justin—ia mencintai seorang Justin tanpa aksi. Aku tidak percaya Lucy
melarangku untuk dekat dengan Justin karena ia mencintai Justin. Maksudku, Lucy
adalah orang pertama yang menemaniku di Atlanta. Yang mengajakku untuk bertemu
dengan seorang Bieber Biker. Dan sekarang. Sekarang diperhadapkan dengan
masalah.
Oh
ini benar-benar mengejutkan. Keindahan yang berubah menjadi bencana. Aku
termenung terus menerus. Aku habis berpikir, otakku buntu sekarang. Entah apa
yang harus kupikirkan sekarang selain Lucy yang berada di luar sana. Apa dia
juga salah satu korban dari ke-berengsek-an Justin? Mungkin, setelah ia
meneriakan bahwa Justin mencampakannya. Ternyata sahabatku pernah berhubungan
badan dengan seorang Bieber Biker. Tapi aku mencintai. Ia membuktikannya.
Seperti yang Justin bilang, ia tidak pernah menjalani hubungan bersama wanita
lain. Namun aku. Aku yang dipilih oleh Justin. Dan sekarang itu menjadi sebuah
tanda tanya besar untukku. Mengapa Justin mencintaiku? Beberapa menit aku larut
dalam pemikiranku, pintu kamar Justin terbuka dan aku melihat ia berkeringat.
“Apa
yang ia katakan?” tanyaku, akhirnya.
“Aku
memberitahunya kalau kita berpacaran,” tentu saja. Aku tahu. Lucy pasti sudah
mengetahuinya dari Lyle. Aku sangat yakin itu. Dan aku tidak bisa membayangkan
wajah Lucy yang akan begitu marah padaku. Kugelengkan kepalaku, tak habis
pikir.
“Dan
apa yang ia katakan?”
“Ia
akan segera pindah dari apartemenmu, kembali ke rumahnya,”
“Oh
sial!” gumamku berkata kotor. Aku tidak percaya Lucy akan meninggalkanku karena
hubunganku dan Justin. Dan tentu saja ia akan marah denganku. Ia mencintai
Justin. Dan aku sebagai sahabatnya, telah mendapatkan lelaki yang ia cintai.
Pasti hatinya begitu hancur. Aku harus berbicara dengan Lucy, secepat mungkin.
Tapi bukan sekarang. Pasti sekarang ia tidak akan mendengarkanku. Pasti ia
sangat emosi.
“Maafkan
aku,” bisik Justin duduk di sebelahku, ia menarik pundakku agar aku menyentuh
tubuhnya. Kepalaku bersandar pada dadanya sekarang.
“Apa
yang sebenarnya terjadi antara kau dan Lucy?”
“Well,
dulu. Dulu sekali, aku pernah satu sekolah dengan Lucy. SMA. Ia menyukaiku dan
aku memang lelaki rendahan seperi yang kau bilang dulu. Aku merusak dirinya.
Aku yang memerawaninya,”
“Tapi
ia bilang, ia diperawani oleh kekasihnya,”
“Ia
selalu menganggapku kekasihnya, tapi sumpah demi Tuhan aku tidak pernah
menganggapnya sebagai kekasihku. Aku hanya mempermainkannya. Aku memang
rendahan, sial, kau benar lagi Kate,” Justin mendengus dan menyesali segala
yang telah ia perbuat. Aku sebenarnya marah, tapi melihat perubahan Justin
membuat amarahku padam. Bagaimana bisa aku marah pada kekasihku sendiri?
Mungkin, suatu saat. Mendengarnya sekarang begitu menyakitkan. Ia benar-benar
menyesali segala perbuatannya. Wajar Justin tidak membentak Lucy. Ia mungkin
merasa bersalah pada Lucy. Oh, astaga, Lucy diperawani oleh Justin. Dan aku
juga akan menjadi salah satunya.
“Ia
mengikuti kuliah dan mata pelajaran yang sama denganku juga dengan jadwalnya
hanya untuk melihatku. Tapi dia tidak pernah berbicara denganku sejak 3 tahun
yang lalu. Well, mungkin sekali-sekali. Dan ia sering sekali pergi ke arena
balap motor hanya untuk melihatku, aku yakin begitu. Dan aku tahu, ia masih
mencintaiku. Padahal aku tak pernah memberikannya harapan lagi,” ujar Justin menjelaskan
semuanya. Oh, Lucy. Maafkan aku. Aku tidak tahu kau mencintai Justin. Tapi aku
juga mencintainya. Aku tak dapat melepaskannya. Setelah kedekatanku selama 3
bulan kedekatanku dengan Justin benar-benar berarti untukku. Aku tidak ingin
menjadi gadis yang egois. Tapi aku mencintai Justin.
Dan
sekarang, ketakutan terbesarku adalah kehilangannya. Kehilangan Justin,
kekasihku.
“Apa
kau akan meninggalkanku setelah ini?” tanya Justin. Oh, tentu saja tidak! Aku
langsung memeluk Justin dan aku mulai duduk di atas paha Justin. Berhadapan
dengannya. Memeluknya dengan erat dan menempatkan kepalaku di bahunya.
“Tidak,
aku akan membicarakan ini dengan Lucy. Aku akan menunggunya jika ia sudah
benar-benar bisa berbicara denganku,”
“Aku
tahu. Maafkan aku,” bisik Justin mencium kepalaku. “Menginaplah di
apartemenku,” bisik Justin. Kemudian aku tertawa. Apartemenku bersebelahan
dengannya, tentu saja aku mau menginap di apartemennya. Aku tidak seperti
meninggalkan apartemenku.
lucy jahat bangeeeeeeet sumpah!!! munafik errrrr penusuk dari belakang. njir benci gue sama dia. kalau gue jadi kate sih gue ngga perlu dan ngga pengen repot2 ngomong lagi sama lucy. ewh. *terbawa emosi*
BalasHapus